Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

ILMU LINGKUNGAN
SAINS, MATERI, ENERGI, DAN SISTEM

OLEH KELOMPOK 1 :
MARIO BAGASKARA (2110411003)
FATIHANAH (2110411007)
AKEN PUTI NANDI NANTI (2110411013)
AHMAD ZAKI HABIBULLAH (2110411020)

DOSEN PEMBIMBING : PROF. DR. RAHMIANA ZEIN


MATA KULIAH : ILMU LINGKUNGAN

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
SUMATERA BARAT

1
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah senantiasa kami ucapkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Ilmu lingkungan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan makalah ini tidak lepas dari
bantuan banyak pihak yang telah berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini sehingga makalah
ini dapat terselesaikan tepat waktu. Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari
sempurna dikarenakan keterbatasan pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki.

Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran dan masukan bahkan kritik
yang membangun dari para pembaca. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi para pembaca.

Padang, 14 Maret 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...............................................................................................................................................1
BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN………………………………………………………………………………………….2

A. Latar belakang.................................................................................................................................4
B. Rumusan masalah............................................................................................................................4
C. Tujuan..............................................................................................................................................4
BAB II.........................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN……………………………………………………………………………………………
…………………………………………….3

A. Ilmu Lingkungan.............................................................................................................................5
B. Sains, Materi, Energi, dan Sistem....................................................................................................5
C. Pengertian Hujan Es........................................................................................................................6
D. Proses Hujan Es...............................................................................................................................7
E. Daya Dukung terjadinya Hujan Es...................................................................................................9
F. Dampak hujan es...........................................................................................................................10
BAB III......................................................................................................................................................11
Penutup......................................................................................................................................................11

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Di awal tahun 2022 ini kita dikejutkan oleh fenomena alam yang sangat jarang terjadi di
daerah beriklim tropis khusunya di Indonesia, yaitu hujan badai yang disertai dengan jatuhnya
butiran es batu dari langit. Fenomena hujan es sebenarnya bukan fenomena cuaca yang baru di
Indonesia, namun intensitasnya masih kurang. Seperti yang kita tahu, daerah Indonesia
merupakan daerah tropis dengan suhu udara yang rata rata lebih tinggi dibanding dengan daerah
5 musim, karena posisi matahari yang vertikal.

Dengan kondisi iklim tropis yang seperti itu, lantas hujan es batu yang terjadi di Surabaya
menjadi suatu hal yang secara umum tidak dapat diterima secara sains, karena es hanya akan
terbentuk pada suhu dibawah 0o C. Dan pada kesempatan kali ini kami akan mencoba membahas
bagaimana hujan es batu ini terjadi di Surabaya yang merupakan daerah dengan suhu rata rata
29o C dari sisi sains, materi, energi, sistem, dan daya dukung lingkungan.

B. Rumusan masalah

1. Apa itu hujan es?


2. Bagaimana proses terjadinya hujan batu es di Surabaya?
3. Apa saja materi yang dibawa hujan es tersebut?
4. Mengapa bisa terjadi hujan es di Surabaya?

C. Tujuan

1. Agar dapat mengetahui apa itu hujan es


2. Dapat nenjelaskan proses terjadinya hujan es di Surabaya secara sains
3. Dapat mengidentifikasi materi, energi, dan sistem serta daya dukung lingkungan ketika
fenomena hujan batu es berlangsung
4. Dapat mengetahui dampak hujan es terhadap lingkungan

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ilmu Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitaryang mencakup sumber daya alam
hayati dan non-hayati. Lingkungan terdiri dari dua macam., yaitu lingungan alami dan
lingkungan buatan. Lingkungan memiliki banyak manfaatnya, diantaranya sebagai penyedia air,
sebagai penyedia mikroorganisme, sebagai penyedia oksigen, sebagai penyedia sumber daya
alam, sebagai penyedia tanah, sebagai sumber makanan, dan sebagai tempat hidup.

Ilmu lingkungan adalah ilmu interdisipliner (ekologi terapan) untuk mengaatur dan
menilai perubahan dan dampak manusia terhadap ekosistem. Ilmu lingkungan dapat dibagi
menjadi banya bagian, diantaranya yaitu biologi, geologi, ekologi, klimatologi, zoologi,
plantologi, daan lain sebagainya.

B. Sains, Materi, Energi, dan Sistem

1. Sains

Sains (science) merupakan proses observasi, pengumpulan, dan analisis terhadap fakta
fakta. Dasar pemikiran tentang sains ini adalah fakta, dimana mampu menjadi dasar
pengembangan teori, verifikasi, dan pengetahuan terhadap kondisi alam pada umumnya. Ruang
lingkup sains terdiri dari Terbatas, hanya dapat dipahami melalui panca indra , pengecapan,
penglihatan, pendengaran, perabaan. Sedangkan, ciri-ciri suatu pengetahuan yang bisa dikatakan
sebagai sains sebagai berikut.

a. Bersifat logis dan rasional


b. Sistematis
c. Objektif
d. Berdasarkan pengalaman yang nyata
e. Universal
f. Dapat dibuktikan
g. Bisa diulang dengan hasil yang sama
h. Tidak menerima kebetulan

5
2. Materi

Materi adalah setiap objek atau bahan yang membutuhkan ruang, yang jumlahnya diukur
oleh suatu sifat yang disebut massa. materi terdiri dari dua macam, yaitu biotik dan abiotic.
Biotik adalah komponen lingkungan yang terdiri atas makhluk hidup, seperti manusia, hewan,
tumbuhan, dan mikroorganisme. Sedangkan, abiotic adalah komponen lingkungan yang terdiri
dari sesuatu yang tidak hidup, seperti tanah, air, udara, cahaya, mineral, dan lain-lain.

3. Energi

Energi merupakan kemampuan untuk mengatur ulang suatu kumpulan materi atau dengan
kata lain, energi adalah kemampuan atau kapasitas untuk melakukan kerja. Energi terdiri dari
dua, yaitu energi potensial dan energi kinetic. Energi potensial adalah energi yang dimiliki oleh
suatu benda yang bergerak atau berpindah. Contohnya, kelapa jatuh dari pohonnya, tegangan
listrik, getaran bumi, dan lain sebagainya. Sedangkan, energi kinetic adalah energi yang dimiliki
benda karena keadaan atau kedudukannya. Contohnya, angina yang berhembus, air yang
mengalir, perpindahan panas, dan lain sebagainya.

4. Sistem

Menurut Sutarman (2012:13) sistem merupakan kumpulan elemen yang saling


berhubungan dan berinteraksi dalam satu kesatuan untuk menjalankan suatu proses pencapaian
tujuan utama. Sistem memiliki masukan, aliran, dan keluaran materi dan energi yang dipengaruhi
umpan balik.

Sistem terbagi menjadi dua, yaitu Siklus umpan balik positif dan Siklus umpan balik
negative. Sistem umpan balik positif adalah membuat sistem berubah lebih jauh tetapi tetap di
arah yang sama dengan arah pergerakannya. Sedangkan sistem umpan balik negative adalah
membuat sistem berubah ke arah berlawanan dari arah pergerakannya.

C. Pengertian Hujan Es

Hujan es atau hail merupakan hujan badai yang disertai dengan jatuhnya butiran es
melalui kondensasi uap air lewat proses pendinginan pada sebuah lapisan di atmosfer. Biasanya
hanya es yang berukuran besar saja yang mengalami proses ini, karena ukurannya yang besar,

6
sehingga meski es sudah turun ke suhu yang lebih hangat dan daerah lebih rendah, tidak semua
es ini menjadi cair (mencair).

Pada umumnya, hujan biasa terbentuk karena penguapan air, lalu membentuk awan
melalui proses kondensasi dan mengalami presipitasi sehingga terbentuklah butir hujan. Di
daerah yang mengalami musim dingin, butir hujan akan membeku (bila saat keluar dari awan
berbentuk cair) dan tidak sempat mencair karena suhu antara dasar awan dan permukaan juga
sudah di bawah 0o C. Salju turun biasanya dari awan jenis stratus sehingga mampu terjadi turun
salju dalam waktu yang cukup panjang seperti halnya hujan yang turun dari awan jenis stratus di
wilayah Indonesia. Salju sangat berbeda dengan batu es (hail), baik asal awan maupun cara
terbentuknya. Itulah sebabnya hail dapat terjadi di Surabaya.

Hail hanya akan terbentuk pada awan cumulonimbus (Cb) yang topnya melewati freezing
level (ketinggian dimana suhu udaranya 0℃ atau sekitar 16.000 kaki di wilayah Indonesia).
Untuk terjadinya hujan es kondisi udara (cuaca) harus mendukung dengan labilnya lapisan udara
sehingga mudah terjadi proses konveksi ditambah harus ada suplai uap air yang cukup sehingga
massa udara yang terangkat oleh proses konveksi mengandung uap air yang banyak dan akan
mempermudah terbentuknya awan cumulus yang berkembang menjadi awan cumolonimbus. Air
yang terkumpul di awan ini akan berjatuhan pada saat suhu udara di bawah titik beku. Air yang
pada awalnya masih murni kemudian bersentuhan dengan berbagai partikel lain sehingga
mempercepat proses pembekuan sehingga membentuk kristal-kristal es. Temperatur udara (suhu
nya kebih hangat) yang tidak berhasil melelehkan kristal es membuatnya tetap jatuh hingga
permukaan tanah. 

Pada fenomena hujan batu es, materi yang terkandung meliputi air atau H 2O, serta
beberapa zat emisi diantaranya gas nitrogen dioksida (NO2), sulfur dioksida (SO2), dan karbon
monoksida (CO) yang mana gas tersebut membantu untuk mempercepat pembekuan air.

D. Proses Hujan Es

Sistem pembentukan hujan es bermula terbentuknya awan cumulonimbus (Cb) yang


topnya melewati freezing level (ketinggian dimana suhu udaranya 0 ℃ atau sekitar 16.000 kaki
di wilayah Indonesia). Untuk terjadinya Cb kondisi udara (cuaca) harus mendukung dengan
labilnya lapisan udara sehingga mudah terjadi proses konveksi ditambah harus ada suplai uap air

7
yang cukup sehingga massa udara yang terangkat oleh proses konveksi mengandung uap air
yang banyak dan akan mempermudah terbentuknya awan cumulus yang berkembang menjadi
awan Cb.

Pertumbuhan awan Cb bila disertai updraft yang kuat maka hail dapat terbentuk. Updraft
masuk pada level bawah dan naik ke zona yang disebut “vault” (berbentuk melengkung). Hail
akan terbentuk bila partikel es atau butir air hujan yang membeku tumbuh/berkembang dengan
menyerap butir-butir awan kelewat dingin. Awan Cb mengandung partikel es dan butir air besar.
Hal penting yang perlu dicatat dalam pertumbuhan/pembesaran hail adalah panas laten
pembekuan yang dilepaskan saat butir air yang diserap membeku. Akibat panas laten tersebut,
suhu dari hail yang tumbuh akan lebih hangat beberapa derajat dibanding suhu awan di
sekitarnya. Suhu keseimbangan antara hail dan awan akan tercapai bila total panas yang
dilepaskan akibat pembekuan (baik dari fasa air ke padat maupun dari fasa gas ke fasa padat)
sama dengan panas yang diserap oleh awan akibat konduksi. Dengan dicapainya keseimbangan
suhu maka tidak ada lagi transfer panas dari hail ke lingkungannya. Laju pertumbuhan hail dapat
ditentukan dengan menjumlahkan laju pertumbuhan akibat penyerapan butir air dan laju
pertumbuhan akibat sublimasi (Rogers, 1979).

Pada hujan es berlangsung, kadang diiringi oleh sambaran petir dan angin yang kencang.
Sistem terjadinya petir saat hujan es berlangsung merupakan contoh teori termoelektrik dalam
kehidupan. Teori Termoelektrik menganalogikan sebuah batang es dimana salah satu ujungnya
dipanasi sementara ujung yang lain dibiarkan dingin. Akibatnya ujung yang dipanasi akan
bermuatan listrik negatif sementara ujung lainnya bermuatan positif.

Permukaan batu es akan lebih panas dari permukaan kristal es dikarenakan panas laten
pembekuan yang dilepaskan sejumlah tetes awan kelewat dingin yang membentur batu es.
Benturan antara kristal es yang naik karena arus udara ke atas dan batu es hujan yang turun
akibat gravitasi akan menimbulkan elektrifikasi di dalam awan. Dalam benturan tersebut batu es
yang relatif lebih panas mendapat muatan negatif dan kristal es yang relatif lebih dingin
mendapat muatan positif. Kristal-kristal es yang lebih kecil akan mengambul ke atas dengan
membawa muatan positif (updraft > kecepatan terminal jatuh). Sebaliknya batu es akan turun
dengan membawa muatan negatif (updraft < kecepatan terminal jatuh). Dengan demikian bagian

8
atas awan kovektif berisi Kristal kristal es kecil yang bermuatan positif dan bawah awan
bermuatan negatif.

Sedangkan sistem terbentuknya Angin puting beliung biasa terjadi pada musim pancaroba
di kala siang ataupun sore hari. Fase terjadinya puting beliung memiliki kaitan yang erat dengan
fase tumbuh awan cumulonimbus. Adapun fase terjadinya puting beliung yaitu:

1. Fase tumbuh, Di dalam awan terjadi arus udara yang naik ke atas dengan tekanan
yang cukup kuat. Pada saat ini proses terjadinya hujan belum turun karena titik-titik
air serta kristal es masih tertahan oleh arus udara yang bergerak naik menuju puncak
awan.
2. Fase dewasa atau masak, Dalam fase ini, titik-titik air yang tidak lagi tertahan oleh
udara akan naik menuju puncak awan. Hujan kemudian akan turun dan menimbulkan
gaya gesek antara arus udara yang naik dan yang turun. Pada fase ini, temperatur
massa udara yang turun memiliki suhu yang lebih dingin dibandingkan dengan udara
disekelilingnya. Pada arus udara yang naik ataupun turun dapat timbul arus geser
yang memuntir lalu membentuk pusaran. Arus udara yang berputar semakin lama
semakin cepat akan membentuk sebuah siklon yang “menjilat” bumi atau yang
disebut pula dengan angin puting beliung.  Angin puting beliung, dapat disertai
dengan hujan yang deras dan membentuk pancaran air.
3. Fase punah, Dalam masa punah, tidak ada massa udara yang naik namun massa
udara akan meluas di seluruh awan. Pada akhirnya proses terjadinya
awan mengalami kondensasi akan berhenti dan udara turun melemah sehingga
pertumbuhan awan akan berakhir.

E. Daya Dukung terjadinya Hujan Es

Meski Indonesia beriklim tropis, hujan es juga berpotensi terjadi. Hal ini lantaran
Indonesia memiliki kelembaban yang cukup tinggi. Hujan es terjadi akibat munculnya tumpukan
awan cumulonimbus. Kemunculan awan tersebut merupakan bagian dari siklus hidrologi. Energi
panas yang dipancarkan matahari dapat membuat air laut mengalami penguapan. Uap air itu
kemudian naik ke atmosfer dan membentuk awan pada ketinggian tertentu dimana suhu udara di

9
atas semakin dingin. Kondisi atmosefer yang tidak stabil juga mendukung terjadinya hujan es,
contohnya badai, kilat dan petir.

F. Dampak hujan es

Dampak terbesar dari turunnya hujan es di suatu daerah adalah terjadap tanaman pada
lahan pertanian, hujan yang turun dalam bentuk butiran-butiran kristal, secara fisik dapat
langsung merusak semua bagian tanaman seperti daun, ranting, cabang dan batang.

Kecepatan jatuhnya hujan es tergantung pada ukuran hujan es, gesekan antara hujan es
dan udara di sekitarnya, kondisi angin setempat (baik horizontal maupun vertikal), dan tingkat
leleh batu es tersebut. Dengan dorongan yang kuat, angin yang menghempas bongkahan-
bongkahan es yang turun akan dapat merobek dinding rumah, memecahkan kaca jendela,
merusak kaca mobil, menyebabkan cedera pada manusia maupun hewan, dan paling berbahaya
dapat menyebabkan kematian.

Selain itu hujan es juga bersifat sangat asam sehingga dapat “meracuni” tanaman yang
terkena hujan es tersebut, tanaman bisa “hangus” akibat sifat keasaman hujan es itu. Sama
dengan hujan biasa, hujan es juga mengandung gas-gas emisi di antaranya nitrogen dioksida,
sulfur dioksida, dan karbon monoksida.

10
BAB III

Penutup

Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa:

1. Hujan es atau hail merupakan hujan badai yang disertai dengan jatuhnya butiran es
melalui kondensasi uap air lewat proses pendinginan pada sebuah lapisan di atmosfer.
2. Secara sains Hujan es (hail) dapat terjadi di Surabaya terletak di sekitar khatulistiwa
(wilayah tropis) yang suhu permukaannya relatif hangat.
3. Fenomena hujan batu es mengandung beberapa materi yang meliputi: air atau H 2O, serta
beberapa zat emisi diantaranya gas nitrogen dioksida (NO2), sulfur dioksida (SO2), dan
karbon monoksida (CO) yang mana gas tersebut membantu untuk mempercepat
pembekuan air.
4. Energi yang terlibat dalam fenomena hujan es merupakan energi potensial, yaitu proses
jatuhnya butiran batu es yang juga melibatkan gaya gravitasi bumi.
5. Sistem pembentukan hujan es bermula dengan terbentuknya awan cumulonimbus (Cb)
yang topnya melewati freezing level (ketinggian dimana suhu udaranya 0 ℃ atau sekitar
16.000 kaki di wilayah Indonesia). Untuk terjadinya Cb kondisi udara (cuaca) harus
mendukung dengan labilnya lapisan udara (seperti badai dan petir). Cb akan mengandung
butiran es dan air lalu akan jatuh ke permukaan yang ukurannya akan semakin mengecil
ketika mendekati permukaan karena suhu permukaan lebih tinggi
6. Fase terjadinya puting beliung memiliki kaitan erat dengan pembentukan awan Cb. Fase
terjadinya meliputi fase muda, dewasa, dan punah.
7. Terjadinya hujan deras dan angin badai menjadi daya dukung terjadinya hujan es di
Surabaya
8. Dampak yang diakibatkan oleh hujan es adalah rusaknya tanaman pada lahan pertanian,
pecahnya kaca jendelan rumah, merusak dinding rumah, menyebabkan cedera, bahkan
kematian.

11
DAFTAR PUSTAKA

H. Es and H. Di, “Intisari,” vol. 2000, no. APRIL, 2000.

W. O. F. Java, D. Septiadi, and S. Hadi, “Di Wilayah Bandung , Jawa Barat,” Weather,

pp. 163–170, 2009.

R. Darman, “Analisis Data Kejadian Bencana Angin Puting Beliung Dengan Metode

Online Analytical Processing (Olap),” SINTECH (Science Inf. Technol. J., vol. 2, no. 1,

pp. 18–23, 2019, doi: 10.31598/sintechjournal.v2i1.298.

12

Anda mungkin juga menyukai