Theology of The Body On Marriage
Theology of The Body On Marriage
6. Mereka mampu mengekspresikan pribadi mereka “di dalam dan melalui tubuh
mereka” karena tubuh mereka, tidak seperti tubuh kita, berada di bawah kekuasaan
pikiran dan kemauan mereka.
➢ Kesadaran, kemanjuran, kebebasan transendensi, dan kebenaran diungkapkan di
dalam dan melalui tubuh mereka. Dengan kata lain, mereka terintegrasi.
➢ Kehendak sebagai orang
tua pertama, tidak harus
berjuang melawan keinginan
daging mereka.
➢ Orang tua pertama kita
tidak membutuhkan kemauan
seperti kita. Ini adalah
pengalaman kesatuan yang awal
dalam diri mereka ada
keselarasan. Tidak ada
pertentangan, seperti yang
terjadi pada diri kita, yaitu
antara pikiran dan kemauan,
maupun dengan tubuh. (Hogan,
Perjanjian Cinta, 48).
7. Konsep "anugerah" -
dibuat untuk persekutuan
Johanes Paulus ll:
• kita diciptakan untuk "menjadi hadiah/anugerah."
• Kunci seksualitas: Pemberian diri secara total dalam hubungan timbal balik
• Tidak ada sifat yang egois
• Satu-satunya jawaban yang tepat bagi manusia adalah Cinta.
9. Dominasi Hubungan
Dominasi dalam Hubungan
Interpersonal:
• Nafsu menyebabkan distorsi.
• Kesederhanaan dan kemurnian pengalaman awal menghilang -nafsu menggantikan
pemberian diri yang tulus
• Tubuh, yang merupakan "substansi dasar" persekutuan orang, sekarang menjadi
hambatan dalam pribadi hubungan pria dan wanita.
8. “Firman-Nya kepada perempuan itu: namun engkau akan tunduk kepada suamimu
dan ia akan berkuasa atasmu.” (Kejadian 3:16b).
✓ Ini bukan untuk dipahami sebagai ketidaksetaraan kepribadian. Kata-kata ini
menunjukkan pada suatu pelanggaran, kerugian mendasar komunitas awal-
persekutuan manusia perdana yang maksudnya bahwa secara timbal balik
bahwa manusia agar membahagiakan satu sama lain, dan mereka keduanya
dibuat bahagia olehNya melalui berkat kesuburan dan prokreasi.
✓ “Mereka bukan lagi dipanggil hanya untuk bersatu dan dan menuju kesatuan,
tetapi juga dipanggil menghadapi keterancaman akan ketidakpuasan
persatuan dan kesatuan itu.
✓ Ada pergumulan dipanggil dari kekekalan untuk hidup dalam persekutuan"
(TB 121). Namun laki-laki dan perempuan terpecah bahkan saling bertentangan.
✓ Mereka menginginkan persatuan, namun mereka tidak dapat memuaskan kerinduan
mereka.
✓ Mereka tidak bisa lagi memberi sepenuhnya satu sama lain.
✓ Keinginan daging mengarahkan keinginannya pada pemuasan daging, sering kali
harus mengorbankan keutuhan persekutuan mereka.
13. Para suami sayangilah Istrimu, sebagaimana Kristus menyayangi Gereja dan
memberi diriNya untuknya.
▪ Penulis memperhitungkan situasi nyata dan situasi perempuan dan memberi
tantangan.
▪ Kepemimpinan suami adalah seperti yang dimiliki Kristus. Sebuah peneguhan
atau affirmasi terhadap martabat wanita.
• Dalam Gereja Katolik dasar perkawinan adalah cinta di antara dua orang (laki-laki dan
perempuan) yang mengikat janji dalam sebuah perkawinan.
• Gereja Katolik memandang dan memahami bahwa hidup berkeluarga itu sungguh
suci dan bernilai luhur, karena keluarga merupakan:
• Dengan demikian berarti pula bahwa panggilan hidup berkeluarga juga memiliki nilai
yang luhur, sebab dari perkawinan itu sendiri yang juga luhur. Perkawinan dalam
Gereja Katolik disebut sebagai Sakramen karena melambangkan hubungan
antara Kristus dan Gereja-Nya (lihat Efesus 5: 22-33). Mereka akan hidup sebagai
suatu persekutuan seperti halnya hidup Gereja sebagai persekutuan.
• Mereka adalah Gereja mini. Sebagai persekutuan, mereka bukan lagi dua tetapi satu
daging (lihat Kejadian 2: 24). Dengan hidup sebagai persekutuan yang didasarkan
kasih itulah, maka perkawinan memperlihatkan dan melambangkan kasih Allah
kepada manusia dan kasih Yesus kepada Gereja-Nya.
• Dalam perkawinan
Kristiani tidak dikenal
adanya perceraian. Apa
yang telah dipersatukan
Allah, telah dipersatukan
Allah, tidak boleh
diceraikan manusia (lihat
Markus 10: 9). Selain tidak
terceraikan, perkawinan
Kristiani bersifat monogam.
Cinta antara seorang suami
dan seorang istri bersifat
total atau tak terbagikan.
Seorang suami harus mengasihi istrinya seperti tubuhnya sendiri (lihat Efesus 5: 28).
Demikian juga, istri terhadap suaminya.