Anda di halaman 1dari 7

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU) UAS

TAKE HOME EXAM (THE)


SEMESTER 2022/23.2 Genap (2023.1)

Nama Mahasiswa : Joses Elvidos Manuputty

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 043196263

Tanggal Lahir : 18 Desember 2000

Kode/Nama Mata Kuliah : ISIP4131 / Sistem Hukum Indonesia

Kode/Nama Program Studi : 311 / Ilmu Hukum

Kode/Nama UPBJJ : 86 / Ambon

Hari/Tanggal UAS THE : Rabu, 05 Juli 2023

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN RISET,


DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

Surat Pernyataan Mahasiswa


Kejujuran Akademik

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Joses Elvidos Manuputty


NIM : 043196263
Kode/Nama Mata Kuliah : ISIP4131 / Sistem Hukum Indonesia
Fakultas : Hukum
Program Studi : Ilmu Sosial dan Ilmu Hukum
UPBJJ-UT : Ambon

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE pada laman
https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan soal ujian
UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai pekerjaan
saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai dengan aturan
akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak
melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media apapun, serta
tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik Universitas Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat pelanggaran
atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik yang ditetapkan oleh
Universitas Terbuka.
Moa, 05 Juli 2023

Yang Membuat Pernyataan

Joses Elvidos Manuputty


BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

1. A. Argumentasi bahwa ketentuan UU Penghapusan KDRT menunjukkan tidak ada


hubungan hukum yang bersifat mutlak sejenis dapat didasarkan pada beberapa alasan sebagai
berikut:
1. Heterogenitas Kasus:
KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga) melibatkan berbagai jenis kekerasan, termasuk kekerasan
fisik, seksual, psikologis, dan ekonomi. Kasus-kasus KDRT memiliki konteks, fakta, dan karakteristik
yang berbeda-beda. Oleh karena itu, tidak ada hubungan hukum yang bersifat mutlak sejenis yang
bisa diterapkan secara umum untuk semua kasus KDRT. Setiap kasus KDRT harus dinilai dan
diproses secara individu, dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang spesifik dalam masing-
masing kasus.
2. Sifat Subyektifitas:
Perilaku kekerasan dalam KDRT seringkali melibatkan hubungan personal dan interaksi antara
individu-individu dalam suatu rumah tangga. Hal ini membuat evaluasi dan penanganan
kasus KDRT menjadi lebih kompleks, karena sifat subjektif dan personal dari interaksi tersebut.
Faktor-faktor seperti motif, intensitas kekerasan, dan dampaknya pada korban dapat bervariasi
dalam setiap kasus. Oleh karena itu, tidak mungkin ada hubungan hukum yang
bersifat mutlak sejenis yang dapat mengatasi semua faktor subjektif yang terlibat dalam
kasus KDRT.
3. Faktor Kontekstual:
Setiap negara memiliki undang-undang dan sistem hukum yang unik.
Ketentuan UU Penghapusan KDRT dapat bervariasi antara negara-negara, tergantung pada
budaya, nilai-nilai sosial, dan kondisi sosial yang berlaku. Faktor-faktor ini mempengaruhi
implementasi dan interpretasi hukum terkait KDRT dalam masing-masing yurisdiksi. Oleh karena
itu, tidak ada hubungan hukum yang bersifat mutlak sejenis di tingkat global yang dapat diterapkan
secara seragam untuk semua kasus KDRT di berbagai negara.
4. Perbedaan Kondisi dan Konteks Keluarga:
Setiap keluarga memiliki dinamika dan kondisi yang unik. Faktor-faktor seperti struktur keluarga,
lingkungan sosial, dan nilai-nilai yang dianut oleh keluarga dapat mempengaruhi terjadinya KDRT.
Oleh karena itu, tidak mungkin ada hubungan hukum yang seragam untuk semua kasus KDRT,
karena setiap keluarga memiliki keadaan yang berbeda-beda.
5. Diversitas Kebutuhan Korban:
Setiap korban KDRT memiliki kebutuhan dan kondisi yang berbeda. Beberapa korban mungkin
membutuhkan perlindungan dan pemisahan dari pelaku kekerasan, sementara yang lain mungkin
membutuhkan bantuan dalam mendapatkan akses ke layanan kesehatan, bantuan hukum, atau
dukungan emosional. Oleh karena itu, penanganan kasus KDRT harus disesuaikan dengan
kebutuhan individu korban, yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan hukum yang
bersifat mutlak sejenis dalam perlindungan terhadap korban KDRT.
6. Pendekatan Interdisipliner:
Penanganan kasus KDRT melibatkan berbagai disiplin ilmu, seperti hukum, psikologi, dan pekerja
sosial. Pendekatan yang efektif dalam menangani KDRT melibatkan kolaborasi antara berbagai
pihak, termasuk lembaga penegak hukum, penyedia layanan sosial, dan organisasi masyarakat. Hal
ini menunjukkan bahwa penanganan kasus KDRT melibatkan aspek-aspek yang kompleks dan
multidimensional, yang tidak dapat dijelaskan oleh hubungan hukum yang bersifat mutlak sejenis.
Dalam rangka memastikan perlindungan yang optimal terhadap korban KDRT, penting untuk
mengakui kompleksitas dan diversitas kasus tersebut. Penanganan kasus KDRT harus dilakukan
dengan pendekatan yang holistik dan responsif terhadap kebutuhan individu dan konteks keluarga.

B. Pemerintah perlu ikut campur tangan dalam masalah hubungan antara individu dalam rumah
tangga karena ada beberapa alasan yang mendasarinya:

BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA


1) Perlindungan terhadap Kepentingan Umum
Hubungan suami istri memiliki dampak yang luas dan signifikan terhadap masyarakat secara
keseluruhan. Campur tangan pemerintah diperlukan untuk menjaga kepentingan umum dan
keseimbangan sosial dalam hubungan rumah tangga. Pemerintah berperan dalam melindungi hak-
hak individu yang terlibat dalam hubungan tersebut, serta mempromosikan keadilan, kesetaraan,
dan keamanan dalam rumah tangga.
2) Pencegahan dan Perlindungan terhadap Kekerasan dalam Rumah Tangga
Kehadiran pemerintah dalam hubungan rumah tangga penting untuk mencegah dan menangani
kasus kekerasan dalam rumah tangga. Kekerasan dalam rumah tangga merupakan masalah serius
yang dapat merusak kehidupan individu dan keluarga. Pemerintah memiliki peran dalam
menyediakan perlindungan, mengadakan undang-undang, dan memberikan sanksi bagi pelaku
kekerasan dalam rumah tangga guna mencegah dan memberantasnya.
3) Pengaturan Hak dan Kewajiban
Pemerintah terlibat dalam mengatur hak dan kewajiban suami istri serta mengatur aspek-aspek
hukum seperti pernikahan, perceraian, hak asuh anak, dan warisan. Hal ini bertujuan untuk
memastikan keadilan, perlindungan, dan keamanan bagi semua pihak yang terlibat dalam
hubungan rumah tangga. Campur tangan pemerintah dalam hal ini memberikan kerangka hukum
yang jelas untuk mengatur perselisihan dan memastikan penyelesaian yang adil.
4) Perlindungan Kepentingan Anak
Salah satu pertimbangan utama dalam campur tangan pemerintah dalam hubungan rumah
tangga adalah perlindungan kepentingan anak. Anak-anak merupakan pihak yang rentan dan
berhak mendapatkan perlindungan serta pemenuhan hak-haknya. Pemerintah perlu memastikan
bahwa keputusan yang diambil dalam hubungan rumah tangga berfokus pada kepentingan terbaik
anak, termasuk aspek pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan mereka.
5) Menyediakan Standar dan Ketertiban Hukum
Dengan adanya campur tangan pemerintah dalam masalah hubungan rumah tangga, standar dan
ketertiban hukum dapat ditetapkan. Undang-undang yang ada memberikan kerangka kerja yang
jelas bagi individu dalam menyelesaikan perselisihan dan mengatur hak serta kewajiban mereka.
Ini penting untuk menjaga stabilitas sosial dan memastikan bahwa keputusan hukum yang diambil
konsisten dan adil. Dengan mengambil peran dalam masalah hubungan antara individu
dalam rumah tangga, pemerintah dapat memastikan perlindungan, keadilan, dan kesejahteraan
bagi semua pihak yang terlibat. Campur tangan pemerintah dalam hukum perdata tersebut
memperlihatkan pentingnya mengakomodasi kepentingan umum dan mengatasi permasalahan
sosial yang berkaitan dengan hubungan pernikahan.

2. A.Indikator yang diberikan oleh Mahkamah Konstitusi untuk membatasi hak subjektif Presiden dalam
kaitannya dengan tujuan dibentuknya Perpu memiliki dua poin utama: kegentingan mendesak
dan kewenangan Mahkamah Konstitusi.

1) Kegentingan Mendesak
Mahkamah Konstitusi menetapkan bahwa pembentukan Perpu harus didasarkan pada
kegentingan mendesak yang membutuhkan aturan hukum segera. Hal ini berarti
bahwa Presiden hanya dapat menggunakan kekuasaan konstitusionalnya untuk mengeluarkan
Perpu jika terdapat situasi dan kondisi yang memerlukan kebutuhan akan aturan hukum segera.
Indikator ini bertujuan untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh Presiden dalam
menggunakan hak konstitusionalitasnya untuk mengeluarkan Perpu. Dengan adanya persyaratan
kegentingan mendesak, Presiden tidak dapat sembarangan mengeluarkan Perpu tanpa alasan
yang kuat. Perpu hanya boleh digunakan dalam situasi darurat atau keadaan yang membutuhkan
tindakan segera.

BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

2) Kewenangan Mahkamah Konstitusi


Meskipun secara yuridis UUD 1945 tidak memberikan kewenangan secara eksplisit, Mahkamah
Konstitusi memiliki kewenangan untuk menguji atau membatasi keabsahan Perpu. Ini berarti
bahwa Mahkamah Konstitusi dapat melakukan pengujian terhadap keputusan Presiden untuk
mengeluarkan Perpu dan memutuskan apakah tindakan tersebut sesuai dengan konstitusi atau
tidak. Indikator ini memberikan kekuatan kepada Mahkamah Konstitusi untuk melakukan
pengawasan terhadap penggunaan kekuasaan Presiden dalam mengeluarkan Perpu. Mahkamah
Konstitusi dapat mengevaluasi apakah keputusan Presiden sesuai dengan prinsip-prinsip konstitusi,
termasuk dalam hal kegentingan mendesak yang menjadi dasar pembentukan Perpu. Dengan
adanya kewenangan ini, Mahkamah Konstitusi dapat membatasi atau mengoreksi
tindakan Presiden yang dianggap melanggar konstitusi. Secara keseluruhan, indikator yang
diberikan oleh Mahkamah Konstitusi bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara
kekuasaan Presiden dalam mengeluarkan Perpu dan perlindungan terhadap konstitusi.

B. Dalam putusan Nomor 138/PUU-VII/2009, Mahkamah Konstitusi memberikan indikator untuk


membatasi hak subjektif Presiden dalam menggunakan kewenangannya untuk
mengeluarkan Perpu. Salah satu indikator tersebut adalah
"kegentingan mendesak." Kegentingan mendesak diperlukan sebagai alasan yang kuat untuk
membenarkan penggunaan kewenangan luar biasa tersebut. Untuk memastikan apakah Perpu No.
1 Tahun 2020 memenuhi kriteria "kegentingan mendesak," perlu dilakukan penelitian yang lebih
mendalam terhadap konteks, urgensi, dan kondisi pada saat Perpu tersebut diterbitkan. Penilaian
akhir terhadap keabsahan dan kesesuaian Perpu tersebut juga menjadi kewenangan Mahkamah
Konstitusi dalam memutuskan sengketa yang berkaitan dengan hal tersebut.

3. A. Bentuk kesalahan dalam kasus di atas adalah sebagai berikut:

1. Pembunuhan
Langit Biru memiliki niat untuk menghabisi Malam Gelap dan melakukan tindakan yang
mengakibatkan kematian Malam Gelap. Tindakan ini melanggar hukum pidana yang melarang
pembunuhan.
2. Pemabukan
Langit Biru memberikan minuman tuak kepada Malam Gelap dengan tujuan membuatnya mabuk
berat. Tindakan ini melanggar hukum karena memberikan minuman keras kepada orang yang
tidak dapat memberikan persetujuan atau dalam keadaan tidak sadar melanggar prinsip dasar
keadilan dan kemanusiaan.
3. Penyekapan
Langit Biru mengikat tangan Malam Gelap dan mendudukkannya di lantai speedboat tanpa
pengemudi. Tindakan ini merupakan penyekapan yang melanggar hak asasi manusia dan
melanggar hukum.
4. Kelalaian
Langit Biru menyalakan mesin speedboat dan membiarkannya melaju tanpa pengemudi, yang
mengakibatkan speedboat menabrak kapal nelayan dan meledak. Tindakan ini merupakan
kelalaian yang mengakibatkan kematian Malam Gelap dan kerugian bagi pihak lain.

Argumentasi hukum atas kesalahan-kesalahan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pembunuhan
Pembunuhan adalah tindakan yang melanggar hukum pidana dan dihukum berat karena
menghilangkan nyawa seseorang.

BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

Dalam kasus ini, Langit Biru dengan sengaja menghabisi nyawa Malam Gelap, yang merupakan
pelanggaran hukum pidana yang serius.
2. Pemabukan
Memberikan minuman keras kepada orang yang tidak dapat memberikan persetujuan atau dalam
keadaan tidak sadar melanggar prinsip dasar keadilan dan kemanusiaan. Tindakan ini dapat
dianggap sebagai penyalahgunaan dan melanggar hukum terkait konsumsi minuman keras.
3. Penyekapan
Penyekapan melanggar hak asasi manusia dan melanggar hukum yang melindungi kebebasan
individu. Mengikat tangan Malam Gelap dan mendudukkannya di lantai speedboat merupakan
tindakan yang melanggar hak-hak individu dan melanggar hukum.
4. Kelalaian
Kelalaian adalah tindakan yang melanggar kewajiban hukum untuk bertindak dengan kehati-hatian
dan tanggung jawab. Dalam kasus ini, Langit Biru dengan sengaja meninggalkan speedboat tanpa
pengemudi, yang mengakibatkan kecelakaan dan kematian Malam Gelap. Tindakan ini merupakan
kelalaian yang dapat dianggap sebagai tindakan yang tidak bertanggung jawab dan melanggar
hukum.
Dalam kasus ini, tindakan Langit Biru melanggar berbagai hukum pidana dan melanggar hak-hak
asasi manusia. Langit Biru dapat dijerat dengan tuduhan pembunuhan, penyalahgunaan minuman
keras, penyekapan, dan kelalaian yang mengakibatkan kematian.

B. Dalam kasus yang di gambarkan, terdapat unsur-unsur yang menunjukkan bahwa tindakan yang
dilakukan oleh Langit Biru dapat diklasifikasikan sebagai delik berkualifikasi. Beberapa alasan
mengapa tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai delik berkualifikasi ialah sebagai berikut:
1. Niat Jahat dan Praterintentional
a. Langit Biru memiliki niat jahat untuk menghabisi Malam Gelap sebagai akibat dari sakit hati
atas kejadian yang melibatkan Cantik Jelita.
b. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Langit Biru, seperti membuat Malam Gelap mabuk
berat, mengikat tangannya, dan membiarkan speedboat melaju tanpa pengemudi,
menunjukkan adanya niat yang jelas untuk melukai atau membunuh Malam Gelap.
2. Pembunuhan dengan Kejahatan Tambahan
a. Tindakan Langit Biru mengakibatkan kematian Malam Gelap ketika speedboat yang
dikendalikan tanpa pengemudi menabrak kapal nelayan dan meledak.
b. Pembunuhan dengan kejahatan tambahan merujuk pada tindak pidana pembunuhan yang
dilakukan dengan cara yang kejam, tidak manusiawi, atau melibatkan penggunaan kekerasan
yang berlebihan.
3. Penganiayaan Sebelum Kematian
a. Langit Biru melakukan tindakan penganiayaan terhadap Malam Gelap dengan mengikat
tangannya dan menempatkannya di posisi yang berbahaya di dalam speedboat.
b. Tindakan ini dapat dianggap sebagai tindakan kekerasan yang ditujukan untuk menyebabkan
penderitaan fisik atau mental pada Malam Gelap. Delik berkualifikasi adalah delik yang
diperberat dikarenakan adanya keadaan tertentu yang menyertai perbuatan tersebut. Keadaan
tersebut dapat memberatkan atau meringankan pidana yang dikenakan terhadap pelaku.
Delik berkualifikasi dapat melibatkan unsur-unsur tambahan yang memperberat sifat
pelanggaran, seperti keadaan korban, niat pelaku, atau cara pelaksanaan perbuatan.

BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

Contoh keadaan yang dapat memperberat delik menjadi delik berkualifikasi adalah sebagai
berikut:

1. Keadaan korban
Misalnya, jika perbuatan melibatkan korban yang rentan atau tidak berdaya, seperti anak di
bawah umur, orang tua yang lanjut usia, atau orang dengan disabilitas, maka delik tersebut
dapat menjadi delik berkualifikasi.
2. Niat pelaku
Jika pelaku memiliki niat jahat atau maksud yang lebih buruk dalam melakukan perbuatan,
misalnya dengan tujuan menyebabkan cedera serius atau kematian, maka delik tersebut dapat
menjadi delik berkualifikasi.
3. Cara pelaksanaan perbuatan
Jika perbuatan dilakukan dengan cara yang lebih kejam, sadis, atau brutal, seperti penyiksaan
atau mutilasi, maka delik tersebut dapat menjadi delik berkualifikasi.

4. Mahkamah Konstitusi (MK) sebenarnya memiliki kewenangan untuk


menguji konstitusionalitas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu/Perppu) berdasarkan
ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).

Berikut adalah beberapa argumen hukum yang mendukung kewenangan MK dalam


menguji konstitusionalitas Perpu/Perppu:

1. Fungsi Pengawasan Konstitusi:


MK memiliki fungsi utama sebagai pengawas konstitusi yang bertugas untuk menjaga kesesuaian
peraturan perundang-undangan dengan UUD 1945. Dalam melaksanakan fungsi tersebut, MK memiliki
wewenang untuk menguji konstitusionalitas semua peraturan perundang-undangan, termasuk
Perpu/Perppu.
2. Kedudukan MK sebagai Lembaga Peradilan Konstitusi:
MK merupakan lembaga peradilan yang memiliki yurisdiksi khusus dalam mengadili perkara-perkara yang
berkaitan dengan konstitusi. Sebagai lembaga peradilan konstitusi, MK memiliki kewenangan untuk
memutuskan sengketa yang terkait dengan konstitusionalitas suatu peraturan, termasuk Perpu/Perppu.
3. Prinsip Supremasi Konstitusi:
Di Indonesia, prinsip supremasi konstitusi diakui dan dijunjung tinggi. Prinsip ini menegaskan bahwa UUD
1945 merupakan hukum tertinggi di negara ini, dan semua peraturan perundang-undangan harus sesuai
dengan ketentuan konstitusi. Oleh karena itu, MK sebagai penjaga konstitusi memiliki peran penting dalam
memastikan bahwa Perpu/Perppu tidak bertentangan dengan UUD 1945.
4. Konsistensi dan Keseragaman Putusan:
Dengan menguji konstitusionalitas Perpu/Perppu, MK dapat memastikan konsistensi dan keseragaman
putusan terkait dengan keabsahan dan keberlakuan hukum suatu peraturan. Hal ini penting untuk
menjaga kepastian hukum dan menghindari ketidakpastian dalam tatanan hukum negara. Dalam
prakteknya, MK dapat menerima pengajuan permohonan uji materiil terhadap Perpu/Perppu yang
diajukan oleh pihak yang berkepentingan, termasuk lembaga negara atau individu, dan memutuskan
konstitusionalitasnya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum yang relevan.
Namun, perlu dicatat bahwa argumen-argumen ini bersifat umum dan tidak menggambarkan keputusan
atau kebijakan tertentu yang mungkin telah diambil oleh MK terkait dengan Perpu/Perppu. Untuk
informasi lebih lanjut mengenai putusan dan praktik MK terkait dengan Perpu/Perppu, disarankan untuk
merujuk pada putusan-putusan MK yang berlaku atau sumber hukum yang terkait.

Anda mungkin juga menyukai