Anda di halaman 1dari 35

TUGAS 1

Merkuri (Hg)
Merkuri (Hg) adalah logam berat yang berbahaya, karena merkuri bersifat racun,
meskipun dalam konsentrasi kecil (Spurgeon, 2006). Merkuri ada tiga bentuk,
yaitu merkuri elemental (Hg). Merkuri jenis ini terdapat dalam gelas termometer,
tensimeter air raksa, amalgam gigi, alat elektrik batu batrei dan cat. Jenis merkuri
yang kedua adalah merkuri inorganik yang bersifat toksik pada ginjal (Risher &
Rosa, 2007). Merkuri organik seperti metil merkuri (MeHg) bersifat toksik pada
susunan sistim syaraf pusat. Senyawa merkuri organik, khususnya MeHg adalah
logam berat yang terbanyak dalam rantai makanan
Jalur Masuk Merkuri ke Tubuh
Hg dapat masuk ke tubuh manusia melalui tiga cara, yaitu melalui pencenaan,
yaitu dengan mengkonsumsi ikan, kerang, cumi dan ikan laut lainnya yang
mengandung MeHg, cara kedua adalah melalui pernapasan, yaitu dengan
menghirup Hg yang diperoleh dari berbagai sumber, seperti uap merkuri dari hasil
pembakaran amalgam, amalgam gigi dan udara. Cara yang ketiga melalui
penyerapan melalui kulit.

Gambar 1.1 Alur dan dampak metylmerkuri secara sisiologi (sumber: Ernest
Hodgson, 2004, dimodifikasi oleh Samman, 2012)

1
Efek Merkuri di Tubuh Manusia
Hg mudah masuk melalui sawar otak dan plasenta. Di otak Hg akan berakumulasi
di korteks cerebrum dan cerebellum. Pemanasan pada logam Hg membentuk uap
Hg oksida yang sifatnya korosif pada kulit, selaput mukosa mata, mulut dan
saluran pernafasan. Selain itu Hg bisa menyebabkan kerusakan paru-paru dan
otak. MeHg dapat diserap secara langsung melalui pernafasan manusia dengan
nilai kadar penyerapan 80%. Sebagian senyawa merkuri yang dilepas ke
lingkungan akan diubah menjadi MeHg oleh mikroorganisme dalam air dan tanah.
MeHg dengan cepat diakumulasikan dalam ikan atau tumbuhan dalam permukaan
air. MeHg dapat dimetabolisme menjadi merkuri anorganik oleh hati dan ginjal.
MeHg dapat dimetabolisme sebagai bentuk Hg. MeHg yang ada dalam saluran
cerna akan diubah menjadi Hg anorganik oleh flora di dalam usus. Janin, bayi dan
anak-anak sangat berpotensi terkena Hg, karena MeHg dapat menembus plasenta,
sistem saraf sensitif terhadap keracunan Hg, MeHg pada ASI, maka bayi yang
menyusu dapat terkena racun. MeHg didistribusikan keseluruh jaringan terutama
di darah dan otak (Crinnion, 2009).

Gambar1.2 Absorbsi Hg elemen (HgO) dan MeHg pada sel


(sumber: https://www.slideshare.net/vedro/toksikologi-logamberat-vedro)

2
Gambar 1.3 Kulit wajah yang terpapar merkuri dan mata merah keabu-abuan
pada penderita kronis merkuri
(sumber:http://repository.uki.ac.id/1718/1/GANGGUAN%20KESEHATAN%20
AKIBAT%20PAPARAN%20MERKURI%20PADA.pdf)
Siklus Merkuri
Siklus merkuri adalah siklus biogeokimia yang dipengaruhi oleh proses alami dan
antropogenik yang mengubah merkuri melalui berbagai bentuk kimia dan
lingkungan. Merkurius hadir di kerak bumi dan dalam berbagai bentuk di
permukaan bumi. Ini bisa berupa unsur, anorganik, atau organik. Merkuri ada
dalam tiga keadaan oksidasi: 0 (merkuri unsur), I (merkuri merkuri), dan II
(merkuri merkuri). Emisi merkuri ke atmosfer dapat berupa sumber primer, yang
melepaskan merkuri dari litosfer, atau sumber sekunder, yang menukar merkuri di
antara reservoir permukaan. Setiap tahun, lebih dari 5.000 metrik ton merkuri
dilepaskan ke atmosfer melalui emisi primer dan emisi ulang sekunder.

Gambar 1.4 siklus merkuri


(sumber: https://en.wikipedia.org/wiki/Mercury_cycle)

3
Contoh kasus keracunan merkuri
Judul jurnal: Analisis Kandungan Merkuri Pada Krim Pemutih Yang Beredar Di
Kota Manado
Pemakaian Merkuri dalam krim pemutih dapat menimbulkan berbagai hal,
mulai dari perubahan warna kulit yang pada akhirnya dapat menyebabkan bintik-
bintik hitam pada kulit, alergi, iritasi kulit serta pemakaian dengan dosis tinggi
dapat menyebabkan kerusakan permanen otak, serta dapat menyebabkan kanker.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menetapkan kadar
merkuri dalam berbagai merek krim pemutih yang beredar di Kota Manado.
Sampel krim pemutih yang diteliti sejumlah 10 sampel. Identifikasi merkuri
dengan uji warna dan metode Spektrofotometri Serapan Atom Uap Pendingin
(CVAAS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kesepuluh sampel krim
pemutih yang diteliti terdapat lima sampel yang mengandung merkuri dengan
kadar 0.0004 ppm, 0.0003 ppm, 0.0006 ppm, 0.0004 ppm, 0.0005 ppm.
Kasus Minamata
Penyakit Minamata adalah kondisi saat seseorang keracunan merkuri dalam
kadar yang sangat tinggi. Penyakit minamata merupakan penyakit kelainan
pada sistem saraf pusat yang muncul pada akhir tahun 1950-an di Teluk Minamata
pesisir Laut Shiranui, Jepang. Dilansir dari Verywell Health, pandemik minamata
diawali oleh perubahan perilaku kucing di Minamata yang kejang-kejang dan
terjun ke laut seperti bunuh diri. Penduduk setempat dikejutkan dengan perilaku
“gila” kucing-kucing tersebut. Namun tidak lama disusul dengan gejala aneh pada
penduduk setempat yang mengalami gemetar, kejang, kesulitan berjalan,
berkurangnya pendengaran, kelumpuhan, hingga kematian. Dampak yang sangat
besar tersebut kemudian mengundang pemerintah jepang untuk meneliti penyebab
pandemi di Minamata. Diketahui bahwa penyakit tersebut dikarenakan
mengonsumsi ikan dan udang yang terkontaminasi merkuri. (Yog, 2015)

4
Gambar 1.5 Orang yang terkena penyakit Minamata
(sumber: https://lintasgayo.co/2019/09/24/tambang-emas-dan-bayi-bayi-cacat-
penyakit-minamata/ )

Setelah kejadian ini, dalam proses yang panjang, para korban yang terkena
dampak mercury menuntut ke pemerintahan dan Chisso sebagai sumber dari
pencemaran ini. akhirnya pemerintah dan Chisso menyediakan ganti rugi kepada
para korban yang telah didata, dan dilakukan perawatan dan rehabilitasi yang
dibiayai oleh pemerintah Jepang dan Chisso sendiri. Pada tahun 1968, Chisso
menghentikan produksi asam asetatnya, seiring dengan hal itu kadar mercury
yang terkandung dalam tubuh ikan dan hewan invertebrata laut lainnya mulai
berkurang. Untuk mengantisipasi ikan yang telah terkontaminasi mercury,
pemerintah Jepang memasang jaring di teluk Minamata, supaya ikan-ikan dan
hewan invertebrata air lainnya tidak tersebar jauh.
Sejak saat kejadian tragedi minamata, para penduduk banyak mengambil
pelajaran. Mereka tidak membuang sampah pada sembarang tempat, tapi mereka
memilah-milah dan mengelompokkan sampah tersebut menjadi 20 kategori. Para
korban dari Minamata byo, membagi pengalaman mereka kepada anak-anak
dengan datang ke sekolah-sekolah sehingga generasi selanjutnya tahu dan bisa
menjaga lingkungan dengan baik, supaya tragedi Minamata tidak terulang
kembali.

5
TUGAS 2
Itai-Itai Disease
Pennyakit itai-itai adalah nama penyakit keracunan kadmium(Cd) massal di
prefektur Toyama, Jepang, yang bermula pada tahun 1912. Penyakit ini
menyebabkan pelunakan tulang dan gagal ginjal dan dirasakan ditulang belakang
dan persendian yang. Keracunan kadmium ini disebabkan oleh penambangan
regular perak, timah, dan seng. Hasil produk sampingan dari penambangan inilah
yang menghasilkan kadmium. Kerusakan mitokondra sel ginjal oleh kadmium
merupakan faktor kunci dari penyakit ini.

Gambar 2.1 orang yang terkena penyakit itai-itai


(sumber: https://www.researchgate.net/figure/Itai-itai-disease-and-bone-
structure_fig3_273123192)
Riset yang Dilakukan
Riset yang dilakukan untuk mengatasi penyakit ini diantaranya, dua kelompok
studi dibentuk tahun 1962, satu oleh kementrian Kesehatan dan kesejahteraan, dan
satu lagi dari fakultas kedokteran dan ahli epidomologi Universitas Kanazawa.
Riset ini memelajari kaakteristik klinis pasien wanita paruh baya yang menjalani
pengobatan penyakit itai-itai dibandingkan dengan pasien penderita penyakit
tulang lainnya. Hasilnya menunjukkan para pasien penyakit itai itai mengalami
peningkatan ekskresi kadmium dalam urin, tetapi tidak ada peningkatan timbal
atau seng.
Selain itu, otoritas kesehatan pemerintah dan prefektur memulai survei
massa terhadap orang orang yang tinggal di prefektur selama beberapa beberapa
tahun pada 1980-an. Dari 223 kasus kematian, 56 dihubungkan dengan penyakit
ini. Kelompok studi mengabil sampel dari berbagai lapisan tumpukan limbah
Tambang Kamioka, serta sampel tanah dan air, dan ditemukan kadar kadmium

6
yang cukup tinggi. Hasil penyelidikan studi menemukan masalah kesehatan yang
dialami orang-orang sekitar prefektur Toyama disebabkan oleh kadmium dan
bukan keracunan timbal, kekurangan gizi atau pun yang lainnya.
Restitusi pemerintah terhadap penyakit itai-itai
Setelah terungkap penyebab penyakit ini, “Asosiasi Penduduk Penyakit Itai-Itai”
didirikan di Fuchu-machi oleh para korban dan aktivis (termasuk Dr. Hagino)
pada tahun 1966 dengan tujuan untuk memberikan bantuan kepada para korban,
pasokan air gratis, perbaikan tanah di sawah pertanian, dan pengakuan tanggung
jawab perusahaan (Kaji, 2012). Gugatan pertama terhadap pemerintah dan
perusahaan pertambangan diajukan pada tahun 1968 sebesar 61 juta yen oleh
pengacara muda yang mewakili 14 korban penyakit Itai-Itai dan keluarganya
(Kaji, 2012). Setelah banyak kesaksian, verifikasi di tempat dan pembelaan,
putusan pengadilan memenangkan penggugat pada tahun 1971. Banding oleh
Mitsui Mining Company dibatalkan setahun kemudian; dan perusahaan
bertanggung jawab untuk memberi kompensasi kepada para korban atas semua
kerusakan.
Cara Penanggulangan
Agar pencemaran yang telah terjadi dan termasuk kasus pencemaran yang terbesar
yang pernah terjadi, suatu industri pertambangan harus memiliki tempat
pembuangan limbah. Dengan adanya tempat pembuangan limbah tersebut, maka
limbah tidak langsung dibuang ke lingkungan melainkan dilakukan proses terlebih
dahulu agar limbah yang dibuang tidak berdampak buruk bagi lingkungan atau
lingkungan tidak tercemar. Hal ini dikarenakan limbah yang mengandung logam
berat seperti kadmium (Cd) yang masuk kedalam lingkungan, tumbuhan, dan
manusia memiliki batasan toleransi agar tidak membahayakan.
Logam Berat Kadmium(Cd)
Kadmium (Cd) merupakan logam berat yang paling banyak ditemukan pada
lingkungan, khususnya lingkungan perairan, serta memiliki efek toksik yang
tinggi, bahkan pada konsentrasi yang rendah (Almeida et al., 2009). Kadmium
diketahui memiliki waktu paruh yang panjang dalam tubuh organisme hidup
(Patrick, 2003) dan umumnya terakumulasi di dalam hepar dan ginjal (Flora,
2009). Pada manusia, kadmium dapat bersifat karsinogenik, merusak kelenjar

7
endokrin, sistem kardiovaskular dan juga terdapat pada sistem saraf yang memicu
kerusakan neurologis dan berasosiasi dengan kanker paru-paru, prostat, pankreas
dan ginjal (Bobocea et al., 2008 & Flora, 2009). Dijelaskan sebelumnya oleh Pal
(2006) bahwa pada konsentrasi yang tinggi, kadmium merupakan logam berat
yang bersifat karsinogen, mutagenik dan teratogenik pada beberapa jenis hewan.
Hal ini menunjukan bahwa logam berat kadmium memberikan efek terhadap
proses genomic dan postgenomic pada liver, ginjal, paru-paru, dan otak. Sifat
karsinogenik kadmium menyebabkan logam berat tersebut diurutkan sebagai
peringkat pertama (Class 1) agen mutagenik bagi organism hidup (Nordic, 2003
dan Flora et al., 2008)
Kadmium di Lingkungan
Kadmium masuk ke dalam lingkungan melalui 3 cara yaitu fisik, kimia , dan
biologis. Cd yang masuk ke daerah perairan akan diserap oleh biota laut dan
terjadi akumulasi secara fisik dan kimia pada biota tersebut. Apabila biota laut
tersebut dimangsa oleh predator lain dalam rantai makanan, maka zat ini akan
mengalami bioakumulasi di dalam tubuh predator tersebut dan lingkaran ini terus
berulang.2 Cd dapat terserap oleh tanaman dan mengontaminasi tanaman tersebut.
Kontaminasi tanaman ini disebabkan karena akumulasi Cd pada tanah dan air
yang digunakan untuk tanaman.
Efek Kadmium di Tubuh
Cd masuk ke dalam tubuh bisa melalui jalur inhalasi dan melalui jalur
gastrointestinal. Melalui jalur inhalasi, partikel Cd akan berdifusi ke endotel di
alveoli apabila ukuran partikel itu kecil, sementara partikel Cd yang lebih besar
akan terakumulasi di nasofaring dan trakeobronkial, yang akhirnya akan
dibersihkan oleh bersihan mukosiliar. Cd masuk melalui jalur gastrointestinal
dalam bentuk makanan yang terkontaminasi Cd seperti beras, sisa bersihan
mukosiliar dan ingesti langsung dari pekerja yang rentan terhadap paparan Cd. Zat
ini di dalam saluran gastrointestinal akan diserap dengan bantuan transporter,
sedangkan yang tidak terserap akan dikeluarkan bersama feses.
Jonak et al. (2004) menjelaskan bahwa kadmium tidak diketahui memiliki
fungsi biologis di dalam sel tetapi memiliki sifat reaktif yang sangat tinggi dan
dapat menginaktifkan berbagai macam aktivitas enzim yang diperlukan oleh sel.

8
Setelah diabsorbsi, logam berat kadmium akan terakumulasi di dalam organ target
yang utamanya adalah ginjal kemudian menimbulkan toksisitas (Rico et al.,
2002). Di dalam ginjal, akumulasi kadmium terjadi umumnya di dalam tubulus
proximal serta segmen-segmen nefron lainnya yang hanya terjadi pada akhir tahap
intoksifikasi (Yokouchi et al., 2007). Selain itu, Ohta et al. (2000) melaporkan
bahwa pemberian logam berat kadmium terhadap tikus putih jantan (Male Wistar
Rats) dapat menyebabkan osteoporosis serta umumnya terdeposit di dalam organ
liver dan ginjal.
Pada tingkatan biomolekuler, kadmium diabsorbsi oleh organisme dan
terakumulasi di dalam sitosol melalui pembentukan kompleks metal-ligan
(Dailanis & Kaloyianni, 2004). Beberpa penelitian tentang efek paparan logam
berat kadmium pada hewan telah banyak dilaporkan, paparan cadmium dalam
waktu yang lebih lama akan memicu peningkatan ROS sehingga memicu
kematian sel (Gzyl et al., 2009), memicu peroksidasi lipid (Faix et al., 2005),
menghambat pengambilan (uptake) nutrisi, menghambat aktivitas enzim,
termasuk sistem antioksidan organisme hidup (John et al., 2009). Almeida et al.
(2009) juga melaporkan bahwa logam berat kadmium meningkatkan peroksidasi
lipid pada liver Nile talipia. Selain itu, perlekatannya dengan residu cystein akan
memicu pembentukan ROS.
Haemoglobin
Hemoglobin adalah molekul protein dalam sel darah merah yang membawa
oksigen dari paru - paru ke jaringan tubuh dan mengembalikan karbon dioksida
dari jaringan ke paru-paru. Hemoglobin berfungsi untuk mengikat oksigen, satu
gram hemoglobin akan bergabung dengan 1,34 ml oksigen. Tugas akhir
hemoglobin adalah menyerap karbondioksida dan ion hidrogen serta membawa ke
paru-paru tempat zat-zat tersebut dilepaskan dari hemoglobin.

9
Gambar 2.2 Struktur Hemoglobin (Sumber: Sofro, Darah, 2012)

Reaksi Hemoglobin dengan O2


Dinamika reaksi pengikatan O2 oleh hemoglobin menjadikannya sebagai
pembawa O2 yang sangat serasi. Hemoglobin adalah protein yang dibentuk dari
empat subunit, masing-masing mengandung gugus heme yang melekat pada
sebuah rantai polipeptida. Pada orang dewasa normal, sebagian besar hemoglobin
mengandung dua rantai α dan dua rantai β. Heme adalah kompleks yang dibentuk
dari suatu porfirin dan satu atom besi fero. Masing-masing dari keempat atom besi
dapat mengikat satu molekul O2 secara reversibel. Atom besi tetap berada dalam
bentuk fero, sehingga reaksi pengikatan O2 merupakan suatu reaksi oksigenasi,
bukan reaksi oksidasi. Reaksi yang membentuk ikatan antara hemoglobin dan
oksigen dapat ditulis sebagai berikut :
Hb + O2 ↔ HbO2
Reaksi yang terjadi ini dalam dua arah. Reaksi yang berlangsung dari arah ke kiri
merupakan suatu reaksi penguraian terutama terjadi di dalam berbagai jaringan.
Reaksi yang terjadi berlangsung dalam arah kanan yang merupakan reaksi
penggabungan terjadi di dalam alveolus paru – paru tempat berlangsungnya
pertukaran udara antara tubuh dengan lingkungan. Dapat di simpulkan setelah
terjadi proses itu yaitu hemoglobin (Hb) dalam eritrosit mengikat oksigen (O2) di
paru – paru dan melepaskannya di jaringan untuk diserahkan dan digunakan oleh
sel- sel (William dalam Lihabi, 2017)
Karena setiap molekul hemoglobin mengandung empat unit Hb, maka
dapat dinyatakan sebagai Hb4, dan pada kenyataannya bereaksi dengan empat
molekul O2 membentuk Hb4O8.

10
Hb4 + O2↔ Hb4O2
Hb4O2 + O2↔ Hb4O4
Hb4O4 + O2↔ Hb4O6
Hb4O6 + O2↔ Hb4O8
Reaksi ini berlangsung cepat, membutuhkan waktu kurang dari 0,01detik.
Deoksigenasi (reduksi) Hb4O8 juga berlangsung sangat cepat.

11
TUGAS 3
Contoh Kasus Makanan yang Mengandung Formalin
Judul jurnal: Pemeriksaan Formalin Pada Tahu yang Beredar di Pasar
Batusangkar Menggunakan Kalium Permanganat (Kmno4) dan Kulit Buah Naga
Sampel tahu yang diteliti berjumlah 5 sampel yang diperoleh dari 5
pedagang tahu berbeda di Pasar Batusangkar dengan kiteria tahu terlihat kenyal
dan tidak mudah pecah. Analisis dilakukan di Laboratorium Biologi STAIN
Batusangkar.Pada penelitian ini akan dilakukan pengujian formalin dengan
menggunakan zat kimia yaitu kalium permanganat (KMnO4) dan kulit buah naga.
apabila sampel mengandung formalin maka saat penambahan (KMnO4), warna
ungu akan hilang dan saat ditambah kuliat buah naga ,warma ungu nya tidak
hilang.hasilnya penelitian menunjukann bahwa semua sampel tahu positif
mengandung formalin.
Formalin memiliki unsur aldehid yang mudah bereaksi dengan protein,
karenanya ketika disiramkan ke makanan seperti tahu formalin akan mengikat
unsur protein mulai dari bagian permukaan tahu sampai ke bagian dalamnya.
Dengan matinya protein setelah terikat unsur kimia dari formalin maka bila
ditekan tahu terasa lebih kenyal. Selain itu protein yang telah mati tidak akan
diserang bakteri pembusuk yang menghasilkan senyawa asam, sehingga tahu akan
menjadi lebih awet
Contoh Bahan Makanan Lain yang Mengandung Formalin
1. Bakso
Salah satu bahan dasar bakso yaitu daging mentah yang pada umumnya membuat
bakso tidak bisa bertahan lama formalin biasanya ditambahkan ke bakso agar
bakso dapat disimpan dan dijual lebih lama dari waktu yang seharusnya
mengandung formalin memiliki tekstur yang lebih kenyal dan dapat bertahan
hingga 5 hari di suhu ruang.

12
Gambar 3.1 bakso yang mengandung formalin
(sumber: https://www.koranstabilitas.com/2015/05/bpom-temukan-mie-bakso-
berformalin.html)
2. Tahu
Tahu berformalin memiliki tekstur yang lebih kecil dan tidak mudah hancur
ketika ditekan dengan tangan aromanya pun cenderung tajam bahkan tidak
tercium sedikitpun aroma kedelai karena kita formalin

Gambar 3.2 tahu yang mengandung formalin


(sumber:https://www.gurusiana.id/read/sitisuharnisimamora225003/article/formali
n-bagian-3-jeli-membeli-agar-tidak-tertipu-tahu-berformalin-3282246)
3. Mie basah
mie basah memiliki umur pendek dan tidak dapat bertahan lama maka dari itu mie
basah banyak dicampur formalin oleh produsen agar tahan lama ciri-ciri masa
mengandung formalin yaitu memiliki bau yang sangat menyengat dan
tampilannya terlihat lebih berminyak kenyal dan tidak mudah putus.

13
Gambar 3.3 mie basah yang mengandung formalin
(sumber:https://www.riauonline.co.id/kesehatan/read/2018/12/16/makan-
makanan-berformalin-ini-yang-terjadi-pada-tubuh
4. Ikan
ikan yang mengandung formalin teksturnya tampak bersih dan kenyal serta bagian
insangnya berwarna tua

Gambar 3.4 ikan yang mengandung formalin


(sumber: https://hot.liputan6.com/read/3977027/4-cara-membedakan-ikan-segar-
dan-ikan-berformalin-jangan-salah-pilih)
5. Ayam potong
ayam potong berformalin memiliki warna yang lebih putih dan terlihat sangat
bersih

14
Gambar 3.5 ayam yang mengandung formalin
(sumber:https://www.kompasiana.com/www.didikbangsaku.blogspot.com/561860
cab17e6181048b4570/ada-apa-dibalik-ekspose-ayam-berformalin)
Efek formalin di tubuh
Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Di
dalam formalin terkandung sekitar 37 persen formaldehid dalam air. Formalin
sering digunakan sebagai bahan desinfektan, bahan insektisida, bahan baku
industri plastik dan digunakan juga pada berbagai macam industri seperti industri
tekstil, farmasi, kosmetika serta digunakan untuk mengawetkan mayat ( Buletin
Servis, 2006).

Gambar 3.6 Struktur kimia formalin


(sumber:https://id.wikipedia.org/wiki/Formaldehida)
Formalin dapat masuk ke dalam tubuh dengan jalan inhalasi uap, kontak
langsung dengan larutan yang mengandung formalin, atau dengan jalam memakan
atau meminum bahan makanan yang yang mengandung formalin. Apabila
formalin tercampur dalam makanan dengan dosis yang rendah dapat
menyebabkan keracunan. Namun apabila termakan dalam dosis yang tinggi akan
sangat membahayakan karena kandungan formalin yang tinggi didalam tubuh
tinggi akan menyebabkan formalin bereaksi secara kimia dengan hampir semua

15
zat didalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan kematian sel.
Selain itu kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga menyebabkan iritasi
lambung, alergi, bersifat karsinogenik (menyebabkan kanker) dan bersifat
mutagen (menyebabkan perubahan fungsi sel dan jaringan) dan hanya dalam
beberapa jam saja akan menyebabkan kejang-kejang, kencing darah, muntah
darah bahkan dapat berujung pada kematian. Penggunaan formalin dalam jangka
panjang dapat berakibat buruk pada organ tubuh seperti kerusakan hati dan ginjal
(Syamsul, 2013).

Cara Menghilangkan Kandungan Formalin pada Makanan


Judul jurnal: Penyerapan Formalin Oleh Beberapa Jenis Bahan Makanan Serta
Penghilangannya Melalui Perendaman Dalam Air Panas

Tabel 1. Hasil pencucian bahan makanan berformalin dengan cara perendaman


dalam air panas
Selama perendaman dalam air panas, kandungan formalin bahan makanan
mengalami penurunan. Besar penurunan formalin tergantung dari kandungan
formalin awal; seperti tahu I yang mengandung formalin awal sebesar 0,70 mg/g,
menjadi 0 pada rendaman selama 1 jam. Akan tetapi, tahu II dengan kandungan
formalin awal lebih banyak (6,00 mg/g), setelah direndam selama 1 jam dalam air
panas, masih mengandung formalin sebesar 5,50 mg/g, pada 2 jam perendaman

16
sebesar 5,30 mg/g, tetapi pada 3 jam perendaman meningkat kembali menjadi
5,70 mg/g.
Demikian juga dengan daging ayam; karena kandungan formalinnya pada
awal perendaman sebesar 4,37 mg/g dalam dada ayam, dan 4,10 mg/g dalam
paha ayam, maka perendaman dalam air panas tidak terlalu banyak menurunkan
kadar formalin.
Kadar formalin dapat menurun karena senyawa methylene dapat terurai
kembali menjadi protein dan formalin melalui reaksi hidrolisis. Namun reaksi ini
tidak terjadi secara spontan karena reaktifitas ion H+ dari air tidak reaktif
terhadap senyawa methylene. Dengan demikian diperlukan adanya suatu
tambahan energi, dan tambahan energi disini berupa panas. Jadi dapat diambil
kesimpulan bahwa perendaman bahan makanan dalam air panas dapat
menurunkan kandungan formalin makanan, yang besarnya tergantung dari
kandungan formalin dalam makanan tersebut.

17
TUGAS 4
Glutathione pathway
Glutathione (GSH) adalah Master Antioxidant Terbaik atau The Mother Of All
Antioxidants, dengan kata lain induknya dari semua antioksidan, karena
banyaknya sel sel tubuh yang sangat tergantung dengan Glutathione (GSH).
Glutathione (GSH) adalah suatu tripeptide protein yang terdiri dari tiga Asam
Amino Utama (L-Glutamic Acid, L-Cysteine, L-Glycine). Glutathione (GSH)
secara alami sudah terdapat di dalam tubuh sejak lahir, yaitu di dalam dan di luar
sel tubuh dan di seluruh organ tubuh (70-100 triliun sel tubuh manusia).
Glutathione (GSH) disintesis di dalam sel dan memerlukan beberapa enzim
spesifik dalam proses pembentukannya. Namun, disaat melewati umur 20 tahun
produksi glutathione berkurang sesuai pertambahan usia kita. Selain itu ada
beberapa penyebab berkurangnya Glutathione (GSH) seperti Racun, Stress, Sinar
UV yang berbahaya, Konsumsi alkohol berlebihan, Polusi, Penuaan, Keletihan
yang berlebihan, Merokok, dan sebagainya.

Gambar 4.1 Jalur glutathione (sumber: https://www.researchgate.net/figure/The-


Glutathione-Pathway_fig5_41722234 )
Gambar tersebut menunjukkan representasi skematis dari "jalur glutathione."
Glutathione (GSH) disintesis dari glutamat, sistein, dan glisin oleh γ-
glutamylcysteine sintetase dan glutation sintetase. Keadaan redoks glutathione

18
diatur, sebagian, oleh glutathione peroksidase, membentuk glutathione teroksidasi
(GSSG), dan dengan reaksi yang dikatalisis oleh glutathione reduktase.
Glutathione terkonjugasi ke substrat baik melalui aksi glutathione S-transferases
dan melalui reaksi non-enzimatis. Konjugat glutathione dapat dikeluarkan dari sel
oleh anggota keluarga transporter ABCC.
Tetrahidrofolat pathway
Dalam tubuh, bentuk aktif asam folat adalah tetrahidrofolat dibentuk oleh enzim
dihidrofolat reductase dan asam folat langsung atau melalui pembentukan
dihidrofolat dulu. Asam folat merupakan bentuk sintetik vitamain B9 (folat), dan
bentuk folat lainnya yaitu tetrahidrofolat. Asam folat terdiri dari tiga komponen
yang berbeda yaitu derivate pteridine, p- aminobenzoate (PABA) dan glutamate

Gambar 4.2 Struktur Asam folat (sumber: Subandrate et.al. 2022)


Pada proses metabolisme, asam folat direduksi menjadi dehidrofolat (DHF)
dan tetrahidrofolat (THF) oleh enzim dihidrofolat reductase. THF merupakan
bentuk aktif folat yang dapat membawa unit satu karbon seperti metal, formil,
formimino, metilen, dan metenil yang berperan penting dalam metabolisme.

19
Gambar 4.3 Reduksi asam folat menjadi dihirofolat dan tetrahidrofolat
Sumber (Subandrate et.al. 2022)

Asam folat memiliki peran penting untuk fungsi otak, kesehatan mental
dan emosional. Asam folat membantu produksi DNA, RNA dan asam
amino, terutama ketika sel dan jaringan tumbuh dengan cepat seperti
selama masa kehamilan, bayi dan remaja. Peran asam folat adalah dengan
cara mendonorkan unit satu karbon kedalam sintesis DNA, RNA atau
asam amino.
Metabolisme folat intraseluler merupakan dua siklus metabolisme
utama yang saling terkait yakni sintesis asam amini ( metionin) dan
sintesis DNA/RNA (timidilat dan purin )

Gambar 4.4 siklus Asam Folat. Siklus folat intraseluler meliputi sintesis
DNA/RNA(purin dan pirimidin/timdilat) dan sintesis metionin.

20
TUGAS 5
Mikotoksin
Mikotoksin adalah metabolit sekunder produk dari kapang berfilamen, dimana
dalam beberapa situasi, dapat berkembang pada makanan yang berasal dari
tumbuhan maupun dari hewan. Fusarium sp, Aspergillus sp dan Penicillium sp
merupakan jenis kapang yang paling umum menghasilkan racun mikotoksin dan
sering mencemari makanan manusia dan pakan hewan. Kapang tersebut tumbuh
pada bahan pangan atau pakan, baik sebelum dan selama panen atau saat
penyimpanan yang tidak tepat (Binder 2007; Zinedine & Mañes 2009). Kata
mikotoksin berasal dari dua kata, mukes yang berarti kapang (Yunani) dan
toxicum yang mengacu pada racun (Latin). Mikotoksin tidak terlihat, tidak berbau
dan tidak dapat dideteksi oleh penciuman atau rasa, tetapi dapat mengurangi
kinerja produksi ternak secara signifikan (Binder 2007).
Mikotoksin mempengaruhi ekonomi pertanian di berbagai negara,
mengganggu perdagangan, menurunkan produksi ternak dan mempengaruhi
kesehatan manusia. Di bidang pertanian, ada lima grup mikotoksin penting, yang
terdapat di berbagai negara termasuk Indonesia, yaitu aflatoksin, okratoksin A
(OTA), trikotesena (seperti deoksinivalenol (DON) dan T2), zearalenon (ZEA)
dan fumonisin (Fardiaz 1996; Binder 2007; Tangendjaja et al. 2008) Menurut
Bennett et al. (2003) beberapa jenis dan tipe mikotoksin adalah sebagai berikut:
(1) Aflatoksin (2) Okratoksin, (3) Trikotesena (4) Fumonisin, dan (5)
Zearalenone.
Kejadian Mikotoksikosis pada Bahan Pakan dan Pakan Ternak
Masyarakat di seluruh dunia pada umumnya berpendapat bahwa produk alami
merupakan produk yang aman untuk dikonsumsi. Namun, kontaminasi pada
bahan pangan atau pakan ternak dari biotoksin alami yang dihasilkan oleh
mikroba dapat mengakibatkan wabah penyakit. Di antara beberapa mikroba,
kapang dianggap penting karena distribusinya yang sangat luas. Kapang dapat
menyebar, berkoloni dan dapat menghasilkan mikotoksin baik sebelum panen (di
ladang) atau di tahapan pascapanen (penyimpanan, transportasi dan pengolahan).
Perlakuan yang buruk pada saat panen, pengeringan, pengemasan, dan
penyimpanan, serta kondisi transportasi yang tidak memadai memberikan

21
kontribusi terhadap pertumbuhan kapang dan meningkatkan risiko dihasilkannya
mikotoksin. Koloni kapang mampu menghasilkan racun yang dapat
mempengaruhi kesehatan manusia maupun ternak ketika produk yang dikonsumsi
terkontaminasi kapang maupun racun yang dihasilkannya (Bhat et al. 2010).
Menurut Bahri (2015) keracunan mikotoksin pada ternak dapat disebabkan oleh
dua sumber, yaitu: (1) Kapang yang tumbuh pada hijauan/tanaman, biasanya
terjadi saat hewan merumput/mengkonsumsi hijauan; (2) Kapang yang tumbuh
pada biji-bijian yang digunakan sebagai sumber bahan pakan atau pakan. Bryden
(1998) telah mempublikasi berbagai genus kapang penghasil mikotoksin dari
berbagai hijauan dan bijian dan gangguan yang ditimbulkannya (Tabel 1). Terlihat
jelas bahwa genus kapang dan mikotoksin yang dihasilkan pada hijauan dan
bijinya tidak spesifik, meskipun dari tanaman yang sama, misalnya pencemaran
pada berbagai bagian tanaman jagung akan berbeda.

Tabel 2. Contoh sumber pakan yang mengandung mikotoksin dan gangguan yang
ditimbulkan

Kejadian Mikotoksikosis Melalui Rantai Makanan


Paparan mikotoksin terutama terjadi melalui rantai makanan. Makanan manusia
dapat terkontaminasi mikotoksin pada berbagai tahap dalam rantai makanan dan
tiga genera jamur mycotoxigenic yang paling penting adalah Aspergillus sp,
Fusarium sp dan Penicillium sp (Bryden 2007). Dijelaskan bahwa kelas utama
mikotoksin yang dihasilkan oleh tiga genus ini adalah aflatoksin (Aspergillus sp),

22
okratoksin (Aspergillus sp dan Penicillium sp), serta trikotesena dan fumonisin
(Fusarium sp).
Kapang merupakan bagian normal dari mikroflora pada tanaman pangan
dan pakan yang disimpan, tetapi produksi mikotoksin tergantung pada jenis
kapang, praktek agronomi, komposisi komoditas dan kondisi waktu panen, serta
penanganan hasil dan penyimpanannya (Bryden 2009). Beberapa faktor yang
mempengaruhi kontaminasi mikotoksin dalam rantai makanan manusia dan pakan
ternak oleh Bryden (2012) dirangkum sebagai berikut: (1) Faktor biologi
(tanaman yang rentan, kapang yang cocok sebagai penghasil toksin); (2) Faktor
lingkungan (suhu udara, kelembaban, kerusakan mekanis, serangga/burung yang
merusak, kapang; (3) Faktor waktu panen (kondisi tanaman sudah waktunya
dipanen atau belum, suhu, kelembaban); dan (4) Faktor distribusi dan
penyimpanan (suhu dan kelembaban).
yimpanan (suhu dan kelembaban). Pakan ternak merupakan pintu rantai
makanan pertama. Mikotoksin dapat memasuki rantai makanan secara langsung,
yaitu melalui produk tanaman seperti biji-bijian/serealia, kopi, biji minyak,
rempah-rempah, jus buah dan minuman (anggur dan bir) serta secara tidak
langsung dari pakan hewan (rumput dan konsentrat) yang terkontaminasi dengan
mikotoksin yang dapat meninggalkan residu dalam susu, daging dan produk
lainnya (Bhat et al. 2010). Oleh karena itu, risiko akumulasi kontaminan yang
terbawa dari pakan yang terkontaminasi ke jaringan dan cairan biologis produk
ternak untuk konsumsi manusia (daging, susu dan telur) perlu mendapat perhatian
(ArroyoManzanares et al. 2015). Biasanya mikotoksin masuk ke dalam tubuh
manusia atau ternak melalui konsumsi makanan atau pakan yang terkontaminasi,
akan tetapi menghirup spora toksigenik dan kontak melalui kulit secara langsung
juga merupakan rute penting.

23
Gambar 5.1 mikotoksin pada rantai makanan
(sumber:https://pdfs.semanticscholar.org/082f/8e56799f8d5ecde385ebf7409e9c86
ea39d7.pdf)

Dampak Mikotoksin pada Kesehatan Manusia


Aflatoksin dan fumonisin (FB) adalah mikotoksin yang mengkontaminasi
sebagian besar makanan pokok di dunia, termasuk jagung, serealia, kacang tanah
dan jenis kacang lainnya (Wild & Gong 2009). Lebih lanjut dikatakan bahwa
racun aflatoksin dan FB sering terdapat pada jagung, dimana komoditas ini
merupakan makanan pokok, misalnya di beberapa bagian Afrika, Asia dan
Amerika Latin, serta paparan kontaminasinya sudah mencapai pada level kronis
(Wild & Gong 2009).
Rocha et al. (2014) menyatakan bahwa mikotosin merupakan zat yang
bersifat karsinogenik. Aflatoksin memiliki sifat onkogenik dan imunosupresif,
serta akan menginduksi infeksi pada manusia yang terkontaminasi zat ini
(Alhousein & Gurbuz 2015). Sifat ini berkontribusi secara signifikan dalam
meningkatkan risiko kanker hati (hepato-carcinogenic) pada manusia, terutama
hubungannya dengan infeksi virus hepatitis B (VHB) kronis (Groopman et al.
2008; Wild & Gong 2009). Selain itu, aflatoksin dianggap sebagai faktor risiko
untuk perkembangan kanker hepatoselular (Scholl & Groopman 2008) dan

24
menyebabkan aflatoksikosis pada saat terjadi wabah keracunan aflatoksin (Wild
& Gong 2009).
Contoh Kasus Mikotoksin pada Bahan Makanan
Identifikasi Kontaminasi Aflatoksin pada Rempah-Rempah yang Dijual di Sentra
Pasar di Kabupaten Jember
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Balai Besar Industri Agro Bogor pada
bulan Juli – September 2019 dengan jenis penelitiannya yaitu desain analitik
eksperimental. Sampel bawang merah, kunyit, dan merica diambil dari 3 pasar
tradisional dan 3 supermarket yang diambil dengan menggunakan teknik
purposive random sampling. Analisis aflatoksin menggunakan instrumen alat
High Performance Liquid Chromatography (HPLC) dan dinyatakan dalam satuan
per part billion (ppb).

Table 3. Hasil Uji Analisis Aflatoksin B1, B2, G1, G2

Berdasarkan hasil pengujian terhadap 18 sampel, merica dengan kode sampel C4


terdeteksi aflatoksin B1 paling tinggi sebanyak 45,35 ppb dan aflatoksin total
sebanyak 99,3 ppb, melebihi batas maksimum yang ditentukan oleh BPOM RI
untuk aflatoksin B1 sebanyak 15 ppb dan aflatoksin total sebanyak 20 ppb untuk
rempah-rempah dalam bentuk utuh dan bubuk.

25
TUGAS 6
Sianida
Sianida adalah senyawa kimia dari kelompok Siano, yang terdiri dari 3 buah atom
karbon yang berikatan dengan nitrogen (C=N), dan dikombinasi dengan unsur-
unsur lain seperti kalium atau hidrogen. Secara spesifik, sianida adalah anion CN-.
Senyawa ini ada dalam bentuk gas, liquid (cairan) dan solid (garam). Kata
“sianida” berasal dari bahasa Yunani yang berarti “biru” yang mengacu pada
hydrogen sianida yang disebut Blausäure ("blue acid") di Jerman
Sianida dapat terbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia dan
memiliki sifat racun yang sangat kuat dan bekerja dengan cepat. Contohnya
adalah HCN (hidrogen sianida) dan KCN (kalium sianida). Hidrogen sianida
merupakan gas yang tidak berasa dan memiliki bau pahit yang seperti bau
almond. Kebanyakan orang dapat mencium baunya, tetapi ada beberapa orang
yang karena masalah genetiknya tidak dapat mencium bau HCN. Hidrogen
sianida disebut juga formonitrile, dalam bentuk cairan dikenal sebagai asam
prussit dan asam hidrosianik. Dalam bentuk cairan, HCN tidak berwarna atau
dapat juga berwarna biru pucat pada suhu kamar. HCN bersifat volatil dan mudah
terbakar serta dapat berdifusi baik dengan udara dan bahan peledak juga sangat
mudah bercampur dengan air sehingga sering digunakan. Natrium sianida dan
kalium sianida berbentuk bubuk putih dengan bau yang menyerupai almond.
Adanya hidrolisis dari KCN dan NaCN, HCN dapat terbentuk dengan reaksi
sebagai berikut:
NaCN + H2O →HCN + NaOH
KCN + H2O → HCN + KO
Etiologi Keracunan Sianida
Sianida secara alami terdapat dalam alam, bahan industri, dan rumah tangga.
Inhalasi asap dari hasil kebakaran merupakan penyebab paling umum dari
keracunan sianida di negara barat. Bahan-bahan seperti wol, sutra, dan polimer
sintetik mengandung karbon dan nitrogen juga dapat menghasilkan gas sianida
bilaterpapar pada suhu tinggi.
Sianida banyak digunakan dalamproses industri yang membutuhkan
electroplating dan polishing logam. Garam sianida seperti sianida merkuri,

26
tembagasianida, sianida emas, dan sianida perak menghasilkan gas hidrogen
sianida bila dikombinasikan dengan asam, sehingga memungkinkan terjadinya
kecelakaan pada industri atau paparan yang berbahaya. Sianida juga ditemukan
pada insektisida yang digunakan untuk pengasapan/desinfeksi massal.
Salah satu sumber iatrogeniksianida adalah pemberian anti hipertensi
sodium nitroprusside secara intravena. Proses pelepasan sianida dari nitroprusside
terjadi tanpa bantuan enzim. Di hati, enzim rhodanese kemudian akan
mengkatalisis konversi sianida menjadi tiosianat, yang biasanya diekskresi
melalui ginjal. Keracunan dapat terjadi apabila terdapat kerusakan dalam
metabolisme sianida atau akumulasi tiosianat selama periode pemberian beberapa
hari atau lebih. Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal, keracunan sianida
dapat terjadi karena pasien tidak dapat mengekskresikan tiosianat pada nilai yang
cukup. Pemeriksaan fungsi ginjal dapat membantu dalam menghindari keracunan
pada pasien yang membutuhkan natrium nitroprusside infus. Monitoring
peningkatan serum cyanhemoglobin atau cyanmethemoglobin yang lebih besar
dari 10 mg/dL mengkonfirmasi keracunan tiosianat dan merupakan indikasi untuk
menghentikan terapi.
Nitril adalah bentuk sianida yang ditemukan dalam pelarut dan penghilang
lem. Asetonitril dan propionitril adalah nitril yang paling sering ditemui.
Dimetabolisme menjadi sianida dalam hati, asetonitril adalah bahan aktif
dalampenghilang kuku buatan dan telah dikaitkan dengan kasus keracunan
sianida.
Meskipun bukan penyebab umum keracunan, sumber-sumber alam dapat
menyebabkan keracunan sianida ketika dikonsumsi dalam jumlah besar atau
ketika dikemas sebagai obat alternatif (contoh: laetrile). Sianida terbentuk secara
alami dalam amygdalin, (suatu glukosida sianogenik) yang pada konsentrasi
rendahterdapat dalam biji buah (misalnya, bijiapel, biji ceri, almond, dan biji
aprikot) dari spesies Prunus.
Patofisiologi Keracunan Sianida
Sianida bersifat sangat letal karena dapat berdifusi dengan cepat pada jaringan dan
berikatan dengan organ target dalam beberapa detik. Sianida dapat berikatan dan
menginaktifkan beberapa enzim, terutama yang mengandung besi dalam bentuk

27
Ferri (Fe3+) dan kobalt. Kombinasi kimia yang dihasilkan mengakibatkan
hilangnya integritas struktural dan efektivitas enzim.
Sianida dapat menyebabkan terjadinya hipoksia intraseluler melalui ikatan
yang bersifat ireversibel dengan cytochrome oxidase a3 di dalam mitokondria.
Cytochrome oxidase a3 berperan penting dalam mereduksi oksigen menjadi air
melalui proses oksidasi osforilasi. Ikatan sianida dengan ion ferri pada
cytochrome oxidase a3 akan mengakibatkan terjadinya hambatan pada enzim
terminal dalam rantai respirasi, rantai transport elektron dan proses osksidasi
forforilasi. Fosforilasi oksidatif merupakan suatu proses dimana oksigen
digunakan untuk produksi adenosine triphosphate (ATP).
Gangguan pada proses ini akan berakibat fatal karenan proses tersebut
penting untuk mensintesis ATP dan berlangsungnya respirasi seluler. Suplai ATP
yang rendah ini mengakibatkan mitokondria tidak mampu untuk mengekstraksi
dan menggunakan oksigen, sehingga walaupun kadar oksigen dalam darah normal
tidak mampu digunakan untuk menghasilkan ATP. Akibatnya adalah terjadi
pergeseran dalam metabolisme dalam sel yaitu dari aerob menjadi anaerob.
Penghentian respirasi aerobik juga menyebabkan akumulasi oksigen dalam vena.
Pada kondisi ini, permasalahnya bukan pada pengiriman oksigen tetapi pada
pengeluaran dan pemanfaatan oksigen di tingkat sel. Hasil dari metabolisme aerob
ini berupa penumpukan asam laktat yang pada akhirnya akan menimbulkan
kondisi metabolik asidosis.
Penghambatan pada sitokrom oksidase a3 ini bukan merupakan satu-
satunya mekanisme yang berperan dalam keracunan sianida. Terdapat beberapa
mekanisme lain yang terlibat, diantaranya: penghambatan pada enzim karbonik
anhidrase yang berperan penting untuk memperparah kondisi metabolik asidosis
dan ikatan dengan methemoglobin yang terdapat konsentrasinya antara 1%-2%
dari kadar hemoglobin. Ikatan sianida ini menyebabkan jenis hemoglobin ini tidak
mampu mengangkut oksigen.

28
Gambar 6.1 Mekanisme keracunan sianida (Jillian, 2011)
Penatalaksanaan Keracunan Sianida
Penanganan pasien keracunan sianida membutuhkan penegakan diagnosis yang
cepat dan tepat, selain itu diperlukan keputusan klinis yang cepat untuk
mengurangi risiko morbiditas dan mortilitas pada pasien. Tingkat risiko pasien
sangat dipengaruhi oleh dosis dan durasi paparan sianida pada pasien. Pada
prinsipnya manajemen terapi keracunan sianida bisa mengikuti langkah-langkah
berikut:

a. Dekontaminasi. Dekontaminasi disesuaikan dengan jalur paparan, secara


umum bias dikategorikan (1) Inhalasi: pindahkan pasien ke lokasi yang bebas
dari asap paparan dan tanggalkan pakaian pasien. (2) Mata dan kulit:
tanggalkan pakaian yang terkontaminasi, cuci kulit yang terpapar dengan sabun
dan atau air, irigasi mata yang terpapar dengan air atau salin, lepaskan lensa
kontak. (3) Saluran pencernaan: jangan menginduksi emesis, arang aktif bias
diberikan bila pasien dalam keadaan sadar dan masih dalam waktu 1 jam sejak
terpapar sianida. Isolat emesis bisa diberikan untuk membantu pengeluaran
hidrogen sianida.
b. Bantuan hidup dasar dan bantuan pertama pada penyakit jantung (Basic Life
Support (BLS)/Advanced Cardiac Life Support (ACLS). Menurut American
Hearth Association Guidelines tahun 2005, tindakan BLS ini dapat disingkat
dengan teknik ABC yaitu airway (membebaskan jalan nafas), breathing
(memberikan nafas buatan), dan circulation (pijat jantung pada kondisi syok).
Namun, pada tahun 2010 tindakan BLS diubah menjadi CAB (circulation,
breathing, airway). Tujuan utama dari BLS adalah untuk melindungi otak dari

29
kerusakan yangireversibel akibat hipoksia, karena peredaran darah akan
berhenti selama 3-4 menit. Pada kasus keracunan sianida di mana terjadi
penurunan utilisasi, pemberian oksigen 100% pada pasien dengan masker
nonrebreather atau tubeendotrakeal bisa membantu. Hal ini bias membantu
efektifitas penggunaan antidot dengan mekanisme kompetisi dengan sianida ke
sisi ikatan sitokrom oksidase.
c. Terapi antidot. Salah satu kunci keberhasilan terapi keracunan sianida adalah
penggunaan antidot sesegera mungkin denganpengalaman empiris tanpa harus
mengetahui kondisi kesehatan detail pasien terlebih dahulu. Di Amerika ada
dua antidot yang telah disetujui oleh FDA yaitu kit antidot sianida yang sudah
digunakan selama puluhan tahun serta hidroxokobalamin yang disetujui pada
tahun 2006. Kit antidot sianida merupakan kombinasi dari 3 jenis antidot yang
bekerja sinergis (amyl nitrite, sodium nitrite, dan sodium thiosulfate).
Contoh kasus keracunan sianida
Judul jurnal: Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Konsentrasi Sianida
Dalam Urin Masyarakat Kawasan Pesisir
Penelitian ini dilakukan di wilayah pesisir Desa Mallasoro, Kecamatan
Bangkala, Kabupaten Jeneponto. Jenis penelitian adalah penelitian observasional
dengan desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini terbagi atas dua yaitu
populasi lingkungan dan manusia. Populasi lingkungan yaitu seluruh kerang hijau
yang ada di perairan pesisir Desa Mallasoro Kecamatan Bangkala. Populasi
manusia yaitu seluruh masyarakat yang tinggal dan mengalami keracunan
makanan pada periode 31 Agustus – 3 September 2016 di desa tersebut, yakni
sebanyak 60 orang. Sampel kerang hijau masing-masing diambil pada 7 titik
lokasi menggunakan teknik grab sample atau sampel sesaat, yaitu salah satu
teknik dalam pengambilan sampel lingkungan, yang cara pengambilannya
dilakukan secara langsung dari badan air yang sedang dipantau. Sampel manusia
menggunakan teknik purposive sampling sehingga diperoleh besar sampel 30
orang, dengan memperhatikan kriteria inklusi yaitu masyarakat Desa Mallasoro
yang bermukim dan menetap secara terus menerus selama >5 tahun, masih
mengkonsumsi kerang hijau dari perairan tersebut dan bersedia menjadi
responden.

30
Hasilnya menunjukkan bahwa Variabel yang berhubungan dengan
konsentrasi sianida dalam urin masyarakat pesisir adalah konsentrasi sianida
dalam kerang hijau, lama tinggal, lama konsumsi kerang hijau dan frekuensi
konsumsi singkong sedangkan variabel yang tidak berhubungan yaitu umur dan
jumlah konsumsi rokok/hari. Variabel yang menjadi prediktor terhadap
konsentrasi sianida dalam urin adalah konsentrasi dalam kerang hijau, lama
konsumsi kerang hijau dan frekuensi konsumsi singkong. Disarankan kepada
masyarakat pesisir Desa Mallasoro untuk mengurangi atau bahkan tidak lagi
mengkonsumsi kerang hijau dari perairan tersebut dan melakukan pengolahan
yang tepat pada singkong sebelum dikonsumsi yakni dengan cara pencucian,
perendaman atau perebusan, sehingga menjadi aman untuk dikonsumsi.

31
Pestisida
Pestisida merupakan kelompok zat kimia yang sangat heterogen yang dirancang
untuk menghancurkan tanaman yang tidak diinginkan, serangga, dan hewan
pengerat, termasuk pembunuh gulma, fungisida, insektisida, acaricides,
nematicides, dan rodentisida. Produk phytosanitary semua memiliki tingkat
toksisitas tertentu untuk manusia, dengan intensitas variable

Pestisida diklasifikasi berdasarkan jenis, paparan dan rute masuk.


Penggolongan Pestisida berdasasarkan jenis, yaitu: insektisida, herbisida,
fungisida, rodentisida, dan fumigan. Penggolongan pestisida berdasasarkan
paparannya, yaitu akut, sub-kronis, dan kronis. Berdasarkan rute masuknya
pestisida dapat masuk ke tubuh manusia dengan tiga cara yaitu: melalui kulit
(kontak), mulut (menelan), dan paru-paru (inhalasi). Keadaan zat kimia, padat, cair,
atau gas, mempengaruhi kemungkinan penetrasi pestisida ke dalam tubuh

Gambar 6.2 rute masuk pestisida ke tubuh manusia


Efek pestisida pada tubuh manusia
Pestisida dapat membahayakan manusia melalui keracunan atau kecelakaan.
Keracunan disebabkan oleh pestisida yang mempengaruhi organ atau sistem di
dalam tubuh, sedangkan cidera biasanya disebabkan oleh pestisida yang
merupakan iritasi eksternal. Beberapa pestisida sangat beracun bagi manusia. Efek
toksik oleh paparan pestisida dapat berkisar dari gejala ringan, seperti iritasi kulit
ringan atau gejala alergi lainnya, hingga gejala yang lebih parah, seperti sakit
kepala yang kuat, pusing, atau mual. Beberapa pestisida, misalnya, organofosfat,
dapat menyebabkan gejala berat, seperti kejang, koma, dan bahkan mungkin
kematian. Toksisitas pestisida pada manusia dapat dikategorikan berdasarkan sifat
paparan, dimana paparan terjadi/ sistem tubuh yang terpengaruh. Beberapa efek
beracun oleh pestisida bersifat sementara, mengingat bahwa mereka cepat

32
reversibel sehingga tidak menyebabkan kerusakan parah atau permanen. Pestisida
tertentu dapat menyebabkan kerusakan yang dapat kembali, tetapi pemulihan
penuh mungkin membutuhkan waktu yang lama
Menurut Sánchez-Santed tahun 2016 menunjukkan bahwa paparan
pestisida sering menginduksi toksisitas neurologis akut dan kronis, disfungsi
metabolisme lipid, protein dan karbohidrat. Namun, sebagian besar survei
menggunakan pengukuran subjektif atau kualitatif, seperti gejala, skala
psikologis, atau tanda-tanda klinis, untuk mengevaluasi efek kesehatan dari
penggunaan pestisida. Sebagai contoh, satu studi menemukan bahwa petani yang
menggunakan pestisida dalam jumlah besar lebih mungkin menderita sakit kepala,
mual, dan masalah kulit

Cara mencegah keracunan pestisida


Menurut beberapa penelitian, kegiatan pencegahan dapat diintervensi sebelum,
selama, atau setelah peristiwa "keracunan". Kegiatan pencegahan keracunan
primer diintervensi sebelum terjadinya keracunan, yang bertujuan untuk
mencegahnya terjadi, baik dengan cara mengendalikan jalur dan racun pestisida
terhadap petani, mengendalikan racun pestisida terhadap petani, dan dengan
mengendalikan atau mengubah faktor lingkungan yang tidak mendukung. Strategi
pencegahan primer dapat dilakukan secara aktif atau pasif. Strategi aktif berusaha
mengubah sikap, gaya hidup dan perilaku individu dan kelompok, misalnya,
dengan mengedukasi masyarakat dan individu tentang kesadaran dan praktik
keamanan racun, atau sosialisasi tentang inisiatif seperti pengemasan, pelabelan,
dan penyimpanan produk kimia (pestisida) yang lebih aman. Strategi pasif yaitu
melindungi orang, dengan meningkatkan keamanan produk dan lingkungan di mana
mereka menggunakan pestisida. Contoh terbaik diberikan oleh kemasan farmasi
yang aman terhadap anak, yang telah mengurangi keracunan pada anak-anak.
Penambahan agen penetral ke pestisida, seperti etilena glikol, adalah strategi pasif
lain untuk mencegah keracunan.
Pencegahan keracunan sekunder adalah tindakan yang diambil setelah
paparan telah terjadi, untuk mencegah komplikasi keracunan, irreversibel atau
kronis dan mengembalikan korban ke kondisi kesehatan sebelumnya. Ini
termasuk langkah-langkah awal untuk meminimalkan efek dari agen beracun,

33
diagnosis, dekontaminasi dan perawatan pertolongan pertama. Hal ini dapat
termasuk mengedukasi masyarakat dan profesional tentang bagaimana mengenali
dan mengelola keracunan. Tindakan yang dilakukan setelah paparan pestisida
misalnya, mencuci kulit dan mata segera setelah kontaminasi oleh pestisida.
Pencegahan keracunan tersier berhubungan dengan diagnosis dan
pengobatan korban keracunan yang tidak dapat ditangani sampai pemulihan
penuh, untuk mencegah kematian atau cacat permanen. Hal ini juga berkaitan
dengan korban dan keluarga tentang bagaimana memanfaatkan potensi yang tersisa
untuk hidup sehat, termasuk menghindari kesulitan yang tidak perlu, pembatasan
dan komplikasi, yaitu, rehabilitasi dan fisioterapi dalam kasus polineuropati
akibat beracun.
Contoh kasus keracunan pestisida
Judul jurnal: Kejadian Keracunan Pestisida Pada Istri Petani Bawang Merah di
Desa Kedunguter Kecamatan Brebes Kabupaten Brebes
Penelitian ini dilakukan di Desa Kedunguter Kecamatan Brebes
Kabupaten Brebes Jawa Tengah. Data pemeriksaan kalinesterase DKK Brebes
menunjukkan bahwa 19,25% petani mengalami keracunanringan dan 4,08%
mengalami keracunan sedang, dimana istri petani berisiko mengalami
keracunankarena keterlibatan mereka dalam kegiatan pertanian. Tujuan penelitian
untuk megetahui faktor-faktoryang berhubungan dengan kejadian keracunan
pestisida pada istri petani bawang merah di DesaKedunguter Kecamatan Brebes
Kabupaten Brebes. Penelitian ini merupakan penelitian observasionaldengan
desain cross sectional. Sampel penelitian sejumlah 37 orang diambil
menggunakan metodepurposive sampling. Analisis data dengan menggunakan uji
Chi-Square. Hasil penelitian menunjukkanistri petani yang mengalami keracunan
sebanyak 29 orang (78,4%). Hasil uji statistik menunjukkan adahubungan antara
keikutsertaan istri dalam kegiatan pertanian (p=0,042), tingkat risiko
paparan(p=0,002) dengan kejadian keracunan pestisida. Upaya yang perlu
dilakukan adalah tetap berhati-hatiterhadap paparan pestisida. Perlu dilakukan
sosialisasi, pemantauan dan evaluasi terhadap perilakupetani dan istrinya dalam
melakukan aktivitas pertanian serta bahaya penggunaan pestisida oleh
instansiterkait

34
DAFTAR PUSTAKA

https://jurnal.unej.ac.id/index.php/multijournal/article/download/20112/8796/
https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/wicaksana/article/view/357/255
https://ejurnal.ung.ac.id/index.php/gojhes/article/download/2699/1612
https://media.neliti.com/media/publications/4734-ID-kejadian-keracunan-
pestisida-pada-istri-petani-bawang-merah-di-desa-kedunguter-k.pdf
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0021925820481116
https://media.neliti.com/media/publications/137452-ID-transport-metilmerkuri-
mehg-dan-merkuri.pdf
https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fen.wikipedia.org%2Fw
iki%2FMercury_cycle&psig=AOvVaw3B59clFuOjQFOhti2Db-
QU&ust=1671185155831000&source=images&cd=vfe&ved=0CBEQjhxqFwoT
CPidh4aw-_sCFQAAAAAdAAAAABAR
https://www.slideshare.net/vedro/toksikologi-logamberat-vedro
http://repository.uki.ac.id/1718/1/GANGGUAN%20KESEHATAN%20AKIBAT
%20PAPARAN%20MERKURI%20PADA.pdf
https://media.neliti.com/media/publications/199997-kadmium-dan-efeknya-
terhadap-ekspresi-pr.pdf
http://scholar.unand.ac.id/43981/2/BAB%201%20%28Pendahuluan%29.pdfhttps:
//pdfs.semanticscholar.org/082f/8e56799f8d5ecde385ebf7409e9c86ea39d7.pdf

35

Anda mungkin juga menyukai