Anda di halaman 1dari 24

PENGARUH PELATIHAN KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS

TERHADAP KEPUASAN KERJA ANGGOTA SATUAN KODIM


0703/CILACAP

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S1 Bidang


Psikologi

OLEH:
TASYA GITA FITRI
1907010154

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2023
HALAMAN PENGESAHAN

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Demokratis Oleh Komandan Kodim 0703/Cilacap


Terhadap Kepuasan Kerja Anggota Satuan Kodim 0703/Cilacap

Yang diajukan oleh :


TASYA GITA FITRI
1907010154

Pada tanggal 06 Juni 2023


Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Pembimbing

Dr. Nur’aeni, S. Psi., M. Si


NIK/NIP.
Penguji 1, Penguji 2,

Bapak/ibu dosen bergelar Bapak/Ibu dosen Bergelar


NIK/NIP. NIK/NIP.
Mengetahui,
Wakil Dekan I Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Imam Faisal Hamzah, S.Psi., MA.


NIK/NIP.
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Komando Distrik Militer atau yang biasa kita kenal dengan sebutan “KODIM”
merupakan satuan kewilayahan yang bergerak di bidang militer dan memiliki sistem
kepemimpinan dalam satuan tersebut. TNI (Tentara Nasional Indonesia) dituntut untuk
mengembangkan kepemimpinan yang handal, kredibel dan responsif terhadap tantangan
tugas yang semakin berat. Kepemimpinan TNI yang dibutuhkan adalah kemimpinan
yang mampu menghadapi tantangan tugas di era globalisasi. Sistem kepemimpinan
memiliki peranan penting terhadap meningkatnya kepuasan kerja anggota satuan
(Arifin, 2009).

Memang tidak mudah memuaskan anggota satuan karena kepuasan kerja


merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan
yang berbeda-beda dalam dirinya. Terlebih lagi anggota satuan juga memiliki ikatan
kerja dengan negara, sehingga masa bekerja juga sudah ditentukan. Salah satu bukti
adanya kepuasan kerja yaitu bisa dilihat dari pekerjaan yang mampu diselesaikan oleh
anggota dengan maksimal atau tidak dan bisa juga dilihat dari bagaimana anggota
satuan kodim mampu menggali kemampuannya. Kepemimpinan dibutuhkan manusia
karena adanya keterbatasan-keterbatasan tertentu pada diri manusia. Dari sinilah timbul
kebutuhan untuk memimpin dan dipimpin. Kepemimpinan didefinisikan ke dalam ciri-
ciri individual, kebiasan, cara mempengaruhi orang lain, interaksi, kedudukan dalam
oragnisasi dan persepsi mengenai pengaruh yang sah (Astuti & Iverizkinawati, 2018).

Menurut Achmad Suyuti (2001) yang dimaksud dengan kepemimpinan adalah


proses mengarahkan, membimbing dan mempengaruhi pikiran, perasaan, tindakan dan
tingkah laku orang lain untuk digerakkan ke arah tujuan tertentu. Gaya kepemimpinan
pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari
seorang pemimpin yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan
tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu.
Dalam hal ini, anggota satuan sebenarnya juga berhak untuk memiliki kepuasan
kerja walaupun pekerjaan yang dijalaninya terikat oleh negara setidaknya anggota
memiliki kemauan untuk berusaha untuk berkontribusi di dalam wilayah satuannya dan
mampu meningkatkan kemampuannya di dalam pekerjaan tersebut. Agar bisa
mewujudkan itu semua salah satu pengaruh yang paling besar adalah sistem
kepemimpinan oleh pemimpin anggota. Jika kepemimpinan itu mampu memberikan
motivasi, mampu mengayomi, dan mampu memberikan kesempatan bagi para anggota
untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan (Chaniago, 2017).

Kepuasan kerja juga mempengaruhi kondisi psikologis seseorang. Anggota satuan


yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak pernah mencapai kematangan psikologis,
dan pada gilirannya akan menjadi frustasi. Anggota seperti ini akan sering melamun,
mempunyai semangat kerja rendah, cepat lelah dan bosan, emosinya tidak stabil, sering
absen dan melakukan kesibukan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang
harus dilakukan. Sedangkan anggota yang mendapatkan kepuasan kerja biasanya
mempunyai catatan kehadiran dan perputaran yang lebih baik, kurang aktif dalam
kegiatan yang kurang penting bagi institusi, dan terkadang mampu memiliki prestasi
yang lebih baik dari anggota yang lain. Oleh karena itu, kepuasan kerja mempunyai arti
penting baik bagi karyawan maupun perusahaan atau organisasi, terutama karena
menciptakan keadaan positif di dalam lingkungan kerja perusahaan (Fathi’ah, 2018).

Menurut Abdus (2014) membedakan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan


kerja menjadi 2 kelompok, yaitu faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik
erupakan faktor yang berasal dari dalam diri karyawan dan dibawa oleh setiap karyawan
sejak mulai bekerja di tempat kerjanya. Sedangkan faktor ekstrinsik menyangkut hal-hal
yang berasal dari luar karyawan, antara lain kondisi fisik lingkungan kerja, interaksinya
dengan karyawan lain, sistem penggajian dan lainnya. Misalnya sikap pimpinan dalam
kepemimpinannya, balas jasa yang adil dan layak, berat ringannya pekerjaan, suasana
dan lingkungan pekerjaan, penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian, sikap
pekerjaan monoton atau tidak, dan peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan
(Dessy & Sanuddin, 2017).
Adanya kepuasan kerja juga mampu memberikan gambaran terhadap institusi
tersebut baik dalam management, kepemimpinan, birokrasi dan sebagainya. Hal tersebut
menjadi nilai plus bagi segala aspek karena ketika kepuasan kerja sudah didapatkan
maka akan mensukseskan segala bentuk kegiatan, program dan acara lain dalam sebuah
institusi itu sendiri. Sistem kepemimpinan di institusi tersebut akan selalu dipandang
baik jika para anggota juga memiliki job satisfaction yang baik pula karena yang paling
terlihat dalam berjalannya suatu pekerjaan sudah pasti para pemimpinnya. Jika
pemimpin juga tidak bisa menjalankan tanggung jawabnya dengan benar maka besar
kemungkinan bahwa anggota juga kurang maksimal dalam bekerja dan menimbulkan
banyak masalah di kemudian hari yang menjadi sebab hilangnya kepuasan kerja
anggota tersebut (Almigo, 2004).

Pada kenyataannya tidak semua satuan wilayah memiliki pemimpin yang baik di
dalam institusinya. Berbagai macam bentuk kepemimpinan diterapkan oleh masing-
masing pemimpin sehingga membuat institusi tersebut memiliki tingkat kepuasan kerja
anggotanya yang berbeda. Misalnya di KODIM 0701/Banyumas memiliki pemimpin
bersifat otoriter sehingga membuat anggotanya saat bekerja memiliki tekanan dan sulit
untuk meningkatkan kemampuannya dalam bekerja terlebih jika akan diadakannya
program institusi. Namun, di KODIM 0703/Cilacap memiliki pemimpin yang bersikap
demokratis sehingga para anggota dapat bekerja dengan maksimal dan mengerahkan
semua kemampuannya untuk berkontribusi dalam suatu program yang akan diadakan
(Ruti & Mappatompo, 2018).

Oleh karena itu, adanya fenomena tersebut diatas perlu diperhatikan lagi bahwa
kepuasan kerja itu sangatlah penting bagi segala aspek dunia kerja karena jika pekerjaan
tersebut hanya disukai oleh pekerja namun pekerja tidak merasa puas dengan pekerjaan
atau lingkungannya juga sangat mempengaruhi psikologis individu itu sendiri. Dan
pentingnya seorang pemimpin yang mampu mengayomi juga menjadi keunggulan
tersendiri bagi institusi dan para anggotanya. Karena selain dari dalam diri dan
lingkungan, sikap pemimpin terhadap bawahannya juga sangat berpengaruh terhadap
tingkat kepuasan kerja (Ruti & Mappatompo, 2018).
B. RUMUSAN MASALAH
Penelitian ini dirumuskan masalah yaitu, adakah pengaruh antara kepemimpinan
Dandim 0703/Cilacap terhadap kepuasan kerja Anggota Satuan Kodim 0703/Cilacap?

C. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dari diberlakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui
bagaimana kepemimpinan dan apa pengaruh kepemimpinan Komandan Kodim
0703/Cilacap serta tingkat kepuasan kerja Anggota Satuan Kodim 0703/Cilacap

D. MANFAAT PENELITIAN
Dengan terwujudnya tujuan penelitian, maka diharapkan penelitian ini dapat
bermanfaat untuk :

a) Manfaat teoritis
Manfaat teoritis penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan terhadap
pembaca maupun subjek dalam penelitian tentang bagaimana sistem kepemimpinan dan
tingkat kepuasan kerja. Penelitian ini juga dapat dijadikan pembelajaran oleh
masyarakat, pembaca bahkan subjek supaya ketika dihadapkan dengan permasalahan
bagaimana tingkat kepuasan kerja yang dipengaruhi oleh kepemimpinan dalam sebuah
instansi atau organisasi dengan memperhatikan aspek-aspek yang sudah dijelaskan
dalam penelitian ini. Penelitian ini juga dapat dijadikan pedoman untuk mengevaluasi
diri agar dapat memberikan motivasi agar dapat menjalani pekerjaannya semaksimal
mungkin dengan membaca literasi dan mempelajarinya.

b) Manfaat praktis
Manfaat praktis pada penelitian ini untuk menjadi acuan bagaimana
menjalankan kepemimpinan secara baik dan menjadikan pedoman untuk terus berlatih
agar menjadi pemimpin yang ideal bagi anggota satuannya sesuai dengan syarat
pemimpin ideal yang sudah dijelaskan di penelitian ini. Dan dapat digunakan sebagai
bahan referensi untuk bahan peneletian selanjutnya yang berkaitan dengan pengaruh
kepemimpinan terhadap kepuasan kerja karyawannya.
E. PERBEDAAN DENGAN PENELITIAN SEBELUMNYA
Pada penelitian yang berjudul “Pengaruh Kepemimpinan, Kapabilitas,
Komitmen Terhadap Anggota Satuan Kodim 0203/LKT” (Irianti, 2019) meneliti
tentang adakah pengaruh yang positif dan signifikan antara kepemimpinan, kapabilitas
dan komitmen kerja. Hasil dari penelitian tersebut menyebutkan bahwa kepemimpinan
berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja anggota satuan Kodim 0203/LKT dan
menunjukan kapabilitas yang berpengaruh secara parsial terhadap kinerja anggota
satuan Kodim 0203/LKT. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan
saya buat terletak pada fokus penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh Endah fokus
penelitiannya yaitu tentang komitmen kinerja anggota satuan. Sedangkan penelitian
yang akan saya lakukan meneliti tentang kepuasan kerja anggota satuan. Penelitian juga
berbeda dari penelitian yang lain karena belum ada penulis yang meneliti di tempat
penelitian yang akan saya lakukan.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA
A. KEPUASAN KERJA
1. Konsep Kepuasan Kerja

Menurut Newstrom, seorang pakar dalam bidang ini, menyebut bahwa kepuasan
kerja adalah perasaan suka dan tidak suka seorang karyawan dalam memandang
pekerjaan mereka. Sedangkan para pakar lainnya, seperti Wexley dan Yuki mengatakan
bahwa kepuasan kerja adalah cara seorang karyawan merasakan sesuatu tentang
pekerjaannya. Perasaan yang dimaksud bisa dilihat dari berbagai faktor penunjang
seperti struktur organisasi, hubungan antar pegawai, dan prospek karier.

Menurut Abdurrahmat (2006) kepuasan kerja adalah bentuk sikap emosional yang
menandakan bahwa setiap individu menyenangkan dan mencintai pekerjaan yang
digelutinya. Kepuasan kerja dalam pekerjaan ialah kepuasan kerja yang dapat dinikmati
dalam pekerjaan dengan mendapatkan hasil dari pencapaian tujuan kerja, penempatan,
perlakuan, dan suasana lingkungan kerja yang baik. Karyawan yang dapat menikmati
kepuasan kerja dalam pekerjaan ini, akan memilih untuk lebih mengutamakan
pekerjaannya daripada balas jasa atau upah yang ia dapatkan dari pekerjaan tersebut.
Karyawan akan merasa lebih puas apabila balas jasanya sebanding dengan hasil kerja
yang dilakukan (Fathi'ah, 2018).

Menurut Achmad dkk (2010), kepuasan kerja difungsikan untuk dapat meningkatkan
semangat kerja karyawan, meningkatkan produktivitas, menurunkan tingkat absensi,
meningkatkan loyalitas karyawan dan mempertahankan karyawan untuk tetap bekerja di
suatu perusahaan. Karyawan yang mendapatkan kepuasan kerjanya ialah karyawan yang
memiliki tingkat kehadiran dan perputaran kerja yang baik, pasif dalam serikat kerja,
dan memiliki prestasi kerja yang lebih baik dari karyawan lainnya. Sedangkan karyawan
yang tidak memperoleh kepuasan kerja akan memberikan dampak bagi perusahaan
berupa kemangkiran karyawan, perputaran kerja, kelambanan dalam menyelesaikan
pekerjaan, pengunduran diri lebih dini, aktif dalam serikat kerja, terganggu kesehatan
fisik dan mental karyawannya (Fathi'ah, 2018).

Menurut Wibowo menyatakan kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap


pekerjaan seseorang, yang menunjukkan perbedaan antara jumlah penghargaan yang
diterima pekerjan dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima.
Bermacam-macam sikap seseorang terhadap pekerjaannya mencerminkan pengalaman
menyenangkan dan tidak menyenangkan dalam pekerjaannya serta harapan-harapannya
terhadap pengalaman dapat dikatakan bahwa pekerjaan itu memberi kepuasan bagi
pemangkunya, Kejadian sebaliknya, ketidakpuasan akan diperoleh bila suatu pekerjaan
tidak menyenangkan untuk dikerjakan (Astuti & Iverizkinawati, 2018).

Berdasarkan beberapa definisi dari para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
kepuasan kerja merupakan sebuah ungkapan yang menunjukan bagaimana perasaan
individu ketika mereka melakukan sebuah pekerjaan. Kepuasan kerja dapat dilihat dari
beberapa aspek yang mampu mengidentifikasi apakah seorang individu merasa senang
dan puas dengan pekerjaannya atau tidak.

2. Aspek-Aspek / Dimensi Kepuasan Kerja

Menurut Jewell dan Siegall beberapa aspek dalam mengukur kepuasaan kerja yaitu:

1. Aspek psikologis. Aspek yang berhubungan dengan kondisi kejiwaan karyawan


meliputi minat, ketentraman kerja, sikap terhadap kerja, bakat dan ketrampilan (Rifai,
Achmad, 2020).
2. Aspek fisik. Aspek yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan
kondisi fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja, pengaturan
waktu istirahat, keadaan ruangan, suhu udara, penerangan, pertukaran udara, kondisi
kesehatan karyawan dan umur (Rifai, Achmad, 2020).
3. Aspek sosial. Aspek yang berhubungan dengan interaksi dan hubungan sosial baik antar
sesama karyawan dengan atasan maupun antar karyawan yang berbeda jenis kerjanya
serta hubungan dengan anggota keluarga (Rifai, Achmad, 2020).
4. Aspek finansial. Aspek yang berhubungan dengan adanya jaminan serta kesejahteraan
karyawan, yang meliputi sistem dan besar gaji, jaminan sosial, tunjangan, fasilitas dan
promosi (Rifai, Achmad, 2020).

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Abdus membedakan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja menjadi 2


kelompok, diantaranya :

a. Faktor instrinsik. Merupakan faktor yang berasal dari dalam diri karyawan dan dibawa
oleh setiap karyawan sejak mulai bekerja di tempat kerjanya (Fathi’ah, 2018).
b. Faktor ekstrinsik Menyangkut hal-hal yang berasal dari luar karyawan, antara lain
kondisi fisik lingkungan kerja, interaksinya dengan karyawan lain, sistem penggajian
dan lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan diantaranya
adalah balas jasa yang adil dan layak, berat ringannya pekerjaan, suasana dan
lingkungan pekerjaan, penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian, sikap pimpinan
dalam kepemimpinannya, sikap pekerjaan monoton atau tidak, dan peralatan yang
menunjang pelaksanaan pekerjaan (Fathi’ah, 2018).
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja menurut Effendy
yaitu :
a. Upah yang cukup
Upah yang cukup untuk kebutuhan merupakan keinginan setiap karyawan. Untuk
tercapainya hal tersebut usaha yang bisa dilakukan para karyawan yaitu dengan
memaksimalkan diri dalam bekerja atau menambah pengetahuannya dengan mengikuti
kursus (Sujati, 2018).
b. Perlakuan yang adil
Setiap karyawan pasti memiliki keinginan untuk diperlakukan secara adil, bukan hanya
dalam hubungannya dengan upah, tetapi dalam segala hal. Dan cara untuk dapat
menciptakan persepsi yang sama antara atasan dengan bawahan mengenai makna adil
yang sesungguhnya, maka perlu diadakan komunikasi yang baik antara atasan dengan
bawahan (Sujati, 2018).
c. Ketenangan bekerja
Semua karyawan tentu menginginkan ketenangan, bukan hanya ketenangan dalam
hubungannya dengan pekerjaan, tetapi juga menyangkut kesejahteraan keluarganya.
Karena jika karyawan memiliki ketenangan atau kesejahteraan dalam bekerja dan
keluarganya akan membawa dampak yang positif untuk karyawan termasuk dalam
pengembangan diri dalam pekerjaannya sehingga karyawan mampu memaksimalkan
diri dalam bekerja (Sujati, 2018).
d. Perasaan diakui
Semua karyawan tentu ingin diakui sebagai karyawan yang berharga dan sebagai
anggota kelompok yang dihormati dan dihargai. Hal ini berhubungan dengan kegiatan-
kegiatan diluar tugas pekerjaan yang akan membangun kemistri antar karyawan dan
juga antara atasan dan bawahan (Sujati, 2018).
e. Penghargaan atas hasil kerja
Para karyawan menginginkan agar hasil karyanya dihargai, hal ini bertujuan agar
karyawan merasa bangga dan puas dalam bekerja sehingga karyawan akan selalu
bekerja dengan semaksimal mungkin agar mendapat hasil yang terbaik (Sujati, 2018).
f. Penyalur perasaan
Perasaan tertentu yang sedang dihadapi para karyawan bisa menghambat gairah kerja.
Misalkan karyawan tersebut sedang galau sehingga fokusnya terpecahkan antara
masalah pribadi dengan masalah pekerjaan. Hal ini dapat diatasi melalui komunikasi
dua arah secara timbal balik yang baik dan tidak menghakimi (Sujati, 2018).

Berdasarkan beberapa pendapat ahli diatas dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu faktor internal yaitu faktor
yang berasal dari dalam diri masing-masing individu dan faktor eksternal yaitu faktor
yang berawal dari luar diri individu misalnya lingkungan kerja, gaji, lingkungan
keluarga, penghargaan dan lain sebagainya. Dua faktor tersebut memiliki kedudukan
yang sama dalam mempengaruhi kepuasan kerja karyawan

B. KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS
1. Pengertian Kepemimpinan Demokratis
Kemunculan pemimpin menjadi panutan terlebih jika pemimpin yang berani adil
dan bijaksana adalah tipe pemimpin yang harus diusahakan terus dicari walaupun sulit.
Pemimpin sangatlah berperan dalam upaya memajukan sebuah organisasi. Oleh karena
itu, bukanlah satu hal yang berlebihan jika kita mengatakan bahwa pemimpin
merupakan komponen yang sangat penting dalam sebuah organisasi. Keberhasilan atau
kegagalan suatu organisasi sebagian besar di tentukan oleh kepemimpinan.
kepemimpinan diperlukan untuk mengatur segala sesuatunya agar berjalan sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai. Seperti yang kita ketahui bahwa hampir semua aspek
kehidupan kita pasti ada seorang pemimpin. Ada beberapa kepemimpinan dan salah
satunya adalah kepemimpinan tipe demokratis (Syamsidar & Yustikarini, 2019).
Gaya kepemimpinan demokratis merupakan gaya kepemimpinan yang dinilai paling
ampuh untuk membawa kesuksesan perusahaan. Gaya kepemimpinan ini dapat
memberikan motivasi tersendiri bagi karyawannya. Pemimpin seperti ini akan
bergantung pada bawahan mereka untuk menetapkan sendiri tujuan dan cara bawahan
dalam hal pencapaian tujuan bersama, dan tugas pemimpin adalah menjalin komunikasi
yang baik dengan bawahannya untuk memberikan informasi yang dibutuhkan seorang
karyawan dalam penyelesaian pekerjaannya di dalam perusahaan untuk pencapaian
tujuan dari perusahaan (Kurniawan, 2018).
Gaya Kepemimpinan Demokratis yaitu gaya kepemimpinan yang banyak
menekankan pada partisipasi anggotanya dari pada kecendrungan pemimpin untuk
menentukan diri sendiri. Pemimpin tidak menggunakan wewenangnya untuk membuat
keputusan akhir dan untuk memberikan pengarahan tertentu kepada bawahannya, tetapi
selalu berdiskusi dan meminta pendapat dari bawahannya mengenai keputusan yang
akan diambil dan keputusan diambil secara mufakat. Pemimpin akan mendorong
bawahannya untuk selalu memberikan pemikiran yang kritis dan maju sehingga
bawahannya juga mampu belajar dalam mengambil sebuah keputusan dan mampu
meningkatkan kemampuannya dalam berpendapat serta mampu mengendalikan diri dan
menerima tanggung jawab yang besar. Pemimpin akan lebih sportif dalam menerima
masukan-masukan dari para bawahannya, meskipun wewenang terakhir dalam
keputusan terletak pada pimpinan (Leunupun & Lee, 2021).
Pemimpin dengan gaya kepemimpinan demokratis menentukan bersama tujuan
kelompok serta perencanaa langkah-langkah pekerjaan yang ada dilakukan melalui
musyawarah untuk mufakat. Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya
kepemimpinan dimana penentuan tujuan organisasi serta perencanaan langkah-langkah
untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan bersama-sama oleh pemimpin beserta
bawahannya. Ciri-ciri gaya kepemimpinan demokratis yaitu pengambilan keputusan
dilakukan secara sepakat, mampu bersikap loyal terhadap bawahan, pembagian tim
kerja yang adil, mampu berkomunikasi secara baik dengan bawahan, memberikan
kepercayaan terhadap bawahan, memiliki kepercayaan diri yang tinggi namun tidak
angkuh, tanggungjawab dan mampu berorientasi terhadap tugas, memiliki peran
kepemimpinan yang bijaksana, serta melakukan pemberian reward dan punishment pada
bawahan (Rosanti & Nuzulia, 2012).
Berdasarkan definisi dari beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa gaya
kepemimpinan demokratis merupakan gaya kepemimpinan yang dinilai paling baik
dalam membangun sebuah organisasi terlebih lagi di dalam lingkungan kerja. Gaya
kepemimpinan demokratis ini memberikan kebebasan untuk karyawan atau bawahannya
untuk meningkatkan kemampuan, memberikan pendapat serta saling menghargai
sehingga dengan gaya kepemimpinan ini hubungan antara pemimpin dan bawahan juga
tidak terlihat kaku dan otoriter karena pemimpin juga tetap membutuhkan bawahannya
dalam menjalankan tugas serta mencapai tujuan bersama.
2. Aspek-Aspek Kepemimpinan Demokratis
Pemimpin yang menerapkan gaya demokratis tidak sembarangan menggunakan
wewenangnya untuk membuat keputusan akhir dan untuk memberikan pengarahan
tertentu kepada bawahannya, tetapi ia memberikan kesempatan kepada bawahannya
untuk mengutarakan berbagai pendapat dan pemikiran untuk menentukan hasil
keputusan yang akan diambil. Pemimpin akan lebih sportif dalam menerima masukan-
masukan dari para bawahannya, meskipun wewenang terakhir dalam keputusan terletak
pada pimpinan (Rosanti & Nuzulia, 2012). Kepemimpinan Demokratis memiliki
beberapa aspek yaitu :
a. Pengambilan Keputusan. Pemimpin memberikan kesempatan pada bawahan untuk
menentukan cara penyelesaian pekerjaan.
b. Sikap terhadap bawahan. Pemimpin mendengar pendapat, ide, dan saran dari bawahan.
c. Kepercayaan terhadap bawahan. Pemimpin mengajak bawahan untuk berpartisipasi
dalam proses pengambilan keputusan.
d. Pola komunikasi. Pemimpin sangat memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan
bawahan.
e. Pemberian reward dan punishment pada bawahan. Menindak para bawahan yang
melanggar disiplin organisasi dan etika kerja.
f. Peran kepemimpinan. Melakukan pendekatan yang bersifat korektif dan edukatif kepada
bawahan.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepemimpinan Demokratis


Susanto menyebutkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepemimpinan
demokratis antara lain :
a. Usia.
Semakin tinggi usia individu maka akan memiliki pemikiran yang matang dan rasional
saat proses pengambilan keputusan (Yonitri, 2016).
b. Pendidikan.
Semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan mempengaruhi kemampuan
berpikirnya. Karena sebuah keputusan itu diambil lebih banyak melalui faktor kognisi
bukan hanya faktor afeksi saja (Yonitri, 2016).
c. Pengalaman.
Jika sewaktu kecil seorang individu memiliki banyak pengalaman, maka setiap umurnya
bertambah ia akan mampu menyelesaikan masalah-masalahnya dan meningkatkan
kemampuannya dalam berpikir secara kritis dan rasional sehingga mampu
menyelesaikan masalahnya dengan berbagai cara yang sudah ia rencanakan (Yonitri,
2016).
d. Kemandirian.
Setiap individu tentu mampu untuk bersikap mandiri apalagi jika sudah terlatih sedari
kecil. Sehingga dari kemandiriannya tersebut, mereka mampu menemukan cara untuk
setiap masalahnya dan mampu menyelesaikannya tanpa merepotkan orang lain. Dalam
artian mereka mampu mengatasi masalahnya sendiri baik dengan mengikuti saran orang
lain atau tidak (Yonitri, 2016).
Sedangkan menurut French dan Reven faktor-faktor yang mempengaruhi gaya
kepemimpinan demokratis adalah :
a. Faktor pribadi.
Tentu setiap individu memiliki sifat sikap pribadi yang dapat membawanya untuk
menjadi seorang pemimpin. Dan ciri-ciri seorang pemimpin yang tegas yaitu yang
memiliki intelegensi yang baik, memiliki daya inisiatif, kemampuan melaksanakan
supervisi dan kemampuan mengambil keputusan yang tepat waktu dan kondisi yang
tepat dari suksesnya kepemimpinan (Yonitri, 2016).
b. Faktor posisi.
Seorang pemimpin tentunya selalu bekerja dalam lingkungan sosial, sehingga ia harus
membaur dengan orang lain dan mampu membina para karyawannya. Sebagai
pemimpin harus bisa memposisikan dirinya seperti apa karena setiap pergerakan
pemimpin akan menjadi gambaran bagi bawahannya (Yonitri, 2016).
c. Faktor situasi.
Seorang pemimpin harus bisa membaca situasi karena pemimpin merupakan seseorang
yang akan mengayomi anggotanya sehingga jika ada suatu kebutuhan yang harus
dipenuhi maka pemimpin lebih cepat tanggap dalam memperhatikan anggotanya.
Pemimpin diharapkan mampu beradaptasi dalam kondisi apapun sehingga nanti sistem
kepemimpinannya berjalan dengan baik (Yonitri, 2016).
Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kepemimpinan demokratis yaitu faktor pribadi seperti usia, kemandirian,
Pendidikan, pengalaman, dan sebagainya. Dan ada juga faktor posisi dimana pemimpin
harus bisa memposisikan dirinya sebagai pemimpin. Lalu yang terakhir ada faktor
situasi yaitu faktor yang membuat pemimpin lebih memiliki kepribadian yang baik
karena bisa membaca situasi di sekitarnya terlebih dalam lingkungan kerja.
4. Manfaat Pelatihan Kepemimpinan (Training Leadership)
Pemimpin yang tepat akan membantu perusahaan mencapai tujuan. Maka dari itu,
penting bagi perusahaan untuk mempersiapkan pemimpin dari jauh hari melalui
pelatihan yang tepat. Berikut adalah manfaat training leadership:
 Kepemimpinan tepat dan konsisten dapat meningkatkan produktivitas anggota tim.
Melalui pelatihan, perusahaan akan menciptakan karyawan terbaik untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, produktivitas juga akan meningkat.
Secara tak langsung, produktivitas ini juga akan membantu perusahaan mencapai target
tertentu. Perusahaan pun lebih mudah untuk mengidentifikasi calon pemimpin yang
punya potensi besar.
 Mempersiapkan Pemimpin Masa Depan yang Hebat
Salah satu manfaat utama dari melakukan pelatihan leadership adalah mempersiapkan
lebih banyak pemimpin hebat untuk masa depan perusahaan. Kepemimpinan yang
berkualitas adalah kombinasi dari keunggulan individu dan pelatihan yang tepat. Di sisi
lain, perusahaan juga tidak perlu melakukan rekrutmen untuk para kandidat ini.
Semuanya bisa dipersiapkan secara internal. Tentu saja, hal ini akan menghemat biaya
rekrutmen karyawan.
 Pengambilan Keputusan Strategis yang Lebih Baik
Salah satu manfaat terpenting dari pelatihan kepemimpinan adalah membantu
perusahaan dalam pengambilan keputusan strategis yang lebih baik, yang dimana
merupakan investasi terbaik bagi perusahaan. Pelatihan yang diadakan secara sukses
melahirkan calon-calon pemimpin hebat yang mampu membuat keputusan bisnis yang
informatif dan cerdas.
 Meningkatkan Retensi Karyawan Lewat Pelatihan Kepemimpinan
Manfaat lainnya dari pelatihan untuk kepemimpinan ini adalah mengurangi biaya
rekrutmen yang harus dikeluarkan perusahaan dan meningkatkan retensi karyawan.
Dengan berinvestasi pada leadership training, perusahaan dapat mempertahankan
karyawannya dan mengurangi biaya rekrutmen. Sebab, yang memimpin perusahaan
hanyalah jajaran yang kompeten dan akhirnya lingkungan kerja pun juga ikut menjadi
lebih harmonis.
 Mengimplementasikan Gaya Kepemimpinan yang Tepat
Pelatihan leadership ini dapat membantu perusahaan dalam menerapkan gaya
kepemimpinan yang paling tepat untuk perusahaan dan industri yang dijalankan.
Terdapat berbagai macam gaya kepemimpinan, yang dimana semuanya memiliki
kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Pelatihan ini juga dapat membantu para
pemimpin tim mengembangkan gaya kepemimpinan pribadi mereka sendiri yang
nantinya akan ditanggapi dengan baik oleh anggota tim mereka.
5. Strategi Training Leadership
Secara umum, strategi kepemimpinan diri dibagi menjadi tiga kategori utama yaitu:
Strategi perilaku terfokus, strategi pemberian penghargaan alamiah, dan strategi pola
pikir konstruktif (Neck & Manz, 2007).
Strategi pertama adalah strategi perilaku terfokus. Strategi perilaku terfokus ini
dirancang untuk meningkatkan kemampuan mengatur kesadaran diri untuk
mendapatkan pengelolaan perilaku yang benar pada tugas-tugas yang penting namun
tidak menyenangkan. Berdasarkan pada teori kontrol diri dan manajemen diri, strategi
perilaku terfokus dalam kepemimpinan diri ini terdiri atas observasi diri, penetapan
tujuan-diri, penghargaan bagi diri sendiri, dan umpan balik atas koreksi diri (Neck &
Manz, 2007).
Strategi kedua dalam kepemimpinan diri adalah strategi penghargaan alamiah.
Strategi ini berfokus pada aspek-aspek menyenangkan yang melekat pada tugas atau
aktivitas yang dilakukan dan dirancang untuk menciptakan situasi saat seseorang
dimotivasi dan mendapatkan imbalan dari tugas atau aktivitas itu sendiri. Strategi
pemberian penghargaan alamiah ini melibatkan dua pendekatan utama, yaitu
membangun lebih banyak hal-hal yang menyenangkan dan bisa dinikmati dari sebuah
tugas atau aktivitas sehingga nilai yang diperoleh dari tugas dan tugas itu sendiri secara
alamiah menjadi sebuah penghargaan, dan membentuk persepsi seseorang terhadap
sebuah aktivitas dengan berfokus pada aspek-aspek penghargaan alamiah yang melekat
padanya (Neck & Manz, 2007).
Strategi terakhir adalah strategi pola pikir konstruktif. Strategi pola pikir konstruktif
bekerja pada pengelolaan proses kognitif. Ada tiga alat utama untuk membentuk pola
pikir, yaitu analisis diri dan perbaikan sistem keyakinan, imajeri mental atas hasil kerja
yang sukses, dan bicara-diri yang positif. Pendayagunaan yang efektif dari strategi
kognitif yang spesifik ini cenderung untuk memfasilitasi pembentukan pola pikir
konstrukif dan kebiasaan cara pikir yang secara positif dapat meningkatkan
performansi, seperti memandang suatu pekerjaan sebagai tantangan dibanding
hambatan. Secara lebih spesifik, individu dapat menguji pola pikirnya untuk
mengidentifikasi, mengkonfrontasi, dan menggantikan keyakinan dan asumsi-asumsi
disfungsional dengan yang lebih rasional untuk memfasilitasi lebih banyak pola pikir
konstruktif (Neck & Manz, 2007).

C. Kerangka Berpikir
Kepuasaan kerja adalah tingkat kebanggaan yang dirasakan oleh seseorang
karyawan atas pekerjaannya dalam organisasi. Kepuasaan kerja didefinisikan sebagai
tingkat rasa puas individu yang mendapatkan reward atau penghargaan yang setimpal
dari berbagai aspek dalam situasi pekerjaan dari organisasi tempat mereka bekerja. Jadi
kepuasaan kerja menyangkut kondisi psikologis individu didalam organisasi yang
diakibatkan oleh apa yang ia rasakan dari lingkungan kerjanyanya (Rifai, Achmad,
2020).
Gaya Kepemimpinan Demokratis yaitu gaya seorang pemimpin yang
menghargai karakteristik dan kemampuan yang dimiliki oleh setiap anggota organisasi.
Pemimpin yang memiliki sikap demokratis menggunakan kekuatan jabatan dan
kekuatan pribadi untuk menggali dan mengolah gagasan bawahan dan memotivasi
mereka untuk mencapai tujuan bersama. Pemimpin tidak bekerja dengan
membanggakan atau mengagungkan kekuasaannya, tetapi mereka selalu mengutamakan
bawahannya, pemikiran, pendapat, ide, kritik dan saran dari bawahan juga selalu
didengarkan dan akan menjadi bahan pertimbangan saat mengambil keputusan, namun
dibalik itu semua wewenang sepenuhnya tetap ada ditangan pemimpin (Syamsidar &
Yustikarini, 2019).
Tentara Nasional Indonesia merupakan bagian dari masyarakat yang
dipersiapkan secara khusus untuk melaksanakan tugas dengan mengabdi kepada negara
dan bangsa, serta memelihara pertahanan dan keamanan Nasional. Sebagai komponen
utama dalam fungsi pertahanan, maka Tentara Nasional Indonesia ditempatkan sebagai
lembaga prime yang memiliki fungsi koordinatif dengan lembaga lain dalam bidang
pertahanan. Prajurit Tentara Nasional Indonesia adalah warga negara Indonesia terpilih
yang terdidik dan dipersenjatai serta dipersiapkan untuk perang, sehingga dalam
kehidupannya sehari-hari temperamen prajurit Tentara Nasional Indonesia cenderung
keras (Fadhlurrahman, 2019).
Pada penelitian yang telah dilakukan oleh (Febrianti, 2019) tentang Persepsi
Gaya Kepemimpinan Demokratis dengan Kepuasan Kerja Karyawan didapatkan hasil
bahwa adanya hubungan positif yang signifikan antara persepsi gaya kepemimpinan
demokratis dengan kepuasan kerja karyawan. Artinya semakin tinggi persepsi gaya
kepemimpinan demokratis, maka tingkat kepuasan kerja juga semakin tinggi. Namun
sebaliknya, jika semakin rendah persepsi gaya kepemimpinan demokratis, maka tingkat
kepuasan kerja juga akan rendah.
Dan pada penelitian yang telah dilakukan oleh (Yonitri, 2016) tentang
Hubungan Antara Gaya Kepemimpinan Demokratis dengan Kepuasan Kerja Karyawan
didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara gaya
kepemimpinan demokratis terhadap kepuasan kerja karyawan. Semakin tinggi atau
positif gaya kepemimpinan maka akan semakin tinggi juga tingkat kepuasan kerja
karyawan. Namun gaya kepemimpinan mempengaruhi hanya beberapa persen saja dan
masih ada beberapa faktor lain yang lebih mempengaruhi tingkat kepuasan kerja
karyawan diantaranya yaitu gaji atau pendapatan, pangkat, umur, jaminan finansial, dan
sebagainya.
Pelatihan kepemimpinan diri bertujuan untuk meningkatkan kapasitas diri
individu dalam mengontrol, memotivasi, dan mengarahkan dirinya melalui serangkaian
penggunaan strategi perilaku dan kognitif tertentu untuk menyikapi keadaan diri
maupun lingkungannya. Dengan mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan hasil
pelatihan, diharapkan peserta memiliki kemampuan untuk mempergunakannya dalam
konteks nyata pekerjaan sehingga mampu memimpin dirinya sendiri. Pada tahapan
selanjutnya peserta yang dapat memimpin dirinya sendiri akan berdaya untuk
melakukan segala upaya yang dapat membantunya merasa lebih puas.
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat diajukan sebuah hipotesis adalah
bahwa pelatihan kepemimpinan akan meningkatkan kepuasan kerja karyawan.

BAB III

METODE PENELITIAN
A. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek
atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013). Adapun variabel yang
digunakan dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu :

1. Variabel Bebasb (X) = Pelatihan Kepemimpinan Demokratis

2. Variabel Terikat (Y) = Kepuasan Kerja

B. Definisi Operasional
Definisi operasional variabel adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu
variabel dengan cara memberikan arti, atau menspesifikan kegiatan, ataupun
memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut (Moh
Nazir, 2005).

1. Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan sebuah ungkapan yang menunjukan bagaimana perasaan
individu ketika mereka melakukan sebuah pekerjaan. Kepuasan kerja dapat dilihat dari
beberapa aspek yang mampu mengidentifikasi apakah seorang individu merasa senang
dan puas dengan pekerjaannya atau tidak.

2. Gaya Kepemimpinan Demokratis


Gaya kepemimpinan demokratis merupakan gaya kepemimpinan yang dinilai paling
baik dalam membangun sebuah organisasi terlebih lagi di dalam lingkungan kerja. Gaya
kepemimpinan demokratis ini memberikan kebebasan untuk karyawan atau bawahannya
untuk meningkatkan kemampuan, memberikan pendapat serta saling menghargai
sehingga dengan gaya kepemimpinan ini hubungan antara pemimpin dan bawahan juga
tidak terlihat kaku dan otoriter karena pemimpin juga tetap membutuhkan bawahannya
dalam menjalankan tugas serta mencapai tujuan bersama.

C. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2013). Populasi dalam penelitian
ini adalah prajurit Kodim 0703/Cilacap yang berjumlah kurang lebih 80 anggota.

2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut (Sugiyono, 2013). Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan
tabel penentuan jumlah sampel Krejcie dan Morgan, jika jumlah populasi 80 maka
sampel yang digunakan yaitu 66 (Krejcie & Morgan, 1970). Populasi anggota prajurit
Kodim 0703/Cilacap sejumlah 80 anggota, sehingga sampel yang akan digunakan
dalam penelitian ini sebanyak 66 anggota prajurit.

3. Teknik Pengambilan Sampel


Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik simple
random sampling. Teknik simple random sampling merupakan teknik pengambilan
sampel yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam
populasi tersebut (Sugiyono, 2013). Peneliti akan meneliti 66 anggota prajurit Kodim
0703/Cilacap

D. Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrumen skala
gaya kepemimpinan demokratis dan kepuasan kerja yang dijelaskan sebagai berikut:

1. Skala Gaya Kepemimpinan Demokratis


Skala gaya kepemimpinan demokratis didasarkan pada aspek-aspek pengambilan
keputusan, sikap terhadap bawahan, kepercayaan terhadap bawahan, dan pola
komunikasi (Rosanti & Nuzulia, 2012) Skala disusun menggunakan skala Gutmann dan
dibuat dalam bentuk pertanyaan tertutup untuk memperoleh jawaban yang tegas.
Alternatif jawaban yang digunakan adalah “Ya” dan “Tidak”.
2. Skala Kepuasan Kerja
Skala kepuasan kerja didasarkan pada aspek-aspek kepuasan kerja yang meliputi aspek
psikologis, aspek fisik, aspek sosial dan aspek finansial (Rifai, Achmad, 2020). Skala
disusun menggunakan skala Gutmann dan dibuat dalam bentuk pertanyaan tertutup
untuk memperoleh jawaban yang tegas. Alternatif jawaban yang digunakan adalah “Ya”
dan “Tidak”.

E. Analisis Data
Analisis data merupakan salah satu proses penelitian yang dilakukan setelah
semua data yang diperlukan guna memecahkan permasalahan yang diteliti sudah
diperoleh secara lengkap (Muhson, 2006). Metode analisis dalam penelitian ini akan
menggunakan uji validitas untuk mengetahui bagaimana pengaruh kedua variabel
tersebut dan uji reliabilitas untuk menunjukkan konsistensi dan stabilitas skor dari data
kedua variabel. Kemudian, untuk mempermudah perhitungan statistik maka dilakukan
analisis dengan menggunakan software SPSS 2.0 for Windows.

DAFTAR PUSTAKA

BIBLIOGRAPHY Aprila, N., & Sepriani, E. (2017). Gaya Kepemimpinan, Komitmen Organisasi dan
akuntabilitas Organizational Citizenship Behavior Di Institusi Militer (TNI_AD) Kota Bengkulu.
Jurnal Akuntansi, 13-34.

Arifin, N., & Komaruddin. (2009). Analisis Pengaruh Kepemimpinan, Kapabilitas, Komitmen
Terhadap Kinerja Anggota Satuan Komando Distrik Militer 0709 Jepara. Jurnal
Dinamika Ekonomi&Bisnis, 171-186.

Sari, K. r. (2018). Pengaruh Lingkungan Kerja, Stres Kerja, Beban Kerja Terhadap Kepuasan
Kerja dan Turnover Intention Karyawan Hotel Grand Duta Syariah Di Kota Palembang.

Sujati, Y. G. (2018). Kepuasan Kerja : Arti Penting, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi, Dan
Implikasinya Bagi Organisasi.

Widjojo, A. R., & Sanuddin, F. D. (2013). Pengaruh Kepuasan Kerja Dan Motivasi Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan PT. Semen Tonasa. MODUS, 217-231.
BIBLIOGRAPHY Almigo, N. (2004). Hubungan Antara Kepuasan Kerja Dengan Produktivitas Kerja
Karyawan (The Relation Between Job Saticfaction and The Employees Work Productivity).
Jurnal PSYCHE, 50-60.

Astuti, R., & Iverizkinawati. (2018). Pengaruh Kepemimpinan dan Lingkungan Kerja terhadap
Kepuasan Kerja Karyawan pada PT. Sarana Agro Nusantara Medan. Jurnal Ilman, 26-
41.

Fathi'ah, A. A. (2018). Hubungan Tingkat Stres Kerja Dengan Kepuasan Kerja Karyawan. 7-
30.

Harahap, D. S., & Khair, H. (2020). Pengaruh Pencurian Terhadap Masyarakat Sekitar.
Maneggio: Jurnal Ilmiah Magister Hukum, 69-88.

indrawati, a. d. (2013). Pengaruh Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Dan Kepuasan
Pelanggan Pada Rumah Sakit Swasta Di Kota Denpasar. jurnal management, strategi
bisnis dan kewirausahaan, 135-142.

Ruti, A., & Mappatompo, A. (2018). kompetensi terhadap kepuasan kerja dan kinerja aparatur
sipil negara pada dinas kebudayaan dan kepariwisataan provinsi sulawesi selatan. 228-
238.

Tanujaya, W. (2014). Hubungan Kepuasan Kerja Dengan Kesejahteraan Psikologis


(Psychological Well Being) Pada Karyawan Cleaner (Studi Pada Karyawan Yang
Menerima Gaji Sesuai Standar UMP Di PT.Sinergi Integra Service, Jakarta). Jurnal
Psikologi, 2-14.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.

Krejcie, R. ., & Morgan, D. (1970). Small-Sample Techniques. The NEA Research Bulletin,
30, 607–610.

Anda mungkin juga menyukai