Anda di halaman 1dari 34

Kata Pengantar

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan modul Dinamika Hidrosfer
untuk kelas X SMA/sederajat. Modul ini disusun berdasarkan Permendikbud
Nomor 37 Tahun 2018, Kurikulum 2013 . Modul ini juga dilengkapi dengan
latihan soal untuk menguji pemahaman siswa terkait dengan materi yang
terdapat pada modul. Dalam modul Dinamika Hidrosfer ini akan dibahas
tentang “Eutrofikasi Waduk Selorejo”.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan modul
ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran demi
perbaikan dan kesempurnaan modul ini.
Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu proses penyelesain modul ini, terutama dosen pengampu mata
kuliah pembelajaran berbasis virtual Bapak Dr. Purwanto , S.Pd, M.Si., yang
telah membimbing penyusun dalam pembuatan modul ini. Semoga modul
ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya para peserta didik.

Malang, 15 Oktober 2022

Penyusun

i
Daftar Isi

KATA PENGANTAR…………………………………………...........................................................................i
DAFTAR ISI…………………………………..…………………..........................................................................ii
BAGAN PEMBELAJARAN……….………………………………..………………………......................................iii
GLOSARIUM………..…..…………………………………………………..……....................................................iv
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL………...…………………………………………………..……………..........v
KOMPETENSI INTI………...…………………………………………………..…………........................................vi
KOMPETENSI DASAR………...…………………………………………………..…………..............................…..vi
TUJUAN PEMBELAJARAN………...…………………………………………………..………….............................vi
MATERI 1 DINAMIKA HIDROSFER……...……………………………….……..............................................1
A. AIR DAN ASAL MULA PEMBENTUKANNYA………………...…………………………………….…….........2
B. POTENSI AIR DI MUKA BUMI……………………………………………..….............................................5
C. SIKLUS HIDROLOGI ……………...……………………………………….….................................................6
D. SOAL EVALUASI 1 ....................................................................................................................10
MATERI 2 EUTROFIKASI………………..….….....……….......................................................................11
A. EUTROFIKASI WADUK SELOREJO……………………………………………………..…………...................12
B. PENYEBAB DAN PROSES EUTROFIKASI …………………………………..........................................13
C. DAMPAK DAN PENGENDALIAN EUTROFIKASI………………………………………….……..……….....18
D. SOAL EVALUASI........................................................................................................................21
KESIMPULAN……………………………................................................................................................22
KUNCI JAWABAN..........................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA……........………………………………………………………………....................................24
PROFIL PENULIS…...……..…………..…………………………………………………….....................................25

ii
Bagan Pembelajaran

iii
Glosarium
Abissal : wilayah laut sangat dalam yang kedalamannya antara 2000–5000 m.
Evaporasi : Penguapan benda-benda abiotik dan merupakan proses perubahan wujud air
menjadi gas.
Evapotranspirasi : gabungan dari evaporasi dan transpirasi.
Infiltrasi : meresapnya air ke dalam tanah.
Kondensasi : proses perubahan gas menjadi titik-titik air atau embun
Siklus hidrologi : Air yang mengalami sirkulasi yang tidak pernah berhenti dari laut ke
atmosfer, ke daratan, dan kembali ke laut bersamaan dengan proses perubahan wujud.
Transpirasi : Proses pelepasan uap air dari tumbuh-tumbuhan melalui stomata atau mulut
daun

iv
Petunjuk Penggunaan
Modul
Pada pembelajaran menggunakan modul ini Kalian akan mendapatkan materi Dinamika
Hidrosfer dan pengaruhnya bagi kehidupan. Untuk memahami materi pembelajaran
tersebut kalian dapat mempelajari modul ini dengan memperhatikan petunjuk
penggunaan modul dengan baik, agar materi pelajaran dapat dengan mudah Kalian
pelajari dan pahami.
1. Pelajari dan pahami alur pembelajaran yang disajikan dalam modul ini
2. Pelajari dan pahami tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam modul ini
3. Pelajari uraian materi secara sistematis dan mendalam dalam setiap kegiatan
pembelajarani
4. Diskusikanlah secara kelompok dan atau dengan guru jika mengalami kesulitan dalam
pemahaman materi
5. Lanjutkan pada kegiatan pembelajaran berikutnya jika sudah mencapai ketuntasan
yang diharapkan

v
Kompetensi Inti
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (gotong royong, kerja
sama, toleran, damai), santun, responsif, dan pro-aktif sebagai bagian dari solusi atas
berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial
dan alam serta menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia
3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural
berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya,
dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan
peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan
prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk
memecahkan masalah
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait
dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu
menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan

Kompetensi Dasar
3.7 menganalisis dinamika hidrosfer dan dampaknya terhadap kehidupan
4.7 menyajikan proses dinamika hidrosfer menggunakan peta, bagan, gambar, tabel,
grafik, video, dan/atau animasi

Tujuan Pembelajaran
Pembelajaran geografi kompetensi dasar menganalisis dinamika hidrosfer bertujuan
memberikan pemahaman kepada peserta didik akan pentingnya keberadaan hidrosfer, di
mana air menjadi penopang berbagai bentuk kehidupan dan berperan penting dalam
ekosistem.

vi
MATERI 1
DINAMIKA HIDROSFER

Bumi merupakan satu-satunya planet dalam tata surya yang sebagian besar
wilayahnya tertutup oleh wilayah perairan, baik dalam wujud cair, padat (lembaran es dan
salju), maupun gas (uap air). Tidak hanya penting bagi manusia air merupakan bagian
yang penting bagi makhluk hidup baik hewan dan tumbuhan. Tanpa air kemungkinan
tidak ada kehidupan di dunia inti karena semua makhluk hidup sangat memerlukan air
untuk bertahan hidup. Manusia mungkin dapat hidup beberapa hari akan tetapi manusia
tidak akan bertahan selama beberapa hari jika tidak minum, karena sudah mutlak bahwa
sebagian besar zat pembentuk tubuh manusia itu terdiri dari 73% adalah air. Jadi bukan
hal yang baru jika kehidupan yang ada di dunia ini dapat terus berlangsung karena
tersedianya Air yang cukup.
Dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya, manusia berupaya
mengadakan air yang cukup bagi dirinya sendiri. Oleh karena itulah air sangat berfungsi
dan berperan bagi kehidupan makhluk hidup di bumi ini. Penting bagi kita sebagai
manusia untuk tetap selalu melestarikan dan menjaga agar air yang kita gunakan tetap
terjaga kelestariannya dengan melakukan pengelolaan air yang baik seperti penghematan,
tidak membuang sampah dan limbah yang dapat membuat pencemaran air sehingga
dapat mengganggu ekosistem yang ada.

1
A. Air dan Asal Mulanya
Bumi jika dilihat dari luar angkasa tampak berbeda dengan benda-benda langit lainnya.
Pantulan warna biru yang sangat dominan merupakan ciri khas planet bumi. Warna biru
tersebut terpantul ke bumi karena tiga per empat bagian permukaannya tertutup air
dalam bentuk Samudra dan laut. Adanya air di bumi adalah sesuatu keajaiban, dengan air
berbagai proses kehidupan di muka bumi berlangsung. Air itu sendiri merupakan zam
yang Ajaib, karena di dalamnya mengandung sifat-sifat yang memungkinkan bereaksi dan
berinteraksi, baik secara fisik maupun kimia dari benda-benda lain.
Air menurut KBBI adalah benda cair yang biasa terdapat di sumur, sungai, danau, dan
yang mendidih pada suhu 100% C. Air dalam bentuk cair hanya dijumpai di bumi,
sedangkan di luar bumi berbentuk gas. Jarak antara orbit bumi dengan matahari yang
sedemikian rupa sehingga molekul-molekul air bumi Sebagian besar selalu tersedia dalam
fase air.
Sekitar 70 persen permukaan Bumi ditutupi air, inilah sebabnya Bumi dijuluki Planet
Biru. Pernah kah kita bertanya, dari mana air sebanyak itu berasal? Bagaimana air begitu
melimpah di planet kita sementara di planet lain hampir tidak ada?
Sebagian besar ilmuwan percaya, ketika planet Bumi terbentuk, sekitar 4.5 miliar tahun
silam, planet ini kering dan berbatu. Teori ilmiah paling populer menyatakan, bahwa air
tiba di Bumi dalam bentuk beberapa asteroid besar yang dipenuhi es. Ilmuwan yang lain
menyatakan, air sebenarnya telah ada sejak awal pembentukan Bumi yang berasal dari
awan gas yang membentuk tata surya.
Ada juga yang berpendapat, air di Bumi dibawa oleh komet-komet di awal
pembentukannya. Masih ada pendapat lain yang disampaikan, namun tetap saja ini
adalah misteri yang belum sepenuhnya terpecahkan. Salah satu misteri yang paling rumit
tentang planet kita.
Sekitar tahun 2017-2018, para peneliti dari University of Hawaii mengklaim, mereka
telah menemukan asal-usul air di Bumi. Bertahun-tahun, para ilmuwan di seluruh dunia
memang tidak yakin apakah air ada ketika planet kita terbentuk, atau apakah itu dibawa
oleh komet dan asteroid jauh setelah Bumi terbentuk.
Dengan menganalisis batuan dari Pulau Baffin di Kanada, para peneliti mampu
menghasilkan bukti yang paling meyakinkan yang mendukung hipotesis asal mula air.
Batuan tersebut, langsung dari mantel Bumi dan belum terpengaruh oleh material dari
kerak Bumi.

2
Di dalamnya, para peneliti menemukan kristal-kristal kaca yang telah menjebak tetesan
kecil air. Air itu memiliki komposisi air yang sama, yang sekarang ada di planet kita.
Air terbuat dari oksigen dan hidrogen, dan hidrogen sering ditemukan dalam tiga
bentuk, yang disebut isotop: hidrogen normal, deuterium, dan tritium. Air yang terbentuk
oleh oksigen dan deuterium disebut air berat.
Dengan mempelajari komposisi berbagai elemen di tata surya, para peneliti menemukan
bahwa antara air normal dengan air berat cenderung memiliki rasio yang sangat berbeda.
Komet telah menunjukkan rasio air berat yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan
air normal.
Indikasi bahwa air di Bumi berasal dari asteroid bukannya dari komet, juga diketahui
setelah dikirimkannya wahana peneliti antariksa Rosetta dan robot pendarat Philae yang
didaratkan di permukaan komet Churyumov-Gerasimenko dua tahun lalu, oleh Badan
Antariksa Eropa (ESA). Komet terbentuk di awal kelahiran tata surya, sementara asteroid
terbentuk jauh setelah itu. Air di Bumi diketahui berasal dari zaman yang lebih muda dari
umur tata surya.
Sejumlah asteroid menunjukkan indikasi adanya air. Seperti ilustrasi asteroid 24 Themis
yang dipelajari oleh para ilmuwan beberapa tahun lalu, yang terbentuk akibat tabrakan
dua benda langit sekitar dua miliar tahun silam. Kebanyakan asteroid bersifat statis tapi
sejumlah lainnya memiliki ekor seperti komet yang berasal dari sublimasi air dalam
bentuk es pada permukaaannya.
Walau diduga air di Bumi berasal dari asteroid, komet yang merupakan benda langit
purba seumur tata surya, diduga juga memiliki kontribusi bagi munculnya kehidupan di
Bumi. Komet kaya kandungan unsur karbon yang bersama hidrogen dan oksigen bisa
membentuk senyawa organik yang esensial bagi munculnya kehidupan.
Sebuah eksperimen tentang asteroid oleh NASA juga mengungkapkan bagaimana
benda luar angkasa tersebut bisa mengirimkan air ke Bumi. Selama percobaan yang
dilakukan di Vertical Gun Range di NASA Ames Research Center di California, para ilmuwan
menembakkan proyektil berukuran marmer dengan kecepatan 18.000 km/jam.
Proyektil memiliki komposisi yang mirip dengan chondrites karbon, sekelompok
meteorit yang berasal dari asteroid kuno yang kaya air. Pada tahap awal evolusi Bumi,
asteroid ini sering menghantam planet pada kecepatan yang sangat tinggi. Peneliti
menjelaskan, hingga 30 persen air dari asteroid bisa terperangkap di Bumi.

3
Di dalamnya, para peneliti menemukan kristal-kristal kaca yang telah menjebak tetesan
kecil air. Air itu memiliki komposisi air yang sama, yang sekarang ada di planet kita.
Air terbuat dari oksigen dan hidrogen, dan hidrogen sering ditemukan dalam tiga
bentuk, yang disebut isotop: hidrogen normal, deuterium, dan tritium. Air yang terbentuk
oleh oksigen dan deuterium disebut air berat.
Dengan mempelajari komposisi berbagai elemen di tata surya, para peneliti menemukan
bahwa antara air normal dengan air berat cenderung memiliki rasio yang sangat berbeda.
Komet telah menunjukkan rasio air berat yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan
air normal.
Indikasi bahwa air di Bumi berasal dari asteroid bukannya dari komet, juga diketahui
setelah dikirimkannya wahana peneliti antariksa Rosetta dan robot pendarat Philae yang
didaratkan di permukaan komet Churyumov-Gerasimenko dua tahun lalu, oleh Badan
Antariksa Eropa (ESA). Komet terbentuk di awal kelahiran tata surya, sementara asteroid
terbentuk jauh setelah itu. Air di Bumi diketahui berasal dari zaman yang lebih muda dari
umur tata surya.
Sejumlah asteroid menunjukkan indikasi adanya air. Seperti ilustrasi asteroid 24 Themis
yang dipelajari oleh para ilmuwan beberapa tahun lalu, yang terbentuk akibat tabrakan
dua benda langit sekitar dua miliar tahun silam. Kebanyakan asteroid bersifat statis tapi
sejumlah lainnya memiliki ekor seperti komet yang berasal dari sublimasi air dalam
bentuk es pada permukaaannya.
Walau diduga air di Bumi berasal dari asteroid, komet yang merupakan benda langit
purba seumur tata surya, diduga juga memiliki kontribusi bagi munculnya kehidupan di
Bumi. Komet kaya kandungan unsur karbon yang bersama hidrogen dan oksigen bisa
membentuk senyawa organik yang esensial bagi munculnya kehidupan.
Sebuah eksperimen tentang asteroid oleh NASA juga mengungkapkan bagaimana
benda luar angkasa tersebut bisa mengirimkan air ke Bumi. Selama percobaan yang
dilakukan di Vertical Gun Range di NASA Ames Research Center di California, para ilmuwan
menembakkan proyektil berukuran marmer dengan kecepatan 18.000 km/jam.
Proyektil memiliki komposisi yang mirip dengan chondrites karbon, sekelompok
meteorit yang berasal dari asteroid kuno yang kaya air. Pada tahap awal evolusi Bumi,
asteroid ini sering menghantam planet pada kecepatan yang sangat tinggi. Peneliti
menjelaskan, hingga 30 persen air dari asteroid bisa terperangkap di Bumi.

4
Selama percobaan yang dilakukan di Vertical Gun Range di NASA Ames Research Center di
California, para ilmuwan menembakkan proyektil berukuran marmer dengan kecepatan
18.000 km/jam.
Proyektil memiliki komposisi yang mirip dengan chondrites karbon, sekelompok
meteorit yang berasal dari asteroid kuno yang kaya air. Pada tahap awal evolusi Bumi,
asteroid ini sering menghantam planet pada kecepatan yang sangat tinggi. Peneliti
menjelaskan, hingga 30 persen air dari asteroid bisa terperangkap di Bumi.
Air yang ditemukan di Bumi memiliki komposisi isotop yang sama dari varian unsur
kimia seperti air yang terkandung dalam asteroid karbon. Ketika para peneliti
menembakkan meteorit mini ke Bumi, mereka mengamati proporsi air yang signifikan dari
proyektil yang terperangkap di batu.

B. Potensi Air di Muka Bumi


Secara nasional, ketersediaan air di Indonesia mencapai 694 milyar meter kubik per
tahun. Jumlah ini pada dasarnya adalah potensi yang dapat dimanfaatkan, namun
faktanya saat ini baru 23 persen yang sudah termanfaatkan, dimana hanya sekitar 20
persen yang dimanfaatkan tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan aitr baku,
rumah tangga, kota dan industry, 80 persen lainnay dimanfaatkan untuk memenuhi
kebutuhan irigasi.
Indonesia memiliki lebih dari 5.590 sungai yang Sebagian besar di antaranya memliki
kapasitas tamping yang kurang memada sehingga tidak bisa terhindar dari bencana alam
banjir, kecuali sungai-sungai di Pulau Kalimantan dan Papua. Secara umum sungai-sungai
yang berasal dari gunungapi memiliki perbedaan slope dasar sungai yang besar antara
daerah hulu, tengah, dan hilir sehingga curha hujan yang tinggi dan erosi di bagian hulu
akan menyebabkan jumlah sedimen yang masuk ke sungai akan tinggi.
Dalam perkembangannya, air secara sangat cepat menjadi sumberdaya yang makin
langka dan relatif tidak ada sumber penggantinya. Meskipun Indonesia termasuk 10
negara kaya air, namun dalam pemanfaatannya terdapat permasalahan mendasar yang
masih terjadi. Pertama, adanya variasi musim dan ketimpangan spasial ketersediaan air.
Pada musim hujan, beberapa bagian di Indonesia mengalami kelimpahan air yang luar
biasa besar sehingga berakibat terjadinya banjir dan kerusakan lain yang ditimbulkannya.
Di sisi lain, pada musim kering kekurangan air dan kekeringan menjadi bencana di
beberapa wilayah lainnya. Permasalahan mendasar yang kedua adalah terbatasnya
jumlah air yang dapat dieksplorasi dan dikonsumsi, sedangkan jumlah penduduk
Indonesia yang terus bertambah menyebabkan kebutuhan air baku meningkat secara
drastis.

5
Masalah kualitas air semakin mempersempit alternatif sumber-sumber air yang bisa
dimanfaatkan oleh masyarakat. Ketersediaan air sangat berpengaruh terhadap kehidupan
manusia, bahkan air dapat menjadi salah satu faktor penghambat pertumbuhan
perekonomian suatu negara. Air dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang, contohnya
adalah seperti berikut :
Bidang pertanian : irigasi hanya dilakukan untuk tanaman pertanian yang
menguntungkan, atau untuk meningkatkan hasil. Diperkirakan 69% penggunaan air di
seluruh dunia untuk irigasi.
Bidang insutri : di bidang industry diperkirakan bahwa 15% air di seluruh dunia
dipergunakan untuk industry. Banyak pengguna industry yang menggunakan air,
termasuk pembangkit listrik yang menggunakan air untuk pendingin atau sumber
energi, pemurnian bahan tambang dan minyak bumi yang menggunakana ir untuk
proses kimia, hingga industry manufaktur yang menggunakan air sebagai pelarut.
Air juga dimanfaatkan untuk membangkitkan energi
Bidang pariwisata : sebagai tempat rekreasi
Rumah tangga : kebutuhan sehari-hari seperti mandi, minum, dll

C. Siklus Hidrologi
Terjadinya siklus air disebabkan oleh adanya proses-proses yang mengikuti gejala
meteorology dan klimatologi antara lain sebagai berikut :
1. Evaporasi : penguapan benda-benda abiotik dan merupakan proses perubahan wujud
air menjadi gas. Penguapan di bumi 80% berasal dari air laut.
2. Transpirasi : proses pelepasan uap air dari tumbuh-tumbuhan melalui stomata atau
mulut daun.
3. Evapotranspirasi : proses gabungan antara evaporasi dan transpirasi.
4. Kondensasi : merupakan proses perubahan wujud uap air menjadi air akibat
pendinginan.
5. Sublimasi : perubahan wujud secara langsung dari padat (salju atau es) untuk uap air.
6. Presipitasi : segala bentuk hujan dari atmosfer ke bumi yang meliputi hujan air, hujan
es, dan hujan salju.
7. Intersepsi : air hujan yang tidak sampai ke tanah, akibat intersepsi, air hujan tertahan
oleh daun-daunan dan batang pohon.
8. Infiltrasi : perembasan atau pergerakan air ke dalam permukaan tanah melalui pori
tanah.
9. Perkolasi : proses bergeraknya air melalui profil tanah karena tenaga gravitasi.
10. Run off : aliran permukaan tanah melalui sungai dan anak sungai.

6
Jenis-jenis siklus hidrologi :

Siklus hidrologi adalah sebuah proses pergerakan air dari bumi ke armosfer dan
kembali lagi ke bumi yang berlangsung secara terus menerus. Selain berlangsung
secara kontinyu, siklus hidrologi juga merupakan siklus yang bersifat konstan atau
pasti. Siklus hidrologi dimulai dengan terjadinya penguapan air ke udara. Air yang
menguap tersebut kemudian mengalami proses kodensasi (penggumpalan) di udara
yang kemudian membentuk gumpalan – gumpalan yang dikenal dengan istilah awan
(Triadmodjo, 2008). Ada 3 macam siklus hidrologi, yakni sebagai berikut :

1. Siklus Hidrologi pendek


Siklus hidrologi yang hanya berputar seputar kondensasi, presipitasi & run off
dan terjadi di lautan, bisa juga transpirasi pada tumbuhan, pada intinya, siklus ini
tidak terlalu rumit & tidak melibatkan banyak komponen dalam siklus air.
Proses Siklus Hidrologi pendek
Laut, sungai/danau mengalami evaporasi (penguapan dari benda abiotik), karena
awan telah sampai pada titik jenuh, awan pun mengalami kondensasi
(pengembunan akibat dinginnya lapisan udara), awan pun tidak kuat lagi menahan
air akhirnya terjadi presipitasi (segala bentuk curahan dari atmosfer ke bumi) lalu
terjadi run off (pergerakan aliran air di permukaan tanah melalui sungai).
Bisa juga terjadi infiltrasi (perembesan air ke dalam tanah melalui pori-pori)
cakupan & durasinya lebih pendek daripada siklus hidrologi lain.

Gambar 1. Siklus Pendek

7
2. Siklus Hidrologi Sedang
Siklus hidrologi yang lebih kompleks daripada siklus hidrologi pendek. siklus
hidrologi ini juga melibatkan danau, sungai, tumbuhan, tidak hanya laut yang
dilibatkan.
Proses Siklus Hidrologi Sedang
Adanya evaporasi (penguapan) dari benda abiotik, yaitu laut, juga dibarengi
dengan transpirasi dari tumbuhan disekitar laut. setelah itu, awan pun mengalami
kondensasi/pengembunan dan mengalami titik jenuh, kondensasi terjadi disebabkan
dinginnya lapisan udara dan akhirnya tak bisa/kuat lagi menampung air.
Lalu akhirnya air jatuh dan mengalami presipitasi (segala bentuk curahan air ke
atmosfer ke bumi/bisa disebut hujan) bisa jadi juga terjadi mengalami run off
(pergerakan air di permukaan tanah melalui sungai), bisa juga infiltrasi (perembesan
air ke dalam tanah melalui pori-pori) dan intersepsi (air hujan yang tertahan pada
vegetasi & tidak sampai ke tanah)

Gambar 2. Siklus Sedang

Perbedaannya dengan siklus hidrologi pendek adalah, tentu saja terletak pada
durasinya, dan juga dalam siklus hidrologi pendek tidak melibatkan daratan, tetapi lain
halnya dengan siklus hidrologi sedang yang juga melibatkan daratan dalam prosesnya.

3. Siklus Hidrologi Panjang


Siklus Hidrologi ini meliputi daerah & cakupan yang lebih luas, durasinya juga
automatis lebih lama daripada siklus hidrologi pendek & sedang. siklus ini tidak hanya
melibatkan laut, tetapi juga gunung es & gletser.

8
Proses Siklus Hidrologi Panjang
Pada gambar, dapat dilihat bahwa adanya evaporasi (penguapan) dari benda
abiotik, yaitu laut, juga dibarengi dengan transpirasi dari tumbuhan disekitar laut.
setelah itu, awan pun mengalami kondensasi/pengembunan dan mengalami titik
jenuh, kondensasi terjadi disebabkan dinginnya lapisan udara dan akhirnya tak
bisa/kuat lagi menampung air.
Air jatuh dan mengalami presipitasi (segala bentuk curahan air ke atmosfer ke
bumi/bisa disebut hujan) bisa jadi juga terjadi mengalami run off (pergerakan air di
permukaan tanah melalui sungai), bisa juga infiltrasi (perembesan air ke dalam tanah
melalui pori-pori) dan intersepsi (air hujan yang tertahan pada vegetasi & tidak sampai
ke tanah).

Gambar 3. Siklus Panjang

Bedanya, pada siklus hidrologi panjang ini, juga terjadi evaporasi salju & gletser
yang juga menyebabkan awan mengalami pengembunan/kondensasi karena
dinginnya lapisan udara & mencapai titik jenuh. Awan pun tidak hanya menyebar
di daerah laut, tanah atau tanaman, tetapi juga ke daerah gunung es.
Akhirnya, mengalami presipitasi yang tentunya bukan dalam bentuk air, tetapi
turun dalam bentuk salju yang turun di gunung es lalu berubah sebagai gletser.
lalu gletser pun akan bermuara juga ke laut ujung-ujungnya..maka dari itulah kita
dapat menemukan serpihan/bongkahan es di air.

9
D. Soal Evaluasi 1
1. Di antara hal-hal berikut ini yang bukan merupakan usaha untuk melestarikan
sungai adalah ….
a. menjaga kelestarian hutan
b. pembatasan pembuangan limbah industri
c. pembatasan limbah rumah tangga
d. penggunaan sungai untuk lalu lintas air
e. program kali bersih
2.Berikut termasuk wilayah hidrosfer, kecuali ….
a. Sungai
b. Danau
c. Bukit
d. Laut
e. Samudra
3. Bagian alur sungai yang terdekat dengan titik tertinggi alur sungai disebut…
a. hulu sungai
b. muara sungai
c. hilir sungai
d. DAS
e. alur sungai
4. Peristiwa perembesan atau pegerakan air ke dalam tanah melalui pori-pori tanah
dinamakan….
a. presipitasi
b. transpirasi
c. infiltrasi
d. evaporasi
e. kondensasi
5. Proses pelepasan uap air dari tumbuh-tumbuhan melalui stomata atau mulut
daun dinamakan…
a. kondensasi
b. transpirasi
c. presipitasi
d. evaporasi
e. infiltrasi

10
MATERI 2
EUTROFIKASI
Eutrofikasi adalah proses pengkayaan perairan, terutama oleh nitrogen dan
fosfor, tetapi juga elemen lainnya seperti silikon, potassium, kalsium dan mangan
yang menyebabkan pertumbuhan tidak terkontrol dari tumbuhan air yang dikenal
dengan istilah blooming. (Welch dalam Tri, 2010). Kejadian eutrofikasi merupakan
masalah terbanyak ditemukan di dalam danau atau waduk, terutama bila danau atau
waduk tersebut berdekatan dengan daerah urban atau daerah pertanian.
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 28 tahun 2009, kondisi
kualitas air danau dan waduk diklarifikasi berdasarkan eutrofikasi yang disebabkan
oleh adanya peningkatan unsur hara dalam air. Faktor pembatas sebagai penentu
eutrofikasi adalah unsur fosfor dan nitrogen. Pada umumnya, rata-rata tumbuhan air
mengandung nitrogen dan fosfor masing-masing 0,7 % dan 0, 09% dari berat basah.
Fosfor membatasi proses eutrofikasi jika kadar nitrogen lebih dari delapan kali kadar
fosfor, nitrogen membatasi proses eutrofikasi jika kadarnya kurang dari delapan kali
kadar fosfor.
Di negara berkembang seperti Indonesia, pada umumnya daerah aliran sungai
(DAS) telah mengalami degradasi lingkungan yang serius akibat kegiatan manusia
atau anthropogenic, terutama pada sektor pertanian, kehutanan, perikanan, industri
dan pariwisata (Mukerjee, 2009). Pada saat yang sama, International Council for the
Exploration of the Sea atau ICES (2009) menyatakan bahwa pada DAS terdapat
berbagai kegiatan yang membuang limbah secara langsung maupun tidak langsung
masuk kedalam perairan waduk, sehingga berbagai unsur pencemaran air dari DAS
serta sempadan waduk yang terbawa aliran permukaan maupun tanah akan masuk
ke dalam perairannya.
Machbub, dkk (2003) juga mengingatkan bahwa pencemaran yang cenderung
makin meningkat dapat mengakibatkan kelestarian fungsi ekosistem perairan waduk
di Indonesia terganggu. Masalah pendangkalan atau sedimentasi serta permasalahan
pencemaran air dari air limbah akibat aktivitas manusia, yaitu domestik, industri,
pertambangan, pertanian dan

11
A. Eutrofikasi Waduk Selorejo

Gambar 4. Waduk Selorejo (mytrip123.com)

Waduk Selorejo merupakan salah satu waduk di Kabupaten Malang dengan fungsi
antara lain sebagai irigasi, pengendali banjir, perikanan, pariwisata, dan pembangkit
tenaga listrik Aliran sungai terbentuk karena adanya titik tertinggi dan titik terendah
yang dikenal sebagai hulu dan hilir dari suatu sistem aliran air
Waduk Selorejo terletak kurang lebih 50 KM sebelah Barat kota Malang tepatnya
di Kecamatan Ngantang, terletak pada koordinat 7° 50'- 7° 53' Lintang Selatan dan
112° 18'- 112° 2' Bujur Timur pada ketinggian kurang lebih 650 mdpl. Terdapat tiga
sungai besar yang menjadi Sumber air di Waduk Selorejo yaitu Sungai Konto, Sungai
Pijal, dan Sungai Kwayangan. Ada beberapa pengaruh di sekitar waduk Selorejo
seperti di sekitar DAS Konto yang dapat menimbulkan dampak eutrofikasi pada
waduk. Seperti kegiatan masyarakat di sekitar waduk Selorejo ini dapat
mempengaruhi pertumbuhan plankton dalam waduk. Banyaknya unsur hara seperti
nitrat dan fosfat yang berasal dari pupuk hasil kegiatan pertanian masyarakat di
sekitar DAS Konto hingga hilir dan berkumpul di waduk Selorejo sehingga
mempengaruhi penurunan kualitas perairan.
Penelitian dilakukan menggunakan metode survei yang bersifat deskriptif
kuantitatif, dengan melakukan survei untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala yang
ada dan mendapatkan data yang faktual atau sesuai lapangan. Penelitian ini
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh Karakteristik Fisik dan
Karakteristik Kultural Wilayah Hulu, Tengah, dan Hilir DAS Konto Terhadap Eutrofikasi
di Waduk Selorejo.

12
B. Penyebab dan Proses Eutrofikasi
Pengaruh beberapa bahan masukan dari sungai-sungai yang bermuara di sekitar
waduk Selorejo seperti DAS Konto menimbulkan dampak eutrofikasi pada waduk.
Bahan masukan tersebut dapat berupa hasil penguraian sampah atau dapat berupa
limbah organik yang terlarut dalam air yang menyebabkan terjadinya pengendapan.
Pengendapan yang terjadi akibat kegiatan masyarakat di sekitar waduk Selorejo ini
dapat mempengaruhi pertumbuhan plankton dalam waduk. Di daerah hulu DAS
tersebut, terdapat beberapa area pertanian yang masih menggunakan bahan kimia
untuk dijadikan pupuk hal tersebut tentunya akan menghasilkan limbah. Jika lahan
pertanian tersebut menggunakan pemupukan bahan kimia menyebabkan ketika
sebagian dari pupuk ini tercuci oleh air hujan maka air limbah pertanian tersebut
masuk ke dalam badan air. Tentunya hal tersebut akan menyumbangkan limbah atau
residu kimia ke sungai dan dapat berdampak pada kualitas airnya. Banyaknya unsur
hara seperti nitrat dan fosfat yang berasal dari pupuk hasil kegiatan pertanian
masyarakat di sekitar DAS Konto hingga hilir dan berkumpul di waduk Selorejo dapat
mempengaruhi penurunan kualitas perairan. Dikaji dari segi karakteristik kulturnya
selain perilaku para petani dalam menggunakan pupuk pertanian, perilaku
wisatawan yang tidak peduli dalam menjaga lingkungan sekitar DAS dan waduk, serta
kebiasaan warga sekitar yang membuang sampah rumah tangga di dekat DAS
maupun waduk juga mempengaruhi penurunan kualitas air. (Royan.C. 2020)
Dilihat dari karakteristik fisiknya yang mana DAS Konto dan Waduk Selorejo ini
terdapat banyak wilayah pertanian dan pemukiman. Pertanian ini menggunakan
pupuk NPK. Selain itu, juga terdapat pengaruh dari limbah domestik dari deterjen
yang mengandung phospat. Kumpulan kandungan phospat yang ada dalam tanah
disebabkan oleh kompos dan pakan ternak, salah satunya adalah ternak ikan. Limbah
dari ternak ikan dan sisa pakan ikan yang disebar di Waduk Selorejo ini juga
mengandung unsur yang dapat membantu berkembangnya eutrofikasi yaitu unsur
hara. (Royan C. 2020). Berdasarkan beberapa karakteristik yang telah dipaparkan di
atas baik secara fisik maupun kultural masyarakat di sekitar DAS Konto dapat
menjadi kajian yang akan dianalisis. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
Karakteristik Fisik dan Karakteristik Kultural Wilayah Hulu, Tengah, dan Hilir DAS
Konto Terhadap Eutrofikasi di Waduk Selorejo dengan cara melakukan observasi
langsung kelapangan dan mencari data terkait karakteristik fisik dan sosial yang ada
di DAS Konto.

13
a. Peta Penggunaan Lahan dan Titik Pengambilan Sampel Air

Gambar 5. Peta Penggunaan Lahan DAS Konto (penulis)

Peta penggunaan lahan adalah sebuah peta yang berisi tentang hasil dari penilaian
terhadap sebuah lahan dengan melihat kedunaannya pada lingkungan saat ini. Peta ini berisi
tentang apa saja bentuk penggunaan lahan yang diterapkan oleh masyarakat, seperti pada
pet atersebut terdapat hutan rimba, perkebunan, padang rumput, dan daerah terbangun.
Penggunaan lahan dan sistem hidrologi merupakan suatu sistem yang saling terkait dimana
penggunaan lahan mengontrol proses-proses yang terkait dengan siklus curah hujan dan
evapotranspirasi yang berpengaruh terhadap penyimpanan dan aliran air. Pengaruh
penutupan lahan (seperti hutan) terhadap respon hidrologi dalam DAS sudah banyak
dibuktikan melalui berbagai penelitian yang ada.
Sungai Konto merupakan bagian dari anak sungai Kali Brantas yang bersumber dari
mata air Gunung Anjasmoro dan Gunung Argowayang. DAS Konto merupakan salah satu 4
wilayah administrasi yang terletak di dataran tinggi Kabupaten Malang, Jawa Timur yang
secara geografis terletak pada 112° 21’13” – 112° 38’43” LU dan 7° 46’7” – 8° 56’40” LS. DAS
Konto ini mengalir melalui 2 Kecamatan yaitu Kecamatan Ngantang dan Pujon. Berdasarkan
peta, karakteristik fisik Hulu, Tengah, dan Hilir DAS Konto mempunyai kemiringan lereng yang
ekstrim di bagian Utara sampai tengah dan kemiringan normal di Bagian Selatan. Jenis tanah
yang dominan adalah regosol, yang memiliki sifat peka terhadap erosi.

14
Menurut letak geografis, karakteristik fisik hulu ditandai dengan adanya penggerusan
dasar sungai, kemiringan yang curam, arus deras, penampang sempit, dan material dasar
sungai berupa pasir. Bagian tengah ditandai dengan adanya penggerusan tebing, material
lempung pasir, kemiringan yang relatif mengikuti topografi wilayah. Sedangkan bagian hilir
ditandai dengan adanya sedimentasi dasar sungai, pembentukan delta, kemiringan sungai
yang relatif landai dan memiliki penampang lebar. Sungai mengalir dari Hulu dengan kondisi
kemiringan lahan yang curam berturut-turut menjadi agak curam, agak landai, dan relatif
landai. Bagian Hulu sungai biasanya ditandai dengan arus yang mengalir deras dan akan
semakin melambat di daerah hilir. Air yang bergerak ke hilir terjadi karena adanya gravitasi,
sehingga semakin besar kemiringan, maka akan semakin besar pula kecepatan aliran sungai.
Dimana kemiringan yang lebih curam akan menyebabkan kecepatan limpasan permukaan
yang lebih besar dan aliran permukaan menjadi lebih banyak.

Gambar 6. Sungai bagian hulu (dokumentasi penulis)


Hulu sungai adalah bagian tertinggi dari alur sungai dan merupakan awal sumber air masuk
ke dalam sungai. Kondisi titik 1 hulu pengambilan sampel air, memiliki tebing yang curam
serta aliran deras. Titik ini dikelilingi oleh hutan dan memiliki air yang jernih. Sungai pada titik
1 berada pada batas penggunaan lahan dan kawasan hutan di sekitar DAS Konto Pujon. Titik
ini berada pada kemiringan lereng curam yang didominasi dengan batuan yang tertutup dan
lapisan tanah yang tipis dengan penutup lahan kurang baik yang didominasi lahan terbuka
dan vegetasi yang jarang. Di daerah hulu sungai tersebut, terdapat area persawahan yang
dalam usaha budidaya menggunakan bahan kimia yang akan menghasilkan limbah. Lahan
pertanian tersebut menggunakan pemupukan yang berat sehingga ketika sebagian dari
pupuk ini tercuci oleh air hujan maka air limbah pertanian tersebut masuk ke dalam badan
air. Tentunya hal tersebut akan menyumbangkan limbah atau residu kimia ke sungai dan
dapat berdampak pada kualitas airnya.

15
b. Hasil Uji Laboratorium Sampel Air

Suhu Cond
No.  Lokasi DO (mg/L) PH (pH) SAL (ppt) RES (K𝛀) TDS (ppm)
(℃) (S/m)

Dusun Bagean Borah,


1 Desa Wiyurejo, Kec. 0,00 mg/L 7,65 pH 27,8 ℃  0,06 ppt 127,7 S/m 7,8 K𝛀 63,8 ppm
Pujon

Dusun Sobo, Desa


2 0,00 mg/L 7,62 pH 27,6 ℃ 0,14 ppt 291 S/m 3,45 K𝛀 142,3 ppm
Madiredo, Kec. Pujon

Desa Ngroto, Kec.


3 0,00 mg/L 7,68 pH 26,7 ℃ 0,55 ppt 108 S/m 0,89 K𝛀 545 ppm
Pujon

Dusun Gumul, Desa


4 0,00 mg/L 7,70 pH 26,6 ℃ 0,14 ppt 288 S/m 3,42 K𝛀 145,3 ppm
Sukomulyo, Kec.Pujon

5 Bendungan Selorejo 0,00 mg/L 7,68 pH 26,6 ℃ 0,15 ppt 310 S/m 3,23 K𝛀 153,3 ppm

Keterangan :
Nomer = Nomer sampel
Lokasi = Lokasi pengambilan sampel
DO (Dissolved Oxygen) = jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari fotosintesa
dan absorbsi atmosfer/udara. Oksigen terlarut di suatu perairan sangat berperan dalam
proses penyerapan makanan oleh makhluk hidup dalam air.
pH (Potential Hydrogen) = tingkat keasaman air
SAL (Salinity) = Salinitas, Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam yang terlarut
dalam air. Definisi ini juga dapat mengacu pada tingkatan kadar garam yang terdapat pada
tanah.
COND (Conductivity) = adalah nama lain dari kekuatan daya hantar listrik yang dimiliki
oleh air.
TDS (Total Dissolved Solids) = satuan banyaknya zat yang terlarut dalam air

1. Titik 1 Dusun Bagean Borah, Desa Wiyurejo, Kec. Pujon


Berdasarkan uji laboratorium pada sampel air di titik 1 Dusun Bagean Borah, Desa
Wiyurejo, Kec. Pujon dengan jumlah kapasitas air yang diuji sebesar 200 ml. Hasil uji
laboratorium menunjukkan beberapa indikator sebagai berikut:
Pada uji sampel tersebut diketahui nilai DO sebesar 00,0 mg/L yang menunjukkan
kandungan padatan seperti mineral, garam, atau logam. Kandungan Ph pada air titik 1
sebesar 7.65 Karena Ph tersebut menunjukkan nilai lebih dari 7 maka air pada titik 1
termasuk jenis basa. Lalu suhu larutan berada di 27,8.

16
Pada uji sampel pada titik 1 salinitas memiliki nilai 0,06 ppt. Hal ini menunjukkan bahwa air
pada titik 1 menunjukan angka normal.

2. Titik 2 Dusun Sobo, Desa Madiredo, Kec. Pujon


Berdasarkan uji laboratorium pada sampel air di titik 2 Dusun Sobo, Desa Madiredo,
Kec. Pujon dengan jumlah kapasitas air yang diuji sebesar 200 ml. Hasil uji laboratorium
menunjukkan beberapa indikator sebagai berikut:
Pada uji sampel tersebut diketahui nilai Do sebesar 00,0 mg/L yang menunjukkan
kandungan padatan seperti mineral, garam, atau logam. Kandungan Ph pada air titik 2
sebesar 7.62 Karena Ph tersebut menunjukkan nilai lebih dari 7 maka air pada titik 2
termasuk jenis basa. Lalu suhu larutan berada di 27,6 Pada uji sampel pada titik 2 saliitas
memiliki nilai 0,14 ppt. Hal ini menunjukkan bahwa air pada titik 2 menunjukan angka
normal.

3. Titik 4 Desa Ngroto, Kec. Pujon


Berdasarkan uji laboratorium pada sampel air di titik 4 Desa Ngroto, Kec. Pujon dengan
jumlah kapasitas air yang diuji sebesar 200 ml. Hasil uji laboratorium menunjukkan
beberapa indikator sebagai berikut:
Pada uji sampel tersebut diketahui nilai Do sebesar 00,0 mg/L yang menunjukkan
kandungan padatan seperti mineral, garam, atau logam. Kandungan Ph pada air titik 4
sebesar 7.68 Karena Ph tersebut menunjukkan nilai lebih dari 7 maka air pada titik 4
termasuk jenis basa. Lalu suhu larutan berada di 26,7 Pada uji sampel pada titik 4 saliitas
memiliki nilai 0,55 ppt. Hal ini menunjukkan bahwa air pada titik 4 menunjukan angka
normal.

4. Titik 5 Dusun Gumul, Desa Sukomulyo, Kec.Pujon


Berdasarkan uji laboratorium pada sampel air di titik 5 Dusun Gumul, Desa Sukomulyo,
Kec.Pujon dengan jumlah kapasitas air yang diuji sebesar 200 ml. Hasil uji laboratorium
menunjukkan beberapa indikator sebagai berikut:
Pada uji sampel tersebut diketahui nilai Do sebesar 00,0 mg/L yang menunjukkan
kandungan padatan seperti mineral, garam, atau logam. Kandungan Ph pada air titik 5
sebesar 7.70 Karena Ph tersebut menunjukkan nilai lebih dari 7 maka air pada titik 5
termasuk jenis basa. Lalu suhu larutan berada di 26,6 Pada uji sampel pada titik 5 saliitas
memiliki nilai 0,14 ppt. Hal ini menunjukkan bahwa air pada titik 5 menunjukan angka
normal.

17
6. Titik 6 Bendungan Selorejo
Berdasarkan uji laboratorium pada sampel air di titik 6 Bendungan Selorejo dengan
jumlah kapasitas air yang diuji sebesar 200 ml. Hasil uji laboratorium menunjukkan
beberapa indikator sebagai berikut:
Pada uji sampel tersebut diketahui nilai Do sebesar 00,0 mg/L yang menunjukkan
kandungan padatan seperti mineral, garam, atau logam. Kandungan Ph pada air titik 6
sebesar 7.68 Karena Ph tersebut menunjukkan nilai lebih dari 7 maka air pada titik 6
termasuk jenis basa. Lalu suhu larutan berada di 26,6 Pada uji sampel pada titik 6 saliitas
memiliki nilai 0,15 ppt. Hal ini menunjukkan bahwa air pada titik 6 menunjukan angka
normal.

Eutrofikasi yang terjadi di waduk Selorejo sebagian besar disebabkan oleh limbah
buangan dari pemukiman bagian hulu, tengah, dan hilir. Pada daerah hulu sungai terdapat
area persawahan yang dalam usaha budidaya menggunakan bahan kimia yang akan
menghasilkan limbah. Pada bagian tengah dan hilir DAS Konto, penggunaan lahan banyak
dimanfaatkan untuk pemukiman dan pertanian. Aktivitas pertanian yang ada di daerah ini
mayoritas menggunakan pupuk dan pestisida. Penggunaan pupuk tersebut akan
menghasilkan limbah pertanian yang juga berpengaruh terhadap terjadinya eutrofikasi.
Selain itu, daerah hilir suatu DAS merupakan akumulasi dari material-material sedimentasi
yang terbawa dari daerah hulu dan tengah. Dengan demikian, nutrien yang terkandung
dalam air juga semakin tinggi. Tingginya nutrien yang terkandung pada air memicu
pesatnya eutrofikasi yang terjadi di Waduk Selorejo

C. Dampak dan Upaya Pengendalian Eutrofikasi


Perairan pada waduk merupakan badan penerima beban pencemaran dari DAS
maupun daerah tangkapan disekitar waduk. Karena itu, penurunan kualitas air atau
pencemaran badan air menjadi permasalahan utama akibat pencemaran domestik,
industri, pertanian dan peternakan serta pencemaran akibat erosi dan sedimentasi yang
mengalir dari DAS. Karakteristik kualitas air yang berubah akibat beban pencemaran yang
masuk ke waduk atau danau tersebut terutama adalah peningkatan penyuburan waduk
yaitu penambahan senyawa Nitrogen dan Fosfor yang dikenal dengan zat hara. Penyuburan
waduk atau danau yang berlebihan tersebut menyebabkan penurunan status mutu kualitas
air waduk.
Brahmana, dkk (1993) menyatakan bahwa kematian ikan sering terjadi di Waduk yang
telah tercemar sebagai akibat dampak dari penyuburan waduk tersebut. Kematian ikan
tersebut umumnya diakibatkan oleh kadar oksigen yang rendah.

18
Gambar 7. Ikan Mati di Waduk (dokumentasi penulis)
Kematian ikan secara masal pada umumnya terjadi pada malam hari, sebagaimana
penelitian Brahmana, dkk (1993). Hal tersebut dikarenakan kadar oksigen terlarut di air
permukaan akan turun drastis bahkan bisa mencapai nol. Kondisi tersebut disebabkan
proses fotosintesa yang tidak berjalan sempurna karena karena sinar matahari tidak ada.
Rendahnya kadar oksigen terlarut juga disebabkan timbulnya Gas Amonia dan H2S yang
tinggi akibat dari kandungan oksigen yang rendah di dasar waduk atau dalam kondisi
anaerob. Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya proses reduksi ion sulfat (S04 2-) yang
menghasilkan gas amonia dan H2S. Makin tinggi beban pencemaran organik, maka Gas
Ammonia dan H2S di bagian dasar waduk akan makin tinggi. Rendahnya oksigen terlarut
dan tinggginya senyawa ammonia dan H2S inilah yang mengakibatkan timbulnya
kematian ikan serta organisme lainnya pada waduk .

Permasalahan air waduk yang telah mengalami


proses eutrofikasi adalah menurunnya kualitas air
waduk yang juga berfungsi sebagai sumber air
minum. Kondisi tersebut disebabkan tumbuhnya
ganggang secara berlebihan. Badan air yang banyak
mengandung ganggang, ditinjau dari segi aspek
sumber air minum sangat merugikan. Barrion (1991)
pada Brahmana, dkk (2002) menyatakan bahwa
ganggang Mikrocistis dan Anabaena sp menghasilkan
endotoksin dan eksotoksin yang masing-masing
menghasilkan microcystine yang bersifat toksin.

Gambar 8. Eceng Gondok


(dokumentasi penulis)
19
Proses eutrofikasi menyebabkan timbulnya populasi alga dan Eichornia crasipes atau
eceng gondok yang berlebihan. Sebagai contoh adalah pertumbuhan yang sangat padat
Enceng gondok di Waduk Selorejo. Enceng gondok yang padat dan berdaun lebar dapat
mengurangi penetrasi matahari, sehingga mengurangi terjadinya proses pembentukan
oksigen terlarut di bawah tumbuhan gulma tersebut. Hal tersebut menyebabkan kurang
berkembangnya makhluk hidup pada badan air yang tertutup oleh enceng gondok. Pada
kondisi tersebut dapat mengakibatkan gangguan ekosistem pada waduk atau danau.
Selain gangguan ekosistem, estetika perairan atau nilai panorama waduk dan danau
akan mengalami penurunan. Adanya bau yang menyengat dan tampak berlendir
menyebabkan waduk dan danau tidak dapat digunakan sebagai kawasan ekowisata.
Brahmana, dkk (2002) menyatakan bahwa Gas H2S hasil dari penguraian bakteri terhadap
senyawa nitrogen dan sel-sel ganggang yang mati menjadi penyebab timbulnya bau yang
menyengat dan terdapat gumpalan ganggang mati dan membentuk flok terapung di tepi
waduk.
Dampak dari eutrofikasi yang paling sensitif bagi masyarakat adalah yang berkaitan
dengan fungsi danau sebagai tempat rekreasi dan wisata air. Aspek-aspek seperti
menurunnya transparansi, warna, rasa dan bau, serta meningkatnya penyakit kulit sangat
mengurangi daya tarik dan nilai estetika dari obyek wisata tersebut.

Pengendalian marak alga dapat dilakukan secara alami atau dikenal dengan istilah
pengendalian secara biologis. Pengendalian ini menggunakan mahluk hidup secara alami,
misalnya ikan sebagai sarana pengendalian yang berarti perusakan atau penghambatan
terhadap suatu organisme oleh organisme lain. Cara ini relatif aman karena
memanfaatkan alam untuk pengendalian pertumbuhan. Pertumbuhan marak algae
dikendalikan oleh makhluk hidup misal ikan sehingga tidak sampai merugikan, bahkan
masih memberi manfaat sebagai perlindungan lainnya.
Pengendalian pencemaran waduk atau danau dapat dilakukan dengan menghindarkan
waduk dan danau dari beban pencemaran dari suatu sumber pencemar. Penghindaran
dari beban pencemar dilakukan dengan membangun saluran pengelak seluruh atau
sebagian alir tidak masuk ke perairan waduk.
Kesadaran masyarakat diperlukan agar masyarakat memahami bahwa pengelolaan
sumberdaya air adalah milik dan kewajiban bersama. Masyarakat sekitar waduk dapat
diajak bekerja sama untuk memanfaatkan enceng gondok untuk bahan baku kerajinan
maupun untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi biogas. Penyuluhan kepada
masyarakat sekitar juga dilakukan agar hanya menangkap ikan yang layak tangkap,
sehingga tidak semua ukuran ikan ditangkap.

20
D. Soal Evaluasi 2
1. Peristiwa masuknya zat atau komponen lainnya ke dalam lingkungan perairan
sehingga mutu air terganggu disebut pencemaran ….
a. tanah
b. air
c. udara
d. suara
e. pemukiman
2.Berikut ini yang merupakan sumber mata air yang layak untuk di konsumsi
adalah ….
a. air limbah industri
b. air got
c. air pegunungan
d. air hujan
e. air sungai
3. Tanaman yang dapat dijadikan sebagai indikator terjadinya pencemaran air
adalah ….
a. teratai
b. kangkung
c. semanggi
d. eceng gondok
e. bambu air
4. Jenis limbah pertanian yang dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran
lingkungan adalah ….
a. sisa makanan
b. minyak
c. pestisida
d. detergen
e. pupuk kompos
5. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah pencemaran dan
perusakan lingkungan yaitu …
a. mengadakan seminar
b. kerja bakti
c. menggunakan alam
d. menghayati alam
e. membakar sampah
21
KESIMPULAN
DAS Konto merupakan sungai yang mengalir melalui 2 Kecamatan yaitu Kecamatan
Ngantang dan Pujon. Karakteristik fisik Hulu, Tengah, dan Hilir DAS Konto mempunyai
kemiringan lereng yang ekstrim di bagian Utara sampai tengah dan kemiringan normal di
Bagian Selatan. Jenis tanah yang dominan adalah regosol, yang memiliki sifat peka
terhadap erosi. Bagian Hilir Sungai Konto yang banyak dimanfaatkan sebagai aktivitas
pertanian dan peternakan yang dekat dengan pemukiman penduduk memiliki
kenampakan fisik airnya yang lebih tengan dengan warna air coklat pekat. Kondisi yang
demikian dapat menyumbang pengaruhnya terhadap eutrofikasi di Waduk Selorejo.
Eutrofikasi yang terjadi di waduk Selorejo sebagian besar disebabkan oleh limbah
buangan dari pemukiman bagian hulu, tengah, dan hilir. Pada daerah hulu sungai
terdapat area persawahan yang dalam usaha budidaya menggunakan bahan kimia yang
akan menghasilkan limbah. Pada bagian tengah dan hilir DAS Konto, penggunaan lahan
banyak dimanfaatkan untuk pemukiman dan pertanian. Aktivitas pertanian yang ada di
daerah ini mayoritas menggunakan pupuk dan pestisida. Penggunaan pupuk tersebut
akan menghasilkan limbah pertanian yang juga berpengaruh terhadap terjadinya
eutrofikasi. Selain itu, daerah hilir suatu DAS merupakan akumulasi dari material-material
sedimentasi yang terbawa dari daerah hulu dan tengah. Dengan demikian, nutrien yang
terkandung dalam air juga semakin tinggi. Tingginya nutrien yang terkandung pada air
memicu pesatnya eutrofikasi yang terjadi di Waduk Selorejo.
Berdasarkan uji sedimen pada sampel air di laboratorium mengindikasikan bahwa
pada sampel yang diambil masih dalam tahap diperbolehkan untuk digunakan. untuk
hasil detail sebagai berikut, Konduktivitas rata-rata dari beberapa sampel titik yang diuji
sebesar 1.129,7. Nilai resistivitas rata-rata dari beberapa sampel titik yang diuji sebesar
3,758. DO dan ION pada sampel yang diambil sudah tidak terdeteksi dikarenakan jarak
pengambilan sampel dan pengujian laboratorium melebihi 2x24 jam. Oksigen terlarut di
suatu perairan sangat berperan dalam proses penyerapan makanan oleh makhluk hidup
dalam air. Uji salinitas juga dilakukan untuk mengetahui kandungan garam dari semua zat
padat yang terlarut pada air. hasil uji salinitas diperoleh hasil dengan nilai rata-rata 0,208
ppt. Selanjutnya dilakukan hasil uji pH yang diperoleh nilai rata-rata sebesar 7,66.

22
KUNCI JAWABAN
Soal Evaluasi 1
1. D
2. C
3. A
4. C
5. B

Soal Evaluasi 2

1. B
2. C
3. D
4. C
5. B

23
DAFTAR PUSTAKA
Brahmana.S, Suyatna. U., Fanshury, R dan Bahri. S., 2002. “Pencemaran Air dan
Eutrofikasi Waduk Karangkates dan Upaya Penanggulangannya”. Jurnal Litbang Pengairan
Vol.12(49), Pusat Litbang Pengairan, Bandung
Candra Samekto dan Ewin Sofian Winata. Potensi Sumber Daya Air di Indonesia
Gunawan,W., Zahidah dan Mulyanti,W., 2006. “Model Eutrofikasi untuk Merancang
Kebijakan Pengelolaan Waduk yang Berkelanjutan melalui Sistem Dinamik”. Laporan Riset
DIKTI.
Irianto,E.W., Machbub,B,. Ilyas, M.T. dan Sudarna.,A.,2001 . Konsep pengelolaan jaring
apung peduli lingkungan dalam Rangka menjaga kualitas air waduk” Buletin Keairan 2001
Kustiyaningsih Elisa, Rony Irawanto. (2020). Pengukuran Total Dissolved Solid (TDS)
dalam Fitoremediasi Deterjen dengan Tumbuhan Sagittaria lancifolia. Jurnal Tanah dan
Sumberdaya Lahan Vol 7 No 1 : 143-148, 2020. Malang: Program Doktor Ilmu Lingkungan,
Pascasarjana Universitas Brawijaya.
https://www.mongabay.co.id/2018/05/17/dari-manakah-air-di-bumi-berasal/
Syech Riad, Tengku Emrinaldi, Lundu F Simbolon. (2016). Identifikasi Kualitas Air
Berdasarkan Sifat Fisik Air Sungai Siak Pekanbaru. Jurnal Komunikasi Fisika Indonesia (KFI)
Jurusan Fisika FMIPA Univ. Riau Pekanbaru. Edisi April 2016. Pekanbaru: Jurusan Fisika
FMIPA Universitas Riau Pekanbaru.
Rismayatika Fidya, Hilza Ikhsanti, Nur Risma Tirani. (2019). Identifikasi Perubahan
Salinitas Air Di Perairan Sekitar Pembangunan Reklamasi Citraland City Kota Makassar
Menggunakan Citra Landsat 8. Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-6 Tahun 2019.
Depok: Departemen Geografi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Indonesia.
Royan C. (2020). Analisis Kualitas Perairan Di Waduk Selorejo, Ngantang, Kabupaten
Malang, Jawa Timur. Skripsi. Universitas Brawijaya. ukurkadarair.com. (2014). Hubungan
Konduktivitas dengan Kualitas Air yang Baik. Banyumas: Ukur Kadar Air.
Supriya. 2016. Kajian Kepadatan Populasi Cochlodinium polycrikoides Sebagai Akibat
Eutrofikasi dan Dampaknya Terhadap Budidaya Ikan di Perairan Teluk Hurun. Program
Pascasarjana Magister Ilmu Lingkungan: Universitas Lampung.
Zahidah , 2007. “Komunitas Fitoplankton di Zona Karamba Jaring Apung (KJA) dan
Non KJA di Waduk Cirata”, Laporan Teknis Fakultas Perikanan dan Kelautan UNPAD,
Bandung.

24
PROFIL PENULIS

Dewa Putra Cisnaulin / 200721639665


Hikmah Al Fadani / 200721639659
Langlang Pramudya Bayu / 200721639747
Muhammad Khamal Ardiansyah / 200721629688
Nisa Aulia Rahma / 200721639682

25

Anda mungkin juga menyukai