Asam klorida pertama kali ditemukan sekitar tahun 800 sesudah masehi oleh ahli kimia Jabir
bin Hayyan (Geber) dengan mencampurkan natrium klorida dengan asam
sulfat ("vitriol"). Jabir menemukan banyak senyawa-senyawa kimia penting lainnya, dan
mencatat penemuannya ke dalam lebih dari dua puluh buku. Penemuan Jabir atas air
raja yang dapat melarutkan emas mengandung asam klorida dan asam nitrat.
Pada Abad Pertengahan, asam klorida dikenal oleh ahli kimia Eropa sebagai spirits of
salt atau acidum salis (asam garam). Istilah asam garam ini pun masih digunakan di beberapa
bahasa dunia, misalnya dalam bahasa Jerman Salzsäure, bahasa Belanda Zoutzuur, bahasa
Mandarin 鹽酸 (yansuan), dan bahasa Jepang 塩酸 (ensan). Gas HCl disebut sebagai udara
asam laut.
Produksi asam klorida secara signifikan dicatat oleh Basilius Valentinus pada abad ke-15.
Pada abad ke-17, Johann Rudolf Glauber dari Karlstadt am Main, Jerman menggunakan
natrium klorida dan asam sulfat untuk membuat natrium sulfat melalui proses Mannheim.
Proses ini akan melepaskan gas hidrogen klorida sebagai produk sampingannya. Joseph
Priestley dari Leeds berhasil menghasilkan hidrogen klorida murni pada tahun 1772, dan
pada tahun 1818, Humphry Davy dari Penzance, Inggris, membuktikan bahwa komposisi
kimia zat tersebut terdiri dari hidrogen dan klorin.
Sebelum diberlakukannya Undang-Undang Alkali tahun 1863 oleh Britania, HCl yang
berlebih dilepaskan ke udara bebas. Setelah berlakunya undang-undang ini, produsen soda
abu diwajibkan untuk melarutkan gas ini ke dalam air dan menghasilkan asam klorida dalam
skala industri.
Pada abad ke-20, proses Leblanc digantikan oleh proses Solvay yang tidak menghasilkan
asam klorida sebagai produk sampingan. Setelah tahun 2000, asam klorida kebanyakan
dihasilkan dari pelarutan produk samping hidrogen klorida dari produksi industri senyawa
organik.
Sejak tahun 1988, asam klorida telah dimasukkan ke dalam Tabel II Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa Tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika karena
ia dapat digunakan dalam produksi heroin, kokaina, dan metamfetamina.[20] Konvensi ini
disahkan di Indonesia oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997.[21]
5. PEMANFAATAN
Salah satu pemanfaatan yang paling penting dari asam klorida yaitu dalam pengawetan baja,
untuk menghilangkan karat atau kerak oksida dari besi atau baja sebelum pengolahan
selanjutnya, seperti ekstrusi, rolling, galvanisasi, dan teknik lainnya.[7][19] HCl berderajatkemurnian
teknis dengan konsentrasi 18% adalah yang paling umum digunakan sebagai pengawet untuk
pengawetan baja karbon.
Fe + Fe + 6HCl → 3FeCl + 3H
Asam buangannya telah lama digunakan kembali sebagai larutan besi(II) klorida (juga dikenal
sebagai fero klorida), tetapi tingkat logam berat yang tinggi dalam cairan pengawet telah
menurun praktik ini.
Industri pengawetan baja telah mengembangkan proses regenerasi asam klorida, seperti roaster
semprot atau proses regenerasi HCl fluida, yang memungkinkan pemulihan HCl dari limbah
bekas pengawetannya. Proses regenerasi yang paling umum adalah proses pirohidrolisis, sesuai
persamaan berikut:[7]
4FeCl + 4H + O → 8HCl + 2Fe
Dengan pemulihan asam bekas pengawetan, ditetapkanlah siklus asam tertutup.[19] Besi(III)
oksida merupakan produk samping dari proses regenerasi yang berharga, dan dapat digunakan
dalam berbagai industri sekunder.[7]
Air Klor
Klorinasi air adalah proses penambahan klorin (Cl2) atau hipoklorit pada air. Metode ini
digunakan untuk membunuh bakteri dan mikrob tertentu di air keran karena klorin sangat
beracun. Secara khusus, klorinasi digunakan untuk mencegah penyebaran penyakit yang
ditularkan melalui air seperti kolera, disentri, dan tipus.