Anda di halaman 1dari 154

[ Geologi Dasar − i ]

Sanksi Pelanggaran Pasal 72


Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002
Tentang Hak Cipta:

(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan


atau memperbanyak ciptaan pencipta atau memberi izin
untuk itu, dapat dipidana dengan pidana penjara masing-
masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling
sedikit Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)

(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,


mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan
atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait,
dapat dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah)

[ Geologi Dasar − ii ]
Fachruzzaki, S.Si., M.T.
Rifki Asrul Sani, S.T., M.T.

[ Geologi Dasar − iii ]


BUKU AJAR GEOLOGI DASAR
Oleh : Fachruzzaki, S.Si. M.T.
Rifki Asrul Sani, S.Si. M.T.

CV. Zukzez Express


Jl. Karang Anyar 2
Komplek Pondok Papan Sejahtera
Blok A No. 28 RT. 49 RW. 08
Kel. Loktabat Utara, Banjarbaru
Kalimantan Selatan

Editor : Fachruzzaki
Proofreader : Dzoel
Tata Letak : Tim Zukzez
Desain Sampul : Yusup

Diterbitkan oleh :
Penerbit Zukzez Express
Anggota IKAPI Pusat
Banjarbaru, 2022

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang


Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh
isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit

Cetakan I : September 2022

ISBN : 978-623-274-404-2

[ Geologi Dasar − iv ]
Alhamdulillah. Segala puji dan syukur hanya milik Allah.
Penyusun bersyukur kepada Allah Subhanahu Wata’alaa yang
telah memberikan kemudahan sehingga Buku Ajar Geologi Dasar
ini bisa rampung. Buku ini disusun dengan tujuan untuk
memudahkan proses belajar mengajar di kampus. Dengan adanya
buku ini, diharapkan mahasiswa bisa lebih semangat menggali
ilmu dan mampu mempersiapkan diri lebih baik sebelum masuk
kuliah.

Saya mengucapkan terima kasih banyak kepada Rifki Asrul


Sani, S.T.,M.T dan Institusi Politeknik Batulicin yang mendukung
pembuatan buku ini. Saya juga mengucapkan terima kasih banyak
kepada istri saya dan anak-anak saya yang turut memberi semangat
dalam penyelesaian buku ini. Saya berharap buku ini dapat
memberikan manfaat yang besar bagi mahasiswa dan bagi
pembaca umumnya. Saya juga terus menjadikan pengalaman
menyusun buku pertama ini sebagai pemacu diri saya untuk terus
menghasilkan karya dan buku-buku lain yang bermanfaat.

Buku ini berisi mengenai pengantar ilmu geologi, prinsip-


prinsip geologi, tektonik lempeng, batuan, kristal dan mineral,
serta gaya-gaya geologi yang ada di bumi. Dengan kita memahami
bumi ini, membuat kita seharusnya lebih bersyukur atas limpahan
[ Geologi Dasar − v ]
nikmat dan karunia Allah yang tidak henti-hentinya. Allah telah
menciptakan manusia sebagai khalifah di bumi. Manusia berhak
memanfaatkan apa yang Allah sediakan namun harus dalam
kebaikan. Manusia pula lah yang bertanggung jawab dalam
melestarikan bumi ini sehingga bisa terus memberi manfaat bagi
kehidupan makhluk hidup keseluruhan.
Saya juga menyadari bahwa dalam penyusunan buku ini
terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun sangat kami harapkan dari pembaca. Saya
memohon maaf jika ada hal yang tidak berkenan di buku ini bagi
pembaca. Semoga penyusunan buku ini mendapat ridho Allah dan
menjadi amal pemberat di akhirat nanti.

Batulicin, 10 Agustus 2022

Fachruzzaki, S.Si., M.T.

[ Geologi Dasar − vi ]
KATA PENGANTAR .......................................................................... v
DAFTAR ISI ...................................................................................... vii

BAB I PENGENALAN ILMU GEOLOGI ...................................... 1


I.1. Pengertian Geologi .......................................................... 1
I.2. Cabang-Cabang Ilmu Geologi ................................................ 1
I.3. Umur Geologi ........................................................................ 3

BAB II STRUKTUR BUMI ............................................................... 9


II.1. Bentuk Bumi .......................................................................... 9
II.2. Interior Bumi ....................................................................... 10
II.3. Lapisan Bumi ....................................................................... 12

BAB III TEKTONIK LEMPENG DAN PRINSIP GEOLOGI ......... 17


III.1. Teori Tektonik Lempeng ..................................................... 17
III.2. Pergerakan Lempeng ........................................................... 21
III.3. Prinsip-Prinsip Dasar (Hukum) Geologi .............................. 23

BAB IV BATUAN ............................................................................ 31


IV.1. Batuan Beku ........................................................................ 33
IV.2. Batuan Sedimen .................................................................. 44
IV.3. Batuan Metamorf ................................................................. 75

BAB V KRISTAL DAN MINERAL ............................................... 89


V.1. Kristal .................................................................................. 89
V.2. Mineral ................................................................................ 99

BAB VI GAYA-GAYA GEOLOGI ................................................ 109


VI.1. Tenaga atau Gaya Endogen ............................................... 109
VI.2. Tenaga atau Gaya Eksogen ............................................... 135

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................... 143


TIM PENYUSUN ............................................................................ 144

[ Geologi Dasar − vii ]


[ Geologi Dasar − viii ]
e

I.1. Pengertian Geologi

Geologi berasal dari bahasa Yunani yaitu geo (bumi) dan logos
(ilmu). Jadi Geologi dapat diartikan sebagai ilmu yang
mempelajari tentang Bumi, meliputi proses-proses yang
berlangsung atau dinamika, dan pengaruhnya terhadap Bumi itu
sendiri. Menurut Whitten dan Brooks (1972) Geologi adalah ilmu
pengetahuan bumi mengenai asal, struktur, komposisi, dan
sejarahnya (termasuk perkembangan kehidupan), serta proses-
proses yang telah menyebabkan keadaan bumi seperti sekarang ini.
Adapun menurut Bates dan Jackson (1990) Geologi adalah ilmu
yang mempelajari planet bumi terutama mengenai materi
penyusunnya, proses yang terjadi padanya, hasil proses tersebut,
sejarah planet itu, dan bentuk-bentuk kehidupan sejak bumi
terbentuk. Secara lebih terperinci, geologi adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari material penyusun kerak bumi,
proses-proses yang berlangsung selama dan atau setelah
pembentukannya, serta makhluk hidup yang pernah ada atau
hidup di bumi.

I.2. Cabang-Cabang Ilmu Geologi


Geologi sangat berkaitan erat dengan ilmu dasar seperti fisika,
kimia, dan biologi. Karena begitu luasnya ilmu Geologi sehingga
dapat dibagi menjadi beberapa cabang dan spesifikasi yaitu:
a) Petrologi
Studi tentang batuan (batuan beku, batuan sedimen, dan
batuan metamorf), asal mula pembentukannya, klasifikasinya,
tempat pembentukan dan pengendapannya, serta
penyebarannya baik di dalam maupun di permukaan bumi.
b) Mineralogi
Studi tentang mineral, cara mendeskripsi suatu mineral
pembentuk batuan secara megaskopis (melalui sifat fisiknya,
[ Geologi Dasar − 1 ]
seperti belahan, goresan, kilap, dan lain-lain) dan menentukan
nama mineral dari hasil deskripsi tersebut dan kegunaan
mineral.
c) Sedimentologi
Studi yang mempelajari batuan sedimen, meliputi
pembentukan batuan sedimen dan proses sedimentasinya.
Mempelajari, mengenali dan menafsirkan struktur sedimen,
macam model fasies, dan lingkungan pengendapannya.
d) Geomorfologi
Studi tentang bentang-alam (morfologi alam), mempelajari
prinsip-prinsip geomorfologi dalam kaitannya dengan geologi
serta mengidentifikasi ragam bentang-alam, juga mempelajari
deskripsi bentang-alam dan aplikasi geomorfologi untuk
penelitian dan pemetaan.
e) Geologi struktur
Studi mengenai perubahan bentuk-bentuk kerak bumi yang
diakibatkan oleh adanya proses gerak pada bumi itu sendiri
sehingga menghasilkan struktur geologi berupa lipatan,
patahan, kekar dan lain-lain.
f) Paleontologi
Studi tentang segala aspek kehidupan masa lampau berupa
fosil, baik makro maupun mikro, yang ditemukan dalam
batuan. Dapat digunakan untuk menentukan umur relatif dan
lingkungan pengendapan serta menjelaskan perubahan-
perubahan geologi sepanjang sejarah bumi.
g) Stratigrafi
Studi tentang urut-urutan perlapisan batuan, pemeriannya, dan
proses-proses sepanjang sejarah pembentukan perlapisan
batuan tersebut.
h) Geologi Terapan
Penerapan geologi untuk kepentingan manusia pada bidang
tertentu, misalnya: Geologi Pertambangan, Geologi Batubara,
Geologi Minyak dan Gas Bumi, Hidrogeologi, Geofisika,
Geotermal, Geologi Teknik, dan sebagainya.

[ Geologi Dasar − 2 ]
Gambar I.1. Geologi beserta cabang-cabang ilmu lainnya.
(Hirnawan, 2000)

I.3. Umur Geologi

Umur geologi dibagi menjadi umur absolut dan umur relatif. Umur
Absolut didapat berdasarkan penelitian Radiometrik, peluruhan
Isotop. Adapun umur relatif dibagi menjadi kurun, masa, Zaman,
Kala. Skala waktu geologi yang ditetapkan oleh International
Union of Geological Sciences (IUGS) pada tahun 2004 membagi
sejarah bumi ke dalam beberapa interval waktu yang berbeda-beda
panjangnya dan terukur dalam satuan tahun kalender. Interval
terpanjang adalah Kurun. Setiap Kurun terbagi menjadi beberapa
[ Geologi Dasar − 3 ]
Masa. Setiap Masa terdiri dari beberapa Zaman, dan Zaman
terbagi menjadi beberapa Kala.

Ada tiga Kurun: Arkaikum, Proterozoikum dan Fanerozoikum.


Kurun Arkaikum adalah kurun pertama, dimulai sekitar 3.8
milyar hingga 2.5 milyar tahun yang lalu. Kurun sebelum
Arkaikum, dikenal sebagai Pra-Arkaikum, ditandai oleh
pembentukan planet bumi. Kurun Proterozoikum dimulai sekitar
2.5 milyar tahun yang lalu hingga 542 juta tahun yang lalu. Kurun
Arkaikum dan Proterozoikum juga disebut Pra-Kambrium.
Kemunculan besar- besaran dari hewan invertebrata menandai
akhir dari Proterozoikum dan dimulainya Kurun Fanerozoikum.

Kurun Fanerozoikum dimulai sekitar 542 juta tahun yang lalu


dan berlanjut hingga sekarang. Terbagi menjadi tiga Masa:
Paleozoikum (542 – 251 juta tahun yang lalu), Mesozoikum (251 –
65 juta tahun yang lalu) dan Kenozoikum (65 juta tahun yang lalu
hingga sekarang).

Masa Paleozoikum terbagi menjadi enam Zaman. Dari yang


tertua hingga termuda adalah Kambrium (542 – 488 juta tahun
yang lalu), Ordovisium (488 – 444 juta tahun yang lalu), Silurium
(444 – 416 juta tahun yang lalu), Devonium (416 – 359 juta tahun
yang lalu), Karbon (359 – 299 juta tahun yang lalu), dan Permium
(299 – 251 juta tahun yang lalu). Masa Paleozoikum diawali
dengan kemunculan banyak bentuk kehidupan yang berbeda- beda,
yang terawetkan sebagai kumpulan fosil dalam sikuen batuan di
seluruh dunia. Masa ini berakhir dengan kepunahan massal lebih
dari 90 persen organisme pada akhir Zaman Permium. Penyebab
kepunahan pada akhir Permium ini belum diketahui pasti hingga
saat ini.

Masa Mesozoikum terbagi menjadi Zaman Trias (251 – 200


juta tahun yang lalu), Zaman Jura (200 – 145 juta tahun yang
lalu), dan Zaman Kapur (145 – 65 juta tahun yang lalu). Masa
[ Geologi Dasar − 4 ]
Mesozoikum dimulai dengan kemunculan banyak jenis hewan
baru, termasuk dinosaurus dan ammonite, atau cumi-cumi purba.
Masa Mesozoikum berakhir dengan kepunahan massal yang
memusnahkan sekitar 80 persen organisme saat itu. Kepunahan ini
kemungkinan disebabkan oleh tabrakan asteroid ke bumi yang
sekarang kawah bekas tabrakan ditemukan di sebelah utara
Semenanjung Yucatan, Meksiko.

Masa Kenozoikum terbagi menjadi dua Zaman, Paleogen (65 –


23 juta tahun yang lalu) dan Neogen (mulai dari 23 juta tahun yang
lalu hingga sekarang). Zaman Paleogen terdiri dari tiga Kala: Kala
Paleosen (65 – 56 juta tahun yang lalu), Kala Eosen (56 – 34 juta
tahun yang lalu) dan Oligosen (34 – 23 juta tahun yang lalu).
Zaman Neogen terbagi menjadi empat Kala: Kala Miosen (23 –
5.3 juta tahun yang lalu), Pliosen (5.3 – 1.8 juta tahun yang lalu),
Pleistosen (1.8 juta – 11,500 tahun yang lalu) dan Holosen
(dimulai dari 11,500 tahun yang lalu hingga sekarang). Kala
Holosen ditandai oleh penyusutan yang cepat dari benua es di
Eropa dan Amerika Utara, kenaikan yang cepat dari muka air laut,
perubahan iklim, dan ekspansi kehidupan manusia ke segala
penjuru dunia.

[ Geologi Dasar − 5 ]
Tabel I.1 Peristiwa kemunculan dan kepunahan berbagai jenis
organisme (fauna dan flora) pada Skala Waktu Geologi
sepanjang 650 juta tahun lalu hingga saat ini (Noor, 2012)

[ Geologi Dasar − 6 ]
Tabel I.2 Skala waktu geologi
Menurut International Comission on Stratigraphy (2009)

[ Geologi Dasar − 7 ]
[ Geologi Dasar − 8 ]
e

II.1. Bentuk Bumi


Bentuk planet Bumi sangat mirip dengan bulat pepat (oblate
spheroid), sebuah bulatan yang tertekan ceper pada orientasi
kutub-kutub yang menyebabkan buncitan pada bagian
khatulistiwa. Buncitan ini terjadi karena rotasi Bumi,
menyebabkan ukuran diameter katulistiwa 43 km lebih besar
dibandingkan diameter dari kutub ke kutub. Diameter rata-rata dari
bulatan Bumi adalah 12.742 km, atau kira-kira 40.000 km/π.
“Karena satuan meter pada awalnya didefinisikan sebagai
1/10.000.000 jarak antara katulistiwa ke kutub utara melalui kota
Paris, Perancis.”

Topografi lokal sedikit bervariasi dari bentuk bulatan ideal yang


mulus, meski pada skala global, variasi ini sangat kecil. Bumi
memiliki toleransi sekitar satu dari 584, atau 0,17% dibanding
bulatan sempurna (reference spheroid), yang lebih mulus jika
dibandingkan dengan toleransi sebuah bola biliar, 0,22%. Lokal
deviasi terbesar pada permukaan bumi adalah gunung Everest
(8.848 m di atas permukaan laut) dan palung Mariana (10.911 m di
bawah permukaan laut). Karena buncitan khatulistiwa, bagian
bumi yang terletak paling jauh dari titik tengah bumi sebenarnya
adalah gunung Chimborazo di Ekuador.

Proses alam endogen/tenaga endogen adalah tenaga Bumi yang


berasal dari dalam Bumi. Tenaga alam endogen bersifat
membangun permukaan Bumi ini. Tenaga alam eksogen berasal
dari luar Bumi dan bersifat merusak. Jadi kedua tenaga itulah yang
membuat berbagai macam relief di muka Bumi ini seperti yang

[ Geologi Dasar − 9 ]
kita tahu bahwa permukaan Bumi yang kita huni ini terdiri atas
berbagai bentukan seperti gunung, lembah, bukit, danau, sungai,
dan sebagainya. Adanya bentukan-bentukan tersebut, menyebab-
kan permukaan Bumi menjadi tidak rata. Bentukan-bentukan
tersebut dikenal sebagai relief Bumi.

II.2. Interior Bumi


Bagian interior planet kita sudah menjadi kotak hitam "black box"
dalam waktu yang sangat lama, dan masih menyimpan banyak
misteri. Ilmuan kebumian pada jaman dulu telah memodelkan
interior bumi yang sangat berbeda dari yang disajikan dalam
textbook modern. Kita semua tahu tentang buku yang berjudul "A
Journey to the Center of the Earth" yang ditulis oleh Jules Verne,
pada saat itu pengetahun tentang interior bumi masih sangat
terbatas. Berbeda dengan sekarang, ilmu kebumian yang terus
berkembang membuat kita tahu banyak hal, meskipun masih ada
hal-hal lain yang belum diekplorasi. Isaac Newton adalah salah
satu ilmuwan pertama yang berteori tentang struktur Bumi.
Berdasarkan studinya tentang gaya gravitasi, Newton menghitung
densitas rata- rata Bumi dan hasilnya adalah interior bumi
memiliki nilai densitas dua kali lebih besar daripada batuan
permukaan.
Ada dua pandangan fundamental dalam pembagian stratifikasi
interior planet bumi. Yang pertama didasarkan dari perbedaan
mineralogi dan komposisi kimia, misalnya minyak yang
mengambang di atas air dikarenakan komposisi kimia yang
berbeda. Berikutnya didasarkan pada perubahan sifat fisik
batuan/material dari pusat sampai bagian terluar planet bumi.
Misalnya, minyak dan air memiliki sifat mekanik yang sama
(fluida). Di sisi lain, air dan es memiliki komposisi yang sama, tapi
air adalah fluida dengan sifat mekanik yang jauh berbeda dari es
yang bersifat padat.

[ Geologi Dasar − 10 ]
Gambar II.1 Hubungan Kecepatan rambat gelombag P dan S dengan
Susunan Interior Bumi (Inti Bumi, Mantel, Asthenosphere,
Lithosphere, dan Kerak Bumi) (Noor, 2012).

Susunan interior bumi dapat diketahui berdasarkan dari sifat-sifat


fisika bumi (geofisika). Sebagaimana kita ketahui bahwa bumi
mempunyai sifat-sifat fisik seperti misalnya gaya tarik (gravitasi),
kemagnetan, kelistrikan, merambatkan gelombang (seismik), dan
sifat fisika lainnya. Melalui sifat fisika bumi inilah para akhli
geofisika mempelajari susunan bumi, yaitu misalnya dengan
metoda pengukuran gravitasi bumi (gaya tarik bumi), sifat
kemagnetan bumi, sifat penghantarkan arus listrik, dan sifat
menghantarkan gelombang seismik. Metoda seismik adalah salah
satu metoda dalam ilmu geofisika yang mengukur sifat rambat
gelombang seismik yang menjalar di dalam bumi. Pada dasarnya
gelombang seismik dapat diurai menjadi gelombang Primer (P)
atau gelombang Longitudinal dan gelombang Sekunder (S) atau
gelombang Transversal. Sifat rambat kedua jenis gelombang ini
sangat dipengaruhi oleh sifat dari material yang dilaluinya.
Gelombang P dapat menjalar pada material berfasa padat maupun
cair, sedangkan gelombang S tidak dapat menjalar pada material
berfasa cair. Perbedaan sifat rambat kedua jenis gelombang inilah
[ Geologi Dasar − 11 ]
yang dipakai untuk mengetahui jenis material dari interior bumi.

Gambar II.2 Sifat rambat gelombang P dan S pada interior bumi.


Terlihat gelombang P dapat merambat pada interior bumi
baik yang berfasa padat maupun berfasa cair, sedangkan
gelombang S tidak merambat pada Inti Bumi bagian luar
yang berfasa cair.

II.3. Lapisan Bumi

Struktur dalam bumi berdasarkan komposisinya:

1. Inti bumi (Core)


Terletak mulai dari kedalaman 2.883 km sampai ke pusat
bumi. Densitasnya berkisar dari 9,5 gr/cc di dekat mantel dan
membesar kea rah pusat hingga 14,5 gr/cc. Berdasarkan
besarnya densitas ini, inti bumi diperkirakan memiliki
campuran dari unsur-unsur yang memiliki densitas besar,
yaitu Nikel (Ni) dan besi (Fe). Oleh karena itu, inti bumi juga
sering disebut sebagai lapisan Nife.
a. Inti dalam (inner core). Kedalaman 5.140-6.371 km.
Berfasa padat, berat, dan sangat panas.

[ Geologi Dasar − 12 ]
b. Inti luar (outer core). Kedalaman 2.883-5.140 km.
Berfasa cair dan sangat panas.

2. Mantel (Mantle)
Merupakan lapisan yang menyelubungi inti bumi. Merupakan
bagian terbesar dari bumi, 82.3 % dari volume bumi dan 67.8
% dari massa bumi. Ketebalannya 2.883 km. Densitasnya
berkisar dari 5.7 gr/cc di dekat inti dan 3.3 gr/cc di dekat kerak
bumi.

3. Kerak bumi (Crust)


Merupakan lapisan terluar yang tipis, terdiri batuan yang lebih
ringan dibandingkan dengan batuan mantel di bawahnya.
Densitas rata-rata 2.7 gr/cc. Ketebalannya tidak merata,
perbedaan ketebalan ini menimbulkan perbedaan elevasi
antara benua dan samudera. Pada daerah pegunungan
ketebalannya > 50 km dan pada beberapa samudera < 5 km.
berdasarkan data kegempaan dan komposisi material
pembentuknya, para ahli membagi menjadi kerak benua dan
kerak samudera.
a. Kerak benua, terdiri dari batuan granitik, ketebalan rata-
rata 45 km, berkisar antara 30–50 km. Kaya akan unsur Si
dan Al, maka disebut juga sebagai lapisan SiAl.
b. Kerak samudera, terdiri dari batuan basaltik, tebalnya
sekitar 7 km. Kaya akan unsur Si dan Mg, maka disebut
juga sebagai lapisan SiMa.

[ Geologi Dasar − 13 ]
Gambar II.3 Bagian Kerak Bumi /Litosfir (Noor, 2012)

Bumi berdasarkan kajian rheologi:


1. Mesosfir
Lapisan padat dalam mantel yang memiliki kekuatan relatif
tinggi dinamakan mesosfir (lapisan menengah, intermediate or
middle sphere). Lapisan ini terletak antara batas inti dan
mantel (kedalaman 2.883 km) hingga kedalaman sekitar 350
km.
2. Astenosfir
Lapisan mantel bagian atas, pada kedalaman antara 350 km –
100 km di bawah permukaan bumi, adalah lapisan yang
dinamakan asthenosphere (lapisan lemah, weak sphere).
Keseimbangan suhu dan tekanan di sini sedemikian rupa
sehingga menjadikan materialnya dalam keadaan mendekati
titik leburnya. Para ahli geologi menyatakan bahwa batuan di
mesosfir dan astenosfir mempunyai komposisi yang sama.
Perbedaan satu-satunya hanyalah pada sifat fisiknya,
kekuatan.
3. Litosfir
Terletak di atas astenosfir, lapisan setebal 100 km dari
permukaan bumi ini merupakan lapisan yang batuannya lebih
dingin, lebih kuat, dan lebih kaku (rigid) dibandingkan
[ Geologi Dasar − 14 ]
astenosfir yang plastis. Lapisan terluar yang keras ini meliputi
mantel bagian atas dan seluruh kerak bumi. Komposisi kerak
dan mantel memang berbeda, namun yang membedakan
litosfir dan astenosfir adalah kuat batuan (rock strength),
bukanlah komposisinya.

Bidang-bidang diskontinu
1. Bidang Moho
Seorang ahli seismologi Yugoslavia, Andrija Mohorovicic,
mempelajari data gempa dan menjumpai kecepatan
gelombang gempa yang naik dengan tiba-tiba di bawah
kedalaman 50 km. Bidang batas perubahan atau bidang
diskontinuitas ini ternyata merupakan bidang batas antara
lapisan kerak bumi dan mantel atas. Maka, bidang batas ini
dikenal dengan sebutan Bidang Mohorovicic atau Bidang
Moho.
2. Bidang Gutenberg
Beberapa tahun kemudian, seorang ahli gempa Jerman, Beno
Gutenberg, menemukan batas lain. Bidang dimana gelombang
P dibelokkan, atau bidang antara mantel dengan inti bumi
disebut bidang diskontinu Gutenberg atau bidang Gutenberg.

[ Geologi Dasar − 15 ]
Gambar II.3 Interior dalam bumi (Skinner dkk., 2004)

[ Geologi Dasar − 16 ]
e

III.1. Teori Tektonik Lempeng

Bumi adalah satu-satunya planet di sistem tata surya yang sampai


saat ini masih diakui sebagai planet yang memiliki kehidupan di
dalamnya. Berbagai makhluk hidup tinggal dibumi dan hidup
dengan sumber daya alam yang berlimpah di dalamnya. Makhluk
hidup tinggal di lapisan paling atas bumi yang disebut Litosfer.
Litosfer atau kerak bumi adalah lapisan paling keras yang
mengandung materi-materi yang kaku. Litosfer bukanlah sebuah
dataran yang menyelimuti lapisan di dalamnya secara keseluruhan
layaknya kulit telur yang menyelubungi intinya. Litosfer terpecah
menjadi lempeng-lempeng yang terapung di atas lapisan yang
lebih lunak di bawah litosfer yang disebut Astenosfer. Oleh karena
astenosfer ini lunak, litosfer ini bergerak mengikuti pergerakan
materi yang ada di astenosfer. Karena posisinya yang sangat rapat,
pergerakan lempeng-lempeng tersebut acap menimbulkan
benturan. Namun, tak jarang pula lempeng-lempeng bergerak
saling menjauhi atau menggeseki. Pergerakan- pergerakan litosfer
ini dipelajari di dalam Teori Tektonik Lempeng. Tidak hanya
pergerakannya, fenomena yang ditimbulkan akibat pergerakan
tersebut juga dipelajari.

Pengemuka Teori Tektonik Lempeng pertama kali adalah dua


orang ahli Geofisika dari Inggris, yaitu McKenzie dan Robert L.
Parker. Mereka mengemukakan teori ini pada tahun 1967 setelah
menyempurnakan teori-teori yang ditemuknan ahli-ahli
sebelumnya. Salah satunya adalah Teori Uniformitas dari Charless
Lyell yang dikemukakannya pada 1830. Teori ini menerangkan
bahwa permukaan bumi tidak mengalami perubahan secara

[ Geologi Dasar − 17 ]
lempeng, tetapi hanya mengalami perubahan pada permukaannya
karena proses-proses klimatologis seperti hujan, angin, atau
perubahan suhu. Kemunculan teori ini berawal dari Teori Arus
Benua (Continental Drift) yang dikemukakan oleh Meteorologis
Alfred Wegener (1912) dalam bukunya, The Origins of Continents
and Oceans, yang menyatakan bahwa dahulu seluruh benua yang
ada sekarang saling menempel dan membentuk suatu benua besar
yang oleh Wegener disebut Pangea (dalam bahasa Inggris disebut
all earth). Pangea kemudian pecah dan pecahannya merambat ke
posisi seperti yang ada sekarang. Rambatan tersebut membentuk
palung-palung besar yang membentuk samudra samudra yang ada
sekarang. Teori yang mendukung Teori Tektonik Lempeng yang
selanjutnya adalah Teori Arus Konveksi (Convection Current
Theory) yang dikemukakan oleh Vening Meinesz-Hery Hess.
Dalam sumber nomor tiga teori tersebut menerangkan bahwa
perpecahan benua danpergerakan lempeng litosfer bumi
diakibatkan oleh pergerakan yang dipicu oleh adanya arus
konveksi yang berasal dari dalam astenosfer bumi. Arus tersebut
muncul karena adanya peluruhan unsur radioakif Uranium menjadi
Timbal yang menghasilkan energi, gradien geotermis, serangan
benda asing (seperti meteor), dan simpanan panas pada saat bumi
terbentuk. Teori ketiga yang mendukung kemunculan Teori
Tektonik Lempeng adalah teori Sea FloorGrowth (1963). Teori ini
adalah teori yang menerangkan terbentuknya punggungan
memanjang di sekitar dasar samudra.

Terdapat 7 lempeng besar di bumi yaitu Pacific, North America,


South America, African, Eurasian (lempeng dimana Indonesia
berada), Australian, dan Antartica. lempeng-lempeng penting
lain yang lebih kecil mencakup Lempeng India, Lempeng
Arabia, Lempeng Karibia, Lempeng Juan de Fuca, Lempeng
Cocos, Lempeng Nazca, Lempeng Filipina, dan Lempeng Scotia.
Di bawah lempeng- lempeng inilah arus konveksi berada dan
astenosphere (lapisan dalam dari lempeng) menjadi bagian yang
terpanaskan oleh peluruhan radioaktif seperti Uranium, Thorium,

[ Geologi Dasar − 18 ]
dan Potasium. Bagian yang terpanaskan inilah yang menjadi
sumber dari lava yang sering kita lihat di gunung berapi dan juga
sumber dari material yang keluar di pematang tengah samudera
dan membentuk lantai samudera yang baru. Magma ini terus
keluar keatas di pematang tengah samudera dan menghasilkan
aliran magma yang mengalir kedua arah berbeda dan
menghasilkan kekuatan yang mampu membelah pematang tengah
samudera. Pada saat lantai samudera tersebut terbelah, retakan
terjadi di tengah pematang dan magma yang meleleh mampu
keluar dan membentuk lantai samudera yang baru.

Kemudian lantai samudera tersebut bergerak menjauh dari


pematang tengah samudera sampai dimana akhirnya bertemu
dengan lempeng kontinen dan akan menyusup ke dalam karena
berat jenisnya yang umumnya berkomposisi lebih berat dari berat
jenis lempeng kontinen. Penyusupan lempeng samudera kedalam
lempeng benua inilah yang menghasilkan zona subduksi atau
penunjaman dan akhirnya litosfer akan kembali menyusup ke
bawah astenosphere dan terpanaskan lagi. Kejadian ini
berlangsung secara terus-menerus. Pada zona pertemuan lempeng
tersebut akan menghasilkan gempa bumi dan juga menghasilkan
tsunami.

[ Geologi Dasar − 19 ]
Gambar III.1 Lempeng-lempeng dunia (Noor, 2012).

[ Geologi Dasar − 20 ]
III.2. Pergerakan Lempeng
Berdasarkan arah pergerakannya, perbatasan antara lempeng
tektonik yang satu dengan lainnya (plate boundaries) terbagi
dalam 3 jenis, yaitu divergen, konvergen, dan transform. Selain itu
ada jenis lain yang cukup kompleks namun jarang, yaitu
pertemuan simpang tiga (triple junction) dimana tiga lempeng
kerak bertemu.

1. Batas Divergen. Terjadi pada dua lempeng tektonik yang


bergerak saling memberai (break apart). Ketika sebuah
lempeng tektonik pecah, lapisan litosfer menipis dan terbelah,
membentuk batas divergen. Pada lempeng samudra, proses ini
menyebabkan pemekaran dasar laut (seafloor spreading).
Sedangkan pada lempeng benua, proses ini menyebabkan
terbentuknya lembah retakan (rift valley) akibat adanya celah
antara kedua lempeng yang saling menjauh tersebut. Pematang
Tengah-Atlantik (Mid-Atlantic Ridge) adalah salah satu
contoh divergensi yang paling terkenal, membujur dari utara
ke selatan di sepanjang Samudra Atlantik, membatasi Benua
Eropa dan Afrika dengan Benua Amerika.

2. Batas Konvergen. Terjadi apabila dua lempeng tektonik


tertelan ke arah kerak bumi yang mengakibatkan keduanya
bergerak saling menumpu satu sama lain. Wilayah dimana
suatu lempeng samudra terdorong ke bawah lempeng benua
atau lempeng samudra lain disebut dengan zona tunjaman
(subduction zones). Di zona inilah sering terjadi gempa.
Pematang gunung api (volcanic ridges) dan parit samudra
(oceanic trenhes) juga terbentuk di wilayah ini.Batas
konvergen ada 3 macam, yaitu:
a. Konvergen Lempeng Benua-Samudra (Oceanic-
Continental). Ketika suatu lempeng samudra menunjam ke
bawah lempeng benua, lempeng ini masuk ke lapisan
astenosfer yang suhunya lebih tinggi, kemudian meleleh.

[ Geologi Dasar − 21 ]
Pada lapisan litosfer tepat di atasnya, terbentuklah deretan
gunung berapi (volcanic mountain range). Sementara di
dasar laut tepat di bagian terjadi penunjaman, terbentuklah
parit samudra (oceanic trench). Pegunungan Andes di
Amerika Selatan adalah salah satu pegunungan yang
terbentuk dari proses ini. Pegunungan ini terbentuk dari
konvergensi antara Lempeng Nazka dan Lempeng Amerika
Selatan.

b. Konvergen Lempeng Samudra - Samudra (Oceanic -


Oceanic). Salah satu lempeng samudra menunjam ke
bawah lempeng samudra lainnya, menyebabkan
terbentuknya parit di dasar laut, dan deretan gunung berapi
yang pararel terhadap parit tersebut, juga di dasar laut.
Puncak sebagian gunung berapi ini ada yang timbul sampai
ke permukaan, membentuk gugusan pulau vulkanik
(volcanic island chain). Pulau Aleutian di Alaska adalah
salah satu contoh pulau vulkanik dari proses ini. Pulau ini
terbentuk dari konvergensi antara Lempeng Pasifik dan
Lempeng Amerika Utara.

c. Konvergen Lempeng Benua - Benua (Continental -


Continental). Salah satu lempeng benua menunjam ke
bawah lempeng benua lainnya. Karena keduanya adalah
lempeng benua, materialnya tidak terlalu padat dan tidak
cukup berat untuk tenggelam masuk ke astenosfer dan
meleleh. Wilayah di bagian yang bertumbukan mengeras
dan menebal, membentuk deretan pegunungan non
vulkanik (mountain range). Pegunungan Himalaya dan
Plato Tibet adalah salah satu contoh pegunungan yang
terbentuk dari proses ini. Pegunungan ini terbentuk dari
konvergensi antara Lempeng India dan Lempeng Eurasia.

d. Batas Transfrom. Terjadi apabila dua lempeng tektonik


bergerak saling menggelangsar, yaitu bergerak sejajar

[ Geologi Dasar − 22 ]
namun berlawanan arah. Keduanya tidak saling memberai
maupun saling menumpu. Batas transfrom umumnya
berada didasar laut, namun ada juga yang berada didaratan,
salah satunya adalah Sesar San Andreas di California,
USA. Sesar ini meruppakan pertemuan antara Lempeng
Amerika Utara yang bergerak ke Tenggara, degan lempeng
Pasifik yang bergerak ke arah barat laut.

Gambar III.2 Tipe-tipe batas lempeng.

III.3. Prinsip-Prinsip Dasar (Hukum) Geologi

Bangsa Yunani sejak 2300 tahun yang lalu telah menulis tentang
fosil, batu permata, gempa bumi, dan gunung api. Filsuf yang
paling menonjol adalah Aristoteles. Beliau mengatakan bahwa
batuan terbentuk karena pengaruh bintang-bintang dan gempa
bumi terjadi akibat meledaknya udara yang padat di bumi karena
adanya proses pemanasan oleh pusat api. Frank D.Adams

[ Geologi Dasar − 23 ]
mengatakan dalam “Geological Sciences” (New York: Devor,
1938) bahwa: “Selama masa-masa pertengahan Aristoteles
dihormati sebagai kepala dan pimpinan semua filosof, yang
pendapatnya pada subyek apapun merupakan hukum dan
merupakan hasil akhir.”

III.3.1. Hukum Superposisi (Steno, 1669)


Di dalam suatu urutan perlapisan batuan maka lapisan yang
terletak di bawah relatif lebih tua umurnya bila dibandingkan
dengan perlapisan di atasnya, selama perlapisan tersebut belum
mengalami deformasi.

Gambar III.3 Kolom Stratigrafi.

III.3.2. Hukum Horisontalitas (Steno, 1669)


Pada awal proses sedimentasi, perlapisan sedimen mempunyai
kedudukan relatif horizontal atau sejajar dengan bidang
pengendapan. Batuan sedimen umumnya terdiri dari partikel
mengendap di dasar laut, danau atau sungai oleh pengaruh gaya
berat. Partikel sedimen ini umumnya membentuk perlapisan
horizontal, kurang lebih sejajar dengan permukaan bidang
pengendapan. Oleh karena itu, bila suatu batuan sedimen
ditemukan dalam posisi miring atau terlipat, maka batuan tersebut
pasti telah mengalami suatu deformasi setelah pengendapan akibat
tektonik.

[ Geologi Dasar − 24 ]
Gambar III.4 Initial horizontally (horisontalitas).

III.3.3. Hukum Lateral Continuity (Steno,1669)


Pelamparan suatu lapisan batuan akan menerus sepanjang jurus
perlapisan batuannya. Dengan kata lain bahwa apabila pelamparan
suatu lapisan batuan sepanjang jurus perlapisannya berbeda
litologinya maka dikatakan bahwa perlapisan batuan tersebut
berubah facies. Dengan demikian, konsep perubahan facies terjadi
apabila dalam satu lapis batuan terdapat sifat, fisika, kimia, dan
biologi yang berbeda satu dengan lainnya.
"Material yang membentuk suatu perlapisan terbentuk secara
menerus pada permukaan bumi walaupun beberapa material
yang padat langsung berhenti pada saat mengalami
transportasi." Steno (1669).

Gambar III.5 Lateral continuity.

III.3.4. Hukum Faunal Succession (Abbe Giraud-Soulavie,


1777)
Fosil-fosil berbeda spesiesnya menurut umur geologinya. Fosil
yang terdapat pada formasi batuan yang lebih tua berbeda dengan
fosil yang terdapat pada formasi yang lebih muda.

[ Geologi Dasar − 25 ]
III.3.5. Hukum Strata Identified by Fossils (Smith, 1816)
Perlapisan batuan dapat dibedakan satu dengan yang lain
berdasarkan kandungan fosilnya yang khas.

III.3.6. Hukum Uniformitarianisme (Hutton, 1785)


Akhir abad ke-18 dianggap sebagai permulaan geologi modern.
James Hutton (1795), seorang ahli fisika Skotlandia, bapak geologi
modern, menerbitkan buku Theory of the Earth. Dimana ia
mencetuskan:
“The present is the key to the past.”
Kejadian yang terjadi sekarang ini, berlangsung pula pada masa
lalu. Proses di Bumi terjadi secara berulang-ulang. Maka saat
(James Hutton) ini ditambahkan pula: The present is the key to the
future.

III.3.7. Hukum Potong- Memotong


Suatu hal (sesar atau tubuh intrusi) yang memotong perlapisan
selalu berumur lebih muda dari batuan yang diterobosnya.
"Jika suatu tubuh atau diskontinuitas memotong perlapisan,
tubuh tersebut pasti terbentuk setelah perlapisan tersebut
terbentuk." Steno (1669).

(a) (b)

Gambar III.6 (a) Foto singkapan batuan intrusi dyke (warna hitam)
memotong batuan samping (warna putih terang). Intrusi
dyke lebih muda terhadap batuan sampingnya (Noor,
2012). (b) sesar lebih muda dari batuan yang
dipotongnya.

[ Geologi Dasar − 26 ]
III.3.8. Hukum Korelasi Fasies (Walther, 1894)
Bila tidak ada selang waktu pengendapan dan tidak ada gangguan
struktur, maka dalam satu daur /siklus pengendapan yang dapat
dikenal secara lateral juga merupakan urutan vertikalnya. A
conformable vertical sequence of facies was generated by a lateral
sequence of environments.

III.3.9. Keselarasan dan Ketidakselarasan


a) Keselarasan (Conformity): adalah hubungan antara satu lapis
batuan dengan lapis batuan lainnya diatas atau dibawahnya
yang kontinyu (menerus), tidak terdapat selang waktu
(rumpang waktu) pengendapan. Secara umum di lapangan
ditunjukkan dengan kedudukan lapisan (strike/dip) yang sama
atau hampir sama, dan ditunjang di laboratorium oleh umur
yang kontinyu.

Gambar III.7 Contoh keselarasan (Noor, 2012).

b) Ketidakselarasan dikenali berdasarkan keterdapatan suatu


hubungan yang menyudut antara lapisan yang tidak selaras,
keterdapatan permukaan erosional yang memisahkan lapisan,
dan keaslian batuan dibawah permukaan ketidakselarasan.
Berikut akan dibahas satu persatu tipe ketidakselarasan, 3 tipe
pertama terjadi antara tubuh batuan sedimen dan tipe terakhir
(nonconformity) terjadi antara batuan sedimen dan metamorf
atau batuan beku.
1) Ketidakselarasan Bersudut (Angular unconformity)
adalah salah satu jenis ketidakselarasan yang hubungan
antara satu lapis batuan (sekelompok batuan) dengan satu
batuan lainnya (kelompok batuan lainnya), memiliki
hubungan/kontak yang membentuk sudut.

[ Geologi Dasar − 27 ]
2) Paraconformity Merupakan ketidakselarasan yang tidak
tampak dengan jelas, karena dicirikan oleh lapisan atas
dan bawah bidang ketidakselarasan yang pararel dan tidak
terdapat permukaan erosional atau bukti fisik lainnya dari
suatu ketidakselarasan yang jelas. Paraconformity tidak
dapat dengan mudah dikenali dan harus diidentifikasi
berdasarkan jeda antara rekaman batuan (disebabkan
periode nondeposisi atau erosi). Ditentukan dari bukti
paleontologi seperti keterdapatan suatu zona fauna atau
perubahan fauna yang jelas tampak.
3) Disconformity adalah salah satu jenis ketidakselarasan
yang hubungan antara lapisan batuan (sekelompok
batuan) dengan lapisan batuan lainnya (kelompok batuan
lainnya) dibatasi oleh satu rumpang waktu tertentu
(ditandai oleh selang waktu dimana tidak terjadi
pengendapan).
4) Non-conformity adalah salah satu jenis ketidakselarasan
yang hubungan antara lapisan batuan (sekelompok lapisan
batuan) dengan satuan batuan beku atau metamorf.

Gambar III.8 Unconformity (Ketidakselarasan).

[ Geologi Dasar − 28 ]
Gambar III.9a Pembentukan Disconformity.

Gambar III.9b Pembentukan Nonconformity.

Gambar III.10 Sketsa “Angular Unconformity” dan “Disconformity”


(Noor, 2012).

[ Geologi Dasar − 29 ]
[ Geologi Dasar − 30 ]
e

Batuan adalah agregat padat dari mineral, atau kumpulan yang


terbentuk secara alami yang tersusun oleh butiran mineral, gelas,
material organik yang terubah, dan kombinasi semua komponen
tersebut. Mineral adalah zat padat anorganik yang mempunyai
komposisi kimia tertentu dengan susunan atom yang teratur, yang
terjadi tidak dengan perantara manusia dan tidak berasal dari
tumbuh-tumbuhan dan hewan, dan dibentuk oleh alam (Warsito
Kusumoyudo, 1986).

Dalam The Penguin Dictionary of Geology, yang dinamakan


dengan batuan (rock) adalah material penyusun kerak bumi yang
tersusun baik oleh satu jenis mineral (monomineralic) maupun
oleh banyak jenis mineral (polymineralic). Berdasarkan proses
terjadinya batuan dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Batuan beku (Igneous rock)
2. Batuan sedimen (Sedimentary rock)
3. Batuan metamorf/malihan (Metamorphic rock)

Siklus batuan menggambarkan seluruh proses yang dengannya


batuan dibentuk, dimodifikasi, ditransportasikan, mengalami
dekomposisi, dan dibentuk kembali sebagai hasil dari proses
internal dan eksternal Bumi. Siklus batuan ini berjalan secara
kontinyu dan tidak pernah berakhir. Siklus ini adalah fenomena
yang terjadi di kerak benua (geosfer) yang berinteraksi dengan
atmosfer, hidrosfer, dan biosfer dan digerakkan oleh energi panas
internal Bumi dan energi panas yang datang dari Matahari. Kerak
bumi yang tersingkap ke udara akan mengalami pelapukan dan
mengalami transformasi menjadi regolit melalui proses yang

[ Geologi Dasar − 31 ]
melibatkan atmosfer, hidrosfer dan biosfer. Selanjutnya, proses
erosi mentansportasikan regolit dan kemudian mengendapkannya
sebagai sedimen. Setelah mengalami deposisi, sedimen tertimbun
dan mengalami kompaksi dan kemudian menjadi batuan sedimen.
Kemudian, proses-proses tektonik yang menggerakkan lempeng
dan pengangkatan kerak Bumi menyebabkan batuan sedimen
mengalami deformasi. Penimbunan yang lebih dalam membuat
batuan sedimen menjadi batuan metamorik, dan penimbunan yang
lebih dalam lagi membuat batuan metamorfik meleleh membentuk
magma yang dari magma ini kemudian terbentuk batuan beku
yang baru.

Gambar IV.1 Siklus batuan.

Pada berbagai tahap siklus batuan ini, tektonik dapat mengangkat


kerak bumi dan menyingkapkan batuan sehingga batuan tersebut
mengalami pelapukan dan erosi. Dengan demikian, siklus batuan
ini akan terus berlanjut tanpa henti. Dari kesimpulan Tersebut, jika
[ Geologi Dasar − 32 ]
di hubungkan siklus batuan dengan sedimentologi, maka batua
sedimen itu bisa berasal dari batuan apa saja, baik itu batuan beku,
batuan metamorf, ataupun batuan sedimen itu sendiri.

IV.1. Batuan Beku


Batuan beku adalah batuan yang terbentuk langsung dari proses
pembekuan magma baik secaa ekstrusif (membeku di luar
permukaan bumi) maupun secara intrusif (membeku di dalam
permukaan bumi), yaitu proses perubahan fase dari face cair
menjadi HCl (Thorpe dan Browm, 1990). Batuan ini adalah jenis
batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras,
dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan
maupun di atas permukaan. Magma merupakan cairan silikat
kental dan pijar yang bersifat mobile dengan suhu berkisar 1500-
2500ºC terdapat pada kerak bumi bagian bawah.

IV.1.1 Batuan Beku Berdasarkan Genetik


a. Batuan beku intrusif
Batuan beku yang berasal dari pembekuan magma di dalam
bumi, disebut juga dengan batuan plutonik. Berdasarkan
kontak dengan batuan sekitarnya, tubuh batuan beku intrusi
dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu:
a. Konkordan, yaitu intrusi yang sejajar dengan perlapisan
batuan di sekitarnya, antara lain:
1) Sill: intrusi yang melembar (sheetlike) sejajar dengan
batuan sekitar dengan ketebalan beberapa milimeter
sampai beberapa kilometer.
2) Laccolith: sill dengan bentuk kubah (planconvex) di
bagian atasnya.
3) Lopolith: bentuk lain dari sill dengan ketebalan 1/10
sampai 1/12 dari lebar tubuhnya dengan bentuk
seperti melensa dimana bagian tengahnya
melengkung ke arah bawah karena elastisitas batuan
di bawahnya lebih lentur.

[ Geologi Dasar − 33 ]
4) Phacolith: massa intrusi yang melensa yang terletak
pada sumbu lipatan.

b. Diskordan, intrusi yang memotong perlapisan batuan di


sekitarnya, antara lain:
1) Dike: intrusi yang berbentuk tabular yang memotong
struktur lapisan batuan sekitarnya.
2) Batholith: intrusi yang tersingkap di permukaan,
berukuran >100km2, berbentuk tak beraturan, dan tak
diketahui dasarnya.
3) Stock: intrusi yang mirip dengan batholith, dengan
ukuran yang tersingkap di permukaan <100km2.

Gambar IV.2 Bentuk tubuh intrusi secara umum.

2. Batuan Beku Ekstrusif


Batuan beku yang berasal dari pembekuan magma baik di
daratan maupun di bawah permukaan laut yang disebut juga
dengan batuan vulkanik. Batuan beku ekstrusif ini yaitu lava
yang memiliki berbagai struktur yang memberi petunjuk
mengenai proses yang terjadi pada saat pembekuan lava
tersebut.

[ Geologi Dasar − 34 ]
IV.1.2. Reaksi Deret Bowen
Pada saat magma mengalami penurunan suhu akibat perjalanan ke
permukaan bumi, maka mineral-mineral akan terbentuk. Peristiwa
tersebut dikenal dengan peristiwa penghabluran. Berdasarkan
penghabluran mineral-mineral silikat (magma), N.L. Bowen
(kanada) menyusun suatu seri yang dikenal dengan Bowen‟s
Reaction Series.

Gambar IV.3 Deret reaksi bowen.

Catatan !!
 Apabila temperatur magma turun hingga mencapai titik
jenuhnya maka magma tersebut mulai mengkristal
 Unsur-unsur yang sukar larut akan mengkristal terlebih
dahulu, misalnya mineral asesoris (apatit, zirkon, ilmenit,
magnetit, rutil, titanit, chromit dll)
 Mineral utama pembentuk batuan yang mula-mula
mengkristal adalah olivin, Mg piroksen (ortho piroksen),
klino piroksen, amfibol, plagioklas dst  Deret Bowen
 Unsur-unsur yang mudah larut akan mengkristal paling
akhir dan akan terjebak di sekitar kristal yang telah
terbentuk dahulu.

Dari Deret Bowen ini dikenal dua kelompok mineral utama


pembentuk batuan, yaitu:

[ Geologi Dasar − 35 ]
1. Mineral mafic, mineral-mineral utama pembentuk batuan
yang bewarna gelap, hal ini disebabkan oleh kandungan
kimianya, yaitu Magnesium dan Ferrum (Mafic=Magnesium
Ferric). Yang termasuk mineral ini adalah: olivin, piroksen,
amfibol, dan biotit.
2. Mineral felsic, mineral-mineral utama pembentuk batuan
beku yang bewarna terang, hal ini disebabkan oleh kandungan
kimianya, yaitu feldspar + lenad (mineral-mineral
feldsparthoid) + silika. Yang termasuk mineral ini adalah:
plagioklas, kalium feldspar (potassium feldspar), muskovit
dan kuarsa.

IV.1.3. Struktur Batuan Beku


Struktur adalah kenampakan batuan secara makro yang meliputi
kedudukan lapisan yang jelas atau umum dari lapisan batuan.
Struktur batuan beku sebagian besar hanya dapat dilihat di
lapangan saja, misalnya:
a. Pillow Lava, yaitu struktur paling khas dari batuan vulkanik
bawah laut, membentuk struktur seperti bantal.
b. Columnar joint, merupakan struktur yang ditandai adanya
kekar-kekar yang tersusun secara teratur tegak lurus arah
aliran.

(a) (b)
Gambar IV.4 (a) Batuan dengan struktur lava bantal di daerah
Karangsambung dan (b) Batuan dengan struktur
columnar joint

[ Geologi Dasar − 36 ]
Sedangkan struktur yang dapat dilihat pada contoh batuan (hand
specimen sample), yaitu:
a. Masif, yaitu apabila tidak menunjukkan adanya sifat aliran,
jejak gas (tidak menunjukkan adanya lubang-lubang) dan
tidak menunjukkan adanya fragmen lain yang tertanam dalam
batuan.
b. Vesikuler, yaitu struktur yang berlubang-lubang yang
disebabkan oleh keluarnya gas pada waktu pembekuan
magma. Lubang-lubang tersebut menunjukkan arah yang
teratur.
c. Skoria, yaitu struktur yang sama dengan struktur vesikuler
tapi lubang- lubangnya besar dan menunjukkan arah yang
tidak teratur.
e. Amigdaloidal, yaitu struktur dimana lubang-lubang gas telah
terisi oleh mineral-mineral sekunder, biasanya mineral
karbonat atau silikat.
f. Xenolitis, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya
fragmen atau pecahan batuan lain yang masuk dalam batuan
yang mengintrusi.

IV.1.4. Tekstur Batuan Beku


Tekstur merupakan keadaan atau hubungan yang erat antar
mineral-mineral sebagai bagian dari batuan dan antar mineral-
mineral dengan massa gelas yang membentuk massa dasar dari
batuan. Tekstur pada batuan beku umumnya ditentukan oleh:
1. Kristalinitas
Kristalinitas adalah derajat kristalisasi dari suatu batuan beku
pada waktu terbentuknya batuan tersebut. Kristalinitas
menunjukkan berapa banyak yang berbentuk kristal dan yang
tidak berbentuk kristal, serta mencerminkan kecepatan
magma. Apabila magma dalam pembekuannya berlangsung
lambat, maka kristalnya kasar. Sedangkan jika
pembentukannya berlangsung cepat, maka kristalnya akan
halus.

[ Geologi Dasar − 37 ]
Dalam pembentukannya dikenal tiga kelas derajat kristalisasi:
 Holokristalin, yaitu batuan beku yang semuanya tersusun
oleh kristal.
 Hipokristalin, yaitu apabila sebagian batuan terdiri dari
massa gelas dan sebagian lagi terdiri dari massa kristal.
 Holohialin, yaitu batuan beku yang semuanya tersusun
dari massa gelas.

(a) (b)

Gambar IV.5 (a) contoh holohialin,


(b) contoh hipokristalin
(c) contoh holokristalin

(c)
.
2. Granularitas
Granularitas yaitu sebagia besar butir (ukuran) pada batuan
beku. Granularitas dibagi menjadi :
a. Equigranular, yaitu apabila secara relatif ukuran kristalnya
yang membentuk batuan berukuran sama besar. Tekstur ini
dibagi menjadi dua, yaitu :
• Faneritik, yaitu kristal-kristalnya terlihat jelas, sehingga
dapat dibedakan satu dengan yang lain secara
megaskopis.
• Afanitik, yaitu kristal-kristalnya sangat halus sehingga
[ Geologi Dasar − 38 ]
antara satu mineral dengan mineral lain sulit dibedakan
dengan mata telanjang.
b. Inequigranular, yaitu jika ukuran butir dari masing-masing
kristal tidak sama besar atau tidak seragam. Tektur ini
dibagi menjadi :
• Faneroporfiritik, yaitu bila kristal yang besar dikelilingi
oleh kristal-kristal yang kecil dan dapat dikenali dengan
mata telanjang.
• Porfiroafanitik, yaitu bila fenokris dikelilingi oleh massa
dasar yang tidak dapat dikenali dengan mata telanjang.
• Vitrovirik, yaitu bila massa dasar berupa gelas.

3. Bentuk Butir
Bentuk kristal adalah sifat dari suatu kristal dalam batuan.
Berdasarkan atas kejelasan bidang batas kristal, dilihat dari
pandangan dua dimensi, meliputi:
a. Euhedral, yaitu apabila bentuk kristal sempurna dan
dibatasi oleh bidang batas yang jelas.
b. Subhedral, yaitu apabila bentuk kristal kurang sempurna
dan dibatasi oleh bidang batas yang tidak begitu jelas.
c. Anhedral, yaitu apabila bentuk krisstal dibatasi oleh
bidang kristal tidak sempurna atau tidak jelas.

Gambar IV.6 Bentuk Kristal.

4. Komposisi Mineral
Secara garis besar mineral pembentuk batuan beku dibagi
dalam tiga kelompok, yaitu :
[ Geologi Dasar − 39 ]
a. Mineral utama, yaitu mineral-mmineral utama penyusun
kerak bumi disebut mineral pembentuk batuan, terutama
mineral golongan silikat. Berdasarkan warna dan densitas
dikelompokkan menjadi dua yaitu:
 Mineral mafik, yaitu mineral yang berwarna gelap,
terutama biotit, piroksen, amphibol, dan olivin.
Mineral mafik termasuk mineral yang kaya akan
unsur Mg dan Fe.
 Mineral felsik, yaitu mineral yang berwarna terang,
terutama kuarsa, feldspar, feldspatoid dan muscovit.
Mineral felsik termasuk mineral yang miskin akan
unsur Mg dan Fe.
b. Mineral sekunder, adalah mineral-mineral yang dibentuk
kemudian dari mineral-mineral utama oleh proses
pelapukan, sirkulasi air atau larutan dan metamorfosa.
Mineral ini terdapat pada batuan-batuan yang telah lapuk
dan batuan sedimen juga batuan metamorf. Mineral
sekunder terdiri dari kelompok kalsit, serpentine, klorit,
dan lain sebagainya.
c. Mineral tambahan, yaitu mineral-mineral yang terbentuk
oleh kristalisasi magma, terdapat dalam jumlah yang
sedikit sekali umumnya kurang dari 5%, sehingga
kehadiran atau ketidakhadirannya tidak mempengaruhi
sifat dan penamaan batuan tersebut.

5. Macam Batuan Beku


Berdasarkan macam tekstur mineralnya batuan beku ini bisa
dibedakan menjadi dua, batuan beku plutonik dan batuan beku
vulkanik. Perbedaan antara keduanya bisa dilihat dari tekstur
besar mineral penyusun batuannya. Macam dari batuan beku
diatas adalah:
a. Batuan beku plutonik, umumnya terbentuk dari
pembekuan magma yang relatif lambat sehingga mineral-
mineral penyusunnya relatif besar. Contohnya yaitu gabro,

[ Geologi Dasar − 40 ]
diorit, dan granit.
b. Batuan beku vulkanik umumnya terbentuk dari
pembekuan magma yang sangat cepat sehingga mineral
penyusunnya lebih kecil. Contohnya adalah basalt, andesit,
dan dasit.

6. Mineral pada Batuan Beku


Mineral pada batuan beku dapat dikelompokan menjadi
mineral utama dan mineral asesori. Mineral utama merupakan
mineral yang dipakai untuk menentukan nama berdasarkan
komposisi mineralogi, karena kehadirannya pada batuan
melimpah. Contoh: orthoklas, plagioklas, kuarsa, piroksen,
dan olivin. Mineral asesori adalah mineral yang
keberadaannya pada batuan tidak menlimpah, namun sangat
penting dalam penamaan batuan, misalnya biotit atau
hornblende.

IV.1.5. Klasifikasi Batuan Beku


Batuan beku diklasifikasikan berdasarkan tempat terbentuknya,
warna, kimia, tekstur, dan mineraloginya. Berdasarkan kandungan
silikanya, batuan beku terbagi atas:
1. Batuan beku asam: kandungan silika > 65%. Contohnya granit
dan riolit;
2. Batuan beku menengah: kandungan silika 65-52%. Contohnya
diorit dan andesit;
3. Batuan beku basa: kandungan silika 52-45%. Contohnya
gabro dan basalt;
4. Batuan beku ultrabasa: kandungan silika < 45%.
Berdasarkan indeks warna/komposisi mineral gelapnya (mafic),
maka batuan beku terbagi atas:
1. Leucocratic: batuan beku dengan kandungan mineral mafic
berkisar 0-30%;
2. Mesocratic: batuan beku dengan kandungan mineral mafic
berkisar 30-60%;

[ Geologi Dasar − 41 ]
3. Melanocratic: batuan beku dengan kandungan mineral mafic
berkisar 60-90%;
4. Hypermelanic: batuan beku dengan kandungan mineral mafic
berkisar 90-100%.
Berdasarkan tempat terbentuknya batuan beku dibedakan atas:
1. Batuan beku Plutonik, yaitu batuan beku yang terbentuk jauh
di perut bumi;
2. Batuan beku Hypabisal, yaitu batuan beku yang terbentu tidak
jauh dari permukaan bumi;
3. Batuan beku vulkanik, yaitu batuan beku yang terbentuk di
permukaan bumi.

Gambar IV.7 Klasifikasi batuan beku berdasarkan Tekstur dan


Komposisi Mineral.

[ Geologi Dasar − 42 ]
Tabel IV.1 Klasifikasi batuan beku.

Tabel IV.2 Contoh batuan beku.


Nama Batuan
Intrusi Ekstrusi

Granit Riolit

Granodiorit Dasit

Diorit Andesit

[ Geologi Dasar − 43 ]
Gabro Basalt

Peridotit Dunit

IV.2. Batuan Sedimen


IV.2.1. Pengertian Sedimen
Istilah sedimen berasal dari kata sedimentum, yang mempunyai
pengertian yaitu material endapan yang terbentuk dari hasil proses
pelapukan dan erosi dari suatu material batuan yang ada lebih
dulu, kemudian diangkut secara gravitasi oleh media air, angin
atau es serta diendapkan ditempat lain dibagian permukaan bumi.
Umumnya bentuk awal dari endapan ini berupa kumpulan dari
fragmen yang berukuran halus hingga kasar yang belum
terkonsolidasi sempurna, disebut endapan, sedimen (sediments),
superfical deposits. Kemudian akan berlangsung proses diagnesa
yang meliputi proses fisik : kompaksi, proses kimia antara lain :
sedimentasi, autigenik, rekristalisasi, inversi, penggantian, dan
disolusi, proses biologi. Proses diagnesa ini berjalan selama waktu
geologi, sehingga mentebabkan material terkonsolidasi sempurna
dengan bentuk fisik masif dan padat. Hal ini akan menghasilkan
salah satu jenis batuan dialam, yaitu yang disebut dengan batuan
sedimen (Boggs, 1987).

[ Geologi Dasar − 44 ]
Sebagian besar material penyusun komposisi batuan sedimen
berasal dari proses pelapukan dan erosi dari batuan yang terrtua.
Dari studi sedimen masa kini hingga terbentuk batuan sedimen,
maka dapat diketahui lingkungan pengendapannya yang meliputi
darat atau terrestrial, laut, dan lingkungan campuran yang
merupakan lingkungan peralihan dari darat hingga laut, misal
lingkungan delta, estuari laut, dan peraiaran pantai yang
dipengaruhi pasang surut. Dari lingkungan pengendapan batuan
sedimen tersebut maka dapat dikenal tiga material penyusunnya:
• Fragmen yang berasal dari batuan yang diangkut dari tempat
asalnya oleh air, angin atau glasial, fragmen ini disebut material
klastik atau pecahan
• Material yang berasal dari larutan garam, yang disebut material
kimia
• Material yang berasal dari tumbuh – tumbuhan dan hewan,
yang disebut material organik

Gambar IV.8 Lingkungan pengendapan sedimen (Jones, 2001:


Laboratory Manual For Physical Geology).

[ Geologi Dasar − 45 ]
IV.2.2. Batuan Sedimen Klastik
Terbentuknya dari pengendapan kembali detritus atau perencanaan
batuan asal. Batuan asal dapat berupa batuan beku, batuan sedimen
dan batuan metamorf. Dalam pembentukan batuan sedimen klastik
ini mengalami diagnesa yaitu perubahan yang berlangsung pada
temperatur rendah di dalam suatu sedimen selama dan sesudah
litifikasi. Tersusun oleh klastika-klastika yang terjadi karena
proses pengendapan secara mekanis dan banyak dijumpai
allogenic minerals.
Allogenic minerals adalah mineral yang tidak terbentuk pada
lingkungan sedimentasi atau pada saat sedimentasi terjadi. Mineral
ini berasal dari batuan asal yang telah mengalami transportasi dan
kemudian terendapkan pada lingkungan sedimentasi. Pada
umumnya berupa mineral yang mempunyai resistensi tinggi.

Tabel IV.3 Klasifikasi batuan sedimen klastik (Noor, 2012).

Beberapa tipe batuan sedimen klastik adalah sebagai berikut :


a. Breksi (Breccia). Komposisi atau material penyusun breksi
berupa fragmen batuan dengan bentuk sangat meruncing –
meruncing, ukuran umumnya kasar berkisar dari kerakal
hingga berangkal, sering diantara fragmen ini dijumpai
ukuran yang lebih kecil yang disebut matrik. Dari fragmen
yang meruncing, dapat ditafsirkan bahwa breksi ini
diendapkan dekat dengan sumbernya, sehingga tidak
terpengaruh secara fisik oleh jarak transportasi, hingga
mencapai cekungan sedimen. Ukuran material penyusun
breksi lebih besar dari 2 mm.

[ Geologi Dasar − 46 ]
b. Konglomerat (Conglomerate). Terbentuk dari beberapa
fragmen batuan dan matrik, bentuk umumnya membundar –
sangat membundar yang terikat bersama oleh material semen
yang berkuran lebih halus seperti serpih atau lempung.
Ukuran material penyusun konglomert ini lebih besar dari 2
mm.
c. Batupasir. Merupakan hasil sementasi dari massa yang
berukuran pasir, massa pasir ini umumnya adalah mineral
silika, felspar atau pasir karbonat, sedang material pengikat
atau semen berupa besi oksida, silika, lempung atau kalsium
karbonat. Ukuran butir mineral penyusun mulai dari yang
berukuran pasir halus sampai dengan pasir kasar (0,06 mm –
2,0 mm).
d. Batu lanau (Silstone). Tipe batuan sedimen yang terususun
oleh material yang berukuran relatif halus berkisar dari 0,002
mm – 0,06 mm dengan komposisi utma adalah mineral
lempung.
e. Serpih (Shale). Tipe batuan sedimen menunjukkan suatu
lapisan yang kompak, padat dari material lempung atu
lumpur (mud), ukuran butir sangat halus, lebih kecil dari
0,003 mm, menunjukkan struktur internal yang khas yaitu
laminasi, dengan tebal kurang dari 1 cm.
f. Batu Lempung (claystone). Tipe batuan sedimen
menunjukkan fraksi halus yang bersifat liat maupun plastis.
ukuran butir sangat halus, lebih kecil dari 0,002 mm. Mineral
lempung bersifat kohesif dan sekali terendapkan akan
cenderung merekat bersama, membuatnya lebih sulit untuk
naik ke dalam aliran daripada butir-butir pasir. Catat bahwa
ada dua macam untuk material kohesif. Lumpur „tak
terkonsolidasi‟ (unconsolidated mud) telah terendapkan tapi
tetap merekat, material plastis. Lumpur „terkonsolidasi‟
(consolidated mud) telah lebih banyak mengeluarkan air
darinya dan bersifat kaku atau keras (rigid).

[ Geologi Dasar − 47 ]
Tabel IV.4 Contoh batuan sedimen klastik.

Breksi Konglomerat

Batupasir Batulanau

Serpih (shale) Batulempung

IV.2.3. Pembentukan Batuan Sedimen


Batuan sedimen terbentuk dari batuan-batuan yang telah ada
sebelumnya oleh kekuatan-kekuatan yaitu pelapukan, gaya-gaya
air, pengikisan-pengikisan angina, serta proses litifikasi, diagnesis,

[ Geologi Dasar − 48 ]
dan transportasi, maka batuan ini terendapkan di tempat-tempat
yang relatif lebih rendah letaknya, misalnya: di laut, samudera,
ataupun danau-danau. Mula-mula sedimen merupakan batuan-
batuan lunak, akan tetapi karena proses diagenesis sehingga
batuan-batuan lunak tadi akan menjadi keras.
Proses diagnesis adalah proses yang menyebabkan perubahan pada
sedimen selama terpendapkan dan terlitifikasikan, sedangkan
litifikasi adalah proses perubahan material sedimen menjadi batuan
sedimen yang kompak.

IV.2.3.1. Transportasi dan Deposisi


Transportasi adalah pengangkutan suatu material (partikel) dari
suatu tempat ke tempat lain oleh suatu gerakan media (aliran arus)
hingga media dan material terhenti (terendapkan). Media
transportasi (fluida) antara lain gravitasi, air, es, dan udara.
Sedimentasi atau deposisi adalah proses pengendapan sedimen
oleh media air, angin, atau es pada suatu cekungan pengendapan
pada kondisi P dan T tertentu. Pettijohn (1975) mendefinisikan
sedimentasi sebagai proses pembentukan sedimen atau batuan
sedimen yang diakibatkan oleh pengendapan dari material
pembentuk atau asalnya pada suatu tempat yang disebut dengan
lingkungan pengendapan berupa sungai, muara, danau, delta,
estuaria, laut dangkal sampai laut dalam.

IV.2.3.1.1. Transportasi dan deposisi partikel oleh fluida


Pada transportasi oleh partikel fluida, partikel dan fluida akan
bergerak secara bersama-sama. Sifat fisik yang berpengaruh
terutama adalah densitas dan viskositas air lebih besar daripada
angin sehingga air lebih mampu mengangkut partikel yang
mengangkut partikel lebih besar daripada yang dapat diangkut
angin. Viskositas adalah kemampuan fluida untuk mengalir. Jika
viskositas rendah maka kecepatan mengalirnya akan rendah dan
sebaliknya. Viskositas yang kecepatan mengalirnya besar
merupakan viskositas yang tinggi.

[ Geologi Dasar − 49 ]
Gerakan fluida dapat terbagi ke dalam dua cara yang berbeda,
yakni:
1. Aliran laminar, semua molekul-molekul di dalam fluida
bergerak saling sejajar terhadap yang lain dalam arah
transportasi. Dalam fluida yang heterogen hampir tidak ada
terjadinya pencampuran selama aliran laminar; dan
2. Aliran turbulen, molekul-molekul di dalam fluida bergerak
pada semua arah tapi dengan jaring pergerakan dalam arah
transportasi. Fluida heterogen sepenuhnya tercampur dalam
aliran turbulen.
Partikel semua ukuran digerakkan di dalam fluida oleh salah satu
dari tiga mekanisme, yaitu:
1. Menggelinding (rolling) di dasar aliran udara atau air tanpa
kehilangan kontak dengan permukaan dasar;
2. Saltasi (saltation), bergerak dalam serangkaian lompatan,
secara periode meninggalkan permukaan dasar dan terbawa
dengan jarak yang pendek di dalam tubuh fluida sebelum
kembali ke dasar lagi; dan
3. Suspensi (suspension), turbulensi di dalam aliran dapat
menghasilkan gerakan yang cukup untuk menjaga partikel
bergerak terus di dalam fluida.

IV.2.3.1.2 Transportasi dan deposisi partikel oleh sediment


gravity flow
Pada transportasi ini partikel sedimen tertransport langsung oleh
pengaruh gravitasi, disini material akan bergerak lebih dulu baru
kemudian medianya. Jadi disini partikel bergerak tanpa batuan
fluida, partikel sedimen akan bergerak karena terjadi perubahan
energi potensial gravitasi menjadi energi kinetik. Yang termasuk
dalam sediment gravity flow antara lain adalah debris flow, grain
flow dan arus turbid. Deposisi sediment oleh gravity flow akan
menghasilkan produk yang berbeda dengan deposisi sedimen oleh
fluida flow karena pada gravity flow transportasi dan deposisi
terjadi dengan cepat sekali akibat pengaruh gravitasi. Batuan

[ Geologi Dasar − 50 ]
sedimen yang dihasilkan oleh proses ini umumnya akan
mempunyai sortasi yang buruk dan memperlihatkan struktur
deformasi.

(a) (b)
Gambar IV.9 (a) Aliran Lamina dan aliran turbulen dan (b) Perilaku
partikel dalam pergerakan fluida (Nichols, 1999).

Gambar IV.10 Sifat pergerakan partikel partikel dalam media air, pada
partikel lempung dan lanau (suspended-load) serta
partikel pasir dan kerikil (bed-load): menggelinding,
meluncur, saltasi (Noor, 2012).

[ Geologi Dasar − 51 ]
IV.2.3.2. Litifikasi dan Diagenesis
Proses perubahan sedimen lepas menjadi batuan disebut litifikasi.
Salah satu proses litifikasi adalah kompaksi atau pemadatan. Pada
waktu material sedimen diendapkan terus – menerus pada suatu
cekungan. Berat endapan yang berada di atas akan membebani
endapan yang ada di bawahnya. Akibatnya, butiran sedimen akan
semakin rapat dan rongga antara butiran akan semakin kecil.
Proses lain yang merubah sedimen lepas menjadi batuan sedimen
adalah sementasi. Material yang menjadi semen diangkut sebagai
larutan oleh air yang meresap melalui rongga antar butiran,
kemudia larutan tersebut akan mengalami presipitasi di dalam
rongga antar butir dan mengikat butiran – butiran sedimen.
Material yang umum menjadi semen adalah kalsit, silika dan
oksida besi.

Secara fisik perubahan yang terjadi adalah terutama perubahan


tekstur, proses kompaksi akan merubah penempatan butiran
sedimen sehingga terjadi kontak antar butirannya. Proses
sementasi dapat menyebabkan ukuran butir kwarsa akan menjadi
lebih besar. Perubahan kimia antara lain terdapat pada proses
sementasi, authigenesis, replacement, inverse, dan solusi. Proses
sementasi menentukan kemampuan erosi dan pengangkatan
partikel oleh fluida. Pengangkutan sedimen oleh fluida dapat
berupa bedload atau suspended load. Partikel yang berukuran lebih
besar dari pasir umumnya dapat diangkut secara bedload dan yang
lebih halus akan terangkut oleh partikel secara kontinu mengalami
kontak dengan permukaan, traksi meliputi rolling, sliding, dan
creeping. Adapun beberapa proses yang terjadi dalam diagenesa,
yaitu:
 Kompaksi. Kompaksi terjadi jika adanya tekanan akibat
penambahan beban.
 Anthigenesis. Mineral baru terbentuk dalam lingkungan
diagnetik, sehingga adanya mineral tersebut merupakan
partikel baru dalam suatu sedimen. Mineral autigenik ini yang
umum diketahui sebagai berikut: karbonat, silika, klastika,

[ Geologi Dasar − 52 ]
illite, gypsum dan lain-lain.
 Metasomatisme. Metasomatisme yaitu pergantian mineral
sedimen oleh berbagai mineral autigenik, tanpa pengurangan
volume asal. Contoh: dolomitiasi, sehingga dapat merusak
bentuk suatu batuan karbonat atau fosil.
 Rekristalisasi. Rekristalisasi yaitu pengkristalan kembali suatu
mineral dari suatu larutan kimia yang berasal dari pelarutan
material sedimen selama diagnesa atau sebelumnya.
Rekristalisasi sangat umum terjadi pada pembentukkan batuan
karbonat. Sedimentasi yang terus berlangsung di bagian atas
sehingga volume sedimen yang ada di bagian bawah semakin
kecil dan cairan (fluida) dalam ruang antar butir tertekan
keluar dan migrasi kearah atas berlahan-lahan.
 Pelarutan (Solution). Biasanya pada urutan karbonat akibat
adanya larutan menyebabkan terbentuknya rongga-rongga di
dalam jika tekanan cukup kuat menyebabkan terbentuknya
struktur iolit. (Diktat Petrologi UPN, 2001)

IV.2.3.3. Struktur Sedimen


Struktur sedimen merupakan suatu kelainan dari perlapisan normal
batuan sedimen yang diakibatkan oleh proses pengendapan dan
energi pembentuknya. Pembentukkannya dapat terjadi pada waktu
pengendapan maupun segera setelah proses pengendapan.
(Pettijohn dan Potter, 1964; Koesomadinata, 1981). Struktur
sedimen berguna dalam menentukan top & bottom suatu lapisan,
arah arus-purba (Paleocurrent) dan lingkungan pengendapan.
Pada batuan sedimen dikenal dua macam struktur, yaitu:
 Syngenetik  terbentuk bersamaan dengan terjadinya batuan
sedimen, disebut juga sebagai struktur primer.
 Epigenetik  terbentuk setelah batuan tersebut terbentuk
seperti kekar, sesar, dan lipatan.
Secara garis besar struktur sedimen terbagi menjadi dua katagori,
yaitu:

[ Geologi Dasar − 53 ]
1) Struktur sedimen primer (depositional structures), struktur
sedimen yang terbentuk bersamaan dengan terbentuknya suatu
batuan, contohnya adalah: graded bedding, parallel
lamination, ripple mark, dune and sand wave, cross
stratification, shrinkage crack (mud crack), flacer, lenticular,
dll.
2) Struktur sedimen sekunder (post-deposition structures),
struktur sedimen yang terbentuk setelah proses litifikasi.
Struktur sedimen sekunder meliputi:
 Struktur erosional, terbentuk karena erosi, contohnya:
flute cast, groove cast, tool marks, scour marks, channel,
dll.
 Struktur deformasi, terbentuk oleh adanya gaya,
contohnya: slump, convolute, sand dyke, dish, load cast,
nodule, dll.
 Struktur biogenik, terbentuk oleh adanya aktivitas
makhluk hidup, contohnya: bioturbation, trace fossils,
rootlet bed, dll.

[ Geologi Dasar − 54 ]
Tabel IV.5 Struktur sedimen primer dan sekunder.
Jenis Struktur Sedimen
Primer Sekunder

Parallel laminasi Bioturbasi

Ripple structures (riak Flute cast


gelombang)

Mud cracks Load cast

[ Geologi Dasar − 55 ]
Cross bedding Convolute lamination

IV.2.3.4. Tekstur Batuan Sedimen


Tekstur batuan sedimen adalah segala kenampakan yang
menyangkut butir sedimen seperti ukuran butir, bentuk butir dan
orientasi. Tekstur batuan sedimen mempunyai arti penting karena
mencerminkan proses yang telah dialami batuan tersebut terutama
proses transportasi dan pengendapannya, tekstur juga dapat
digunakan untuk menginterpetasi lingkungan pengendapan batuan
sedimen. Pada hakekatnya tekstur adalah hubungan antar butir /
mineral yang terdapat di dalam batuan. Tekstur yang terdapat
dalam batuan sedimen terdiri dari fragmen batuan / mineral dan
matrik (masa dasar). Adapun yang termasuk dalam tekstur pada
batuan sedimen klastik terdiri dari: Besar butir (grain size), Bentuk
butir (grain shape), kemas (fabric), pemilahan (sorting), sementasi,
kesarangan (porosity), dan kelulusan (permeability).

[ Geologi Dasar − 56 ]
Gambar IV.11 Butiran dan rongga pori (kiri atas); butiran dan
semen karbonat (kanan atas); fragmen pasir,
lempung dan lanau dalam semen karbonat.

IV.2.3.4.1. Besar Butir (Grain Size)


Ditentukan dengan cara membanding-kannya dengan Skala
Wentworth, kalau perlu bisa dibantu dengan manggunakan loupe,
untuk breksi dan konglomerat dapat ditentukan dengan bantuan
mistar kecil, kemudian tentukan pula ukuran minimal dan
maksimal dari butiran atau komponennya. Contoh: batupasir
berbutir sedang (114 mm – 112 mm). Breksi dengan ukuran butir 7
cm – 12 cm (Berangkal, 64 mm – 256 mm).

[ Geologi Dasar − 57 ]
Tabel IV.6 Skala Wentworth.

IV.2.3.4.2. Bentuk Butir (Grain Shape)


Ditentukan dengan bantuan chart yang telah tersedia pada
komparator dan gunakan istilah:
 Sangat menyudut (very angular)
 Menyudut (angular)
 Menyudut tanggung (subangular)
 Membundar tanggung (subrounded)
 Membundar (rounded)
 Sangat membundar (very rounded)

[ Geologi Dasar − 58 ]
Untuk melihat bentuk butiran ini dapat dilakukan dengan bantuan
loupe (terutama untuk batupasir), dan ditentukan kisarannya.
Contoh: batupasir menyudut-menyudut tanggung. Bentuk butir ini
mencerminkan tingkat transportasi butirannya, artinya jika ia
memiliki bentuk butir yang membundar maka ia cenderung telah
tertransportasi jauh dari batuan asalnya.

Gambar IV.12 Bentuk butiran (Nichols, 1999).

IV.2.3.4.3. Kemas (Fabric)


Adalah derajat keterkaitan antar butiran penyusun batuan atau
hubungan antar butir, dan ini dapat mencerminkan viscositas
(kekentalan) medianya. Bila butirannya saling bersentuhan maka
dinyatakan dengan kemas tertutup (berarti dia diendapkan oleh
media yang cair/encer, sehingga kemungkinan mengandung
semen-matrik). Bila butirannya tidak saling bersentuhan maka
dinyatakan dengan kemas terbuka (berarti dia diendapkan oleh
media yang pekat). Selain itu perhatikan pula apakah butirannya
memperlihatkan pengarahan (imbrikasi) atau tidak. Kemas
merupakan salah satu hal penting terutama dalam pen-deskripsian
breksi atau konglomerat, dan bisa langsung diten-tukan tanpa
menggunakan loupe.

IV.2.3.4.4. Pemilahan (Sorting)


Pemilahan (Sorting) adalah tingkat keseragaman besar butir
penyusun batuan, mencer-minkan viskositas media pengendapan
serta energi mekanik/arus ge-lombang medianya. Dan untuk
menentukan pemilahan ini dapat dibantu dengan menggu-nakan
loupe (misalnya untuk Batupasir). Jika pemilahannya baik maka ia

[ Geologi Dasar − 59 ]
diendapkan oleh media yang cair/encer dengan energi arus yang
kecil, dan begitu pula dengan sebaliknya. Gunakan istilah:
a. Terpilah baik (well sorted) jika besar butirannya seragam;
b. Terpilah sedang (medium sorted) jika besar butirannya relatif
seragam;
c. Terpilah buruk (poorly sorted) jika besar butirannya tidak
seragam.

Gambar IV.13 Pemilahan batuan (Simpson, 1995).

IV.2.3.4.5. Sementasi
Adalah bahan pengikat antar butir dari fragmen penyusun batuan.
Macam dari bahan semen pada batuan sedimen klastik adalah
karbonat, silika, dan oksida besi.

IV.2.3.4.6. Porositas
Adalah ruang yang terdapat diantara fragmen butiran yang ada
pada batuan. Jenis porositas pada batuan sedimen adalah Porositas
Baik, Porositas Sedang, Porositas Buruk. Sedangkan dalam
penentuannya di lapangan gunakan istilah porositas baik jika
permeabilitasnya baik, porositas sedang jika permebili-tasnya
sedang, dan seterusnya.

[ Geologi Dasar − 60 ]
IV.2.3.4.7. Permeabilitas
Kelulusan (Permeabilitas) adalah sifat yang dimiliki oleh batuan
untuk dapat meloloskan air.
Jenis permeabilitas pada batuan sedimen adalah permeabilitas
baik, permeabilitas sedang, permeabilitas buruk. Cara
menentukannya yaitu:
a. Teteskan air di atas permukaan sampel yang akan diperiksa;
c. Perhatikan apakah air tersebut diserap atau tidak oleh batuan
tersebut;
d. Bila cairan diserap dengan cepat, maka nyatakanlah bahwa
permeabilitasnya baik;
e. Bila cairan diserap dengan cukup cepat, maka nyatakanlah
bahwa permeabilitasnya sedang;
f. Bila cairannya diserap dengan lambat, maka nyatakanlah
bahwa permeabilitasnya buruk.

IV.2.4. Batuan Sedimen non Klastik


Batuan Sedimen non klastik adalah batuan sedimen yang tidak
berasal dari pecahan batuan atau material lain. Proses
pembentukannya dapat berupa proses kimiawi dan organik.
Sebagai contoh batuan sedimen non klastik yang terbentuknya dari
proses kimiawi adalah batu rijang dan batu halit dari proses
evaporasi. Kemudian contoh batuan sedimen non klastik yang
terbentuknya dari proses organik adalah batugamping yang berasal
dari organisme yang telah mati dan batu bara yang berasal dari sisa
– sisa tumbuhan yang telah terubahkan. Dalam keadaan tertentu
proses yang terjadi tergolong kompleks. Dimana sulit
membedakan antara batuan yang berasal dari proses kimia dengan
batuan yang berasal dari proses biologi (yang secara langsung juga
mengalami proses kimia).

[ Geologi Dasar − 61 ]
Tabel IV.7 Klasifikasi Batuan Sedimen Non Klastik (Noor, 2012).

[ Geologi Dasar − 62 ]
Jadi proses yang dominan sebagai pembentuk batuan sedimen non
klastik ini adalah reaksi kimia. Jenis batuan sedimen non klastik
ini dibedakan menjadi beberapa kelompok diantaranya:

IV.2.4.1. Batuan Sedimen Evaporit


Batuan sedimen evaporit adalah batuan sedimen yang terbentuk karena
proses penguapan yang terjadi di daerah laut (evaporasi). Proses
penguapan air laut menjadi bentuk uap mengakibatkan tertinggalnya
bahan kimia yang kemudian dapat menghablur apabila hampir semua
kandungan air menjadi uap. Contohnya adalah proses pembentukan
garam. Proses penguapan ini membutuhkan cahaya sinar matahari yang
cukup lama. Contohnya adalah batuan garam (rock salt) yang berupa
halite (NaCl) dan batuan gipsum yang berupa gipsum (CaSO 4.2H2O).

IV.2.4.2 Batuan Sedimen Silika


Batuan sedimen silika tersusun dari mineral silika (SiO2). Batuan ini
terhasil dari proses kimiawi dan atau biokimia, dan berasal dari
kumpulan organisme yang berkomposisi silika seperti diatomae,
radiolaria dan sponges. Kadang-kadang batuan karbonat dapat menjadi
batuan bersilika apabila terjadi reaksi kimia, dimana mineral silika
mengganti kalsium karbonat. Kelompok batuan silika adalah:
• Diatomite, terlihat seperti kapur (chalk), tetapi tidak bereaksi
dengan asam. Berasal dari organisme planktonic yang dikenal
dengan diatoms (Diatomaceous Earth).
• Rijang (Chert), merupakan batuan yang sangat keras dan tahan
terhadap proses lelehan, masif atau berlapis, terdiri dari mineral
kuarsa mikrokristalin, berwarna cerah hingga gelap. Rijang
dapat terbentuk dari hasil proses biologi (kelompok organisme
bersilika, atau dapat juga dari proses diagenesis batuan
karbonat.

IV.2.4.3 Batuan Sedimen Organik (Batubara)


Endapan organik terdiri dari kumpulan material organik yang
akhirnya mengeras menjadi batu. Contohnya adalah batubara.
Serpihan daun dan batang tumbuhan yang tebal dalam suatu
cekungan (biasanya dikaitkan dengan lingkungan daratan), apabila
mengalami tekanan yang tinggi, peningkatan suhu, dan seiring

[ Geologi Dasar − 63 ]
waktu termampatkan menjadi hidrokarbon batubara.

Gambar IV.14 Skema pembentukan batubara.

Proses pembentukan batubara yaitu:


a) Tahap pembentukan gambut (peatification)  tumbuhan yang
tumbang atau mati akan mengalami pembusukan sehingga
tidak kelihatan bentuk aslinya (humin gel) pembusukan dan
penghancuran tersebut adalah hasil oksidasi yang disebabkan
oleh adanya oksigen dan aktifitas bakteri (fungi), bakteri
penghancur biasanya berjenis bakteri anaerob (bakteri yang
hidup tanpa oksigen).
b) Tahap pembentukan batubara (coalification)  Tahap ini
merupakan tahap lanjutan dari tahap peatification, dimana
gambut dikenakan gaya tekan dan suhu dalam jangka waktu
yang lama. Tekanan pada lapisan gambut akan bertambah
seiring dengan bertambahnya lapisan sedimen yang ada

[ Geologi Dasar − 64 ]
dilapisan atas gambut, sedangkan suhu akan meningkat
dengan bertambahnya ketebalan lapisan juga disebabkan oleh
aktifitas magma dan aktifitas tektonik lainnya. tahap
pembentukan batubara ini biasa disebut tahap termodinamika.

IV.2.4.4 Batuan Sedimen Besi


Merupakan kelompok batuan yang sangat kaya akan kandungan
besi. Setiap jenis batuan sedimen biasanya memiliki sejumlah
kecil kandungan besi misalnya shale, batupasir dan batugamping
sekalipun dan setiap bagian dari endapan besi yang berlapis ini
memperlihatkan presipitasi kimia, tetapi penyebabnya belum jelas.
Endapan sedimenter mineral besi tersebar luas,tetapi kandungan
besi dalam rat-rata air laut begitu kecil sehingga tentunya tidak
mungkin endapan semacam itu terbentuk dari paenguapan air laut
(seperti air laut yang sekarang). Kemungkinan dapat dijelaskan
dengan kimia air laut purba dengan kadar endapan 15 – 30% berat
Fe. Bisa jadi perbedaan utama air laut purba dan air laut sekarang
dimana terjadi akumulasi endapan besi adalah kandungan oksigen
di dalam air. Jika kandungan oksigen dipermukaan sangat rendah
maka sejumlah besar Fe2+ terlarut dapat diendapkan sehingga
dapat disimpulkan kadar oksigen pada atmosfir zaman purba
sangat rendah dibandingkan sekarang. Logam besi adalah unsur
umum dalam sedimen, meskipun keterdapatannya sedikit pada
hampir semua endapan. Batuan sedimen yang mengandung
sedikitnya 15 % logam disebut sebagai ironstone, dan ini menarik
perhatian karena kepentingan nilai ekonominya. Besi mungkin
dalam bentuk oksida, hidroksida, karbonat, sulfida atau silikat
(Berner 1971).

Besi ditransportasikan sebagai hidroksida dalam suspensi koloid


atau terikat dengan mineral lempung dan partikel organik.
Pengendapan terjadi ketika sifat kimia lingkungan mendukung
pengendapan mineral besi. Jika ada lingkungan beroksigen baik
maka terbentuk hematit, oksida besi, adalah mineral yang paling

[ Geologi Dasar − 65 ]
umum terbentuk, jika pada kondisi sedikit teroksidasi, terbentuklah
goetit, hidroksida besi. Hematit berwarna merah hingga hitam
sedangkan hidroksida berwarna kuning hingga coklat muda.
Dalam lingkungan gurun sepertinya goetit lebih dulu terbentuk dan
kemudian hematit, goetit memberikan warna kekuningan pada
pasir gurun. Oksidasi lanjut membentuk hematit dan warna pasir
gurun menjadi merah, ini terlihat dalam beberapa endapan gurun
tua karena proses post-depositional. Di bawah kondisi reduksi, tipe
mineral besi yang terbentuk tergantung pada ketersediaan ion
sulfida atau sulfat. Dalam setting kaya sulfur, umum terbentuk
sulfida besi (pyrite), terdapat sebagai kristal berwarna emas atau
lebih umum sebagai partikel halus yang tersebar dan memberikan
warna hitam pada sedimen. Pirit berbutir halus ditemukan dalam
lingkungan reduksi, lingkungan kaya organik seperti tidal mudflat
dan fetid lake.

IV.2.4.5 Batuan Sedimen Fosfat


Phosphorite merupakan batuan sedimen non klastik dimana
material penyusunya 15 – 20% berupa P2O5. Karena kandungan
phosphor yang sangat melimpah maka batuan ini digolongkan
kedalam batuan phosphorius umumnya pada batupsir kandungan
phosphornya hanya sekitar 0,08 – 0,16% sementara shale 0,11 –
0,17% (McKelvey, 1973). Batuan sedimen Phosphorite ini dikenal
dengan nama diantaranya phosphate rock, phosphates.

[ Geologi Dasar − 66 ]
Tabel IV.8 Contoh batuan sedimen non klastik.

Batubara Halit (NaCl)

Gypsum (CaSO4.H20) Batugamping Kristal (Crystal


carbonate)

Coquina Chalk

[ Geologi Dasar − 67 ]
IV.2.5. Batuan Sedimen Karbonat

Batuan karbonat merupakan salah satu batuan sedimen non


siliklastik. Menurut Pettijohn (1975), batuan karbonat adalah
batuan yang unsur karbonatnya lebih besar dari unsur non karbonat
atau dengan kata lain unsur karbonatnya >50%. Apabila unsur
karbonatnya <50% maka, tidak bisa lagi disebut sebagai batuan
karbonat. Sedangkan batugamping (limestone) adalah batuan
sedimen yang mengandung lebih dari 90% unsur karbonat. Unsur-
unsur karbonat yang umum dapat dapat dilihat pada tabel dibawah
ini.
Tabel IV.9 Mineral karbonat yang umum dijumpai.
Mineral Rumus Kimia Sistem Kristal

Aragonit CaCO3 Orthorombik


Kalsit CaCO3 Heksagonal (rombohedral)
Magnesit MgCO3 Heksagonal (rombohedral)
Dolomit CuMg(CO3)2 Heksagonal (rombohedral)
Ankerit Ca(FeMg)(CO3)2 Heksagonal (rombohedral)
Siderit FeCO3 Heksagonal (rombohedral)

Di antara mineral-mineral di atas, yang paling banyak dijumpai


adalah argonit, kalsit, dan dolomit. Material karbonat dapat berasal
dari presipitasi langsung dari air atau dari organisme yang
membentuk cangkang karbonatan. Kebanyakan karbonat modern
tersusun oleh mineral aragonit, dimana mineral ini umum sebagai
penyusun cangkang/rangka organisme karbonatan: pelecypoda,
gastropoda, halimeda. Karena sifat aragonit tidak stabil, maka akan
mudah terubah (replacement) menjadi kalsit. Kalsit sendiri jika
mengalami diagenesis lanjut, akan terubah menjadi dolomit.

Batuan karbonat penting dipelajari secara khusus karena


mempunyai arti ekonimis yang cukup besar dan dalam berbagai

[ Geologi Dasar − 68 ]
hal berbeda dengan batuan silisiklastik. Aspek perbedaannya
antara lain:
• Pembentukkannya tergantung aktifitas organisme (98% asal
organisme).
• Sangat mudah berubah karena proses diagnesis.
• Terbentuk pada lingkungan dimana dia terendapkan
(intrabasinal). Endapan karbonat merupakan hasil proses
biokimia dilingkungan laut yang jernih, hangat, dan dangkal.
• Jernih  berhubungan dengan penetrasi sinar matahari,
dimana aktifitas metabolisme organisme sangat tergantung
pada sinar matahari, apabila silisiklastik berukuran halus
(missal, lanau) hadir, maka bisa menyumbat pernafasan
organisme dan menghambat penetrasi sinar matahari, sehingga
menggangu metabolisme organisme pembentuk karbonat.
• Hangat  koral dan organisme lain bereproduksi pada suhu
sekitar 180C.
• Dangkal  semakin besar kedalaman laut, maka penetrsai
sinar matahari akan semakin berkurang, sehingga organisme
pembentuk karbonat akan sulit hidup.

Gambar IV.15 Lingkungan pembentukan batuan karbonat.

[ Geologi Dasar − 69 ]
IV.2.5.1. Komponen
Batugamping yang terbentuk oleh proses pengendapan mekanik,
seperti halnya batuan sedimen klastik, tetapi berasal dari
batugamping/material CaCO3 yang telah ada sebelumnya.
Komponen penyusun batuan karbonat adalah sebagai berikut:
1. Allochem (Grain). Merupakan komponen batuan karbonat
berupa partikel/butiran karbonat yang berukuran lebih
dari/sama dengan pasir.
2. Orthochem. Merupakan komponen batuan karbonat yang
mineralnya terkristalisasi langsung di tempat pengendapan,
sehingga tidak mempunyai butiran-butiran bawaan.
Orthochem ini dapat disebandingkan dengan matriks dalam
batuan sedimen klastik.

IV.2.5.2. Klasifikasi dan Tata Nama Batuan


Secara umum klasifikasi batuan karbonat didasarkan pada dua hal
yaitu kenampakan fisik (klasifikasi deskriptif) dan pada asal-usul
(klasifikasi genetik). Klasifikasi batuan karbonat mempunyai
banyak ragamnya. Sampai saat ini belum ada satu klasifikasi yang
dapat memuaskan semua pihak, seperti halnya pada batuan
klastika (seperti batupasir misalnya). Beberapa klasifikasi yang
akan disajikan di bawah ini merupakan klasifikasi yang lebih
umum dipakai oleh para ahli geologi.
1. Klasifikasi Grabau (1904)
Menurut Grabau batugamping dapat dibagi menjadi 5
berdasarkan ukuran dan teksturnya, yaitu :
a) Kalsirudit, yaitu batugamping yang ukuran butirnya > 2
mm atau lebih besar dari ukuran pasir.
b) Kalkarenit, yaitu batugamping yang ukuran butirnya sama
dengan ukuran pasir (1/16-2 mm)
c) Kalsilutit, yaitu batugamping yang ukuran butirnya lebih
kecil dari ukuran pasir (<1/16 mm)
d) Kalsipulverit, yaitu batugamping hasil presipitasi
kimiawi, sifatnya kristalin.

[ Geologi Dasar − 70 ]
e) Batugamping organik, yaitu hasil pertumbuhan organisme
secara insitu, misalnya terumbu dan stromatolit.

2. Klasifikasi Folk (1959)


Folks mengklasifikasikan batuan karbonat berdasarkan tekstur
pengendapan dan perbandingan fraksi komponen
penyusunnya, yaitu butiran/allochem, mikrit dan
sparite/orthochem. Berdasarkan perbandingan relief antara
allochem, micrite dan sparite serta jenis allochem yang
dominan, maka folk membagi batu gamping menjadi 4 famili,
seperti pada gambar IV.16.

Gambar IV.16 Klasifikasi batugamping menurut Folks (1959;1962).

[ Geologi Dasar − 71 ]
Batugamping tipe I dan II disebut sebagai allochemical rock
(allochem >10%), sedangkan batugamping tipe III disebut sebagai
orthochemical rock (allochem <10%). Batas ukur butir yang
digunakan oleh Folk untuk membedakan butiran (allochem) dan
micrite adalah 4 mikron (lempung). Batugamping tipe I analog
dengan batupasir/konglomerat yang tersortasi bagus dan terbentuk
pada high energy zone, batugamping tipe II analog dengan
batupasir lempungan atau konglomerat lempungan dan terbentuk
pada low energy zone dan batugamping tipe III analog dengan
batulempung dan terbentuk pada kondisi yang tenang (lagoon).
Keterangan :
• Intraclast merupakan suatu endapan yang berupa
gelembung lumpur karbonat, belum memadat, semi
plastis, lalu ada erosi dan membentuk tubuh yang
membeku (discret body).
• Pellet merupakan suatu butiran yang strukturnya
mycrocrystalin (warnanya gelap), kalo mengandung
kotoran binatang maka disebut“facal pellet”sedangkan
jika mempunyai ukuran yang agak besar disebut “luap”.
• Oolite merupakan suatu butiran yang intinya dilapisi oleh
unsur karbonat, dimana intinya berfosil dan apabila
disayat memiliki bentuk konsentris.
• Fosil termasuk ke dalam allochemical, karenamengalami
transportasi karena suatu erosi ia akan terlepas dari
induknya lalu mengendap di tempat tersebut, misalnya
Globigerina yang hidup secara plankton.

3. Klasifikasi Dunham (1962)


Dunham membuat klasifikasi batuan karbonat berdasarkan
tekstur pengendapannya, meliputi ukuran butir dan pemilahan/
sortasi. Hal yang perlu diperhatikan dalam klasifikasi ini
antara lain:
o Derajat perubahan tekstur pengendapan
o Komponen asli terikat atau tidak terikat selama proses

[ Geologi Dasar − 72 ]
deposisi
o Tingkat kelimpahan antar butiran (grain) dengan lumpur
karbonat
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka Dunham membuat
klasifikasi.
• Boundstone: hubungan antar komponen tertutup yang
berhubungan dengan rapat oolite.
• Grainstone: hubungan terbuka antar komponen-komponen,
tanpa lumpur.
• Packcstone: ada lumpur, tetapi yang banyak adalah
komponen (bentonit).
• Mudstone: lumpur Wackstone.
Kelebihan yang lain dari klasifikasi Dunham (1962) adalah
dapat dipakai untuk menentukan tingkat diagenesis karena
apabila sparit dideskripsi maka hal ini bertujuan untuk
menentukan tingkat diagenesa.

Gambar IV.17 Klasifikasi batugamping menurut Dunham (1962)

4. Klasifikasi Embry & Klovan (1971)


Embry dan Klovan (1971) mengembangkan klasifikasi
Dunham (1962) dengan membagi batugamping menjadi dua

[ Geologi Dasar − 73 ]
kelompok besar yaitu Autochnous Limestone dan Alloctonous
Limestone berupa batugamping yang komponen-komponen
penyusunnya tidak terikat secara organis selama proses
deposisi. Pembagian Autochnous Limestone dan Alloctonous
Limestone oleh Embry dan Klovan (1971) telah dilakukan
oleh Dunham (1962), hanya saja tidak terperinci. Dunham
hanya memakainya sebagai dasar pengklasifikasiannya saja
antara batugamping yang tidak terikat (packstone, wackstone,
mudstone, grainstone) dan terikat (boundstone) ditegaskan.
Sedangkan Embry dan Klovan (1971) membagi lagi
boundstone menjadi tiga kelompok yaitu framestone,
bindstone, dan bafflestone, berdasarkan atas komponen utama
terumbu yang berfungsi sebagai perangkap sedimen. Selain itu
juga ditambahkan nama kelompok batuan yang mengandung
komponen berukuran lebih besar dari 2 cm > 10%. Nama
yang mereka berikan adalah rudstone untuk component-
supported dan floatstone untuk matrix-supported.

Gambar IV.18 Klasifikasi batugamping menurut Embry


dan Klovan (1971).

[ Geologi Dasar − 74 ]
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mendeskripsi batugamping
antara lain:
1. Nama Batuan, disesuaikan dengan klasifikasi yang
digunakan;
2. Warna, deskripsikan warna segar dan warna lapuknya.;
3. Feature, dari lapangan tentukan apakah batugamping berlapis
atau terumbu;
4. Dominasi, deskripsikan didominasi oleh skletal atau Non
skeletal;
5. Organisme, deskripsikan organisme dari batuan per kelas,
(Gastropoda, Alga, Coral, Bivalve, Foram);
6. Tekstur, penentuan tekstur mengunakan klasifikasi Folk,
Dunham, Embry & Klovan, atau secara konvensional;
7. Struktur, kenali struktur yang terdapat pada batugamping
tersebut.

IV.3. Batuan Metamorf


IV.3.1. Pengertian
Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk dari proses
rekristalisasi di dalam kerak bumi yang secara keseluruhan atau
sebagian besar terjadi dalam keadaan yang padat, yakni tanpa
melalui fase cair, sehingga terbentuk steruktur dan mineralogi baru
akibat pengaruh temperatur (T) dan tekanan (P) yang tinggi.
Batuan metamorf merupakan batuan yang berasal batuan induk,
bisa batuan beku, batuan sedimen, maupun batuan metamorf
sendiri yang mengalami metamorfosa. Menurut Winkler (1967),
metamorfosisme adalah proses yang mengubah mineral suatu
batuan pada fase padat karena pengaruh atau respon terhadap
kondisi fisika dan kimia didalam kerak bumi, dimana kondisi
kimia dan fisika tersebut berada dengan kondisi sebelumnya.
Proses-proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesa.
Berdasarkan tingkat malihannya, batuan metamorf dibagi menjadi
dua yaitu:

[ Geologi Dasar − 75 ]
1. Metamorfisme tingkat rendah (low-grade metamorphism);
2. Metamorfisme tingkat tinggi (high-grade metamorphism).
Pada batuan metamorf tingkat rendah jejak kenampakan batuan
asal masih bisa diamati dan penamaannya menggunakan awalan
meta (-sedimen, -beku), sedangkan pada batuan metamorf tingkat
tinggi jejak batuan asal sudah tidak nampak, malihan tertinggi
membentuk migmatit (batuan yang sebagian bertekstur malihan
dan sebagian lagi bertekstur beku atau igneous).

Gambar IV.18 Memperlihatkan batuan asal yang mengalami


metamorfisme tingkat rendah – medium dan tingkat
tinggi (O‟Dunn dan Sill, 1986).

IV.3.2. Struktur
Adalah kenampakan batuan yang berdasarkan ukuran, bentuk atau
orientasi unit poligranular batuan tersebut. Secara umum struktur
batuan metamorf dapat dibedakan menjadi struktur foliasi dan
nonfoliasi. Struktur foliasi ditunjukkan oleh adanya penjajaran
mineral-mineral penyusun batuan metamorf, sedang struktur non
foliasi tidak memperlihatkan adanya penjajaran mineral-mineral
penyusun batuan metamorf.
1. Struktur Foliasi
Merupakan kenampakan struktur planar pada suatu massa.
Foliasi ini dapat terjadi karena adnya penjajaran mineral-
mineral menjadi lapisan-lapisan (gneissoty), orientasi butiran
(schistosity), permukaan belahan planar (cleavage) atau

[ Geologi Dasar − 76 ]
kombinasi dari ketiga hal tersebut. Struktur foliasi antara lain:
 Slaty Cleavage. Umumnya ditemukan pada batuan
metamorf berbutir sangat halus (mikrokristalin) yang
dicirikan oleh adanya bidang-bidang belah planar yang
sangat rapat, teratur dan sejajar. Batuannya disebut slate
(batusabak).

Gambar IV.19 Struktur Slaty Cleavage dan batusabak.

 Phyllitic. Stuktur ini hampir sama dengan struktur slaty


cleavage tetapi terlihat rekristalisasi yang lebih besar dan
mulai terlihat pemisahan mineral pipih dengan mineral
granular. Batuannya disebut phyllite (filit).

Gambar IV.20 Struktur Phyllitic dan filit.

 Schistosic. Terbentuk adanya susunan parallel mineral-


mineral pipih, prismatic atau lentikular (umumnya mika
atau klorit) yang berukuran butir sedang sampai kasar.
Batuannya disebut (sekis).

[ Geologi Dasar − 77 ]
Gambar IV.21 Struktur Schistosic dan sekis.

 Gneissic/Gnissose. Terbentuk oleh adanya perselingan.,


lapisan penjajaran mineral yang mempunyai bentuk
berbeda, umumnya antara mineral-mineral granuler
(feldspar dan kuarsa) dengan mineral-mineral tabular atau
prismatic (mineral ferromagnesium). Penjajaran mineral ini
umumnya tidak menerus melainkan terputus- putus.
Batuannya disebut gneiss.

Gambar IV.22 Struktur Gneissic dan gneiss.

2. Struktur Non Foliasi


Terbentuk oleh mineral-mineral equidimensional dan
umumnya terdiri dari butiran- butiran (granular). Struktur
nonfoliasi yang umum dijumpai antara lain :
 Hornfelsic/granulose. Terbentuk oleh mozaik mineral-
mineral equidimensional dan equigranular dan umumnya
berbentuk polygonal. Batuannya disebut hornfels
(batutanduk).
[ Geologi Dasar − 78 ]
Gambar IV.23 Struktur Granulose dan batutanduk (hornfels).

 Kataklastik. Berbentuk oleh pecahan/fragmen batuan atau


mineral berukuran kasar dan umumnya membentuk
kenampakan breksiasi. Struktur kataklastik ini terjadi
akibat metamorfosa kataklastik. Batuannya disebut
cataclasite (kataklasit).

Gambar IV.24 Breksi sesar (batuan metamorf cataclasite), contoh


specimen dari Liguria – Italia (kanan) dan Otago –
Selandia Baru (https://www.mindat.org/min-
48673.html).

 Milonitic. Dihasilkan oleh adanya penggerusan mekanik


pada metamorfosa kataklastik. Ciri struktur ini adalah
mineralnya berbutir halus, menunjukkan kenampakan
goresan- goresan searah dan belum terjadi rekristalisasi
mineral-mineral primer. Batuannya disebut mylonite
(milonit).

[ Geologi Dasar − 79 ]
Gambar IV.25 Struktur Milonitic dan batuan milonit.

 Phylonitic. Mempunyai kenampakan yang sama dengan


struktur milonitik tetapi umumnya telah terjadi
rekristalisasi. Ciri lainnya adalah kenampakan kilap sutera
pada batuan yang mempunyai struktur ini. Batuannya
disebut phyllonite (filonit).

Gambar IV.26 Struktur Phylonitic (gambaran sayatan tipis),


terbentuk pada Granit Stakevtzi yang mengalami
deformasi (Machev dkk., 2015).

IV.3.3. Tekstur
Merupakan kenampakan batuan yang berdasarkan pada ukuran,
bentuk dan orientasi butir mineral dan individual penyusun batuan
metamorf. Penamaan tekstur batuan metamorf umumnya
menggunakan awalan blasto atau akhiran blastik yang
ditambahkan pada istilah dasarnya. Tekstur batuan metamorf yang
dicirikan dengan tekstur batuan asal sudah tidak kelihatan lagi atau
memperlihatkan kenampakan yang sama sekali baru. Dalam

[ Geologi Dasar − 80 ]
penamaannya menggunakan akhiran kata –blastik. Berbagai
kenampakan tekstur batuan metamorf dapat dilihat pada Gambar
IV.27. Tekstur batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur sisa
dari batuan asal masih bisa diamati. Dalam penamaannya
menggunakan awalan kata –blasto.

Gambar IV.27 Tekstur batuan metamorf (Compton, 1985). A.


Tekstur Granoblastik, sebagian menunjukkan tekstur
mosaik; B. Tekstur Granoblatik berbutir iregular,
dengan poikiloblast di kiri atas; C. Tekstur Skistose
dengan porpiroblast euhedral; D. Skistosity dengan
domain granoblastik lentikuler; E. Tekstur
Semiskistose dengan meta batupasir di dalam matrik
mika halus; F. Tekstur Semiskistose dengan klorit dan
aktinolit di dalam masa dasar blastoporfiritik
metabasal; G. Granit milonit di dalam proto milonit;
H. Ortomilonit di dalam ultramilonit; I. Tekstur
Granoblastik di dalam blastomilonit.

[ Geologi Dasar − 81 ]
Pertumbuhan dari mineral-mineral baru atau rekristalisasi dari
mineral yang ada sebelumnya sebagai akibat perubahan tekanan
dan atau temperatur menghasilkan pembentukan kristal lain yang
baik, sedang atau perkembangan sisi muka yang jelek; kristal ini
dinamakan idioblastik, hypidioblastik, atau xenoblastik. Secara
umum batuan metamorf disusun oleh mineral-mineral tertentu,
namun secara khusus mineral penyusun batuan metamorf
dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) mineral stress dan (2)
mineral anti stress. Mineral stress adalah mineral yang stabil dalam
kondisi tekanan, dapat berbentuk pipih/tabular, prismatik dan
tumbuh tegak lurus terhadap arah gaya/stress meliputi: mika,
tremolit-aktinolit, hornblende, serpentin, silimanit, kianit, seolit,
glaukopan, klorit, epidot, staurolit dan antolit. Sedang mineral anti
stress adalah mineral yang terbentuk dalam kondisi tekanan,
biasanya berbentuk equidimensional, meliputi: kuarsa, felspar,
garnet, kalsit dan kordierit.

IV.3.3.1. Tekstur Berdasarkan Ketahanan Terhadap Proses


Metamorfosa
Berdasarkan ketahanan terhadap proses metamorfosa ini tekstur
batuan metamorf dapat dibedakan menjadi :
1. Relict/Palimset/Sisa. Merupakan tekstur batuan metamorf
yang masih menunjukkan sisa tekstur batuan asalnya atau
tekstur batuan asalnya nasih tampak pada batuan metamorf
tersebut.
2. Kristaloblastik. Merupakan tekstur batuan metamorf yang
terbentuk oleh sebab proses metamorfosa itu sendiri. Batuan
dengan tekstur ini sudah mengalami rekristalisasi sehingga
tekstur asalnya tidak tampak. Penamaannya menggunakan
akhiran blastik.

IV.3.3.2. Tekstur Berdasarkan Ukuran Butir


Berdasarkan butirnya tekstur batuan metamorf dapat dibedakan
menjadi:

[ Geologi Dasar − 82 ]
1. Fanerit bila butiran kristal masih dapat dilihat dengan mata;
2. Afanitit bila ukuran butir kristal tidak dapat dilihat dengan
mata.

IV.3.3.3. Tekstur Berdasarkan Bentuk Individu Kristal


Bentuk individu kristal pada batuan metamorf dapat dibedakan
menjadi:
• Euhedral, bila kristal dibatasi oleh bidang permukaan bidang
kristal itu sendiri.
• Subhedral, bila kristal dibatasi oleh sebagian bidang
permukaannya sendiri dan sebagian oleh bidang permukaan
kristal di sekitarnya.
• Anhedral, bila kristal dibatasi seluruhnya oleh bidang
permukaan kristal lain di sekitarnya.
Berdasarkan bentuk kristal tersebut maka tekstur batuan metamorf
dapat dibedakan menjadi:
 Idioblastik, apabila mineralnya dibatasi oleh kristal berbentuk
euhedral;
 Xenoblastik/Hypidioblastik, apabila mineralnya dibatasi oleh
kristal berbentuk anhedral.

IV.3.3.4. Tekstur Berdasarkan Bentuk Mineral


Berdasarkan bentuk mineralnya tekstur batuan metamorf dapat
dibedakan menjadi:
 Lepidoblastik, apabila mineralnya penyusunnya berbentuk
tabular.
 Nematoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk
prismatik.
 Granoblastik, apabila mineral penyusunnya berbentuk
granular, equidimensional, batas mineralnya bersifat sutured
(tidak teratur) dan umumnya kristalnya berbentuk anhedral.
Selain tekstur yang diatas terdapat beberapa tekstur khusus lainnya
diantaranya adalah sebagai berikut :
 Porfiroblastik, apabila terdapat mineral yang ukurannya lebih

[ Geologi Dasar − 83 ]
besar tersebut sering disebut porphyroblasts.
 Poikloblastik/Sieve texture, tekstur porfiroblastik dengan
porphyroblasts tampak melingkupi beberapa kristal yang lebih
kecil.
 Mortar teksture, apabila fragmen mineral yang lebih besar
terdapat pada massa dasar material yang barasal dari kristal
yang sama yang terkena pemecahan (crushing).
 Decussate texture yaitu tekstur kristaloblastik batuan
polimeneralik yang tidak menunjukkan keteraturan orientasi.
 Saccaroidal Texture yaitu tekstur yang kenampakannya
seperti gula pasir.
 Batuan mineral yang hanya terdiri dari satu tekstur saja, sering
disebut berstektur homeoblastik.

Gambar IV.28 Contoh tekstur


pada batuan metamorf pada
jenis metamorfisme kontak
(Spry, 1969).

IV.3.4. Penamaan Dan Klasifikasi Batuan Metamorf


Kebanyakan penamaan batuan metamorf didasarkan pada
kenampakkan struktur dan teksturnya dan beberapa nama batuan
juga didasarkan jenis penyusun utamanya atau dapat pula
dinamakan berdasrkan fasies metamorfiknya. Selain batuan yang
penamaannya berdasarkan struktur, batuan metamorf yang lainnya
yang banyak dikenal antara lain:

[ Geologi Dasar − 84 ]
• Amphibolit yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang
sampai kasar dan mineral utama penyusunnya adalah amfibol
(hornblende) dan plagioklas. Batuan ini dapat menunjukkan
schystosity bila mineral prismatiknya terorientasi.
• Eclogit yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang
sampai kasar dan mineral pewnyusun utamanya adalah
piroksen ompasit (diopsid kaya sodium dan aluminium) dan
garnet kaya pyrope.
• Granulit, yaitu tekstur batuan metamorf dengan tekstur
granoblastik yang tersusun oleh mineral utama kuarsa dan
feldspar serta sedikit piroksen dan garnet. Kuarsa dan garnet
yang pipih kadang dapat menunjukkan struktur gneissic.
• Serpentinit, yaitu batuan metamorf dengan komposisi
mineralnya hampir semuanya berupa mineral kelompok
serpentin.
• Marmer, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineral
karbonat (kalsit atau dolomit) dan umumnya berstektur
granoblastik.
• Skarn, yaitu marmer yangg tidak murni karena mengandung
mineral calc-silikat seperti garnet, epidot.
• Kuarsit, batuan metamorf yang mengandung lebih dari 80%
kuarsa.
• Soapstone, batuan metamorf dengan komposisi mineral utama
talk.
• Rodingit, batuan metamorf dengan komposisi calc-silikat yang
terjadi akibat alterasi metasomatic batuan beku ultrabasa yang
mengalami serpentinisasi.

Berdasarkan pengaruh pembentukannya batuan metamorf dibagi


menjadi 3, yaitu:
1. Metamorfisme kontak/thermal, batuan metamorf yang
terbentuk karena pengaruh suhu yang tinggi, misalnya
metamorfisme kontak terjadi pada zona kontak atau sentuhan
langsung dengan tubuh magma (intrusi) lebarnya antara 2–3
km. contoh batuannya hornfels.
[ Geologi Dasar − 85 ]
2. Metomorfisme dinamik, terjadi akibat adanya tekanan yang
tinggi, misalnya metamorfisme diinamik terjadi pada daerah
sesar besar/ utama yaitu pada lokasi dimana masa batuan
tersebut mengalami penggerusan.
3. Metamorfisme regional, dimana batuan metamorf ini
mendapat pengaruh dari suhu dan tekanan yang tinggi,
biasanya metamorf jenis ini terdapat pada daerah dengan zona
subduksi.

Facies merupakan suatu pengelompokkan mineral-mineral


metamorfik berdasarkan tekanan dan temperatur dalam
pembentukannya pada batuan metamorf. Dalam hubungannya,
tekstur dan struktur batuan metamorf sangat dipengaruhi oleh
tekanan dan temperatur dalam proses metamorfisme. Dan dalam
facies metamorfisme, tekanan dan temperatur merupakan faktor
dominan, dimana semakin tinggi derajat metamorfisme (facies
berkembang), struktur akan semakin berfoliasi dan mineral-
mineral metamorfik akan semakin tampak kasar dan besar.

Gambar IV.29 Fasies batuan metamorf dalam hubungannya dengan


temperatur, tekanan, dan kedalaman. (Norman fry,
1985).

[ Geologi Dasar − 86 ]
Tabel IV.10 Klasifikasi batuan metamorf berdasarkan struktur,
tekstur, serta batuan asal (https://geo.libretexts.org)

[ Geologi Dasar − 87 ]
[ Geologi Dasar − 88 ]
e

V.1. Kristal
Kristal adalah suatu padatan yang atom, molekul, atau ion
penyusunnya terkemas secara teratur dan polanya berulang
melebar secara tiga dimensi. Secara umum, zat cair membentuk
kristal ketika mengalami proses pemadatan. Pada kondisi ideal,
hasilnya bisa berupa kristal tunggal, yang semua atom-atom dalam
padatannya "terpasang" pada kisi atau struktur kristal yang sama,
tapi, secara umum, kebanyakan kristal terbentuk secara simultan
sehingga menghasilkan padatan polikristalin. Misalnya,
kebanyakan logam yang kita temui sehari-hari merupakan
polikristal. Dalam the dictionarry of geology (Berry, 1983), kristal
adalah bahan padat yang secara kimia homogen dengan bentuk
geometri tetap, sebagai gambaran dari susunan atom yang teratur,
dibatasi oleh bidang banyak (polyhedron), dengan jumlah dan
kedudukan bidang-bidang kristalnya tertentu dan teratur. Mineral
memiliki sifat selalu kristalin, karena mineral memiliki bentuk
tertentu. Struktur kristal mana yang akan terbentuk dari suatu
cairan tergantung pada kimia cairannya sendiri, kondisi ketika
terjadi pemadatan, dan tekanan ambien. Proses terbentuknya
struktur kristalin dikenal sebagai kristalisasi.

Meski proses pendinginan sering menghasilkan bahan kristalin,


dalam keadaan tertentu cairannya bisa membeku dalam bentuk
non-kristalin. Dalam banyak kasus, ini terjadi karena pendinginan
yang terlalu cepat sehingga atom-atomnya tidak dapat mencapai
lokasi kisinya. Suatu bahan non-kristalin biasa disebut bahan
amorf atau seperti gelas. Terkadang bahan seperti ini juga disebut
sebagai padatan amorf, meskipun ada perbedaan jelas antara

[ Geologi Dasar − 89 ]
padatan dan gelas. Proses pembentukan gelas tidak melepaskan
kalor lebur jenis (Bahasa Inggris: latent heat of fusion). Karena
alasan ini banyak ilmuwan yang menganggap bahan gelas sebagai
cairan, bukan padatan. Topik ini kontroversial, silakan lihat gelas
untuk pembahasan lebih lanjut. Meskipun istilah "kristal" memiliki
makna yang sudah ditentukan dalam ilmu material dan fisika zat
padat, dalam kehidupan sehari-hari "kristal" merujuk pada benda
padat yang menunjukkan bentuk geometri tertentu, dan kerap kali
sedap di mata. Berbagai bentuk kristal tersebut dapat ditemukan di
alam. Bentuk-bentuk kristal ini bergantung pada jenis ikatan
molekuler antara atom-atom untuk menentukan strukturnya, dan
juga keadaan terciptanya kristal tersebut. Bunga salju, intan, dan
garam dapur adalah contoh- contoh kristal.

Beberapa material kristalin mungkin menunjukkan sifat-sifat


elektrik khas, seperti efek feroelektrik atau efek piezoelektrik.
Kelakuan cahaya dalam kristal dijelaskan dalam optika kristal.
Dalam struktur dielektrik periodik serangkaian sifat-sifat optis
unik dapat ditemukan seperti yang dijelaskan dalam kristal fotonik.
Kristalografi adalah ilmu yang mempelajari tentang Kristal.
Sedangkan Kristal itu sendiri adalah suatu padatan yang atom,
molekul, atau ion penyusunnya terkemas secara teratur dan
polanya berulang melebar secara tiga dimensi. Dalam mempelajari
kristalografi kita mengenal ada 7 macam sistem, antara lain:

1. Sistem Isometrik/Reguler/Kubus
Sistem ini juga disebut sistem kristal regular, atau dikenal pula
dengan sistem kristal kubus atau kubik. Jumlah sumbu
kristalnya ada 3 dan saling tegak lurus satu dengan yang
lainnya. Dengan perbandingan panjang yang sama untuk
masing-masing sumbunya. Perbandingan sumbu a = b = c,
yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama
dengan sumbu c.Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal
ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚

[ Geologi Dasar − 90 ]
terhadap sumbu bˉ. Di dalam penggambarannya, sistem kristal
isometrik harus digambarkan dengan perbandingan sumbu a1,
a2 dan a3 = 1: 3: 3. Artinya, pada sumbu a1 ditarik garis
dengan nilai 1, pada sumbu a2 ditarik garis dengan nilai 3, dan
sumbu a3 juga ditarik garis dengan nilai 3 (nilai bukan
patokan, hanya perbandingan). Sudut antara sumbu a1 dengan
a2 (α) digambarkan pada 150o, sudut antara a2 dengan a3 (β)
digambarkan 90o, sudut antara -a3 dengan a1 (γ) digambarkan
120o, dan sudut antara a1 dengan -a2 digambarkan 30o.
Beberapa contoh mineral dengan system kristal Isometrik ini
adalah emas, pirit (H2S), galena, halite, Fluorite (Pellant,
1992).

Gambar V.1 Bentuk-bentuk kristal pada sistem isometris dan


cara penggambarannya (Mulyaningsih, 2018).

2. Sistem Tetragonal
Sama dengan sistem Isometrik, sistem kristal ini mempunyai 3
sumbu kristal yang masing-masing saling tegak lurus. Sumbu
a dan b mempunyai satuan panjang sama. Sedangkan sumbu c
berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek. Tapi pada
umumnya lebih Panjang (perbandingan sumbu) a = b ≠ c ,
yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak

[ Geologi Dasar − 91 ]
sama dengan sumbu c. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ =
30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki
nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ. Contoh mineral yang memiliki
bentuk kristal tetragonal adalah kalkopirit (atau tembaga-besi
sulfida), anatase, zirkon, leusit, rutil, krisobalit, wulfenit,
skapolit, kasiterit, stannit, dan cahnit.

Gambar V.2 Bentuk kristal dan penggambaran sistem kristal tetragonal


(Mulyaningsih, 2018).

3. Sistem Orthorhombik
Sistem ini disebut juga sistem Rhombis dan mempunyai 3
sumbu simetri kristal yang saling tegak lurus satu dengan yang
lainnya. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang
berbeda.Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Orthorhombik
memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c.Pada
penggambaran, sistem Orthorhombik memiliki perbandingan
sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang
akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada
sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini
menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚
terhadap sumbu bˉ.

[ Geologi Dasar − 92 ]
Beberapa contoh mineral denga sistem kristal Orthorhombik
ini adalah stibnite, chrysoberyl, aragonite dan witherite
(Pellant, 1992).

Gambar V.3 Bentuk kristal dan penggambaran sistem kristal


orthorhombik (Mulyaningsih, 2018).

4. Sistem Monoklin
Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring
dari tiga sumbu yang dimilikinya. Sumbu a tegak lurus
terhadap sumbu n; n tegak lurus terhadap sumbu c, tetapi
sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu
tersebut mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya
sumbu c yang paling panjang dan sumbu b paling pendekPada
penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal,
sistem kristal Monoklin memiliki perbandingan sumbu a : b :
c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi
ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan
sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa
antara sumbu a+ memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ.
Beberapa contoh mineral dengan Sistem Kristal Monoklin ini
adalah azurite, malachite, colemanite, gypsum, dan epidot
(Pellant, 1992).

[ Geologi Dasar − 93 ]
Gambar V.4 Bentuk kristal dan penggambaran sistem kristal monoklin
(Mulyaningsih, 2018).

5. Sistem Triklin
Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang
lainnya tidak saling tegak lurus. Demikian juga panjang
masing-masing sumbu tidak sama.Pada penggambaran dengan
menggunakan proyeksi orthogonal, Triklin memiliki
perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada
patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-
sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ =
45˚ ; bˉ^c+= 80˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+
memiliki nilai 45˚ terhadap sumbu bˉ dan bˉ membentuk sudut
80˚ terhadap c+. Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal
Triklin ini adalah albite, anorthite, labradorite,
kaolinite,microcline dan anortoclase (Pellant, 1992).

[ Geologi Dasar − 94 ]
Gambar V.5 Bentuk kristal dan penggambaran sistem kristal triklin
(Mulyaningsih, 2018).

6. Sistem Hexagonal
Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak
lurus terhadap ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d
masing-masing membentuk sudut 120˚ terhadap satu sama
lain. Sambu a, b, dan d memiliki panjang sama. Sedangkan
panjang c berbeda, dapat lebih panjang atau lebih pendek
(umumnya lebih panjang). Pada kondisi sebenarnya, sistem
kristal Hexagonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu)
a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan
sumbu b dan sama dengan sumbu d.Pada penggambaran
dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Hexagonal
memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya,
pada sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b
ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan
nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut
antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan
bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ
dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Hexagonal ini
adalah quartz, corundum, hematite, calcite, dolomite, apatite
(Mondadori, 1977).

[ Geologi Dasar − 95 ]
Gambar V.6 Bentuk kristal dan penggambaran sistem kristal hexagonal

7. Sistem Trigonal
Trigonal memiliki 4 titik perpotongan sumbu, dengan 4 sumbu
kristal, sumbu-sumbu yang menghubungkan bidang-bidang
vertikal disebut sebagai a1, a2 dan a3, terletak secara
horizonal; masing-masing memiliki panjang dan sudut yang
sama. Sumbu panjangnya bersusunan secara vertikal kita
sebut sebagai sumbu c. Perpotongan simetri antara sumbu a1,
a2 dan a3 membentuk sudut 120o, sedangkan perpotongan
antara sumbu horizontal dengan sumbu vertikalnya
membentuk sudut 90o (tegak lurus). Turunan sistem kristal
trigonal bahkan termasuk ke dalam sistem kristal hexagonal.
Dalam penggambarannya, sistem kristal trigonal harus
digambarkan dengan perbandingan sumbu a1:a2:a3:c adalah
1,5 : 1,5 : 2 : 3. Artinya, pada sumbu a1=a2 ditarik garis
dengan nilai 1,5, pada sumbu a3 ditarik garis dengan nilai 2,
dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 3 (nilai bukan patokan,
hanya perbandingan). Sudut antara a1 dengan -a3 = 15o, sudut
antara a2 dengan a3 = 15o, sudut antara sumbu a3 dengan c =
90o, sudut antara c dengan a1 dan c dengan a2 = 105o. Contoh
mineral dengan sistem kristal trigonal adalah tourmaline dan
cinnabar (Mondadori, 1977).

[ Geologi Dasar − 96 ]
Gambar V.7 Bentuk kristal dan penggambaran sistem kristal trigonal

Gambar V.8 Bentuk Kristal isometrik.

[ Geologi Dasar − 97 ]
Gambar V.9 Bentuk Kristal non- isometrik.

[ Geologi Dasar − 98 ]
V.2. Mineral
Mineral adalah zat padat anorganik yang terbentuk secara alami
serta mempunyai sifat fisika tertentu dan komposisi kimia tertentu
dengan susunan atom dan struktur kristal yang teratur. Ilmu yang
mempelajari mineral lebih detail adalah mineralogi. Mineralogi
merupakan ilmu bumi yang berfokus pada sifat kimia, struktur
kristal, dan fisika (termasuk optik) dari mineral. Studi ini juga
mencakup proses pembentukan dan perubahan mineral,sifat-sifat
fisik, sifat-sifat kimia, keterdapatannya, cara terjadinya, dan
kegunaannya.

V.2.1. Sifat Fisik Mineral


Penentuan nama mineral dapat dilakukan dengan membandingkan
sifat-sifat fisik mineral antara mineral yang satu dengan mineral
yang lainnya. Sifat fisik suatu mineral ini sangat diperlukan di
dalam mendeterminasi atau mengenal mineral secara megaskopis
atau tanpa menggunakan mikroskop. Dengan cara ini seseorang
dapat mendeterminasi mineral lebih cepat dan biasanya langsung
di lapangan tempat di man sampel tersebut ditemukan. Sifat-sifat
mineral tersebut meliputi:
a. Warna (Color)
Warna adalah kesan mineral jika terkena cahaya. Bila suatu
permukaan mineral dikenai suatu cahaya, maka cahaya yang
mengenai permukaan mineral tersebut sebagian akan diserap dan
sebagian dipantulkan. Warna mineral dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu:
 Idiokromatik; Yaitu warna mineral yang selalu tetap. Umumnya
dijumpai pada mineral-mineral yang tidak tembus cahaya
(opak), seperti galena, magnetit,pirit, dan lain sebagainya.
 Alokromatik; Yaitu warna mineral yang tidak tetap, tergantung
dari material pengotornya. Umumnya terdapat pada mineral-
mineral yang tembus cahaya, seperti kuarsa, kalsit, dan lain
sebagainya.

[ Geologi Dasar − 99 ]
Tetapi ada pula warna yang ditentukan oleh kehadiran sekelompok
ion asing yang dapat memberikan warna tertantu pada mineral,
yang disebut dengan nama chomophores. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi warna antara lain:
1. Komposisi mineral
2. Struktur kristal dan ikatan ion
3. Pengotor dari mineral

b. Perawakan Kristal
Perawakan kristal adalah bentuk khas mineral di tentukan oleh
bidang yang membangunnya, termasuk bnetuk dan ukuran relative
bidang-bidang tersebut. Kita perlu mengenal perawakan yang
terdapat pada beberapa jenis mineral, walaupun perawakan kristal
bukan merupakan ciri tetap mineral. Contoh: mika selalu
menunjukan perawakan kristal yang mendaun (foliated),
amphibol, selalu menunjukan perawakan kristal meniang
(columnar) perawakan kristal di bedakan menjadi 3 golongan (R.
Peart, 1975):
1. Elongated habits (meniang/berserabut)
2. Fattened habits (lembaran tipis)
3. Rounded habits (membutir)

c. Kilap (luster)
Kilap adalah kesan mineral akibat pantulan cahaya yang dikenakan
padanya. Kilap dibedakan menjadi 2, yaitu kilap logam (metallic
luster) dan kilap bukan logam (non metallic luster). Kilap logam
memberikan kesan seperti logam bila terkena cahaya. Kilap ini
biasanya dijumpai pada mineral-mineral bijih, seperti emas,
galena, pirit, dan kalkopirit. Sedangkan kilap bukan logam tidak
memberikan kesan logam jika terkena cahaya. Selain itu, adapula
kilap sub-metalik (sub-metallic luster), yang terdapat pada
mineral-mineral yang mempunyai indeks bias antara 2,6-3. Kilap
bukan logam dapat dibedakan menjadi:
1. Kilap Kaca (Vitreous Luster); Memberikan kesan seperti kaca
atau gelas bila terkena cahaya. Contohnya: kalsit, kuarsa, dan
halit.

[ Geologi Dasar − 100 ]


2. Kilap Intan (adamantine Luster); Memberikan kesan
cemerlang seperti intan.
3. Kilap Sutera (Silky Luster); Memberikan kesan seperti
sutera.Umumnya terdapat pada mineral yang mempunyai
struktur serat. Seperti asbes, aktinolit, dan gipsum.
4. Kilap Lilin (Waxy Luster); Merupakan kilap mirip lilin yang
khas.
5. Kilap Mutiara (Pearly Luster); Memberikan kesan seperti
mutiara atau seperti bagian dalam dari kulit kerang. Kilap ini
ditimbulkan oleh mineral transparan yang berbentuk lembaran.
Contohnya talk, dolomit, muskovit, dan tremolit.
6. Kilap Lemak (Greasy Luster); Menyerupai lemak atau sabun.
Hal ini ditimbulkan oleh pengaruh tekanan udara dan alterasi.
Contohnya talk dan serpentin.
7. Kilap Tanah (Earthy Luster); Kenampakannya buram seperti
tanah. Misalnya kaolin, limonit, dan bentonit

d. Kekerasan (Hardness)
Kekerasan adalah ketahanan mineral terhadap suatu goresan.
Penentuan kekerasan relatif mineral ialah dengan jalan
menggoreskan permukaan mineral yang rata pada mineral standar
dari skala Mohs yang sudah diketahui kekerasannya, yang dimulai
dari skala 1 yang paling lunak hingga skala 10 untuk mineral yang
paling keras.

Misalnya suatu mineral digores dengan kalsit (H=3) namun tidak


tergores, tetapi dapat tergores oleh fluorite (H=4), maka mineral
tesebut mempunyai kekerasan antara 3 dan 4. Dapat pula
penentuan kekerasan mineral dengan memepergunakan alat-alat
yang sederhana misalnya:
 Kuku jari manusia H = 2,5
 Kawat tembaga H =3
 Pecahan kaca H = 5,5
 Pisau baja H = 5,5
 Kikir baja H = 6,5
 Lempeng baja H = 7

[ Geologi Dasar − 101 ]


Bila mana suatu mineral tidak tergores oleh kuku manusia tetapi
oleh kawat tembaga, maka mineral tersebut mempunyai kekerasan
antara 2,5 dan 3.

Tabel V.1 Tingkat Kekerasan Mineral (Skala Mohs)

[ Geologi Dasar − 102 ]


d. Gores (Streak)
Gores atau cerat adalah warna mineral dalam bentuk bubuk. Cerat
dapat sama atau berbeda dengan warna mineral. Umumnya warna
cerat tetap. Gores ini di pertanggungjawabkan karena stabil dan
penting untuk membedakan 2 mineral yang warnanya sama tetapi
goresnya berbeda. Gores ini di peroleh dengan cara mengoreskan
mineral pada permukaan keeping porselin, tetapi apabila mineral
mempunyai kekerasan lebih dari 6, maka dapat di cari mineral
yang berwarna terang biasanya mempunyai gores berwarna putih.
Mineral bukan logam dan berwarna gelap akan memberikan gores
yang lebih terang dari pada warna mineralnya sendiri. Mineral
yang mempunyai kilap metallic kadang-kadang mempunyai warna
gpres yang lebih gelap dari warna mineralnya sendiri contoh :
Pyrite (H2S) berwarna emas metallic dan warna ceratnya hitam.
Ada beberapa mineral warna dan gores sering menunjukan warna
yang sama yaitu Emas (Au).

d. Belahan (Cleavage)
Belahan adalah kenampakan mineral berdasarkan kemampuannya
membelah melaluibidang-bidang belahan yang rata dan licin.
Bidang belahanumumnya sejajar dengan bidang tertentu dari
mineral tersebut.Belahan dapat di bedakan menjadi:
1. Sempurna (perfect)
Yaitu apabila mineral mudah terbelah melalui arah belahannya
yang merupakan bidang yang rata dan sukar pecah selain
melalui bidang belahannya.

[ Geologi Dasar − 103 ]


2. Baik (good)
Yaitu apabila mineral muidah terbelah melalui bidang
belahannya yang rata, tetapi dapat juga terbelah tidak melalui
bidang belahannya.
3. Jelas (distinct)
Yaitu apabila bidang belahan mineral dapat terlihat jelas, tetapi
mineral tersebut sukar membelah melalui bidang belahannya
dan tidak rata.
4. Tidak jelas (indistinct)
Yaitu apabila arah belahannya masih terlihat, tetapi
kemungkinan untuk membentuk belahan dan pecahan sama
besar
5. Tidak sempurna (imperfect)
Yaitu apabila mineral sudah tidak terlihat arah belahannya, dan
mineral akan pecah dengan permukaan yang tidak rata.

e. Pecahan (Fracture)
Pecahan adalah kemampuan mineral untuk pecah melalui bidang
yangtidak rata dan tidak teratur. Pecahan dapat dibedakan menjadi:
1. Pecahan konkoidal (Choncoidal): Pecahan yang
memperlihatkan gelombang yang melengkung di permukaan.
Bentuknya menyerupai pecahan botol atau kulit bawang.
2. Pecahan berserat/fibrus (Splintery): Pecahan mineral yang
menunjukkan kenampakanseperti serat, contohnya asbes, augit;
3. Pecahan tidak rata (Uneven): Pecahan mineral yang
memperlihatkanpermukaan bidang pecahnya tidak teratur dan
kasar, misalnya pada garnet;
4. Pecahan rata (Even): pecahan mineral yang permukaannya rata
dan cukup halus. Contohnya minerallempung.
5. Pecahan Runcing (Hacly): Pecahan mineral yang
permukaannya tidak teratur, kasar,dan ujungnya runcing-
runcing. Contohnya mineral kelompok logam murni.
6. Pecahan tanah (Earthy), bila kenampakannya seperti tanah,
contohnya mineral lempung.

[ Geologi Dasar − 104 ]


d. Daya Tahan Terhadap Pukulan (Tenacity)
Tenacity adalah suatu reksi atau daya tahan mineral terhadap
gaya yang mengenainya, seperti penekanan, pemecahan,
pembengkokan, pematahan, pemukulan, penghancuran, dan
pemotongan. Tenacity dapat dibagi menjadi:
1. Brittle (Rapuh); apabila mineral mudah hancur menjadi tepung
halus.
2. Sectile (Dapat Diiris); apabila mineral mudah dipotong dengan
pisau dengan tidak berkurang menjadi tepung.
3. Ductile (Dapat Dipintal); dapat ditarik dan diulur seperti kawat.
Bila ditarik akan menjadi panjang, dan apabila dilepaskan akan
kembali seperti semula.
4. Malleable (Dapat Ditempa); apabila mineral ditempa dengan
palu akan menjadi pipih.
5. Elastis (Lentur); dapat merenggang bila ditarik, dan akan
kembali seperti semula bila dilepaskan.
6. Flexible; apabila mineral dapat dilengkungkan kemana-mana
dengan mudah

e. Berat Jenis (Specific Grafity)


Berat jenis adalah angka perbandingan antara berat suatu mineral
dibandingkan dengan berat air pada volume yang sama. Dalam
penentuan berat jenis dipergunakan alat-alat seperti: piknometer,
timbangan analitik, dan gelas ukur.

f. Sifat Kemagnetan
Sifat kemagnetan yang perlu dicatat dalam praktikum mineral fisik
adalah sifat dari mineral yang diselidiki, apakah paramagnetit
ataukah diamagnetit.
§ Paramagnetit (magnetit): yaitu mineral tersebut mempunyai
daya tarik terhadap magnet.
§ Diamagnetit (non-magnetit): yaitu mineral tersebut mempunyai
daya tolak terhadap magnet

g. Derajat Ketransparanan
Sifat Transparan dari suatu mineral tergantung pada kemampuan
mineral tersebut mentransmit sinar cahaya (berkas sinar). Sesuai

[ Geologi Dasar − 105 ]


dengan hal ini, variasi mineral dibedakan atas:
§ Opaque mineral; yaitu mineral-mineral yang tidak tembus
cahaya meskipun dalam bentuk lembaran tipis. Mineral-mineral
ini permukaannya mempunyai kilauan metalik dan
meninggalkan berkas hitam atau gelap.
§ Transparant mineral; yaitu mineral-mineral yang tembus
pandang seperti kaca.
§ Translucent mineral; yaitu mineral-mineral yang tembus cahaya
tapi tidak tembus pandang.
§ Mineral-mineral yang tidak tembus pandang dalam bentuk
pecahan-pecahan tetapi tembus cahaya pada lapisan yang tipis.

V.2.2. Komposisi Kimia Mineral


Mineral bisa dibedakan jenisnya berdasarkan komposisi kimia atau
formulanya. Jumlah mineral sangatlah banyak. Sebanyak 1/3 dari
jenis mineral termasuk silikat. Silikat merupakan unsur utama
pembentuk batuan. Jenis mineral ini mengandung Silikon (Si) serta
Oksigen (O). Kira-kira 90 persen kerak bumi mengandung silikat.
Contoh mineral silikat yaitu:

[ Geologi Dasar − 106 ]


Adapun selain silikat, mineral tergabung ke dalam 8 grup yaitu:

[ Geologi Dasar − 107 ]


[ Geologi Dasar − 108 ]
e

VI.1. Tenaga atau Gaya Endogen


Tenaga atau gaya endogen yaitu gaya yang berasal dari dalam
bumi. Hal ini meliputi epirogenesis, orogenesis, vulkanisme, dan
seisme.

VI.1.1 Epirogenesis
Epirogenesis adalah pergeseran lapisan kulit bumi secara
horizontal maupun vertical akibat pengangkatan dan penurunan
permukaan bumi yang terjadi relatif lambat, berlangsung dalam
waktu yang lama dan meliputi daerah yang luas
Berdasarkan arah geraknya, gerak epirogenesis dibagi dalam 2
macam, yaitu:
1. Epirogenesis Positif, yaitu gerak turunnya daratan sehingga
permukaan laut kelihatan naik. Penyebabnya adalah tambahan
beban. Misalnya adanya sedimen yang sangat tebal
2. Epirogenetik Negatif, yaitu gerak naiknya daratan.
Penyebabnya adalah pengurangan beban lapisan kerak bumi.

Gambar VI.1 Epirogenesis

[ Geologi Dasar − 109 ]


VI.1.2 Orogenesis
Orogenesis berasal dari Bahasa latin Oros yang berarti
pegunungan dan Gennao yang berarti pembentuk. Arti sederhana
dari gerak orogenesa adalah gerak pembentuk gunung. Adapun
orogenesis adalah proses terangkat dan terlipatnya jalur kerak
bumi oleh tenaga endogen sehingga terjadi struktur antiklin dan
sinklin. Proses ini terjadi pada daerah yang relatif sempit. Di
samping terlipat dan terangkat, batuan juga dapat tersesarkan atau
terpatah-patahkan serta retak-retak atau terkekarkan menghasilkan
struktur geologi barupa kekar (joint), sesar (fault), dan lipatan
(fold).

A. Kekar
Kekar adalah struktur retakan/rekahan terbentuk pada batuan
akibat suatu gaya yang bekerja pada batuan tersebut dan belum
mengalami pergeseran. Secara umum dicirikan oleh:
a. Pemotongan bidang perlapisan batuan;
b. Biasanya terisi mineral lain (mineralisasi) seperti kalsit, kuarsa
dan lain-lain;
c. Kenampakan breksiasi. Struktur kekar dapat dikelompokkan
berdasarkan sifat dan karakter retakan/rekahan serta arah gaya
yang bekerja pada batuan tersebut.

Perbedaan kekar dengan struktur retakan biasa adalah, kekar


terjadi dalam pola-pola yang teratur. Biasanya berupa garis lurus
yang arahnya tegak lurus vektor tegasan (stress). Terkadang
beberapa kekar saling berpotongan, membagi sebuah batuan besar
menjadi balok balok yang saling terpisah. Kekar terjadi pada
lingkungan geologi yang bertekanan rendah. Kekar memegang
peranan penting di geofisika, misalnya sebagai jalur migrasi
minyak bumi atau air tanah. Apabila kekar dilewati larutan
hidrotermal, maka mineral dapat mengendap di sana, membentuk
urat mineral. Selain itu, pemetaan kekar sangat penting dilakukan
sebelum membuat desain waduk. Kekar umumnya terdapat
sebagai rekahan tensional dan tidak ada gerak sejajar bidangnya.

Kekar membagi-bagi batuan yang tersingkap menjadi blok-blok


yang besarnya bergantung pada kerapatan kekarnya. Dan

[ Geologi Dasar − 110 ]


merupakan bentuk rekahan paling sederhana yang dijumpai pada
hampir semua batuan. Biasanya terdapat sebagai dua set rekahan,
yang perpotongannya membentuk sudut berkisar antara 45 sampai
90 derajat. Kekar mungkin berhubungan dengan sesar besar atau
oleh pengangkatan kerak yang luas, dapat tersebar sampai ribuan
meter persegi luasnya. Umumnya pada batuan yang getas.
Kebanyakan kekar merupakan hasil pembubungan kerak atau dari
kompresi atau tarikan (tension) berkaitan dengan sesar atau
lipatan.
Ada kekar tensional yang diakibatkan oleh pelepasan beban atau
pemuaian batuan. Kekar kolom pada batuan volkanik terbentuk
oleh tegasan yang terjadi ketika lava mendingin dan mengkerut.
Kekar merupakan jenis struktur batuan yang berbentuk bidang
pecah. Sifat dari bidang ini memisahkan batuan menjadi bagian-
bagian yang terpisah. Tetapi tidak mengalami perubahan
posisinya. Sehingga menjadi jalan atau rongga atau kesarangan
batuan yang dapat dilalui cairan dari luar beserta materi lain seperti
air, gas dan unsur-unsur lain yang menyertainya.

Klasifikasi kekar atau joint terdiri dari beberapa klasifikasi yaitu:


1. Berdasarkan Cara Terbentuknya:
 Srinkage Joint (Kekar Pengkerutan)

Gambar VI.2 Srinkage Joint

[ Geologi Dasar − 111 ]


Srinkage Joint adalah kekar yang disebabkan karena gaya
pengerutan yang timbul akibat pendinginan (kalau pada
batuan beku terlihat dalam bentuk kekar tiang/kolom) atau
akibat pengeringan (seperti pada batuan sedimen). Kekar ini
biasanya berbentuk polygonal yang memanjang.

 Kekar Lembar (Sheet Joint)

Gambar VI.3 Sheet Joint

Kekar lembar adalah sekumpulan kekar yang kira-kira sejajar


dengan permukaan tanah. Kekar seperti ini terjadi terutama
pada batuan beku. Sheet joint terbentuk akibat penghilangan
beban batuan yang tererosi. Penghilangan beban pada sheet
joint terjadi akibat:
a. Batuan beku belum benar-benar membeku secara
menyeluruh
b. Proses erosi yang dipecepat pada bagian atas batuan beku
c. Adanya peristiwa intrusi konkordan (sill) dangkal

2. Berdasarkan Bentuknya
 Kekar Sistematik: yaitu kekar dalam bentuk berpasangan,
arahnya sejajar satu dengan yang lainnya.
 Kekar Non Sistematik: yaitu kekar yang tidak teratur

[ Geologi Dasar − 112 ]


biasanya melengkung dapat saling bertemu atau bersilangan
di antara kekar lainnya atau tidak memotong kekar lainnya
dan berakhir pada bidang perlapisan.

Gambar VI.4 Systematic Joint

3. Kekar Berdasarkan Ganesanya


a. Kekar Kolom
Kekar Kolom umumnya terdapat pada batuan basalt, tetapi kadang
juga terdapat pada batuan beku jenis lainnya. Kolom-kolom ini
berkembang tegak lurus pada permukaan pendinginan, sehingga
pada sill atau aliran tersebut akan berdiri vertikal sedangkan pada
dike kurang lebih akan horizontal, dengan mengukur sumbu kekar
kolom kita dapat merekonstruksi bentuk dari bidang pendinginan
dan struktur batuan beku.

Gambar VI.5 Kekar Kolom

[ Geologi Dasar − 113 ]


b. Kekar Gerus
Kekar Gerus (Shear Joint), yaitu kekar yang terjadi akibat stress
yang cenderung mengelincirkan bidang satu sama lainnya yang
berdekatan. Ciri-ciri di lapangan:
a. Biasanya bidangnya licin.
b. Memotong seluruh batuan.
c. Memotong komponen batuan.
d. Biasanya ada gores garis.
e. Adanya joint set berpola belah ketupat

Gambar VI.6 Kekar Gerus

c. Kekar Lembar
Kekar lembar (sheet joint) adalah sekumpulan kekar yang kira-kira
sejajar dengan permukaan tanah, terutama pada batuan beku.
Terbentuknya kekar ini akibat penghilangan beban batuan yang
tererosi. Penghilangan beban pada kekar ini terjadi akibat:
 Batuan beku belum benar-benar membeku secara menyeluruh
 Tiba-tiba diatasnya terjadi erosi yang dipercepat
 Sering terjadi pada sebuah intrusi konkordan (sill) dangkal

d. Kekar Tarik
Kekar Tarik (Tensional Joint), yaitu kekar yang terbentuk dengan
arah tegak lurus dari gaya yang cenderung untuk memindahkan

[ Geologi Dasar − 114 ]


batuan (gaya tension). Hal ini terjadi akibat dari stress yang
cenderung untuk membelah dengan cara menekannya pada arah
yang berlawanan, dan akhirnya kedua dindingnya akan saling
menjauhi. Ciri-ciri di lapangan :
 Bidang kekar tidak rata.
 Selalu terbuka.
 Polanya sering tidak teratur, kalaupun teratur biasanya akan
berpola kotakkotak.
 Karena terbuka, maka dapat terisi mineral yang kemudian
disebut vein.

Gambar VI.7 Kekar Tarik

Kekar tarik dapat dibedakan atas:


 Tension Fracture, yaitu kekar tarik yang bidang rekahannya
searah dengan tegasan
 Release Fracture, yaitu kekar tarik yang terbentuk akibat
hilangnya atau pengurangan tekanan, orientasinya tegak lurus
terhadap gaya utama. Struktur ini biasanya disebut Stylolite.

e. Kekar Hybrid
Kekar Hibrid (Hybrid Joint) merupakan campuran dari kekar gerus

[ Geologi Dasar − 115 ]


dan kekar tarik dan pada umumnya rekahannya terisi oleh mineral
sekunder.

4. Berdasarkan Keaktifan Gaya yang membentuknya


 Kekar Orde Pertama
Kekar orde pertama adalah kekar yang dihasilkan langsung dari
gaya pembentuk kekar. Umumnya mempunyai bentuk dan pola
yang teratur dan ukurannya relative besar.
 Kekar Orde Kedua
Kekar orde kedua adalah kekar sebagai hasil pengaturan kembali
atau pengaruh gaya balik atau lanjutan untuk mencapai
kesetimbangan massa batuan

B. Sesar
Patahan atau sesar (fault) adalah satu bentuk rekahan pada lapisan
batuan bumi yang menyebabkan satu blok batuan bergerak relatif
terhadap blok yang lain. Pergerakan bisa relatif turun, relatif naik,
ataupun bergerak relatif mendatar terhadap blok yang lain.
Pergerakan yang tiba-tiba dari suatu patahan atau sesar bisa
mengakibatkan gempa bumi. Sesar (fault) merupakan bidang
rekahan atau zona rekahan pada batuan yang sudah mengalami
pergeseran (Williams, 2004). Sesar terjadi sepanjang retakan pada
kerak bumi yang terdapat slip diantara dua sisi yang terdapat sesar
tersebut (Williams, 2004). Beberapa istilah yang dipakai dalam
analisis sesar yaitu:
a. Jurus sesar (strike of fault) adalah arah garis perpotongan
bidang sesar dengan bidang horisontal dan biasanya diukur dari
arah utara.
b. Kemiringan sesar (dip of fault) adalah sudut yang dibentuk
antara bidang sesar dengan bidang horisontal, diukur tegak
lurus strike.\
c. Net slip adalah pergeseran relatif suatu titik yang semula
berimpit pada bidang sesar akibat adanya sesar.
d. Rake adalah sudut yang dibentuk oleh net slip dengan strike slip
(pergeseran horizontal searah jurus) pada bidang sesar.

[ Geologi Dasar − 116 ]


Gambar VI.8 Bagian-Bagian Sesar

Keterangan gambar tersebut adalah:


α = dip
β = rake of net slip
θ = hade = 90o – dip
ab = net slip
cb = ad = dip slip
ae = vertical slip = throw
de = horizontal slip = heave

Dalam penjelasan sesar, digunakan istilah hanging wall dan foot


wallsebagai penunjuk bagian blok badan sesar. Hanging wall
merupakan bagian tubuh batuan yang relative berada di atas
bidang sesar. Foot wall merupakan bagian batuan yang relatif
berada di bawah bidang sesar.

Gambar VI.9 Hanging wall dan foot wall

Ciri-ciri Sesar
Secara garis besar, sesar dibagi menjadi dua, yaitu sesar tampak
dan sesar buta (blind fault). Sesar yang tampak adalah sesar yang
mencapai permukaan bumi sedangkan sesar buta adalah sesar yang
terjadi di bawah permukaan bumi dan tertutupi oleh lapisan seperti

[ Geologi Dasar − 117 ]


lapisan deposisi sedimen. Pengenalan sesar di lapangan biasanya
cukup sulit. Beberapa kenampakan yang dapat digunakan sebagai
penunjuk adanya sesar antara lain:
a. Adanya struktur yang tidak menerus (lapisan terpotong dengan
tiba-tiba)
b. Adanya perulangan lapisan atau hilangnya lapisan batuan.
c. Kenampakan khas pada bidang sesar, seperti cermin sesar,
gores garis.

Gambar VI.10 Gores Garis (slickens slides)

d. Kenampakan khas pada zona sesar, seperti seretan (drag),


breksi sesar,horses, atau lices, milonit.

Gambar VI.10 Zona Sesar

e. Silisifikasi dan mineralisasi sepanjang zona sesar.


f. Perbedaan fasies sedimen.
g. petunjuk fisiografi, seperti gawir (scarp), scarplets (piedmont
scarp), triangular facet, dan terpotongnya bagian depan
rangkaian pegunungan struktural.

[ Geologi Dasar − 118 ]


h. Adanya boundins : lapisan batuan yang terpotong-potong akibat
sesar.

Gambar VI.11 Boundins

Klasifikasi Sesar
Klasifikasi sesar dapat dibedakan berdasarkan geometri dan
genesanya.
a. Klasifikasi geometris
1. Berdasarkan rake dari net slip.
 strike slip fault (rake=0º)
 diagonal slip fault (0 º < rake <90º)
 dip slip fault (rake=90º)
2. Berdasarkan kedudukan relatif bidang sesar terhadap bidang
perlapisan atau struktur regional
 strike fault (jurus sesar sejajar jurus lapisan)
 bedding fault (sesar sejajar lapisan)
 dip fault (jurus sesar tegak lurus jurus lapisan)
 oblique / diagonal fault (menyudut terhadap jurus lapisan)
 longitudinal fault (sejajar struktur regional)
 transversal fault (menyudut struktur regional)
3. Berdasarkan besar sudut bidang sesar
 high angle fault (lebih dari 45o)
 low angle fault (kurang dari 45o)
4. Berdasarkan pergerakan semu
 normal fault (sesar turun)
 reverse fault (sesar naik)

[ Geologi Dasar − 119 ]


5. Berdasarkan pola sesar
 paralel fault (sesar saling sejajar)
 en chelon fault (sesar saling overlap dan sejajar)
 peripheral fault (sesar melingkar dan konsentris)
 radial fault (sesar menyebar dari satu pusat)

Gambar VI.12 Klasifikasi Sesar

b. Klasifikasi genetis
Berdasarkan orientasi pola tegasan yang utama (Anderson,
1951) sesar dapat dibedakan menjadi:
 Sesar anjak (thrust fault) bila tegasan maksimum dan
menengah mendatar.
 Sesar normal bila tegasan utama vertikal.
 Strike slip fault atau wrench fault (high dip, transverse to
regional structure)

[ Geologi Dasar − 120 ]


Beberapa Jenis Sesar dan Penjelasannya
1. Sesar Normal / Sesar Turun (Extention Faulth)
Sesar normal dikenali juga sebagai sesar gravitasi, dengan gaya
gravitasi sebagai gaya utama yang menggerakannya. Ia juga
dikenali sebagai sesar ekstensi (Extention Faulth) sebab ia
memanjangkan perlapisan, atau menipis kerak bumi. Sesar normal
yang mempunyai salah yang menjadi datar di bagian dalam bumi
dikenali sebagai sesar listrik. Sesar listrik ini juga dikaitkan
dengan sesar tumbuh (growth fault), dengan pengendapan dan
pergerakan sesar berlaku serentak. Pada permukaan bumi, sesar
normal juga jarang sekali berlaku secara bersendirian, tetapi
bercabang. Cabang sesar yang turun searah dengan sesar utama
dikenali sebagai sesar sintetik, sementara sesar yang berlawanan
arah dikenali sebagai sesar antitetik. Kedua cabang sesar ini
bertemu dengan sesar utama di bagian dalam bumi. Sesar normal
sering dikaitkan dengan perlipatan. Misalnya, sesar di bagian
dalam bumi akan bertukar menjadi lipatan monoklin di
permukaan. Hanging wall relatif turun terhadap foot wall, bidang
sesarnya mempunyai kemiringan yang besar. Sesar ini biasanya
disebut juga sesar turun.

Gambar VI.12 Extention Faulth

Patahan atau sesar turun adalah satu bentuk rekahan pada lapisan
bumi yang menyebabkan satu blok batuan bergerak relatif turun
terhadap blok lainnya. Fault scarp adalah bidang miring imaginer
tadi atau dalam kenyataannya adalah permukaan dari bidang sesar.

[ Geologi Dasar − 121 ]


2. Sesar naik (reverse fault / contraction faulth)
Sesar naik (reverse fault) untuk sesar naik ini bagian hanging wall-
nya relative bergerak naik terhadap bagian foot wall. Salah satu ciri
sesar naik adalah sudut kemiringan dari sesar itu termasuk kecil,
berbeda dengn sesar turun yang punya sudut kemiringan bisa
mendekati vertical. Nampak lapisan batuan yang berwarna lebih
merah pada hanging wallberada pada posisi yang lebih atas dari
lapisan batuan yang sama pada foot wall. Ini menandakan lapisan
yang ada di hanging wall sudah bergerak relative naik terhadap
foot wall-nya.

Gambar VI.12 Reverse fault / contraction faulth

3. Sesar mendatar (Strike slip fault / Transcurent fault /


Wrench fault)
Sesar mendatar (Strike slip fault / Transcurent fault / Wrench
fault) adalah sesar yang pembentukannya dipengaruhi oleh tegasan
kompresi. Posisi tegasan utama pembentuk sesar ini adalah
horizontal, sama dengan posisi tegasan minimumnya sedangkan
posisi tegasan menengah adalah vertikal. Umumnya bidang sesar
mendatar digambarkan sebagai bidang vertikal, sehingga istilah
hanging wall danfoot wall tidak lazim digunakan di dalam sistem
sesar ini. Berdasarkan gerak relatifnya, sesar ini dibedakan
menjadi sinistral (mengiri) dan dekstral (menganan).

[ Geologi Dasar − 122 ]


Gambar VI.13 Strike slip fault / Transcurent fault / Wrench fault

[ Geologi Dasar − 123 ]


Gambar VI.14 Sesar Aktif dan Zona Subduksi di Indonesia

[ Geologi Dasar − 124 ]


C. Lipatan
Lipatan merupakan pencerminan dari suatu lengkungan yang
mekanismenya disebabkan dua proses, yaitu bending
(melengkung) dan bucking (melipat). Pada gejala bucking gaya
yang bekerja sejajar dengan bidang perlapisan, sedangkan pada
bending, gaya yang bekerja tegak lurus terhadap bidang
permukaan lapisan. (Hill, 1953).
Unsur lipatan
1. Plunge, sudut yang terbentuk oleh poros dengan horizontal
pada bidang vertikal.
2. Core, bagian dari suatu lipatan yang letaknya disekitar
sumbu lipatan.
3. Crest, daerah tertinggi dari suatu lipatan biasanya selalu
dijumpai pada antiklin
4. Pitch atau Rake, sudut antara garis poros dan horizontal
diukur pada bidang poros.
5. Depresion, daerah terendah dari puncak lipatan.
6. Culmination, daerah tertinggi dari puncak lipatan.
7. Enveloping Surface, gambaran permukaan (bidang
imajiner) yang melalui semua Hinge Line dari suatu lipatan.
8. Limb (sayap), bagian dari lipatan yang terletak Downdip
(sayap yang dimulai dari lengkungan maksimum antiklin
sampai hinge sinklin) atau updip (sayap yang dimulai dari
lengkungan maksimum sinklin sampai hinge antiklin).
Sayap lipatan dapat berupa bidang datar (planar),
melengkung (curve), atau bergelombang (wave).
9. Fore Limb, sayap yang curam pada lipatan yang simetri.
10. Back Limb, sayap yang landai.
11. Hinge Point, titik yang merupakan kelengkungan
maksimum pada suatu perlipatan.
12. Hinge Line, garis yang menghubungkan Hinge Point pada
suatu perlapisan yang sama.
13. Hinge Zone, daerah sekitar Hinge Point.
14. Crestal Line, disebut juga garis poros, yaitu garis khayal
yang menghubungkan titiktitik tertinggi pada setiap
permukaan lapisan pada sebuah antiklin.
15. Crestal Surface, disebut juga Crestal Plane, yaitu suatu
permukaan khayal dimana terletak didalamnya semua garis

[ Geologi Dasar − 125 ]


puncak dari suatu lipatan.
16. Trough, daerah terendah pada suatu lipatan, selalu dijumpai
pada sinklin
17. Trough Line, garis khayal yang menghubungkan titik-titik
terendah pada setiap permukaan lapisan pada sebuah sinklin
18. Trough Surface, bidang yang melewati Trough Line.
19. Axial Line, garis khayal yang menghubungkan titik-titik dari
lengkungan maksimum pada tiap permukaan lapisan dari
suatu struktur lapisan.
20. Axial Plane, bidang sumbu lipatan yang membagi sudut sama
besar antara sayap-sayap lipatannya.

Klasifikasi lipatan
a. Klasifikasi lipatan berdasarkan unsur geometri
Berdasarkan kedudukan Axial Plane, yaitu :
 Upright Fold atau Simetrical Fold (lipatan tegak atau lipatan
setangkup)
 Asimetrical Fold (lipatan tak setangkup atau lipatan tidak
simetris)
 Inclined Fold atau Over Fold (lipatan miring atau lipatan
menggantung)
 Recumbent Fold (lipatan rebah)

b. Klasifikasi lipatan berdasarkan bentuknya, antara lain:


 Concentric Fold  Closed Fold
 Similar Fold  Harmonic Fold
 Chevron Fold  Disharmonic Fold
 Isoclinal Fold  Open Fold
 Box Fold  Kink
 Fan Fold  Fold

[ Geologi Dasar − 126 ]


Gambar VI.15 Jenis-jenis lipatan

Lipatan dapat dibagi lagi berdasarkan porosan lipatan atau garis


sumbu dan bentuknya, sebagai berikut:
1. Lipatan Paralel adalah lipatan dengan ketebalan lapisan yang
tetap; Lipatan Similar adalah lipatan dengan jarak lapisan
sejajar dengan sumbu utama;
2. Lipatan disharmonik adalah lipatan yang tidak teratur karena
lapisannya tersusun dari bahan-bahan yang berlainan
3. Lipatan Ptigmatik adalah lipatan terbalik terhadap sumbunya;
4. Lipatan chevron adalah lipatan bersudut dengan bidang
planar;
5. Lipatan isoklin adalah lipatan dengan sayap sejajar yang
disebabkan oleh tekanan yang terus menerus;
6. Lipatan klin bands adalah lipatan bersudut tajam yang dibatasi
oleh permukaan planar;
7. Lipatan tegak adalah lipatan yang garis sumbunya membagi
secara simetris atau sma besar antara antiklin dan sinklin;

[ Geologi Dasar − 127 ]


8. Lipatan miring adalah lipatan yang garis sumbunya tidak
simetris, membentuk sudut;
9. Lipatan menggantung adalah lipatan mirip lipatan miring
tetapi bagian puncaknya terdorong sangat tinggi sehingga
bentuknya seperti menggantung;
10. Lipatan rebah adalah lipatan yang tertekan terus menerus
menyebabkan puncaknya melandai seperti rebahan;
11. Lipatan kelopak adalah lipatan yang bagian dalamnya bekerja
daya tekanan dan sayap tengah tidak menjadi tipis
12. Lipatan Seretan (Drag folds) adalah lipatan yang terbentuk
sebagai akibat seretan suatu sesar.

VI.1.3 Vulkanisme (Kegunungapian)


Vulkanologi merupakan ilmu yang mempelajari gunung api
meliputi genesa (asal-usul), produk yang dihasilkan, serta berbagai
aspek yang menyertai keberadaannya. Sedangkan Gunung api
merupakan tempat atau lubang tempat keluarnya batuan pijar atau
gas yang muncul ke permukaan bumi membentuk timbulan (bukit
atau pegunungan), bentukan tersebut berada di sekitar lubang
akibat terakumulasinya material batuan.

Berdasarkan proses terjadinya ada tiga macam vulkanisme, yaitu:


o Vulkanisme Letusan, dikontrol oleh magma yang bersifat
asam yang kaya akan gas, bersifat kental dan ledakan kuat.
Vulkanisme ini biasanya menghasilkan material piroklastik dan
membentuk gunung api yang tinggi dan terjal.
o Vulkanisme Lelehan, dikontrol oleh magma yang bersifat
basa, sedikit mengandung gas, magma encer dan ledakan
lemah. Vulkanisme ini biasanya menghasilkan gunung api yang
rendah dan berbentuk perisai, misalnya Dieng, Hawai.
o Vulkanisme Campuran, dipengaruhi oleh magma intermediet
yang agak kental. Vulkanisme ini menghasilkan gunung api
strato, misalnya Gunung Merapi dan Merbabu. Jenis lava dalam
hubungannya dengan erupsi yang bersifat lelehan dapat
dibedakan menjadi dua yaitu, tipe “AA” dan tipe “pa hoe hoe”.

[ Geologi Dasar − 128 ]


Lava “AA” bersifat skoriaan dan runcing, sedang tipe “pa hoe
hoe” bersifat halus.

(a)

(b)

Gambar VI.16 (a) Jenis lava “AA” dan (b) Jenis lava “Pa Hoe Hoe”

Faktor yang mempengaruhi bentuk gunung api dan proses


vulkanisme antara lain:
o sifat magma (komposisi, kekentalan)
o tekanan (berhubungan dengan jumlah kandungan gas)
o kedalaman dapur magma
o faktor eksternal (iklim, suhu)

[ Geologi Dasar − 129 ]


Berdasarkan lokasi pusat kegiatan, Rittmann (1962) membuat
klasifikasi letusan gunung api, yaitu:
a. Letusan pusat (terminal eruption), dimana lubang kepundan
merupakan saluran utama bagi peletusan.
b. Letusan samping (subterminal effusion), akan terbentuk apabila
magma yang membentuk sill sempat menerobos ke permukaan,
pada lereng gunung api.
c. Letusan lateral (lateral eruption), dimana korok melingkar (ring
dike) dapat berfungsi sebagai saluran magma ke permukaan.
d. Letusan di luar pusat (excentric eruption), terjadi di bagian kaki
gunung api, dengan sistem saluran magma tersendiri yang tak
ada kaitannya dengan lubang kepundan utama. Escher (1952)
mengklasifikasikan tipe letusan berdasarkan viskositas, tekanan
gas dan kedalaman dapur magma menjadi tujuh tipe.
Tujuh tipe gunung api yaitu:
a. Tipe Hawaii
Tipe Gunung api ini dicirikan dengan lavanya yang cair dan tipis,
yang dalam perkembangannya akan membentuk tipe gunung api
perisai. Sifat magmanya yang sangat cair memungkinkan
terjadinya lava mancur, yang disebabkan oleh arus konveksi pada
danau lava. Dimana lava yang banyak mengandung banyak gas,
sehingga bersifat ringan, akan terlempar ke atas, sedang yang berat
(setelah gas hilang) akan tenggelam lagi. Tipe ini banyak
ditemukan di gunung api perisai di Hawaii, seperti di Kilauea dan
Maunaloa. Di Kilauela terdapat danau lava Halemaumau dengan
pulau-pulau lava beku yang mengapung di atasnya. Lava mancur
pada danau lava ini akan menghasilkan rambut Pele (Pele’s hair)
dan airmata Pele (Pele’s tear) yang mempunyai bentuk-bentuk
khas. Meskipun panas yang dikeluarkan cukup banyak, tetapi
permukaan danau lava senantiasa cair. Tipe Hawaii juga
didapatkan di Islandia, dibedakan dengan yang di Hawaii adalah
berdasarkan ketinggian dan besarnya sudut lereng. Di Hawaii tipe
ini membentuk gunung api yang berketinggian lebih dari 1000 m
dan mempunyai sudut-sudut lereng besar, sedangkan di Islandia

[ Geologi Dasar − 130 ]


umumnya lebih rendah, bersudut lereng kecil dan membentuk
datar tinggi.
b. Tipe Stromboli
Tipe ini sangat khas untuk G. Stromboli dan beberapa gunung api
lainnya yang sedang meningkat kegiatannya. Magmanya sangat
cair, ke arah permukaan sering dijumpai letusan pendek yang
disertai ledakan. Bahan yang dikeluarkan berupaabu, bom, lapili
dan setengah padatan bongkah lava. Tekanan gas tipe Stromboli
adalah rendah.
c. Tipe Vulkano
Hal yang sangat khas dari tipe ini adalah pembentukan awan debu
berbentuk bunga kol, karena gas yang ditembakkan ke atas meluas
hingga jauh di atas kawah. Tipe ini mempunyai tekanan gas
sedang dan lavanya kurang begitu cair. Dan di samping
dikeluarkan awan debu, tipe ini juga menghasilkan lava.
Berdasarkan kekuatan letusannya, tipe ini dibedakan menjadi tipe
Vulkano kuat (G. Vesuvius, G. Etna) dan tipe Vulkano lemah (G.
Bromo, G. Raung). Peralihan antara kedua tipe ini pun dijumpai,
di Indonesia misalnya ditunjukkan oleh G. Kelud dan Anak
Bromo.

d. Tipe Merapi
Cirinya yaitu lavanya yang cair-kental, dapur magma yang relatif
dangkal dan tekanan gas yang agak rendah. Karena sifat lavanya
tersebut, apabila magma naik ke atas melalui pipa kepundan, maka
akan terbentuk sumbat lava atau kubah lava sementara di bagian
bawahnya masih cair. Sumbat lava yang gugur akan menyebabkan
terjadinya awan panas guguran. Sedang semakin tingginya tekanan
gas karena pipa kepundan tersumbat akan menyebabkan sumbat
tersebut hancur ketika terjadi letusan, dan akan terbentuk awan
panas letusan.
e. Tipe Pelee
Tipe ini mempunyai viskositas lava yang hampir sama dengan tipe

[ Geologi Dasar − 131 ]


Merapi. Tetapi tekanan gasnya cukup besar. Ciri khas tipe Pelee
adalah peletusan gas ke arah mendatar. G.Pelee pernah meletus
pada 8 Mei 1902, menghancurkan kota St. Pierre dengan serbuan
o
awan panas bersuhu antara 210o – 230 C. Kecepatan
luncurnya yang tinggi, sekitar 150 m/detik, mnyebabkan
penduduk kota tersebut tidak sempat melarikan diri dan 30.000
jiwa menjadi korban.
f. Tipe St. Vincent
Lavanya agak kental, dan bertekanan gas menengah. Pada kawah
terdapat danau kawah, yang sewaktu terjadi letusan akan
dimuntahkan ke luar dengan membentuk lahar letusan. Setelah
danau kawah kosong, disusul oleh hembusan bahan lepas gunung
api berupa bom, lapili dan awanpijar. Suhu lahar letusan adalah
sekitar 1000o C. Contoh tipe ini di Indonesia adalah G. Kelud yang
meletus pada tahun 1906 dan 1909.
g. Tipe Perret atau tipe Plinian
Tipe ini dicirikan dengan tekanan gasnya yang sangat kuat,
disamping lavanya yang cair. Bersifat merusak dan diduga ada
kaitannya dengan perkembangan pembentukan kaldera gunung
api. Peneliti pertama tipe ini adalah Plinius (99 SM), yaitu
terhadap G. Vesivius, sehingga namanya diabadikan untuk tipe
letusan gunung api. Contoh dari tipe ini adalah G. Vesivius, yang
sebelum meletus mempunyai ketinggian 1.335 m. Tetapi setelah
terjadi letusan, ketinggian sisa hanyalah 1.186 m, sehingga sekitar
149 m dihembuskan ke atas oleh suatu kekuatan yang luarbiasa
besarnya. Contoh di Indon.esia adalah G. Krakatau yang meletus
pada tahun 1883.

Morfologi Gunung Api


Morfologi gunung api dapat dibedakan menjadi tiga zona dengan
ciri-ciri yang berlainan, yaitu:
a. Zona Pusat Erupsi
- banyak radial dike/sill
- adanya simbat kawah (plug) dan crumble breccia
- adanya zona hidrotermal

[ Geologi Dasar − 132 ]


- endapan piroklastik kasar
- bentuk morfologi kubah dengan pusat erupsi

b. Zona Proksimal
- material piroklastik agak terorientasi
- material piroklastik dan lava dijumpai pelapukan, dicirikan
oleh soil yang tipis
- sering dijumpai parasitic cone
- banyak dijumpai ignimbrit dan welded tuff
c. Zona Distal
- material piroklastik berukuran halus
- banyak dijumpai lahar

Gambar VI.17 Morfologi Gunung Api

VI.1.4 Seisme (Gempa Bumi)


Gempa bumi merupakan peristiwa alamiah yang tidak dapat
dipisahkan dengan fenomena-fenomena alamiah lainya terutama
aktivitas gunung berapi (vulkanik). Kedua fenomena ini berkaitan
erat dengan proses- proses internal yang terjadi dalam bumi.
Secara fisis fenomena ini merupakan peristiwa pelepasan energi
yang dikumpulkan sebelum akibat tegangan yang bekerja di dalam
bumi. Energi yang dilepaskan pada saat terjadi nya gempa bumi
dapat berupa deformasi, energi gelombang atau energi–energi
lainya.

[ Geologi Dasar − 133 ]


Energi deformasi yang dilepaskan suatu gempa bumi dapat dilihat
dari bentuk topografi suatu daerah. Perubahan bentuk ini dapt
dilihat dari bentuk topografi suatu daerah. Perubahan bentuk ini di
sebabkan oleh pergeseran-pergeseran lempeng tektonik (tektonik
plates) atau dapat juga disebabkan aktivitas gunung berapi serta
menuasia yang menyebabkan naik turunya lapisan bumi. Studi
yang mendalam tentang proses gempa bumi disertai analis–analisis
catatan penyabaran daerah gempa menunjukan bahwa energi
gelombang yang dipancarkan oleh suatu gempa akan menjalar dan
menggetarkan medium elastik yang dilewatinya.
Besar kecilnya akibat yang dirasakan karena gempa bumi
berkorelasi fositif dengan jarak suatu daerah dengan hiposenter
suatu gempa. Hiposenter adalah lokasi nyata terjadinya gempa
bumi sedangkan episenter adalah proyeksi hiposenter di
permungkaan bumi (Guttenber, 1954). Gempa bumi merupakan
fenomena alam yang bersifat merusak dan menimbulkan bencana
dapat digolongkan menjadi empat jenis, yaitu:

a. Gempa Bumi Vulkanik


Gempa bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas magma, yang biasa
terjadi sebelum gunung api meletus. Apabila keaktifannya semakin
tinggi maka akan menyebabkan timbulnya ledakan yang juga akan
menimbulkan terjadinya gempa bumi. Gempa bumi tersebut hanya
terasa di sekitar gunung api tersebut.
b. Gempa Bumi Tektonik
Gempa bumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu
pergeseran lempeng lempeng tektonik mempunyai kekuatan dari
yang sangat kecil hingga yang sangat besar. Gempa bumi ini
banyak menimbulkan kerusakan atau bencana alam di bumi,
getaran gempa bumi yang kuat mampu menjalar ke seluruh bagian
bumi.
c. Gempa Bumi Runtuhan
Gempa bumi ini biasanya terjadi pada daerah kapur ataupun pada
daerah pertambangan, gempa bumi ini jarang terjadi dan bersifat
lokal.

[ Geologi Dasar − 134 ]


VI.2. Tenaga atau Gaya Eksogen
Tenaga eksogen adalah kebalikan dari tenaga endogen, yaitu
tenaga yang berasal dari luar bumi. Sifat umum tenaga eksogen
adalah merombak bentuk permukaan bumi hasil bentukan dari
tenaga endogen. Misalnya bukit yang terbentuk hasil tenaga
endogen terkikis oleh angin, sehingga dapat mengubah bentuk
permukaan bumi. Secara umum tenaga eksogen berasal dari 3
sumber yaitu:
a. Atmosfer, yaitu perubahan suhu dan angin
b. Air, yaitu bisa berupa aliran air, siraman hujan, hempasan
gelombang laut, gletser, dan lain-lain
c. Organisme, yaitu berupa jasad renik, tumbuh-tumbuhan,
hewan, dan manusia

Proses Eksogen ini terdiri dari:


VI.2.1. Pelapukan Batuan
Pelapukan batuan yaitu proses perubahan batuan menjadi tanah
(soil) baik oleh proses fisik/mekanik, maupun oleh proses kimia/
dekomposisi.
Jenis Pelapukan ada dua yaitu pelapukan fisik dan pelapukan
kimia
1. Pelapukan fisik/mekanik, disebabkan oleh pemuaian dan
penyusutan batuan karena perubahan suhu yang besar maupun
karena kegiatan organisme seperti merambatnya akar
tanaman, injakan binatang, maupun kegiatan manusia disebut
sebagai pelapukan biomekanik atau biofisik.
2. Pelapukan Kimia/ Dekomposisi, adalah proses hancurnya
batuan karena perubahan mineralnya (terjadi perubahan
mineral-mineral baru). Pelaku pokoknya adalah air hujan yang
melarutkan gas CO2 dari atmosfer, sehingga setibanya di
permukaan bumi menjadi asam karbonat.
Pelapukan kimia dibagi menjadi empat macam yaitu:
1. Hidrasi, merupakan proses terbentuknya/terserapnya
molekul-molekul air oleh suatu mineral sehingga
terbentuk mineral-mineral baru yang mengandung air
kristal. Contoh:

[ Geologi Dasar − 135 ]


2. Hidrolisis, merupakan proses pembentukan ion hidroksil
yang kemudian berperan dalam reaksi kimia. Pada
umumnya hal ini terjadi pada pelapukan feldspar dan
mika. Contoh:

3. Pencucian/Leaching, merupakan proses berubah dan


berpindahnya komponen-komponen kimia suatu batuan
atau mineral oleh larutan. Proses ini biasanya terjadi pada
batugamping, dolomit, dan marmer. Contoh:

4. Oksidasi, merupakan proses penambahan bilangan


oksidasi dan pengurangan elektron. Oksidasi juga dapat
diartikan sebagai reaksi suatu zat dengan mengikat
oksigen. Dalam hal ini sebagai zat adalah mineral dalam
batuan. Contoh:

Selanjutnya dapat terbentuk asam sulfat menurut reaksi:

[ Geologi Dasar − 136 ]


VI.2.2. Erosi
Erosi adalah perubahan bentuk tanah atau batuan yang dapat
disebabkan oleh kekuatan air, angin, es, pengaruh gaya berat,
ataupun organisme hidup. Erosi juga bisa disebut pengikisan
tanah.
Erosi dapat terjadi secara alami maupun akibat perbuatan manusia.
Salah satu pemicu erosi akibat ulah manusia adalah erosi tanah di
lereng gunung akibat penggundulan hutan. Proses erosi melibatkan
tiga peristiwa secara berurutan, yaitu pengelupasan, pengangkutan,
dan pengendapan. Saat semua yang ada di alam masih berjalan
seimbang, erosi secara alami biasanya tidak sampai menimbulkan
bencana, kecuali dalam kasus-kasus ekstrem. Sebab, partikel tanah
yang terangkut seimbang dengan banyaknya tanah yang terbentuk.
Erosi dapat terjadi di mana pun. Sementara jika dilihat dari
karakter proses terjadi dan penyebab fenomena ini, erosi bisa
diketagorikan dalam empat jenis pengikisan tanah:
1. Erosi air (ablasi). Erosi air bisa terjadi karena air sungai
maupun hujan. Curah hujan tinggi bisa meningkatkan risiko
erosi. Erosi karena air ini terbagi menjadi empat macam.
Pertama, erosi percik. Erosi macam ini dipicu oleh turunnya air
hujan. Air akan jatuh ke tanah dan membawanya pergi. Kedua
erosi lembar. Erosi jenis ini terjadi di tanah lereng gunung.
Lapisan atas yang tipis terbuang bersama air hujan. Efek
buruknya yaitu kesuburan tanah menurun. Ketiga erosi alur.
Pengikisan tanah yang telah berlangsung, dapat menimbulkan
alur. Nantinya alur ini sebagai tempat mengalir air. Keempat
erosi parit. Jika kikisan tanah menyebabkan alur dengan
kedalaman lebih dari 0,3 meter maka di situ terjadi erosi parit.

2. Erosi korasi atau deflasi. Erosi korasi atau deflasi penyebabnya


adalah angin dan biasa terjadi di daerah gurun. Angin akan
menerbangkan butiran pasir ke tempat lain secara konstan.
Proses ini disebut aeolian. Angin dapat mengikis material yang
tampak pada dan menyisakannya sedikit dalam waktu lama.
Ventifact adalah batuan yang terbentuk dari erosi angin ini.
Pada korasi, erosi bisa disebabkan oleh angin dan badai pasir.
Sementara untuk deflasi, erosi yang dipicu angin saja.

[ Geologi Dasar − 137 ]


3. Abrasi. Abrasi adalah proses pengikisan pantai yang disebabkan
oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak,
demikian dikutip dari Risiko Bencana Indonesia terbitan BNPB
(2016). Disebut pula dengan istilah erosi pantai, abrasi bisa
memicu kerusakan garis pantai ketika kejadian ini membuat
terganggunya keseimbangan alam di pesisir.
Kekuatan erosi oleh gelombang air laut sangat tinggi. Erosi ini
selain mengikis pasir, juga dapat menggerus bebatuan dan
tanah. Hal tersebut dapat berdampak pada pemukiman dan
ekosistem pesisir. Abrasi dapat terjadi kerena beberapa faktor,
baik proses alam maupun ulah manusia. Faktor alam yang dapat
menyebabkan abrasi ialah angin yang bertiup di lautan dan
memicu gelombang serta arus yang mempunyai kekuatan untuk
mengikis suatu daerah pantai. Jika proses ini berlangsung lama,
area pinggir pantai akan terkikis dan daratan berkurang. Abrasi
juga dapat disebabkan karena faktor manusia. Contohnya:
penambangan pasir. Aktivitas itu bisa mempercepat abrasi
karena pengurasan pasir pantai sangat berpengaruh terhadap
arah dan kecepatan arus gelombang laut yang menghantam area
pesisir. Salah satu cara buat mencegah abrasi yakni melakukan
penanaman hutan mangrove. Penanaman pohon di hutan pantai
juga bisa menghambat abrasi.

4. Eksarasi. Eksarasi ialah erosi yang disebabkan oleh gerakan es


mencair. Pencairan lapisan es bisa membuat bebatuan akan ikut
bergerak ke bawah dan mengendap. Hasil dari eksarasi disebut
fjord. Kejadian eksarasi kerap terjadi di pegunungan bersalju.
Pada saat longsor salju (gletser) terjadi, bebatuan menggesek
tanah di bawahnya dan mengikisnya. Saat ini tempat seperti
Greenland dan Antartika, terus terkikis oleh gletser sebanyak
0,5 cm tiap tahun.

VI.2.3. Sedimentasi
Sedimentasi adalah proses penimbunan atau pengendapan material
dari hasil pengikisan dan pelapukan air, angin, atau fenomena lain
ke suatu tempat umumnya cekungan di dataran rendah. Perlu
diketahui, sedimentasi adalah kelanjutan dari proses erosi yang
mengendap di suatu wilayah. Kita dapat menemukan endapan ini
di lembah sungai, pantai, dasar laut dangkal, pegunungan, dan

[ Geologi Dasar − 138 ]


lainnya. Proses sedimentasi akan menciptakan endapan berupa
batuan sedimen yang nantinya membentuk permukaan bumi.
Contoh sedimentasi misalnya terjadi pada pasir dan lanau yang
dapat terbawa dalam suspensi dalam air sungai. Ketika mencapai
wilayah rendah terjadilah proses sedimentasi atau pengendapan.
Seiring waktu berjalan, material tersebut terkubur dapat menjadi
batupasir dan batulanau (batuan sedimen) melalui litifikasi.
Dengan begitu, dapat kita pahami bahwa proses sedimentasi
melalui proses yang panjang. Namun, dalam prosesnya sendiri
terbagi menjadi dua yaitu secara geologis dan proses yang
dipercepat.

Secara geologis, urutan proses sedimentasi adalah pelapukan,


erosi, transportasi, lalu deposisi atau pengendapan. Sementara
proses sedimentasi yang dipercepat yaitu pengendapan dalam
waktu singkat.

1. Jenis Sedimentasi Berdasarkan Proses Endapan


Masih dari sumber yang sama, berdasarkan prosesnya, jenis
sedimentasi yaitu sedimen Akuatis, sedimen Marine, sedimen
Aeolis, dan sedimen Glasial.
a. Sedimen Akuatis
Sedimen jenis ini merupakan hasil pengendapan oleh air dapat
berupa Meander yaitu sungai yang berkelok, Oxbow Lake yaitu
kelokan sungai atau meander yang terpisah dari aliran sungai,
Delta yaitu endapan sedimen oleh air sungai, dan tanggul alam jika
volume air meningkat dengan cepat.

b. Sedimen Marine
Merupakan hasil pengendapan air laut yang disebabkan oleh
pengaruh gelombang. Contoh bentang alam hasil pengendapan
marine misalnya pesisir, spit, tombolo, dan penghalang pantai.

c. Sedimen Aeolis
Pengendapan aeolis merupakan hasil dari endapan oleh angin,
biasanya berupa bukit pasir. Adanya gumuk pasir disebabkan
akumulasi pasir yang banyak dan tiupan angin yang kuat. Angin
mengangkut pasir dan mengendapkan di suatu tempat bertahap dan
menghasilkan timbunan pasir yang disebut sand dune.

[ Geologi Dasar − 139 ]


d. Sedimen glasial
Jenis sedimen ini merupakan hasil dari endapan oleh gletser yaitu
timbunan material pada lembah.

2. Jenis Sedimentasi Berdasarkan Lokasi Endapan


Sedangkan jenis sedimen berdasarkan lokasi endapan yaitu
sedimen Teristris, sedimen Fluvial, sedimen Limnis, sedimen
Marine, dan sedimen Lakustris.
- Sedimen Teristris : Pengendapan di daratan atau dataran banjir
- Sedimen Fluvial : Pengendapan di dasar sungai yang berakibat
pada pendangkalan sungai
- Sedimen Limnis : Pengendapan di daerah rawa-rawa
- Sedimen Marine : Pengendapan di perairan laut
- Sedimen Lakustris : Pengendapan di dasar danau

VI.2.4. Gerakan Massa


Gerakan massa adalah proses berpindahnya tanah atau batuan
disebabkan oleh gaya gravitasi bumi. Biasa disebut dengan tanah
longsor. Parameter faktor penyebab gerakan massa antara lain
kemiringan lereng, tekstur tanah, kedalaman efektif tanah,
penggunaan lahan, kerapatan vegetasi, dan curah hujan.
Proses terjadinya gerakan massa diawali oleh air hujan dari proses
siklus hidrologi yang jatuh ke permukaan tanah, kemudian air
tersebut akan meresap ke dalam tanah sehingga akan menambah
bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai ke lapisan tanah
yang kedap air, lapisan tanah kedap air tersebut akan berperan
sebagai bidang gelincir. Adanya bobot tanah dan bidang gelincir
ditambah lagi dengan adanya getaran (dari aktivitas
manusia/alami) maka akan menimbulkan gerakan massa yang
bergerak mengikuti arah lereng kemudian bergerak keluar lereng.

[ Geologi Dasar − 140 ]


Gambar VI.18 Proses Terjadinya Gerakan massa

Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran


rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran
bahan rombakan.

Jenis gerakan massa ditunjukkan oleh gambar di bawah ini:

Gambar VI.19 Jenis Gerakan massa

[ Geologi Dasar − 141 ]


[ Geologi Dasar − 142 ]
e

Best, M.G. 1982. Igneous and Metamorphic Petrology. W.H.


Freeman and Co. San Francisco.

Boggs, S. 1992. Petrology of Sedimentary Rocks. Macmillan


Publishing Company. New York.

Cary, Joe. 2018. Handbook of Geology. Callisto Reference.

Mulyaningsih, Sri. 2018. Kristalografi & Mineralogi. Akprind


Press. Yogyakarta

Noor, Djauhari. 2012. Pengantar Geologi. Pakuan University


Press. Bogor

Sukendar, A. 2002. Kumpulan Materi Kuliah Geologi Fisik dan


Geologi Dinamis. Prodi Teknik Geologi, Fakultas Teknik
Universitas Pakuan.

Syafei, Benyamin, 2006, Pedoman Praktikum Geologi Fisik,


Laboratrium Geologi Dinamik, ITB, Bandung

Longwell, C.R., Flint R.R., 1961, Introduction to Physical


Geology, 3rd Edition, John Whiley & Sons, New York, London,
Sydney

Tarbuck, E.J., Lutgens, F.K., and Pinzke, K.G., 2003, Applications


& Investigations in Earth Science, 4th Edition, Prentice Hall

[ Geologi Dasar − 143 ]


e

1 2

1. Nama lengkap adalah Fachruzzaki bin Busra. Lahir di Martapura, 26


November 1989. Merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Semenjak
tingkat SMA suka berbagi ilmu sehingga bercita-cita ingin menjadi dosen
dan memberikan manfaat bagi orang banyak. Telah menempuh S1 di jurusan
Fisika FMIPA Universitas Lambung Mangkurat pada tahun 2007 dan lulus
pada tahun 2011. Kemudian pada tahun 2012 mendapatkan beasiswa Pra-S2
dan S2 Saintek ITB dari Kemendikbud untuk berkiprah sebagai dosen dan
memajukan daerah. Pada tahun 2013 mulai menempuh S2 di Prodi Rekayasa
Pertambangan FTTM ITB dan lulus pada tahun 2016. Hingga sekarang masih
menjadi dosen tetap di Politeknik Batulicin Kab. Tanah Bumbu Prov. Kalsel.
Email: zakipolibali@gmail.com

2. Nama lengkap adalah Rifki Asrul Sani. Lahir di Indramayu, 9 Oktober 1989.
Pendidikan S1 ditempuh di Prodi Teknik Geologi Fakultas Teknik Geologi
Universitas Padjadjaran pada tahun 2007 dan lulus pada tahun 2012. Lalu
berkiprah sebagai Geologist dan Teacher. Kemudian pada tahun 2017 mulai
menempuh S2 di Prodi Teknik Geologi FITB ITB dan lulus pada tahun
2019. Selama di ITB sempat menjadi lecturer assistance. Hingga sekarang
masih menjadi dosen tetap di Politeknik Batulicin Kab. Tanah Bumbu Prov.
Kalsel. Email: kang.sani.geologi@gmail.com

[ Geologi Dasar − 144 ]

Anda mungkin juga menyukai