Anda di halaman 1dari 6

INTENSITAS

1.1. Gempa Bumi

Gempa bumi adalah getaran di tanah yang disebabkan oleh gerakan permukaan bumi.
Gempa bumi yang kuat dapat menyebabkan kerusakan besar bagi gedung, jembatan dan
bangunan lain, termasuk korban nyawa. Permukaan bumi terbentuk dari lapisan batuan
paling luar yang disebut kerak bumi. Kerak bumi yang pecah membentuk potongan-
potongan besar yang saling berpasangan, seperti kepingan puzzle yang besar. Potongan-
potongan ini disebut lempeng. Lempeng ini bergerak perlahan dan mendesak bebatuan.
Akibatnya, tekanan bertambah besar. Jika tekanan semakin besar, bebatuan bawah tanah
akan pecah dan terangkat. Pelepasan tekanan ini merambatkan getaran yang menyebabkan
gempa bumi. Setiap tahun, terjadi sekitar 11 juta gempa bumi dan 34.000-nya cukup kuat
untuk kita rasakan.

Di bawah kerak bumi terdapat lapisan lunak terbentuk dari batuan panas yang lumer. Kerak
bumi yang terbentuk dari nikel dan besi dengan bahagian yang padat ditengahnya. Kerak
tersebut bisa mencapai ketebalan 70 km di bawah barisan pengunungan terbesar di dunia.
Kebanyakan gempa bumi berasal dari kerak bumi. Kadang-kadang gempa bumi juga bisa
terjadi pada kedalaman 700 km di bawah permukaan bumi. Atas dasar kedalaman dari
posisi gempa, gempa dapat dikategorikan atas 3 kategori:
1. Gempa dangkal, (Hypocenter terletak pada kedalaman 0 – 60 km)
2. Gempa sedang, (Hypocenter terletak pada kedalaman 60 – 300 km)
3. Gempa dalam, (Hypocenter terletak pada kedalaman > 300 km)

Bagi seorang engineer yang penting adalah Gempa dangkal.

1.2. Pengukuran Kekuatan dan Alat Ukur Gempa

Ilmuan yang mengkhususkan diri untuk mempelajari gempa disebut seismolog. Mereka
menggunakan alat pengukur yang disebut seismograf atau seismometer. Alat itu digunakan
untuk mencatat pola gelombang seismik dengan memperhitungkan kekuatan sekaligus

1
lamanya gempa. Pencatatannya dilakukan beberapa tempat yang berbeda, sehingga pusat
gempa dan episentrumnya bisa diketahui secara tepat.

Untuk mengukur gempa terbesar, para seismolog juga menggunakan skala getaran gempa.
Skala ini didasarkan pada ukuran patahan yang tercatat, jumlah gerakan di permukaan, dan
lamanya gempa bumi. Angka tertinggi yang dihasilkan kurang lebih sama dengan skala
Richter yang berkekuatan sampai tingkat ke-7. Angka tertinggi yang pernah tercatat oleh
skala ini adalah 9.5 untuk gempabumi tahun 1960 di pantai Chili. Bencana ini telah
menewaskan 5.700 penduduk. Sedangkan menurut skala Richter. Getarannya berkekuatan
8,3.

1.3. Skala Richter

Pada tahun 1935, ahli seismologi Amerika, Charles F. Richter (1900 – 1985) mengembangkan
sistem pengukuran kekutan gempa. Setiap angka pada skala Richter menggambarkan 10 kali
peningkatan gerakan tanah yang tercatat oleh seismograf. Jadi pada gempa bumi dengan
kekuatan 7, tanah bergerak 100 kali lebih banyak dari pada gempa berkekuatan 5 pada skala
Richter.

Tabel 1. Efek kekuatan gempa


RATA- INTENSITAS DEKAT
KEKUATAN KETERANGAN
RATA EPISENTRUM

0 – 1,9 - 700.000 Tercatat, tapi tidak terasa

2 – 2,9 - 300.000 Tercatat, tapi tidak terasa

3 – 3,9 KECIL 40.000 Dirasakan oleh sedikit orang

4 – 4,9 RINGAN 6.200 Dirasakan oleh banyak orang

5 – 5,9 SEDANG 800 Agak merusak

6 – 6,9 KUAT 120 Merusak

7 – 7,9 BESAR 18 Sangat merusak

1 dalam
8 – 8,9
DAHSYAT/Raksasa 10 – 20 Menghancurkan
- 10
tahun

2
Intensitas ini bergantung pada :
1. Jarak Epicentre
2. Kedalaman Fokus (jarak dari hypocentre)
3. Magnitude Gempa

Intensitas
Episentrum

Hiposentrum

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pengaruh Percepatan Tanah Terhadap Konstruksi Bangunan.
Bila suatu gelombang melalui suatu lapisan sedimen maka akan timbul suatu resonansi. Ini
disebabkan karena gelombang gempa mempunyai spektrum yang lebar sehingga hanya
gelombang gempa yang sama dengan periode dominan dari lapisan sedimen yang akan
diperkuat. Bangunan-bangunan yang berada diatasnya akan menerima getaran-getaran
tersebut, dimana arahnya dapat diuraikan menjadi dua komponen yaitu: komponen vertikal
dan komponen horizontal.

Untuk getaran yang vertikal, pada umumnya kurang membahayakan sebab searah dengan
gaya gravitasi. Sedangkan untuk komponen horizontal menyebabkan keadaan bangunan
seperti diayun. Bila bangunan itu tinggi, maka dapat diumpamakan seperti bandul yang
mengalami getaran paksaan (force vibration), ini sangat membahayakan sekali.

3
Untuk mendirikan bangunan tahan (?) gempa, harus diperhatikan percepatan tanah
maksimum di daerah tersebut dan bangunan harus didesign sedemikian hingga dapat
menahan percepatan tanah tersebut. Bila suatu bangunan konstruksinya lebih lemah dari
yang diperkirakan, maka bangunan disebut under design, ini sangat membahayakan dan
dapat disebut bangunan tidak tahan (?) gempa (non earthquake resistance).

Bila suatu bangunan konstruksinya lebih kuat dari yang diperkirakan, maka bangunan
disebut over design. Ini merupakan pemborosan biaya, maka apabila ingin membangun
bangunan tahan gempa, hal-hal diatas perlu diperhatikan dan masalah percepatan tanah
memegang peranan penting.

Dalam kaitan dengan bangunan aman/ramah gempa, maka zonasi seismik perlu dibuat, dan
secara umum di Indonesia telah dibuat zone seismik berdasarkan data historis kegempaan
periode sebelum tahun tujuhpuluhan, wilayah Indonesia dibagi menjadi 6 zone seismik
seperti berikut:

Zone 1 : Daerah dengan seismisitas sangat tinggi (7 –8 SR)


Irian bagian utara
Zone 2 : Daerah dengan seismisitas aktif (sekitar 7 SR)
Sumatra bagian barat, Selatan Jawa, Nusatenggara, Irian Jaya
dan Sulawesi Utara
Zone 3 : Daerah yang terdapat lipatan, patahan dan rekahan (> 7 SR)
Sepanjang pantai Sumatra bagian barat, Sepanjang Pantai
Jawa bagian selatan.
Zone 4 : Daerah lipatan & patahan (sekitar 7)
Sumatra, Jawa bagian utara, Kalimantan Timur, Sulawesi
Selatan dan Irian
Zone 5 : Daerah dengan seismisitas rendah
Sepanjang pantai timur Sumatra dan Kalimantan Tengah
Zone 6 : Daerah stabil
Irian bagian selatan

4
Pembagian daerah aktif gempa bisa juga ditinjau dari data makro atau intensitas gempa
yang pernah dirasakan. Peta intensitas gempa Bengkulu pada tanggal 4 Juni 2000 adalah
satu kasus data makro yang langsung bisa dikaitkan dengan bangunan. Beberapa kasus
gempa merusak merupakan data makro yang menghasilkan peta intensitas regional seperti
yang dilakukan oleh J. Murjaya dan G. Ibrahim pada tahun 1997 (lihat gambar). Pada peta
ini, daerah yang terkena dampak gempabumi dibagi menjadi 4 daerah;

1. Daerah dengan intensitas MMI IX atau lebih.


2. Daerah dengan intensitas MMI VII-VIII.
3. Daerah dengan intensitas MMI V-VI.
4. Daerah dengan intensitas MMI < V

Peta pembagian wilayah intensitas gempabumi di Indonesia


(J. Murjaya & G. Ibrahim, 1997)

5
6

Anda mungkin juga menyukai