Anda di halaman 1dari 2

NASKAH PODCAST RETORIKA 2023

“Problematika Perguruan Tinggi, Makin Kritis atau Sebaliknya”


Oleh : Ahmad Baidowi Sy (230301110125)
Maulidys Marta Zalsabila (230301110142)
Asal Instansi : UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Sebagai seorang mahasiswa, banyak hal baru yang kita temui, dihadapkan dengan culture
shock dengan lingkungan baru merupakan hal yang biasa, dan bukan rahasia umum lagi bahwa
setelah menjadi mahasiswa, sterereotip umum yang melekat pada mahasiswa adalah "menjadi
mahasiswa pasti bisa berpikir kritis". Tatkala itu telah menjadi label yang disematkan masyarakat
umum pada mahasiswa, apakah pada kenyataannya di intra universitas hal tersebut terealisasi
secara merata ke setiap individu?
Baru-baru ini, tepatnya setelah menjadi mahasiswa baru selama hampir kurang lebih tiga
bulan lamanya, dan telah sedikit banyak mengetahui bagaimana kegiatan-kegiatan kampus
didalamnya, saya tersadar bahwa ternyata kita tidak sedang baik-baik saja. Dibalik segala
kemudahan yang tersedia, ada sedikit ironi yang terjadi di kalangan mahasiswa. Dua bulan lebih
saya menjadi mahasiswa belum pernah sekalipun saya benar-benar merasa berkualitas ketika
mengikuti kegiatan internal nya. Memang tidak semua, namun beberapa yang telah saya ikuti
memberikan citra seperti itu kepada diri saya. Seperti perkumpulan yang kurang terstruktur, yang
kurang jelas tujuannya, kurang mampu menerima pendapat orang lain, dan tidak jelas apa yang
dibahas dalam perkumpulan tersebut.
Menurut Chance (1986) berpikir kritis adalah kemampuan untuk menganalisis fakta,
mencetuskan dan menata gagasan, mempertahankan pendapat, membuat perbandingan,
menarik kesimpulan, mengevaluasi argumen dan memecahkan masalah. Ternyata, mahasiswa
sudah tidak lagi kritis, atau bahasa awamnya mulai muncul benih-benih apatis. Kita tidak lagi
tergerak untuk menelaah dan mengkaji tentang apa-apa yang terjadi di sekitar kita. Kita lebih
tertarik dengan hal-hal yang menyenangkan. Seperti menaikkan angka follower sosial media,
mencari perhatian dikalangan adek tingkat berdalih kumpulan, atau push rank game online.
Berdasarkan data yang kami kumpulkan melalui survey pengisian kuisioner mengenai
sikap kritis untuk penyertaan data valid dalam kegiatan podcast ini, dapat di analisis bahwa salah
satu penyebab kurang nya minat mahasiswa terhadap literasi dan rendahnya minat untuk
menggali permasalahan secara lebih dalam sebanyak 4 dari 20 orang menyatakan kurang puas
terhadap pola pengajaran yang diberikan dosen. Dan sisanya memilih opsi puas. Hal tersebut
menunjukkan bahwa sejauh ini tidak ada masalah signifikan dari pola pengajaran yang
disampaikan dosen, akan tetapi di sisi lain keinginan untuk mengajukan pertanyaan maupun
menggali problem dari pemaparan materi yang disampaikan dosen sebanyak 12 dari 20 orang
menyatakan tidak memiliki minat untuk bertanya. Sebanyak 14 dari 20 orang setuju jika suasana
kelas menunjang fokus dan kenyamanan dalam belajar dikelas, Dan setengah dari total
keseluruhan responden menyatakan kurang mengerti bagaimana cara agar bisa menggali sifat
kritis.
Dari data tersebut dapat diambil kesimpulan bahwasannya proses pembelajaran dapat
mempengaruhi kemampuan berfikir kritis mahasiswa, dan hal itu ditunjang oleh banyak faktor.
Selain dosen, dan fasilitas pembelajaran yang memadai, faktor terbesar yang membuat kita
memiliki kesadaran edukasi adalah diri kita sendiri. Akan tetap percuma dengan lengkapnya
fasilitas belajar tetapi kita tidak bisa memanfaatkannya dengan baik, dan tidak mau menggali
ilmu lebih dalam lagi dari apa yang telah sampai kepada kita baik itu melalui dosen ataupun
media internet yang kian canggih. Kita harus memiliki kepekaan mandiri untuk mampu menggali
dan menganalisis sesuatu secara lebih mendalam. Namun faktanya, kecanggihan digital tidak
sepenuhnya selaras dengan meningkatnya kemampuan bernalar. Banyaknya informasi yang
masuk seringkali diterima mentah-mentah tanpa ditelaah kevalidannya. Hal ini sudah
seharusnya menjadi warning untuk kita semua ditengah maraknya FOMO yang membuat
mahasiswa hampir lupa bahwa dirinya juga bergerak sebagai Agent of Change di masa yang
akan datang. Maka dari itu marilah kita membangun kesadaran literasi dan bernalar mulai dari
hal-hal kecil yang ada disekitar kita, tanpa mengesampingkan peran teknologi modern yang
nantinya dapat menjadi penunjang pembelajaran dan memperluas wawasan kita terhadap dunia.

Sumber referensi :
Wirawan Yogatama, Muhammad. 2018. Opini Mahasiswa : Sebagai Mahasiswa Harus Kritis
atau Eksistensi?. www.lpmerythro.fk.uns.ac.id

Anda mungkin juga menyukai