Anda di halaman 1dari 7

METODE PENELITIAN KUALITATIF DALAM AKUNTANSI

NARRATIVE RESEARCH

Dosen: Dr. Drs. I Dewa Gede Dharma Suputra, M.Si., Ak.

Oleh:
Kelompok 12
Komang Alit Sawitri (2181611049)
Ni Luh Wiwik Novianti (2181611050)

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2021
1. Definisi dan Latar Belakang Riset Naratif
Riset naratif memiliki banyak bentuk, menggunakan beragam praktik analitis, dan
berakar pada beragam disiplin sosial dan humaniora (Daiute & Lightfoot, 2004). Naratif di
sini mungkin adalah fenomena yang sedang dipelajari, misalnya narasi tentang penyakit,
atau mungkin adalah metode yang digunakan dalam studi, misalnya prosedur dalam
menganalisis cerita yang dituturkan (Chase, 2005; Clandinin & Connolly, 2000; Pinnegar
& Daynes, 2007). Sebagai metode, riset naratif ini dimulai dengan pengalaman yang
diekspresikan dalam cerita yang disampaikan oleh individu. Para penulis mencari cara
untuk menganalisis dan memahami cerita tersebut. Czarniawska (2004) mendefinisika n
riset naratif sebagai tipe desain kualitatif yang spesifik yang “narasinya dipahami sebagai
teks yang dituturkan atau dituliskan dengan menceritakan tentang peristiwa/aksi atau
rangkaian peristiwa/aksi, yang terhubung secara kronologis”. Prosedur dalam pelaksanaan
riset ini dimulai dengan memfokuskan pada pengkajian terhadap satu atau dua individu,
pengumpulan data melalui cerita mereka, pelaporan pengalaman individual, dan
penyusunan kronologis atas makna dari pengalaman tersebut (atau menggunakan life
course stages).
Usaha interdisipliner pada riset naratif juga disajikan dalam seri tahunan Narratif
Study of Lives yang dimulai pada tahun 1993, dan jurnal Narrative Inquiry. Dengan buku-
buku mutakhir tentang riset naratif, pendekatan ini terus menjadi pendekatan yang popular.
Dalam pembahasan tentang prosedur naratif, dengan mengandalkan buku yang mudah
dipahami yang oleh ilmuwan sosial disebut sebagai Narrative Inquiry yang membahas
tentang “apa saja yang dilakukan oleh para peneliti naratif”. Serta memasukkan prosedur
pengumpulan data dan beragam strategi analisis dari Riessman (2008).
2. Ciri Utama Riset Naratif
a. Para peneliti naratif mengumpulkan cerita dari individu (dan dokumen, dan percakapan
kelompok) tentang pengalaman individual yang dituturkan. Cerita ini mungkin muncul
dari cerita yang dituturkan kepada peneliti, cerita yang dibentuk secara bersama oleh
peneliti dan partisipan, dan cerita yang disampaikan melalui penampilan/pertunjukkan
(drama) untuk menyampaikan pesan tertentu (Riessman, 2008). Maka dari itu,
mungkin terdapat ciri kolaboratif yang kuat dalam penelitian naratif ketika ceritanya
muncul melalui interaksi atau dialog antara peneliti dan para partisipan.
b. Cerita naratif menuturkan pengalaman individual, dan cerita itu mungkin saja
memperlihatkan identitas dari individu dan bagaimana mereka melihat diri mereka.
c. Cerita naratif dikumpulkan melalui beragam bentuk data, misalnya melalui wawancara
yang mungkin menjadi bentuk utama pengumpulan data, dan juga melalui pengamatan,
dokumen, gambar, dan sumber data kualitatif yang lain.
d. Cerita naratif sering kali didengar dan kemudian disusun oleh para peneliti menjadi
suatu kronologi meskipun cerita tersebut mungkin tidak diceritakan secara kronologis
oleh para partisipan. Terdapat perubahan bentuk waktu dalam penyampaian ketika
individu/para partisipan bercerita tentang pengalaman mereka dan kehidupan mereka,
masa kini mereka atau masa depan mereka (Clandinin & Connelly, 2000).
e. Cerita naratif dianalisis dalam beragam cara. Suatu analisis dapat dibuat tentang apa
yang dikatakan (secara tematis), sifat dari penuturan ceritanya (struktural), atau kepada
siapakah cerita tersebut ditujukan (dialogis/permainan drama) (Reissman, 2008).
f. Cerita naratif sering kali mengandung titik balik (Denzin, 1989) atau ketegangan atau
interupsi spesifik yang diperlihatkan oleh peneliti dalam penuturan cerita tersebut.
g. Cerita naratif berlangsung di tempat atau situasi yang spesifik. Konteks cerita menjadi
penting bagi penuturan cerita tersebut.
3. Tipe Narasi
Studi naratif dapat dibagi menjadi dua bagian yang berbeda. Bagian pertama
mempertimbangkan strategi analisis data yang digunakan oleh peneliti naratif. Terdapat
beberapa strategi analisis yang dapat digunakan.
a. Analisis tematik yang penelitinya mengidentifikasi tema yang “dituturkan” oleh
seorang partisipan.
b. Analisis struktural yang pemaknaannya bergeser pada “penuturan” tersebut dan
ceritanya dapat dibentuk selama percakapan dalam bentuk komik, tragedi, satire,
roman, atau bentuk lain.
c. Analisis dialogis/permainan (drama) yang fokusnya beralih pada bagaimana cerita
tersebut dihasilkan (yaitu, secara interaktif antara peneliti dan partisipan) dan
ditampilkan dalam permainan/drama (yaitu, yang bertujuan untuk menyampaikan
pesan).
Bagian kedua adalah mempertimbangkan tipe narasi. Beragam pendekatan telah
dikembangkan (misalnya Casey, 1995/1996).

a. Studi biografis adalah satu bentuk studi naratif yang penelitinya menulis dan merekam
pengalaman dari kehidupan orang lain.
b. Auto-etnografi ditulis dan direkam oleh individu yang menjadi subjek penelitian
tersebut (Ellis, 2004; Muncey, 2010). Muncey (2010) mendefinisikan auto-etnografi
sebagai ide dari beragam lapisan kesadaran, diri yang rentan, diri yang koheren, kritik
diri dalam konteks sosial, perongrongan terhadap diskursus yang dominan, dan potensi
yang mengesankan. Semua ini memuat cerita pribadi dari sang penulis dan juga makna
kebudayaan yang lebih luas. Satu contoh auto-etnografi adalah disertasi doctoral dari
Neyman (2011) dimana dia mengeksplorasi pengalaman mengajarnya dengan latar
belakang, problem utama di sekolah negeri di Amerika dan Ukraina. Ceritanya
menyangkut banyak problem, seperti rendahnya kinerja akademisi, rendahnya disiplin,
pencurian, kurangnya keterlibatan para orangtua, dan persoalan lain yang mewarnai
kehidupan pribadi dan professional dia.
c. Sejarah kehidupan menggambarkan kehidupan seseorang secara utuh, sementara itu
cerita pengalaman pribadi adalah studi naratif tentang pengalaman pribadi seseorang
yang terjadi dalam satu atau beberapa episode, situasi pribadi, atau cerita rakyat
(Denzin, 1989a).
d. Sejarah tutur atau sejarah lisan adalah pengumpulan refleksi pribadi tentang peristiwa
dan sebab/efeknya terhadap satu atau beberapa individu (Plummer, 1983). Studi naratif
mungkin memiliki fokus kontekstual yang spesifik, misalnya cerita yang dituturkan
oleh para pengajar atau anak-anak di kelas (Ollerenshaw & Creswell, 2002) atau cerita
yang dituturkan tentang organisasi (Czarniawska, 2004). Narasi mungkin dapat
dipandu oleh kerangka penafsiran. Kerangka tersebut mungkin memperjuangkan para
warga Amerika Latin melalui penggunaan testimonios (Beverly, 2005).
4. Prosedur dalan Pelaksanaan Riset Naratif
Berdasarkan pendekatan yang dikemukakan oleh Clandinin dan Connelly (2000)
sebagai panduan prosedural umum, dapat dilihat bahwa metode studi naratif ternyata tidak
mengikuti pendekatan yang lockstep, tetapi lebih merepresentasikan pengumpulan
berbagai topik informal. Riessman (2008) menambahkan informasi yang berguna tentang
proses pengumpulan data dan strategi analisis data.
1) Menentukan apakah problem atau pertanyaan risetnya sudah cocok untuk riset naratif.
Riset naratif sangat sesuai untuk menangkap cerita atau pengalaman hidup yang
terperinci dari seorang individu tunggal atau kehidupan dari sejumlah kecil individu.
2) Memilih satu atau lebih individu yang memiliki cerita atau pengalaman hidup yang
ingin diceritakan dan menghabiskan banyak waktu dengan mereka untuk
mengumpulkan cerita mereka melalui beragam jenis informasi.
3) Mempertimbangkan bagaimana pengumpulan data dan perekamannya dapat dilakukan
dalam beragam cara. Riessman (2008) mengilustrasikan beragam cara yang para
penelitinya dapat mencatat atau merekam wawancara untuk mengembangkan beragam
jenis cerita.
4) Mengumpulkan informasi tentang konteks dari cerita ini. Para peneliti naratif
menempatkan cerita individual dalam pengalaman pribadi dan para partisipan
(pekerjaan mereka, rumah tempat tinggal mereka), kebudayaan (ras atau etnis)
mereka, dan konteks mereka (waktu dan tempat) mereka.
5) Menganalisis cerita dari para partisipan. Peneliti dapat mengambil peran aktif dan
“menyusun kembali” atau restory cerita tersebut ke dalam kerangka yang bermakna.
Restorying adalah proses reorganisasi cerita menjadi beberapa jenis kerangka umum.
6) Berkolaborasi dengan para partisipan dengan secara aktif melibatkan mereka dalam
riset tersebut (Clandinin & Connelly, 2000). Ketika para peneliti mengumpulkan cerita,
mereka merundingkan hubungan, memperlancar atau memperhalus transisi, dan
menyediakan cara – cara yang berguna untuk para partisipan.
5. Tantangan
Dengan melihat prosedur dan ciri riset naratif ini, kita sadar bahwa riset naratif
adalah pendekatan yang menantang. Peneliti harus mengumpulkan banyak informasi
tentang partisipan dan harus memiliki pemahaman yang baik tentang konteks dari
kehidupan partisipan. Dibutuhkan kejelian dan kecermatan untuk mengidentifikasi materi
yang menangkap pengalaman dari partisipan. Sebagaimana komentar dari Edel (1984),
penting untuk mengungkap “gambar di bawah karpet” yang memperlihatkan dan
menjelaskan konteks yang berlapis dari kehidupan. Kolaborasi aktif dengan partisipan
diperlukan, dan para peneliti perlu membahas cerita dari partisipan sekaligus
mempertimbangkan latar belakang pribadi dan politik mereka, yang mempengaruhi
bagaimana mereka “menuturkan kembali” cerita tersebut. Beragam persoalan muncul
dalam proses pengumpulan, analisis, dan penuturan cerita partisipan. Pinnegar dan Daynes
(2007) mengemukakan pertanyaan penting berikut ini: Siapakah yang memiliki cerita
tersebut? Siapakah yang dapat menuturkannya? Siapakah yang dapat mengubahnya? Versi
siapakah yang mudah dipahami? Apakah yang akan terjadi ketika cerita itu saling
bersaing? Sebagai komunitas, bagaimanakah keadaan cerita di antara kita?
DAFTAR PUSTAKA

Creswell, John W. (2014). Penelitian Kualitatif & Desain Riset Memilih diantara Lima
Pendekatan Edisi 3. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai