Anda di halaman 1dari 5

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK


DIREKTORAT PERATURAN PERPAJAKAN I
JALAN JENDERAL GATOT SUBROTO 40-42 JAKARTA 12190
TELEPON (021) 5250208, 5251609; FAKSIMILE (021) 5732062; SITUS www.pajak.go.id
LAYANAN INFORMASI DAN PENGADUAN KRING PAJAK (021) 1500200
EMAIL penqaduanapaiak.ao.id. informasagaiak.ao.id

Nomor : S- 33 /PJ.02/2018 Tebruari 2018


Sifat : Segera
Hal : Tanggapan atas Surat Kepala KPP Pratama Makassar
Utara Nomor S-10879/VVPJ.15/KP.01/2017 Hal
Permintaan Penegasan Pasal 14 (4) KUP

Yth. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makassar Utara


Jalan Urip Sumoharjo KM.4 Gedung Keuangan Negara I,
Makassar 90232

Sehubungan dengan surat Saudara nomor S-10879/WPJ.15/KP.01/2017 tanggal 15


Agustus 2017 hal Permintaan Penegasan Pasal 14 (4) KUP, dengan ini kami sampaikan hal-hal
sebagai berikut:
1. Dalam surat tersebut dikemukakan bahwa:
a. Sehubungan dengan ketidakseragaman penafsiran pengenaan sanksi Pasal 14
ayat (4) Undang-Undang KUP, Saudara menyatakan bahwa frasa "tidak tepat waktu"
pada penjelasan Pasal 14 ayat (4) menimbulkan multi tafsir di lapangan. Oleh karena
itu, Saudara ingin mendapat penegasan terkait dengan kriteria "tidak tepat waktu":
1) Apakah kategori "tidak tepat waktu" meliputi masa pelaporan dan/atau waktu
pelaporan?
2) Apakah jika Wajib Pajak menerbitkan faktur pajak namun tidak dilaporkan di SPT
masa PPN termasuk dalam kategori "melaporkan faktur pajak tidak tepat waktu"
sehingga bisa dikenakan sanksi Pasal 14 ayat (4)?
b. Perlu diinformasikan bahwa pada tahun 2015 KPP Pratama Makassar Utara
menerbitkan STP Pasal 14 ayat (4) terhadap seorang Wajib Pajak (WP) karena
menerbitkan faktur pajak namun tidak dilaporkan di SPT normal (WP lapor nihil dan
dilaporkan tepat waktu). Setelah diterbitkan STP, WP menyampaikan SPT masa PPN
pembetulan dengan melaporkan Faktur Pajak tersebut. WP mengajukan pengurangan
atau pembatalan atas STP berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf c ke Kanwil hingga
gugatan ke Pengadilan Pajak. Putusan pengadilan menolak gugatan WP dengan
alasan bahwa "WP telah melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa
penerbitan faktur pajak" dan "pembetulan SPT masa yang dilaporkan dan
disampaikan oleh WP setelah akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir tidak
dapat digunakan untuk membatalkan STP yang telah diterbitkan".

Kp PJ.021/PJ.0201/2018
-2-

c. Di sisi lain, pada saat pemeriksaan WP tidak pernah dikenakan sanksi Pasal 14 ayat
(4) atas faktur pajak yang tidak dilaporkan di SPT normal namun dilaporkan di SPT
pembetulan (yang dilaporkan setelah akhir bulan berikutnya setelah masa pajak
berakhir), dengan alasan bahwa WP telah melaporkan faktur pajak tepat waktu.
2. Ketentuan terkait permasalahan di atas sebagai berikut:
a. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2009 (selanjutnya disebut Undang-Undang KUP), antara lain
mengatur:
1) Pasal 3 ayat (1), Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan
benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf
Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta
menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak
terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pajak.
2) Penjelasan Pasal 3 ayat (1), Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi Surat
Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan
mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk
melaporkan tentang:
a. pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran; dan
b. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh
Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
3) Pasal 8 ayat (1), mengatur bahwa Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat
membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan
menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum
melakukan tindakan pemeriksaan.
4) Pasal 8 ayat (2a), mengatur bahwa dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri
Surat Pemberitahuan Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar,
kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per
bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo
pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung
penuh 1 (satu) bulan.
5) Pasal 14 ayat (1) huruf d, e, dan f, mengatur bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat
menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila:
a. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak
membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;
b. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak
mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya,
selain:
1) identitas

Kp. : PJ.021/PJ.0201/2018
-3-

1) identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b


Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya; atau
2) identitas pembeli serta nama dan tandatangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, dalam hal penyerahan dilakukan
oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran; dan
c. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa
penerbitan faktur pajak.
6) Pasal 14 ayat (4), mengatur bahwa terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, atau huruf f masing-
masing, selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi administrasi
berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
Dalam penjelasan Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP tersebut dijelaskan
bahwa Pengusaha Kena Pajak yang tidak membuat faktur pajak maupun
Pengusaha Kena Pajak yang membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu atau
tidak selengkapnya mengisi faktur pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda
sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
Demikian pula bagi Pengusaha Kena Pajak yang membuat faktur pajak, tetapi
melaporkannya tidak tepat waktu, dikenai sanksi yang sama. Sanksi administrasi
berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak ditagih
dengan Surat Tagihan Pajak, sedangkan pajak yang terutang ditagih dengan surat
ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.
b. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (selanjutnya disebut
Undang-Undang PPN dan PPnBM), antara lain mengatur:
1) Pasal 13 ayat (la), Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dibuat pada:
a. saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;
b. saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi
sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa
Kena Pajak;
c. saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap
pekerjaan; atau
d. saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
2) Pasal 15A ayat (1), Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai oleh Pengusaha Kena
Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) harus dilakukan paling lama
akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan.
3) Pasal 15A ayat (2), Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai
disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa
Pajak.
3. Berdasarkan

Kp PJ 021/PJ 0201/2018
-4-

3. Berdasarkan permasalahan sebagaimana dimaksud pada angka 1, serta ketentuan


sebagaimana dimaksud pada angka 2, dengan ini disampaikan bahwa:
a. Frase "tepat waktu" pada norma "Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak,
tetapi tidak tepat waktu" sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf d
Undang-Undang KUP harus dimaknai selaras dengan ketentuan saat Faktur Pajak
harus dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(1 a) Undang-Undang PPN dan PPnBM. Dalam hal Pengusaha Kena Pajak menerbitan
Faktur Pajak pada melampui saat yang diatur dalam Pasal 13 ayat (1a) Undang-
Undang PPN dan PPnBM maka Pengusaha Kena Pajak dimaksud membuat faktur
pajak, tetapi tidak tepat waktu dan dikenakan sanksi sesuai Pasal 14 ayat (4) Undang-
Undang KUP.
b. Sedangkan norma "Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai
dengan masa penerbitan faktur pajak" sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1)
huruf f Undang-Undang KUP dimaknai waktu pelaporan Faktur Pajak dalam SPT
Masa PPN harus sesuai dengan masa penerbitan Faktur Pajak.
c. Terkait dengan uraian pada huruf b, Pengusaha Kena Pajak (PKP) dalam
melaksanakan kewajiban untuk membuat dan melaporkan Faktur Pajak dapat
dikategorikan dalam beberapa kondisi sebagai berikut:
1) Membuat Faktur Pajak tepat waktu dan melaporkan Faktur Pajak dalam SPT
masa PPN tepat waktu sesuai masa penerbitan Faktur Pajak.
2) Membuat Faktur Pajak tepat waktu, namun melaporkan Faktur Pajak dalam SPT
masa PPN atau SPT masa PPN Pembetulan yang tidak tepat waktu, yakni SPT
masa PPN atau SPT masa PPN pembetulan dilaporkan tidak sesuai dengan masa
penerbitan Faktur Pajak.
d. Terhadap kondisi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf c angka
2), Pengusaha Kena Pajak dimaksud dikenakan sanksi Pasal 24 ayat (4) Undang-
Undang KUP karena melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan
faktur pajak.
e. Contoh atas penegasan pada huruf d, jika terdapat Pengusaha Kena Pajak
menerbitkan faktur pajak tertanggal 15 Desember 2016 dan dilaporkan di SPT PPN
masa Desember 2016 namun baru disampaikan ke KPP pada bulan Mei 2017, maka
kondisi tersebut termasuk dalam kategori "tidak tepat waktu" karena saat pelaporan
SPT masa PPN di bulan Mei 2017 tidak sesuai dengan masa penerbitan Faktur Pajak
yakni masa Desember 2016, sehingga dapat dikenakan sanksi Pasal 14 ayat (4)
Undang-Undang KUP.
f. Penegasan sebagaimana dimaksud pada huruf d juga berlaku bagi Pengusaha Kena
Pajak yang menerbitkan faktur pajak namun tidak dilaporkan di SPT masa PPN normal
melainkan disampaikan di SPT masa PPN pembetulan yang dilaporkan setelah akhir
bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Contoh, Pengusaha Kena Pajak
menerbitkan faktur pajak bulan Agustus 2017 namun tidak dilaporkan di SPT PPN

masa ...
Kp : PJ.021/PJ.0201/2018
-5-

masa Agustus 2017 kemudian melaporkan Faktur Pajak dimaksud dalam SPT PPN
masa pembetulan Agustus 2017 yang dilakukan pada bulan November 2017, maka
kondisi tersebut juga termasuk dalam kategori "melaporkan faktur pajak tidak tepat
waktu" sehingga juga dapat dikenakan sanksi Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP.
Demikian disampaikan, atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

Direki

rikrif YanuarC
NIP 19670128 199503 1 001

Kp. : PJ.021/PJ.0201/2018

Anda mungkin juga menyukai