Anda di halaman 1dari 2

Peran Agama dalam Resolusi Konflik: Studi Kasus Perdamaian di Irlandia Utara

The Troubles merupakan salah satu konflik yang terjadi di Irlandia Utara dalam kurun
waktu tiga puluh tahun dimulai dari tahun 1960-an hingga penandatangan perjanjian Good
Friday Agreement pada tahun 1998. Pada dasarnya konflik ini merupakan konflik bersifat
politis dan nasionalistik, dan didorong oleh peristiwa sejarah. Berbagai pihak terlibat dalam
konflik ini, pemerintah Britania Raya, kelompok nasionalis Katolik, kelompok unionis
Protestan, serta kelompok paramiliter seperti IRA ( Irish Republican Army) dan UVA (Ultser
Volunteer Force). Namun, karena peran agama konflik ini dapat diakhiri dengan baik.
Sepanjang sejarah banyak terjadi konflik antara kelompok yang melibatkan alasan
agama maka tidak heran bahwa sulit untuk menganggap agama sebagai kekuatan positif
untuk perdamaian. Seakan-akan pengabaian fakta bahwa agama dapat merupakan sebab
konflik juga merupakan pengabaian terhadap sejarah. Padahal sejatinya agama juga
mengambil peran dalam perdamaian yang mampu meresolusi konflik. Hal ini dapat ditinjau
dari ajaran-ajaran setiap agama yang kerap menyebutkan toleransi dan welas asih terhadap
sesama manusia dan alam. Kendati demikian penginterpretasian yang salah dalam teks kitab
suci juga mampu membuat para pengikut dari suatu kelompok agama merendahkan
kelompok agama lainnya.
Konflik "The Troubles" memiliki akar yang jauh lebih kompleks dan berasal dari
sejarah panjang ketegangan antara komunitas Katolik (nasionalis) dan Protestan (unionis) di
Irlandia Utara. Konflik "The Troubles" dapat dirunut hingga sejarah kolonialisme, penjajahan
Britania Raya atas Irlandia, dan pembagian Irlandia menjadi dua entitas pada tahun 1921.
Pada saat pembagian tersebut, sebagian besar wilayah Irlandia Utara memilih untuk tetap
berada di bawah pemerintahan Britania Raya, sementara sebagian besar wilayah Irlandia
yang lain meraih kemerdekaan sebagai Republik Irlandia. Pembagian ini menciptakan
ketegangan etnis dan agama di Irlandia Utara. Sejak pembentukan Irlandia Utara, komunitas
Protestan unionis yang mendukung tetap berada di bawah pemerintahan Britania Raya dan
komunitas Katolik nasionalis yang menginginkan penyatuan Irlandia menjadi dua kelompok
utama dengan identitas politik yang berbeda. Ketegangan antara kedua kelompok ini
memunculkan konflik sektarian yang disebut "The Troubles."
Konflik ini meliputi ketegangan antara agama, etnis, diskriminasi politik, perjuangan
kemerdekaan, dan konflik identitas antara umat katolik dan protestan. Puncaknya pada tahun
1970-an dan 1980-an terjadi serangkaian serangan terorisme, pengeboman, dan konfrontasi
antara berbagai kelompok paramiliter. Seperti yang disebutkan dalam buku The Handbook of
Conflict Resolution : Theory and Practice agama dalam konflik ini berperan sebagai pihak
ketiga yang berkontribusi dalam resolusi konflik lewat empat sisinya; (1) kepercayaan dan
nilai, (2.) pemimpin agama serta pengikutnya, (3) struktur sosial dan jaringannya, (4)
identitas.
Pada hakikatnya umat kristiani juga diajarakn untuk membatasi kekerasan lewat
perang dan menjunjung tinggi perdamaian dan sikap saling memaafkan. Kepercayaan ini
disertai dengan pemimpin yang mendukung perdamaian yang dengan kekuatan mereka
mampu mengawal pengikutnya untuk megikuti ajaran tersebut, Kemudian membangun
kesadaran identias agama mereka yang membuat para pengikutnya akhirnya dapat menyadari
bahwa konflik tersebut harus diakhiri dengan penandatangan Good Friday Agreement oleh
kedua uskup yakni Uskup Agung Robin Eames yang mewakili Protestan dan juga Uskup
Katolik Cahal Daly.

Anda mungkin juga menyukai