Anda di halaman 1dari 359

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/359507917

BUKU AJAR: Karakter Bangsa dan Bela Negara

Book · March 2022

CITATIONS READS

0 835

9 authors, including:

Adi Subiyanto I Dewa Ketut Kertawidana


Bogor Agricultural University Universitas Pertahanan Indonesia
13 PUBLICATIONS 10 CITATIONS 45 PUBLICATIONS 35 CITATIONS

SEE PROFILE SEE PROFILE

Achmed Sukendro
Universitas Pertahanan Indonesia
22 PUBLICATIONS 4 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by I Dewa Ketut Kertawidana on 28 March 2022.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


BUKU AJAR
KARAKTER BANGSA DAN
BELA NEGARA
(PERSPEKTIF KEAMANAN NASIONAL)

FAKULTAS KEAMANAN NASIONAL


UNIVERSITAS PERTAHANAN RI

TIM PENYUSUN:
Dr. Syamsunasir, S.Sos., M.M., C.Fr.A
Dr. Endro Legowo, S.E., M.A.P
Dr. Ernalem Bangun, Dra. M.A
Dr. Adi Subiyanto, S.Si., M.Han
Dr. Anwar Kurniadi, S.Kp., M.Kep
Dr. Christine Sri Marnani, Dra. M.A.P
i Dr. IDK Kerta Widana, SKM., MKKK
Dr. Achmed Sukendro, SH., M.Si
Dr. Panji Suwarno, SE., M.Si
BUKU AJAR

KARAKTER BANGSA DAN BELA NEGARA

UNIVERSITAS PERTAHANAN RI
FAKULTAS KEAMANAN NASIONAL

Kawasan IPSC Sentul Sukahati Citereup Bogor 16810


2021
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh
isi buku ini dalam bentuk apa pun, baik secara elektronis maupun
mekanis, termasuk memfotokopi, merekam atau dengan sistem
penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit.

ii
Buku Ajar
Karakter Bangsa dan Bela Negara (KBBN)

Penanggung Jawab:
Laksdya TNI Prof. Dr. Ir. Amarulla Octavian, S.T., M.Sc., DESD

Ketua:
Marsda TNI Dr. Syamsunasir, S.Sos., M.M., C.Fr.A

Wakil Ketua
Laksma TNI Dr. Endro Legowo, S.E., M.A.P.

Sekretaris
Samuel Sihombing, S.H

Penyusun
Marsda TNI Dr. Syamsunasir, S.Sos., M.M., C.Fr.A
Laksma TNI Dr. Endro Legowo, S.E., M.A.P.
Dr. Ernalem Bangun, Dra. M.M
Dr. Adi Subiyanto, S.Si., M.Han.
Dr. Anwar Kurniadi, S.Kp., M.Kep.
Dr. Christine Sri Marnani,Dra. M.A.P.
Dr. I Dewa ketut Kerta Widana, SKM., MKKK
Dr. Panji Suwarno, S.E., M.Si.
Dr. Achmed Sukendro, S.H., M.Si.

Design dan Layout


Wilopo, S.E., M.M., M.Han.
Dian Efrianti, M.Han.

Published by
Universitas Pertahanan
Kawasan IPSC Sentul Bogor Indonesia 16810

ISBN: 978-623-5885-03-2
xiii hlm + 212 hlm; 21 x 29 cm
email: fknunhanri@gmail.com
HP. 081380920299

Kawasan IPSC, Sentul, Sukahati, Citeureup, Bogor,


Jawa, Barat, Indonesia, 16810
2021

iii
KATA PENGANTAR

Fakultas Keamanan Nasional Universitas Pertahanan RI


menyelenggarakan Program Magister Ilmu Pertahanan dengan
memfokuskan pada berbagai permasalahan dalam bidang Damai dan
Resolusi Konflik, Manajemen Bencana, dan Keamanan Maritim. Program
Studi FKN-Unhan RI, telah terakreditasi dengan peringkat ―A‖ berdasarkan
Keputusan BAN-PT.
Sebagai program magister yang bernaung pada sebuah perguruan
tinggi, Fakultas Keamanan Nasional secara terus menerus dituntut untuk
meningkatkan capaian-capaian pembelajaran. Oleh sebab itu program-
program studi di Fakultas Keamanan Nasional, perlu menyusun Buku Ajar
Fakultas Keamanan Nasional Unhan RI. Salah satunya adalah Buku Ajar
Karakter Bangsa dan Bela Negara.
Buku ajar ini terdiri dari 14 topik bahasan yang berkaitan dengan
bidang Karakter Bangsa dan Bela Negara sebagai salah satu acuan dan
instrumen yang ditujukan khususnya bagi dosen dan mahasiswa dalam
melaksanakan kegiatan belajar dan mengajar di kelas maupun
pembelajaran mandiri. Materi pembelajaran dalam buku ajar ini merupakan
standar minimal bagi dosen dan mahasiswa dalam proses pembelajaran
tentang Karakter Bangsa dan Bela Negara. Oleh karena itu, sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kebijakan dalam
Keamanan Nasional yang spesifik dan dinamis, maka para dosen dan
mahasiswa dalam penerapannya kiranya dapat mengembangkan materi
bahan ajar ini sesuai perkembangan.
Buku ajar ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bagi para
dosen pengajar dan para mahasiswa akan referensi. Namun demikian,
saran dan masukan dari civitas akademika dan pemangku kepentingan
guna pengembangan bahan ajar selanjutnya, tetap sangat dibutuhkan.

Sentul-Bogor, 10 November 2021


Dekan Fakultas Keamanan Nasional,

Dr. Syamsunasir, S.Sos., M.M., C.Fr.A


Marsekal Muda TNI

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI v
BAB 1 FILSAFAT PANCASILA 1
1.1 Pendahuluan 1
1.2 Pengertian Filsafat Pancasila 2
1.3 Pancasila sebagai Sistem 4
1.4 Ciri-Ciri Pancasila yang merupakan Sistem Filsafat 4
1.5 Perbedaan antara Philosophiche Grondslag dan 6
Weltanschauung.
1.5.1 Pancasila sebagai Dasar Filsafat 7
(Philosophiche Grondslag)
1.5.2 Pancasila Sebagai Weltanschauung 7
1.6 Kajian Filsafat Pancasila 8
1.6.1 Landasan Ontologis Filsafat Pancasila 9
1.6.2 Landasan Epistemologis Filsafat Pancasila 12
1.6.3 Landasan Aksiologis Pancasila 15
1.7 Tugas / Diskusi 17
1.8 Daftar Pustaka 18

BAB 2 UNDANG-UNDANG DASAR 1945 19


2.1 Pendahuluan 19
2.2 Pengertian UUD NRI Tahun 1945 21
2.3 Makna Pembukaan UUD 1945 21
2.4 Konstitusi Indonesia 26
2.4.1 Pengertian Nilai Konstitusi 26
2.4.2 Konstusionalisme atau Nilai Konstitusi dalam 27
UUD 1945
2.4.3 Kedudukan, Fungsi, dan Sifat UUD 1945 29
2.5 Sistem Pemerintahan Negara 33
2.6 Indonesia Negara Hukum 37
2.6.1 Pengertian Negara Hukum 38
2.6.2 Konsep Negara Hukum 38
2.6.3 Implementasi Negara Hukum di Indonesia 40
2.7 Pergeseran Nilai UUD 1945 Pasca Amandemen 43
2.8 Tugas / Diskusi 52
2.9 Daftar Pustaka 52

v
BAB 3 IDEOLOGI DAN ISME MODERN 55
3.1 Pendahuluan 55
3.2 Sejarah dan Karakteristik Ideologi 56
3.2.1 Sejarah Ideologi 57
3.2.2 Karakteristik Ideologi 58
3.3 Berbagai Sistem Ideologi 59
3.4 Ideologi dan Agama 60
3.5 Zaman Ideologi 63
3.6 Sifat dan Dinamisme Ideologi 75
3.7 Tugas / Diskusi 76
3.8 Daftar Pustaka 77

BAB 4 PENGANTAR NILAI-NILAI KEBANGSAAN 79


4.1 Pendahuluan 79
4.2 Pengertian Wawasan Kebangsaan 80
4.3 Nilai-Nilai Kebangsaan 84
4.4 Nilai-Nilai Kebangsaan Dalam Teori 86
4.5 Nilai-Nilai Kebangsaan Dalam UUD 1945 88
4.6 Teori-Teori Kebangsaan 94
4.7 Nilai-nilai Kebangsaan Dalam Konteks 97
4.8 Tugas / Diskusi 101
4.9 Daftar Pustaka 102

BAB 5 KARAKTER BANGSA 103


5.1 Pendahuluan 103
5.2 Konsep Karakter Bangsa 103
5.3 Nilai-Nilai Karakter Kebangsaan 110
5.4 Nilai-Nilai Kebangsaan Dalam Perspektif Akademik 112
5.5 Perspektif Perubahan 127
5.6 Karakter Bangsa dan Nilai-Nilai Kebangsaan Dalam 136
Perspektif Perubahan
5.7 Tugas / Diskusi 140
5.8 Daftar Pustaka 140

BAB 6 WAWASAN NUSANTARA 143


6.1 Pendahuluan 143
6.2 Pengertian Wawasan Nusantara 143
6.3 Faktor-Faktor Yang Memepengaruhi Wawasan 145
Nusantara
6.3.1 Wilayah (Geografi) 145
6.3.2 Geopolitik 148
6.3.3 Perkembangan Wilayah dan Dasar 150
Hukumnya
6.4 Unsur-Unsur Dasar Wawasan Nusantara 154
6.4.1 Wadah (Countur)

vi
6.4.2 Isi (Content) 156
6.4.3 Tata Laku Lahiriah dan Batiniah (Conduct) 158
6.5 Implementasi dan Tantangan WawasanNusantara 158
6.5.1 Implementasi Wawasan Nusantara 158
6.5.2 Tantangan Implementasi Wawasan 160
Nusantara
6.6 Tugas / Diskusi 164
6.7 Daftar Pustaka 165

BAB 7 KETAHANAN NASIONAL SEBAGAI GEOSTRATEGI 167


INDONESIA
7.1 Pendahuluan 167
7.2 Pengertian Ketahanan Nasional sebagai 167
geostrategi Indonesia
7.2.1 Terminologis 168
7.2.2 Yuridid Formal 169
7.2.3 Ilmiah 170
7.3 Konsepsi Geostrategi Indonesia (Ketahanan 171
Nasional Indonesia)
7.4 Hakekat Ketahanan Nasional 173
7.5 Ketahanan Nasional sebagai Kondisi 174
Pembangunan Nasional dalam Mencapai Cita Cita
Bangsa
7.6 Asas Ketahanan Nasional 175
7.7 Sifat Ketahanan Nasional 176
7.8 Astagatra 177
7.9 Implementasi Ketahanan Nasional Masa Kini 179
7.10 Tugas / Diskusi 187
7.11 Daftar Pustaka 188

BAB 8 KEWASPADAAN NASIONAL 189


8.1 Pendahuluan 189
8.2 Lingkungan Strategis 190
8.3 Bentuk Ancaman Bagi Keamanan Nasional 191
8.4 Ancaman Fenomenal Nasional 196
8.5 Upaya Meningkatkan Kewaspadaan Nasional 203
8.6 Tugas / Diskusi 207
8.7 Daftar Pustaka 208

BAB 9 NILAI-NILAI DASAR BELA NEGARA 209


9.1 Pendahuluan 209
9.2 Prinsip-Prinsip Pembelaan Negara 210
9.3 Tujuan Bela Negara 212
9.4 Bela Negara Dalam Sistem Pertahanan Negara 212
9.5 Spektrum Bela Negara 214
9.6 Unsur-unsur Bela Negara 219

vii
9.7 Tugas / Diskusi 221
9.8 Daftar Pustaka 222

BAB 10 IDENTITAS NASIONAL 223


10.1 Pendahuluan 223
10.2 Fungsi dan Identitas Nasional 225
10.3 Faktor-Faktor Pendukung Lahirnya Identitas 226
Nasional
10.4 Pancasila sebagai Kepribadian dan Identitas 231
Nasional
10.5 Jenis Identitas Nasional 233
10.6 Bentuk-Bentuk Identitas Nasional 234
10.7 Tugas / Diskusi 239
10.8 Daftar Pustaka 240

BAB 11 POLITIK DAN STRATEGI 241


11.1 Pendahuluan 241
11.2 Politik Indonesia 241
11.3 Strategi Indonesia 242
11.4 Politik Strategi Nasional (Polstranas) 243
11.5 Dasar Pemikiran Penyusunan Polstranas 244
11.6 Penyusunan Polstranas 245
11.7 Stratifikasi Politik Nasional 248
11.8 Politik Pembangunan Nasional dan Manajemen 248
Nasional
11.9 Otonomi Daerah 249
11.10 Kewenangan Daerah 250
11.11 Implementasi Polstranas di Indonesia 251
11.12 Tugas / Diskusi 255
11.13 Daftar Pustaka 256

BAB 12 DEMOKRASI INDONESIA 257


12.1 Pendahuluan 257
12.2 Pengertian Demokrasi 257
12.3 Pengertian Demokrasi Menurut Para Ahli 258
12.4 Perkembangan Demokrasi 260
12.5 Demokrasi dan Implementasinya 262
12.6 Demokrasi sebagai Bentuk Pemerintahan 263
12.7 Hakikat Demokrasi 264
12.8 Unsur Penegak Demokrasi 265
12.9 Prinsip-prinsip Demokrasi Universal 266
12.10 Prinsip Non-demokrasi 266
12.11 Parameter Pengukur Demokrasi 267
12.12 Bentuk Demokrasi Indonesia 268
12.13 Demokrasi di Indonesia 269
12.14 Tugas / Diskusi 277

viii
12.15 Daftar Pustaka 278

BAB 13 HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA 279


13.1 Pendahuluan 279
13.2 Negara dan Kewarganegaraan 280
13.3 Hak Asasi Manusia (HAM) 290
13.4 Kewajiban Warga Negara 295
13.5 Hak dan Kewajiban Warga Negara 298
13.6 Tugas / Diskusi 301
13.7 Daftar Pustaka 301

BAB 14 NASIONALISME DAN PATRIOTISME 303


14.1 Pendahuluan 303
14.2 Pengertian Nasionalisme dan Patriotisme 307
14.3 Pengertian Patriotisme 309
14.4 Ciri-ciri dan Dimensi Patriotisme 311
14.5 Lingkungan Sosial Nasionalisme 314
14.6 Genesis Pergerakan Nasional Indonesia 316
14.7 Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia 322
14.8 Penerapan Patriotisme 325
14.9 Tugas / Diskusi 328
14.10 Daftar Pustaka 328

DAFTAR PUSTAKA 331


LAMPIRAN 335

ix
BAB 1
FILSAFAT PANCASILA

1.1 Pendahuluan

Pada bab ini akan dibahas tentang pengertian filsafat Pancasila


menurut para ahli dan secara umum, hal ini dianggap penting dan
wajib dipelajari karena dengan mengetahuinya, kita akan merasa lebih
mudah untuk mempelajari mata kuliah terkait selanjutnya.
Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam kehidupan manusia, terdapat
beberapa jenis pengetahuan, yaitu: a) Ada manusia yang tahu bahwa
dia tahu; b) Ada manusia yang tahu bahwa dia tidak tahu; c) Ada
manusia yang tidak tahu bahwa dia tahu; dan d) Ada manusia yang
tidak tahu bahwa dia tidak tahu.

Bagaimana caranya manusia mendapatkan pengetahuan yang


benar? Berikut merupakan kata-kata bijak: ―Ketahuilah apa yang kau
tahu, dan ketahuilah apa yang kau tidak tahu‖. Hal ini berarti bahwa
pengetahuan dimulai dari rasa ingin tahu, sebelum menjadi kepastian
dimulai dari rasa ragu-ragu, dan filsafat dimulai dari keingintahuan
dan keragu-raguan. Berfilsafat berarti mengoreksi diri untuk berterus
terang sejauh apa sebenarnya kita mencapai apa yang kita ingin
ketahui.

Dengan berfilsafat kita didorong untuk mengetahui apa yang


telah kita ketahui, dan apa yang belum kita ketahui. Ketika seseorang
berfilsafat dapat diumpamakan sebagai seseorang yang berada di
bumi sedang menengadah ke arah bintang-bintang. Dia ingin
mengetahui dirinya dalam kesemestaan galaksi.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 1


Mengapa demikian? Apa yang menjadi karakteristik filsafat?
Karakteristik Filsafat adalah:

a. ―Berpikir filsafat adalah berpikir secara menyeluruh”, di


mana seorang ilmuwan tidak puas hanya mengenal
ilmunya sendiri, dia ingin meletakkan ilmunya dengan
konstelasi pengetahuan-pengetahuan lainnya. Kaitan ilmu
dengan moral, agama, seni, dan lain-lain;

b. ―Berpikir filsafat adalah berpikir secara mendasar‖, di


mana seseorang tidak percaya begitu saja bahwa ilmu itu
benar sehingga harus bisa dibuktikan;

c. ―Berpikir filsafat adalah berpikir secara spekulatif ―.


Bermula dari berspekulasi tentang sesuatu yang dapat
dipertanggungjawabkan, kemudian disusun pokok-pokok
pikiran sebagai dasar ilmu pengetahuan. Spekulasi yang
dapat dipertanggungjawabkan disebut ―Postulat‖ yaitu
pikiran dasar pengetahuan berdasarkan cara pandang
yang dianalisis secara kritis dan reflektif.

Dapat disimpulkan bahwa cara berpikir filosofis adalah berpikir


secara mendasar, menyeluruh, reflektif, kritis, dan postulatif. Cara
berpikir filosofis bukan saja meletakkan pondasi dasar ilmu
pengetahuan, melainkan juga mendorong pengembangan ilmu terus
menerus.

1.2 Pengertian Filsafat Pancasila

Apakah Pancasila merupakan suatu filsafat?. Jika kita hendak


menempatkan Pancasila dalam kerangka filsafat, kita perlu
menjadikan Pancasila sebagai sebuah diskursus yang bersifat

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 2


rasional. Artinya, kita tidak menempatkan Pancasila sebagai dogma
yang diterima begitu saja, melainkan mengulasnya melalui proses
refleksi. Pancasila bukan kepercayaan yang tak boleh dibantah atau
dipertanyakan, tapi justru merupakan wacana yang bersifat terbuka,
dialogis dan kritis. Oleh karena itu, perspektif filosofis pada Pancasila
adalah untuk menganalisis aspek-aspek rasional apa yang mendasari
dipilihnya Pancasila sebagai ideologi bangsa. Notonagoro (1951)
mengatakan bahwa Filsafat Pancasila memberi pengetahuan dan
pengertian ilmiah yaitu tentang hakikat dari Pancasila. Sebagai
filsafat, Pancasila mengandung pandangan, nilai, dan pemikiran yang
dapat menjadi substansi dan isi pembentukan ideologi Pancasila.

Sebagai pertanggung jawaban rasional mengenai sila-sila


Pancasila sebagai prinsip-prinsip politik, Pancasila harus dapat
dijabarkan menjadi dasar operasional dalam hidup bernegara, serta
dapat membuka dialog dengan berbagai perspektif baru dalam
kehidupan bernegara dan berbangsa. Pancasila menjadi kerangka
evaluasi terhadap segala kegiatan kehidupan bernegara. Pancasila
harus dipahami secara filosofi dengan tujuan:

a. Agar kita mampu bersikap inklusif, toleran, gotong royong


dalam aneka ragam agama dan budaya;

b. Agar kita mampu mengembangkan karakter Pancasilais


yaitu jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah
lingkungan, gotong royong, cinta damai, responsif dan
proaktif;

c. Agar kita bertanggung jawab atas keputusan yang diambil


berdasarkan prinsip musyawarah; dan

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 3


d. Agar kita mampu memahami dan menganalisis hakikat
sila-sila Pancasila dengan mengaktualisasikan nilai-nilai
dalam berpikir, bertindak, dan berperilaku.

1.3 Pancasila sebagai Sistem

Pancasila tidak ditemukan secara tiba-tiba, melainkan


merupakan hasil perenungan yang mendalam para founding father
bangsa Indonesia sebagai aspek untuk kelengkapan berdirinya
sebuah bangsa yang baru, yaitu memiliki ideologi yang menjadi
identitas bangsa. Sejak perumusannya dalam rapat-rapat sidang
Badan Penyelidik Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI)
hingga ke pengesahan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI), Pancasila masih terus dijadikan bahan perenungan.
Perenungan ini terus berlangsung hingga ke pemikir berikutnya.
Soekarno, Notonagoro, Soerjanto Poespowardoyo, dan Sastraprateja
adalah pemikir-pemikir yang menaruh perhatian terhadap Pancasila
sebagai sistem filsafat.

Dalam Pidato Soekarno pada Sidang BPUPKI, 1 Juni 1945


yang berjudul Philosofische Grondslag daripada Indonesia Merdeka,
dikatakan bahwa Pancasila merupakan hasil perenungan yang
mendalam para tokoh kemerdekaan Indonesia untuk mencari dasar
negara. Hasil perenungan tersebut adalah bagian yang menyatakan
bahwa Pancasila ditemukan sebagai hasil dari berpikir filsafat.

1.4 Ciri-Ciri Pancasila yang merupakan Sistem Filsafat

Ciri-ciri Pancasila yang merupakan suatu sistem filsafat adalah:

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 4


a. Koheren yaitu berhubungan satu sama lain secara runtut
dan tidak bertentangan sebagai sistem filsafat, sila-sila
pada Pancasila saling melengkapi dan tidak bertentangan

b. Menyeluruh yaitu mencakup semua hal dan gejala yang


terdapat dalam hidup manusia. Sebagai sistem filsafat,
Pancasila merupakan suatu pola yang dapat mewadahi
semua kehidupan dan dinamika masyarat Indonesia.

c. Mendasar yaitu perenungan mendalam sampai ke inti


permasalahan hingga menemukan aspek fundamental.
Sebagai sistem filsafat, Pancasila dirumuskan
berdasarkan inti mutlak tata kehidupan manusia
menghadapi diri sendiri, sesama manusia, dan Tuhan
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

d. Spekulatif berarti buah pikiran hasil perenungan sebagai


praanggapan yang menjadi titik awal/pola dasar
berdasarkan penalaran yang logis dan pangkal tolak
suatu pemikiran. Pancasila sebagai dasar negara pada
mulanya merupakan buah pikir dari tokoh-tokoh negara
yang dijadikan sebagai pola dasar yang dapat dibuktikan
kebenarannya melalui diskusi dan dialog panjang dalam
sidang BPUPKI hingga pengesahan PPKI.

Sila-sila pada Pancasila yang merupakan hasil pemikiran


filsafat para pendiri negara menghasilkan dasar hidup kenegaraan
yang disebut dengan ideologi negara. Pancasila menjadi dasar politik
yang mengatur dan mengarahkan semua kegiatan kenegaraan, yaitu:
perundang-undangan, pemerintahan, perekonomian Nasional, hidup
berbangsa, hubungan warga negara dengan warga negara, warga

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 5


negara dengan negara, dan upaya kesejahteraan rakyat. Oleh
karena itu, Pancasila harus menjadi dasar operasional dalam
penentuan kebijakan-kebijakan di tataran pemerintahan dan dalam
solusi bagi permasalahan bangsa.

1.5 Perbedaan antara Philosophiche Grondslag dan


Weltanschauung (Drijarkara)

Dalam pidato Soekarno pada sidang BPUPKI, 1 Juni 1945,


Soekarno menyatakan bahwa Pancasila adalah sebuah
Weltanschauung, di mana Pancasila bukan merupakan pandangan-
dunia relijius atau etno-kultural, melainkan weltanschauung yang
bersifat politis praktis, sehingga sepadan dengan istilah filsafat politik
atau Philosophische Grondslag. Perbedaan keduanya adalah sebagai
berikut:

a. Philosophiche Grondslag mengandung makna filsafat


yaitu bersifat teoritik dan abstrak yang merupakan cara
berpikir dan memandang realita sedalam-dalamnya
dalam memperoleh kebenaran.

b. Weltanschauung bermakna pandangan hidup yang


praktis. Weltanschauung berasal dari kata Welt (dunia)
dan Anschauung (pandangan) yang mengacu pada
pandangan hidup dunia luas yang bersifat praktis

c. Weltanschauung belum tentu dimulai dengan pemikiran


(sehingga dikatakan bukan merupakan pemikiran filsafat)

d. Philosophiche Grondslag merupakan pemikiran Filsafat


karena berada dalam lingkup ilmu, sementara
Weltanschauung berada dalam lingkup hidup manusia.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 6


1.5.1 Pancasila sebagai Dasar Filsafat (Philosophiche
Grondslag)

Nilai-nilai filosofis yang terkandung pada Pancasila mendasari


seluruh peraturan hukum di Indonesia, yaitu nilai Ketuhanan,
Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, Keadilan sehingga harus
menjadi dasar seluruh perundang undangan yang berlaku.

Misalnya: UU no 44/2008 tentang pornografi. Pasal 3 ayat (a)


berbunyi:

―Mewujudkan dan memelihara tatanan kehidupan bangsa yang


beretika, berkepribadian luhur, dan menjunjung tinggi nilai-nilai
Ketuhanan YME, menghormati harkat dan martabat
kemanusiaan ―

UU ini memuat sila 1 Ketuhanan YME dan sila 2 kemanusiaan


yang adil dan beradab mendasari semangat pelaksanaan dan
menolak pornografi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama dan
martabat kemanusiaan.

1.5.2 Pancasila Sebagai Weltanschauung

Pancasila sebagai Weltanschauung merupakan pandangan


hidup (dunia). Sebagai Weltanschauung, Pancasila menjadi ajaran
tentang nilai, makna, dan tujuan hidup manusia yang menyebar
dalam berbagai pemikiran dan kebudayaan bangsa Indonesia.

“A complete philosophy include a world view or reasoned


conception of the whole cosmos, and a life view or doctrine of
the values, meanings, dan purposes of human life”
(The Liang Gies, 1977)

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 7


1.6 Kajian Filsafat Pancasila

Dalam kajian filsafat, Pancasila dapat dijadikan sebagai objek


maupun sebagai subjek kajian.

a. Pancasila sebagai Genetivus-Objectivus berarti nilai-nilai


Pancasila sebagai objek yang dicari landasan filosofisnya
berdasarkan sistem-sistem Barat.

1) Notonagoro: Analisis nilai Pancasila dengan


pendekatan substansialistik filsafat Aritoteles
(Pancasila Ilmiah Populer)

2) Drijarkara: Analisis dengan pendekatan


eksistensialisme relijius (Pancasila dan Religi)

b. Pancasila sebagai Genetivus-Subjectivus di mana nilai-


nilai Pancasila digunakan untuk mengkritisi aliran filsafat
yang berkembang. Pancasila tidak hanya dipakai sebagai
dasar perundang-undangan, tetapi juga sebagai dasar
orientasi pelaksanaan sistem politik dan pembangunan
Nasional.

1) Sastranegara: Pancasila adalah dasar politik, yaitu


prinsip-prinsip dasar dalam kehidupan bernegara

2) Soerjanto: Agar dapat memberikan orientasi ke depan,


Pancasila harus menyadari situasi yang dihadapi saat
ini

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 8


1.6.1 Landasan Ontologis Filsafat Pancasila

Pancasila sebagai Genetivus-subjectivus perlu memiliki


landasan filosofis; Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis sebagai
berikut:
a. Ontologi
1) Membahas hakikat yang paling dalam atau unsur
paling umum dan bersifat abstrak, yaitu substansi
(Aristoteles).

2) Membahas masalah universal, objeknya adalah


segala bagian dan segala aspek (Bakker). Menurut
Bakker: Kelima sila Pancasila masing-masing
mandiri tetapi menekankan keterikatan dalam relasi-
relasi dan kesatuan yang mendasar. Kebersamaan
tersebut merupakan suatu hierarki teratur yang
berhubungan satu dengan lain tanpa kompromikan
otonominya.

Ontologi merupakan filosofi yang berhubungan dengan


makhluk hidup (Littlejohn dan Foss (Theories of Human). Little John
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, yaitu:

a) Pada tingkatan apa manusia membuat sebuah pilihan?

b) Apakah perilaku manusia tersebut merupakan sifatnya?

c) Apakah pengalaman manusia tersebut merupakan


pengalaman individu atau sosial?

d) Pada tingkatan apakah komunikasi sosial tersebut


berubah menjadi kontekstual?

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 9


1) Pada tingkatan apa manusia membuat sebuah pilihan?
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita melihat beberapa
pandangan sebagai berikut.

a) Determinisme yaitu pandangan yang menyatakan


bahwa perilaku manusia ditentukan oleh kondisi
sebelumnya sehingga manusia bersifat reaktif
saja/pasif. Pancasila lahir karena rakyat Indonesia
menginginkan kemerdekaan setelah mengalami
masa-masa sulit akibat penjajahan Belanda dan
Jepang selama bertahun-tahun. Alinea I UUD‘45:
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak
segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan
di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”

b) Pragmatisme yaitu manusia merencanakan


perilakunya untuk mencapai tujuan masa depan
sehingga manusia sebagai makhluk yang aktif dalam
pengambilan keputusan. Keinginan untuk mencapai
kemerdekaan, menumbuhkan semangat rakyat
Indonesia untuk berjuang. Alinea II Pembukaan UUD
45: “Dan perjuangan kemerdekaan Indonesia telah
sampailah kepada saat yang berbahagia, dengan
selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke
pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang
merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur”

c) Manusia memiliki kesempatan untuk memilih, dan


pilihan rakyat Indonesia adalah menjadi negara

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 10


merdeka. Hal ini dapat dilihat pada Alinea III
pembukaan UUD 45: ―Atas berkat Rahmat Tuhan
YMK dan dengan didorongkan keinginan
luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas,
maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaannya”.

2) Apakah perilaku manusia tersebut merupakan sifatnya?

Keadaan/kondisi manusia yang selalu berubah


mencerminkan kedinamisan manusia, sedangkan sifat
manusia mengacu pada karakteristik manusia yang
konsisten sepanjang waktu. Sementara itu, keadaan dan
sifat tersebut membentuk perilaku bangsa, sehingga
penjajahan yang dialami bangsa Indoseia dalam kurun
waktu yang sangat panjang pada akhirnya membentuk
kedinamisan manusia untuk terus menerus melawan
penjajah. Sifat yang mengacu pada karakteristik bangsa
itu merupakan solidaritas, gotong royong, kebersamaan
yang bahu membahu.

3) Apakah pengalaman manusia tersebut merupakan


pengalaman individu atau sosial?

Dalam sejarah bangsa, ada individu yang menonjol,


seperti Diponegoro, Pattimura, Imam Bonjol, Soekarno,
Hatta, dll. Mereka inilah yang mencatatkan nama-
namanya dalam sejarah perjuangan bangsa, namun,
mereka tidak mungkin bekerja sendiri untuk mencapai
kemerdekaan. Pengalaman mereka diekspresikan melalui

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 11


pidato-pidatonya yang berhasil membakar semangat
rakyat untuk berjuang. Hal ini menyatakan bahwa
manusia sebagai makhluk individu baru berarti apabila
berhubungan dengan manusia lain (manusia sebagai
makhluk sosial).

4) Pada tingkatan apakah komunikasi sosial tersebut


berubah menjadi kontekstual? Pemikiran filosofis atas
hakikat dan raison d‟etre (alasan sebuah keberadaan)
sila-sila Pancasila sebagai dasar filosofis negara
Indonesia. Oleh karena itu, pemahaman atas hakikat
sila-sila Pancasila diperlukan sebagai bentuk pengakuan
atas modus eksistensi bangsa Indonesia.

1.6.2 Landasan Epistemologis Filsafat Pancasila

Landasan epistemologis terkait dengan sarana dan


knowledengane. Cabang filsafat yang mempelajari how people know
about something (apa yang kita ketahui tentang sesuatu, di mana ini
merupakan hal-hal yang paling sederhana dan mendasar), yaitu sifat
dasar dari awal pengetahuan yang berasal dari fenomena kehidupan
sehari-hari yang memungkinkan untuk nantinya diteliti menjadi ilmu
pengetahuan (basic knowledengane).

Secara epistemologis kajian Pancasila sebagai filsafat


dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari hakikat Pancasila
sebagai suatu sistem pengetahuan, karena Pancasila sebagai sistem
filsafat pada hakikatnya juga merupakan sistem pengetahuan. Ini
berarti Pancasila yang bersumber dari fenomena empiris kehidupan

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 12


rakyat Indonesia telah bertransformasi menjadi suatu belief system,
sistem cita-cita atau menjadi suatu ideologi. Oleh karena itu:

a. Pancasila harus memiliki unsur rasionalitas terutama


dalam kedudukannya sebagai sistem pengetahuan

b. Pancasila digali dari pengalaman (empiris) kemudian


disintesiskan secara komprehensif menjadi sila-sila yang
terdapat pada Pancasila

1) Sila 1 berasal dari pengalaman kehidupan beragama


masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu

2) Sila 2 berdasarkan pengalaman ditindas penjajahan


selama berabad-abad

3) Sila 3 berdasarkan kesadaran bahwa penjajah


memecah belah bangsa.

4) Sila 4 berdasarkan pengalaman dalam pengambilan


keputusan berdasarkan musyawarah yang telah
menjadi budaya pengambilan keputusan sejak lama

5) Sila 5 berdasarkan pada pengalaman measyarakat


dalam bergotong royong dalam melakukan setiap
kegiatan kemasyarakatan yang dikerjakan secara
bersama-sama.

Pertanyaan Little John yang dapat diajukan untuk memahami


landasan epistemologi Pancasila adalah:

a. Pada tingkatan apa pengetahuan muncul sebelum


menjadi pengalaman?

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 13


1) Bagi kaum rasionalis, akal merupakan cara untuk
mendapatkan pengetahuan, sehingga
pengetahuannya bersifat apriori (pra aggapan),
Pancasila berasal dari hasil pemikiran para bapak
bangsa bahwa Pancasila akan mampu mengatasi
masalah pluralisme di Indonesia. Pada akhirnya hal
ini menjadi kenyataan bahwa Pancasila ternyata
memang mampu mengatasi berbagai masalah
perbedaan di Indonesia.

2) Kaum penganut empirisme berpendapat bahwa


pengetahuan didapatkan dari pengalaman indrawi,
sehingga pengetahuannya bersifat
aposteriori (setelah diketahui). Pancasila berasal
dari pengalaman bangsa Indonesia yang sudah
tertanam sejak berabad lalu yang kemudian diangkat
menjadi falsafah bangsa.

b. Pada tingkatan apa pengetahuan menjadi sesuatu yang


pasti berkembang?

1) Pengetahuan Mutlak. Sila-sila Pancasila bersifat


universal yang berlaku bagi siapa saja dan di mana
saja, sehingga kemudian menjadi solidaritas,
Nasionalisme, dan selanjutnya menjadi Pancasila
yang abstrak – umum universal (Notonagoro).

2) Pengetahuan Relatif. Pancasila memerlukan bentuk


pengamalan individual meskipun berasal dari
pemahaman yang bersifat universal. Pancasila

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 14


bersifat umum kolektif dan bersifat singular konkret
(Notonagoro).

1.6.3 Landasan Aksiologis Pancasila

Aksiologis berarti berkaitan dengan nilai (value). Nilai adalah


kualitas yang tidak real. Nilai berasal dari kata Latin valere yang
artinya kuat, baik, berharga. Dalam kajian filsafat merujuk pada
sesuatu yang sifatnya abstrak yang dapat diartikan sebagai
―keberhargaan‖ (worth) atau ―kebaikan‖ (goodness). Nilai adalah
sesuatu yang berguna. Nilai juga mengandung harapan akan sesuatu
yang diinginkan. Nilai adalah suatu kemampuan yang dipercaya ada
pada suatu benda untuk memuaskan manusia (dictionary of sosiology
and related science). Nilai itu suatu sifat atau kualitas yang melekat
pada suatu objek. Notonagoro membagi nilai menjadi tiga macam,
yaitu:

a. Nilai material, yaitu sesuatu yang berguna bagi manusia

b. Nilai vital, yaitu sesuatu yang berguna bagi manusia


untuk dapat melaksanakana kegiatan atau aktivitas.

c. Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang berguna


bagi rohani yang dapat dibedakan menjadi empat macam:

1) Nilai kebenaran, yang bersumber pada akal (rasio,


budi, cipta) manusia

2) Nilai keindahan, atau nilai estetis, yang bersumber


pada unsur perasaan (estetis, rasa) manusia

3) Nilai kebaikan, atau nilai moral, yang bersumber


pada unsur kehendak (will, karsa) manusia

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 15


4) Nilai relijius, yang merupakan nilai kerohanian
tertinggi dan mutlak. Nilai relijius ini bersumber
kepada kepercayaan atau keyakinan manusia

Filsafat Pancasila, memiliki tiga tingkatan nilai, yaitu nilai dasar,


nilai instrumental, dan nilai praktis:

a. Nilai dasar, adalah asas-asas yang kita terima sebagai


dalil yang bersifat mutlak, sebagai sesuatu yang benar
atau tidak perlu dipertanyakan lagi. Nilai-nilai dasar dari
Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai
persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.

b. Nilai instrumental, adalah nilai yang berbentuk norma


sosial dan norma hukum yang selanjutnya akan
terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-
lembaga negara.

c. Nilai praktis, adalah nilai yang sesungguhnya kita


laksanakan dalam kenyataan. Nilai ini merupakan batu
ujian apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu benar-
benar hidup dalam masyarakat. Nila-nilai dalam Pancasila
termasuk nilai etik atau nilai moral merupakan nilai dasar
yang mendasari nilai instrumental dan selanjutnya
mendasari semua aktivitas kehidupan masyarakat,
berbangsa, dan bernegara.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 16


1.7 Tugas/Diskusi

a. Jelaskan apa yang dimaksud Pancasila sebagai sistem


filsafat?

b. Bagaimana filsafat Pancasila dari sisi ontologis,


epistemologis, dan aksiologis?

c. Berikan contoh nilai-nilai dari sila-sila Pancasila!

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 17


1.8 Daftar Pustaka

Ditjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti. (2016).


Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi, Buku Ajar
MKWU Pendidikan Pancasila, Cetakan I.
Halkis, Mhd. (2016). Gedabu, Termometer Paradigma Berpikir dan
Bela Negara, Bogor: Unhan Press.
Hegel, WF. (2010). The Science of Logic, Cambridengane University
Press.
Lubis, Akhyar Yusuf (2004). Filsafat Ilmu dan Metodologi
Posmodernis, Akademia, Bogor.
Lubis, Akhyar Yusuf dan Donny Gahral Adian. (2011). Pengantar
Filsafat Ilmu engetahuan., Depok. Koekoesan.
Notonagoro. (1951). ―Pancasila Dasar Filsafat Negara Republik
Indonesia‖. dalam Soekarno. Filsafat Pancasila menurut Bung
Karno. (Floriberta Aning, ed.). Yogyakarta: Media Pressindo.
Suriasumantri, Jujun S. (2015). Filsafat Ilmu, Sebuah Apresiasi
terhadap Ilmu, agama, dan Seni. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 18


BAB 2
UNDANG-UNDANG DASAR 1945

2.1 Pendahuluan

Adanya perkembangan teknologi dan informasi,


mengakibatkan sebagian besar masyarakat lebih suka memberikan
perhatian lebih kepada kebutuhannya daripada memahami makna
dan isi dari UUD 1945. Untuk memahami isi UUD 1945, maka perlu
juga belajar sejarah pembuatannya. Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 atau disingkat UU 1945 atau
UUD ‘45 adalah hukum dasar tertulis (basic law) konstitusi
pemerintahan Republik Indonesia. Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang dibentuk oleh
penjajah Jepang tanggal 29 April 1945, diberikan tanggung jawab
untuk menyusun dan membentuk rancangan UUD untuk menyambut
kemerdekaan yang diberikan oleh Jepang. Pada sidang pertama
tanggal 28 Mei sampai dengan tanggal 1 Juni 1945, Ir Soekarno
menyampaikan gagasan tentang ―Dasar Negara‖, yang diberi nama
Pancasila. Kemudian BPUPKI membentuk Panitia Kecil yang terdiri
dari 9 orang anggota untuk merancang Piagam Jakarta yang akan
menjadi naskah Pembukaan UUD 1945.

Pembahasan krusial adalah saat mau memasukkan dasar


negara yang berjumlah 5 sila, di mana pada sila pertama ada tertulis
negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, ―dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.‖ Maka
perwakilan dari daerah timur Indonesia, yang sebagian pemeluknya
agama Kristen, Katolik dan Hindu melakukan protes. Bila tetap
kalimat tersebut tetap dimasukkan, maka pemeluk agama lainnya

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 19


berada dalam ketidaksetaraan. Untuk mewadahi aspirasi daerah
timur Indonesia ini, maka kesembilan anggota BPUPKI melakukan
perundingan. Akhirnya anggota BPUPKI yang beragama Islam
menerima protes, dan akhirnya dengan toleransi yang tinggi, bersedia
menghapus kalimat ―dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya‖, menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.

Naskah rancangan UUD 1945 disusun pada masa sidang


kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan, tanpa kata
Indonesia, karena hanya diperuntukkan untuk tanah Jawa saja,
sedang di Sumatera ada BPUPK Sumatera. Pada masa sidang
kedua tanggal 10-17 Juli 1945 keputusan rapat BPUPKI mensahkan
naskah Piagam Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD 1945, di
mana BPUPKI berubah nama menjadi Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI). PPKI inilah yang mensahkan
Pembukaan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945. Adapun
pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia
Pusat (KNPI) yang melakukan sidang tanggal 29 Agustus 1945.

Masyarakat Indonesia harus tahu bahwa telah terjadi


perubahan atau amandemen UUD 1945 terhadap naskah yang
tersusun dari 3 bagian, yaitu Pembukaan 4 alinea, Batang Tubuh
terdiri dari 16 Bab, 37 pasal, 4 Pasal aturan peralihan, dan 2 ayat
aturan tambahan, bagian yang terakhir ialah Penjelasan pasal demi
pasal. Sedangkan manuskrip asli UUD 1945 yang disahkan oleh
PPKI tanggal 18 Agustus 1945 meliputi pembukaan dan batang tubuh
saja, sedangkan penjelasannya belum termasuk di dalamnya. Karena
naskah resminya dimuat dan disahkan dalam Berita Republik
Indonesia Tahun II Nomor 7 Tanggal 15 Februari 1946, di mana

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 20


penjelasan sudah menjadi bagian dari UUD 1945 atau lengkapnya
meliputi pembukaan, batang tubuh, dan penjelasan.

2.2 Pengertian UUD NRI Tahun 1945

Undang-Undang Dasar 1945 disingkat UUD 1945, adalah


hukum dasar yang menetapkan struktur dan prosedur organisasi
yang harus diikuti oleh otoritas publik agar keputusan yang dibuat
mengikat komunitas politik. Secara lebih lengkap, UUD 1945 diartikan
sebagai hukum dasar tertulis (basic law), konstitusi pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar Tahun
1945 mencakup seluruh naskah yang yang terdiri dari dari
pembukaan dan batang tubuh yang diuraikan dalam pasal-pasalnya,
serta ada peraturan penjelasan dan aturan peralihannya. Pembukaan
UUD 1945 terdiri dari 4 alinea, di mana pada alinea yang keempat
terdapat rumusan Pancasila.

2.3 Makna Pembukaan UUD 1945

Sebagai warga negara yang baik, seharusnya tiap warga


negara harus membaca dan memaknai arti pembukaan UUD 1945.
Hal ini dimaklumi, semenjak masa reformasi, sebagian organisasi ada
yang tidak menggunakan atau bahkan melupakan adanya
pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 sebagai dasar dalam
semangat perjuangannya. Sebagai bangsa besar seharusnya
generasi sekarang harus menghormati dan menghargai jasa dan jerih
payah para pendiri bangsa kita. Para pendiri bangsa berjuang dengan
dilandasi perjuangan sangat mulia, tulus dan iklas untuk kebaikan
anak cucunya. Kalau kita kaji, kualitas UUD 1945, masih relevan
dengan kehidupan berbangsa dan bernegara sampai saat ini. Oleh

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 21


karena itu, kita wajib memahami secara filosofis makna pembukaan
UUD 1945.
Adapun makna yang dapat diambil dari pembukaan UUD 1945
yaitu:
PEMBUKAAN
―Bahwa kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, oleh sebab itu
maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak
sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.‖

―Dan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah


kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa
mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang
kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu,
berdaulat adil dan makmur.‖

―Atas berkat rahmat AllahYang Maha Kuasa dan dengan


didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan
kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini
menyatakan kemerdekaannya.‖

‖Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah


negara Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan
negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasarkan kepada: KetuhananYang Maha Esa, kemanusiaan
yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan,‖ serta dengan mewujudkan suatu
keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Makna alinea pertama

“Bahwa kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, oleh sebab itu
maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak
sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.”

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 22


Secara garis besar makna alinea pertama UUD 1945 adalah
pandangan hidup dan pandangan politik Bangsa Indonesia meyakini
nilai-nilai:

a. Kemerdekaan itu adalah hak asasi segala bangsa,


termasuk bangsa Indonesia;

b. Motivasi bangsa Indonesia yang teguh dan kuat untuk


merdeka, dan anti penjajahan karena bertentangan
dengan nilai-nilai kemanusian dan keadilan;

c. Kemerdekaan adalah hak asasi manusia (HAM).

Makna Alinea kedua

Bunyi alineakedua UUD 1945 adalah:

―Dan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada


saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat
Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia,
yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.‖

Secara garis Besar makna alinea kedua adalah bangsa


Indonesia memandang:

a. Merdeka berarti menghargai Hak Asasi Manusia (HAM),


dan Perjuangan Indonesia. Menunjukkan ada hubungan
kausula antara perjuangan kemerdekaan dengan
kenyataan adanya penjajahan terhadap bangsa
Indonesia;

b. Bersatu mengandung arti bahwa bangsa Indonesia


adalah kebulatan kesatuan dan tidak dapat dipisahkan;

c. Berdaulat diartikan dalam eksistensi negara merdeka, di

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 23


mana dapat berdiri diatas kemampuan, kekuasaan, dan
kekuatan sendiri;

d. Adil berarti negara Indonesia menjunjung keadilan bagi


bangsanya dan memiliki kedudukan yang sama dalam
hukum;

e. Makmur mengandung arti sebagai pemenuhan kebutuhan


manusia baik material maupun spiritual, baik jasmani dan
rohani.

Makna alinea ketiga

Bunyi alinea ketiga UUD 1945 adalah

―Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan


didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan
kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini
menyatakan kemerdekaannya.‖

Secara garis besar nilai-nilai alinea ketiga adalah:

a. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religious,


menyertakan Tuhan dalam gerak hidupnya;

b. Pernyataan realisasi dan harapan membentuk Negara


Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur.

c. Bahwa Rakyat Indonesia meyakini adanya campur


tangan Tuhan Yang Maha Esa dalam mencapai
kemerdekaan Bangsa Indonesia, yang ditandai dengan
ucapan syukur berupa atas berkat rahmat-Nya.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 24


d. Asas moral yang menjunjung hak kodrat dan hak moral
tiap warga negara untuk berperan dalam segala
berkehidupan kebangsaan.

Makna alinea keempat

Bunyi alinea keempat UUD 1945 adalah


” Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdasakan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada:
Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.”

Secara garis besar nilai-nilai alinea keempat yaitu:

a. Mengandung adanya Dasar Negara dan Tujuan Negara


serta cita-cita negara Indonesia;
b. Rumusan tujuan Negara yaitu melindungi segenap
bangsa dan tumpah-darah Indonesia, mensejahterakan
rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia.
c. Cita-cita negara: ―...untuk membentuk suatu
Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 25


mencedaskan kehidupan bangsa…‖ ―…dan ikut
melaksankan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…‖.

2.4 Konstitusi Indonesia

Nilai-nilai dari pespektif akademik, maka dalam UUD 1945,


pasal apa saja yang mengatur mengenai nilai konstitusionalisme baik
dari segi nilai nominal, maupun nilai normatif.

2.4.1 Pengertian Nilai Konstitusi

Di bawah ini beberapa pendapat dari para ahli tentang


pengertian nilai-nilai konstitusi, yaitu:

a. Menurut Sri Soemantri Martosoewignjo (2015), istilah


konstitusi berasal dari kata constitution, yang dalam
bahasa Indonesia kita kenal sebagai undang-undang
dasar.

b. C. F. Strong (2011) sebagaimana dikutip oleh Agus


Himmawan Utomo dalam buku Konstitusi: Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian Pendidikan Kewarganegara-
an menyatakan bahwa, konstitusi adalah kumpulan yang
mengatur dan menetapkan kekuasaan pemerintah, hak-
hak yang diperintah, dan hubungan di antara keduanya
atau antara pemerintah dan yang diperintah.

Setiap konstitusi di sebuah negara akan memiliki


dua tujuan, yaitu:

1) Untuk memberikan pembatasan dan pengawasan


terhadap kekuasaan politik;

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 26


2) Untuk membebaskan kekuasaan dari kontrol mutlak
para penguasa serta menetapkan batas-batas
kekuasaan bagi penguasa. Dalam bukunya
Reflection on the Value of Constitutions in our
Revolusionary, Karl Loewenstein sebagaimana
dikutip oleh Astim Riyanto dalam buku yang sama,
membagi tiga tingkatan nilai konstitusi, yaitu nilai
normatif, nilai nominal, dan nilai semantik.

c. Menurut Chandra Parbawati dalam buku Konstitusi dan


Hak Asasi Manusia, menerangkan bahwa:

1) Nilai normatif berarti konstitusi sebagai hukum


tertinggi sebuah bangsa benar-benar dipatuhi oleh
penguasa maupun masyarakat secara murni dan
konsekuen.

2) Nilai nominal berarti konstitusi berlaku secara hukum,


namun dalam implementasinya belum bisa
dijalankan secara maksimal sebagaimana
diterangkan Kusnardi dan Harmaily Ibrahim dalam
buku Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia.

3) Sedangkan nilai semantik mengartikan konstitusi


tetap berlaku, namun hanya formalitas semata dan
digunakan dalam menjalankan kekuasaan politik.

2.4.2 Konstitusionalisme atau Nilai Konstitusi dalam UUD 1945

Nilai-nilai konstitusi dalam UUD 1945 dapat diklasifikasikan


dalam konteks nilai-nilai dan keamanan Nasional. Nilai-nilai konstitusi
idealnya harus dilaksanakan secara normatif, karena akan

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 27


memengaruhi tercapai atau tidaknya tujuan sebuah bangsa yang
tercantum di dalam konstitusi, dalam konteks Indonesia, tujuan
bangsa Indonesia, di antaranya, dapat dilihat pada Alinea Keempat
UUD 1945, yakni:

“…untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan


kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial…”

Memang bukanlah hal yang mudah untuk mewujudkannya,


seperti kondisi sekarang ini di mana pendidikan, perekonomian,
kesehatan dan keadilan hukum yang belum sesuai dengan apa yang
diamanatkan konstitusi. Maka, negara harus benar-benar hadir untuk
memenuhi apa yang menjadi hak warga negara, dan warga negara.

Konstitusi berasal dari bahasa Inggris yaitu constitution atau


bahasa Belanda “constitue‖, atau Bahasa Latin ―constitution‖ atau
Bahasa Prancis ―constiture‖, atau Bahasa Jerman ―verstassung‖.
Semua sama dalam Bahasa Indonesia ―konstitusi‖ yang dapat
diartikan Undang-Undang Dasar. Secara etimologis konstitusi adalah
keseluruhan peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang
mengatur secara mengikat cara suatu pemerintahan diselenggarakan
dalam suatu masyarakat di suatu negara.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 28


Tabel 2.1 Perbedaan UUD dengan Konstitusi

UNDANG-UNDANG DASAR KONSTITUSI

Memuat peraturan tertulis saja Memuat peraturan tertulis dan lisan


Sifatnya dasar dan belum memiliki Sifatnya dasar, belum memiliki
sanksi pemaksa atau sanksi pidana sanksi pemaksa atau sanksi
bagi penyelenggaranya pidana bagi penyelenggaranya,
timbul dan terpelihara dalam
praktik penyelenggaraan negara
meskipun tidak tertulis
Mengandung pokok-pokok: Mengandung ketentuan-ketentuan:
a. Ada jaminan terhadap HAM dan a. Organisasi negara, misalnya
warganya pembagian kekuasaan antara
b. Ditetapkan sususnan legislatif, yudikatif, eksekutif.
ketatanegaraan suatu negara b. Menghormati HAM.
yang bersifat fundamental. c. Ada prosedur mengubah UUD.
c. Adanya pembagian dan d. Ada kalanya memuat larangan
pembatasan tugas untuk mengubah sifat tertentu
ketatanegaraan yang juga bersifat dari UUD.
fundamental

Contoh: UUD Contoh: Konstitusi RIS

2.4.3 Kedudukan, Fungsi, dan Sifat UUD 1945

Herman Heller membagi pengertian konstitusi dalam tiga


cakupan, yaitu:

a. Konstitusi yang mencerminkan kehidupan politik didalam


masyarakat sebagai suatu kenyataan (mengandung arti
politis dan sosiologis).

b. Konstitusi adalah suatu kaidah yang hidup dimasyarakat


(mengandung arti hukum atau yuridis).

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 29


c. Konstitusi adalah kaidah yang ditulis dalam suatu naskah
Undang-Undang tertinggi yang berlaku dalam suatu
Negara

Sifat konstitusi ada dua macam, yakni


a. Flexibel (luwes) dan rigid (kaku)
Bersifat rigid, karena untuk mengubah konstitusi perlu
prosedur yang rumit. Sedang bersifat flexible, konstitusi
tersebut mudah mengikuti perkembangan zaman.
b. Formil dan materiil
Bersifat Formil berarti tertulis. Sedangkan bersifat Materiil
dilihat dari segi isinya berisikan hal-hal bersifat dasar
pokok bagi rakyat dan negara. (sama dengan konstitusi
dalam arti relatif).

Untuk memahami secara komprehensif dari UUD 1945, dapat


dilihat dari segi sifat, kedudukan, dan fungsi UUD 1945.

Sifat dasar secara hukum UUD 1945 dibagi menjadi:

a. Hukum dasar tertulis

Hukum dasar tertulis karena sifatnya tertulis, maka UUD


1945 ini, memiliki rumusan yang tertulis dan tidak mudah
diubah. Menurut E.C.S Wede dalam bukunya
Constitusional Law. UUD menurut sifat dan fungsinya
adalah suatu naskah yang memaparkan kerangka dan
tugas pokok dari badan-badan suatu negara dan
menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan
tersebut. Sebagai hukum dasar tertulis, maka UUD dapat
dijadikan:

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 30


1) Sebagai norma hukum, yaitu UUD bersifat mengikat
terhadap penguasa, pemerintah dan warga negara
RI.

2) Sebagai hukum dasar, yaitu UUD merupakan: a)


sumber rujukan hukum tertulis tertinggi bagi semua
produk hukum mulai dari UU, PP, Perpres, Perda
dan setiap kebijakan pemerintah berlandaskan UUD
1945; b) sebagai alat kontrol yaitu mengecek apakah
norma hukum yang lebih rendah sesuai dengan
ketentuan UUD 1945.

b. Hukum dasar tidak tertulis atau konvensi

Hukum dasar tidak tertulis atau konvensi merupakan


aturan-aturan hukum yang timbul dan terpelihara dalam
ketatanegaraan negara meskipun sifatnya tidak tertulis.
Konstitusi tidak tertulis dikenal dengan nama
Convesional. Convesional adalah hukum dasar yang tidak
tertulis, yaitu aturan-aturan dasar yang timbul dan
terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara
meskipun sifatnya tidak tertulis. Konvensi ini mempunyai
sifat-sifat sebagai berikut:

1) Merupakan kebiasaan yang berulangkali dan


terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara

2) Tidak bertentangan dengan Undang-Undang dasar


dan berjalan sejajar

3) Dapat diterima oleh seluruh rakyat

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 31


4) Bersifat sebagai pelengkap sehingga memungkinkan
sebagai aturan-aturan dasar yang tidak terdapat
dalam Undang-undang dasar.

Fungsi UUD 1945 dalam pelaksanaan penyelenggaraan


negara yaitu:

a. Mengatur bagaimana kekuasaan negara disusun, dibagi


dan dilaksanakan

b. Sebagai hukum tertinggi dari produk-produk hukum dan


kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah

c. Menentukan dengan jelas apa yang menjadi hak dan


kewajiban negara, aparatur negara dan warga negara

d. Sarana atau alat pengawasan berlakunya semua


peraturan-peraturan dalam suatu negara.

Sifat UUD 1945 dalam pelaksanaan penyelenggaraan


ketatanegaraan adalah:

a. Merupakan suatu hukum positif yang mengikat


pemerintah sebagai penyelenggara negara, maupun
megikat bagi setiap warga negara

b. Bersifat singkat dan supel, serta memuat aturan-aturan

c. Membuat norma-norma, aturan-aturan serta ketentuan-


ketentuan yang dapat dan harus dilaksanakan secara
konstitusional

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 32


d. Merupakan peraturan hukum positif yang tertinggi
disamping itu, sebagai alat kontrol terhadap norma-norma
hukum positif yang lebih rendah dalam hirarki tertib
hukum di Indonesia.

2.5 Sistem Pemerintahan Negara

Sistem pemerintahan berasal dari dua kata, yakni sistem dan


pemerintahan. Kata sistem berasal dari Bahasa inggris, kata system,
yang berarti tatanan, susunan, jaringan, atau cara. Pemerintahan
berasal dari kata pemerintah, dan yang berasal dari kata perintah.
Menurut Syafiie (2011), dalam arti yang luas, pemerintahan adalah
perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan legislatif, eksekutif,
dan yudikatif di suatu Negara dalam rangka mencapai tujuan
penyelenggaraan Negara. Sistem pemerintahan diartikan sebagai
suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen
pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan mempengaruhi
dalam mencapai tujuan dan fungsi pemerintahan.

Menurut Aristoteles, bentuk pemerintahan dilihat dari jumlah


orang yang memerintah dan sifat pemerintahannya, dapat dibagi
menjadi enam, yaitu monarki, tirani, demokrasi, aristokrasi, oligarki,
dan republik. Adapun Strong (2011), mengartikan pemerintahan
sebagai aktifitas badan-badan publik yang terdiri dari kegiatan-
kegiatan eksekutif, legislatif, dan yudikatif dalam mencapai tujuan
sebuah negara.

Perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, bentuk Republik


telah dipilih sebagai bentuk pemerintahan, yaitu melalui sidang Badan
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau disebut

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 33


Dokuritsu Zyumbi Tyosakaai. Ketentuan ini tercermin dalam Pasal 1
ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi: “negara Indonesia adalah negara
kesatuan yang berbentuk republik”. Sistem ketatanegaraan Republik
Indonesia menganut suatu sistem negara Indonesia yang dikenal
dengan keanekaragaman suku bangsa dan bahasa berdasarkan
aliran negara persatuan yang berlandaskan Pancasila sebagai dasar
negara. Tujuan Negara pada umumnya didasarkan pada cita-cita
Negara Indonesa yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial (Joeniarto,
1986).

Lembaga-lembaga yang berada dalam sistem pemerintahan


Indonesia bekerja secara bersama untuk saling berkaitan dan saling
menunjang demi tujuan dari pemerintahan di negara Indonesia
tersebut. Pokok-pokok sistem pemerintahan negara Indonesia
menurut UUD 1945 sebelum amandemen tertuang dalam penjelasan
UUD 1945 tentang tujuh kunci pokok sistem pemerintahan negara
tersebut sebagai berikut:

a. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum


(rechstaat).
b. Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan Majelis
Permusyawatan Rakyat yang selanjutnya disebut MPR.
c. Sistem konstitusional.
d. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.
e. Presiden adalah penyelenggara pemerintahan negara
yang tertinggi dibawah MPR.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 34


f. Menteri negara adalah pembantu presiden, menteri
negara tidak bertanggung jawab kepada DPR.
g. Kekuasaan kepala negara tidak terbatas.

Berdasarkan 7 kunci pokok sistem pemerintahan Indonesia,


maka menurut UUD 1945 yang menganut sistem pemerintahan
presidensial, kekuasaan presiden dapat mengendalikan seluruh
penyelenggaraan pemerintahan sehingga mampu menciptakan
pemerintahan yang stabil dan solid. Indonesia secara konstitusional
menganut sistem pemerintahan presidensial yang merupakan sistem
pemerintahan negara republik di mana kekuasaan eksekutif dipilih
melalui pemilihan umum dan terpisah dari kekuasaan lainnya seperti
legislatif dan yudikatif. Dalam sistem presidensial, presiden memiliki
posisi yang relatif kuat dan tidak dapat dijatuhkan karena rendahnya
dukungan politik. Namun ada cara lain untuk mengontrol presiden,
apabila presiden dan/atau wakil presiden melakukan pelanggaran-
pelanggaran tertentu dapat diberhentikan melalui mekanisme yang
telah diatur dalam UUD 1945.

Adapun ciri-ciri dari sistem pemerintahan presidensial yang


dianut oleh Pemerintah Indonesia adalah:
a. Dikepalai oleh seorang Presiden sebagai kepala negara
sekaligus kepala pemerintahan.
b. Kekuasaan eksekutif Presiden diangkat berdasarkan
demokrasi rakyat dan dipilih langsung oleh rakyat.
c. Presiden memiliki hak prerogatif untuk mengangkat dan
memberhentikan para menteri.
d. Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada
presiden.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 35


e. Kekuasaan legislatif tidak bertanggung jawab kepada
kekuasaan legislatif.

Adapun secara garis besar ada beberapa kelebihan sistem


pemerintahan presidensial, yaitu:

a. Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak


tergantung pada parlemen
b. Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka
waktu tertentu
c. Penyusunan program kerja kabinet mudah disesuaikan
dengan jangka waktu masa jabatannya
Sistem pemerintahan ini juga mengadopsi unsur-unsur dari
sistem pemerintahan parlementer dan melakukan pembaharuan
untuk menghilangkan kelemahan yang ada dalam sistem presidensial.
Antara lain adalah:
a. Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR
atas usul DPR. Jadi, DPR tetap memiliki kekuasaan
mengawasi presiden meskipun secara tidak langsung
b. Presiden dalam mengangkat pejabat negara perlu
pertimbangan atau persetujuan dari DPR
c. Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu
pertimbangan atau persetujuan DPR
d. Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal
membentuk Undang-Undang dan hak budget (anggaran)

Adapun kekurangan dari sistem pemerintahan presidensial,


yaitu:

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 36


a. Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi daerah
yang luas, wilayah negara terbagi dalam beberapa
provinsi.
b. Bentuk pemerintahan adalah republik konstitusional,
sedangkan sistem pemerintahan adalah presidensial.
c. Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala
pemerintahan. Presiden dan wakil presiden dipilih
langsung oleh rakyat dalam satu paket.
d. Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden dan
bertanggung jawab kepada presiden.
e. Parlemen terdiri atas dua bagian (bikameral), DPR dan
DPD yang merupakan anggota MPR.
f. Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung
dan badan peradilan dibawahnya serta Mahkamah
konstitusi.

Dengan demikian, ada perubahan baru dalam sistem


pemerintahan Indonesia yang diperuntukkan dalam memperbaiki
sistem presidensial yang lama antara lain; pemilihan secara
langsung, sistem bikameral, mekanisme check and balances, dan
pemberian kekuasaan yang lebih besar kepada parlemen untuk
melakukan pengawasan dan fungsi anggaran.

2.6 Indonesia Negara Hukum

Indonesia sebagai negara hukum tentunya memiliki hukum


untuk mengatur prilaku warga negara dan penduduknya. Dasar
negara Indonesia sebagai negara hukum tertuang dalam Undang-
Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi: "Negara
Indonesia adalah negara hukum.‖

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 37


2.6.1 Pengertian Negara Hukum

Negara hukum merupakan terjemahan dari istilah rechstaat


atau rule of law. Reechstaat itu sendiri dapat dikatakan sebagai
bentuk perumusan yuridis dari gagasan konstitusionalisme. Oleh
karena itu, konstitusi dan Negara (hukum) adalah dua lembaga yang
tidak terpisahkan. Negara hukum adalah Negara yang
penyelenggaraan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Di
dalamnya pemerintah dan lembaga-lembaga lain dalam
melaksanakan tindakan apapun juga harus dilandasi oleh hukum,
kekuasaan menjalankan pemerintahan juga harus berdasarkan
kedaulatan hukum (supremasi hukum) dan bertujuan untuk
menyelenggarakan ketertiban hukum. (Mustafa Kamal Pasha, 2003).

Aristoteles, merumuskan negara hukum adalah Negara yang


berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga
negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya
kebahagiaan hidup untuk warga Negara dan sebagai daripada
keadilan itu perlu diajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia
menjadi warga negara yang baik. Negara yang berdasar atas hukum
menempatkan hukum sebagai hal yang tertinggi sehingga terdapat
istilah supremasi hukum, supremasi hukum tidak boleh mengabaikan
tiga ide dasar hukum yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian.

2.6.2 Konsep Negara Hukum

Negara hukum yang muncul pada abad ke-19 adalah negara


hukum dalam arti sempit atau negara hukum formil. Pada penjelasan
sebelumnya sudah dikemukakan bahwa negara hukum merupakan
terjemahan dari istilah Rule of Law atau Rechtsstaat. Istilah

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 38


Rechtsstaat diberikan oleh para ahli hukum Eropa Kontinental sedang
istilah Rule of Law diberikan oleh para ahli hukum Anglo Saxon.
Konsep rechtsstaat menginginkan adanya perlindungan bagi hak
asasi manusia melalui pelembagaan peradilan yang independen.
Pada konsep rechtsstaat terdapat lembaga peradilan administrasi
yang merupakan lingkungan peradilan yang berdiri sendiri. Namun
ahli hukum Anglo saxon tidak mengenal Negara hukum atau
rechtstaat, tetapi mengenal atau menganut apa yang disebut dengan
―The Rule of The Law‖ atau pemerintahan oleh hukum atau
government of judiciary.

Dices (dalam Wahjono, 1989), ahli hukum Anglo Saxon


memberikan unsur-unsur dari Rule of Law adalah: 1) terjaminnya
hak-hak manusia / masyarakat oleh undang-undang; 2) kedudukan
yang sama di depan hukum (equality before the law) baik untuk
pejabat atau rakyat biasa; 3) supremasi hukum, tidak adanya
kekuasaan sewenang-wenang dalam arti bahwa seseorang hanya
boleh dihukum apabila terbukti melanggar hukum.

Hal senada juga disampaikan oleh Asshiddiqie (2010), ada


dua belas ciri penting dari negara hukum, yaitu: 1) Supremasi hukum
(Supremacy of Law), 2) Persamaan dalam hukum (Equality before
the Law); 3) Pembatasan kekuasaan; 4) Bersifat demokratis
(Democratishe Rechtsstaat); 5) Perlindungan Hak Asasi Manusia; 6)
Asas legalitas (Due Process of Law); 7) Mahkamah Konstitusi
(Constitutional Court); 8) Peradilan Tata Usaha Negara; 9) Peradilan
bebas dan tidak memihak; 10) Organ-organ Penunjang yang
Independen; 11) Transparansi dan Kontrol Sosial; dan 12) Berfungsi
sebagai sarana Mewujudkan Tujuan Bernegara (Welfare Rechtsstaat).

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 39


2.6.3 Implementasi Negara Hukum di Indonesia

Negara Indonesia berdasarkan pada hukum. Hal tersebut


ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3)
yang berbunyi: "Negara Indonesia adalah negara
hukum". Konsekuensi dari ketentuan ini adalah bahwa setiap sikap,
pikiran, perilaku, dan kebijakan pemerintahan negara dan
penduduknya harus didasarkan/sesuai dengan hukum. Dengan
ketentuan demikian dimaksudkan untuk mencegah terjadinya
kesewenang-wenangan dan arogansi kekuasaan. Hukumlah yang
memegang kekuasaan dan memimpin penyelenggaraan negara,
sebagaimana konsep nomocratie, yaitu kekuasaan dijalankan oleh
hukum.

Secara tertulis hukum Indonesia adalah Undang-Undang


Dasar 1945 (UUD 1945). Sedangkan UUD 1945 merupakan nilai
instrumental penjabaran dari nilai-nilai yang terdapat pada Pancasila.
Jadi Pancasila dapat kita sebut sebagai konsep hukum negara
Indonesia, karena Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa
Indonesia dan kepribadian bangsa Indonesia. Sehingga dasar-dasar
penyelenggaraan negara yang disusun dalam UUD 1945 tidak boleh
bertentangan dengan Pancasila.

Di bawah ini unsur-unsur negara hukum yang telah


diimplementasikan dan dipenuhi oleh bangsa Indonesia, yaitu:

a. Pengakuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM)

Upaya untuk menjamin dan melindungi hak asasi


manusia di Indonesia telah ditegaskan di dalam Undang-
Undang Dasar (UUD) 1945 baik dalam Pembukaan

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 40


maupun dalam Batang Tubuhnya. Pembukaan UUD 1945
alinea pertama menyatakan sikap bangsa Indonesia yang
anti penjajahan dan mendukung kemerdekaan setiap
bangsa karena kemerdekaan adalah hak asasi setiap
bangsa yang tidak dapat dirampas oleh bangsa lain.
Sedangkan jaminan hak asasi manusia dalam Batang
Tubuh UUD 1945 dituangkan dalam pasal-pasalnya yang
sesuai dengan tuntutan dimanika masyarakat yang terus
berkembang telah diamandemen atau dilakukan
perubahan sebanyak empat kali. Perbedaan rumusan hak
asasi manusia dalam UUD 1945 sebelum dan sesudah
amandemen adalah adanya judul Bab tentang Hak Asasi
Manusia yaitu pada BAB X yang sebelumnya tidak ada
serta jumlah pasal dan ayat yang mengatur hak asasi
manusia yang bertambah banyak.

b. Sistem peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak


terpengaruh oleh kekuasaan atau kekuatan lain apapun

Dalam UUD 1945 BAB IX Kekuasaan Kehakiman Pasal


24 ayat (1): "Kekuasaan kehakiman merupakan
kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan".
Kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka,
artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah.
Dalam menjalankan tugasnya, hakim tidak boleh
terpengaruh oleh siapa pun juga, baik karena
kepentingan jabatan (politik) maupun kepentingan
ekonomi.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 41


c. Adanya pembatasan kekuasaan

Pemegang kekuasaan cenderung untuk menyalah-


gunakannya, oleh karena itu perlu adanya pembatasan
kekuasaan penyelenggaraan negara sepert yang ada
dalam UUD 1945 telah diatur tentang wewenang
penyelenggaraan negara. Pembatasan juga dilakukan
dengan membagi dan memisahkan cabang-cabang
kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, dan
ketiganya saling mengawasi dan mengimbangi. Badan
legislatif, yaitu badan yang bertugas membentuk Undang-
undang, Badan eksekutif yaitu badan yang bertugas
melaksanakan Undang-undang, Badan yudikatif, yaitu
badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan Undang-
undang, memeriksa dan mengadilinya.

d. Asas Legalitas

Segala tindakan pemerintah harus didasarkan atas


peraturan perundang-udangan yang sah dan tertulis.
Demikian pula hukuman terhadap seseorang harus
didasarkan pada aturan hukum yang sudah ada sebelum
perbuatan seseorang tersebut dilakukan. Dalam UUD
1945 telah diatur batas-batas wewenang lembaga-
lembaga negara. Antara lain Pasal 14 ayat (1) UUD 1945:
"Presiden memberi grasi, dan rehabilitas dengan
memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung". Sesuai
pasal tersebut Presiden dalam menerima atau menolak
permohonan grasi tidak boleh ditetapkan sendiri,

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 42


meskipun grasi merupakan hak prerogatif Presiden dalam
hubungannya dengan bidang Yudikatif, karena hukum
(UUD 1945) menegaskan bila memberi grasi harus
memperhatikan pertimbangan dari Mahkamah Agung.

2.7 Pergeseran Nilai UUD 1945 Pasca Amandemen

Pergeseran nilai-nilai UUD 1945 setelah dilakukan beberapa


kali Amandemen oleh DPR RI yaitu:

a. Sistematika UUD 1945

Sebelum Amandemen
Sebelum amandemen, sistematika UUD 1945 meliputi:
Bagian Pembukaan UUD 1945 terdiri dari 4 Alinea.
Bagian Batang-tubuh terdiri dari 16 Bab, 37 Pasal, 49
Ayat, dan 4 Pasal aturan peralihan, serta 2 ayat aturan
tambahan.

Sesudah Amandemen
Setelah amandemen, sistematika UUD 1945 menjadi:
Bagian Pembukaan UUD 1945 tetap terdiri dari 4 Alinea.
Bagian Batang-tubuh UUD 1945, menjadi 21 Bab, 73
Pasal, 170 Ayat, 3 Pasal aturan peralihan, serta 2 pasal
aturan tambahan.
Tidak ada lagi lembaga tertinggi sebagaimana MPR di
masa lalu dan Sistem presidensial tidak efektif.

b. Sistem politik
Pengertian Sistem Politik menurut para ahli:

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 43


1) Menurut Almond (1996, dalam Seta, 2011), adalah
interaksi yang terjadi dalam masyarakat yang
merdeka yang menjalankan fungsi integrasi dan
adaptasi

2) Sukarno (1965), sistem politik adalah sekumpulan


pendapat, prinsip yang membentuk satu kesatuan
yang berhubungan satu sama lain untuk mengatur
pemerintahan serta melaksanakan dan
mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur
individu atau kelompok individu satu sama lain atau
dengan Negara dan hubungan Negara dengan
Negara

3) Rusadi Kartaprawira (2006), adalah mekanisme atau


cara kerja seperangkat fungsi atau peranan dalam
struktur politik yang berhubungan satu sama lain dan
menunjukkan suatu proses yang langggeng

Kesimpulan setelah dilakukan amandeman adalah bahwa


sistem politik adalah mekanisme seperangkat fungsi atau
peranan dalam struktur politik dalam hubungan satu sama
lain yang menunjukkan suatu proses yang langsung
memandang dimensi waktu (melampaui masa kini dan
masa yang akan datang).
Sistem Politik yang dianut di Indonesia adalah sistem
politik demokrasi pancasila yakni sistem politik yang
didasarkan pada nilai-nilai luhur, prinsip, prosedur dan
kelembagaan yang demokratis. Adapun prinsip-prinsip
sistem politik demokrasi di Indonesia antara lain:

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 44


1) Pembagian kekuasaan eksekutif, legislatif dan
yudikatif berada pada badan yang berbeda.

2) Negara berdasarkan atas hukum.

3) Pemerintah berdasarkan konstitusi.

4) Jaminan terhadap kebebasan individu dalam batas-


batas tertentu.

5) Pemerintahan mayoritas.

6) Pemilu yang bebas

7) Parpol lebih dari satu dan mampu melaksanakan


fungsinya.

Sistem Politik Sebelum Amandemen UUD NKRI Tahun


1945:
1) Indonesia adalah Negara yang berdasar atas hukum
(rechtsstaat).
2) Sistem Konstitusional.
3) Kekuasaan tertinggi di tangan MPR.
4) Presiden adalah penyelenggara pemerintah Negara
yang tertinggi di bawah MPR.
5) Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.
6) Menteri Negara adalah pembantu presiden, dan
tidak bertanggung jawab terhadap DPR
7) Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.

Sistem Politik Indonesia sebelum dan sesudah


amandemen

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 45


Indonesia menganut sistem politik demokrasi pancasila
yakni sistem politik yang didasarkan pada nilai-nilai luhur,
prinsip, prosedur dan kelembagaan yang demokratis.

Adapun prinsip-prinsip sistem politik demokrasi di


Indonesia antara lain:

1) Pembagian kekuasaan eksekutif, legislatif dan


yudikatif berada pada badan yang berbeda
2) Negara berdasarkan atas hukum
3) Pemerintah berdasarkan konstitusi
4) Jaminan terhadap kebebasan individu dalam batas-
batas tertentu
5) Pemerintahan mayoritas
6) Pemilu yang bebas
7) Parpol lebih dari satu dan mampu melaksanakan
fungsinya

Sistem Politik Sebelum Amandemen UUD NRI Tahun 1945

1) Indonesia adalah Negara yang berdasar atas hukum


(rechtsstaat)

2) Sistem Konstitusional

3) Kekuasaan tertinggi di tangan MPR

4) Presiden adalah penyelenggara pemerintah Negara


yang tertinggi di bawah MPR

5) Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR

6) Menteri Negara adalah pembantu presiden, dan


tidak bertanggung jawab terhadap DPR

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 46


7) Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas

Dampak Nilai Sebelum dan Sesudah Amandemen

Dampak Negatif dari sistem pemerintahan yang bersifat


presidensial:

a. Terjadi pemusatan kekuasaan negara pada satu


lembaga, yaitu presiden.
b. Peran pengawasan dan perwakilan DPR semakin
lemah.
c. Pejabat-pejabat negara yang diangkat cenderung
dimanfaatkan untuk loyal dan mendukung kelangsungan
kekuasaan presiden.
d. Kebijakan yang dibuat cenderung menguntungkan
orang-orang yang dekat presiden.
e. Menciptakan perilaku KKN.
f. Terjadi personifikasi bahwa presiden dianggap negara.
g. Rakyat dibuat makin tidak berdaya, dan tunduk pada
presiden.

Dampak positif dari sistem pemerintahan yang bersifat


presidensial

a. Presiden dapat mengendalikan seluruh


penyelenggaraan pemerintahan.
b. Presiden mampu menciptakan pemerintahan yang
kompak dan solid.
c. Sistem pemerintahan lebih stabil, tidak mudah jatuh
atau berganti.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 47


d. Konflik dan pertentangan antar pejabat Negara dapat
dihindari.

Dampak Negatif dari sistem politik pasca amandemen:

a. Bentuk Negara kesatuan dengan prinsip otonomi yang


luas. Wilayah Negara terbagi menjadi beberapa
provinsi.
b. Bentuk pemerintahan adalah Republik.
c. Sistem pemerintahan adalah presidensial.
d. Presiden adalah kepala Negara sekaligus kepala
pemerintahan.
e. Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden dan
bertanggung jawab kepada presiden.
f. Parlemen terdiri atas dua (bikameral), yaitu DPR dan
DPD.
g. Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh mahkamah agung
dan badan peradilan di bawahnya.

Dampak positif dari sistem pemerintahan yang bersifat


presidensial:

a. Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan MPR atas


usul dan pertimbangan dari DPR.
b. Presiden dalam mengangkat pejabat Negara perlu
pertimbangan dan/atau persetujuan DPR.
c. Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu
pertimbangan dan/atau persetujuan DPR.
d. Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal
membentuk undang-undang dan hak anggaran.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 48


Pertanyaannya, apakah sistem politik Indonesia
sesudah amandemen telah memperhatikan keselarasan
antara lembaga-lembaga negara yang ada; ada check and
balances; pembagian kekuasaan yang adil; dan penataan
lembaga negara yang lebih efektif, jelas, dan sistematis?

Struktur kelembagaan negara sebelum dan sesudah


amandemen

Sebelum Amandemen

a. MPR adalah lembaga tertinggi negara sebagai pemegang


―kekuasaan di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya
oleh MPR‖; MPR sebagai ―penjelmaan dari seluruh rakyat
Indonesia‖ yang berwenang menetapkan UUD, GBHN,
mengangkat presiden dan wakil presiden; Keanggotaan
MPR terdiri dari anggota DPR, utusan daerah, dan utusan
golongan yang diangkat (termasuk didalamnya unsur
anggota dari ABRI).

b. DPR adalah lembaga perwakilan rakyat yang merupakan


lembaga tinggi negara; Anggota DPR adalah anggota
Parpol hasil pemilu; Presiden tidak dapat membubarkan
DPR; Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR;
DPR-RI berkedudukan di tingkat pusat, DPRD tingkat I di
Provinsi, dan DPRD tingkat II di kabupaten/kotamadya.

c. Presiden adalah lembaga negara yang memegang


kekuasaan eksekutif; Presiden mempunyai kekuasaan
untuk menjalankan pemerintahan; Presiden mempunyai

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 49


kedudukan sebagai kepala pemerintahan dan sebagai
kepala negara; Presiden dan Wapres diangkat dan
diberhentikan dan bertanggung jawab kepada MPR.

d. Mahkamah Agung (MA) adalah lembaga tinggi negara


yang memegang kekuasaan kehakiman; Kekuasaan
kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menegakkan hukum dan keadilan. MA adalah pengadilan
tertinggi di negara kita; Peradilan di Indonesia ada
peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan
peradilan tata usaha negara (PTUN).

e. BPK dan DPA adalah juga lembaga-lembaga tinggi


Negara yang wewenangnya cukup minim; BPK
bertanggung jawab dlm pengawasan keuangan negara
berdasarkan undang-undang; DPA adalah Lembaga
tinggi negara yang berkewajiban memberi jawab atas
pertanyaan Presiden dan berhak memajukan usul kepada
Presiden.

Sesudah Amandemen

a. MPR adalah Lembaga tinggi negara yang sejajar


kedudukannya dengan lembaga tinggi negara lainnya:
Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK; Pasca amandemen
keberadaan MPR tidak lagi berkedudukan sebagai
Lembaga Tertinggi.

b. Presiden dan Wapres tidak dipilih langsung oleh rakyat;


Pasangan calon Presiden dan Wapres diusulkan oleh
Parpol atau gabungan Parpol peserta pemilu; Presiden
bertanggung jawab langsung kepada Rakyat; Karena

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 50


Presiden dan Wapres dipilih oleh rakyat, mereka
mempunyai legitimasi yang sangat kuat.

c. DPR memiliki kekuasaan legislatif pembentuk UU,


pengawasan atas jalannya Pemerintahan, dan pemegang
hak budenganet.

d. DPD adalah Lembaga tinggi negara yang mewakili


kepentingan daerah dalam badan perwakilan tingkat
Nasional; Anggota DPD dipilih secara langsung oleh
rakyat di daerah melalui pemilu.

e. BPK yang memiliki wewenang memeriksa pengelolaan


keuangan negara menurut UUD 1945; BPK merupakan
lembaga yang bebas dan mandiri; Anggota BPK dipilih
oleh DPR dengann memperhatikan pertimbangan DPD;
BPK Berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan
keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD) serta
menyampaikan hasil pemeriksaan kepada Presiden, DPR
dan DPD.

f. Mahkamah Agung (MA) adalah lembaga negara yang


melakukan kekuasaan kehakiman, menyelenggarakan
peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan. MA
memiliki badan-badan peradilan dalam Peradilan Umum,
Peradilan Agama, Peradilan Militer dan PTUN.

g. Mahkamah Konstitusi (MK) berwenang mengadili UU


terhadap UUD 1945, Memutus sengketa kewenangan
antar lembaga negara, memutus pembubaran Parpol,
memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 51


atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh
Presiden dan Wapres menurut UUD.

h. Komisi Yudisial (KY) adalah lembaga negara yang


bersifat mandiri dan berfungsi mengawasi perilaku hakim
dan mengusulkan calon Hakim Agung.

2.8 Tugas / Diskusi

Diskusikan perubahan Nilai-nilai yang terjadi sebelum dan


setelah UUD 1945 diamandemen sebanyak empat kali.
Pertanyaannya: Jelaskan apa dan pada pasal berapa dari UUD 1945
yang terjadi perubahan nilai-nilai yang berhubungan dengan (boleh
jawab 3 dari 4):

a. Hak dan kewajiban Warga Negara;

b. Pengelolaan Wilayah Negara;

c. Pemanfaatan/pengelolaan sumberdaya alam;

d. Pemerintahan daerah.

2.9 Daftar Pustaka

Adnan Buyung. (2009). Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di


Indonesia: Studi Sosio-Legal atas Konstituante 1956-1959.
Jakarta: Pustaka Utama Grafiti dan Eka Tjipta Foundation.

Arif Sukirman. (2006). Pengantar Pemahaman Ideologi. Yogyakarta:


Genta Press.

Basri Seta. (2011). Pengantar Ilmu Politik. Jogjakarta: Indie Book


Corner.

C.F Strong. 2011. Konstitusi-Konstitusi Politik Modern. Nusa Media:


Bandung.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 52


Daoed Joesoef. (2012, 26 November). Geopolitik Indonesia. Harian
Kompas.

Daoed Joesoef. (2014). Studi Strategi: Logika Ketahanan dan


Pembangunan Nasional. Jakarta: Penerbit Buku KOMPAS.

Ichlasul Amal dan Armaidy Armawi (ed.). (1998). Regionalisme,


Nasionalisme, dan Ketahanan Nasional. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.

Inu Kencana Syafiie. (2011). Sistem Pemerintahan Indonesia.


Yogyakarta: Rineka Cipta.

Jimly Asshiddiqie. (2010). Konstitusi dan Konstitusionalisme


Indonesia. Jakarta Timu: Sinar Grafika.

Joeniarto. (1986). Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia.


Jakarta: Bina Askara.

Kaelan dan Achmad Zubaidi. (2010). Pendidikan Kewarganegaraan


untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Penerbit Paradigma.

Lemhannas. (1997). Wawasan Nusantara. Jakarta: PT. Balai Pustaka


dan Lemhannas.

Lemhannas. (1997). Ketahanan Nasional. Cetakan ke-2. Jakarta: PT.


Balai Pustaka dan Lemhannas.

Lemhannas. (1983). Kewiraan untuk Mahasiswa. Cetakan ke-5.


Jakarta: Penerbit PT Gramedia.

Manuel Castel. (1997). The Power of Identity. Oxford: Blackwell


Publishers Ltd.

Miriam Budiardjo. (2008). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Edisi Revisi.


Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Notonagoro. (1951). Pancasila Dasar Filsafat Negara Republik


Indonesia: Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno. (Floriberta
Aning, ed.). Yogyakarta: Media Pressindo.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 53


Padmo Wahjono. (1989). Pembangunan Hukum Di Indonesia.
Jakarta: Ind-Hill co.

Ramlan Surbakti. (1992). Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT.


Grasindo.

Rusadi Kartaprawira. (2006). Sistem Politik Indonesia suatu Modal


Pengantar. Bandung: Sinar Baru.

Sekjen MPR RI. (2016). Materi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI. Edisi
Revisi Cetakan ke-6. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI.

Sekjen MPR RI. (2016). Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang


Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan
MPR RI. Edisi Revisi Cetakan ke-15. Jakarta: Sekretariat
Jenderal MPR RI.

Soedarmanta, J.B. (2012). Patriotisme dan Nasionalisme Para


Pejuang Katolik. Yogyakarta: Penerbit Pohon Cahaya.

Soekarno. (1965). Pertahanan Nasional Dapat Berhasil Maksimal


Jika Berdasarkan Geopolitik. Persepsi, 1992, hlm. 99-111.

Sri Soemantri Martosoewignjo. (2015). Hukum Tata Negara


Indonesia: Pemikiran dan Pandangan. Bandung: Rosdakarya

Sumarsono et al. (2007). Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta:


Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Yudi Latif. (2011). Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas dan


Aktualitas Pancasila. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 54


BAB 3
IDEOLOGI DAN ISME MODERN

3.1 Pendahuluan

Ideologi merupakan suatu gagasan tentang masa depan


sekaligus gagasan tentang cita-cita. Istilah ideologi ini muncul sekitar
akhir abad ke-18 (Suseno,1992). Ideologi dapat dimaknai sebagai
cita-cita dan sebagai masa depan. Ideologi bukan hanya sekedar
gagasan, namun ideologi adalah sebuah gagasan yang dianut oleh
sekelompok manusia ataupun oleh bangsa dari suatu Negara.
Ideologi merupakan alat yang menggerakan seseorang atau
sekelompok orang guna mencapai cita-citanya. Terlepas dari ideologi
tersebut hanya sebuah mimpi atau utopia namun penekananya
adalah ideologi merupakan gagasan ilmiah rasional yang bertolak
dari analisis masa kini.

Gagasan seseorang yang membentuk ideologi tentunya telah


memperhatikan kemungkinan-kemungkinan yang nantinya akan
terjadi di masa depan, namun gagasan mengenai suatu ideologi
bukan hanya berpatok pada orientasi mendatang, tetapi melihat
realitas yang terjadi pada saat ideologi terbentuk. Ideologi bisa
berbentuk filsafat sosial atau politik di mana unsur-unsur praktis sama
menonjolnya dengan yang teoritis. Ideologi, merupakan sistem ide-
ide yang bercita-cita untuk menjelaskan dunia dan untuk
mengubahnya.

Sumber-sumber ideologi adalah budaya, sistem religi dan


upacara agama, organisasi masyarakat, pengetahuan, bahasa dan
kesenian, mata pencaharian, dan teknologi. Agama sebenarnya bisa
dijadikan ideolgi oleh suatu negara. Negara yang pemerintahan

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 55


menerapkan ideologi agama tertentu disebut dengan negara Teokrasi.
Tentunya pemimpin negaranya adalah tokoh yang dianggap paling
menguasai ajaran agamanya. Contoh negara yang berdasarkan pada
agama adalah negara Vatikan.

Terdapat beberapa negara berbentuk kerajaan yang


berdasarkan ideologi tertentu. Contohnya: Negara Jepang berbentuk
kerajaan dengan rajanya dianggap keturunan matahari, ideologi yang
dianut Jepang tergantung kemauan raja yang menyembah dewa
matahari; Negara China dari dahulu kala berbentuk kerajaan, tetapi
setelah perang dunia kedua, negaranya mengikuti ideologi komunis;
dan Negara Iran juga pernah berbentuk kerajaan yang dikuasai
keturunan Reza Pahlevi, tetapi sekarang berubah menjadi negara
yang berideologi Islam Syiah.

Ada juga perubahan ideologi baru yang berasal dari pemikiran


Karl Max yaitu Marxisme. Pemikiran Karl Marx ini dilanjutkan oleh
Lenin seorang pemimpin Rusia, sehingga menjadi aliran komunis
Leninisme. Kemudian ada lagi ideologi fasisme, yaitu memiliki ciri
ingin menguasai negara lain dengan cara menjajah. Tujuannya
adalah mencari sumber minyak dan mineral untuk industrinya.
Kemudian ada ideologi liberal kapitalis yang mengutamakan material
atau kebendaan. Dalam hal ini perlu dicermati bahwa ideologi-
ideologi tersebut dalam penyebarannya ke negara lain bisa dilakukan
dengan cara kekerasan.

3.2 Sejarah dan Karakteristik Ideologi

Berdasarkan jenis-jenis ideologi yang dianut oleh negara-


negara lain, maka salah satu hasil pemikiran bangsa Indonesia yang

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 56


menganut ideologi Pancasila berupaya agar ideologi Pancasila tetap
dapat dilestarikan dan bertahan dihati setiap anak bangsa. Gempuran
ideologi modern tidak bisa diremehkan karena berisi rayuan yang
bisa melunturkan idealisme anak bangsa. Ideologi modern seperti
liberalisme, dan kapitalisme dapat mempengaruhi generasi muda
yang memang cenderung bersifat hedonisme. Oleh karena itu, pada
sub bab ini akan diuraikan tentang sejarah ideologi dan karakteristik
ideologi.

3.2.1 Sejarah Ideologi

Istilah ideologi, berasal dari bahasa Perancis yaitu idéologie


yang mengemuka saat Revolusi Perancis. Tokoh yang
memperkenalkan istilah ideologi adalah Destutt de Tracy seorang
filsuf yang terkenal akan sebutan “Science Of Ideas”. Ideologi adalah
program-program yang akan membawa perubahan pada lembaga, di
mana Destutt de Tracy mengklaim bahwa istilah tersebut diadopsi
dari John Locke dan Étienne Bonnot de Condillac, yang mengatakan
bahwa semua pengetahuan manusia adalah knowlegde of ideas.

Seorang filsuf inggris yang bernama Francis Bacon


menyatakan bahwa sudah menjadi takdir bahwa pengetahuan tidak
hanya untuk mengembangkan human knowledengane, tetapi juga
―improve the life of men on earth,‖ dan ada satu tujuan yang sama
antara the programmatic dengan the intellectual. Inilah yang
membedakan antara ideologi Destutt de Tracy dengan teori, sistem,
atau filosofi yang pada dasarnya bersifat penjelasan. Menurut Destutt
de Tracy: ―the science of ideas‖ adalah ilmu dengan misi
yang bertujuan untuk melayani orang, bahkan menyelamatkan

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 57


mereka, dengan membersihkan pikiran mereka dari prasangka dan
mempersiapkan mereka untuk kedaulatan akal mereka.

Tracy dan rekan-rekannya merancang sistem pendidikan


Nasional yang mereka yakini akan mengubah Prancis menjadi
masyarakat yang rasional dan ilmiah. Pengajaran mereka
menggabungkan keyakinan masyarakat dalam kebebasan individu
dengan program perencanaan negara yang rumit seperti
pelaksanaan doktrin resmi Republik Perancis (1795-1799).

Napoleon pada awalnya mendukung Destutt de Tracy dan


teman-temannya, tetapi ia segera berbalik melawan mereka,
kemudian pada bulan Desember 1812 Napoleon bahkan
menyalahkan bahwa militer Perancis kalah karena pengaruh ideologi.
Meskipun ideologi Tracy disalahkan telah mengakibatkan kekalahan
Perancis, namun nilai moral dan tujuan tinggi yang ada dalam
ideologi, memiliki karakter yang baik. Napoleon menghubungkan
nama ideologi dengan apa yang ia anggap sebagai unsur-unsur yang
paling dibenci dalam pemikiran Revolusioner, hingga ia akhirnya
mencela dan tidak percaya pada ideologi. Sejak saat itu, ideologi
memainkan peran ganda, memiliki istilah, baik pujian maupun kata
kasar tidak hanya dalam bahasa Prancis tetapi juga dalam bahasa
Jerman, Inggris, Italia, dan semua bahasa lain di dunia di mana istilah
tersebut diterjemahkan.

3.2.2 Karakteristik Ideologi

Setiap ideologi yang dianut oleh setiap Negara di dunia


memiliki karakteristik tertentu. Karakteristik ideologi dapat
diidentifikasi dengan cara melihat beberapa aspek sebagai berikut:

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 58


a. Berisi teori penjelasan komprehensif tentang pengalaman
manusia dan dunia eksternal;

b. Menetapkan sebuah program, secara umum dan abstrak,


dari organisasi sosial dan politik;

c. Merupakan realisasi dari suatu program yang


memerlukan perjuangan;

d. Berusaha untuk membujuk serta merekrut pengikut setia,


dan menuntut komitmen yang bersifat militansi; dan

e. Lingkup ideologi adalah masyarakat luas tetapi


cenderung memberikan peran khusus pada kelompok
intelektual sebagai pemimpin.

3.3 Berbagai Sistem Ideologi

Terdapat beberapa sistem ideologi yang dianut oleh bangsa di


dunia. Menurut Destutt de Tracy dalam Science of Ideas menyatakan
bahwa pada umumnya sistem ideologi di dunia terdiri dari:

a. Positivisme;
b. Komunisme;
c. Sosialisme;
d. Fasisme;
e. Nazisme, dan
f. Jenis Nasionalisme tertentu.

Seorang filsuf Perancis yang bernama Auguste Comte lebih


lanjut menjelaskan tentang posotivisme yang mengalami 3 tahap
perkembangan intelektual yaitu: a) tahap teologis/fiktif; b) tahap

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 59


metafisik, dan c) tahap positivism. Berdasarkan uraian di atas, semua
"-isme" tersebut berkembang pada abad ke-19 sampai abad ke-20.

3.4 Ideologi dan Agama

Istilah ideologi dan agama sering dianggap sama, padahal


kedua hal tersebut memiliki arti yang berbeda. Ideologi, kadang-
kadang dibicarakan seolah-olah mereka termasuk dalam kategori
logis yang sama dengan agama. Ideologi merupakan paham atau
cara berpikir seseorang akan sesuatu. Sedangkan agama merupakan
ajaran. Dengan mudahnya ideologi terdapat dalam agama, namun
agama belum tentu berada dalam ideologi. Hal ini menjadi sangat
penting karena beberapa orang menggunakan akalnya untuk
menentukan sebuah keputusan atau kepercayaan.

Agama merupakan sebuah ajaran yang memberikan


pencerahan kepada manusia. Di mana agama merupakan anugrah
atau karunia yang diberikan manusia oleh Tuhan melalui utusannya.
Di dalam agama terdapat beberapa hal yang diberitahukan, mulai dari
aturan dan larangan yang tidak boleh dilakukan. Namun, terkadang
manusia menganggap itu sebagai batasan akan kebebasan.

Ideologi selalu menjadi menjadi patokan seseorang untuk


menentukan sesuatu. Sudut pandang yang digunakan dipengaruhi
oleh bacaan dan sekitar. Hal ini menjadi kendala bagi beberapa
orang ketika telah memiliki suatu sudut pandang dan ditemukan
dengan sesuatu yang baru. Ideologi dapat berlandaskan pemikiran,
pengalaman, cerita, kepercayaan, bacaan bahkan sosial. Sangat
mengerikan jika ideologi ini tidak memiliki landasan yang cukup.
Dapat menyebabkan tersesat dalam pandangan yang sempit.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 60


Sebenarnya apa yang menyebabkan ideologi berpengaruh
dengan agama? Kaitan keduanya sangatlah erat bahkan tidak dapat
dipisahkan. Terkadang seseorang memiliki persepsi akan suatu
agama hanya karena melihat kulit luar, tanpa mengetahui esensi dari
agama tersebut. Tindakan yang dilakukan oleh umat beragama
terkadang dijadikan suatu nilai yang menunjukkan tentang ajaran
agama tersebut. Sesungguhnya hal ini keliru dan tidak dianjurkan.

Rasa skeptis seseorang memiliki nilai yang berbeda-beda.


Beberapa orang melakukan pendalaman tentang agama dan
akhirnya mengetahui bahwa sesungguhnya agama tidak pernah
mengajarkan tentang kemungkaran. Kebaikan selalu diajarkan oleh
setiap agama. Namun, rasa keagamaan yang berlebihan juga mampu
menimbulkan tindakan yang melewati batas.

Ideologi yang terlalu kaku terkadang membatasi akan segala


sesuatu yang baru. Sehingga menyebabkan segala tindakan atau
pemikiran yang bertentangan dengannya adalaha ‗salah‘. Ini tidak
disalahkan karena setiap manusia memiliki hak atas buah pikirannya.
Namun, dalam kehidupan bersosial hal ini akan sangat berpengaruh.
Sulitnya berinteraksi dapat menimbulkan rasa syirik, dengki dan egois.
Ini berbahaya.

Oleh sebab itu kaitan antara ideologi dan agama merupakan


dasar yang sangat pokok ketika kita membicarakan tentang negara
berlandaskan agama. Keterbukaan dan skeptis dirasa perlu dalam
penilaian suatu hal, terutama agama. Sedangkan dalam beberapa
masyarakat ideologi merupakan yang utama.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 61


Ideologi sebenarnya tak ubahnya seperti agama. Keduanya
sama-sama diyakini sebagai ―yang benar‖. Hanya saja, ideologi
bersumber dari olah pikir manusia, sedangkan agama bersumber dari
Tuhan. Pokok masalahnya, mengingat keduanya merupakan nilai
yang diyakini, baik ideologi maupun agama seringkali mengalami
kebuntuan epistemik (cara pandang). Bagi individu yang menganut
ideologi/agama tertentu, maka ideologi/agamanya itu adalah ―yang
benar‖. Baik ideologi maupun agama, keduanya berpotensi untuk
―meng-kacamata kuda-kan‖ setiap penganutnya.

Ada dua fenomena berbeda yang sebenarnya sama. Pertama,


kecenderungan untuk mengagamakan ideologi. Artinya ideologi
dimaknai sebagai ―nilai suci‖ yang harus diperjuangkan. Dalam
konteks ini, kecil kemungkinan ideologi ditempatkan sebagai korpus
atau ajaran terbuka yang senantiasa bisa kita kritik, revisi, bahkan
dekonstruksi (rombak). Sedangkan fenomena kedua, kecenderungan
untuk mengideologiskan agama. Biasanya nalar ini berangkat dari
keinginan agar agama mampu menjadi basis nilai yang revolusioner
bagi perubahan sosial. Persoalannya kemudian, proses ideologisasi
agama justru membuat pemeluknya tak mampu melihat kemungkinan
lain dari berbagai macam pandangan.

Kecenderungan terakhir sering terlihat dalam kehidupan


beragama kontemporer. Misal, sebuah pemikiran baru atau yang
berbeda sekonyong-konyong akan difatwa sesat oleh otoritas agama
arus utama (mainstream). Padahal boleh jadi, seperti perdebatan
kapal Nabi Nuh, beberapa pandangan yang ada sama benarnya.
Hanya saja, karena sudah terperangkap dalam ―kacamata kuda‖, kita
menjadi sulit untuk melihat kebenaran-kebenaran lain yang tersebar

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 62


di mana-mana. Mengklaim kelompok lain yang menggunakan sistem
demokrasi adalah taghut (salah bahkan sesat) merupakan efek dari
cara pandang tersebut.

Dua fenomena dengan kecenderungan yang sama itu pada


dasarnya kontra produktif bagi pergulatan pemikiran, baik diskursus
sekuler (ideologi) atau diskursus agama itu sendiri. Agar tidak
terjebak dalam perangkap itu, kita perlu melakukan proses kritik
ideologi. Kritik ideologi tidak berpretensi untuk meruntuhkan nilai atau
ajaran suatu kepercayaan tertentu. Kritik ideologi hanya ingin
memberi early warning pada kita agar pandangan kita tidak beku atau
stag. Untuk kemudian, kita perlu melakukan proses kreatif dengan
memikirkan ulang atau mengkontekstualisasikan nilai atau ajaran
yang kita yakini selama ini.

3.5 Zaman Ideologi

Abad ke-19 telah disebut "zaman ideologi" karena begitu


banyak ide-ide sosial yang bersaing berteriak-teriak untuk diterima
sebagai pendapat publik tiba-tiba mulai menjulang besar dalam
politik. Ideologi berfungsi untuk memobilisasi segmen masyarakat
dengan memberikan alasan untuk loyalitas dan militansi yang
bergabung dengan prinsip untuk kepentingan diri sendiri. Satu yang
pertama muncul kemudian dikenal sebagai liberalisme. Liberalisme
adalah salah satu humanisme Renaisans, mendorong kebebasan
melakukan penyelidikan dan berekspresi diri.

Jenis-jenis ideologi yang seharusnya diketahui yaitu ideologi


Liberalisme, ideologi Neoliberalisme, ideologi Konservatisme, ideologi

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 63


Marxisme, ideologi Komunisme, dan ideologi Fasisme. Untuk lebih
jelasnya akan diuraikan sebagai berikut:

a. Ideologi Liberalisme

Liberalisme memperluas emansipasi kehidupan


masyarakat dan aspirasi, di mana berawal dari warga-
negara kelas menengah dan akhirnya berlaku terhadap
semua orang. Liberalisme menjadi ideologi karena
dimenangkan oleh parlemen pemerintah, perdagangan
bebas, dan diakui sebagai HAM. Ketika absolutisme
ditantang dan ditolak, sebagai revolusi demokratis untuk
menyebarkan hak asasi manusia dan kedaulatan rakyat,
dan terutama karena toleransi agama menjadi suatu
keharusan untuk menghindari perang, maka liberalisme
menjadi cita-cita politik yang lebih dan lebih menarik.

Akar etimologis liberalisme adalah kata "kebebasan", dari


bahasa Latin libertas, di antara istilah-istilah yang
dihidupkan kembali di zaman Renaisans. Ada perbedaan
pandangan antara gereja abad pertengahan dan
otoritasnya. Gereja abad pertengahan telah menjadikan
kebebasan kehendak sebagai dasar tanggung jawab
moral, tetapi otoritas gereja tidak menyetujui "kebebasan
hati nurani" karena bisa menyebabkan orang percaya ke
dalam kesesatan.

Akibat dari gejolak yang dihasilkan oleh Reformasi bahwa


kebebasan akan menjadi dasar kepercayaan pada hak
hati nurani, HAM harus memberikan, hak individu untuk
memilih di antara berbagai denominasi Kristen. Akibatnya,

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 64


perbedaan zero-sum antara ortodoksi dan bid'ah, demi
pandangan bahwa demi perdamaian sipil, berbeda
bentuk-bentuk iman harus diterima. Perang agama
akhirnya menyebabkan toleransi, dan toleransi adalah
ekspresi pertama liberalisme.

b. Ideologi Neoliberalisme

―Neo‖ berarti kita berbicara tentang sebuah bentuk


liberalisme baru. Jadi bentuk lamanya seperti apa? Aliran
ekonomi liberal mulai terkenal di Eropa saat Adam Smith,
seorang ekonomi Skotlandia, menerbitkan sebuah buku
―The Wealth of Nation‖. Adam Smith dan beberapa orang
lainnya menganjurkan penghapusan campur tangan
pemerintah dalam urusan ekonomi. Tidak ada
pembatasan untuk produksi pabrik, tidak ada pembatasan
atas perdagangan, dan tidak ada cukai. Perdagangan
bebas adalah cara terbaik agar ekonomi sebuah negara
bisa berkembang.

Ide semacam ini berarti liberal karena tidak ada kontrol


sama sekali. Penerapan individualisme mendorong
munculnya ―usaha‖ ―bebas‖, ―persaingan‖ ―bebas‖ — yang
berarti, bebas bagi pemilik modal untuk mendapatkan
keuntungan sebesar-besarnya.

Kebijakan ekonomi Neo-liberalisme, mulai menyebar luas


sejak sekitar 25 tahun lalu. Dampak neo-liberalisme di AS,
di mana pada kenyataan di lapangan bahwa banyak yang
kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 65


c. Ideologi Konservatisme

Istilah konservatif pertama kali mulai digunakan pada


awal abad kesembilan belas. Pada sekitar waktu yang
sama dengan penggunaan kata liberal. Para penganut
konservatif (dipersatukan oleh ajaran, temperamen,
kedudukan sosial, di mana mereka menikmati
keutamaan), umumnya khawatir oleh munculnya
perubahan karena revolusi Perancis dan tantangan yang
ditimbulkan ke dalam Old Order.

Konservatisme adalah sebuah filsafat politik yang


mendukung nilai-nilai tradisional, stabilitas sosisal, dan
agama yang dijadikan pedoman untuk melaksanakan
pemerintahan, melaksanakan pranata sosial yang ada,
menentang perubahan sosial secara radikal. Penganut
konservatif adalah mereka yang memiliki status quo,
menginginkan sesuatu tetap stabil tetapi tidak terbuka
terhadap perubahan.

Istilah ini berasal dari kata dalam bahasa Latin,


conservāre, melestarikan; menjaga, memelihara,
mengamalkan‖. Karena berbagai budaya memiliki nilai-
nilai yang mapan dan berbeda-beda, kaum konservatif di
berbagai kebudayaan mempunyai tujuan yang berbeda-
beda pula.

Menurut Edmunt Burke dalam Reflection on the


Revolution in France, dorongan untuk bertahan, dan
kemampuan untuk memperbaiki diri, untuk menjadi
standard kenegarawanan. selain dari itu adalah konsepsi

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 66


yang berbahaya yang tidak dilaksanakan. Karya inilah
awal lahirnya filsafat politik Konservatisme. Edmunt Burke
muncul sebagai tokoh konservatisme baru.

Samuel Francis mendefinisikan konservatisme yang


otentik sebagai ―bertahannya dan penguatan orang-orang
tertentu dan ungkapan-ungkapan kebudayaannya yang
dilembagakan. Perubahan tidak selalu diikuti oleh
kemajuan, krn itu harus dilakukan perlahan-lahan.

Ciri-Ciri Ideologi Konservatif antara lain:

1) Lembaga kerajaan dan gereja lebih dipentingkan.

2) Agama adalah kekuatan utama, di samping sebagai


upaya pelestarian tradisi dan kebiasaan dalam tata
kehidupan masyarakat.

3) Gereja, negara, keluarga yang sudah mapan


dianggap sacral.

4) Konservatisme menentang radikalisme dan


skeptisme.

Di Eropa, Konservatif dijadikan paham politik atau filsafat


politik untuk menjalankan suatu negara, tanpa
membubarkan suatu struktur politik dalam negara atau
masyarakat yang bersangkutan. Namun, di negara Asia,
Konservatif hanya diterapkan sebagai dasar golongan
tertentu seperti organisasi politik/partai politik, tidak
sebagai dasar negara.

Politik konservatif dinilai cenderung kolot oleh para


liberalis, karena konservatif selalu menjunjung tinggi nilai-

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 67


nilai tradisional tanpa satu pun yang dilewatkan,
akibatnya banyak ketidakseragaman hukum di zaman
sekarang, bagi kaum konservatif, konservatisme
merupakan bentuk skeptis dari kritik atas pemerintahan.

d. Ideologi Marxisme

Marxisme adalah buah pemikiran dari Karl Marx (1818–


1883), seorang filsuf dan ekonom Jerman. Marx lahir di
kota Trier, di perbatasan Barat Jerman yang waktu itu
termasuk Kerajaan Prusia.

Situasi politik di Prusia: ada UU yang memberi lebih


kebebasan kepada rakyat dihapus, pers disensor, guru-
guru liberal ditahan, sedangkan di Prusia reaksioner,
menentang pembaruan. Filsafat Hegel (George Wilhelm
Friedrich Hegel, 1770–1831), yaitu kebebasan dan
rasionalitas di Eropa, tetapi Prusia justru irrasional.
Revolusi Industri di Eropa: (1) melahirkan kelas pemilik
dan kelas pekerja; (2) Kapitalisme menjadi sistem
ekonomi yang menindas sebagian besar masyarakat dan
menguntungkan sebagian kecil pemilik modal.
Menurutnya, harusnya tidak boleh ada hak milik pribadi
menjadi: (1) sumber penindasan; (2) seluruh harta benda
di bawah kepemilikan sosial (bisa koperasi, negara, atau
gabungannya).

Karl Marx mengartikan sikap Prusia itu sebagai ciri


keterasingan manusia dari hakikatnya yang sosial,
bermasyarakat, karena adanya negara sebagai lembaga

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 68


represif yang mengekang dan menindas. Dalam
sosialisme: (1) sumber segala masalah sosial terletak
pada lembaga hak milik pribadi; (1) ciri utama
Kapitalisme. Jadi keterasingan manusia yang dimaksud
Marx tadi, yang salah satunya menghasilkan negara yang
menindas, adalah buah dari Kapitalisme.

Paham ideologi Maxisme juga dijelaskan oleh Hegel-


Feuerbach-Marx sebagai berikut:

1) Menurut Hegel, dalam kesadaran manusia, Tuhan


mengungkapkan diri agar kita merasa bertindak
menurut kehendak sendiri padahal di belakang ada
―roh semesta‖ yang sedang mencapai
tujuannya. Hegel beri kesan seakan yang nyata
adalah Tuhan, sedangkan manusia cuma wayang-
Nya.
2) Ludwig Feuerbach (filsuf Jerman, 1804–1872)
menentang ini. Menurut dia yang nyata ya manusia,
Tuhan adalah hasil pikiran manusia. Agama adalah
tanda keterasingan manusia. Agama mencegah
manusia mewujudkan hakikatnya sebagai makhluk
sosial.
3) Menurut Marx, agama merupakan sebuah pelarian
yang (1) realitas memaksa manusia untuk melarikan
diri. Jadi yang perlu dikritik bukanlah agama, tapi
masyarakat; (2) keterasingan yang paling mendasar
dari manusia adalah keterasingan dalam pekerjaan
(sebagai buruh yang dikekang pemilik modal).

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 69


Menurut Marx, pekerjaan harusnya menyenangkan,
menggembirakan, dan membuat kita merasa utuh
sebagai manusia, bukan membuatnya terasing krn
kapitalisme. Pemikiran khas Karl Marx dalam melihat
persoalan di atas adalah cara pandangnya terhadap
sejarah. Marx yang mulanya pemikiran-pemikirannya
tergerak atas dasar etika dan moral, di kemudian
hari berkembang menjadi pandangan yang lebih
objektif. Menurut Marx, Tuhan hanya ada di pikiran
manusia, semua hal yang nyata hanya materi.
Sejarah juga nyata, maka sejarah adalah materi.

Dua jenis pandangan khas Marx di atas disebut


materialisme dialektis dan materialisme historis.

1) Aliran Sosialisme

Marx berpikir demikian karena dia melakukan analisis


ilmiah terhadap perkembangan sosial masyarakat. Marx
mendasarkan pemikirannya terhadap sejarah pada
syarat-syarat objektif. Dia tidak lagi memikirkan
pertimbangan moral apalagi misalnya agama.
Sosialisme khas Marx ini disebut sosialisme ilmiah.

Jadi Marxisme adalah suatu paham mengenai


perkembangan sejarah, sistem ekonomi, sistem politik,
dan penerapan semua itu di masyarakat. Tujuannya
untuk menciptakan masyarakat yang bahagia karena
tidak lagi terasing dari hakikatnya yang sosial, serta
bebas dari ketertindasan.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 70


2) Aliran Marxinisme-Leninisme

Nama panjang Lenin adalah Vladimir Ilyc Ulyanov


(1870–1924). Lenin adalah nama samarannya yang
dia ambil dari Sungai Lena di dekat Siberia, tempat
ia dibuang pada tahun 1896, di usia ke-26 tahun,
gara-gara aktivitas politiknya.
Dalam PD II, Rusia mengalami sederetan kekalahan
di medan perang dan membuat keadaan
ekonominya hancur. Dan memaksa Tsar Nikolaus
turun takhta. Pemerintahan diambil alih oleh koalisi
kekuatan Nasional. Lenin menarik partainya dari
koalisi dan mengumumkan program radikal untuk
revolusi. Tuntutan Lenin dirangkum dalam kalimat,
―seluruh kekuasaan kepada soviet-soviet‖ (―dewan‖
buruh dan prajurit yang desersi).
Revolusi Rusia 1917, Kekaisaran Rusia usai dan Uni
Soviet bangkit dengan Lenin sebagai penguasa.
Sayangnya kaum buruh di Rusia itu minoritas.
Hanya 1% dari total penduduk. Sisanya kaum tani
dan mereka tidak mendukung Lenin. Ternyata sejak
awal kekuasaan Lenin rapuh. Ia agak
memaksakannya. Maka cara paling ampuh untuk
mempertahankan kekuasaan adalah dengan
kediktatoran partai dengan cara kekerasan. Lenin
selalu menegaskan bahwa proletariat harus menjadi
kekuatan politik mandiri, kekuasaan feodal Tsar, dan
para pemilik modal.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 71


e. Ideologi Komunisme

Pada masa pemerintahan Lenin, pandangan Karl Marx


yaitu Marxisme sudah menjadi pandangan dan sikap
buruh sedunia. Namun, Karl Marx baru meletakkan teori,
belum meneruskannya jadi tindakan. Lenin-lah yang
mewujudkan teori itu. Oleh Lenin, Marxisme menjadi
Komunisme.

Tujuan pemikiran Lenin adalah revolusi sosialis. Agar


revolusi sosialis itu terjadi, maka harus bersekutu dengan
kaum tani dan borjuasi kecil). Pragmatisme Lenin ini jadi
bagian penting dari ajarannya yang bernama Marxisme-
Leninisme (dibakukan secara resmi oleh Stalin).

Sesudah revolusi terjadi, menurut Lenin kaum proletariat


harus memegang hegemoni (mendominasi) atas kelas-
kelas revolusioner lain, dan mendirikan ―kediktatoran
proletariat‖.

Namun, lama-kelamaan yang terjadi bukan kediktatoran


proletariat, tapi malah kediktatoran partai, bukan kaum
tertindas yang dulu dibayangkan Marx yang kemudian
memimpin Uni Soviet, tapi partai, Partai Komunis Uni
Soviet.

f. Ideologi Fasisme

Fasisme adalah paham yang berdasarkan prinsip


kepemimpinan dengan otoritas yang mutlak/absolut di
mana perintah pemimpin dan kepatuhan berlaku tanpa

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 72


pengecualian. Ideologi ini selalu membayangkan adanya
musuh, sehingga pemimpin dan militer harus kuat
menjaga negara. Tujuan: menghancurkan musuh, di
mana musuh dikonstruksikan dalam kerangka konspirasi
atau ideologi lain.

Dalam pola pikir fasis, musuh berada di mana-mana, baik


di medan perang maupun dalam bangsa sendiri sebagai
elemen yang tidak sesuai dengan ideologi fasis. Dalam
ideologi fasis, individualitas manusia hilang, karena
pengikutnya menjadi massa yang seragam di mana
individu hanya menjadi alat untuk mencapai tujuan
gerakan fasis tersebut.

Fasisme lahir ketika Italia mengalami krisis ekonomi


pasca PD I. Sebagai negara pemenang perang, Italia
gagal mendapatkan pembagian wilayah di Afrika Utara.
Hutang negara bertumpuk sementara ratusan ribu rakyat
Italia menganggur.

Salah satu tokoh Partai Sosialis yang terkenal adalah


Benito Mussolini. Semula, gerakan Fasis di bawah
Mussolini hanyalah kelompok aksi ultraNasionalis.
Gerakan ini dinamakan Fasci d‟ Azione Rivoluzionarea
(kelompok pemuda yang ingin perang).

Mussolini berkampanye di Italia Raya seperti masa jaya


Imperium Romawi yang tercetus dalam konsep Italia la
Prima. (Terbentang dari Negara Italia, Laut Mediterania,
Afrika Utara, sampai Ethiopia) Propaganda ini cukup laris

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 73


termakan rakyat. Tahun 1922, dia menjadi PM termuda
Italia dan menandai dimulainya pemerintahan Fasis.
Mussolini pun mendapatkan gelar kehormatan dari
rakyatnya, Il Duce yang berarti sang pemimpin.

Mussolini kemudian, adalah menyusun Fasis-nya sebagai


angkatan perang politik yang privat. Ia beroperasi di luar
parlemen, meraih kekuasaan dengan rally jalanan dan
mengintimidasi lawan (Hugh Purcell, Fascism: People
and Politics). Dalam sepak terjangnya, Partai Fasis
disokong oleh kalangan industrialis yang anti-komunis.
Partai ini juga mengandalkan unit pasukan khusus
bernama Squadirsti. Mereka tak segan menghancurkan
lawan politiknya dengan cara berkelahi, bikin rusuh,
hingga membunuh.

Mussolini memerintah secara totaliter dengan ciri: sangat


Nasionalis chauvinistik, rasialis, militeris, dan imperialis.
Dengan tangan besi, perlahan Italia menjadi negara yang
stabil. Selama Fasis berkuasa, tiada ditemui unjuk rasa
atau mogok kerja. Ketertiban umum harus dibayar
dengan kehilangan kebebasan berpendapat.

Keberhasilan Mussolini, menginspirasi Adolf Hitler yang


kelak mendirikan Partai Nasionalis Sosialis, Nazi di
Jerman. Pada 1939, Italia tergabung dalam blok Poros
bersama Jerman dan Jepang menggelorakan PD
II. Lawan yang dihadapi adalah blok Sekutu terdiri dari

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 74


Inggris, Prancis, Uni Soviet, Amerika Serikat dan negara
lainnya.

3.6 Sifat dan Dinamisme Ideologi

Ada perubahan di setiap zaman, selalu muncul ide-ide atau


pemikiran baru dari para tokoh yang memiliki karisma dan pengaruh
di masyarakat. Ketika ide para tokoh tersebut timbul menjadi suatu
konsep yang kemudian sama-sama dicari dan diterapkan oleh
masyarakat, maka pemikiran itu pun dapat disebut sebagai ‗isme‘.

Jadi sederhananya, ideologi terdiri dari beberapa isme yang


disepakati oleh masyarakat sebagai pandangan hidup dalam
bernegara. Karena berisi gabungan isme, maka tidak mengherankan
bila ideologi suatu negara dapat berubah seiring perkembangan
zaman. Terutama bila ada isme baru yang dianggap lebih cocok dan
sesuai dengan kehidupan bernegara oleh masyarakatnya. Oleh
karena itu, ideologi sebenarnya dapat juga bersifat dinamis,
tergantung dari kesepakatan antara rakyat dan pemerintahannya.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 75


3.7 Tugas / Diskusi

a. Apakah Isme-isme menjadi ancaman bagi ideologi


Pancasila?

b. Perlukah mengkaji Pancasila sebagai ideologi negara?

c. Bagaimana mempertahankan Pancasila sebagai ideologi


dari ancaman Isme-isme?

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 76


3.8 Daftar Pustaka

Adnan Buyung. (2009). Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di


Indonesia: Studi Sosio-Legal atas Konstituante 1956-1959.
Jakarta: Pustaka Utama
Daoed Joesoef. (2012). Geopolitik Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas.
Daoed Joesoef. (2014). Studi Strategi: Logika Ketahanan dan
Pembangunan Nasional. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Kaelan dan Achmad Zubaidi. (2010). Pendidikan Kewarganegaraan
untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Penerbit Paradigma.
Franz Magnis Suseno. (1999). Pemikiran Karl Marx. Jakarta:
Gramedia.
Ichlasul Amal dan Armaidy Armawi (ed.). (1998). Regionalisme,
Nasionalisme, dan Ketahanan Nasional. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Lemhannas. (1997). Wawasan Nusantara. Jakarta: PT. Balai Pustaka
dan Lemhannas.
Lemhannas. (1997). Ketahanan Nasional. Cetakan ke-2. Jakarta: PT.
Balai Pustaka dan Lemhannas.
Lemhannas. (1983). Kewiraan untuk Mahasiswa. Cetakan ke-5.
Jakarta: Penerbit PT Gramedia.
Miriam Budiardjo. (2008). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Edisi Revisi.
Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Notonagoro. (1951). Pancasila Dasar Filsafat Negara Republik
Indonesia: Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno. (Floriberta
Aning, ed.). Yogyakarta: Media Pressindo.
Ramlan Surbakti. (1992). Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT.
Grasindo.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 77


Soekarno. (1965). Pertahanan Nasional Dapat Berhasil Maksimal
Jika Berdasarkan Geopolitik. Persepsi, 1992, hlm. 99-111.
Sukirman. (2006). Pengantar Pemahaman Ideologi. Yogyakarta:
Genta Press.
Sumarsono dkk. (2007). Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta:
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Soedarmanta, J.B. (2012). Patriotisme dan Nasionalisme Para
Pejuang Katolik. Yogyakarta: Penerbit Pohon Cahaya.
Sekjen MPR RI. (2016). Materi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI. Edisi
Revisi Cetakan ke-6. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI.
Yudi Latif. (2011). Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas dan
Aktualitas Pancasila. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Yulianto Sigit Wibowo. (2005). Marhaenisme Ideologi Perjuangan
Sukarno. Yogyakarta: Buana Pustaka.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 78


BAB 4
PENGANTAR NILAI-NILAI KEBANGSAAN

4.1 Pendahuluan

Kesadaran berbangsa dan bernegara berarti sikap dan tingkah


laku harus sesuai dengan kepribadian bangsa dan selalu
mengkaitkan dirinya dengan cita-cita dan tujuan hidup bangsa
Indonesia sesuai amanah yang ada dalam Pembukaan UUD 1945
melalui:

a. Menumbuhkan rasa kesatuan dan persatuan bangsa dan


negara Indonesia yang terdiri dari beberapa suku bangsa
yang mendiami banyak pulau yang membentang dari
Sabang sampai Merauke, dengan beragam bahasa dan
adat istiadat kebudayaan yang berbeda-beda.
Kemajemukan itu diikat dalam konsep wawasan
nusantara yang merupakan cara pandang bangsa
Indonesia tentang diri dan lingkungannya yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

b. Menumbuhkan rasa memiliki jiwa besar dan patriotisme


untuk menjaga kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Sikap dan perilaku yang patriotik dimulai dari hal-hal yang
sederhana yaitu dengan saling tolong menolong,
menciptakan kerukunan beragama dan toleransi dalam
menjalankan ibadah sesuai agama masing-masing, saling
menghormati dengan sesama dan menjaga keamanan
lingkungan.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 79


c. Memiliki kesadaran atas tanggung jawab sebagai warga
negara Indonesia yang menghormati lambang-lambang
negara dan mentaati peraturan perundang- undangan.
Berbagai masalah yang berkaitan dengan kesadaran
berbangsa dan bernegara sebaiknya mendapat perhatian
dan tanggung jawab kita semua. Sehingga amanat pada
UUD 1945 untuk menjaga dan memelihara Negara
Kesatuan wilayah Republik Indonesia serta kesejahteraan
rakyat dapat diwujudkan.

Hal lain yang dapat mengganggu kesadaran berbangsa dan


bernegara di tingkat pemuda yang perlu dicermati secara seksama
adalah semakin tipisnya kesadaran dan kepekaan sosial di tingkat
pemuda. Hal ini penting karena banyak persoalan-persoalan
masyarakat yang membutuhkan peranan pemuda untuk membantu
memediasi masyarakat agar keluar dari himpitan masalah, baik itu
masalah sosial, ekonomi dan politik. Dengan terbantunya masyarakat
dari semua lapisan keluar dari himpitan persoalan, maka bangsa ini
tentunya menjadi bangsa yang kuat dan tidak dapat diintervensi oleh
negara manapun, karena masyarakat itu sendiri yang harus
disejahterakan dan jangan sampai mengalami penderitaan.

4.2 Pengertian Wawasan Kebangsaan

Wawasan kebangsaan terdiri dari dua kata yaitu ―wawasan‖


dan ―kebangsaan‖. Wawasan artinya meninjau atau pandangan. Bisa
juga berarti bentuk pemahaman diri yang mengarah pada proses
kesadaran terhadap hubungan kualitas yang mendasari timbulnya
suatu peristiwa atau masalah. Kebangsaan adalah kumpulan
masyarakat yang memiliki keturunan, adat, budaya, bahasa dan

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 80


sejarah yang sama. Arti lain kebangsaan adalah adanya keterikatan
yang disebabkan oleh ciri-ciri khas yang menandai golongan bangsa
tersebut. Bangsa itu bertahan dengan adanya ikatan persaudaraan
dan keturunan, adat, sejarah dan cara pemerintahannya. Wawasan
kebangsaan bisa juga diartikan sebagai cara pandang yang dilandasi
oleh pemikiran yang mendalam dari suatu negara tentang
lingkungannya sendiri dalam kehidupan bernegara agar tetap dinamis
dan berkembang.

Wawasan kebangsaan Indonesia adalah konsep politik yang


memandang Indonesia sebagai satu kesatuan wilayah yang mampu
menyatukan bangsa secara utuh dan menyeluruh dalam kehidupan
Nasionalnya yang mencakup aspek pertahanan dan keamanan,
politik, ekonomi, sosial budaya dan lain sebagainya. Wawasan
kebangsaan Indonesia bisa dijadikan sumber perumusan kebijakan
pemerintah dan pembangunan untuk pengembangan otonomi daerah
yang dapat mencegah pemecahan negara kesatuan dan mencegah
timbulnya konflik antar pemerintah pusat dan daerah.

Wawasan dalam mencapai tujuan Nasional dinamakan


wawasan kebangsaan atau wawasan Nasional yang dikembangkan
dan dirumuskan berdasarkan falsafah bangsa, kondisi wilayah, sosial
budaya rakyat, dan sejarah perjuangan dengan bangsa, serta
lingkungan strategis yang mempengaruhi (Suryosumarto, 2001).

Haris Kohn (1984: 11) menyatakan, "Wawasan kebangsaan


identik dengan Nasionalisme yaitu faham yang berpendapat bahwa
kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara
kebangsaan"

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 81


Toynbee (1956) mendefinisikan Nasionalisme atau paham
kebangsaan adalah suatu semangat yang membantu orang untuk
merasakan, bertindak dan berfikir tentang sesuatu bagian masyarakat
yang ada sebagaimana keseluruhan masyarakat tersebut. Hal ini
diperkuat oleh pendapat Soekarno yang menyatakan bahwa rasa
Nasionalisme itu akan menumbuhkan suatu rasa percaya diri sendiri
yang diperlukan untuk mempertahankan diri di dalam perjuangan
menunjuk keadaan-keadaan yang akan mengalahkannya.

Ada beberapa pengertian tentang konsep kebangsaan.


Menurut Mochtar Buchori (1993) konsep wawasan kebangsaan dilihat
dari dua aspek yaitu aspek moral dan aspek intelektual. Aspek moral
yaitu wawasan kebangsaan yang mempersyaratkan adanya
perjanjian diri dan komitmen pada seseorang atau masyarakat untuk
turut bekerja bagi kelanjutan eksisitensi serta peningkatan kualitas
kehidupan bangsa. Sedangkan aspek intelektual yaitu wawasan
kebangsaan menghendaki pengetahuan yang memadai tentang
berbagai tantangan yang dihadapi bangsa pada masa kini maupun
pada masa yang akan datang serta potensi-potensi yang dimiliki
bangsa.

Mengacu pengertian yang disampaikan di atas, wawasan


kebangsaan Indonesia dapat dimaknai sebagai berikut:

a. Wawasan kebangsaan mengamanatkan kepada seluruh


bangsa agar dapat menempatkan persatuan, kesatuan
dan kepentingan bangsa diatas kepentingan pribadi.

b. Wawasan kebangsaan mempertahankan asas Bhinneka


Tunggal Ika.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 82


c. Wawasan kebangsaan tidak memberi tempat terhadap
patriotisme yang licik.

d. Wawasan kebangsaan yang dilandasi oleh pandangan


hidup Pancasila, bangsa. Indonesia berhasil merintis jalan
menjalani misinya di tengah – tengah tata kehidupan di
dunia.

e. NKRI yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur


mempunyai tekad untuk mewujudkan bangsa yang maju
dan sejahtera.

Tujuan pengembangan Wawasan Kebangsaan yaitu


membentuk warga negara yang:

a. Sadar untuk taat UUD 1945 dan Pancasila;

b. Sadar bahwa Indonesia bersifat pluralistik;

c. Sadar bahwa Indonesia memiliki keunggulan dan


kekurangan;

d. Sadar untuk mempertahankan tanah air.

Ciri-ciri dari wawasan kebangsaan Indonesia menurut


Sayektiningsih dkk (2017), adalah:

a. Bersifat integralistik, kekeluargaan;

b. Bersifat anti diskriminasi dan tidak ada konotasi etnis;

c. Bersifat Bhinneka Tunggal Ika;

d. Selalu terikat dengan wawasan nusantara.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 83


4.3 Nilai-Nilai Kebangsaan

Pentingnya pemahaman dan pemantapan nilai-nilai dan


wawasan kebangsaan disebabkan adanya permasalahan bangsa
saat:

a. Melemahnya pemahaman, penghayatan dan pengamalan


Pancasila;

b. Melemahnya pemahaman dan kesaadran terhadap nilai-


nilai budaya Indonesia;

c. Penerapan sistem hukum yang kurang baik;

d. Penyelenggara negara dan masyarakat kurang peka dan


peduli terhadap perkembangan sosial yang
mengakibatkan konflik social;

e. Rendahnya ketahanan masyarakat terhadap pengaruh


negatif globalisasi;

f. Melemahnya pewarisan dan implementasi nilai-nilai luhur


bangsa seperti musyawarah mufakat, gotong royong,
saling menghargai, dan toleransi;

g. Menurunnya wawasan kebangsaan.

Nilai-nilai wawasan kebangsaan yang terkandung dalam


Pembukaan UUD 1945 ini, bila dipahami dengan baik, akan
menimbulkan kesadaran setiap warga negara untuk bersedia
melaksanakan tindakan bela negara. Karena sesungguhnya bela
negara merupakan hak dan kewajiban setiap warga negara. Hal ini
sesuai dengan Pasal 27(3) UUD 1945 (Amandemen ke-2):

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 84


―Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
upaya pembelaan negara‖

Pasal 30(1) UUD 1945 (Amandemen ke-2):

―Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam


usaha pertahanan dan keamanan negara.‖

Ada beberapa perkataan para pejabat yang dapat dipedomani


dalam pelaksanaan nilai-nilai kebangsaan yang dikutip oleh Kaelan
(2009), yaitu:

a. Gubernur Lemhannas RI Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo,


menyatakan:

―Sebagai warga bangsa yang disatukan karena


perbedaan dan kemajemukan, nilai-nilai dan wawasan
kebangsaan merupakan prasyarat mutlak yang harus
dijaga demi tetap tegak dan utuhnya Negara Kesatuan
Republik Indonesia.‖

b. Mantan Pangkostrad Letjen (Purn) E. Rahmayadi


menyatakan:

―Nilai-nilai kebangsaan itu pada hakikatnya merupakan


nilai yang disepakati dan dipandang baik melekat pada
diri setiap warga negara Indonesia.‖

c. Mantan Rektor Unhan RI Letjen (Purn) Syarifuddin Tippe


menyatakan:

―Terbentuknya Bangsa dan Negara Indonesia melalui


proses yang sangat Panjang. Berawal dari kesadaran
moral bersama dari berbagai elemen bangsa (founding

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 85


fathers) untuk membentuk suatu bangsa demi
tercapainya suatu kehidupan yang sejahtera…, yang nilai-
nilainya telah ada sebagai „local wisdom‟ dan kausa
metrialis dari Pancasila.‖

4.4 Nilai-Nilai Kebangsaan Dalam Teori

Nilai-nilai kebangsaan pada sebuah negara-bangsa sangat


diperlukan agar semua kebijakan dan strategi dapat dijaga dan dapat
berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Nilai-nilai
kebangsaan berfungsi sebagai norma, pedoman hidup berbangsa
dan bernegara, standar perilaku apparatus negara, dan standar etika.
Nilai-nilai kebangsaan adalah acuan moral bagi para pemimpin
bangsa, penyelenggara negara, hingga ke lapisan masyarakat di
bawah.

Nilai-nilai Kebangsaan bekerja seperti teori pendulum. Nilai-


nilai kebangsaan juga menjadi pegangan semua aparatur negara
(sipil dan militer) dari pusat hingga daerah untuk terjadinya kohesifitas,
integritas, motivasi, dan daya juang yang tinggi dalam bela negara
sehingga dipercaya oleh rakyatnya.

Dari segi teori, nilai-nilai kebangsaan dapat dibagi menjadi


beberapa pengertian, antara lain:

a. Pengertian Nilai-nilai menurut Filsafat Nilai

―Nilai merujuk pada kata benda abstrak yang artinya


Keberhargaan dan Kebaikan. …..Nilai akan selalu berada
di sekitar manusia melingkupi kehidupannya di segala

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 86


bidang; dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak bisa
lepas dari Nilai.‖ (Winarno, 2013)

b. Pengertian Nilai-nilai menurut Filsafat Ilmu

―Nilai adalah konsep abstrak mengenai masalah dasar,


baik yang merupakan sifat-sifat maupun sikap, perilaku,
perbuatan seseorang atau kelompok yang sangat penting
dan berguna untuk kehidupan lahir dan batin.‖
(Hadiatmaja, 2011).

c. Pengertian Nilai-nilai menurut Pandangan Umum

―Nilai adalah segala sesuatu yang berharga yang dapat


dibedakan menjadi nilai ideal dan nilai aktual; Nilai ideal
adalah yang menjadi cita-cita; Nilai aktual adalah yang
diekspresikan dalam perilaku seseorang‖ (Koyan, 2000).

d. Pengertian Nilai-nilai menurut Eu Commission (2002,


dalam Crowther dan Aras, 2008), ―Nilai-nilai adalah
komponen penting dari budaya organisasi dan
dipedomani dlm menentukan, membimbing, dan
menunjukkan perilaku. Untuk birokrasi, kepatuhan pada
nilai-nilai layanan publik tingkat tinggi dapat menimbulkan
kepercayaan publik dan rasa percaya yang besar. Tapi,
penerapan nilai yang lemah atau pencanangan yang tidak
tepat dapat menurunkan esensi dari pemerintahan yang
demokratis, bisa membuat dilema etika pengambilan
keputusan.‖

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 87


e. Nilai-nilai menurut Budaya dan Pedoman Perilaku

―Nilai-nilai bisa konstan, tetapi pd saat bersamaan dapat


muncul dan berkembang seiring waktu dan perubahan
keadaan. Meskipun nilai-nilai nampak seperti tidak lekang
oleh waktu, tapi nilai-nilai baru pasti muncul sebagai
suatu produk dari keadaan. Misalnya, belakangan ini nilai-
nilai (relatif baru) transparansi tentang proses dan kinerja
banyak muncul dan diadopsi oleh pemerintahan, sebagai
respons perkembangan teknologi komunikasi (Internet)
dan tuntutan masyarakat (medsos)‖.

4.5 Nilai-Nilai Kebangsaan dalam UUD 1945

Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 memuat nilai-nilai


kebangsaan. Hal ini dapat kita temui pada alinea-alinea sebagai
berikut:

a. Alinea 1

―Bahwa kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, oleh


sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan
dan perikeadilan.‖

Dari alinea pertama, secara garis besar dapat dikatakan


bahwa dalam pandangan hidup dan pandangan politik, bangsa
Indonesia meyakini nilai-nilai:

1) Kemerdekaan itu adalah hak asasi segala bangsa,


termasuk bangsa Indonesia;

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 88


2) Motivasi bangsa Indonesia yang teguh dan kuat
untuk merdeka, dan anti penjajahan karena
bertentangan dengan nilai-nilai kemanusian dan
keadilan;

3) Kemerdekaan adalah hak asasi manusia.

b. Alinea 2

―Dan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah


kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa
mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang
kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu,
berdaulat adil dan makmur.‖

Alinea kedua ini secara garis besar memuat tentang hak


asasi manusia dan perjuangan Indonesia. Terdapat hubungan
kausul antara perjuangan kemerdekaan dengan kenyataan
adanya penjajahan terhadap bangsa Indonesia. Nilai-nilai
kebangsaan yang terkandung di dalamnya adalah:

1) Bersatu mengandung arti bahwa bangsa Indonesia


adalah kebulatan kesatuan dan tidak dapat
dipisahkan.

2) Berdaulat diartikan dalam eksistensi negara


merdeka, di mana dapat berdiri di atas kemampuan,
kekuasaan, dan kekuatan sendiri.

3) Adil berarti negara Indonesia menjunjung keadilan


bagi bangsanya dan memiliki kedudukan yang sama
dalam hukum.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 89


4) Makmur mengandung arti sebagai pemenuhan
kebutuhan manusia baik material maupun spiritual,
baik jasmani dan rohani.

c. Alinea 3

―Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan


didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan
kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan
ini menyatakan kemerdekaannya‖.

Garis besar Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya


adalah:

1) Bangsa Indonesia adalah bangsa yang relijius;

2) Pernyataan realisasi dan harapan membentuk


Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat,
adil dan makmur.

3) Bahwa Rakyat Indonesia meyakini adanya campur


tangan Tuhan kemerdekaan Bangsa Indonesia
adalah rahmat-Nya.

4) Asas moral yang menjunjung hak kodrat dan hak


moral untuk segala bangsa supaya berkehidupan
kebangsaan.

d. Alinea 4

‖Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu


pemerintah negara Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdasakan kehidupan bangsa,

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 90


dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia, yang terbentuk dalam suatu
susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan Yang
Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan.‖

Garis besar nilai-nilai kebangsaan yang terkandung pada


alinea ini adalah:

1) Dasar Negara dan tujuan Negara Indonesia;

2) Rumusan tujuan Negara yaitu melindungi segenap


bangsa dan tumpah-darah Indonesia,
mensejahterakan rakyat, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melakasanakan ketertiban dunia;

3) Cita-cita negara: ―...untuk membentuk suatu


Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencedaskan kehidupan
bangsa…‖ ―…dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial…‖.

Nilai dapat dibuat dalam beberapa kategori. Salah satu

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 91


kategori nilai yang disampaikan Sowey (2013) adalah:

1) Personal/Individual Values adalah keyakinan inti,


dan filosofi yang dianut seseorang tentang
kehidupan dan tujuannya. Nilai-nilai ini menentukan
dan memengaruhi tindakan apa yang dipilih
seseorang. Nilai-nilai dapat mencakup integritas,
kemurahan hati, komitmen, penerimaan, ketekunan,
dan kerja keras. Masyarakat mendefinisikan dan
mengidentifikasi seseorang berdasarkan nilai-nilai
yang dipegangnya.

2) Family Values merujuk pada cita-cita yang


memandu kehidupan keluarga, kemudian diturunkan
dari generasi ke generasi. Nilai-nilai menentukan
perilaku dalam berbagai situasi, membantu
membuat pilihan-pilihan, memperkuat ikatan dalam
keluarga; termasuk mengampuni, rasa hormat,
kejujuran dan tanggung jawab.

3) Cultural/communal/Societal Values adalah asumsi,


keyakinan atau prinsip yang memandu pengambilan
keputusan dan tindakan orang-orang di masyarakat.
Nilai-nilai juga merupakan norma yang dianut oleh
kelompok orang yang memiliki kesamaan identitas
primordial; termasuk berbagi, menghormati
pemimpin, kepatuhan dan cinta.

4) Religious/Spiritual Values adalah sesuatu yang


menentukan apa yang diharapkan dari diri sendiri
dan orang lain berdasarkan keyakinan dalam

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 92


agamanya; yakni mewakili prinsip-prinsip inti yang
memandu pengambilan keputusan sehari-hari
seperti kesetiaan, kasih sayang, kesederhanaan,
kejujuran, cinta, kesucian, kesederhanaan,
kesalehan dan kepatuhan.

5) Organizational/Institutional Values adalah norma-


norma yang menunjukkan perilaku organisasi, bagai
menara penuntun, yang mengarahkan proses
pengembangan dan pertumbuhan organisasi, seperti
termasuk kerja sama tim, komitmen, keunggulan,
profesionalisme dan komunikasi.

6) Nilai-nilai Kebangsaan (National Values) adalah


dasar keyakinan suatu bangsa yang memandu
pilihan-pilihan, tindakan-tindakan, dan perilaku
warga Negaranya. nilai-nilai kebangsaan juga
memberikan pengaruh pada hubungan antar individu
satu dengan lainnya, komunitas satu dengan lainnya,
dan interaksi pemerintahan dengan warganya. Jadi
nilai-nilai akan menentukan identitas rakyatnya.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, pelayanan


publik adalah unsur yang paling penting, sehingga
masyarakat dapat secara langsung merasakan pelayanan
publik. Ada beberapa nilai dalam pelayanan publik seperti:

1) Standar etika profesional;

2) Penggunaan sumberdaya yang efisien dan efektif;

3) Layanan yang responsif, cepat, efektif, dan adil;

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 93


4) Masyarakat terlibat dalam proses pembuatan
kebijakan;

5) Tindakan administrative yang akuntabel;

6) Transparans, akurat dan tepat waktu dalam


memberikan informasi kepada publik;

7) Persaingan sehat dan prestasi sebagai dasar


promosi dan penempatan;

8) Representatif dari komunitas yang beragam; dan

9) Memberikan kesempatan yang memadai dan setara


untuk semua kelompok.

4.6 Teori-Teori Kebangsaan

Ada beberapa teori tentang kebangsaan. Teori kebangsaan


yang mendukung peningkatan kesadaran para warga negara antara
lain:
a. Teori Kebangsaan dari Hans Kohn (dalam Maor, 2017)

Hans Kohn (seorang ahli antropologi etnis)


mengemukakan teorinya ―bahwa bangsa itu terbentuk
karena persamaan bahasa, ras, agama, peradaban,
geografi, teritori dan warga negara. Suatu bangsa juga
tumbuh dan berkembang dari anasir-anasir serta akar-
akar yang terbentuk melalui suatu proses sejarah.‖

b. Teori Kebangsaan dari Ernest Renan (1982)

Pokok-pokok piiran Renan tentang bangsa meliputi:

1) Bangsa adalah suatu jiwa dan suatu asas

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 94


kerohanian

2) Bangsa adalah suatu solidaritas

3) Bangsa adalah suatu hasil sejarah

4) Bangsa bukan merupakan sesuatu yang abadi

5) Wilayah dan ras bukanlah suatu penyebab timbulnya


bangsa

Ernest Renan mengatakan bahwa kejayaan di masa


lampau, suatu keinginan hidup bersama baik di masa
sekarang dan di masa yang akan datang, serta
penderitaan-penderitaan bersama adalah faktor yang
membentuk jiwa bangsa.

c. Teori kebangsaan dan geopolitik

Teori geopolitik akan mempengaruhi pelaksanaan nilai-


nilai kebangsaan. Kebijakan pemilihan ideologi, kebijakan
politik, kebijakan tata ruang dan kebijakan yang mengatur
pertumbahan dan perkembangan ilmu dan teknologi akan
mempengaruhi kebangsaan dari warga negara.
Beberapa pendapat teori geopolitik dan kebangsaan yaitu:

1) Frederich Ratzel (1844–1904)

―There is in this small planet, sufficient space for only


one great state‖. Teorinya menyatakan bahwa
pertumbuhan negara dapat dianalogikan dengan
pertumbuhan organisme yang memerlukan ruang
hidup, melalui proses lahir, tumbuh, berkembang,

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 95


mempertahankan hidup tetapi dapat juga menyusut
dan mati. Negara identik dengan suatu ruang yang
ditempati oleh kelompok politik dalam arti kekuatan.
Makin luas potensi ruang makin memungkinkan
kelompok politik itu tumbuh (teori ruang).

Suatu bangsa dalam mempertahankan


kelangsungan hidupnya tidak terlepas dari hukum
alam. Hanya bangsa yang unggul yang dapat
bertahan hidup terus dan langgeng. Semakin tinggi
budaya bangsa, maka semakin besar kebutuhan
atau dukungan sumber daya alam. Apabila tidak
terpenuhi maka bangsa tersebut akan mencari
pemenuhan kebutuhan kekayaan alam di luar
wilayahnya. Apabila ruang hidup negara (wilayah)
sudah tidak mencukupi, maka dapat diperluas
dengan mengubah batas negara baik secara damai
maupun dengan kekerasan/perang.

2) James Burnham (1941)

Aksioma geopolitik Burnham (dalam, Strausz-Hupé,


1942), mengatakan bahwa, ―Jika ada satu daya
berhasil mengatur (Eurasia) Heartland dan
hambatan luar, kekuatan itu pasti akan menguasai
dunia.‖

3) Karl Haushofer (1896-1946)

Teorinya berkembang di Jerman di era Adolf Hitler,

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 96


dan di Jepang berupa ajaran Hako Ichiu yang
berlandaskan mliterisme dan paham fasisme. Pokok
teori Haushofer yaitu: ―Suatu bangsa dalam
mempertahankan hidupnya tidak terlepas dari
hukum alam, sehingga hal ini menjurus pada
ekspansionisme. Kekuasaan imperium daratan yang
kompak akan dapat menandingi kekuasaan
imperium Maritim dalam penguasaan laut. Beberapa
negara besar dunia akan menguasai Eropa, Afrika,
Asia Barat, Asia Timur Raya.‖

4.7 Nilai-Nilai Kebangsaan dalam Konteks

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan


negara yang besar, yang memiliki beragam budaya, suku, agama,
keyakinan, bahasa dan kekayaan alamnya yang melimpah. Bangsa
Indonesia termasuk bangsa yang unik, karena masyarakatnya tinggal
di kepulauan yang berbeda, tapi dengan sejarah yang jauh berbeda.
Perbedaan suku bangsa, bahasa, adat, dan sumber kekayaan alam
kalau tidak dikelola dengan baik akan mudah terjadinya konflik. Oleh
karena itu, perlu dibentuk dengan pemikiran yang sama dengan
memiliki nilai-nilai kebangsaan.

Nilai kebangsaan merupakan komponen penting yang harus


diingat semua masyarakat Indonesia. Nilai kebangsaan bisa menjadi
sumber untuk membentuk rasa kebangsaan yang bisa mewujudkan
cita-cita bangsa Indonesia. Ada empat macam konsensus Indonesia
yang masing-masing memiliki nilai kebangsaan di dalamnya, yaitu:

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 97


a. Pancasila

Kelima Sila dari Pancasila ini akan membentuk nilai-nilai


kebangsaan:

1) Nilai Religionalitas, yaitu nilai-nilai spiritual yang


harus dimiliki oleh masyarakat Indonesia
berdasarkan nilai-nilai agama dan keyakinan yang
dianutnya. Diharapkan tiap warga negara memiliki
rasa toleransi terhadap pemeluk agama lainnya di
Indonesia. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai
penegasan bahwa seluruh komponen bangsa harus
beragama dari 6 agama yang sudah ditetapkan
pemerintah yaitu Islam, Katolik, Protestan, Hindu,
Budha dan Konghucu.

2) Nilai Kekeluargaan, yaitu nilai-nilai kebersamaan


dengan sesama warga Indonesia tanpa
membedakan agama dan keyakinan, latar belakang
kehidupan dan asal usulnya.

3) Nilai Keselarasan, yaitu keinginan untuk memahami


dan menerima budaya dan kearifan lokal sebagai
wujud dari nilai-nilai kemajemukan Indonesia.

4) Nilai Kerakyatan, yaitu memiliki keinginan untuk


berpartisipasi dalam merencanakan, merumuskan
dan menjalankan kebijakan publik untuk kepentingan
rakyat banyak dan mewujudkan bangsa yang
berdaulat

5) Nilai Keadilan, yaitu berbuat adil terhadap sesama

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 98


manusia dan mewujudkan keadilan bagi seluruh
rakyat Indonesia

b. NKRI

Nilai-nilai kebangsaan dari adanya Negara Kesatuan


Republik Indonesia yang memilik 17.500 pulau, 714 suku,
dan 1001 bahasa daerah, akan menyadarkan semua
masyarakat akan nilai-nilai:

1) Nilai kesatuan wilayah, yaitu sebagai negara


kepulauan dengan perairan sebagai pemersatu
ribuan pulau bukan pemisah.

2) Nilai persatuan bangsa, yaitu sebuah realisasi


Indonesia sebagai bangsa yang majemuk dengan
beragam agama, suku, budaya dan politik.

3) Nilai kemandirian, yaitu membangun negara


Indonesia di atas prinsip kemandirian dengan
menggunakan secara bijak kemampuan sumber
daya manusia, alam dan budaya yang dimiliki
Indonesia untuk kesejahteraan dan kejayaan bangsa
Indonesia.

c. Bhinneka Tunggal Ika

Nilai-nilai kebangsaan juga bersumber dari semboyan


Bhinneka Tunggal Ika atau berbeda-beda tetapi tetap
satu juga:

1) Nilai toleransi, yaitu memiliki sikap memahami dan


menerima orang lain dengan keyakinan, suku,

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 99


bahasa dan pandangan politik yang berbeda dan
hidup bersama mereka dengan damai.

2) Nilai keadilan, yaitu memiliki sikap adil untuk


menjalankan segala kewajiban sebagai warga
negara.

3) Nilai gotong royong, yaitu memiliki sikap untuk mau


bekerja sama dengan kelompok masyarakat dalam
segala macam urusan untuk kepentingan bersama,
masyarakat dan negara.

d. UUD 1945

Nilai-nilai kebangsaan yang bersumber dari UUD 1945:

1) Nilai Demokrasi, yaitu mengandung makna bahwa


setiap warga negara memiliki kebebasan berserikat
dan mengemukakan pendapat.

2) Nilai kesamaan derajat, yaitu setiap warga negara


memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum.

3) Nilai ketaatan hukum, yaitu setiap warga negara


harus taat terhadap hukum dan peraturan yang
berlaku.

Nilai-nilai kebangsaan tersebut menjadi wujud sikap dan


perilaku yang akan kita lakukan dan tunjukkan sebagai
warga negara Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 100


4.8 Tugas / Diskusi

Pengantar Diskusi:

ada sebuah media online mengkritisi tentang masalah-


masalah besar bangsa Indonesia setelah 75 tahun
kemerdekaan, yaitu (diringkas oleh pen.), ―…. berikut ini
adalah masalah-masalah besar yang bertahun-tahun masih
terjadi di Indonesia dan penanganannya tak kunjung tuntas,
malah cenderung semakin rumit, di antaranya: (1) Kasus
korupsi dan demokrasi transaksional yang marak terjadi, (2)
Kasus pelanggaran HAM, (3) Masalah SARA yang tak henti-
hentinya dimunculkan, (4) Masalah OPM yang belum juga reda,
dan (5) masalah Hukum/Keadilan yang bisa dijual-belikan.‖

Dari sinyalemen di atas, nampaknya ada persoalan


nilai-nilai kebangsaan dan karakter bangsa yang belum tuntas
dan belum dihayati sepenuhnya oleh seluruh elemen bangsa
Indonesia.

Tugas:
Coba diskusikan dan berikan pandangan/pendapat saudara,
dengan merujuk kepada teori-teori yang telah dijelaskan di
atas, mengenai ada atau tidaknya pergeseran nilai-nilai
kebangsaan dan karakter bangsa yang tengah terjadi. Bila ada,
coba jelaskan apa penyebabnya dan apa kira-kira solusinya.
Jika anda memiliki pendapat lain, silahkan jelaskan berikut
alasan-alasannya.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 101


4.9 Daftar Pustaka

Buchori, Mochtar. (1994). Ilmu Pendidikan Dan Praktek Pendidikan.


Jakarta: IKIP Muhammadiyah.
Budisantoso, Suryosumarto (2001). Ketahanan Nasional Indonesia,
Penangkal Disintegrasi Bangsa dan Negara. Jakarta: Raja
Grafindo Persada,
Crowther, D., dan Aras, G. (2008). Corporate Social Responsibility.
Retrieved from: www.bookbon.com. Diakses tanggal 9 April
2021 pk 06.00 WIB.
Hadiatmaja, Sarjana. (2001). Etika Jawa. Yogyakarta.Grafika Indah.
Hans, Kohn. (1984). Nasionalisme Arti Dan Sejarahnya. Jakarta:
Erlangga.
I Wayan Koyan. (2000). Pendidikan moral: pendidikan lintas budaya.
Jakarta: PPGSM
Kaelan dan Achmad Zubaidi. (2012). Pendidikan Kewarganegaraan.
Yogyakarta: Paradigma.
Robert Strausz-Hupé. (1942). Geopolitics: The Struggle for Space
and Power. New York: G.P. Putnam‘s Sons.
Sayektiningsih, Bambang Sumardjoko, dan Achmad Muhibin. (2017).
Penanaman Nilai-Nilai Karakter Dalam Pembelajaran
Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan di Madrasah
Aliyah Muhammadiyah Klaten. Jurnal Managemen Pendidikan
12, no. 2 (2017): 228–38.
Toynbee, Arnold J. (1956). A Study of History. London: Oxford
University Press,
Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Winarno. (2013). Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
Jakarta: Bumi Aksara.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 102


BAB 5
KARAKTER BANGSA

5.1 Pendahuluan

Karakter berasal dari bahasa Yunani ―Karasso‖ yang berarti


membuat tanda sebagai suatu pertanda yang membedakan satu dan
lainnya. Menurut Badan Penelitian dan Pengambangan Kurikulum
Kemendiknas tahun 2010 menyebutkan bahwa karakter adalah watak,
tabiat, akhlak atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil
internalisasi berbagai kebijakan (virtues) yang diyakini dan digunakan
sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan
bertindak. Kebajikan yang dimaksud terdiri atas sejumlah nilai, moral,
dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan
hormat kepada orang lain.

Interaksi individu dengan dengan individu atau kelompok


lainnya dapat menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter
bangsa. Pengembangan karakter bangsa dapat dimulai dari
pengembangan karakter pada individu melalui pendidikan yang
berjenjang, bertingkat dan berlanjut.

5.2 Konsep Karakter Bangsa

Kebijakan Nasional pembangunan karakter bangsa tahun


2010-2025 mendefinisikan karakter bangsa sebagai kualitas perilaku
kolektif kebangsaan yang khas yang tercermin dalam kesadaran,
pemahaman, rasa, karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara
sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah
raga seseorang atau sekelompok orang.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 103


Karakter bangsa Indonesia akan menentukan perilaku kolektif
kebangsaaan Indonesia yang khas, hal ini tercermin dalam
kesadaran, pemahaman, rasa karsa, dan perilaku berbangsa dan
bernegara Indonesia berdasarkan nilai-nilai Pancasila, dasar hukum
UUD 1945, keberagaman dengan prinsip bhinneka tunggal ika dan
komitmen terhadap NKRI. Tujuan membangun karakter bangsa
adalah untuk membina dan mengembangkan karakter warga negara
yang berlandaskan nilai-nilai pancasila. Pembangunan karakter
merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan pembukaan
UUD 1945.

Dalam hal pembinaan karakter bangsa akan mengerucut pada


tiga tujuan besar untuk menumbuhkan dan memperkuat jati diri
bangsa, untuk menjaga keutuhan negara kesatuan republik Indonesia,
dan untuk membentuk manusia dan masyarakat Indonesia yang
berakhlak mulia dan bangsa yang bermartabat juga mencintai
lingkungan.

Pendidikan karakter merupakan bentuk kegiatan manusia yang


di dalamnya terdapat suatu tindakan yang mendidik diperuntukkan
bagi generasi selanjutnya. Tujuan pendidikan karakter adalah untuk
membentuk penyempurnaan diri individu secara terus-menerus dan
melatih kemampuan diri demi menuju kearah hidup yang lebih baik.
Pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk
mewujudkan visi pembangunan Nasional yaitu mewujudkan
masyarakat berakhlak mulia bermoral, beretika, berbudaya, dan
beradab berdasarkan falsafah pancasila.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 104


Karakter yang berlandaskan falsafah Pancasila artinya setiap
aspek karakter harus dijiwai kelima sila Pancasila secara utuh dan
kemprehensif yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Karakter yang Berketuhanan Yang Maha Esa

Karakter berketuhanan Yang Maha Esa seseorang


tercermin antara lain hormat dan bekerja sama antara
pemeluk agama dan penganut kepercayaan, saling
menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai
dengan agama dan kepercayaannya itu; tidak
memaksakan agama dan kepercayaannya kepada orang
lain.

b. Bangsa yang Menjunjung Kemanusiaan yang Adil dan


Beradab

Karakter kemanusiaan seseorang tercermin antara lain


dalam pengakuan atas persamaan derajat, hak, dan
kewajiban; saling mencintai; tenggang rasa; tidak
semena-mena terhadap orang lain; gemar melakukan
kegiatan kemanusiaan; menjunjung tinggi nilai
kemanusiaan.

c. Bangsa yang Mengedepankan Persatuan dan


Kesatuan Bangsa

Komitmen dan sikap yang selalu mengutamakan


persatuan dan kesatuan Indonesia di atas kepentingan
pribadi, kelompok, dan golongan merupakan karakteristik
pribadi bangsa Indonesia. Karakter kebangsaan
seseorang tecermin dalam sikap menempatkan persatuan,

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 105


kesatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa di atas
kepentingan pribadi atau golongan; rela berkorban untuk
kepentingan bangsa dan negara.

d. Bangsa yang Demokratis dan Menjunjung Tinggi


Hukum dan Hak Asasi Manusia

Karakter kerakyatan seseorang tecermin dalam perilaku


yang mengutamakan kepentingan masyarakat dan
negara; tidak memaksakan kehendak kepada orang lain;
mengutamakan musyawarah untuk mufakat dalam
mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.

e. Bangsa yang Mengedepankan Keadilan dan


Kesejahteraan

Karakter berkeadilan sosial seseorang tecermin antara


lain dalam perbuatan yang mencerminkan sikap dan
suasana kekeluargaan dan kegotong-royongan.

Dalam upaya mengidentifikasi karakter bangsa ini, dapat


dilihat dari ciri-ciri Karakter Bangsa Indonesia sebagai berikut:

a. Saling menghormati dan saling menghargai;

b. Rasa kebersamaan dan tolong menolong;

c. Rasa persatuan dan kesatuan sebagai suatu bangsa;

d. Rasa peduli dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa


dan bernegara;

e. Adanya moral, akhlak yang dilandasi oleh nilai-nilai


agama;

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 106


f. Adanya perilaku dalam sifat-sifat kejiwaan yang saling
menghormati dan saling menguntungkan;

g. Adanya kelakuan dan tingkah laku yang senantiasa


menggambarkan nilai-nilai agama, nilai-nilai hukum dan
nilai-nilai budaya; dan

h. Sikap dan perilaku yang menggambarkan nilai-nilai


kebangsaan.

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembangunan karakter


bangsa Indonesia antara lain faktor Ideologi, politik, ekonomi, sosial
budaya, agama, normatif (hukum dan peraturan perundangan),
pendidikan, lingkungan, kepemimpinan.

Terdapat 18 Nilai Pendidikan Karakter Bangsa Indonesia


menurut Kementerian Pendidikan Nasional Indonesia, yaitu:

a. Religius

Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan


ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan
pemeluk agama lain.

b. Jujur

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya


sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam
perkataan, tindakan, dan pekerjaan.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 107


c. Toleransi

Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,


suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain
yang berbeda dari dirinya.

d. Disiplin

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh


pada berbagai ketentuan dan peraturan.

e. Kerja Keras

Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh


dalam mengatasi berbagai hambatan serta
menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

f. Kreatif

Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara


atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

g. Mandiri

Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada


orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

h. Demokratis

Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama


hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

i. Rasa Ingin Tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk


mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu
yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 108


j. Semangat Kebangsaan

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang


menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan diri dan kelompoknya.

k. Cinta Tanah Air

Cara berpikir, bersikap, dan berperilaku yang


menunjukkan rasa kesetiaan, kepedulian dan
penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan
fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.

l. Menghargai Prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk


menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat,
dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang
lain.

m. Bersahabat/Komunikatif

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk


menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat,
dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang
lain.

n. Cinta Damai

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk


menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat,
dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang
lain.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 109


o. Gemar Membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai


bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

p. Peduli Sosial

Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan


pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

q. Peduli Lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah


kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi.

r. Tanggung Jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas


dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan,
terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,
sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.

5.3 Nilai-Nilai Kebangsaan

Bangsa Indonesia dibangun dan bertumbuh dengan menganut


nilai-nilai yang dipedomani dan dijalankan oleh masyarakatnya.
Adanya nilai-nilai kebangsaan ini berkontribusi dalam membangun
bangsa Indonesia. Sebagai bangsa besar haruslah menjaga,
memahami, dan mengimplementasikan nilai-nilai kebangsaan demi
tetap tegak dan utuhnya NKRI.

Nilai-nilai kebangsaan adalah nilai yang melekat pada diri


setiap warga negara atau norma-norma kebaikan yang terkandung

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 110


dan menjadi ciri kepribadian bangsa Indonesia yang bersumber dari
nilai-nilai Pancasila, Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
Bhinneka Tunggal Ika yang dicerminkan dari sikap dan perilaku
setiap warga negara sebagai bangsa Indonesia yang senantiasa
mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan
wilayah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,
tanpa mengesampingkan tanggung jawab untuk menghargai bangsa
dan negara lain. Bagi bangsa Indonesia yang beradab, kedaulatan
(sovereignty) tidak hanya mengandung ―privilege‖ berupa jurisdiksi
untuk mengatur, menegakkan hukum dan mengadili segala hal yang
berada dalam wilayah negara, tetapi juga mengandung tanggung
jawab (responsibility) untuk menghormati nilai-nilai kemanusiaan atas
dasar norma, nilai dan standar universal dan menghormati pula
negara lain untuk dapat menjamin kesejahteraan serta keamanan
Nasional, regional dan internasional. Adapun nilai-nilai yang
membangun bangsa Indonesia antara lain:

a. Nilai Sopan-santun;

b. Nilai Kekeluargaan;

c. Nilai Persatuan dan Kesatuan;

d. Nilai Kejuangan;

e. Nilai Semangat;

f. Nilai Kebersamaan/Gotong royong;

g. Nilai Kepedulian/Solidaritas; dan

h. Nilai Tanggung Jawab.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 111


Upaya memperkuat nilai kebangsaan dengan dilaksanakannya
Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan. Hal tersebut diharapkan dapat
memupuk rasa, paham, dan semangat kebangsaan masyarakat
Indonesia untuk menjadi manusia berkarakter kebangsaan yang kuat.
Pemantapan Nilai-nilai Kebangsaan tersebut bertujuan untuk
mentransformasikan, menumbuhkan dan melestarikan nilai-nilai
kebangsaan kepada setiap komponen bangsa yang bersumber dari
Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI. Diharapkan
nilai-nilai kebangsaan tersebut dapat tercermin di dalam pemikiran,
sikap dan perilaku setiap Warga Negara Indonesia, untuk memahami
pentingnya mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta
kesatuan wilayah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.

Penanaman nilai ini juga diharapkan dapat menciptakan


karakteristik bangsa Indonesia yang maju dan modern. Karakter
bangsa yang mencerminkan warga masyarakat memiliki etika yang
dipegang teguh, memiliki tanggung jawab, masyarakat dapat saling
menghormati hak-hak orang lain, patuh pada hukum dan aturan,
memegang teguh kedisiplinan dan tepat waktu, memegang teguh
integritas dan kejujuran, serta memiliki semangat kerja atau etos kerja
yang tinggi.

5.4 Nilai-Nilai Kebangsaan Dalam Perspektif Akademik

Pembahasan mengenai nilai-nilai kebangsaan dalam


perspektif akademis, dapat dipandang dalam beberapa aspek,
meliputi: nilai-nilai kebangsaan sebagai nilai konstitusi dan Nilai-nilai
Kebangsaan Sebagai Kristalisasi Nilai Yang Terkandung Dalam
Konsensus Dasar Bangsa.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 112


a. Nilai-Nilai Konstitusi

Konstitusi pertama kali dikenal di Negara Perancis, yaitu


berasal dari bahasa Perancis Constituer, yang berarti
membentuk. Yang dimaksud dengan membentuk disini
adalah membentuk suatu Negara (Astim Riyanto, 2000).
Dengan pemakaian istilah konstitusi, yang dimaksud
adalah pembentukan suatu Negara. Hal ini disebabkan,
konstitusi mengandung permulaan dari segala peraturan
mengenai suatu Negara. Istilah tersebut muncul karena
Perancis yang pertama kali membahas teori konstitusi
sebagai cabang ilmu pengetahuan yang dilatar belakangi
gejala-gejala sosial. Hal tersebut tidak mengherankan
karena Negara itu paling sering menghadapi persoalan
konstitusi. Sampai masa republik ke-4 (1946) Perancis
sudah mengenal 12 macam konstitusi. Dalam liberator,
bahkan Perancis sering disebut sebagai Laboratory of
constitution making.

Konstitusi Prancis dikatakan paling lengkap karena


mengandung beberapa unsur, yaitu:

1) Sendi-sendi dasar filsafat; artinya, perenungan yang


mendalam terhadap sesuatu ilmu;

2) Art/hasil dari seni; kata-katanya tidak menimbulkan


banyak penafsiran;

3) Konstitusi itu harus sistematis; didalam konstitusi itu


harus sistematis, antara pasal yang satu dengan
pasal yang lain tidak boleh saling bertentangan.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 113


4) Kalimatnya tidak terlalu panjang dan tidak terlalu
pendek.

Sehubungan dengan hal itu, M. Solly Lubis, S.H.


mengemukakan Istilah ―konstitusi‖ berasal dari ―consituer‖
(bahasa Perancis), yang berarti membentuk. Dengan
pemakaian istilah konstitusi, yang dimaksud ialah
pembentukan suatu Negara, atau menyusun dan menyatakan
suatu Negara. Dalam hal yang sama, Dr. Wirjono Prodjodikoro,
S.H. mengemukakan: Perkataan ―konstitusi‖ berarti
―pembentukan‖, berasal dari kata kerja ―constitution‖ (Perancis)
yang berarti ―membentuk‖ Kini yang dibentuk ialah suatu
Negara, maka konstitusi mengandung permulaan dari segala
peraturan mengenai suatu Negara. Berkaitan dengan hal itu
pula, G.S. Diponolo mengatakan kata konstitusi dalam bahasa
Inggris dan Perancis ―constitution‖ berasal dari bahasa latin
―constitutio‖ yang kurang lebih berarti dasar susunan badan.

Seperti halnya dengan manusia yang mempunyai


konstitusi yaitu susunan bagian-bagian organ-organ yang
masing-masing mempunyai kedudukan dan fungsinya sendiri-
sendiri tetapi bersama-sama merupakan suatu rangkaian kerja
sama yang harmonis, begitupun halnya dengan Negara. Maka
konstitusi menurut makna katanya berarti dasar susunan
badan politik yang bernama Negara. Berkaitan dengan istilah
―Konstitusi‖ dalam bahasa Indonesia antara lain berpadanan
dengan kata ―Constituonale‖ (bahasa Perancis). ―Constitutio‖
(bahasa. Latin), ―Constitutons‖ (bahasa Latin), ―Constitutions‖

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 114


(bahasa Inggris), ―Constitutieí‖ atau ―Grongezet‖ (bahasa
Belanda), ―Verfassung‖ atau ‖Verfassunglehre‖ (Jerman).

Menurut Soemantri Martosoewignjo dalam buku Astim


Riyanto berjudul Teori Konstitusi, istilah konstitusi berasal dari
kata ―constitution‖, yang dalam bahasa Indonesia kita kenal
sebagai undang-undang dasar. Sementara itu C. F. Strong
sebagaimana dikutip oleh Agus Himmawan Utomo dalam buku
Konstitusi, pada prinsipnya nilai konstitusi memiliki dua tujuan,
yaitu: untuk memberikan pembatasan dan pengawasan
terhadap kekuasaan politik, dan untuk membebaskan
kekuasaan dari kontrol mutlak para penguasa serta
menetapkan batas-batas kekuasaan bagi penguasa.

Menurut Chandra Parbawati, terdapat 3 (tiga) tingkatan


nilai konstitusi yaitu: 1) Nilai normatif berarti konstitusi sebagai
hukum tertinggi sebuah bangsa benar-benar dipatuhi oleh
penguasa maupun masyarakat secara murni dan konsekuen;
2) Nilai nominal berarti konstitusi berlaku secara hukum,
namun dalam implementasinya belum bisa dijalankan secara
maksimal sebagaimana diterangkan Kusnardi dan Harmaily
Ibrahim dalam buku Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia;
dan 3) Nilai semantik mengartikan konstitusi tetap berlaku,
namun hanya formalitas semata dan digunakan dalam
menjalankan kekuasaan politik. Dalam praktiknya, terdapat
penyelewengan, sehingga konstitusi tidak dijalankan sama
sekali.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 115


Nilai-nilai konstitusi idealnya harus dilaksanakan secara
normatif, karena akan memengaruhi tercapai atau tidaknya
tujuan sebuah bangsa yang tercantum di dalam konstitusi,
dalam konteks Indonesia, tujuan bangsa Indonesia, di
antaranya, dapat dilihat pada Alinea Keempat UUD 1945,
yakni: ―…untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial…‖

Mewujudkan tujuan bangsa membutuhkan proses yang


panjang dan bukan hal yang mudah untuk mewujudkannya.
Seperti kondisi sekarang ini, di mana pendidikan,
perekonomian, kesehatan dan keadilan hukum yang belum
terwujud sesuai dengan apa yang diamanatkan konstitusi.
Maka, negara harus benar-benar hadir untuk memenuhi apa
yang menjadi hak warga negara.

Tidak dapat disangkal bahwa bangsa Indonesia


merupakan bangsa dan negara dengan tingkat kemajemukan
yang paling tinggi di dunia. Secara geografis Indonesia
merupakan negara kepulauan yang terdiri dan memiliki lebih
dari 17.000 pulau baik yang dihuni maupun yang tidak. Ditinjau
dari gatra demografi, menurut sensus penduduk tahun 2010,
penduduk Indonesia berjumlah lebih dari 237 juta jiwa yang
terdiri dari berbagai suku bangsa, ras, bahasa, budaya, adat
istiadat, kepercayaan dan agama. Para ahli mencatat bahwa di
Indonesia terdapat kurang lebih 358 suku bangsa dan 200 sub
suku bangsa. Demikian juga mengenai kehidupan beragama,

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 116


dilihat dari pemelukan agama, terdapat beberapa agama (yang
diakui pemerintah) dan dianut oleh penduduk Indonesia yakni:
Islam 88,1%, Kristen dan Katolik 7,89%, Hindu 2,5%, Budha 1%
dan yang lain 1%. Di samping itu pada kenyatannya ada
beberapa kepercayaan yang dianut oleh sebagian masyarakat
Indonesia walaupun tidak termasuk agama yang diakui secara
formal seperti Konghucu.

Dari kenyataan ini tidak dapat dipungkiri bahwa secara


kultural, Indonesia dibangun atas dasar kultur nusantara asli,
Hindu, Islam, Kristen dan juga barat modern. Keberagaman
atau kemajemukan merupakan modal dasar untuk
membangun bangsa yang besar dan kuat, jika perbedaan
tersebut disatukan berdasarkan asas komplementari atau
saling melengkapi satu sama lain secara harmonis.

Apabila ditelaah secara lebih dalam, maka dapat


ditemukan ada 3 (tiga) nilai yang terkandung, yakni:

1) Nilai Toleransi, merupakan satu sikap yang mau


memahami orang lain, sehingga komunikasi dapat
berlangsung secara baik;

2) Nilai Keadilan, merupakan satu sikap mau menerima


haknya dan tidak mau mengganggu hak orang lain;

3) Nilai Gotong Royong/Kerja sama, merupakan satu


sikap untuk membantu pihak/orang yang lemah,
agar sama-sama mencapai tujuan. Ada sikap saling
mengisi kekurangan orang lain, hal ini merupakan
konsekuensi dari manusia dan daerah yang memiliki

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 117


kemampuan yang berbeda dalam konteks otonomi
daerah.

Bila diterjemahkan lebih jauh, nilai-nilai Bhinneka


Tunggal Ika sebagai nilai yang menjadikan rakyat/warga
negara dapat hidup dan menata kehidupan bersama dengan
harmonis, bersatu sebagai kekuatan pembangunan negara.
Hal tersebut tidak berbeda, dan justru sangat relevan dengan
nilai-nilai kebangsaan yang dipersepsikan dari sila-sila
Pancasila, yaitu:

1) Penghormatan dan Kesederajatan (respect and


equality)

2) Kebebasan (fairness)

3) Non-diskriminasi, solidaritas, dan toleransi (non-


discrimination, solidarity and tolerancy)

4) Pengorbanan/kepedulian (empathy)

5) Kekeluargaan/gotong royong (cooperation)

6) Tanggung jawab (responsibility)

7) Kepercayaan (trust), dan

8) Produktivitas (productivity)

b. Nilai-nilai Kebangsaan Sebagai Kristalisasi Nilai Yang


Terkandung Dalam Konsensus Dasar Bangsa

Nilai-nilai kebangsaan sebagai kristalisasi nilai-nilai yang


terkandung dalam konsensus dasar bangsa meliputi:

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 118


1) Nilai Ketuhanan, yang di dalamnya mengandung
ajaran untuk memahami:

a) Bahwa terbentuknya bangsa dan negara


Indonesia adalah berkat perjuangan dari
seluruh komponen bangsa yang diridhoi oleh
Tuhan Yang Maha Esa,

b) Bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang


relijius, yang mempunyai dasar-dasar norma
dan etika yang berdasarkan ajaran agamanya,
mempunyai kaidah dan ukuran tentang
kebenaran dan keadilan yang dilandasi oleh
ajaran agama,

c) Bahwa kehidupan beragama masyarakat


Indonesia dilandasi oleh kebebasan untuk
memeluk agama bagi setiap orang dan
toleransi yang tinggi dengan dijamin dalam
melaksanakan syariatnya,

d) Bahwa masyarakat Indonesia menjunjung tinggi


kebenaran dan keadilan sesuai dengan nilai-
nilai luhur bangsa dan agama yang dianutnya.

e) Bahwa sistem kenegaraan yang dibangun


didasarkan pada ajaran-ajaran dan norma-
norma yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat Indonesia, baik norma agama
maupun norma adat.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 119


2) Nilai Kemanusiaan, yang di dalamnya mengandung
ajaran-ajaran, yaitu:

a) Bahwa setiap warga negara Indonesia


mengakui kedudukan setiap individu manusia
sebagai manusia yang berbudaya, menghargai
nilai-nilai sebagai manusia sosial yang beradab
(homo homini sosius) yang mampu beradaptasi
dengan lingkungan alam dan sosialnya, bukan
manusia bar-bar yang memangsa sesamanya
(homo homini lopus);

b) Bahwa bangsa Indonesia dan negara menjamin


hak-hak yang bersifat asasi dari seluruh warga
negaranya, disamping memberi kewajiban
kepada setiap warga negaranya untuk
menghormati hak-hak asasi orang lain;

c) Bahwa setiap warga negara mempunyai


kedudukan yang sama atau sederajad secara
hukum, secara politik, dan dalam memenuhi
kehidupannya;

d) Bahwa negara menjamin adanya hak untuk


berserikat, berkumpul dan mengeluarkan
pendapat dan pikirannya;

e) Bahwa negara mempunyai tanggung-jawab


yang bersifat mutlak untuk memajukan dan
mencerdaskan kehidupan rakyatnya, menjamin
terhadap anak dan masyarakat terlantar,
mengupayakan untuk menyiapkan lapangan

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 120


pekerjaan untuk memenuhi kehidupan
rakyatnya dan mencapai kemakmuran.

3) Nilai Persatuan, yang di dalamnya mengandung


ajaran-ajaran, yaitu:

a) Bahwa bangsa Indonesia adalah satu kesatuan


dalam bingkai NKRI dan tidak ada perbedaan
meskipun terdiri dari berbagai suku, ras, agama,
budaya dan adat istiadatnya;

b) Bahwa dalam menjalin hubungan antar sesama


komponen bangsa selalu mengedepankan
semangat kekeluargaan, gotong royong dan
musyawarah untuk mufakat, membangun
keharmonisan, menjaga keseimbangan dan
menumbuhkan solidaritas sosial;

c) Bahwa dalam setiap menghadapi ancaman dan


menyelesaikan masalah dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara kepentingan
Nasional menjadi acuannya;

d) Bahwa ada kesadaran bagi seluruh warga


negara tentang hakikat sebagai satu bangsa
yang disebut bangsa Indonesia;

e) Bahwa adanya jiwa dan semangat rela


berkorban demi negara dan bangsanya.

4) Nilai Demokrasi, yang di dalamnya mengandung


ajaran-ajaran, yaitu:

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 121


a) Bahwa adanya kesadaran mengenai
kekuasaan tertinggi (kedaulatan) ada ditangan
rakyat, sehingga setiap pemegang kekuasaan
tidak boleh berlaku sewenang-wenang;

b) Bahwa bangun negara dan sistem kenegaraan


yang dibangun didasarkan pada sistem
kerakyatan dengan pemisahan kekuasaan bagi
kelembagaan pemerintahan negara, bukan
sistem yang absolut ataupun totaliter;

c) Bahwa negara menjamin adanya kebebasan


bagi warga negara;

d) Bahwa negara memberikan kesempatan yang


sama bagi semua warga negara dalam
berpartisipasi di berbagai bidang kehidupan
yaitu politik, ekonomi, sosial budaya dan
pertahanan keamanan;

e) Bahwa ada kesadaran untuk taat, tunduk dan


patuh terhadap peraturan perundang-undangan
yang dibuat untuk mengatur kehidupan
masyarakat dan pelaksanaan pemerintahan
negara tanpa kecuali, baik untuk semua warga
negara maupun para pemegang kekuasaan,
atau dengan kata lain adanya supremasi
hukum;

f) Bahwa adanya jaminan terwujudnya keadilan


dalam penegakan hukum;

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 122


g) Bahwa adanya kehidupan politik yang
bebas, bersih dan mampu menyalurkan
aspirasi warga negaranya sehingga semua
produk kebijakan publik adalah benar-benar
untuk kepentingan rakyatnya.

5) Nilai Keadilan, yang di dalamnya mengandung


ajaran-ajaran, yaitu:

a) Bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara


didasarkan kepada aturan yang disepakati
bersama (hasil konsensus) yang di dalamnya
terdapat hak dan kewajiban yang sama,
jaminan untuk memperoleh kesempatan dan
perlakuan yang sama, dan jaminan untuk
memperoleh perlindungan yang sama dalam
rangka memenuhi kebutuhan hidupnya dan
menyelenggarakan kepentingannya;

b) Bahwa setiap warga negara akan diperlakukan


sama di hadapan hukum;

c) Bahwa setiap warga negara mempunyai hak


yang sama untuk berpartisipasi dalam
menetapkan nilai-nilai pengambilan keputusan
dan kebijakan terkait dengan kehidupan
berbangsa dan bernegara.

6) Nilai Pluralis dan Multikulturalis, yang di


dalamnya mengandung ajaran-ajaran, yaitu:

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 123


a) Bahwa adanya kesadaran terhadap realita
bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku
bangsa, etnis dan ras, agama, adat istiadat,
budaya dan bahasa yang berbeda satu sama
lain;

b) Bahwa dalam kehidupan berbangsa yang


majemuk dan multikultur harus menjunjung
tinggi toleransi, perlu penghormatan dan
pengorbanan satu sama lain, perlu menjaga
hubungan yang seimbang dan harmoni,
memerlukan saling kepedulian yang tinggi dan
cara pandang yang mencerminkan sikap dan
perilaku yang sederajad serta tidak ada
pelemahan dan memandang rendah posisi di
antara mereka dalam kehdupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara;

c) Bahwa dalam kehidupan yang prural dan


multikultural secara integral mengandung jiwa
dan semangat: penghormatan dan
kesederajatan (respect and equality),
kebebasan (fairness), non-diskriminasi,
solidaritas, dan toleransi (non-discrimination,
solidarity and tolerancy), pengorbanan
/kepedulian (empaty), kekeluargaan/gotong
royong (cooperation), tanggung jawab
(responsibility), dan kepercayaan (trust).

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 124


7) Nilai Patriotisme, yang di dalamnya mengandung
ajaran-ajaran, yaitu:

a) Bahwa semua warga negara mempunyai


kewajiban untuk ikut bela negara sesuai
dengan bidang tugas dan profesinya demi
kejayaan negara dan bangsa Indonesia;

b) Bahwa semua warga negara mempunyai


kesadaran untuk rela berkorban dan melakukan
apa saja demi bangsa dan negaranya;

c) Bahwa semua warga negara akan


mengutamakan kepentingan bangsa dan
negaranya di atas kepentingan pribadi dan
golongan;

d) Bahwa setiap warga negara tidak akan


melakukan tindakan yang merugikan, merusak
dan menghancurkan bangsa dan negaranya
serta tidak akan melakukan tindakan untuk
kepentingan bangsa atau negara lain.

c. Nilai-nilai Kebangsaan dan Keamanan Nasional

Nilai-nilai konstitusi idealnya harus dilaksanakan secara


normatif, karena akan memengaruhi tercapai atau
tidaknya tujuan sebuah bangsa yang tercantum di dalam
konstitusi. Dalam konteks Indonesia, tujuan bangsa
Indonesia, di antaranya, dapat dilihat pada alinea
keempat UUD 1945, yakni:―…untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 125


dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial…‖

Memang bukanlah hal yang mudah untuk


mewujudkannya, seperti kondisi sekarang ini di mana
pendidikan, perekonomian, kesehatan dan keadilan
hukum yang belum sepenuhnya dapat sesuai dengan apa
yang diamanatkan oleh konstitusi. Maka, negara harus
benar-benar hadir untuk memenuhi apa yang menjadi hak
warga negara. Kehadiran negara dalam seluruh aspek
kehidupan berbangsa dan bernegara tersebut dimaknai
sebagai upaya untuk mewujudkan keamanan nasional.
Keamanan nasional yang stabil akan mendukung segala
upaya pembangunan mewujudkan cita-cita bangsa antara
lain mewujudkan kesejahteraan masyarakat seluruh
Indonesia.

Gambar 5.1 Nilai-Nilai Dalam Konteks Keamanan Nasional


Sumber: diolah oleh Tim Penyusun

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 126


5.5 Perspektif Perubahan

Perspektif perubahan yang akan dibahas dalam bab ini, adalah


konteks perubahan konstitusi hasil amandemen UUD Negara RI
tahun 1945. Sebagaimana kita ketahui, bahwa sepanjang sejarahnya,
UUD 1945 telah mengalami empat (4) kali amandemen dari tahun
1999 hingga 2002, yaitu:

a. Amandemen Pertama UUD 1945 dilakukan dalam Sidang


Umum MPR 14-21 Oktober 1999;

b. Amandemen Kedua UUD 1945 dilakukan dalam Sidang


Tahunan MPR 7-18 Agustus 2000;

c. Amandemen Ketiga UUD 1945 dilakukan dalam Sidang


Tahunan MPR 1-9 November 2001; dan

d. Amandemen Keempat UUD 1945 dilakukan dalam


Sidang Tahunan MPR 1-11 Agustus 2002.

Beberapa hal penting terkait perubahan hasil amandemen


UUD 1945, adalah sebagai berikut:

a. Sistematika UUD 1945

1) Sebelum amandemen, sistematika UUD 1945


meliputi: bagian Pembukaan UUD 1945 terdiri dari 4
alinea; bagian batang-tubuh terdiri dari 16 bab, 37
pasal, 49 ayat, dan 4 pasal aturan peralihan, serta 2
ayat aturan tambahan.

2) Sesudah amandemen, sistematika UUD 1945


menjadi bagian Pembukaan UUD 1945 tetap terdiri
dari 4 alinea; bagian batang-tubuh UUD 1945,

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 127


menjadi 21 bab, 73 Pasal, 170 ayat, 3 pasal aturan
peralihan, serta 2 pasal aturan tambahan.

b. Sistem Politik

Sistem politik adalah mekanisme seperangkat fungsi atau


peranan dalam struktur politik dalam hubungan satu sama
lain yang menunjukkan suatu proses yang langsung
memandang dimensi waktu (melampaui masa kini dan
masa yang akan datang).

Sistem politik yang dianut di Indonesia adalah sistem


politik demokrasi pancasila yakni sistem politik yang
didasarkan pada nilai-nilai luhur, prinsip, prosedur dan
kelembagaan yang demokratis. Adapun prinsip-prinsip
sistem politik demokrasi di Indonesia antara lain:

1) Pembagian kekuasaan eksekutif, legislatif dan


yudikatif berada pada badan yang berbeda

2) Negara berdasarkan atas hukum

3) Pemerintah berdasarkan konstitusi

4) Jaminan terhadap kebebasan individu dalam batas-


batas tertentu

5) Pemerintahan mayoritas

6) Pemilu yang bebas

7) Parpol lebih dari satu dan mampu melaksanakan


fungsinya

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 128


c. Sistem Politik Indonesia Sebelum dan Sesudah
Amandemen

Indonesia menganut sistem politik demokrasi pancasila


yakni sistem politik yang didasarkan pada nilai-nilai luhur,
prinsip, prosedur dan kelembagaan yang
demokratis. Sistem politik sebelum amandemen UUD
NRI tahun 1945 adalah sebagai berikut:

1) Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum


(rechtsstaat)

2) Sistem konstitusional.

3) Kekuasaan tertinggi di tangan MPR

4) Presiden adalah penyelenggara pemerintah negara


yang tertinggi di bawah MPR.

5) Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.

6) Menteri negara adalah pembantu presiden, dan tidak


bertanggung jawab terhadap DPR.

7) Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas

Adapun sistem politik sesudah amandemen UUD NRI


tahun 1945 adalah sebagai berikut:

1) Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi


daerah yang luas. Wilayah negara terbagi dalam
beberapa provinsi.

2) Bentuk pemerintahan adalah republik, sedangkan


sistem pemerintahan presidensial.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 129


3) Presiden adalah kepala negara dan sekaligus kepala
pemerintahan. Presiden dan wakil presiden dipilih
secara langsung oleh rakyat dalam satu paket.

4) Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden dan


bertanggung jawab kepada presiden.

5) Parlemen terdiri atas dua bagian (bikameral), Dewan


Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan
Daerah (DPD). Para anggota dewan merupakan
anggota MPR. DPR memiliki kekuasaan legislatif
dan kekuasaan mengawasi jalannya pemerintahan.

6) Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Makamah


Agung dan badan peradilan d ibawahnya.

d. Dampak Sistem Politik Sebelum Amandemen UUD 1945

1) Dampak Negatif, dari sistem pemerintahan yang


bersifat presidensial:

a) Terjadi pemusatan kekuasaan negara pada


satu lembaga, yaitu presiden.

b) Peran pengawasan dan perwakilan DPR


semakin lemah.

c) Pejabat-pejabat negara yang diangkat


cenderung dimanfaatkan untuk loyal dan
mendukung kelangsungan kekuasaan
presiden.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 130


d) Kebijakan yang dibuat cenderung
menguntungkan orang-orang yang dekat
presiden.

e) Menciptakan perilaku KKN.

f) Terjadi personifikasi bahwa presiden dianggap


negara.

g) Rakyat dibuat makin tidak berdaya, dan tunduk


pada presiden.

2) Dampak Positif Sistem Pemerintahan Yang Bersifat


Presidensial:

a) Presiden dapat mengendalikan seluruh


penyelenggaraan pemerintahan.

b) Presiden mampu menciptakan pemerintahan


yang kompak dan solid.

c) Sistem pemerintahan lebih stabil, tidak mudah


jatuh atau berganti.

d) Konflik dan pertentangan antar pejabat Negara


dapat dihindari.

e. Dampak Sistem Politik Sesudah Amandemen UUD 1945

1) Dampak negatif, dari sistem politik pasca


amandemen:

a) Bentuk Negara kesatuan dengan prinsip


otonomi yang luas. Wilayah Negara terbagi
menjadi beberapa provinsi.

b) Bentuk pemerintahan adalah republik.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 131


c) Sistem pemerintahan adalah presidensial.

d) Presiden adalah kepala Negara sekaligus


kepala pemerintahan.

e) Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden


dan bertanggung jawab kepada presiden.

f) Parlemen terdiri atas dua (bikameral), yaitu


DPR dan DPD.

g) Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah


Agung dan badan peradilan di bawahnya.

2) Dampak positif sistem pemerintahan yang bersifat


presidensial:

a) Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan


MPR atas usul dan pertimbangan dari DPR.

b) Presiden dalam mengangkat pejabat negara


perlu pertimbangan dan/atau persetujuan DPR.

c) Presiden dalam mengeluarkan kebijakan


tertentu perlu pertimbangan dan/atau
persetujuan DPR.

d) Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar


dalam hal membentuk undang-undang dan hak
anggaran.

f. Struktur kelembagaan negara sebelum dan sesudah


amandemen UUD 1945

1) Struktur kelembagaan negara sebelum amandemen


UUD 1945

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 132


a) MPR adalah lembaga tertinggi negara sebagai
pemegang ―kekuasaan di tangan rakyat dan
dilakukan sepenuhnya oleh MPR‖; MPR
sebagai ―penjelmaan dari seluruh rakyat
Indonesia‖ berwenang menetapkan UUD,
GBHN, mengangkat presiden dan wakil
presiden; Keanggotaan MPR terdiri dari
anggota DPR, utusan daerah, dan utusan
golongan yang diangkat (termasuk di dalamnya
unsur anggota dari ABRI).

b) DPR adalah lembaga perwakilan rakyat yang


merupakan lembaga tinggi negara; Anggota
DPR adalah anggota Parpol hasil pemilu;
Presiden tidak dapat membubarkan DPR;
Presiden tidak bertanggung jawab kepada
DPR; DPR-RI berkedudukan di tingkat pusat,
DPRD tingkat I di provinsi, dan DPRD tingkat II
di kabupaten/kotamadya.

c) Presiden adalah lembaga negara yang


memegang kekuasaan eksekutif; Presiden
mempunyai kekuasaan untuk menjalankan
pemerintahan; Presiden mempunyai kedudukan
sebagai kepala pemerintahan dan sebagai
kepala negara; Presiden dan Wapres diangkat
dan diberhentikan dan bertanggung jawab
kepada MPR.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 133


d) Mahkamah Agung (MA) adalah lembaga tinggi
negara yang memegang kekuasaan
kehakiman; Kekuasaan kehakiman merupakan
kekuasaan yang merdeka untuk menegakkan
hukum dan keadilan. MA adalah pengadilan
tertinggi di negara kita; Peradilan di Indonesia
ada peradilan umum, peradilan agama,
peradilan militer, dan peradilan tata usaha
negara (PTUN).

e) BPK dan DPA adalah juga lembaga-lembaga


tinggi Negara yang wewenangnya cukup minim;
BPK bertanggung jawab dlm pengawasan
keuangan negara berdasarkan undang-undang;
DPA adalah Lembaga tinggi negara yang
berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan
Presiden dan berhak memajukan usul kepada
Presiden.

2) Struktur kelembagaan negara sesudah amandemen


UUD 1945

a) MPR adalah Lembaga tinggi negara yang


sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi
negara lainnya: Presiden, DPR, DPD, MA, MK,
BPK; Pasca amandemen keberadaan MPR
tidak lagi berkedudukan sebagai lembaga
tertinggi.

b) Presiden dan Wapres tidak dipilih langsung


oleh rakyat; Pasangan calon Presiden dan

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 134


Wapres diusulkan oleh Parpol atau gabungan
Parpol peserta pemilu; Presiden bertanggung
jawab langsung kepada Rakyat; Karena
Presiden dan Wapres dipilih oleh rakyat,
mereka mempunyai legitimasi yang sangat
kuat.

c) DPR memiliki kekuasaan legislatif pembentuk


UU, Pengawasan atas jalannya pemerintahan,
dan pemegang hak budenganet.

d) DPD adalah lembaga tinggi negara yang


mewakili kepentingan daerah dalam badan
perwakilan tingkat Nasional; Anggota DPD
dipilih secara langsung oleh rakyat di daerah
melalui pemilu.

e) BPK yang memiliki wewenang memeriksa


pengelolaan keuangan negara menurut UUD
1945; BPK merupakan lembaga yang bebas
dan mandiri; Anggota BPK dipilih oleh DPR
dengan memperhatikan pertimbangan DPD;
BPK berwenang mengawasi dan memeriksa
pengelolaan keuangan negara (APBN) dan
daerah (APBD) serta menyampaikan hasil
pemeriksaan kepada Presiden, DPR dan DPD.

f) Mahkamah Agung (MA) adalah lembaga


negara yang melakukan kekuasaan kehakiman,
menyelenggarakan peradilan untuk
menegakkan hukum dan keadilan. MA memiliki

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 135


badan-badan peradilan dalam Peradilan
Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan
PTUN.

g) Mahkamah Konstitusi (MK) berwenang


mengadili UU terhadap UUD 1945, memutus
sengketa kewenangan antar lembaga negara,
memutus pembubaran Parpol, memutus
sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan
atas pendapat DPR mengenai dugaan
pelanggaran oleh Presiden dan Wapres
menurut UUD.

h) Komisi Yudisial (KY) adalah lembaga negara


yang bersifat mandiri dan berfungsi mengawasi
perilaku hakim dan mengusulkan calon Hakim
Agung.

5.6 Karakter Bangsa dan Nilai-Nilai Kebangsaan dalam


Perspektif Perubahan

Sebagaimana dalam teori nasionalisme dipengaruhi yang oleh


pikiran-pikiran (Anthony Lewis), menyebutkan:

a. Etika dan filosofis (peran bangsa dalam masalah


kemanusiaan) di mana bangsa sebagai tujuan atau
sarana.

b. Antropologis dan politis:

1) Definisi sosial tentang bangsa, kaitan individu


dengan komunitas, bangsa sebagai ethnobudaya
yang diikat oleh kesamaan;

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 136


2) Sejarah, budaya, bahasa, ikatan kinship atau
komunitas sosial politik yang didasarkan pada
kesamaan wilayah, tempat tinggal, hak kewargaan
(citizenship rights) serta kesamaan hukum.

c. Historis dan Sosiologis:

1) Letak bangsa dalam sejarah kemanusiaan, sebagai


social construct atau cultural artefacts;

2) Imagined community;

3) Tradition of invention;

4) Nasionalisme sebagai ―political religion


(messianism)‖ kata anthony d smith; dan

5) Ideologisasi (destutt de tracy, 1754-1836)

d. Kebangsaan:

1) System of ideas concerning phenomena;

2) Way of thinking atau system of attitudes: pilars


kebangsaan (bhinneka tunggal ika, pancasila, UUD
1945 dan NKRI);

3) Jangan berhenti di upacara dan simbolisme;

4) Tantangan menghadang, perlu semen perekat baru


atas nasionalisme;

5) Kesenjangan tetap menonjol: pusat-daerah, antar


daerah, kaya-miskin, petani-buruh tani, majikan dan
buruh.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 137


e. Kunci nasionalisme sama dengan demokrasi

1) Komunikasi;

2) Urbanisasi;

3) Pendidikan massal;

4) Partisipasi politik;

5) Kontestasi; dan

6) Pluralism, khususnya multiculturalism.

f. Perubahan sebagai keniscayaan

1) Revolusi harapan dan tuntutan, jangan sampai


berubah menjadi revolution of frustration (daniel
lerner);

2) Teknologi informasi dan komunikasi;

3) Perbaikan pendidikan;

4) Globalism;

5) Neoliberalisme dalam bidang ekonomi; dan

6) Liberalisasi pasar.

g. Kontekstualisasi nasionalisme

1) Character and nation building era bung karno

2) Pembangunan masa pres soeharto

3) Liberalisme masa reformasi

4) Nationalism vs. Globalism

5) Ethnonationalism, religionationalism

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 138


6) ―Sumpah Pemuda baru?‖ atau ―what makes
Indonesian together now?‖ (Clifford Geertz).

h. Kesinambungan makna nasionalisme: beda antara


nasionalisme Eropa dengan Indonesia di mana
kemajemukan lebih menonjol, Nasionalisme sebagai
kekuatan inklusif dan membebaskan dari nilai lokalitas
dan ekslusivisme kelompok.

i. Indonesia Mutakhir: Kemajuan Pendidikan; Tuntutan


Partisipasi Warga san Daerah; Perkembangan
Lingkungan Strategis: Ideologi dan Teknologi; Neo
Liberalisme: Negara dan MNC Bersatu.

j. Peran Negara dan Pemimpin: Negara Maju, Semua


Tergantung Pada Sistem. Indonesia butuh arahan dari
―atas‖ (keteladanan para pemimpin); negara sebagai
kontruksi elit (elites‘ constructs); sejarah RI adalah
sejarah mobilisasi bukan partisipasi.

Dari uraian tentag karakter bangsa dan nilai-nilai kebangsaan


dalam perspektif perubahan di atas, kiranya Bangsa Indonesia akan
masuk ke sistem dunia baru: dengan harus dibarengi dengan
membangun daya saing bangsa, didukung dengan regulasi yang
konsisten, good governance, pemimpin kuat dan desentralism yang
jelas. Di bidang ekonomi perlu adanya perbaikan ekonomi yaitu
ekonomi yang menganut No Bourgeoisie No Democracy. Suatu
bangsa dihadapkan dengan alternative untuk keluar dari sistem
dengan segala risikonya. Mengambil jalan baru, ―Third Way”?
(Anthony Giddens).

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 139


5.7 Tugas / Diskusi

a. Jelaskan sistem politik Indonesia sesudah amandemen


telah memperhatikan keselarasan antara lembaga-
lembaga negara yang ada; ada check and balances;
pembagian kekuasaan yang adil; dan penataan lembaga
negara yang lebih efektif, jelas, dan sistematis.

b. Jelaskan perubahan nilai-nilai yang terjadi sebelum dan


setelah UUD 1945 diamandemen sebanyak empat kali.

c. Jelaskan apa dan pada pasal berapa dari UUD 1945 yang
terjadi perubahan nilai-nilai yang berhubungan dengan:

1) Hak dan kewajiban warga negara

2) Pengelolaan wilayah negara

3) Pemanfaatan/pengelolaan sumber daya alam

4) Pemerintahan daerah

5.8 Daftar Pustaka

Aiken, Henry D., The Age of Ideology: The 19th Century Philosophers,
A Mentor Book, 1956

Anderson, Benedict, Imagined Communities: Reflections on the


Origin and Spread of Nationalism, Verso, 1972

Astim Riyanto, Teori Konstitusi, (Bandung: Yapemdo, 2000), hal 17.

Chomsky, Noam, Deterring Democracy, Hill and Wang, New York,


1992

Drucker, Peter F., The New Realities, Mandarin, 1989

Eckstein, Harry, ―A Culturalist Theory of Political Change‖ American


Political Science Review, Vol. 82, 3, 1988, pp. 789-803

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 140


Fukuyama, Francis, The End of History and the Last Man, Avon
Books, New York, 1992

---, Trust: The Social Virtues dan The Creation of Prosperity, The
Free Press, New York, 1995

Gilpin, Robert, War dan Change in World Politics, Cambridengane


University Press, 1981

Goodin, Robert F, Tilly, Charles (eds.), The Oxford Handbook of


Contextual Political Analysis, Oxford Uni. Press, 2006

Haggard, Stephan and Kaufman, Robert R., The Political Economy of


Democratic Transitions, Princeton University Press, New Jersey,
1955

Held, David, Models of Democracy, Stanford of Uni. Press, Stanford,


1996

Huntington, Samuel P., The Third Wave: Democratization in the Late


Twentieth Century, University of Oklahoma Press, London,
1991,

---, The Clash of Civilizations: Remaking of World Order, a


Touchstone Book, New York, 1996

---, ―Robust Nationalism‖, National Interest, Winter 1999/2000, pp. 31-


40

Legrain, Philippe, Open World: The Truth about Globalisation,


Abacus, London, 2002

Lijphart, Arend, Patterns of Democracy: Government Forms and


Performance in Thirty-Six Countries, The Uni. Press, New
Haven, 1999

Maclean, John, ―Political Theory, International Theory, and Problems


of Ideology‖, Millenium: Journal of International Studies, Vol 10.
no. 2 (Summer), 1981, pp. 102-125

McRae, Hamish, The World in 2020: Power, Culture and Prosperity,


Harvard Business School Press, Boston, 1994

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 141


Moore, Barrington, The Social Origins of Dictatorship and Democracy,
Beacon Press, Boston, 1966

M Solly Lubis, Hukum Tata Negara, (Bandung: Mandar Maju), 2008,


hal 37.

Toffler, Alvin, Future Shock, a Bantam Book, 1970

Ramsbotam, Oliver, Woodhouse, Tom, Miall, Hugh, Contemporary


Conflict Resolution, Polity Press, Cambridengane, 2016 (4th
edition)

Smith, Anthony D., Nationalism and Modernism, Routledengane,


London, 1998

Tornquist, Olle, Assessing Dynamics of Democratisation, Palgrave,


Macmillan, 2013

Skocpol, Theda, ―Bringing the State Back in: Strategies of Analysis in


Current Research,‖ in Peter B. Evans, Dietrich Rueschemeyer
and Theda Scokpol (eds.) Bringing the State Back In,
Cambridengane Uni. Press, 1983

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 142


BAB 6
WAWASAN NUSANTARA

6.1 Pendahuluan

Wawasan Nusantara merupakan penjabaran dari dasar


geopolitik Indonesia. Ia mengandung unsur-unsur atau konsepsi yang
terdapat dalam teori geopolitik. Wawasan Nusantara dapat disebut
sebagai geopolitik apabila ditinjau dari tataran pemikiran konsepsi
yang berlaku di Indonesia, yaitu prasyarat bagi terwujudnya cita-cita
Nasional yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945. Prasyarat
yang harus terpenuhi adalah dalam konteks memanfaatkan ruang,
baik fisik maupun semu, guna membentuk persatuan dan kesatuan
bangsa.

Setiap bangsa dalam rangka mempertahankan kehidupannya,


eksistensinya, dan untuk mewujudkan cita-cita serta tujuan
Nasionalnya perlu memiliki pemahaman tentang geopolitik. Wawasan
Nusantara merupakan konsep Nasional dan geopolitik mengenai
kesatuan dan persatuan yang diposisikan sebagai perekat dalam satu
bangsa yaitu Indonesia.

6.2 Pengertian Wawasan Nusantara

Istilah wawasan nusantara berasal dari kata ―wawas‟ yang


berarti pandangan, tinjauan atau penglihatan indrawi. Akar kata ini
membentuk kata ―wawasan‟ berarti cara pandang, cara tinjau, atau
cara melihat. Sedangkan istilah nusantara berasal dari kata ―nusa‟
yang berarti pulau-pulau, dan kata ―antara‟ yang berarti diapit
diantara dua hal. Istilah nusantara dipakai untuk menggambarkan
kesatuan wilayah perairan dan gugusan pulau-pulau Indonesia yang
terletak di antara samudera Pasifik dan samudera Hindia dan
Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 143
diantara benua Asia dan benua Australia. Pengertian wawasan
nusantara menurut para ahli, antara lain:

a. Prof. Dr. Wan Usman menyatakan bahwa ―Wawasan


nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia
mengenai diri dan tanah airnya sebagai negara
kepulauan dengan semua aspek kehidupan yang
beragam‖.

b. Kelompok Kerja Lembaga Ketahanan Nasional


(Lemhannas) 1999 menyatakan bahwa ―Wawasan
nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa
Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang
beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan
persatuan dan kesatuan bangsa dan kesatuan wilayah
dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara untuk mencapai suatu tujuan‖.

c. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)


Tahun 1993 dan 1998 Tentang Garis-Garis Besar Haluan
Negara (GBHN) menyebutkan bahwa ―Wawasan
nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa
Indonesia mengenai diri dan lingkungannya dengan
mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta
kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk
mencapai tujuan Nasional‖.

Dengan demikian, pengertian Wawasan Nusantara adalah


suatu cara pandang dan sikap bangsa Indonesia diawali dari
lingkungannya serta memprioritaskan persatuan dan kesatuan

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 144


wilayah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa serta bernegara.
Wawasan Nusantara yaitu UUD 1946 dan Pancasila sebagai dasar
sikap serta cara pandang warga negara Indonesia. Dalam
menjalankan Wawasan Nusantara, diprioritaskan untuk memenuhi
kesatuan wilayah dan menghargai perbedaan yang ada untuk meraih
tujuan Nasional.

6.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Wawasan Nusantara

Wawasan nusantara berperan sebagai panduan bagi bangsa


Indonesia dalam penyelenggaraan kehidupan, sekaligus sebagai
rambu-rambu dalam mengisi kemerdekaan. Wawasan Nusantara
sebagai cara pandang bangsa Indonesia dalam melihat diri dan
lingkungannya, dipengaruhi oleh beberpa faktor. Faktor-faktor yang
mempengaruhi wawasan nusantara adalah wilayah, geopolitik,
perkembangan wilayah Indonesia serta dasar hukumnya.

6.3.1 Wilayah (Geografi)

a. Asas Kepulauan

Kata ―archipelago‟ dan ―archipelagic‟ berasal dari kata


Italia ―archipelagos‟. Aksara katanya ―archi‟ berarti
terpenting, terutama, dan kata ―pelagos‟ berarti laut atau
wilayah lautan. Jadi archipelago dapat diartikan sebagai
lautan terpenting. Istilah archipelago adalah wilayah
lautan dengan pulau-pulau di dalamnya. Arti ini kemudian
menjadi pulau-pulau saja tanpa menyebut unsur lautnya
sebagai akibat penyerapan bahasa barat, sehingga
archiopelago selalu diartikan kepulauan atau kumpulan
pulau-pulau. Kata archiopelago pertama kali dipakai oleh

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 145


John Crawford dalam bukunya The History of Indian
Archiopelago (1820). Kata Indian archiopelago
diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda Indesce Rchipel
yang semula ditafsirkan sebagai wilayah kepulauan
Andaman sampai Marshanai.

b. Kepulauan Indonesia

Bagian wilayah Indische Archipel yang dikuasi Belanda


dinamakan Netherlandsch Oost Indische Archipelago.
Itulah wilayah jajahan Belanda yang kemudian menjadi
wilayah Negara republic Indonesia.

Sebutan ―Indonesia‖ merupakan ciptaan ilmuan J. R.


Logan dalam Journal of the Indian Archipelago and East
Asia (1850). Sir W. E. Maxwell, seorang ahli hukum juga
memakainya dalam kegemarannya mempelajari rumpun
melayu. Pada tahun 1882 dia menerbitkan buku penuntun
untuk bahasa itu dengan kaya pembukaan yang memakai
istilah ―Indonesia‟ semakin terkenal berkat peran Adolf
Bastian, seorang etnolog yang menegaskan arti
kepulauan ini dalam bukunya Indonesia order die inseln
des malaysichen archipels (1884-1889).

Setelah cukup lama istilah itu dipakai hanya sebagai


nama keilmuan, pada awal abad ke-20 perhimpunan para
mahasiswa Indonesia di Belanda menyebutkan dirinya
dengan ―Perhimpunan Indonesia‖ dan membiasakan
pemakaian kata ―Indonesia‟. Berikutnya pada peristwa
Sumpah Pemuda tahun 1928, kata Indonesia dipakai

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 146


sebagai sebutan bagi bangsa, tanah air dan bahasa
sekaligus menggantikan sebutan Nederlandsch Oost
Indie. Kemudian sejak proklamasi kemerdekaan RI pada
tahun 1945, Indonesia menjadi nama resmi Negara dan
bangsa Indonesia sampai sekarang.

c. Konsepsi Tentang Wilayah Lautan

Dalam perkembangan hukum lain internasional dikenal


beberapa konsepsi mengenai pemilikan dan penggunaan
wilayah laut sebagai berikut:

1) Res Nullius, menyatakan bahwa laut itu tidak ada


yang memilikinya.

2) Res Cimmunis, menyatakan bahwa laut itu adalah


milik masyarakat dunia karena itu tidak dapat dimiliki
oleh masing-masing Negara.

3) Mare Liberum, menyatakan bahwa wilayah laut


adalah bebas untuk semua bangsa.

4) Mare Clausum (The Right and Dominion of The Sea)


menyatakan bahwa hanya laut sepanjang pantai
saja yang dapat dimiliki oleh suatu Negara sejauh
yang dapat dikuasai dari darat (waktu itu kira-kira
sejauh 3 mil).

5) Archipelagic State Pinciples (asas Negara


kepulauan yang menjadikan dasar dalam Konvensi
PBB tentang hukum laut).

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 147


d. Karakteristik Wilayah Nusantara

Nusantara berarti kepulauan Indonesia yang terletak di


antara benua Asia dan benua Australia dan diantara
samudera pasifik dan samudra atlantik, yang terdiri dari
17.508 pulau besar maupun kecil. Jumlah pulau yang
sudah memiliki nama adalah 6.044 buah. Kepulauan
Indonesia terletak pada batas-batas astronomi sebagai
berikut: Utara ± 6° 08‘ LU, Selatan ± 11° 15‘ LS, Barat ±
94° 45‘ BT, Timur : ± 141° 05‘ BT.
Jarak utara-selatan sekitar 1.888 kilometer, sedangkan
jarak barat-timur sekitar 5.110 kilometer. Bila
diproyeksikan pada peta benua Eropa, maka jarak barat-
timur tersebut sama dengan jarak antara London (inggris)
dan Ankara (Turki). Bila diproyeksikan antara peta
Amerika Serikat, maka jarak tersebut sama dengan jarak
antara pantai barat dan pantai timur Amerika Serikat.

Luas wilayah Indonesia seluruhnya adalah 5.193.250 km2


yang terdiri dari daratan seluas 2.027.087 km2 dan
perairan 3.166.163 km2. Luas wilayah daratan Indonesia
dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara
merupakan yang terluas.

6.3.2 Geopolitik

Istilah geopolitik semula diartikan oleh Frederic Ratzel (1844-


1904) sebagai ilmu bumi politik (Political Geography). Istilah ini

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 148


kemudian dikembangkan dan diperluas oleh sarjaan ilmu politik
Swedia, Rudolph Kjellen (1864-1922) dan Karl Haushofer (1869-1964)
dari Jerman menjadi Geographical Politic dan disingkat Geopolitik.
Perbedaan dari dua istilah tersebut terletak pada titik perhatian dan
tekanannya, apakah pada bidang geografi ataukah politik. Ilmu bumi
politik (Political Geography) mempelajari fenomena geografi dari
aspek politik, sedangkan geopolitik (Geographical Politic)
mempelajari fenomena politik dari aspek geografi.

Geopolitik memaparkan dasar pertimbangan dalam


menentukan alternatif kebijaksanaan Nasional untuk mewujudkan
tujuan tertentu. Prinsip-prinsip dalam geopolitik menjadi
perkembangan suatu wawasan Nasional. Pengertian geopolitik telah
dipraktekan sejak abad XIX, tetapi pengertiannya baru tumbuh pada
awal abad XX sebagai ilmu penyelenggaraan negara yang setiap
kebijakannya dikaitkan dengan masalah-masalah geografi wilayah
yang menjadi tempat tinggal suatu bangsa.

Geopolitik secara etimologi berasal dari kata geo (bahasa


Yunani) yang berarti bumi yang menjadi wilayah hidup. Sedangkan
politik dari kata polis yang berarti kesatuan masyarakat yang berdiri
sendiri atau negara; dan teia yang berarti urusan (politik) bermakna
kepentingan umum warga negara suatu bangsa (Sunarso, 2006: 196).

Pandangan geopolitik bangsa Indonesia yang didasarkan pada


nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan yang luhur dengan jelas
dengan tegas tertuang di dalam pembukaan UUD 1945. Bangsa
Indonesia adalah bangsa yang cinta damai, tetapi lebih cinta
kemerdekaan. Bangsa Indonesia menolak segala bentuk penjajahan,

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 149


karena penjajahan tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri
ketuhanan. Oleh karena itu, bangsa Indonesia juga menolak paham
ekspansionisme dan adu kekuatan yan berkembang di Barat. Bangsa
Indonesia juga menolak paham rasialisme, karena semua manusia
mempunyai martabat yang sama dan semua bangsa memiliki hak
dan kewajiban yang sama berdasarkan nilai-nilai ketuhanan dan
kemanusiaan yang universal.

Dalam hubungan internasional, bangsa Indonesia berpijak


paham kebangsaan (Nasionalisme) yang membentuk suatu wawasan
kebangsaan dengan menolak pandangan chauvisme. Bangsa
Indonesia selalu terbuka untuk menjalin kerja sama antarbangsa
yang saling menolong dan saling menguntungkan. Semua ini dalam
rangka mewujudkan perdamaian dan ketertiban dunia yang abadi.

6.3.3 Perkembangan Wilayah dan Dasar Hukumnya

a. Sejak 17 Agustus 1945 sampai dengan 13 Desember


1957

Wilayah Negara Republik Indonesia ketika merdeka


meliputi wilayah bekas hindia belanda berdasarkan
ketentuan dalam ―Teritoriale Zee en Maritieme Kringen
Ordonantie‖ tahun 1939 tentang batas wilayah laut
territorial Indonesia. Ordonisasi tahun 1939 tersebut
menetapkan batas wilayah laut teritorial sejauh 3 mil dari
garis pantai ketika surut, dengan asas pulau demi pulau
secara terpisah-pisah.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 150


Pada masa tersebut wilayah Negara Indonesia bertumpu
pada wilayah daratan pulau-pulau yang terpisah-pisah
oleh perairan atau selat antara pulau-pulau itu. Wilayah
laut territorial masih sangat sedikit karena untuk setiap
pulau hanya ditambah perairan sejauh 3 mil
disekelilingnya. Sebagian besar wilayah perairan dalam
pulau-pulau merupakan perairan bebas. Hal ini tentu tidak
sesuai dengan kepentingan keselamatan dan keamanan
Negara Kesatuan RI.

b. Dari Deklarasi Juanda (13 Desember 1957) sampai


dengan 17 Februari 1969

Pada tanggal 13 Desember 1957 dikeluarkan deklarasi


Juanda yang dinyatakan sebagai pengganti Ordonansi
tahun 1939 dengan tujuan sebagai berikut:

1) Perwujudan bentuk wilayah Negara Kesatuan RI


yang utuh dan bulat.

2) Penentuan batas-batas wilayah Negara Indonesia


disesuaikan dengan asas Negara kepulaauan
(Archipelagic State Principles).

3) Pengaturan lalu lintas damai pelayaran yang lebih


menjamin keselamatan dan keamanan Negara
Indonesia.

Asas kepulauan itu mengikuti ketentuan Yurespundensi


Mahkamah Internasional pada tahun 1951 ketika
menyelesaikan kasus perbatasan antara Inggris dengan

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 151


Norwegia. Dengan berdasarkan asas kepulauan maka
wilayah Indonesia adalah satu kesatuan kepulauan
nusantara termasuk peraiarannyayang utuh dan bulat.
Disamping itu, berlaku pula ketentuan ―point to point
theory‖ untuk menetapkan garis besar wilayah antara titik-
titik terluar dari pulau-pulau terluar.

Deklarasi Juanda kemudian dikukuhkan dengan Undang-


Undang No. 4/Prp/1960 tanggal 18 Februari 1960 tentang
Perairan Indonesia. Sejak itu terjadi perubahan bentuk
wialayh Nasional dan cara perhitungannya. Laut territorial
diukur sejauh 12 mil dari titik-titik pulau terluar yang saling
dihubungkan, sehingga merupakan satu kesatuan wilayah
yang utuh dan bulat.

Semua perairan diantara pulau-pulau nusantara menjadi


laut territorial Indonesia. Dengan demikian luas wilayah
territorial Indonesia yang semula hanya sekitar 2 juta km2
kemudian bertambah menjadi 5 juta km2 lebih. Tiga per
lima wilayah Indonesia berupa perairan atau lautan. Oleh
karena itu, Negara Indonesia dikenal sebagai Negara
maritim.

Untuk mengatur lalu lintas perairan maka dikeluarkan


Peraturan Pemerintah No.8 tahun 1962 tentang lalu lintas
damai di perairan pedalaman Indonesia, yang meliputi:

1) Semua pelayaran dari laut bebas ke suatu


pelabuhan Indonesia

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 152


2) Semua pelayaran dari pelabuhan Indonesia ke laut
bebas

3) Semua pelayaran dari dan ke laut bebas dengan


melintasi perairan Indonesia

4) Pengaturan demikian sesuai dengan salah satu


tujuan Deklarasi Juanda tersebut, sebagai upaya
menjaga keselamatan dan keamanan negara

c. Dari 17 Februari 1969 (Deklarasi Landas Kontinen)


sampai sekarang

Deklarasi tentang landas kontinen Negara RI merupakan


konsep politik yang berdasarkan konsep wilayah.
Deklarasi ini dipandang pula sebagai upaya untuk
mengesahkan Wawasan Nusantara. Disamping
dipandang pula sebagai upaya untuk mewujudkan Pasal
33 ayat 3 UUD 1945. konsekuensinya bahwa sumber
kekayaan alam dalam landas kontinen Indonesia adalah
milik eksklusif Negara.

Asas pokok yang termuat di dalam Deklarasi tentang


landas kontinen adalah sebagai berikut:

1) Segala sumber kekayaan alam yang terdapat dalam


landasan kontinen Indonesia adalah milik eksklusif
Negara RI.

2) Pemerintah Indonesia bersedia menyelesaikan soal


garis batas landas kontinen dengan Negara-negara
tetangga melalui perundingan.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 153


3) Jika tidak ada garis batas, maka landas kontinen
adalah suatu garis yang di tarik ditengah-tengah
antara pulau terluar Indonesia dengan wilayah
terluar Negara tetangga.

4) Klaim tersebut tidak mempengaruhi sifat serta status


dari perairan di atas landas kontinen Indonesia
maupun udara di atasnya.

Demi kepastian hukum dan untuk mendukung


kebijaksanaan Pemerintah, asas-asas pokok tersebut
dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1973
tentang Landas Kontinen Indonesia. Disamping itu UU ini
juga memberi dasar bagi pengaturan eksplorasi serta
penyidikan ilmiah atas kekayaan alam di landas kontinen
dan masalah-masalah yang ditimbulkannya.

6.4 Unsur-unsur Dasar Wawasan Nusantara

Untuk lebih memudahkan dalam mengidentifikasi pokok-pokok


pikiran yang penting mengenai Wawasan Nusantara, maka dapat
dikategorisasikan dalam 3 (tiga) unsur penting Wawasan Nusantara
yaitu Unsur Wadah, Unsur Isi dan Tata Laku.

6.4.1 Wadah (Countour)

Wadah kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara


meliputi seluruh wilayah Indonesia yang memiliki sifat serba
nusantara dengan kekayaan alam dan penduduk serta aneka ragam
budaya. Wawasan Nusantara sebagai wadah meliputi 3 (tiga)
komponen yaitu:

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 154


a. Wujud wilayah

Batas ruang lingkup wilayah nusantara ditentukan oleh


lautan yang di dalamnya terdapat gugusan ribuan pulau
yang saling dihubungkan oleh dalamnya perairan, baik
laut maupun selat serta di atasnya merupakan satu
kesatuan ruang wilayah. Oleh karena itu nusantara
dibatasi oleh lautan dan daratan serta dihubungkan oleh
perairan dalamnya, sedangkan secara vertikal ia
merupakan suatu bentuk kerucut terbuka ke atas dengan
titik puncak kerucut di pusat bumi.

Letak geografis negara berada di posisi dunia antara dua


samudera dan dua benua. Letak geografis ini
berpengaruh besar terhadap aspek-aspek kehidupan
Nasional di Indonesia. Perwujudan wilayah nusantara ini
menyatu dalam kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya,
dan pertahanan keamanan.

b. Tata Inti Organisasi

Bagi Indonesia, tata inti organisasi negara didasarkan


pada UUD 1946 yang menyangkut bentuk dan kedaulatan
negara, kekuasaan pemerintahan, sistem pemerintahan
dan sistem perwakilan. Negara Indonesia adalah negara
kesatuan yang berbentuk Republik. Kedaulatan berada di
tangan rakyat yang dilaksanakan menurut Undang-
Undang. Sistem pemerintahannya menganut sistem
presidensial. Presiden memegang kekuasaan
pemerintahan berdasarkan UUD 1946. Indonesia adalah

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 155


negara hukum (Rechtsstaat) bukan negara kekuasaan
(machsstaat). DPR mempunyai kedudukan kuat, yang
tidak dapat dibubarkan oleh Presiden dan anggota MPR
merangkap sebagai anggota MPR.

c. Tata Kelengkapan Organisasi

Tata kelengkapan organisai adalah kesadaran politik dan


kesadaran bernegara yang harus dimiliki oleh seluruh
rakyat yang mencakup partai politik, golongan dan
organnisasi masyarakat, kalangan pers serta seluruh
aparatur negara. Semua lapisan masyarakat itu
diharapkan dapat mewujudkan demokrasi yang secara
konstitusional berdasarkan UUD 1946 dan secara ideal
berdasarkan dasar falsafah Pancasila, dalam berbagai
kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

6.4.2 Isi (Content)

Isi Wawasan Nusantara tercermin dalam perspektif kehidupan


manusia Indonesia dalam eksistensinya yang meliputi cita-cita
bangsa dan asas manunggal yang terpadu. Wawasan Nusantara
merupakan aspirasi bangsa yang berkembang di masyarakat dan
cita-cita serta tujuan Nasional yang terdapat dalam pembukaan UUD
1945. Isi menyangkut dua hal, yaitu:

a. Cita-cita bangsa Indonesia tertuang di dalam pembukaan


UUD 1946 yang meliputi:

1) Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat,


adil dan makmur.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 156


2) Rakyat Indonesia yang berkehidupan kebangsaan
yang bebas.

3) Pemerintahan negara Indonesia melindungi segenap


bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

b. Asas keterpaduan semua aspek kehidupan Nasional


berciri manunggal, utuh menyeluruh yang meliputi:

1) Satu kesatuan wilayah nusantra yang mencakup


daratan, perairan dan digantara secara terpadu.
2) Satu kesatuan politik, dalam arti UUD dan politik
pelaksanaannya serta satu ideologi dan identitas
Nasional.
3) Satu kesatuan sosial budaya, dalam arti satu
perwujudan masyarakat Indonesia atas dasar
―Bhinneka Tunggal Ika‖, satu tertib sosial dan satu
tertib hukum. Satu kesatuan ekonomi dengan
berdasarkan atas asas usaha bersama dan asas
kekeluargaan dalam satu sistem ekonomi
kerakyatan.
4) Satu kesatuan pertahanan dan keamanan rakyat
semesta (Sishankamrata).
5) Satu kesatuan kebijakan Nasional dalam arti
pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang
mencakup aspek kehidupan Nasional.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 157


6.4.3 Tata Laku Lahiriah dan Batiniah (Conduct)

Hasil interaksi antara wadah dan isi wawasan nusantara yang


terdiri dari:

a. Tata laku batiniah yaitu mencerminkan jiwa, semangat


dan mentalitas yang baik dari bangsa Indonesia.

b. Tata laku lahiriah yaitu tercermin dalam tindakan


perbuatan dan perilaku dari bangsa Indonesia.

6.5 Implementasi dan Tantangan Wawasan Nusantara

Sebagaimana telah diketahui bersama bahwa sampai dengan


saat ini, problematika kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara tidak akan pernah berhenti dan malah semakin rumit dan
kompleks. Kompleksnya tantangan ini juga didorong oleh penetrasi
globalisasi yang syarat dengan nilai-nilai yang kadang bertentangan
dengan kepribadian dan jati diri bangsa. Dalam keadaan demikian
dikhawatirkan terjadil erosi kebangsaan yaitu melunturnya semangat
kebangsaan, rasa kebangsaan dan jiwa kebangsaan, sehingga pola
pikir, sikap dan perilaku warga negara tidak lagi mengutamakan
kepentingan bersama namun lebih mengedepankan kepentingan
golongan bahkan kepentingan individu.

6.5.1 Implementasi Wawasan Nusantara

Dengan dinamika globalisasi yang semakin menggerus sendi-


sendi kehidupan Nasional, maka wawasan nusantara justru perlu
menjadi acuan pokok dalam memperkecil penetrasi global dan
semakin memperkokoh kehidupan Bangsa Indonesia. Untuk itu,

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 158


implementasi atau penerapan wawasan nusantara bagi Bangsa
Indonesia dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Salah satu manfaat paling nyata dari penerapan wawasan


nusantara, khususnya, di bidang wilayah, adalah
diterimanya konsepsi nusantara di forum internasional,
sehingga terjaminlah integritas wilayah teriterorial
Indonesia. Laut Indonesia yang semula dianggap bebas
menjadi bagian integral dari wilayah Indonesia. Di
samping itu, pengakuan terhadap landas kontinen
Indonesia dan ZEE Indonesia menghasilkan pertambahan
luas wilayah yang cukup besar.

b. Pertambahan luas wilayah sebagai ruang hidup tersebut


menghasilkan sumber daya alam yang cukup besar untuk
kesejahteraan bangsa Indonesia.

c. Pertambahan luas wilayah tersebut dapat diterima oleh


dunia internasional termasuk negara-negara tetangga.

d. Penerapan wawasan nusantara dalam pembangunan


negara di berbagai bidang tampak pada berbagai proyek
pembangunan sarana dan prasarana komunikasi dan
transportasi.

e. Penerapan di bidang sosial budaya terlihat pada


kebijakan untuk menjadikan bangsa Indonesia yang
Bhinneka Tungga Ika tetap merasa sebangsa dan
setanah air, senasib sepenanggunan dengan asas
Pancasila.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 159


f. Penerapan wawasan nusantara di bidang pertahanan
keamanan terlihat pada kesiapan dan kewaspadaan
seluruh rakyat melalui Sistem Pertahanan Keamanan
Rakyat Semesta (Sishankamrata) untuk menghadapi
berbagai ancaman bangsa dan negara.

6.5.2 Tantangan Implementasi Wawasan Nusantara

Sikap dan perilaku bangsa dalam mencapai tujuan dan cita-


cita Nasional berbeda-beda. Hal tersebut terjadi karena wawasan
Nasional setiap bangsa tidak sama. Wawasan Nasional suatu bangsa
ditentukan oleh berbagai faktor seperti kesejahteraan, kondisi dan
konstelasi geografis, serta kondisi sosial budayanya. Sementara itu
bangsa yang memiliki kesamaan dalam faktor tersebut, belum tentu
pula sama wawasan Nasionalnya karena ada faktor subyektif yang
berperan. Oleh karena itu, wawasan Nasional Indonesia, seperti
halnya wawasan Nasional bangsa atau negara lain akan bersifat khas.

Enam konsepsi yang menjadi elemen wawasan Nasional


Indonesia ialah persatuan dan kesatuan, Bhinneka Tunggal Ika,
kebangsaan, negara kebangsaan, negara kepulauan, dan geopolitik.
Kesemuanya pada dasarnya dapat dipandang dari dua dimensi
pemikiran, yaitu: 1) Dimensi kewilayahan dengan segenap isi di
dalamnya, atau yang disebut realita dan 2) Dimensi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara atau yang disebut sebagai
fenomena kehidupan.

Dimensi kewilayahan, mengandung pemahaman bahwa


wilayah beserta isinya merupakan realita yang diterima atau
merupakan karunia Tuhan sebagai apa adanya. Dimensi kehidupan

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 160


bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang diserap dari interaksi
antar bangsa beserta aspirasi dan cita-citanya dengan wilayah
beserta isinya yang beraneka ragam, merupakan fenomena sosial.

Wilayah beserta isinya yaitu kondisi dan konstelasi geografis,


kekayaan alam, serta kependudukan, dapat didayagunakan sebesar-
besar kesejahteraan Bangsa Indonesia. Sedangkan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, demi tercapai
kesejahteraan bersama bangsa Indonesia diselenggarakan dengan
mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan
wilayah Nasional Indonesia.

Agar kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara


dapat terselenggara seperti yang diharapkan, maka keinginan
tersebut perlu sinergi dalam satu keinginan bersama yang dinyatakan
melalui aspirasi Nasional. Sehubungan dengan hal itu, meskipun
bangsa Indonesia mengutamakan persatuan dan kesatuan dalam
kehidupan Nasional, ciri khas daerah atau kelompok masyarakat
tetap dihormati dan dikembangkan. Demikian pula, status sebagai
satu Bangsa Indonesia tidak melebur suku bangsa yang ada, tetapi
menghimpunnya dalam kehidupan bersama tanpa ada dominasi satu
suku terhadap suku lainnya. Sama halnya dengan penggunaan satu
bahasa Nasional (Bahasa Indonesia), tidak berarti mematikan bahasa
daerah sebagai bahasa kelompok.

Selain kita dihadapkan pada tantangan internal di atas,


dewasa ini kita menyaksikan bahwa kehidupan individu dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sedang mengalami
perubahan yang sangat dahsyat. Faktor utama yang mendorong

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 161


perubahan yang cepat tersebut adalah nilai-nilai kehidupan baru yang
dibawa negara maju dengan kekuatan penetrasi globalnya. Dalam
kaitan dengan hubungan antar bangsa maka nilai-nilai kehidupan
baru tersebut merupakan tantangan bangsa dalam mewujudkan cita-
cita dan tujuan bersama Bangsa Indonesia. Beberapa teori atau
konsep dengan nilai-nilai baru tersebut, antara lain:

a. Pemberdayaan Masyarakat oleh John Naisbit dalam


bukunya “Global Paradox”, menyebutkan ―To be a
global powers, the company must give more to the
smallest part.‖ Intinya negara harus dapat memberikan
peranan sebesar-besarnya kepada kemakmuran rakyat.
Dengan memberikan peran dalam bentuk aktivitas dan
partisipasi masyarakat untuk mencapai tujuan Nasional
hanya dapat dilaksanakan oleh negara-negara yang
sudah maju yang menjalankan Bottom-Up Planning
(perencanaan dari bawah). Sementara negara-negara
berkembang seperti NKRI masih melaksanakan program
Top-Down Planning (perencanaan terpusat) karena
keterbatasan kualitas SDM, karena itu NKRI memerlukan
landasan operasional berupa Program Pembangunan
Nasional (Propenas).

b. Kenichi Ohmae dengan dua bukunya yang terkenal


Boderless World dan The End of Nation State
mengatakan bahwa dalam perkembangan masyarakat
global dan politik relatif masih tetap, namun kehidupan
dalam suatu negara tidak mungkin dapat membatasi

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 162


kekuatan global yang berupa informasi, investasi, industri
dan konsumen yang semakin individualis.

c. Sloan dan Zureker dalam bukunya Dictionary of


Economics, menyebutkan bahwa kapitalisme
meruopakan suatu sistem ekonomi berdasarkan hak milik
swasta atas macam-macam barang, kebebasan Individu
utuk mengadakan perjanjian dengan pihak lain, dan untuk
berkecimpung dalam aktivitas ekonomi yang dipilihnya
sendiri berdasarkan kepentingannya sendiri. Di era baru
kapitalisme, sistem ekonomi untuk mendapatkan
keuntungan dengan melakukan aktivitas secara luas dan
mencakup semua aspek kehidupan masyarakat
memerlukan strategi baru, yaitu adanya keseimbangan
antara kepentingan individu dengan kepentingan
masyarakat.

d. Lester Thurow, dalam bukunya The Future of Capitalism,


menegaskan bahwa untuk dapat bertahan dalam era baru
kapitalisme, kita harus membuat strategi baru, yaitu
keseimbangan antara paham individualistik dan paham
sosialis. Era baru kapitalisme tidak terlepas dari
globalisasi, negara-negara kapitalis, yaitu negara-negara
maju berusaha mempertahankan eksistensinya di bidang
ekonomi dengan menekan negara-negara berkembang
melalui isu global, yang mencakup demokratisasi, HAM
dan lingkungan hidup. Strategi baru yang ditekankan oleh
Lester Thurow pada dasarnya tidak tertuang dalam nilai-
nilai falsafah Bangsa Indonesia yaitu Pancasila yang

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 163


mengamanatkan kehidupan yang serasi, selaras, dan
seimbang antar individu, masyarakat, bangsa serta alam
semesta.

e. Hazel Henderson dalam bukunya Building Win Win World


mengatakan bahwa perlu ada perubahan nuansa perang
ekonomi menjadi masyarakat dunia yang bekerja sama
memanfaatkan teknologi yang bersih lingkungan dalam
rangka menjamin kelestarian lingkungan hidup, serta
mewujudkan pemerintahan yang lebih demokratis.

f. Ian Marrison dalam bukunya The Second Curve


menjelaskan bahwa dalam era baru timbul adanya peran
pasar, konsumen dan teknologi baru yang lebih besar
yang membantu terwujudnya masyarakat baru.

6.6 Tugas / Diskusi

a. Jelaskan yang dimaksud dengan wawasan nusantara


merupakan geopolitik Indonesia?

b. Apa saja unsur-unsur dasar wawasan nusantara?

c. Apa saja kedudukan, fungsi, dan tujuan wawasan


nusantara?

d. Apa yang dimaksud dengan wawasan nusantara sebagai


wawasan Nasional – internasional?

e. Bagaimana implementasi dan tantangan wawasan


nusantara di era globalisasi?

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 164


6.7 Daftar Pustaka

Basrie, Chaidir. 2002. Pemantapan Wawasan Nusantara Menuju


Ketahanan Nasional. Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas.

Henderson, Hazel. 2002. Building a Win-Win World, di-Indonesiakan


oleh Heri Suminto. Jakarta: Interaksara

John Naisbitt. 1984. Global Paradox: Semakin Besar Ekonomi Dunia,


Semakin Kuat Perusahaan Kecil. Jakarta: Binarupa Aksara

Lembaga Ketahanan Nasional RI. 1999. Wawasan Nusantara.


Jakarta: Penerbit Ismujati.

Mansoer, Hamdan. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan


Tinggi, sebagai dasar nilai dan pedoman berkarya bagi lulusan.
Jakarta: Dirjen Dikti.

Marison, Ian. 1996. The Second Curve. London: Nicholas brealey


publishing

Ohmae, Kenichi. 1996. The End of the Nation-State: the Rise of


Regional Economies. New York: Mc Kinsey dan Co

Ohmae, Kenichi. 2008. The Borderless World: Power and Strategy in


the Interlinked Economy. Jepang: Planet Buku

Sloan H S and Zurcher A J. 1970. Dictionary of economics. New


York : Barnes dan amp

Sobana, An. 2002. Wawasan Nusantara. Jakarta: Dikti Depdiknas.

Sunarso. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan, Buku Pegangan


kuliah Mahasiswa, Paradigma Baru. Yogyakarta: UNY Press

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 165


Suradinata, Ermaya. 2013. Hukum Dasar Geopolitik dan Geostrategi:
Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dalam
Kerangka Keutuhan NKRI. Jakarta: Suara Bebas.

Thurow, LC. 1997. The future of capitalism: how today's economic


forces shape tomorrow's world. London: Nicholas Brealey

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 166


BAB 7
KETAHANAN NASIONAL SEBAGAI
GEOSTRATEGI INDONESIA

7.1 Pendahuluan

Pelajaran Ketahanan Nasional adalah topik yang sangat


penting untuk dipelajari, karena terkait dengan keberhasilan
pembangunan nasional. Pembelajaran ini diharapkan dapat memberi
kemampuan bagi mahasiswa untuk mampu menguraikan pengertian
Ketahanan Nasional dari segi etimologis, yuridis, ilmiah mampu
mengana-lisis konsepsi Ketahanan Nasional dari segi pokok-pokok
pikiran yang melandasi, pengertian, hakikat, asas, sifat-sifat, mampu
mengaitkan pendekatan Asta-gatra dalam pemecahan masalah dan
mampu menganalisis secara aktual dan faktual kondisi umum
Ketahanan Nasional saat ini.

7.2 Pengertian Ketahanan Nasional sebagai geostrategi


Indonesia

Ketahanan Nasional adalah kondisi dinamis bangsa Indonesia


yang meliputi segala aspek kehidupan Nasional yang terintegrasi
berisi keuletan, ketangguhan yang mengandung kemampuan
mengembangkan keuletan Nasional dalam menghadapi dan
mengatasi segala ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan,
baik yang datang dari luar maupun dari dalam negeri untuk menjamin
integritas, identitas kelangsungan hidup bangsa dan negara
Indonesia. Ketahanan Nasional ndonesia merupakan refleksi dari
kebijakan yang berdasarkan pada prinsip untuk memanfaatkan
semaksimal mungkin konstelasi geografi Indonesia.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 167


7.2.1 Terminologis

Sebelum mendiskusikan mengenai Ketahanan Nasional


Indonesia, marilah kita memahami terlebih dahulu tentang konsep
geostrategi secara umum. Geostrategi berasal dari dua kata geo dan
strategi. Geo adalah bumi. Ilmu tentang bumi adalah Geografi yang
merujuk kepada ruang hidup, wadah, atau tempat hidup suatu
bangsa dan negara, sedangkan strategi berasal dari kata strategos
atau stratos (militer) dan agein (menjalankan). Strategi diartikan
sebagai ilmu dan seni menggunakan semua sumber daya bangsa
untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu dalam keadaan perang
dan damai. Strategi adalah ends, ways dan means. Jika dulu strategi
berarti sarana/tujuan untuk mencapai perang, saat ini strategi adalah
setiap kegiatan yang memiliki tujuan (ends), cara (ways), dan sarana
untuk mencapainya (means) Strategi merupakan konsep masa depan,
sehingga dalam penyusunannya mempertimbangkan faktor-faktor
yang mempengaruhinya.

Atas dasar pengertian sederhana di atas, bangsa Indonesia


memandang geostrategi sebagai strategi dalam memanfaatkan
keadaan atau konstelasi geografi negara Indonesia untuk
menentukan kebijakan tujuan, dan sarana-sarana guna mewujudkan
cita-cita proklamasi dan tujuan Nasional bangsa Indonesia.

Pengertian Geostrategi secara umum adalah arah geografis


kebijakan luar negeri suatu negara, memiliki karakter agresif, ofensif,
dan outward-looking, serta menggabungkan pertimbangan strategi
(peran militer) dan geopolitik, sedangkan Geostrategi Indonesia
adalah Ketahanan Nasional yang merupakan sebuah konsepsi yang

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 168


bersifat pertahanan diri (defensif), less millitaristic, inward-looking,
berasaskan kesejahteraan dan keamanan.

7.2.2 Yuridis Formal

Landasan yuridis Ketahanan Nasional adalah

a. Pembukaan UUD 1945alinea4 yang berisi tujuan


Nasional bangsa Indonesia. Dalam konteks manusia
Indonesia yang berbudaya sebagai warga negara
Indonesia memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk
mewujudkan tujuan Nasional.

b. Pembukaan UUD 1945 alinea 1, 2, 3 dan 4 yang berisi


makna falsafah dan ideologi bangsa.

1) Alenia I: bermakna bahwa kemerdekaan adalah hak


segala bangsa dan penjajahan bertentangan dengan
hak asasi manusia.

2) Alenia II: bermakna bahwa adanya masa depan


yang harus diraih.

3) Alenia III: bermakna bahwa bila negara ingin


mencapai cita-cita maka kehidupan berbangsa dan
bernegaraan harus mendapat ridho Tuhan yang
merupakan dorongan spiritual.

4) Alenia IV: bermakna bahwa cita-cita yang telah


ditetapkan harus mampu dicapai oleh bangsa
Indonesia melalui ruang hidup NKRI

c. Perpres 08/2021 tentang Kebijakan Umum Pertahanan


Negara 2015-2019.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 169


Geostrategi Indonesia adalah strategi Nasional bangsa
Indonesia dalam memanfaatkan wilayah NKRI sebagai ruang hidup
Nasional untuk mencapai kepentingan dan tujuan Nasional.
Geostrategi Indonesia diwujudkan dalam Ketahanan Nasional.

7.2.3 Ilmiah

Alfred Thayer Mahan, seorang perwira Angkatan Laut Amerika


dan Presiden dari U.S. Naval War College, dalam bukunya Influence
of Sea Power upon History, berpendapat bahwa supremasi angkatan
laut adalah faktor penentu dalam perang kekuatan besar. Pada tahun
1900 Mahan memaparkan konsep geostrategi pertama kalinya dalam
buku The Problem of Asia.

Geostrategi menurut Rogers dan Simon (2010) adalah tentang


pelaksanaan kekuasaan atas ruang-ruang yang sangat kritis di
permukaan bumi; tentang menyusun kehadiran politik atas sistem
internasional. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan keamanan dan
kemakmuran, tentang membuat sistem internasional lebih sejahtera;
tentang mengamankan akses ke rute perdagangan tertentu, sehingga
diperlukan kehadiran militer yang luas.

James Rogers and Luis Simón, "Think Again: European


Geostrategy", Geostrategi adalah arah kebijakan luar negeri
suatu negara dengan memproyeksikan kekuatan militer dan
mengarahkan kegiatan diplomatiknya berdasarkan posisi
geografis negara tersebut. Asumsi yang mendasarinya adalah
bahwa negara memiliki sumber daya yang terbatas dan tidak
mampu, Untuk melakukan kebijakan luar negeri tersebut, mereka

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 170


harus fokus secara politik dan militer pada wilayah tertentu di
dunia.

— Krishnendra Meena, "Munesh Chandra asked: What is the


difference between geo-politics and geo-strategy?"

7.3 Konsepsi Geostrategi Indonesia (Ketahanan Nasional


Indonesia)

Geostrategi Indonesia diwujudkan melalui konsep Ketahanan


Nasional yang tumbuh melalui perwujudan kesatuan ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Menurut Ermaya
(2001), Ketahanan Nasional merupakan kondisi dinamis bangsa
Indonesia dalam mempertahankan eksistensi (kelangsungan hidup)
bangsa dan negaranya terhadap ancaman, gangguan hambatan, dan
hambatan yang timbul, dengan memfokuskan pada pembangunan
Nasional.

Dibandingkan dengan geostrategi negara lain, yang berfokus


ke luar (outward-looking), Ketahanan Nasional Indonesia, bersifat
pertahanan diri (self defense), less millitaristic, inward-looking, serta
berasaskan kesejahteraan dan keamanan. Ketahanan Nasional
merupakan suatu strategi untuk memanfaatkan kondisi geografi
negara dalam menentukan kebijakan, tujuan, dan sarana untuk
mencapai tujuan nasional (dengan memanfaatkan kondisi lingkungan
dalam mewujudkan tujuan politik).Oleh karena itu, konsepsi
Ketahanan Nasional Indonesia merupakan konsepsi pengembangan
kekuatan nasional melalui pengaturan dan penyelenggaraan
kesejahteraan dan keamanan yang seimbang, serasi, dan selaras
pada seluruh aspek kehidupan secara utuh dan menyeluruh serta
terpadu berlandaskan Pancasila, UUD 1945, dan Wawasan

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 171


Nusantara (konsep nasional mengenai kesatuan dan persatuan
bangsa, dan negara Indonesia).

Buku modul Lemhannas Rl 06 sub BS Konsepsi Ketahanan


Nasional PPRA LI tahun 2014 menjelaskan bahwa konsepsi
Ketahanan Nasional adalah kondisi dinamis bangsa Indonesia yang
meliputi segala aspek kehidupan Nasional yang terintegrasi berisi
keuletan, ketangguhan yang mengandung kemampuan
mengembangkan keuletan Nasional dalam menghadapi dan
mengatasi segala ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan,
baik yang datang dari luar maupun dari dalam negeri untuk menjamin
integritas, identitas kelangsungan hidup bangsa dan negara
Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945
serta perjuangan mencapai tujuan Nasional. Konsep tersebut
menjelaskan bahwa:

a. Kesejahteraan berarti kemampuan bangsa


menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai Nasional
terhadap AGHT dari luar ataupun dari dalam negeri.

b. Keamanan berarti kemampuan bangsa melindungi nilai-


nilai Nasional terhadap AGHT dari luar ataupun dari
dalam negeri.

c. Keuletan adalah usaha terus-menerus secara giat


dengan kemauan yang keras di dalam menggunakan
segala kemampuan dan kecakapan untuk mencapai cita-
cita proklamasi dan tujuan Nasional.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 172


d. Ketangguhan adalah kekuatan yang menyebabkan
seseorang atau sesuatu dapat bertahan kuat
menanggulangi beban.

e. Identitas adalah ciri khas negara Indonesia dilihat secara


holistik, yaitu negara yang dibatasi oleh wilayah,
penduduk, sejarah, pemerintah, dan tujuan Nasional serta
peranan yang dimainkannya di dalam dunia internasional.

f. Integritas adalah kesatuan yang menyeluruh di dalam


kehidupan Nasional Indonesia, baik alamiah, sosial,
potensi, maupun fungsional.

g. Ancaman adalah hal atau usaha yang bersifat mengubah


atau merombak kebijaksanaan dan dilakukan secara
konsepsional, kriminal, serta politik.

h. Gangguan adalah hal atau usaha yang berasal dari luar


bertujuan melemahkan atau menghalang-halangi secara
tidak konsepsional.

i. Hambatan adalah hal atau usaha yang berasal dari


dalam, bertujuan melemahkan atau menghalang-halangi
secara tidak konsepsional.

j. Tantangan adalah hal atau usaha yang bertujuan


menggugah kemampuan.

7.4 Hakikat Ketahanan Nasional

a. Hakikat Ketahanan Nasional Indonesia adalah keuletan


dan ketangguhan bangsa yang mengandung kemampuan
mengembangkan kekuatan Nasional untuk dapat

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 173


menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara di
dalam mencapai tujuan Nasional.

b. Hakikat Konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia adalah


pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan
keamanan secara seimbang, serasi, dan selaras dalam
seluruh aspek kehidupan Nasional.

7.5 Ketahanan Nasional sebagai Kondisi Pembangunan


Nasional dalam Mencapai Cita Cita Bangsa

Pada hakikatnya Ketahanan Nasional merupakan kondisi


sekaligus konsepsi pembangunan Nasional dalam pencapaian tujuan
dan cita-cita bangsa.

a. Sebagai suatu kondisi, Ketahanan Nasional merupakan


kondisi dinamis bangsa yang berisi ketangguhan serta
keuletan dan kemampuan bangsa untuk
mengembangkan kekuatan Nasional dalam menghadapi
segala macam dan bentuk ancaman, tantangan,
hambatan, dan gangguan baik yang datang dari dalam
maupun luar, yang mengancam dan membahayakan
integritas, identitas serta kelangsungan hidup bangsa dan
negara. Selain itu, Ketahanan Nasional merupakan
kondisi kehidupan Nasional yang harus diwujudkan dan
dibina secara dini, terus menerus, terpadu dan sinergis.

b. Sebagai sebuah konsepsi, Ketahanan Nasional


merupakan landasan konsepsional strategis yang
sekaligus merupakan pisau analisis untuk memecahkan
berbagai permasalahan strategis bangsa melalui

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 174


pendekatan delapan aspek kehidupan Nasional (Asta
Gatra).

7.6 Asas Ketahanan Nasional

a. Asas Kesejahteraan dan Keamanan. Kesejahteraan


dan keamanan bernilai intrinsik dan bersifat mendasar
berdampingan pada kondisi apa pun, pembangkit utama
sistem kehidupan Nasional.

b. Asas Komprehensif Integral. Sistem kehidupan


Nasional meliputi aspek alamiah dan aspek sosial dalam
bentuk perwujudan persatuan dan perpaduan yang
selaras, serasi, dan seimbang didalam kehidupan
Nasional.

c. Asas Wawas Diri. Sistem kehidupan Nasional


berinteraksi dengan lingkungan sekelilingnya, hal tersebut
dapat menimbulkan berbagai dampak, baik positif
maupun negatif. Untuk itu diperlukan sikap wawas diri ke
dalam dan ke luar.

1) Wawas ke dalam bertujuan menumbuhkan hakikat,


sifat, dan kondisi kehidupan Nasional berdasarkan
nilai-nilai kemandirian yang proporsional untuk
meningkatkan kualitas derajat kemandirian bangsa
yang ulet dan tangguh.

2) Wawas ke luar bertujuan untuk mengantisipasi dan


berperan serta mengatasi dampak lingkungan
strategis luar negeri dan menerima kenyataan
adanya interaksi dan pengaruh perkembangan dunia.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 175


d. Asas Kekeluargaan. Asas kekeluargaan mengandung
keadilan, kearifan, kebersamaan, kesamaan, gotong
royong, tenggang rasa, dan tanggung jawab dalam
kehidupan beermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

7.7 Sifat Ketahanan Nasional

Ketahanan Nasional Indonesia memiliki sifat-sifat sebagai


berikut:

a. Mandiri. Ketahanan Nasional Indonesia percaya pada


kemampuan dan kekuatan sendiri serta pada keuletan
dan ketangguhan yang mengandung prinsip tidak mudah
menyerah, berdiri di atas identitas, integritas, dan
kepribadian bangsa. Kemandirian merupakan prasyarat
untuk menjalin kerja sama yang saling menguntungkan
dalam perkembangan global.

b. Dinamis. Ketahanan Nasional Indonesia dapat meningkat


atau menurun, tergantung pada situasi dan kondisi
bangsa, negara, serta lingkungan strategisnya. Upaya
peningkatan Ketahanan Nasional harus senantiasa
berorientasi ke masa depan dan dinamikanya diarahkan
untuk pencapaian kondisi kehidupan Nasional yang lebih
baik.

c. Wibawa. Keberhasilan pembinaan Ketahanan Nasional


secara berlanjut dan berkesinambungan akan
meningkatkan kemampuan dan kekuatan bangsa.

d. Konsultasi dan Kerja Sama. Konsepsi Ketahanan


Nasional tidak mengutamakan sikap konfrontasi dan

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 176


antagonis, tidak mengandalkan kekuasaan dan kekuatan
fisik semata, tetapi lebih mengutamakan sikap konsultatif,
kerja sama, serta saling menghargai dengan
mengandalkan kekuatan moral dan kepribadian bangsa.

7.8 Asta Gatra

Asta Gatra terdiri dari tiga aspek alamiah (Trigatra) dan lima
aspek kehidupan (Pancagatra) yang bersifat dinamis. Peran dan
hubungan di antara kedelapan gatra tersebut saling terkait dan saling
tergantung secara utuh menyeluruh membentuk tata laku masyarakat
dalam kehidupan Nasional.
a. Tri Gatra: (tangible), yaitu kehidupan alamiah yang
bersifat statis, yang terdiri dari:
1) Letak geografi Negara
2) Keadaan dan kekayaan alam (flora, fauna, dan
mineral baik yang di atmosfer, muka maupun perut
bumi)
3) Keadaan dan kemampuan penduduk (jumlah,
komposisi, dan distribusi)
b. Panca Gatra (intanggible), yaitu kehidupan sosial yang
bersifat dinamis
1) Ideologi Pancasila yang kita yakini kebenarannya
akan mampu mengantar bangsa Indonesia
mewujudkan cita-cita maupun tujuan Nasional
bangsa Indonesia
2) Politik Penetapan alokasi nilai di sektor
pemerintahan dan kehidupan politik masyarakat.
sistem politik harus mampu memenuhi lima fungsi
utama:
a) Usaha mempertahankan pola, struktur, proses
politik

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 177


b) Pengaturan dan penyelesaian pertentangan /
konflik
c) Penyesuaian dengan perubahan dalam
masyarakat
d) Pencapaian tujuan
e) Usaha integrasi
3) Ekonomi
a) Sumber Daya Alam
b) Tenaga kerja
c) Modal
d) Teknologi
4) Sosial budaya
a) Tradisi
b) Pendidikan
c) Kepemimpinan Nasional
d) Kepribadian Nasional
5) Hankam
a) Doktrin
b) Wawasan Nasional
c) Sistem pertahanan keamanan
d) Geografi
e) Manusia
f) Integrasi angkatan bersenjata dan rakyat
g) Material
h) Ilmu pengetahuan dan teknologi
i) Kepemimpinan
j) Pengaruh luar negeri

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 178


7.9 Implementasi Ketahanan Nasional Masa Kini

Dalam implementasinya, ketahanan Nasional diselenggarakan


dengan mengutamakan pendekatan kesejahteraan (prosperity
approach) dan pendekatan keamanan (security approach) yang
serasi, selaras dan seimbang. Kesejahteraan dapat digambarkan
sebagai kemampuan bangsa dalam menumbuhkan dan
mengembangkan nilai-nilai Nasionalnya demi sebesar-besar
kemakmuran yang adil dan merata, rohaniah, dan jasmaniah,
sedangkan keamanan yang ingin diwujudkan adalah kemampuan
bangsa untuk melindungi nilai-nilai Nasionalnya terhadap hakikat
ancaman dari manapun datangnya, termasuk di dalamnya melindungi
Pancasila sebagai dasar negara (philosophiche gronslag).

Dalam perspektif Ketahanan Nasional, pertahanan negara


Indonesia tidak terlepas dari pengaruh dan dinamika kondisi yang
terkait dengan Asta Gatra. Konsep keseimbangan dan saling
keterkaitan antara satu gatra dengan gatra lainnya serta sistem
pertahanan negara yang bersifat kesemestaan, mencerminkan
adanya keterhubungan yang kuat antara kondisi Ketahanan Nasional
dengan Pertahanan Negara secara menyeluruh. Oleh karena itu,
pembinaan dan pengondisian Ketahanan Nasional dalam berbagai
aspeknya, akan menentukan kualitas Pertahanan Negara, baik di
masa damai maupun dalam masa perang. Kualitas Pertahanan
Negara akan berbanding lurus dengan kondisi Ketahanan Nasional
yang dimiliki, artinya setiap perubahan kondisi Ketahanan Nasional
bangsa, dengan sendirinya akan berpengaruh terhadap kualitas
pertahanan negara dalam implementasinya.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 179


Berdasarkan hasil penelitian Laboratorium Pengukuran
Ketahanan Nasional, kondisi Ketahanan Nasional sampai dengan
akhir 2016 masih berada pada posisi kurang tangguh, dengan nilai
indeks ketahanan sebesar 2,60 yang diukur dari Asta Gatra.
Permasalahan yang ada pada kondisi ketahanan Nasional Indonesia
adalah sebagai berikut:

a. Geografi. Secara geografis Indonesia terletak di posisi


yang sangat strategis, namun demikian Indonesia
memiliki permasalahan-pemasalahan geografis.

1) Wilayah Indonesia yang sangat terbuka juga


berbatasan langsung dengan sepuluh negara
tetangga, yaitu Singapura, Malaysia, Thailand, India,
Vietnam, Palau, Papua Nugini, Australia, Philipina,
dan Timor Leste.

2) Sebagian wilayah geografis Indonesia dilalui cincin


api (ring of fire).

3) Wilayah perbatasan masih belum berkembang dan


memiliki permasalahan tersendiri.

Semua permasalahan tersebut memerlukan perhatian


dari aspek pertahanan dan keamanan Nasional. Sebagai suatu
bangsa yang berada dalam lingkungan dunia yang luas,
perjuangan mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur
dapat mengakibatkan kepentingan bangsa Indonesia
berhadapan dengan bangsa lain.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 180


b. Demografi

Populasi penduduk sebesar 254.9 juta orang dengan


menduduki posisi keempat setelah Tiongkok, India dan
Amerika Serikat. Permasalahan yang dihadapi penduduk
Indonesia saat ini adalah sebagai berikut:

1) Dalam ketersediaan lapangan kerja, terjadi


ketidakseimbangan antara jumlah tenaga kerja yang
dibutuhkan dengan jenis dan jumlah lapangan kerja
yang membutuhkan, serta masih kurangnya tenaga
kerja yang dihasilkan melalui pendidikan dan latihan.

2) PBB telah meproyeksikan dengan memperhatikan


populasi absolut Indonesia di masa depan, di mana
jumlah penduduk Indonesia akan lebih dari 250 juta
jiwa pada tahun 2015, lebih dari 270 juta jiwa pada
tahun 2025, lebih dari 285 juta jiwa pada tahun 2035
dan 290 juta jiwa pada tahun 2045.

Namun demikian, proyeksi PBB ini menunjukkan bahwa


ke depan Indonesia berpotensi mengalami bonus
demografi.

c. Sumber Daya Alam

1) Indonesia memiliki kekayaan SDA yang sangat


melimpah dan tersebar di berbagai wilayah. SDA
terbagi menjadi SDA yang dapat diperbaharui
(renewable) dan tidak dapat diperbaharui (non-
renewable). Beberapa potensi SDA yang cukup

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 181


strategis itu ialah sektor migas, sektor kehutanan,
sektor pertanian, sektor tambang, mineral dan sektor
perikanan.

2) Sumber-sumber kekayaan alam ini sebagai karunia


Tuhan yang dapat digunakan untuk kesejahteraan
masyarakat. Indonesia memiliki beragam sumber
kekayaan alam yang dapat dikelola untuk
menyejahterakan seluruh bangsa Indonesia.

3) Sumber daya alam tersebut mulai dari yang berada


di permukaan bumi, di perut bumi, di laut dan
dibawah laut, di udara, bahkan di angkasa, namun
dari sebagian besar sumber kekayaan alam yang
dimiliki tersebut, pengelolaannya belum sepenuhnya
mampu dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri.

d. Ideologi

1) Perkembangan dalam bidang ideologi yang cukup


memprihatinkan adalah penurunan pemahaman dan
kesadaran sebagai masyarakat Indonesia terhadap
nilai-nilai Pancasila. Meskipun Pancasila sebagai
satu-satunya asas dan pedoman dalam kehidupan
politik oleh organisasi sosial politik, organisasi sosial,
organisasi kemasyarakatan dan berbagai lembaga
kemasyarakatan lainnya, namun di sisi lain masih
menguatnya ego kedaerahan dan primodialisme
sempit (ethno Nasionalism) memperlihatkan adanya

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 182


penurunan pemahaman terhadap ideologi negara
Pancasila.

2) Selain itu terdapat kecenderungan aktivitas


kelompok atau golongan radikal masyarakat tertentu
yang memperlihatkan adanya gerakan
pengeroposan nilai-nilai Pancasila, baik secara
terbuka maupun tertutup, yang secara perlahan
memperlemah SDM yang berkualitas dan
kepercayaan terhadap kemampuan bangsa
Indonesia menurun. Bangsa Indonesia berideologi
Pancasila, namun dalam pemahaman, penghayatan
dan pengamalannya sehari-hari belum dilaksanakan
secara konsekuen.

3) Upaya sebagian kelompok masyarakat yang ingin


mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi yang
lain masih ada, seperti dari kelompok yang
terpengaruh dengan ideologi komunis dan kelompok
yang terpengaruh dengan ideologi radikal. Selain itu
paham liberalisme dan kapitalisme juga begitu kuat
pengaruhnya menekan ideologi Pancasila.

e. Politik

Sejak Indonesia memasuki era reformasi, berbagai


perkembangan di bidang politik telah mewarnai dinamika
perpolitikan Nasional, maupun lokal.

1) Dari segi pemerintahan, Indonesia telah mengalami


pergantian pemimpin Nasional pada Pemilu tahun
2014 yang lalu secara demokratis. Dapat dikatakan

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 183


bahwa proses pergantian pemerintahan di Indonesia
telah berjalan sesuai dengan amanat UUD NRI
tahun 1945 dan berlangsung dengan demokratis.

2) Seiring berlangsungnya pemerintahan oleh Presiden


terpilih, kehidupan politik Nasional secara umum
cukup mantap dan terkendali, mampu mendukung
kelancaran pembangunan Nasional, melalui
peningkatan kualitas kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Hubungan kelembagaan
antarpemerintah (eksekutif) dengan DPR RI
(legislatif) juga berlangsung harmonis walaupun
pada awalnya menemui kendala.

3) Sejalan dengan kematangan berdemokrasi


diharapkan akan semakin membaik, kondusif dan
menguatnya pencapaian good governance dalam
sistem pemerintahan, karena program
pembangunan Nasional tergantung pada bagaimana
keserasian hubungan kedua otoritas politik.

f. Ekonomi

1) Di tengah ancaman krisis ekonomi global,


pertumbuhan ekonomi Nasional diperkirakan akan
mengalami tekanan kinerja perekonomian pada
Semester I tahun 2016 ternyata hasilnya tidak
sesuai dengan ekspektasi. Pertumbuhan ekonomi
Indonesia hanya berkisar 5, 21 %, atau di bawah
ekspektasi 5,7 %.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 184


2) Sebagai pembanding, pertumbuhan ekonomi
Indonesia tahun 2015 adalah 5,11 %. Melemahnya
pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini
menyebabkan berkurangnya daya serap tenaga
kerja sebagai instrumen untuk menurunkan angka
pengangguran dan kemiskinan.

g. Sosial Budaya

1) Era Globalisasi telah membawa perubahan terhadap


kondisi sosial budaya di Indonesia. Nilai-nilai budaya
asli dari Indonesia mulai bergeser seiring dengan
masuknya budaya-budaya asing ke Indonesia akibat
globalisasi melalui kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi. Dalam kondisi seperti itu, keberadaan
Pancasila dan UUD NRI tahun 1945 sebagai nilai
universal yang berasal dari nilai-nilai budaya asli
Indonesia penting untuk diimplementasikan.

2) Bagi bangsa Indonesia budaya adalah tempat untuk


mencari solusi jika menghadapi permasalahan.
Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa
dan budaya menunjukkan bahwa keanekaragaman
budaya merupakan hikmah, yang pada masa lalu
telah mampu memunculkan faktor-faktor perekat
persatuan dan integrasi bangsa. Kecenderungan
kebudayaan lokal yang semakin luntur namun
keinginan untuk menjadi satu bangsa Indonesia
semakin meningkat.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 185


h. Pertahanan dan Keamanan

1) Kondisi geografi Indonesia yang sangat luas,


memerlukan kekuatan militer yang handal dan
terlatih, oleh karena itu disusunlah kebutuhan
Alutsista tersebut melalui perencanaan strategis
Minimum Essential Force (MEF) sampai dengan
tahun 2024 di mana saat ini telah memasuki tahap
kedua tahun 2015-2019.

2) Realisasi MEF tahap kedua ini sudah sangat


tertinggal lantaran belum memiliki payung hukum
berupa Peraturan Presiden. Indonesia masih
memiliki waktu 8 tahun ke depan, untuk itulah
pemerintah sekarang perlu menaikkan anggaran
pertahanan senilai Rp. 108.7 triliun atau setara 1,7%
dari APBN.

3) Kondisi pertahanan dan keamanan Indonesia belum


terstruktur dalam sistem keamanan Nasional yang
komprehensif, sebagaimana yang sudah dimiliki oleh
negara-negara maju.

4) Sampai saat ini Indonesia belum memiliki Undang-


Undang Keamanan Nasional, sehingga dalam
pengelolaan keamanan Nasional masih terjadi
dikotomi paradigma pertahanan ranahnya TNI dan
keamanan ranahnya Polri yang sering menjadi
problem dalam menangani persoalan keamanan

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 186


yang memerlukan keterlibatan aktor-aktor keamanan
secara terpadu.

7.10 Tugas / Diskusi

Mengamati perkembangan lingkungan strategi global dan


regional pada masa pandemi Covid-19 yang berpengaruh pada
banyak sektor di semua negara di dunia termasuk Indonesia, jelaskan
apa kerawanan yang mungkin terjadi dan bagaimana mengantisipasi
kerawanan tersebut ditinjau dari gatra-gatra yang terdapat pada
Ketahanan Nasional. Silakan mendiskusikan permasalahan tersebut
dalam kelompok dan buatlah laporan hasil diskusinya.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 187


7.11 Daftar Pustaka

Ermaya Suradinata dan Alex Dinuth. Geopolitik dan Konsepsi


Ketahanan Nasional: Pemikiran Awal, Pengembangan, dan
Prospek, Jakarta: PT. Paradigma Cipta Yatsigama.
Hari Mulyono. Jurnal Kajian Lemhanas RI, Edisi 29, Maret 2017.
Geostrategi Indonesia dalam Dinamika Politik Global dan
Regional.
Juniawan Priyono, dkk. 2017. Uji Falsifikasi Konsepsi Ketahanan
Nasional sebagai Geostrategi Indonesia, Jurnal Universitas
pertahanan Notosusanto,
Kusnanto Anggoro. Jurnal Kajian Lemhanas RI, Edisi 29, Maret 2017.
Perubahan Geopolitik dan Ketahanan Nasional: Sebuah
Penjelahan Teoritis.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 188


BAB 8
KEWASPADAAN NASIONAL

8.1 Pendahuluan

Manusia sebagai mahluk Tuhan dikaruniai kemampuan yang


sangat berharga, yaitu akal budi dan kehendak yang dinamis. Akal
budi atau juga disebut intelek adalah kemampuan untuk melihat
sesuatu sebagai yang benar dan tepat, sedangkan kehendak yang
dinamis adalah kemampuan untuk memilih sesuatu sebagai yang
baik bagi dirinya. Kewaspadaan merupakan manifestasi aktual dari
kemampuan intelektual manusia sehingga manusia dengan sadar
menentukan sikapnya terhadap masalah yang dihadapi dan
mengambil keputusan sebagai pilihannya yang baik dan benar.

Dengan demikian kewaspadaan Nasional berarti kesadaran


dan kesiagaan bangsa untuk melihat dengan tajam dan teliti masalah
yang dihadapi secara Nasional. Masalah tersebut dapat muncul
dalam bentuk kerawanan maupun dalam bentuk ancaman, gangguan,
hambatan, ataupun tantangan. Tidak hanya menemukan kerawanan,
tapi juga mampu menemukan peluang yang terbuka sehingga dapat
mengambil sikap dan keputusan yang benar dan baik bagi
keselamatan, kelestarian, dan kepentingan bangsa dan Negara. Ini
sangat penting untuk membangun diri dengan menciptakan kondisi
yang melibatkan segala aspek kehidupan bangsa, sehingga dapat
membentuk dan memiliki suatu kekuatan yang riil dan efektif berupa
kemampuan dan ketangguhan bangsa untuk dimanfaatkan sebaik-
baiknya. Kondisi bangsa yang dimaksud itu adalah ketahanan
Nasional yang pada hakikatnya bersifat dinamis dan merupakan

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 189


wujud yang integral dari aspek kehidupan bangsa, yaitu ideologi,
politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.

8.2 Lingkungan Strategis

Perkembangan Lingkungan Strategis baik pada tingkat global,


regional maupun Nasional akan berpengaruh pada keseluruhan arah
kebijakan politik baik dalam negeri maupun luar negeri. Lingkungan
strategis juga mempengaruhi pembangunan kemampuan diplomasi
Indonesia, serta kebijakan strategis yang diambil dan akan
dioperasionalkan dalam menghadapi perubahan atau dampak
lingkungan strategis. Pemahaman atas lingkungan strategis ini
sangat diperlukan untuk membangun dan memperjuangkan
kepentingan Nasional Indonesia. Oleh karena itu, kecenderungan
perkembangan global, regional, dan Nasional perlu diperhatikan.
Terutama kepekaan akan kewaspadaan Nasional terhadap ancaman,
gangguan, tantangan, dan hambatan yang terjadi akibat expansi
pangan global.

Konsep tentang kerawanan pada hakikatnya kelemahan yang


terdapat dalam kehidupan masyarakat baik dalam arti pisik maupun
sosial politik dan mental. Titik-titik kerawanan bisa disebabkan oleh
kondisi manusia dan alam yang terbatas dan serba kekurangan, bisa
juga oleh tingkah laku bangsa yang menelantarkan perikehidupan
sosial ekonominya di tengah-tengah kondisi dan proses
perkembangan zaman sehingga menjadi bangsa yang mundur.

Selain itu konteks sosial budaya yang melatarbelakangi


perikehidupan bangsa mampu memperjelas dan mempertajam
sorotan terhadap titik-titik rawan yang ada. Oleh karena itu, dalam

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 190


membahas kerawanan bukan saja diperlukan ketelitian observasi,
melainkan terutama pengenalan diri, yaitu dengan mengadakan
introspeksi. Usaha mawas diri ini membutuhkan bukan sekedar
penalaran dalam mengindentifikasi titik-titik lemah yang terdapat
dalam masyarakat, melainkan juga kepekaan moral yang mendorong
kita berani mengakui kelemahan-kelemahan yang kita lakukan sendiri,
tanpa mengurangi kebanggaan dan harga diri sebagai bangsa yang
merdeka, mandiri dan andal.

Kurang perhatian terhadap kerawanan yang dimiliki bangsa


berarti membiarkan bangsa telanjang bagi dunia luar, dan menjadi
sasaran keinginannya dan seakan-akan pasrah terhadap ekploitasi
pihak-pihak luar. Kelalaian dalam menangani dan memberi proteksi
terhadap titik-titik kerawanan bangsa berarti membuka pintu gerbang
keberadaan kita menjadi terbuka lebar terhadap penetrasi kekuatan-
kekuatan asing yang ingin memanfaatkan kondisi bangsa. Bilamana
kita kurang memperhatikan kerawanan maka peluang akan bisa
berkembang menuju pelemahan terhadap persatuan dan kesatuan
bangsa.

8.3 Bentuk Ancaman bagi Keamanan Indonesia

Ancaman adalah segala sesuatu yang membahayakan


kedaulatan Nasional, integritas wilayah, keselamatan warga negara
dan kehidupan demokrasi di Indonesia, serta membahayakan
ketertiban dan perdamaian regional dan internasional, baik yang
bersifat konvensional maupun yang bersifat non konvensional. Dari
pengertian ini, maka dapat dikatakan bahwa ancaman merupakan
konsep yang multidimensional, ia bisa berbentuk ancaman militer-
nonmiliter, ancaman tradisional-non-tradisional, ancaman eksternal-

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 191


internal, dan bisa merupakan ancaman langsung maupun tidak
langsung.

Oleh karena sifatnya yang multidimensi inilah yang membuat


upaya mengatasi ancaman pun harus dilakukan secara sektoral dan
melibatkan banyak aktor. Jadi tidak hanya TNI atau polisi saja yang
bertanggung jawab dalam mengatasi ancaman, tetapi juga intelejen
militer, BIN, Deplu, Kemhan, hingga ke tingkat Pemerintah Daerah.

Kondisi geopolitik Indonesia sebagai negara kepulauan yang


terletak di antara benua Asia dan Australia serta Samudera Pasifik
dan Samudera Hindia, menyebabkan kondisi Nasional sangat
dipengaruhi oleh perkembangan lingkungan strategis. Dengan
mencermati dinamika konteks strategis, baik global, regional maupun
Nasional, maka ancaman yang akan muncul akan terwujud dalam
tiga jenis, yaitu konflik interstate atau antarnegara, konflik internal,
dan transNasional konflik.

a. Konflik interstate

Dunia internasional sekarang yang diwarnai oleh


globalisasi. Semakin menyempitnya dunia akibat
perkembangan tekhnologi, telekomunikasi, dan
transportasi memunculkan kecenderungan similaritas dan
uniformitas dari para individu, kelompok, dan sistem
sosial yang melewati atau bahkan menghapus batas
tradisional negara. Akibatnya, kecenderungan untuk
terjadinya konflik secara terbuka antarnegara akan sangat
sulit untuk terjadi. Hal ini disebabkan negara akan

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 192


memikirkan kalkulasi dampak yang akan didapatnya
apabila melakukan konflik terbuka dengan negara lain.

Indonesia, yang notabene merupakan negara yang


berada di kawasan Asia Tenggara pun dalam beberapa
tahun ke depan tidak akan mempunyai ancaman konflik
terbuka dengan negara lain, karena potensi regionalisme
ASEAN kini tengah menguat di mana ASEAN sedang
berupaya membangun suatu identitas bersama, identitas
ASEAN. Ini membuat kecenderungan untuk terjadinya
konflik antarnegara sangat kecil untuk terjadi kecuali ada
faktor yang mendorong terjadinya konflik, seperti
misalnya perubahan dinamika power negara-negara
besar di tingkat regional dan global di mana negara-
negara tersebut berusaha memperbesar negaranya lewat
kebijakan yang ekspansionis.

Namun, dari sisi konflik interstate, ada ancaman yang


harus serius diperhatikan oleh pemerintah Indonesia,
yaitu mengenai masalah wilayah laut. Kepentingan
negara-negara di kawasan Asia Tenggara akan lebih
banyak berangkat dari lingkungan maritim, terutama
dengan adanya selat malaka yang menjadi jalur
pelayaran internasional. Konflik kepentingan negara yang
terjadi di wilayah lautlah yang kemudian harus bisa
ditangani. Konflik-konflik tersebut biasanya terjadi karena
adanya pelanggaran kedaulatan negara ataupun
dikarenakan tarik menarik kewenangan. Dalam beberapa
dekade ke depan, masalah keamanan maritim masih

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 193


akan menghadapi minimal lima tantangan: terrorism and
crime at sea, humanitarian assistance, environmental
protection, safety and protection of shipping dan resource
conflict. Tantangan di atas harus segera dijawab oleh
kekuatan maritim Indonesia agar tidak berdampak pada
terjadinya konflik antarnegara.

b. Konflik internal

Masalah konflik internal adalah masalah yang akan


menjadi ancaman utama bagi keamanan Nasional
Indonesia yang masyarakatnya heterogen. Ancaman
konflik internal yang terjadi di Indonesia kemudian lebih
disebabkan karena adanya persoalan mengenai
kelompok yang menginkan disintegrasi bangsa. Masalah
ini terus menerus muncul dikarenakan instabilitas sosial
dan politik yang melanda Indonesia sejak jatuhnya rezim
Orde Baru belum juga pulih. Instabilitas ini akhirnya
menimbulkan beragam konflik horizontal terjadi di
masyarakat Indonesia, antara suku yang satu dengan
suku yang lain, atau antara kelompok pendatang dengan
masyarakat asal.

Potensi ancaman yang akan muncul di dalam internal


Indonesia juga adalah mengenai perlindungan HAM
terhadap masyarakat Indonesia yang tak kunjung
diberikan pemerintah. Masyarakat yang merasa kecewa
ini kemudian melancarkan gerakan-gerakan separatis
yang akhirnya mengancam keamanan Nasional Indonesia.
Hal ini diperparah lagi dengan aparat penegak hukum,

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 194


yaitu polisi yang kini merasa superior setelah pisah
dengan TNI, sehingga kerap melakukan tindakan
sewenang-wenang.

c. Konflik TransNasional

Ancaman yang paling akan muncul bagi Indonesia dalam


konflik transNasional ini adalah masuknya kelompok
terorisme di Indonesia. Ketidakmampuan pemerintah
untuk menangani masalah terorisme ini akan
menimbulkan dampak yang besar. Indonesia bisa saja
kemudian mendapatkan ancaman agresi dari negara kuat,
seperti Amerika Serikat jika tidak dapat menangani kasus
terorisme. Negara besar akan berupaya menjustifikasi
tindakannya melakukan intervensi dengan berdalih untuk
menghancurkan jaringan terorisme.

Aksi-aksi terror jejaring terorisme memiliki dua karakter


utama: Pertama, aksi tersebut cenderung merupakan low
intensify conflict yang bertujuan untuk melakukan
serangan-serangan high profile. Kedua, aksi-aksi tersebut
tidak dirancang sebagai sesuatu yang linear yang
memiliki tahapan yang jelas. Dengan begitu, prioritas
untuk mempunyai strategi kontraterorisme akan
menunjukkan bahwa pemerintah menempatkan
keamanan Nasional di prioritas yang lebih tinggi dari
perlindungan dan penegakkan hak-hak sipil.

Ancaman dari sisi transNasional lainnya kemudian bisa


bersumber dari kejahatan terorganisir transNasional

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 195


(Transnational Organized Crimes), dengan
memanfaatkan kondisi dalam negeri yang tidak kondusif.
Ancaman kejahatannya bisa berupa penyelundupan obat
bius, perdagangan anak, pembajakkan laut, pencemaran
dan perusakkan ekosistem, aksi radikalisme, dan
beberapa kejahatan transNasional lainnya.15 Untuk bisa
menyelesaikan permasalahan kejahatan terorganisir
transNasional yang seperti demikian, kemudian Indonesia
pun perlu dan harus mengadakan kerja sama pertahanan
dengan negara lain agar metode penyelesaiannya bisa
komprehensif.

8.4 Ancaman Fenomenal Nasional

Saat ini Indonesia diperhadapkan dengan berbagai ancaman


yang dapat mempengaruhi bangs akita dalam mencapai tujuannya.
Adapun ancaman yang saat ini mengemuka adalah sebagai berikut:

a. Ancaman Siber

Saat ini ancaman yang fenomenal di Indonesia adalah


ancaman siber. Perkembangan teknologi komunikasi dan
internet saat ini berjalan secara masif dan cepat. Hampir
semua kalangan lintas usia menggunakan internet dalam
kehidupan sehari-hari, jumlah pengguna internet terus
berkembang dari tahun ke tahun. Teknologi internet
banyak digunakan untuk berbagai keperluan seperti
media sosial maupun perdagangan berbasis elektronik.
Saat ini Indonesia boleh dikatakan sedang
bertransformasi menuju era digital yang diperkirakan akan

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 196


berlangsung hingga beberapa tahun ke depan. Namun
transformasi yang berlangsung tidak lepas dari ancaman
siber/dunia maya.

Hasil penelitian terbaru dari Google dan Temasek


Holdings, nilai internet Asean tembus 3528 triliun.
Indonesia merupakan salah satu negara pengguna
manfaat perkembangan teknologi internet. Bahkan saat
ini, Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan
ekonomi digital yang terbesar dan tercepat di Asia
Tenggara. Aktivitas internet banyak digunakan oleh
masyarakat Indonesia, khususnya untuk berselancar di
media sosial. Bahkan pengguna facebook Indonesia
merupakan yang terbesar ke-4 di dunia. Hal ini tentunya
dapat menjadi nilai positif dan juga nilai negatif. Karena
dengan semakin banyaknya pengguna internet di
Indonesia, maka penyebaran informasi akan menjadi
lebih cepat.

Ancaman siber dapat ditinjau dari banyak dimensi,


diantaranya adalah dimensi sosial budaya. Ditinjau dari
dimensi sosial budaya, ancaman siber dapat
menyebabkan adanya pencurian identitas, pelanggaran
hak cipta, dan pornografi. Jika ditinjau dari keselamatan
umum, ancaman siber yang mungkin terjadi adalah
serangan siber terhadap infrastruktur informasi kritikal
Nasional. Ancaman siber terbesar terletak pada dimensi
teknologi yaitu berupa serangan siber seperti distributed
denial of service atau ddos, hacking, phishing, targeted

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 197


attack, advanced persistent threat atau apt, dan
pemanfaatan darkweb untuk aktivitas ilegal.

Ancaman siber dapat dimanfaatkan untuk provokasi


politik, hoaks dan sara serta hate speech yang dapat
memunculkan ideologi radikalisme, terorisme, dan
liberalisme. Ancaman siber lainnya dari dimensi ekonomi
yaitu dengan menyerang sektor finansial melalui
penipuan online. Upaya serangan siber di Indonesia
sangat masif. Berdasarkan data Badan Siber dan Sandi
Negara (BSSN), jumlah serangan siber di Indonesia
sampai Juli 2021 mencapai 741 juta serangan. Sektor
yang paling banyak diserang adalah sektor pemerintah,
mencapai 44,5 persen, selanjutnya keuangan 21,8 persen,
penegakan hukum 10,1 persen, telekomunikasi 10,4
persen, transportasi 10,1 persen dan BUMN lainnya 2,1
persen. Sementara itu, jumlah aduan siber ke Pusat
Kontak Siber BSSN adalah 1.293 aduan.

Indonesia juga tidak luput dari serangan advanced


persistent threat atau apt dan cyber threat
intelligence atau cti. BSSN telah mendeteksi beberapa
serangan apt pada sektor pemerintah, sektor infrastruktur
informasi kritikal Nasional, serta sektor ekonomi digital di
Indonesia. Serangan-serangan tersebut perlu menjadi
perhatian dalam meningkatkan kewaspadaan Nasional
terhadap ancaman siber. Hal ini perlu diperhatikan
mengingat dampak yang ditimbulkan dapat merugikan
Indonesia.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 198


b. Ancaman Ideologi Radikalisme di Indonesia

Gerakan radikalisme global bukanlah fenomena yang


baru. Ini adalah fenomena sosial yang sudah sejak lama
eksis. Gerakan ini sudah lahir sejak globalisasi dimulai
ribuan tahun yang lalu. Gerakan global yang paling besar
adalah gerakan agama seperti penyebaran agama-
agama seperti Islam dan Kristen. Gerakan radikal bukan
hanya fenomena satu agama saja. Ada beberapa
gerakan radikal global dan itu bukan hanya Islam.

Dalam beberapa waktu terakhir ini aksi yang


dilatarbelakangi radikalis telah banyak mengorbankan
nyawa. Aksi terorisme dan radikalisme di beberapa sudut
daerah yang kalau dibiarkan bisa mengganggu keamanan.
Juga terjadi pembangkangan hukum berupa penyerangan
terhadap aparat yang sedang bertugas. Penyerangan
terhadap aparat keamanan, baik Polri maupun TNI, yang
sedang mengemban tugas negara tidak bisa dibenarkan
secara hukum. Beda dengan, misalnya, perkelahian
kelompok masyarakat dengan oknum aparat di luar
urusan tugas atau secara pribadi. Permasalahan
radikalisme agama sangat kompleks di dalam semua
kehidupan masyarakat sehingga dibutuhkan perencanaan
kebijakan dan implementasi yang komprehensif dan
terpadu.

Beberapa faktor yang menyebabkan terorisme masih


terus berkembang di antaranya kemiskinan, kebodohan,

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 199


dendam politik dengan menjadikan ajaran agama sebagai
satu motivasi untuk membenarkan tindakannya, dan
pemahaman Islam yang salah. Masuknya paham, isme
atau ideologi radikal (radikalisme) yang berpuncak pada
munculnya gerakan dan tindakan teroris di beberapa
daerah dan kota-kota besar di Indonesia, yang dilakukan
oleh kelompok militant Jemaah Islamiyah yang
berhubungan dengan alQaeda ataupun kelompok militan
yang menggunakan ideologi serupa.

Sebagaimana diketahui, terorisme di Indonesia dimulai


tahun 2000 dengan terjadinya Bom Bursa Efek Jakarta,
diikuti dengan empat serangan besar lainnya, dan yang
paling mematikan adalah Bom Bali 2002. Disusul bom
Kompleks Mabes Polri Jakarta 3 Februari 2002, bom
Bandara Soekerno Hatta Jakarta, 27 April 2003, bom JW
Marriot 5 Agustus 2003, bom Palopo10 Januari 2004,
bom Kedutaan Australia 9 September 2009, bom Gereja
Immanuel Palu 12 Desember 2004, bom Ambon 21 Maret
2005, bom Tantena 28 Mei 2005, bom Pamulang
Tangerang 8 Juni 2005, bom Bali 1 Oktober 2005, bom
Pasat Palu 31 Desember 2005, bom Jakarta 17 Juli 2009,
bom Cirebon 15 April 2011, bom Gading Serpong 22 April
2011, bom Solo 25 September 2011, bom Solo 19
Agustus 2012.

Terjadinya kasus bom teroris itu, menunjukkan di dalam


tubuh masyarakat Indonesia telah disusupi dan tumbuh
paham-paham teroris (Terorisme) yang perlu diantisipasi

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 200


tidak saja oleh aparat Kepolisian dan TNI, tetapi juga oleh
segenap komponen masyarakat.

c. Ancaman Sengketa Perbatasan

Melihat kondisi letak geografis Indonesia yang memiiki


perbatasan laut dan daratan dengan negara tetangga
yang belum selesai, diperlukan penanganan secara
serius karena ini merupakan potensi ancaman
keamanan dan ketahanan yang mungkin dapat terjadi.
Secara umum perlu adanya penekanan mengenai
pentingnya memperhatikan wilayah perbatasan. Hal ini
sebagaimana diungkapkan Marwasta (2016) yang
menjelaskan bahwa wilayah perbatasan memiliki nilai-
nilai srategis diantaranya:

1) Daerah perbatasan sangat berpengaruh dalam


mempertahankan kedaulatan negara.

2) Daerah perbatasan adalah faktor pendorong untuk


meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi
masyarakat sekitarnya.

3) Daerah perbatasan memiliki keterkaitan dengan


wilayah yang berbatasan dengan wilayah tersebut
yang satu sama lain saling mempengaruhi baik antar
wilayah maupun antar negara

4) Daerah perbatasan memiliki pengaruh terhadap


kondisi dan situasi pertahanan dan keamanan
wilayah, baik dalam skala regional maupun skala
Nasional.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 201


Selain itu, dengan berkembangnya zaman, ancaman
terhadap keamanan dan pertahanan negara semakin
mengalami perluasan dan pendalaman makna. Hal ini
berarti bahwa keamanan dan pertahanan tidak lagi hanya
berkaitan dengan soal militer atau aparat negara dalam
melindungi dan mempertahankan suatu wilayah atau
keamanan dan pertahanan tidak lagi hanya
menempatkan negara sebagai aktor utama, melainkan
harus juga melibatkan aktor lain selain negara seperti
halnya individu dan kelompok masyarakat (Alfajri,
Setiawan dan Wahyudi, 2019).

d. Ancaman Separatisme

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan


kerangka utama yang mendasari pembentukan bangsa
dan negara Republik Indonesia. Upaya kelompok atau
golongan masyarakat baik di daerah Papua maupun
Maluku melakukan gerakan atau perlawanan gerakan
separatisme dengan tujuan untuk memisahkan diri dari
NKRI merupakan masalah bangsa yang sampai saat ini
belum dapat diselesaikan secara tuntas. Permasalahan
separatisme di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) telah
berhasil diselesaikan. Hal tersebut ditandai oleh
terwujudnya pelaksanaan butir-butir kesepahaman
Helsinki tahun 2005 dengan kerangka dasar NKRI
sebagai mekanisme penyelesaian persoalan.
Pelaksanaan MoU tersebut, antara lain,
diimplementasikan melalui repatriasi mantan anggota

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 202


GAM, penyerahan senjata oleh GAM kepada Pemerintah
RI, pengesahan Undang-Undang Pemerintah Aceh
(UUPA) Nomor 11 Tahun 2006 oleh DPR-RI sebagai
payung dari sistem pemerintahan daerah NAD hingga
terselenggaranya pemilihan kepala daerah (pilkada) pada
tingkat kabupaten/kota serta tingkat provinsi yang
berlangsung aman, damai, dan demokratis.

Penyelesaian kasus separatisme di Papua secara


simultan dan intensif terus dilakukan dengan
menitikberatkan pada upaya peningkatan kondisi
keamanan dan ketertiban yang dibarengi dengan
pelaksanaan otonomi khusus yang memberikan
kewenangan kepada daerah dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Papua. Upaya tersebut telah
menunjukkan keberhasilan dengan indikator semakin
menurunnya intensitas perlawanan gerakan bersenjata.
Pada aspek lainnya, upaya diplomasi internasional yang
dilakukan Pemerintah telah banyak mengubah
pandangan asing menjadi sangat positif terhadap kinerja
Pemerintah RI dalam pembangunan dan peningkatan
kesejahteraan serta pendidikan masyarakat Papua.

8.5 Upaya Meningkatkan Kewaspadaan Nasional

Melihat besarnya ancaman yang dihadapi bangsa Indonesia


baik dari dalam maupun luar negeri, maka untuk menjamin keutuhan
wilayah, kedaulatan negara, keamanan, ketentraman dan ketertiban
umum dan serta kesejahteraan rakyat, dibutuhkan upaya upaya
sinergis antar seluruh elemen bangsa. Terkait dengan hal itu, sangat

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 203


penting upaya penguatan kewaspadaan Nasional yakni dengan
meningkatkan fungsi deteksi dini dalam upaya pencegahan terhadap
segala potensi ancaman.

Kewaspadaan Nasional harus dilandasi rasa Nasionalisme


yang dibangun dari rasa peduli dan tanggung jawab seluruh
komponen bangsa terhadap kelangsungan kehidupan berbangsa dan
bernegara. Kewaspadaan Nasional yang kuat dapat mendeteksi,
mengantisipasi, dan mencegah berbagai bentuk potensi ancaman
keutuhan NKRI.

Perkuatan kewaspadaan Nasional dapat dilakukan melalui


penguatan fungsi koordinasi seluruh stakeholder, penyamaan
persepsi antar seluruh pemangku kepentingan, mengikis ego sektoral,
memberdayakan dan meningkatkan peran lembaga budaya dan
menghormati kearifan lokal dalam memperkuat kewaspadaan
Nasional dalam kehidupan masyarakat, mendorong pemberdayaan
masyarakat melalui forum forum kemitraan pemerintah dan
masyarakat yaitu FKDM, FKUB, FPK dan lainnya, dan menjaga iklim
yang kondusif melalui peningkatan peran koordinasi pemerintah dan
masyarakat.

Dalam menghadapi ancaman siber tersebut, terdapat


beberapa langkah-langkah yang perlu dilakukan sehingga diharapkan
mampu mencegah dan meminimalisasi dampak dari setiap ancaman
dan serangan siber yang memiliki kekhususan. Di samping upaya
kolaborasi, koordinasi, dan sinergi, information sharing merupakan
langkah yang perlu yang dapat dilakukan dengan menjalin hubungan

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 204


BSSN selaku institusi yang menangani bidang keamanan siber
Indonesia, dengan para stakeholder.

Kewaspadaan Nasional terhadap ancaman ideologi


radikalisme memilki kekhususan di samping pelaksanaan sinergitas
secara terintegrasi dengan institusi terkait. Polri diharapkan
menguatkan penggalangan dan deradikalisasi, meningkatkan
koordinasi secara terpadu, meningkatkan pengawasan terhadap
narapidana pelaku teror dan mantan pelaku dan didukung oleh
kebijakan-kebijakan yang mengakomodasi pelaksanaan deteksi dini
untuk menerapkan kewaspadaan Nasional secara optimal. Oleh
karena itu partisipasi masyarakat sangat diperlukan untuk juga
memiliki kesadaran terhadap ancaman faham radikalisme.

Semua pihak (eksekutif, legislatif, yudikatif, media, masyarakat)


harus bersinergi secara kuat, membuat program/ terobosan yang
menyentuh sendi-sendi kehidupan serta implementasi program yang
terus menerus/ berkesinambungan, dengan sasaran untuk
penghapusan atau mematikan radikalisme (individu, kelompok, narasi,
infrastruktur dan tindakan atau perbuatannya) dengan melaksanakan
upaya-upaya antara lain:

a. Menguatkan Penggalangan dan deradikalisasi.


Pemerintah,TNI Polri, Kementrian yang terkait dan
Pemerintah Daerah diharapkan melakukan Penggalangan
dan deradikalisasi terhadap jaringan radikal apabila telah
ada dan tumbuh di wilayah masing-masing baik
kelompok-kelompok tertentu/perorangan dengan
memberdayakan tomas/agama yang moderat dan

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 205


Penguatan sistem pam swakarsa serta memberdayakan
yang sudah ada di wilayah seperti FKPM,
Babinkamtibmas, hansip, LKMD dan lain-lain untuk
pencegahan.

b. Meningkatkan Pengawasan terhadap narapidana pelaku


teror dan mantan pelaku teror. c. Pemerintah dan DPR
diharapkan melakukan Revisi Undang-Undang Nomor 15
tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme, dengan menambahkan pasal penghasutan
pada pelaku teror yang dapat mempengaruhi masyarakat
dan Penyusunan kebijakan terhadap penyebaran faham
radikalisme di dunia maya.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 206


8.6 Tugas / Diskusi

a. Jelaskan pentingnya kewaspadaan Nasional dalam


pembangunan Nasional Indonesia?

b. Jelaskaan dan diskusikan kaitan lingkungan strategis


yang menjadi perhatian dalam kewaspadaan Nasional?

c. Bagaimana konsepsi/upaya peningkatan kewaspadaan


Nasional dalam perspektif pertahanan dan keamanan
Nasional.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 207


8.7 Daftar Pustaka

Komjen Pol. Suhardi Alius, Penyebaran Radikal di Kampus Sangat


Gawat, Bali Post, Kamis 9 Nopember 2017, h.1. Sudharmono,
1994, Kewaspadaan Nasional, Bahan Penataran Tarpadnas,
Jakarta.

Malik, Diary Perdamaian, Mengenal, Mewaspadai Dan Mencegah


Terorisme di Kalangan Generasi Muda, Badan Nasional
Penanggulangan Teroris, Jakarta.

Majen TNI(Purn) Putu Sastra Wingarta, 2012, Urgensi Kewaspadaan


Nasional dalam Mencegah Disintegrasi Bangsa,
https//putusastrawingarta.wordpress.com.

Marjono Reksodiputro, 1998, Kemajuan Pembangunan Ekonomi dan


Kejahatan, Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian
Universitas Indonesia, Jakarta.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2016 tentang


Kewaspadaan Dini Masyarakat Di daerah, tanggal 11 Mei
2006.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 208


BAB 9
NILAI-NILAI DASAR BELA NEGARA

9.1 Pendahuluan

Bela negara adalah istilah konstitusi yang terdapat dalam


pasal 27 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi "Tiap-tiap warga negara
berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara." Hal itu
berarti secara konstitusional bela negara mengikat seluruh bangsa
Indonesia sebagai hak dan kewajiban setiap warga negara.

Bela negara terkait erat dengan terjaminnya eksistensi NKRI


dan terwujudnya cita-cita bangsa sebagaimana termuat dalam
Pembukaan UUD RI tahun 1945 yakni: melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut
serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Berdasarkan Penjelasan Pasal 9 ayat (1) huruf a Undang


Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, Bela
negara didefinisikan sebagai sikap dan perilaku warga negara yang
dijiwai oleh kecintaannya kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila
dan UUD 45 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan
negara.

Upaya bela negara, selain sebagai kewajiban dasar manusia,


juga merupakan kehormatan bagi setiap warga negara yang
melaksanakan dengan penuh kesadaran, tanggung jawab, dan rela
berkorban dalam pengabdian kepada negara dan bangsa.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 209


9.2 Prinsip-Prinsip Pembelaan Negara

Bangsa Indonesia dalam penyelenggaraan pertahanan negara


menganut prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Bangsa Indonesia berhak dan wajib membela serta


mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara,
keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa dari segala
ancaman.

b. Pembelaan negara yang diwujudkan dengan


keikutsertaan dalam upaya pertahanan negara
merupakan tanggung jawab dan kehormatan setiap
warga negara. Oleh karena itu, tidak seorang pun warga
negara boleh dihindarkan dari kewajiban ikut serta dalam
pembelaan negara, kecuali ditentukan dengan undang-
undang. Dalam prinsip ini, terkandung pengertian bahwa
upaya pertahanan negara harus didasarkan pada
kesadaran akan hak dan kewajiban warga negara serta
keyakinan pada kekuatan sendiri.

c. Bangsa Indonesia cinta perdamaian, tetapi lebih cinta


pada kemerdekaan dan kedaulatannya. Penyelesaian
pertikaian atau pertentangan yang timbul antara bangsa
Indonesia dan bangsa lain akan selalu diusahakan
melalui cara-cara damai. Bagi bangsa Indonesia, perang
adalah jalan terakhir dan hanya dilakukan jika semua
usaha dan penyelesaian secara damai tidak berhasil.
Prinsip ini menunjukkan pandangan bangsa Indonesia
tentang perang dan damai.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 210


d. Bangsa Indonesia menentang segala bentuk penjajahan
dan menganut politik bebas aktif. Untuk itu, pertahanan
negara ke luar bersifat defensif aktif yang berarti tidak
agresif dan tidak ekspansif sejauh kepentingan Nasional
tidak terancam. Atas dasar sikap dan pandangan tersebut,
bangsa Indonesia tidak terikat atau ikut serta dalam suatu
pakta pertahanan dengan negara lain.

e. Bentuk pertahanan negara bersifat semesta dalam arti


melibatkan seluruh rakyat dan segenap sumber daya
Nasional, sarana dan prasarana Nasional, dan seluruh
wilayah negara sebagai satu kesatuan pertahanan.

f. Pertahanan negara disusun berdasarkan prinsip


demokrasi, hak asasi manusia, kesejahteraan umum,
lingkungan hidup, ketentuan hukum Nasional, hukum
internasional, dan kebiasaan internasional, serta prinsip-
prinsip hidup berdampingan secara damai dengan
memerhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai
negara kepulauan.

Di samping prinsip tersebut, pertahanan negara juga


memerhatikan prinsip kemerdekaan, kedaulatan, dan keadilan sosial.

Prinsip-prinsip tersebut menunjukkan bahwa sebagai bangsa


yang merdeka, Indonesia jelas tidak ingin kehilangan kedaulatannya,
baik akibat ancaman dari luar maupun dari dalam negeri. Untuk itulah,
disusun suatu sistem pertahanan negara yang memungkinkan peran
aktif segenap warga negara. Oleh karena upaya untuk membela
negara merupakan hak sekaligus kewajiban setiap warga negara,
maka tidak ada seorang pun warga negara yang diistimewakan.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 211


Selain itu, sistem pertahanan negara kita tidak disusun untuk
suatu serangan aktif kepada negara lain dalam bentuk invasi atau
pendudukan. Bangsa kita adalah bangsa yang cinta damai apalagi
kita sendiri pernah merasakan pahitnya dijajah. Jadi, Indonesia tidak
akan pernah memulai menyerang negara lain, tanpa suatu sebab.

9.3 Tujuan Bela Negara

Bela negara memiliki tujuan sebagai berikut:

a. Mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan


negara.

b. Melestarikan budaya.

c. Menjalankan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang


Dasar 1945.

d. Berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara.

e. Menjaga identitas dan integritas bangsa atau negara.

9.4 Bela Negara Dalam Sistem Pertahanan Negara

Berbagai upaya ditempuh Indonesia untuk mempertahankan


kemerdekaannya, salah satunya dengan membangun sistem
pertahanan yang kuat. Pembangunan sistem pertahanan yang kuat
ditujukan untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan NKRI,
dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman serta gangguan
terhadap keutuhan bangsa dan negara. Untuk mempertahankan
kedaulatan negara dari ancaman serta gangguan, maka Indonesia
menerapkan sistem pertahanan semesta (Sishanta).

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 212


Sistem pertahanan Indonesia bersifat semesta yang
melibatkan seluruh sumber daya Nasional yang dipersiapkan secara
dini oleh pemerintah. Diselenggarakan secara total, terpadu, terarah,
dan berkelanjutan untuk menegakkan kedaulatan negara, menjaga
keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala
bentuk ancaman. Sistem pertahanan semesta terdiri dari empat
komponen, yaitu komponen utama, komponen cadangan, komponen
pendukung, dan pendidikan bela negara. Dapatkan informasi,
inspirasi dan insight di email kamu. Daftarkan email Komponen utama
dalam sishanta yaitu Tentara Nasional Indonesia (TNI). Jadi, TNI
yang menjadi garda terdepan dalam usaha mempertahankan
kedaulatan negara Indonesia.

Dalam buku Ilmu Pertahanan (2016) karya Syarifuddin Tippe,


dijelaskan bahwa ada dua cara yang dilakukan TNI untuk melindungi
kedaulatan Indonesia, yaitu dengan Operasi Militer Perang (OMP)
dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). OMSP berfungsi untuk
mengatasi gerakan separatisme bersenjata, mengatasi aksi terorisme,
mengamankan wilayah perbatasan, mengamankan obyek vital
Nasional yang bersifat strategis, mengamankan presiden dan wakil
presiden beserta keluarganya, dan sebagainyah. Keterlibatan warga
negara dalam sishanta Upaya mempertahankan kedaulatan negara
tidak hanya dilakukan oleh TNI, tetapi juga warga negara. Sebab
sistem pertahanan semesta melibatkan seluruh sumber daya
Nasional. Warga negara merupakan salah satu sumber daya
Nasional, berarti warga negara ikut terlibat dalam sishanta.
Keterlibatan warga negara dalam sishanta tercermin dari
implementasi pendidikan bela negara.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 213


Pendidikan bela negara dilaksanakan untuk mencetak kader
bela negara yang disiapkan menjadi komponen cadangan dan
komponen pendukung. Komponen cadangan dan komponen
pendukung berfungsi untuk memperbesar dan memperkuat kekuatan
dan kemampuan komponen utama. Selain itu, kader bela negara juga
berperan menjadi garda terdepan dalam menangkal ancaman non-
militer. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sistem pertahanan semesta
(sishanta) melibatkan semua komponen, tidak hanya TNI tetapi juga
warga negara. Semua bersatu-padu untuk mempertahankan
kedaulatan dan keutuhan NKRI.

9.5 Spektrum Bela Negara

Belakangan ini penggunaaan kata-kata dalam ucapan dan


keterangan makin luas dan banyak menggunakan kata-kata yang
jarang digunakan sehingga membuat kita kadang tidak tau maksud
dari kata-kata tersebut. Seperti penggunaan kata spektrum. Arti kata
spektrum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
rentetan warna kontinu yang diperoleh apabila cahaya diuraikan ke
dalam komponennya.

Spektrum adalah sebuah kondisi atau harga yang tidak


terbatas hanya pada suatu set harga saja tetapi mampu berubag
secara tak terbatas di dalam sebuah kontinum. Kata ini berevolusi
dari bahasa Inggris kuno spectre yang artinya hantu, namun kata ini
saat ini digunakan dalam dunia ilmu.

Penggunaan kata spektrum pertama kali dipakai dalam aspek


optic untuk menggambarkan pelangi warna dalam cahaya, ketika
cahaya tersebut terdispersi pelh sebuah prisma. Sejak saat itu

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 214


penggunaan kata spektrum dianalogikan di dalam berbagai aspek.
Kini istilah spektrum digunakan untuk menggambarkan rentang
kondisi atau luasnya jangkauan yang dikelompokkan bersama dan
dipelajari dalam suatu topik.

Spektrum bela negara adalah jangkauan makna bela negara.


Spektrum bela negara sangat luas, mulai dari yang paling halus
hingga yang paling keras, mulai dari hubungan baik sesama warga
negara sampai bersama-sama menangkal ancaman nyata musuh
bersenjata. Tercakup di dalamnya adalah bersikap dan berbuat yang
terbuat bagi bangsa dan negara.

Pengertian Bela Negara hingga saat ini masih dipersepsikan


identik dengan Pertahanan dan Keamanan. Persepsi ini muncul
karena sejak awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia,
keikutsertaan warga negara dalam Bela Negara berwujud dalam
kegiatan di bidang pertahanan dan keamanan, namun dalam
kenyataannya pengertian Bela Negara mengalami perkembangan.

Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Departemen


Pertahanan RI membuat periodisasi pengertian Bela Negara dimulai
dari tahun 1945 sampai sekarang yang dimulai dari:

a. Periode 1945 – 1949. Bela Negara dipersepsikan dengan


perang kemerdekaan, baik bersenjata maupun tidak
bersenjata.

b. Periode 1950 – 1966. Bela Negara dipersepsikan identik


dengan Pertahanan Keamanan (Hankam).

c. Periode 1998 – Sekarang (Era Reformasi).

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 215


Pemahaman Bela Negara pada era reformasi saat ini masih
tetap, yakni identik dengan Ketahanan Nasional, namun ciri khas
secara umum tekanannya pada masalah demokrasi, hak asasi
manusia, dan lingkungan hidup serta penegakkan hukum yang
menjadi prioritas utama dan harus dijunjung tinggi.

Bela negara biasanya selalu dikaitkan dengan militer atau


militerisme, seolah-olah kewajiban dan tanggung jawab untuk
membela negara hanya terletak pada Tentara Nasional Indonesia.
Padahal berdasarkan pasal 30 UUD 1945, Bela Negara merupakan
hak dan kewajiban setiap warga negara Republik Indonesia. Bela
Negara adalah upaya setiap warga negara untuk mempertahankan
Republik Indonesia terhadap ancaman baik dari luar maupun dalam
negeri.

UU No 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara Republik


Indonesia; mengatur tata cara penyelenggaraan pertahanan negara
yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) maupun oleh
seluruh komponen bangsa. Bela negara adalah tekad, sikap dan
perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaan kepada Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD
1945 dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Pembelaan negara bukan semata-mata tugas TNI, tetapi segenap
warga negara sesuai kemampuan dan profesinya dalam kehidupan
bermasyarakat berbangsa dan bernegara.

Era reformasi membawa banyak perubahan di hampir segala


bidang di Republik Indonesia; ada perubahan yang positif dan
bermanfaat bagi masyarakat, tapi tampaknya ada juga yang negatif

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 216


dan pada gilirannya akan merugikan bagi keutuhan wilayah dan
kedaulatan negara kesatuan Republik Indonesia.

Selain itu bela negara juga diartikan sebagai tekad, sikap dan
tindakan warga Negara yang teratur, menyeluruh, terpadu dan
berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air, kesadaran
berbangsa dan bernegara Indonesia, keyakinan akan kesaktian
Pancasila sebagai ideologi Negara, kerelaan untuk berkorban guna
meniadakan setiap ancaman baik dari luar maupun dari dalam negeri
yang membahayakan kemerdekaan dan kedaulatan Negara,
kesatuan dan persatuan bangsa, keutuhan wilayah dan yurisdiksi
Nasional, serta nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 (Basrie, 1998: 8).

Dari uraian tersebut di atas, maka dapat ditarik suatu


kesimpulan pengertian arti dari bela negara itu sendiri adalah Warga
Negara Indonesia (WNI) yang memiliki tekad, sikap dan perilaku yang
dijiwai cinta NKRI (Negara 8 Kesatuan Republik Indonesia)
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang rela berkorban demi
kelangsungan hidup bangsa dan negara.

Adapun kriteria warga negara yang memiliki kesadaran bela


negara adalah mereka yang bersikap dan bertindak senantiasa
berorientasi pada nilai-nilai bela negara.

Bela negara itu sendiri pada dasarnya terbagi menjadi 2


spektrum yaitu

a. Spektrum Soft (halus) yang terdiri dari Psychological


berupa pemahaman ideologi negara (Pancasila dan UUD
1945), nilai-nilai luhur bangsa, wawasan kebangsaan,
rasa cinta tanah air, persatuan dan kesatuan bangsa,

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 217


kesadaran bela negara serta physical berupa perjuangan
mengisi kemerdekaan, pengabdian sesuai profesi,
pembinaan kebangsaan, meningkatkan kesejahteraan,
pembentukan jati diri bangsa, mewujudkan rasa aman,
anasir disintegrarasi, kesadaran bela Negara, kesadaran
kebangsaan, sistem penangkalan maya, menjunjung
tinggi nama Indonesia di dunia internasional, melalui
kesenian, olahraga, penanganan bencana, dan
menghadapi ancaman nonmiliter lainnya (ekonomi, sosial,
budaya, dll).

b. Spektrum Hard (keras) berupa upaya untuk menghadapi


ancaman militer melalui partisipasi sebagai komponen
pendukung dan komponen cadangan.

Kedua spektrum perlu diketahui oleh semua warga negara


melalui pendidikan kewarganegaraan dan pembinaan kebangsaan,
dan pada akhirnya adalah membentuk warga negara yang baik
dengan mempraktekkan apa apa saja yang bisa dilakukan oleh warga
negara dalam rangka pembelaan negara. Hal ini sejalan dengan
pemikiran Freddy K. Kalidjernih (2011: 167) yang menyatakan bahwa
tujuan utama pendidikan kewarganegaraan bentuk apapun adalah
mempersiapkan seorang warga negara yang baik. Melalui pendidikan
kewarganegaraan serta pembinaan kebangsaan dalam bentuk
pendalaman civic knowledengane (pengetahuan), civic skill
(ketrampilan kewarganegaraan), dan civic disposition (sikap
kewarganegaraan) akan terbentuk suatu karakter warga negara yang
baik (good citizen).

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 218


9.6 Unsur-Unsur Bela Negara

Adapun unsur-unsur bela negara dan penjelasannya antara


lain sebagai berkut:

a. Cinta Tanah Air

Kesadaran bela negara pada setiap warga negara


didasarkan pada kecintaannya kepada tanah air. Cinta
tanah air dapat diwujudkan dengan cara mengetahui
sejarah negara kita melestarikan budaya, serta menjaga
lingkungan dan nama baik bangsa dan negara. Cinta
tanah air berarti bangga menjadi bagian dan bertempat
tinggal di negaranya.

b. Kesadaran Berbangsa dan Bernegara

Kesadaran berbangsa dan bernegara merupakan sikap


yang sesuai dengan kepribadian bangsa. Hal ini dikaitkan
dengan cita-cita bangsanya. Kita dapat mewujudkannya
dengan cara mencegah perselisihan antar orang
perorangan atau antar kelompok. Selain itu juga menjadi
anak bangsa yang berprestasi.

c. Keyakinan Pancasila sebagai Ideologi

Ideologi merupakan warisan dan hasil perjuangan para


pahlawan yang dijadikan sebagai identitas Nasional.
Pancasila bukan hanya sebagai ikrar yang diucapkan
sewaktu upacara bendera. Namun juga diamalkan dalam
kehidupan sehari-hari. Pancasila sebagai alat pemersatu
keberagaman yang ada di Indonesia yang memiliki

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 219


keberagaman unsur budaya, agama, etnis, dan lain
sebagainya. Nilai-nilai Pancasila ini yang dapat
mematahkan setiap ancaman, tantangan, dan hambatan
negara.

d. Rela Berkorban untuk Bangsa dan Negara

Rela berkorban untuk bangsa dan negara adalah


bersedia dengan ikhlas dan sepenuh hati memberikan
dan melakukan apa yang kita bisa untuk kemajuan,
kemakmuran dan kesejahteraan negara kita. Sikap rela
berkorban bukan berarti ikut serta dalam berperang
melawan musuh layaknya pahlawan yang melawan
penjajah. Rela berkorban berarti melakukan apa yang kita
bisa dan kita punya diberikan baik tenaga, uang, dan
waktu.

e. Memiliki Kemampuan Bela Negara secara Fisik dan


Psikis

Salah satu unsur bela negara yang lain adalah memiliki


kemampuan bela negara itu sendiri. Kemampuan bela
negara setiap orang berbeda-beda. Seperti yang kita tahu
bahwa, masyarakat merupakan komponen pendukung
pertahanan dan keamanan negara.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 220


9.7 Tugas / Diskusi

a. Jelaskan dan diskusikan impplementasi nilai-nilai Bela


Negara dalam kehidupan pemerintahan dan bernegara
dan kehidupan sehari-hari!

b. Jelaskan dan diskusikan konsep Bela Negara dalam


menghadapi tantangan global saat ini.

c. Jelaskan dan diskusikan tentang unsur-unsur Bela


Negara dalam perspektif pertahanan Negara dalam
kaitannya dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 221


9.8 Daftar Pustaka

Alfaqi, Mifdal Z. 2016. Melihat Sejarah Nasionalisme Indonesia Untuk


Memupuk Sikap Kebangsaan Generasi Muda. Jurnal Civics
Volume 13 Nomor 2, Desember 2016

Bela Negara (Analisis Isi Pada Buku Pendidikan Kewarganegaraan


Kelas Ix Karangan Agus Dwiyono Dkk Serta Pelaksanaannya
Di Smp Muhammadiyah 7 Sumberlawang Kabupaten Sragen
Tahun Ajaran 2012/2013). Surakarta.

Hans Kohn. 1955. Nationalism Its Meaning and History. New York: D.
Van Nostrand Company, Inc.

LAN RI. 2014. Modul Prajab: Sistem Administrasi Negara Republik


Indonesian (SANKRI). Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.

Maftuh, B. 2008. Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila dan Nasionalisme


Melalui Pendidikan Kewarganegaraan. EDUCATIONIST Vol. II
No. 2 Juli 2008. ISSN: 1907 – 8838.

Rahayu, M. Dkk. 2019. Kesadaran Bela Negara Pada Mahasiswa.


Epigram Vol. 16 No. 2 Oktober 2019

Suhady, Idup dan A. M. Sinaga. 2006. Wawasan Kebangsaan Dalam


Kerangka NKRI. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara –
Republik Indonesia.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2002 tentang


Pertahanan Negara

Widodo, S. 2011. Implementasi Bela Negara Untuk Mewujudkan


Nasionalisme. Jurnal Ilmiah CIVIS, Volume I, No 1, Januari
2011.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 222


BAB 10
IDENTITAS NASIONAL

10.1 Pendahuluan

Identitas adalah ciri, tanda, atau jati diri yang melekat pada
seseorang, kelompok atau sesuatu sehingga membedakan dengan
yang lain. Kata Nasional disini lebih tertuju pada konsep kebangsaan,
dan juga merujuk pada kelompok yang terikat oleh kesamaan ras,
agama, budaya, Bahasa, dan lain-lain. Sedangkan identitas Nasional
sendiri yaitu sebagai ideologi negara, pandangan hidup bangsa, dan
juga kepribadian bangsa sehingga mecapai kedudukan tertinggi
dalam tatanan berbangsa dan bernegara dan termasuk tatanan
hukum yang berlaku di negara Indonesia. Tapi, secara garis besar
identitas Nasional adalah sesuatu yang dibentuk dan disepakati
dengan dimusyawarahkan secara mufakat yang nantinya dapat
membedakan negara satu dengan negara lainnya.

Merujuk pada konsep kebangsaan, dalam hal ini kata nation


melekat pada kelompok-kelompok yang lebih besar (larger group)
yang diikat oleh kesamaan-kesamaan, baik fisik seperti budaya
(culture), agama (religion), dan bahasa (language), maupun non fisik
seperti keinginan (needs), cita-cita (goals) dan tujuan (purpose).
Suatu ciri yang dimiliki/keunikan suatu bangsa yang secara filosofis
membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain.

Setiap Negara memiliki identitas Nasional yang berbeda-beda.


Hal ini sama saja seperti manusia, memiliki identitas yang berbeda
setiap individunya. Identitas ini tentunya berguna untuk membedakan
setiap negara. Identitas ini bisa disebut sebagai sifat atau jati diri
yang melekat pada sesuatu.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 223


Identitas Nasional ini merupakan buatan karena identitas
Nasional ini dibuat, dan disepakati oleh warga dari suatu bangsa
sebagai identitasnya. Identitas suatu negara merupakan suatu hal
sekunder karena identitas Nasional hadir setelah identitas suatu
bangsa mempunyai identitas yang berbeda-beda.

Istilah natie atau nation mulai tidak asing pada tahun 1835.
Nation yang memiliki arti bangsa atau Nasional, Nasionalisme, atau
paham kebangsaan. Istilah bangsa ini memiliki arti masyarakat yang
bentuknya terwujud dalam sejarah dan memiliki unsur-unsur satu
kesatuan bahasa, satu kesatuan daerah, satu kesatuan ekonomi,
satu kesatuan hubungan ekonomi, satu kesatuan jiwa.

Syarat mutlak adanya sebuah bangsa adalah persetujuan


bersama yang mengandung keinginan untuk hidup bersama dan
bersedia untuk berkorban demi mencapai tujuan. Jika warga dari
suatu bangsa rela mengorbankan jiwa raganya demi eksistensi
bangsanya, maka bangsa tersebut akan tetap bersatu.

Dalam segi sosiologis, bangsa adalah persekutuan hidup pada


masyarakat yang awalnya berdiri sendiri namun akhirnya merasa
kesatuan ras, bahasa, keyakinan dan budaya. Dari segi politis,
bangsa adalah masyarakat dalam suatu daerah yang sama dan
mereka patuh pada kedaulatan negara, dan kedaulatan negara itu
merupakan kekuasaan tertinggi. Dalam kata lain, mereka terikat oleh
kekuasaan politik.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 224


10.2 Fungsi Identitas Nasional

a. Sebagai alat pemersatu. Identitas Nasional menjadi alat


pemersatu dari berbagai latar belakang agama, suku
bangsa, budaya, bahasa, dan lain sebagainya.
Kemajemukan dengan berbagai perwujudannya dapat
menjadi satu karena identitas Nasional menjadi media
penyatu dalam berinteraksi antar individu maupun
kelompok bangsa Indonesia baik di dalam negeri maupun
di luar negeri.

b. Sebagai pembeda dengan bangsa lain. Identitas Nasional


Indonesia menjadi penanda yang menjadi identitas bagi
bangsa Indonesia. Identitas ini tentunya berbeda dengan
identitas bangsa lain. Identitas ini hadir sebagai pembeda
dengan bangsa lain.

c. Sebagai identitas negara. Identitas Nasional Indonesia


merupakan penanda bagi keberadaan Indonesia. Hal ini
sangat tampak saat berinteraksi dan berada di antara
bangsa-bangsa lain. Identitas suatu negara sangat
penting dalam kancah pergaulan internasional. Kehadiran
suatu negara dapat diketahui melalui keberadaan
identitas negara tersebut.

Ada beberapa hal yang penting diketahui terkait identitas, yaitu:

a. Identitas yang dipaksakan secara eksternal dan identitas


yang dibuat secara internal. Ini bisa menjadi masalah
pada individu ketika reflektif "aku" mereka bertentangan

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 225


dengan ―aku" dalam sosial. Negara membutuhkan
konstruksi identitas mereka untuk ditempatkan di
beberapa tingkatan. Aktor yang beragam dan pejabat
pemerintah berperan dalam upaya untuk memaksakan
identifikasi pada wilayah konflik.

b. Identitas terkait erat dengan persamaan dan perbedaan.


Kebanyakan individu dan hampir semua negara
menyatakan keunikan mereka. Ini adalah untuk
menyatakan negara mereka berbeda dan lebih baik dari
yang lain. Definisi ini merupakan sarana penting untuk
membangun harga diri. Identifikasi diri tersebut terutama
berasal dari peran dan afiliasi kita.

c. Karena ada berbagai identifikasi yang membentuk


identitas individu dan negara di negara yang multietnis
maka ada dinamika ganda. Semakin banyak peran yang
mereka lakukan, semakin besar kemungkinan untuk
merasakan tekanan silang karena perilaku mereka
berbeda antara perasaan dan terkait dengan kebijakan
negara yang harus dilakukan. Pembuat kebijakan dapat
mengalami ketegangan ini ketika harus mengidentifikasi
kebijakan dalam dan luar negeri, atau kebijakan yang
harus mereka buat tampaknya bertentangan.

10.3 Faktor-Faktor Pendukung Lahirnya Identitas Nasional

Seperti yang sudah dijelaskan bahwa identitas Nasional


bersifat buatan. Ada banyak faktor-faktor yang membentuk identitas
Nasional suatu bangsa. Faktor-faktor tersebut meliputi:

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 226


a. Faktor Objektif. Faktor objektif ini meliputi faktor geografis
dan demografis. Kondisi geografi yang membentuk
Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki iklim
tropis. Indonesia juga terletak di wilayah Asia Tenggara,
hal ini mempengaruhi adanya perkembangan kehidupan
ekonomi, sosial, dan budaya bangsa Indonesia.

b. Faktor Subjektif. Faktor subjektif ini meliputi faktor sosial,


politik, kebudayaan dan juga sejarah yang dimiliki bangsa
Indonesia. Faktor-faktor ini sangat mempengaruhi proses
terbentuknya masyarakat Indonesia dan juga identitas
bangsa Indonesia.

c. Faktor Primer. Faktor primer ini meliputi etnis, teritorial,


bahasa, dan juga agama. Indonesia sendiri merupakan
bangsa yang memiliki berbagai macam budaya, bahasa
dan agama. Meskipun unsur-unsur tersebut berbeda-
beda dan memiliki ciri khas masing-masing, namun hal
tersebut bisa menyatukan masyarakat menjadi bangsa
Indonesia. Persatuan yang terjadi itu tidak serta merta
menghilangkan keanekaragaman yang memang sudah
ada di dalam masyarakat Indonesia, maka dari itu lahirlah
istilah Bhinneka Tunggal Ika, yang memiliki arti berbeda-
beda tapi tetap satu jua.

d. Faktor Pendorong. Faktor ini meliputi komunikasi dan


teknologi, seperti lahirnya angkatan bersenjata dalam
kehidupan negara. Dalam hubungan ini, ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam suatu bangsa

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 227


merupakan identitas Nasional yang dinamis. Maka dari itu,
pembentukan identitas Nasional yang dinamis ini sangat
dipengaruhi oleh kemampuan dan prestasi masyarakat
Indonesia. Semuanya tergantung apakah bangsa
Indonesia mau dan mampu membangun bangsa untuk
memajukan bangsa dan negara Indonesia.

e. Faktor Penarik. Faktor penarik ini meliputi bahasa,


birokrasi yang tumbuh dan sistem pendidikan. Bahasa
Indonesia merupakan bahasa yang sudah ditetapkan
menjadi bahasa Nasional dan kesatuan Nasional.
Masing-masing suku yang ada di Indonesia masih tetap
menggunakan bahasa dari daerahnya masing-masing.

f. Faktor Reaktif. Faktor reaktif ini meliputi dominasi,


pencarian identitas dan juga penindasan. Seperti yang
sudah diketahui bahwa bangsa Indonesia pernah dijajah
beratus-ratus tahun oleh bangsa asing. Hal ini
mewujudkan memori bagi rakyat Indonesia. Memori akan
perjuangan, penderitaan dan semangat yang hadir dalam
masyarakat untuk memperjuangkan kemerdekaan.

Faktor-faktor di atas pada dasarnya merupakan proses dalam


sebuah pembentukan identitas Nasional. Hal ini tentunya terus
berkembang, mulai dari era sebelum kemerdekaan, sampai saat ini.

Bangsa Indonesia dibangun dari masyarakat lama sehingga


membentuk kesatuan dengan prinsip Nasionalis modern. Maka dari
itu, dalam pembentukan identitas Nasionalnya, sangat erat dengan
unsur-unsur sosial, ekonomi, budaya, geografis, dan juga agama.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 228


Robert de ventos, sebagaimana dikutip Manual Castells dalam
bukunya, The Power Of Identity, mangemukakan teori tentang
munculnya identitas Nasional bangsa sebagai hasil historis antara 4
faktor penting yaitu:

a. Mencakup etnisitas, teritorial, bahasa, agama dan yang


sejenisnya.

b. Meliputi pembangunan komunikasi dan teknologi, lahirnya


anggota bersenjata modern dan pembangunan lainnya
dalam kehidupan negara.

c. Mencakup kodifikasi bahasa dalam gramatika yang resmi,


tumbuhnya birokrasi, dan pemantapan pendidikan
Nasional.

d. Meliputi penindasan, dominasi, dan pencairan identitas


alternatif melalui memori kolektif rakyat.

Dalam hal faktor historis, sejarah panjang bangsa Indonesia


sampai terbentuknya bangsa yang seperti sekarang ini, telah
menempatkan faktor sejarah menjadi donatur yang cukup besar
dalam perkembangan lahirnya identitas Nasional Indonesia.
Penderitaan akibat penjajahan serta lahirnya kaum terpelajar
merupakan diantara faktor historis yang mendorong secara politik
lahirnya identitas Nasional Indonesia pada akhir abad ke-19 hingga
awal abad ke-20. Oleh sebab itu identitas memberi ruang sebagai
pemersatu bangsa, karena identitas Nasional mengandung unsur
kesadaran akan Nasionalisme. Bentuk identitas Nasional Indonesia
adalah bahasa Indonesia, sebagai bahasa Nasional, bendera merah

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 229


putih sebagai bendera negara, lagu Indonesia Raya sebagai lagu
kebangsaan, Pancasila sebagai dasar negara, falsafah negara,
Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara dan UUD 1945
seabagai konstitusi atau hukum dasar negara. sep Nasionalisme
Indonesia.

Munculnya nama ‖Indonesia‖ sendiri sebagai identitas bangsa,


telah dimulai pada tahun 1850, sebagaimana tercantum dalam tulisan
George Samuel Windsor dan James Richardson Logan di majalah
ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia
(JIAEA), yang terbit di Singapura. Dalam perkembangannya,
kata ‖Indonesia‖ bahkan secara berani dipakai oleh organisasi
Indonesische Vereeniging untuk menamakan korannya : ‖Indonesia
Merdeka‖ pada tahun 1924. Indonesische Vereeniging akhirnya juga
berubah nama menjadi Perhimpunan Indonesia. Selanjutnya pada
tahun 1928, kata ‖Indonesia‖ akhirnya digunakan secara heroik
sebagai identitas penyatuan dari keberagaman Indonesia itu sendiri
melalui ‖Sumpah Pemuda‖, sebelum akhirnya resmi dijadikan sebagai
nama negara Indonesia yang merdeka, pada 17 Agustus 1945.

Terbentuknya Negara Indonesia karena adanya tekad politik


untuk bersatu, kesamaan identitas dari beragam kelompok
masyarakat dan adanya kesamaan nasib dan perjuanan melawan
penjajah. Kesemuanya ini dipupuk subur oleh semua komponen
bangsa untuk menjadikan bangsa yang besar dengan identitas
Nasional yang mantap. Jika tidak demikian maka dapat dikatakan
bahwa komponen bangsa meracuni diri sendiri dengan egoism,
ambisi, keserakan, dan pengkhianatan individu dan kelompok dengan
melupakan pengorbanan sejarah perjuangan pendiri bangsa.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 230


Kelahiran identitas Nasional suatu bangsa memiliki sifat, ciri
khas serta keunikan sendiri-sendiri, yang sangat ditentukan oleh
faktor-faktor yang mendukung kelahiran identitas Nasional
tersebut. Faktor-faktor yang mendukung kelahiran identitas Nasional
bangsa Indonesia meliputi Faktor objektif, yang meliputi faktor
geografis-ekologis dan demografis dan Faktor subjektif, yaitu faktor
historis, sosial, politik, dan kebudayaan yang dimiliki bangsa
Indonesia (Suryo, 2002).

Manifestasi dari nilai-nilai budaya bangsa Indonesia yang telah


hidup dan berkembang sejak dahulu kala. Kerajaan-kerajaan
Nusantara abad IV Sriwijaya dan Majapahit menanamkan nilai-nilai
kebudayaan luhur berupa adat istiadat, kebiasaan dan pola perilaku;
dan nilai relijius berupa agama-agama dan kepercayaan, yang
masing-masing individu/kelompok menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan dan memiliki sikap toleransi tinggi, sehingga
perbedaan-perbedaan dalam masyarakat itu dianggap sebagai
rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa.

10.4 Pancasila Sebagai Kepribadian dan Identitas Nasional

Sebagai salah satu bangsa dari masyarakat internasional,


Indonesia memiliki sejarah serta prinsip dalam hidupnya yang
berbeda dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Tatkala bangsa
Indonesia berkembang menuju fase Nasionalisme modern,
diletakkanlah prinsip- prinsip dasar filsafah sebagai suatu asas dalam
hidup berbangsa dan bernegara. Para pendiri negara menyadari akan
pentingnya dasar filsafat ini, kemudian melakukan suatu penyelidikan
yang dilakukan oleh badan yang akan meletakkan dasar filsafat
bangsa dan negara yaitu BPUPKI. Prinsip-prinsip dasar itu ditemukan

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 231


oleh para pendiri bangsa tersebut yang diangkat dari filsafat hidup
atau pandangan hidup bangsa Indonesia, yang kemudian
diabstraksikan menjadi suatu prinsip dasar filsafat negara yaitu
Pancasila.

Jadi, dasar filsafat suatu bangsa dan negara berakar pada


pandangan hidup yang bersumber kepada kepribadiannya sendiri.
Hal inilah menurut Titus dikemukakan bahwa salah satu fungsi filsafat
adalah kedudukannya sebagai suatu pandangan hidup masyarakat
(Titus, 1984). Dapat pula dikatakan bahwa Pancasila sebagai dasar
filsafat bangsa dan negara Indonesia pada hakikatnya bersumber
kepada nilai-nilai budaya dan keagamaan yang dimiliki oleh bangsa
Indonesia kepribadian bangsa. Jadi filsafat Pancasila itu bukan
muncul secara tiba- tiba dan dipaksakan oleh suatu rezim atau
pengusaha melainkan melalui suatu fase historis yang cukup panjang.

Pancasila sebelum dirumuskan secara formal yuridis dalam


Pembukaan UUD 1945 sebagai dasar filsafat negara Indonesia, nilai-
nilainya telah ada pada bangsa Indonesia, dalam kehidupan sehari-
hari sebagai suatu pandangan hidup, sehingga materi Pancasila yang
berupa nilai-nilai tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia
sendiri. Dalam pengertian seperti ini menurut Notonagoro bangsa
Indonesia adalah sebagai kausa materialis Pancasila. Nilai-nilai
tersebut kemudian diangkat dan dirumuskan secara formal tersebut
dilakukan dalam sidang-sidang BPUPKI pertama, sidang Panitia 9,
sidang BPUPKI kedua, serta akhirnya disahkan secara formal yuridis
sebagi dasar filsafat negara Republik Indonesia.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 232


Sejarah Budaya Bangsa sebagai Akar Identitas Nasional
Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup
panjang. Berdasarkan kenyataan objektif tersebut maka untuk
memahami jati diri bangsa Indonesia serta identitas Nasional
Indonesia maka tidak dapat dilepaskan dengan akar-akar budaya
yang mendasari identitas Nasional Indonesia. Oleh karena itu, akar-
akar Nasionalisme yang berkembang dalam perspektif sejarah
sekaligus juga merupakan unsur-unsur identitas Nasional, yaitu nilai-
nilai yang tumbuh dan berkembang dalam sejarah terbentuknya
bangsa Indonesia.

Faktor-faktor penting bagi pembentukan bangsa Indonesia


sebagai berikut:

a. Adanya persamaan nasib, yaitu penderitaan bersama


dibawah penjajahan bangsa asing lebih kurang selama
350 tahun.
b. Adanya keinginan bersama untuk merdeka, melepaskan
diri dari belenggu penjajahan.
c. Adanya kesatuan tempat tinggal, yaitu wilayah nusantara
yang membentang dari Sabang sampai Merauke.
d. Adanya cita-cita, tujuan dan visi bersama untuk mencapai
kemakmuran dan keadilan sebagai suatu bangsa.

10.5 Jenis Identitas Nasional

a. Identitas fundamental, yakni Pancasila sebagai filsafat


bangsa, hukum dasar, pandangan hidup, etika politik,
paradigma pembangunan.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 233


b. Identitas instrumental, yang meliputi UUD 1945 sebagai
konstitusi negara, bahasa Indonesia sebagai bahasa
persatuan, Garuda Pancasila sebagai lambang negara,
Sang Saka Merah Putih sebagai bendera negara,
Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara, dan
Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan.

c. Identitas alamiah yang meliputi Indonesia sebagai negara


kepulauan dan kemajemukan terhadap sukunya,
budayanya, agamanya.

Undang-Undang Dasar 1945 mengatur tentang Identitas


Nasional dalam bab 15 yang sudah mendapat amandemen atau
perubahan sebanyak dua kali. Bab 15 ini memiliki 5 (lima) pasal yang
mengatur simbol jati diri bangsa. Pasal-pasal tersebut membahas
tentang Bendera, bahasa dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan yang terdiri dari pasal 35, 36, 36a, 36b, dan 36c. Adapun
Undang-undang nomor 24 tahun 2009 memuat tentang bendera,
bahasa, dan lambang negara serta lagu kebangsaan.

10.6 Bentuk-bentuk Identitas Nasional

Bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu


kebangsaan Indonesia merupakan sarana pemersatu, identitas, dan
wujud eksistensi bangsa yang menjadi simbol kedaulatan dan
kehormatan negara sebagaimana diamanatkan dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
merupakan manifestasi kebudayaan yang berakar pada sejarah
perjuangan bangsa, kesatuan dalam keragaman budaya, dan

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 234


kesamaan dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

Bendera negara diatur menurut UUD '45 pasal 35, UU No


24/2009, dan Peraturan Pemerintah No.40/1958 tentang Bendera
Kebangsaan Republik Indonesia.Bendera Negara Republik Indonesia,
yang secara singkat disebut Bendera Negara, adalah Sang Saka
Merah Putih, Sang Merah Putih, Merah Putih, atau kadang disebut
Sang Dwiwarna (dua warna). Bendera Negara Sang Merah Putih
berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran lebar 2/3 (dua-
pertiga) dari panjang serta bagian atas berwarna merah dan bagian
bawah berwarna putih yang kedua bagiannya berukuran sama.
Bendera Indonesia memiliki makna filosofis. Merah berarti keberanian,
putih berarti kesucian. Merah melambangkan raga manusia,
sedangkan putih melambangkan jiwa manusia. Keduanya saling
melengkapi dan menyempurnakan jiwa dan raga manusia untuk
membangun Indonesia. Bendera Negara dibuat dari kain yang
warnanya tidak luntur.

Bendera Negara dapat digunakan sebagai: 1. Tanda


perdamaian; 2. Tanda berkabung; dan/atau 3. Penutup peti atau
usungan jenazah. Bendera Negara sebagai penutup peti atau
usungan jenazah dapat dipasang pada peti atau usungan jenazah
Presiden atau Wakil Presiden, mantan Presiden atau mantan Wakil
Presiden, anggota lembaga negara, menteri atau pejabat setingkat
menteri, kepala daerah, anggota dewan perwakilan rakyat daerah,
kepala perwakilan diplomatik, anggota Tentara Nasional Indonesia,
anggota Kepolisian Republik Indonesia yang meninggal dalam tugas,
dan/atau warga negara Indonesia yang berjasa bagi bangsa dan

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 235


negara. Bendera Negara yang dikibarkan pada Proklamasi
Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan
Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta disebut Bendera Pusaka Sang
Saka Merah Putih. Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih
disimpan dan dipelihara di Monumen Nasional Jakarta.

Bahasa Indonesia yang dinyatakan sebagai bahasa resmi


negara dalam Pasal 36 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia Tahun 1945 bersumber dari bahasa yang
diikrarkan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 sebagai
bahasa persatuan yang dikembangkan sesuai dengan dinamika
peradaban bangsa. Bahasa Indonesia berfungsi sebagai jati diri
bangsa, kebanggaan Nasional, sarana pemersatu berbagai suku
bangsa, serta sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya
daerah.

Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat penting


seperti yang tercantum dalam a. Ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928
dengan bunyi, ―Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa
persatuan, bahasa Indonesia. b. Undang-Undang Dasar RI 1945 Bab
XV (Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu
Kebangsaan) Pasal 36 menyatakan bahwa ―Bahasa Negara ialah
Bahasa Indonesia‖. Dari Kedua hal tersebut, maka kedudukan
bahasa Indonesia sebagai Bahasa kebangsaan, kedudukannya
berada di atas bahasa-bahasa daerah. Juga berfungsi sebagai
bahasa negara (bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia).
Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi berfungsi sebagai bahasa
resmi kenegaraan, pengantar pendidikan, komunikasi tingkat
Nasional, pengembangan kebudayaan Nasional, transaksi dan

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 236


dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan
ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media massa. Bahasa
Indonesia wajib digunakan dalam peraturan perundang- undangan.
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam dokumen resmi negara.
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pidato resmi Presiden,
Wakil Presiden, dan pejabat negara yang lain yang disampaikan di
dalam atau di luar negeri.

Lambang negara Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan


semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Lambang negara Indonesia
berbentuk burung Garuda yang kepalanya menoleh ke sebelah kanan
(dari sudut pandang Garuda), perisai berbentuk menyerupai jantung
yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika yang berarti ―Berbeda-beda tetapi tetap satu‖
ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda.

Lambang ini dirancang oleh Sultan Hamid II dari Pontianak,


yang kemudian disempurnakan oleh Presiden Soekarno, dan
diresmikan pemakaiannya sebagai lambang negara pertama kali
pada Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat tanggal 11 Februari
1950. Lambang negara Garuda Pancasila diatur penggunaannya
dalam Peraturan Pemerintah No. 43/1958

Lagu Kebangsaan adalah Indonesia Raya yang digubah oleh


Wage Rudolf Supratman. Penggunaan Lagu Kebangsaan wajib
diperdengarkan dan/atau dinyanyikan untuk menghormati Presiden
dan/atau Wakil Presiden; untuk menghormati Bendera Negara pada
waktu pengibaran atau penurunan Bendera Negara yang diadakan
dalam upacara; dalam acara resmi yang diselenggarakan oleh

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 237


pemerintah; dalam acara pembukaan sidang paripurna Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, dan Dewan Perwakilan Daerah; untuk
menghormati kepala negara atau kepala pemerintahan negara
sahabat dalam kunjungan resmi; dalam acara atau kegiatan olahraga
internasional; dan dalam acara ataupun kompetisi ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni internasional yang diselenggarakan di Indonesia.

Lagu Kebangsaan dapat diperdengarkan dan/atau dinyanyikan


sebagai pernyataan rasa kebangsaan; dalam rangkaian program
pendidikan dan pengajaran; dalam acara resmi lainnya yang
diselenggarakan oleh organisasi, partai politik, dan kelompok
masyarakat lain; dan/atau dalam acara ataupun kompetisi ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni internasional.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 238


10.7 Tugas / Diskusi

a. Bagaimana identitas Nasional membentuk Nasionalisme


bangsa?

b. Berikan argumen Saudara tentang bagaimana identitas


Nasional dapat berfungsi sebagai pemersatu dan sebagai
pembeda dengan bangsa lain.

c. Bagaimana identitas Nasional terbentuk dan apa saja


identitas Nasional tersebut.

d. Bagaimana cara untuk penguatan identitas Nasional?

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 239


10.8 Daftar Pustaka

Dede Rosyada, dkk. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan (Civil


Education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat
Madani. Ciputat Jakarta Selatan: ICCE UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi. 2010. Civic Education Antara
Realitas Politik dan Implementasi Hukumnya. Jakarta: Gramedia.
Johan Yasin. NY. Hak Azasi Manusia dan Hak Serta Kewajiban
Warga Negara dalam Hukum Positif Indonesia.
Lusy Liany, Ely Alawiyah Jufri, Mohammad Kharis Umardani. 2020.
Penyuluhan Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam Konstitusi
Kepada Organisasi Siswa Intra Sekolah (Osis) Madrasah Aliyah
Negeri 3 Jakarta. Jurnal Balireso Vol. 5, No. 1. Hal. 51-64.
Muhammad Alvi Syahrin. 2014. Refleksi Hubungan Negara, Warga
Negara, Dan Keimigrasian. Jakarta: Bhumi Pura, Direktorat
Jenderal Imigrasi.
Muhammad Alvi Syahrin. 2019. Naturalisasi dalam Hukum
Kewarganegaraan: Memahami Konsep, Sejarah, dan Isu Hukumnya.
Jurnal Thenkyang. Vol.2 No.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 240


BAB 11
POLITIK DAN STRATEGI

11.1 Pendahuluan

Bab ini akan dibahas beberapa sub pokok bahasan sebagai


berikut: Politik Indonesia; Strategi Indonesia; Dasar Pemikiran dan
penyusunan Polstranas; Penyusunan Polstranas; Stratifikasi Politik
Nasional; Politik Pembangunan Nasional dan manajemen Nasional;
Otonomi Daerah; Kewenangan Daerah; dan Implementasi Polstranas
di Indonesia.

11.2 Politik Indonesia

Secara etimologis, kata ―politik‖ berasal dari bahasa Yunani,


yakni Politeia. Politeia berasal dari akar kata polis dan teia. Polis
mengandung arti kesatuan masyarakat yang berdiri sendiri, yaitu
negara. Sedangkan teia mengandung arti urusan. Dalam bahasa
Indonesia, politik dalam arti politics mempunyai makna kepentingan
umum warga negara suatu bangsa. Politik merupakan suatu
rangkaian asas, prinsip, keadaan, jalan, cara, dan alat yang
digunakan untuk mencapai tujuan tertentu yang kita kehendaki.
Politics dan policy memiliki hubungan yang erat dan timbal balik.
Politics memberikan asas, jalan, arah, dan medannya, sedangkan
policy memberikan pertimbangan cara pelaksanaan asas, jalan, dan
arah tersebut sebaik-baiknya (Sumarsono, 2001).

Dalam bahasa Inggris, politics adalah suatu rangkaian asas


(prinsip), keadaan, cara, dan alat yang digunakan untuk mencapai
cita-cita atau tujuan tertentu. Sedangkan policy, yang dalam bahasa
Indonesia diterjemahkan sebagai kebijaksanaan, adalah penggunaan
pertimbangan-pertimbangan yang dianggap dapat lebih menjamin
Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 241
terlaksananya suatu usaha, cita-cita atau tujuan yang dikehendaki.
Pengambil kebijaksanaan biasanya dilakukan oleh seorang pemimpin.

Politik secara umum menyangkut proses penentuan tujuan


negara dan cara melaksanakannya. Pelaksanaan tujuan itu
memerlukan kebijakan-kebijakan umum (public policies) yang
menyangkut pengaturan, pembagian, atau alokasi sumber-sumber
yang ada. Perlu diingat bahwa penentuan kebijakan umum,
pengaturan, pembagian, maupun alokasi sumber-sumber yang ada
memerlukan kekuasaan dan wewenang (authority). Kekuasaan dan
wewenang ini memainkan peran yang sangat penting dalam
pembinaan kerja sama dan penyelesaian konflik yang mungkin
muncul dalam proses pencapaian tujuan (Sumarsono, 2001).

Dengan demikian, politik Indonesia membicarakan hal-hal


yang berkaitan dengan negara (state), kekuasaan (power),
pengambilan keputusan (decision making process) kebijakan umum
(public policy), dan distribusi atau alokasi sumber daya (distribution of
value or resources) yang berlaku di Indonesia (Budiharjo, 1992).

11.3 Strategi Indonesia

Strategi berasal dari bahasa Yunani, yakni strategia, yang


artinya adalah seni seorang panglima yang biasanya digunakan
dalam peperangan (the art of general). Di era modern sekarang ini,
penggunaan kata strategi tidak lagi terbatas pada konsep atau seni
seorang panglima dalam peperangan, tetapi sudah digunakan secara
luas, termasuk dalam ilmu ekonomi, ilmu teknik, olahraga, dan ilmu
lainnya. Dalam pengertian umum, strategi adalah cara untuk
mendapatkan kemenangan atau pencapaian tujuan. Dengan kata

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 242


lain, strategi pada dasarnya merupakan seni dan ilmu menggunakan
dan mengembangkan kekuatan (ideologi, politik, ekonomi, sosial
budaya dan hankam) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya.

Dengan demikian, strategi Indonesia membicarakan hal-hal


yang berkaitan dengan penggunaan dan pengembangan kekuatan
(ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam) untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh bangsa Indonesia.

11.4 Politik Strategi Nasional (Polstranas)

Kata ―Nasional‖ berasal dari bahasa Inggris, yakni ―national‖


yang akar katanya adalah ―nation‖, yang dalam bahasa Indonesia
berarti bangsa. Dengan demikian, yang dimaksud dengan ―nation‖
adalah sesuatu yang berhubungan atau berkaitan dengan skala
Nasional yang merujuk pada bangsa dan negara.

Politik Nasional adalah asas, haluan, usaha, serta


kebijaksanaan negara tentang pembinaan (perencanaan,
pengembangan, pemeliharaan, dan pengendalian) serta penggunaan
kekuatan Nasional untuk mencapai tujuan Nasional. Strategi Nasional
disusun untuk pelaksanaan politik Nasional, misalnya strategi jangka
jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Dengan
demikian, politik strategi Nasional (Polstranas) adalah cara
melaksanakan politik Nasional dalam arti mencapai sasaran dan
tujuan yang ditetapkan oleh keputusan politik secara Nasional.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 243


11.5 Dasar Pemikiran Penyusunan Polstranas

Dalam penyusunan politik dan strategi Nasional, tentunya


harus berlandaskan pada dasar pemikiran yang absah, legal, dan
jelas sehingga akan mencerminkan kepentingan Nasional seluruh
komponen bangsa Indonesia. Berikut ini adalah dasar pemikiran
penyusunan politik dan strategi Nasional:

a. Proses penyusunan politik dan strategi Nasional perlu


memahami pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam
sistem manajemen Nasional yang berlandaskan ideologi
Pancasila, UUD 1945, Wawasan Nusantara dan
Ketahanan Nasional. Landasan pemikiran dalam sistem
manajemen Nasional ini sangat penting sebagai kerangka
acuan dalam penyusunan politk dan strategi Nasional,
karena didalamnya terkandung dasar negara, cita-cita
Nasional dan konsep strategis bangsa Indonesia.

b. Proses penyusunan politik dan strategi Nasional juga


harus mengacu pada nilai-nilai perjuangan bangsa
Indonesia sebagaimana tertuang dalam proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia 1945 sehingga akan
menjadi pedoman, petunjuk, dan koridor bagi
terselenggaranya semua program pembangunan
Nasional.

c. Proses penyusunan politik dan strategi Nasional juga


harus mencerminkan jati diri, budaya, adat istiadat,
bahasa, dan lingkungan masyarakat Indonesia, yang
beradab dan adi luhung.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 244


11.6 Penyusunan Polstranas

Proses penyusunan politik strategi Nasional pada infrastruktur


politik merupakan sasaran yang akan dicapai oleh rakyat Indonesia.
Sesuai dengan kebijakan politik Nasional, penyelenggara negara
harus mengambil langkah-langkah pembinaan terhadap semua
lapisan masyarakat dengan mencantumkan sasaran masing-masing
sektor/bidang. Dalam era reformasi saat ini, masyarakat memiliki
peran yang sangat besar dalam mengawasi jalannya politik strategi
Nasional yang dibuat dan dilaksanakan oleh Presiden.

Penyusunan Politik Strategi Nasional dilaksanakan


berdasarkan UUD 1945 sebagai Hukum Dasar yang mengikt
pemerintah sebagai dasr negara. Sebagaimana yang tercantum
dalam UUD 1945 yang merupakan susunan suprastruktur politik yaitu
lembaga-lembaga negara antara lain MPR, Presiden, DPR, dan BPK
sedangkan yang merupakan infrastruktur politik adalah badan yang
ada dalam masyarakat seperti ormas, partai, media masa, kelompok
kepentingan, pranata politik lainnya yang merupakan bahagian dari
infrastruktur politik.

Penyusunan politik dan strategi Nasional selalu


memperhatikan perkembangan lingkungan strategis, baik dalam
skala global, regional, Nasional maupun lokal, sebagaimana diuraikan
sebagai berikut:

a. Perkembangan Global

Dalam penyusunan politik dan strategi Nasional tentunya


pemerintah harus memperhatikan aspek global yang

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 245


sedang berkembang, khususnya yang berhubungan
dengan isu demokrasi, HAM, lingkungan hidup, terorisme,
globalisasi, pasar bebas dan perdagangan bebas. Para
pengambil kebijakan dalam menyusun politik dan strategi
Nasional pasti akan mempertimbangkan perkembangan
lingkungan strategis pada skala global, khususnya yang
terkait dengan hubungan luar negeri, politik luar negeri
dan perdagangan internasional. Berbagai perjanjian dan
konvensi internasional yang dihasilkan dalam kerangka
multilateral, trilateral maupun bilateral menjadi bahan
pertimbangan dalam penyusunan politik dan strategi
Nasional.

b. Perkembangan Regional

Dalam penyusunan politik dan strategi Nasional tentunya


hal-hal yang berhubungan perkembangan lingkungan
strategis dalam skala regional, seperti kejahatan
transNasional, perbatasan, keamanan regional, dan
organisasi regional dalam kerangka ASEAN dan APEC
tentunya menjadi bahan pertimbangan yang sangat
penting. Politik dan strategi Nasional yang disusun
tentunya harus mampu merespon berbagai tantangan
regional yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Sebagai
komunitas regional Asia Tenggara, bangsa Indonesia
menjadi negara yang sangat penting bagi terwujudnya
kawasan regional Asia Tenggara yang aman, damai,
sejahtera, dan dinamis, sehingga politik dan strategi

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 246


Nasional yang disusun harus mampu mengadaptasi
perkembangan regional.

c. Perkembangan Nasional

Dalam penyusunan politik dan strategi Nasional,


perkembangan skala Nasional yang meliputi asta gatra
(tri gatra dan panca gatra) menjadi masukan yang sangat
penting. Perubahan politik dan strategi Nasional pada
tataran empiris yang mengalami perubahan dari masa
Orde Lama, Orde Baru, dan Orde Reformasi merupakan
bukti nyata betapa perkembangan lingkungan strategis di
tingkat Nasional sangat berpengaruh. Arus reformasi
yang menggelora pada akhir masa Orde Baru telah
mengubah proses politik dan strategi Nasional sekarang
ini. Perkembangan geografi, demografi, sumber kekayaan
alam, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan
pertahanan keamanan, yang terjadi di Indonesia
sebenarnya termanifestasikan dalam politik dan strategi
Nasional. Politik dan strategi Nasional yang disusun harus
mampu menjadi jawaban atas permasalahan yang terjadi
pada skala Nasional.

d. Perkembangan Lokal

Dalam penyusun politik dan strategi Nasional, aspek lokal,


seperti berkembangnya otonomi daerah, desentralisasi,
dan nilai-nilai kearifan lokal juga menjadi bahan
pertimbangan. Politik dan strategi Nasional harus mampu
mengadaptasi berbagai gejala, fenomena, dan peristiwa

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 247


yang ada di tingkat lokal sehingga dapat menjadi
pedoman atau petunjuk dalam proses penanganannya.
Proses penyusunan politik dan strategi Nasional
memperhatikan jati diri masyarakat Indonesia di tingkat
lokal dengan mengadopsi mekanisme musyawarah
mufakat, semangat toleransi, gotong royong, dan nilai-
nilai kemasyarakatan lainnya. Penyusunan politik dan
strategi Nasional merupakan cerminan dinamika
masyarakat di tingkat lokal sehingga akan mampu
diimplementasikan dalam aras kemasyarakatan,
khususnya di tingkat propinsi, kabupaten, kota,
kecamatan, dan desa.

11.7 Stratifikasi Politik Nasional

Stratifikasi politik Nasional dalam negara Republik Indonesia


adalah sebagai berikut :

a. Tingkat penentu kebijakan puncak.

b. Tingkat kebijakan umum.

c. Tingkat penentu kebijakan khusus.

d. Tingkat penentu kebijakan teknis.

e. Tingkat penentu kebijakan di daerah.

11.8 Politik Pembangunan Nasional dan Manajemen Nasional

Politik dan Strategi Nasional dalam aturan ketatanegaraan


dituangkan dalam bentuk GBHN yang ditetapkan oleh MPR. Hal ini
berlaku sebelum adanya penyelenggaraan pemilihan umum
Presiden secara langsung pada tahun 2004. Setelah pemilu 2004

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 248


Presiden menetapkan visi dan misi yang dijadikan rencana
pembangunan jangka menengah yang digunakan sebagai pedoman
dalam menjalankan pemerintahan dan membangun bangsa.

Makna pembangunan Nasional mencakup hal-hal yang


bersifat lahiriah maupun batiniah yang selaras, serasi dan seimbang.
Itulah sebabnya pembangunan Nasional bertujuan untuk
mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang seutuhnya,
yakni sejahtera lahir dan batin.

Manajemen Nasional pada dasarnya merupakan perpaduan


antara tata nilai, struktur dan proses untuk mencapai daya guna dan
hasil guna sebesar mungkin dalam menggunakan sumber dana dan
sumber daya Nasional demi mencapai tujuan Nasional. Proses
penyelenggaraan yang serasi dan terpadu meliputi siklus kegiatan
perumusan kebijaksanaan (policy formulation), pelaksanaan
kebijaksanaan, dan penilaian hasil kebijaksanaan terhadap berbagai
kebijaksanaan Nasional.

11.9 Otonomi Daerah

Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004


sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah, definisi atau arti otonomi
daerah adalah sebagai berikut: ―Otonomi daerah adalah hak,
wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan‖.
Pengertian otonomi dalam makna sempit dapat diartikan
sebagai mandiri, sedangkan dalam makna yang lebih luas diartikan

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 249


sebagai berdaya.

Otonomi daerah adalah kemandrian suatu daerah dalam


kaitan pembuatan dan keputusan mengenai kepentingan daerahnya
sendiri, mengutip Ubedilah dkk dalam Demokrasi, HAM, dan
Masyarakat Madani, Indonesia Center for Civic Education (2000).
Otonomi daerah dapat diartikan pula sebagai wewenang yang
diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah baik kabupaten
maupun kota untuk mengatur, mengurus, mengendalikan dan
mengembangkan urusannya sendiri sesuai dengan kemampuan
daerah masing-masing dan mengacu kepada peraturan perundangan
yang berlaku dan mengikatnya.

Pemberian otonomi daerah dimaksudkan untuk


memberdayakan daerah, termasuk masyarakatnya, mendorong
prakarsa dan peran serta masyarakat dalam proses pemerintahan
dan pembangunan. Pemerintah juga tidak lupa untuk lebih
meningkatkan efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas penyelenggaraan
fungsif-ungsi seperti pelayanan, pengembangan dan perlindungan
terhadap masyarakat dalam ikatan NKRI. Asas-asas
penyelenggaraan pemerintahan seperti desentralisasi, dekonsentrasi,
dan tugas pembantuan, diselenggarakan secara proporsional
sehingga saling menunjang.

11.10 Kewenangan Daerah

Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk


mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Nafas otonomi daerah dari Undang-undang

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 250


Nomor 12 Thun 2008 menekankan asas desentralisasi yang luas
nyata dan bertanggung jawab. Kewenangan otonomi yang utuh dan
bulat ini mencakup masalah penyelenggaraan pemerintahan di
daerah. Karena itu daerah memiliki keleluasaan mengatur bidang
pemerintahan dan sekaligus peningkatan pelayanan kepada
masyarakat secara akuntable, efektif, efisien, dan ekonomis.

Dari sisi keuangan daerah, Undang-undang No. 33/2004


tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah mengamanatkan bahwa daerah memiliki pendapat asli
daerah (PAD) yaitu penerimaan yang diperoleh dari sumbersumber
dalam wilayahnya sendiri yang dipungut daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Untuk pendapatan yang berasal dari
eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam dibuat perimbangan
pendapatan.

11.11 Implementasi Polstranas di Indonesia

Dalam ilmu politik, implementasi mengacu Poltranas pada


pelaksanaan kebijakan publik di Indonesia. Faktor-faktor yang
memengaruhi implementasi antara lain niat legislatif, kapasitas
administrasi birokrasi pelaksana, aktivitas kelompok kepentingan dan
oposisi, serta dukungan presiden atau eksekutif. Untuk mencapai
tujuan Nasional, politik dan strategi Nasional (Polstranas) yang ada
haruslah diimplementasikan dalam berbagai bidang pembangunan
Nasional. Implementasi Polstranas tersebut diantaranya adalah:

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 251


a. Implementasi Polstranas di Bidang Hukum

1) Mengembangkan budaya hukum di semua lapisan


masyarakat untuk terciptanya kesadaran dan
kepatuhan hukum dalam kerangka supremasi
hukum dan tegaknya negara hukum.

2) Menegakkan hukum secara konsisten untuk lebih


menjamin kepastian hukum, keadilan dan kebenaran,
supremasi hukum, serta menghargai hak asasi
manusia.

b. Implemetasi Polstranas di Bidang Ekonomi

1) Mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang


bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan
dengan prinsip persaingan sehat dan
memperhatikan pertumbuhan ekonomi, nilai–nilai
keadilan, kepentingan sosial, kualitas hidup, dan
pembangunan berwawasan lingkungan.

2) Mengembangkan persaingan yang sehat dan adil


serta menghindarkan terjadinya struktur pasar
monopolistik dan berbagai struktur pasar distortif,
yang merugikan masyarakat.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 252


c. Implementasi Polstranas di Bidang Politik

1) Memperkuat keberadaan dan kelangsungan NKRI


yang bertumpu pada ke-bhinneka tunggal ika-an.

2) Dalam menyelesaikan masalah–masalah yang


mendesak dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, perlu upaya rekonsiliasi
Nasional yang diatur dengan undang–undang.

d. Implementasi Polstranas di Bidang Sosial-Budaya

1) Meningkatkan pemanfaatan peran komunikasi


melalui media massa modern dan media tradisional
untuk mempercerdas kehidupan bangsa
memperkukuh persatuan dan kesatuan, membentuk
kepribadian bangsa, serta mengupayakan
keamanan hak pengguna sarana dan prasarana
informasi dan komunikasi.

2) Memantapkan fungsi, peran dan kedudukan agama


sebagai landasan moral, spiritual, dan etika dalam
penyelenggaraan negara serta mengupayakan agar
segala peraturan perundang–undangan tidak
bertentangan dengan moral agama.

3) Mengupayakan perluasan dan pemerataan


kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu
bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya
nilai–nilai universal termasuk kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dalam rangka mendukung

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 253


terpeliharanya kerukunan hidup bermasyarakat dan
membangun peradaban bangsa.

e. Implementasi Polstranas di Bidang Pertahanan-


Keamanan:

1) Mengembangkan kemampuan sistem pertahanan


keamanan rakyat semesta yang bertumpu pada
kekuatan rakyat dengan Tentara Nasional Indonesia
(TNI), Kepolisian Negara Repuiblik Indonesia (Polri)
sebagai kekuatan utama didukung komponen
lainnya dari kekuatan pertahanan dan keamanan
negara dengan meningkatkan kesadaran bela
negara melalui wajib latih dan membangun kondisi
juang, serta mewujudkan kebersamaan TNI, Polri,
dan dan rakyat.

2) Meningkatkan kualitas keprofesionalan TNI,


meningkatkan rasio kekuatan komponen utama
serta mengembangkan kekuatan pertahanan
keamanan negara ke wilayah yang di dukung
dengan sarana, prasarana, dan anggaran yang
memadai.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 254


11.12 Tugas / Diskusi

a. Apa yang dimaksud dengan politik Nasional dan strategi


Nasional?

b. Bagaimana penyusunan politik dan strategi Nasional?

c. Bagaimana implementasi dari politik dan strategi Nasional?

d. Bagaimanakah keberhasilan politik dan strategi Nasional?

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 255


11.13 Daftar Pustaka

Alfiandra dan Sani Safitri. 2006. Pendidikan kewarganegaraan untuk


Perguruan Tinggi. Universitas Sriwijaya.
Budiharjo, Mirriam. 1990. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama

Sumarsono, S. 2005. Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta: PT.


Gramedia Pustaka Utama
Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Grasindo

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 256


BAB 12
DEMOKRASI INDONESIA

12.1 Pendahuluan

Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang berdasarkan


kepada kedaulatan rakyat. Hal ini berarti bahwa dalam setiap
pembuatan keputusan/kebijakan harus berdasarkan kepada
kepentingan rakyat. Demokrasi merupakan tatanan hidup bernegara
yang menjadi pilihan negara-negara di dunia pada umumnya.
Demokrasi lahir dari tuntutan masyarakat Barat akan persamaan hak
dan kedudukan yang sama di depan hukum. Dengan demikian,
demokrasi adalah pemerintahan yang diselenggarakan berdasarkan
kehendak dan kekuasaan rakyat. Salah satu tonggak utama untuk
mengukur sistem politik yang demokratis adalah melalui Pemilihan
Umum.

12.2 Pengertian Demokrasi

Istilah ―demokrasi‖ berasal dari bahasa Yunani kuno pada


abad ke 5 SM. Yunani merupakan negara yang pertama kali
menggunakan sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi
modern. Sejak abad ke 18, istilah modern pada saat itu telah berubah
dan berevolusi sesuai perkembangan zaman.

Dari tinjauan bahasa, secara epistemologis, istilah ―demokrasi‖


berasal dari kata δῆμος (dêmos) yang artinya rakyat dan κράτος
(kratos) atau cratein yang artinya kekuasaan, pemerintahan, atau
negara, sehingga demokrasi berarti pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat dari tinjauan istilah atau terminologisnya
dikemukanan oleh para filsuf, tokoh, dan para ahli.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 257


12.3 Pengertian demokrasi menurut para ahli:

a. Plato

Plato berpendapat bahwa negara yang menganut sistem


demokrasi merupakan negara yang tidak ideal. Tidak
idealnya sistem demokrasi terletak pada kedaulatan yang
berada di tangan rakyat. Mengapa demikian? Plato
menyatakan bahwa demokrasi ialah sistem yang memuja
kebebasan artinya bahwa masyarakat secara bebas
menyatakan pendapatnya masin-masing. Kebebasan ini
akan bertentangan dengan hak dan kewajiban orang lain,
karena kebebasan tersebut ialah tanpa batas, tanpa
aturan dan tanpa hukum.

b. Aristoteles
Suatu kebebasan atau prinsip demokrasi ialah kebebasan,
karena hanya melalui kebebasanlah setiap warga negara
bisa saling berbagi kekuasaan di dalam negaranya. Jika
seseorang hidup tanpa kebebasan dalam memilih cara
hidupnya, maka sama seperti budak.

c. Montesque

Kekuasaan negara harus dibagi dan dilaksanakan oleh


tiga lembaga yang berbeda dan terpisah, yaitu, legislatif
(Pemegang kekuasaaan untuk membuat undang-undang),
eksekutif (Pemegang kekuasaan dalam melaksanakan
undang-undang), dan yudikatif, (Pemegang kekuasaan
untuk mengadili pelaksanaan undang-undang). Masing-

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 258


masing lembaga tersebut berdiri secara independen
tanpa dipengaruhi oleh institusi lainnya (Trias Politika)

d. Abraham Lincoln

Perintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat


(government of the people, by the people and for the
people).

e. Robert Dahl

Tidak ada teori yang tepat untuk demokrasi, karena


rentang sejarah demokrasi sangat panjang, dan telah
mengalami evolusi, sehingga sulit diberi batasan yang
tepat.

f. Harris Soche

Suatu bentuk pemerintahan rakyat, karenanya kekuatan


pemerintahan melekat pada rakyat dan juga merupakan
hak asasi manusia bagi rakyat untuk mempertahankan,
mengatur, dan melindungi diri dari setiap paksaan dalam
suatu badan yang diserahkan untuk memerintah.

g. Mirriam Budiardjo

Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan, di mana


hak untuk membuat keputusan politik diselenggarakan
oleh warga negara melalui wakil yang mereka pilih dan
yang bertanggung jawab kepada mereka melalui proses
pemilihan yang bebas.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 259


h. Mahfud MD

Dua alasan dipilihnya demokrasi sebagai sistem


masyarakat dan bernegara, yaitu:

1) Hampir semua negara menjadikan demokrasi


sebagai asas fundamental.

2) Demokrasi secara esensial telah memberikan arah


bagi masyarakat untuk menjalankan negara sebagai
organisasi tertingginya.

12.4 Perkembangan Demokrasi

Pada abad ke 6 SM di Athena, Yunani terjadi konflik antara


golongan kaya dan golongan miskin, seorang anggota parlemen
bernama Athena, Solon (630–560 SM). Solon terpilih sebagai hakim
kepala 594 SM dan melakukan reformasi untuk memperbaiki sistem
dengan cara membatasi kekuatan absolut golongan kelas atas.
Tujuannya: mengoreksi kontrol pemerintah yang eksklusif dan opresif
(menindas).

Bentuk pemerintahan yang relatif demokratis diperkenalkan di


negara-negara bagian Athena oleh Cleisthenes pada 508 SM.
Cleisthenes yang dikenal sebagai Bapak Demokrasi mengeluarkan
reformasi radikal dalam pemerintahan Athena berdasarkan aturan
hukum yang dicetuskan oleh Solon. Cleisthenes mengizinkan rakyat
memiliki perwakilan di dalam majelis negara dan ikut mengambil
keputusan terhadap permasalahan negara, Cleisthenes juga
memberikan rakyat Athena jabatan publik, menjadi juri, mengatur
agenda untuk majelis, dll. Seluruh warga Athena memiliki hak
berbicara dan memberi suara di Majelis Athena kecuali wanita, budak,

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 260


orang asing, pria di bawah usia 20 tahun. Bentuk sistem
pemerintahan baru di bawah Cleisthenes tersebut disebut demokratia
(δημοκρατία)– "pemerintahan rakyat". Sistem ini kemudian diikuti oleh
beberapa negara kota lainnya di Yunani.

Masa keemasan sistem demokratia semakin mendapat tempat


ketika Perikles pada tahun 460 SM memimpin radikalisasi kekuasaan
yang mengangkat golongan termiskin dalam masyarakat ikut serta
dalam pengambilan keputusan melalui UU yang membatasi
kekuasaan majelis Areopagus dan mengizinkan golongan miskin
untuk menduduki jabatan-jabatan public, sehingga Perikles tampil
menjadi pemimpin demokratis terbesar di Athena. Namun kemudian
dihancurkan setelah ditaklukkan oleh Alexander III yang dijuluki
Alexander the Great dari Makedonia (Yunani Kuno) pada tahun 322
M. Sistem demokratia dalam pemerintahan hilang setelah
kehancuran tersebut.

Demokrasi sebagai sistem politik dilanjutkan oleh para filsuf


seperti Plato, Socrates, dan Aristoteles. Selanjutnya setelah masa
kegelapan pemerintahan demokrasi di Eropa, sistem demokrasi terus
berjalan dari Eropa ke Amerika dan ke negara-negara lain di dunia.
Sistem demokrasi kuno di Yunani dikembangkan dengan sistem
demokrasi pada masa modern. Para pemikir seperti Thomas Hobbes
(1588-1679), John Locke (1632-1704), Montesqiueu (1689-1755),
dan JJ Rousseau (1712-1778), yang mendorong berkembangnya
demokrasi dan konstitusionalisme di Eropa dan Amerika Utara.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 261


12.5 Demokrasi dan Implementasinya

Implementasi perkembangan demokrasi di dunia internasional,


dapat dilihat dari pada dokumen berikut ini.

a. Magna Charta pada tahun 1215 yang membatasi


kekuasaan absolut monarkhi Inggris dalam hukum
konstitusional.

b. Petition of Right di Inggris pada tahun 1628 berisi petisi


mengenai hak-hak rakyat beserta jaminannya.

c. Bill of Rights, 1689 merupakan Undang-Undang Hak


Asasi Inggris yang isinya mengatur tentang kebebasan
untuk memilih, kebebasan dalam berbicara, kebebasan
memeluk agama, pajak, UU dan pembentukan tentara
harus seizin parlemen, dan parlemen berhak mengubah
keputusan raja.

d. Konstitusi Korsika pada tahun 1755 tentang pembuatan


konstitusi di Republik Korsika yang terinspirasi oleh JJ.
Rousseau.

e. Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara pada


tahun 1789, merupakan salah satu dokumen
fundamental dari Revolusi Prancis, menetapkan
sekumpulan hak-hak individu dan hak-hak kolektif seluruh
umat manusia.

f. Undang-Undang Dasar Amerika Serikat, 1789.

g. Universal Declaration of Human Right (Pernyataan Umum


tentang Hak-Hak Asasi Manusia) pada tahun 1948 adalah

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 262


pernayataan umum tentang HAM oleh PBB yang
memberikan jaminan HAM kepada semua orang.

h. Undang-Undang Dasar India pada tahun 1950 yang


menjamin kehidupan yang demokratis bagi warga
negaranya.

i. International Covenant on Civil and Political Rights


(Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik)
pada tahun1968 adalah sebuah perjanjian multilateral
yang ditetapkan oleh Majelis Umum PBB berdasarkan
Resolusi 2200A (XXI) pada tanggal 16 Desember 1966
yang mewajibkan negara anggotanya untuk melindungi
hak-hak sipil dan politik individu, termasuk hak untuk
hidup, kebebasan beragama, kebebasan berpendapat,
kebebasan berkumpul, hak elektoral, dan hak untuk
memperoleh proses pengadilan yang adil dan tidak
berpihak.

12.6 Demokrasi sebagai Bentuk Pemerintahan

Demokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan. Selain


demokrasi, bentuk pemeritahan lainnya adalah sebagai berikut.

a. Monarki: Pemerintahan dipegang seseorang raja atau


ratu sebagai pemimpin tertinggi utk kepentingan rakyat
banyak.

b. Tirani: Pemerintahan dipegang seorang pemimpin


tertinggi dijalankan dijalankan dengan sewenang-wenang
secara otoriter dan absolut untuk kepentingan pribadi

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 263


c. Aristokrasi: Pemerintahan dipegang sekelompok orang
yang memiliki peranan penting seperti kaum cendikiawan,
untuk kepentingan orang banyak.

d. Oligarki: Pemerintahan dipegang sekelompok orang


yang memiliki peranan berdasarkan kekayaan, keluarga,
ataupun militer untuk kepentingan kelompok itu sendiri

e. Demokrasi: Pemerintahan dipegang rakyat dijalankan


untuk kepentingan orang banyak.

f. Teknokrasi: Pemerintahan teknokrasi adalah bentuk dari


pemerintahan di mana pakar teknis mempunyai
kekuasaan untuk kepentingan orang banyak.

12.7 Hakikat Demokrasi

a. Pemerintahan dari Rakyat (government of the people):


Pemerintahan dari rakyat mengandung pengertian yang
berhubungan dengan pemerintah yang sah dan diakui
(legitimate government) di mata rakyat. Sebaliknya ada
pemerintahan yang tidak sah dan tidak diakui
(unlegitimate government). Pemerintahan yang diakui
adalah pemerintahan yang mendapat pengakuan dan
dukungan rakyat. Pentingnya legitimasi bagi suatu
pemerintahan adalah pemerintah dapat menjalankan roda
birokrasi dan program-programnya.

b. Pemerintahan oleh Rakyat (government by the


people) : Pemerintahan oleh rakyat berarti bahwa suatu
pemerintahan menjalankan kekuasaan atas nama rakyat
bukan atas dorongan sendiri. Pengawasan yang

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 264


dilakukan oleh rakyat (social control) dapat dilakukan
secara langsung oleh rakyat maupun tidak langsung
(melalui Dewan Perwakilan Rakyat/DPR).

c. Pemerintahan untuk Rakyat (government for the


people): Pemerintahan untuk rakyat mengandung
pengertian bahwa kekuasaan yang diberikan oleh rakyat
kepada pemerintah dijalankan untuk kepentingan rakyat.
Pemerintah diharuskan menjamin adanya kebebasan
seluas-luasnya kepada rakyat dalam menyampaikan
aspirasinya baik melalui media pers maupun secara
langsung.

12.8 Unsur Penegak Demokrasi

a. Negara Hukum (Rechstaat dan rule of law).


Memberikan perlindungan hukum bagi warga negara,
badan kehakiman bebas dan tidak memihak, pemilu
bebas, bebas menyatakan pendapat, bebas berorganisasi,
memberikan pendidikan Kewarganegaraan bagi rakyat.

b. Masyarakat Madani (civil society). Masyarakat yang


terbuka, bebas dari pengaruh kekuasaan dan tekanan
negara, kritis dan berpartisipasi aktif serta masyarakat
egalier (sederajat).

c. Infrastruktur Politik terdiri dari :

1) Partai-partai politik
2) Kelompok kepentingan (interest group)
3) Kelompok penekan (pressure group)

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 265


4) Media massa
5) Tokoh Politik

12.9 Prinsip-prinsip Demokrasi Universal

a. Pembagian kekuasaan (kekuasaan legislatif, yudikatif,


dan eksekutif)

b. Pemerintahan konstitusional dan berdasarkan hukum

c. Partai politik lebih dari satu dan mampu melaksanakan


fungsinya

d. Pers yang bebas

e. Pengakuan dan Perlindungan terhadap hak asasi


manusia

f. Pengawasan terhadap administrasi negara

g. Peradilan yang bebas dan tidak memihak

h. Pemilihan umum yang bebas

i. Manajemen terbuka

12.10 Prinsip Non-Demokrasi

a. Pemusatan kekuasaan, di mana kekuasaan legislatif,


eksekutif, dan yudikatif menjadi satu dan dipegang serta
dijalankan oleh satu lembaga.

b. Pemerintahan tidak berdasarkan konstitusional.


Pemerintahan dijalankan berdasarkan kekuasaan.
Konstitusinya memberi kekuasaan yang besar padaa
negara atau pemerintah.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 266


c. Rule of law ditandai dengan supremasi kekuasaan yang
besar pada negara atau pemerintah.

d. Pembentukan pemerintah tidak berdasarkan musyawarah


tetapi melalui dekrit.

e. Pemilihan umum yang tidak demokratis, pemilu dijalankan


hanya unytuk memperkuat keabsahan penguasa atau
pemerintah.

f. Manajemen dan kepemimpinan yang tertutup dan tidak


bertanggung jawab.

g. Tidak ada dan atau dibatasinya kebebasan berpendapat,


berbicara dan kebebasan pers.

h. Penyelesaian perpecahan atau perbedaan dengan cara


kekerasan dan penggunaan paksaan.

i. Tidak ada perlindungan terhadap hak asasi manusia


bahkan sering terjadi pelanggaran hal asasi manusia.

j. Menekan dan tidak mengakui hak-hak minoritas warga


negara.

12.11 Parameter Pengukur Demokrasi

a. Akuntabilitas.

b. Rotasi Kekuasaan.

c. Rekrutmen politik terbuka.

d. Pemilu secara teratur.

e. Rakyat menikmati hak-hak dasar.

f. Pembentukan pemerintahan melalui Pemilu.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 267


g. Sistem pertanggung jawaban pemerintahan.

h. Pengaturan sistem dan distribusi kekuasaan diawasi oleh


rakyat.

12.12 Bentuk Demokrasi

a. Demokrasi Langsung. Bentuk demokrasi di mana setiap


rakyat memberikan keputusan atas namanya sendiri.
Rakyat mewakili dirinya sendiri dalam memilih suatu
kebijakan sehingga mereka memiliki pengaruh langsung
terhadap keadaan politik yang terjadi. Sistem demokrasi
langsung digunakan pada masa awal terbentuknya
demokrasi di Athena di mana ketika terdapat suatu
permasalahan yang harus diselesaikan, seluruh rakyat
berkumpul untuk membahasnya. Pada era modern sistem
ini menjadi tidak praktis karena umumnya populasi suatu
negara cukup besar dan mengumpulkan seluruh rakyat
dalam satu forum merupakan hal yang sulit. Selain itu,
sistem ini menuntut partisipasi yang tinggi dari rakyat
sedangkan rakyat modern cenderung tidak memiliki waktu
untuk mempelajari semua permasalahan politik negara.

b. Demokrasi Perwakilan. seluruh rakyat memilih


perwakilan melalui pemilihan umum untuk menyampaikan
pendapat dan mengambil keputusan bagi mereka.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 268


12.13 Demokrasi di Indonesia

Perkembangan demokrasi di Indonesia

a. Masa demokrasi Konstitusional yang menonjolkan


peranan parlemen serta partai – partai dan yang karena
itu dapat dinamakan demokrasi parlementer (1945-
1959).

Berdasarkan UUD l945 yang disahkan 18 Agustus l945,


sistem pemerintahan Indonesia adalah Presidensil.
Kekuasaan Presiden merupakan kekuasaan ―tunggal‖
tanpa didampingi oleh kekuasaan lain. Pada saat itu,
Belanda menyatakan bahwa pemerintahan Indonesia
diktator, sehingga harus diambil kebijakan sebagai berikut.

1) Maklumat Wakil Presiden No. X Tahun l945 tanggal


16 Oktober yang isinya mengubah kedudukan dan
fungsi Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang
semula hanya sebagai pembantu Presiden
berdasarkan Aturan Peralihan pasal 4 menjadi
sebuah lembaga pembuat Undang-undang

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 269


bersama-sama dengan Presiden dan berfungsi
menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara.

2) Maklumat Pemerintah tanggal 3 November l945


tentang pembentukan partai-partai politik.

3) Maklumat Pemerintah tanggal 14 November l945


tentang penetapan susunan Kabinet dan mengubah
sistem presidensil menjadi Parlementer.

Demokrasi Parlementer gagal dikarenakan:

1) Sistem multi partai.

2) Sikap mental partai yang belum demokratis.

3) Tidak ditemukan partai dominan, sehingga koalisi


menjadi rapuh.

4) Tidak stabilnya pemerintahan 1945-1959 merupakan


salah satu indikasi gagalnya suatu sistem politik,
ditandai dengan jatuh bangunnya kabinet selama 14
tahun 17 kali ganti Kabinet.

b. Masa demokrasi Terpimpin (1959-1965) yang dalam


banyak aspek telah menyimpang dari demokrasi
konstitusional yang secara formal merupakan
landasannya, dan menunjukkan beberapa aspek
demokrasi rakyat. Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
ditandai dengan diberlakukannya Dekrit Presiden 5 Juli
l959 kembali ke UUD l945.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 270


Ciri- ciri Demokrasi Terpimpin:

1) Dominasi Presiden.

2) Terbatasnya peran partai.

3) Berkembangnya pengaruh komunis.

4) Meluasnya peranan ABRI dengan dwifungsinya.

Dekrit Presiden merupakan suatu usaha untuk mencari


solusi dari kemacetan politik melalui pembentukan
kepemimpinan yang kuat. UUD‘45 membuka kesempatan bagi
seorang presiden untuk bertahan selama sekurang –
kurangnya 5 tahun. Pada tahun 1963 keluar TAP MPRS
No.lll/1963 yang menyatakan bahwa Ir. Soekarno sebagai
presiden seumur hidup telah membatalkan pembatasan masa
jabatan presiden selama lima tahun.

Penyalahgunaan Wewenang oleh Presiden

1) Tahun 1960 Ir. Soekarno sebagai presiden


membubarkan DPR hasil pemilu menyalahi UUD
1945.

2) Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong


(pengganti DPR Pemilu berperan sebagai pembantu
Presiden tanpa fungsi kontrol (Pimpinan DPR
dijadikan sebagai pembantu presiden plus wakil
rakyat), hal ini menyalahi doktrin trias politika.

3) Dalam rangka ini harus pula dilihat beberapa


ketentuan lain yang memberi wewenang kepada

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 271


presiden sebagai badan eksekutif untuk campur
tangan di bidang lain daripada bidang eksekutif

Penyebab Demokrasi Terpimpin Gagal

1) Dekrit Presiden dijadikan sumber hukum.

2) UU No.19/1964: wewenang presiden campur tangan


di bidang yudikatif.

3) Peraturan Tata Tertib Peraturan Presiden No.


14/1960 di bidang legislatif.

4) Didirikan Badan – badan ekstra konstitusionil seperti


Front Nasional yang ternyata dipakai oleh pihak
komunis sebagai arena kegiatan, sesuai dengan
taktik Komunisme Internasional yang menggariskan
pembentukan front Nasional sebagai persiapan ke
arah terbentuknya demokrasi rakyat.

5) Partai politik dan pers yang dianggap menyimpang


dari ―rel revolusi‖ dibreidel, sedangkan politik
mercusuar di bidang hubungan luar negeri dan
ekonomi dalam negeri telah menyebabkan keadaan
ekonomi menjadi tambah suram.

6) Pratik Demokrasi Terpimpin gagal bersamaan


dengan pemberontakan G 30 S/PKI 30 September
l965 yang sekaligus menghancurkan kekuasaan
Soekarno.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 272


c. Masa demokrasi Pancasila (1965-1998) yang
merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan
sistem presidensil.

1) Dalam usaha untuk meluruskan kembali


penyelewengan terhadap UUD‘45 yang terjadi dalam
masa Demokrasi Terpimpin, diadakan tindakan
korektif.

2) Landasan idiil dan formil ialah Pancasila, UUD‘45


dan Tap MPRS.

3) Tap MPRS No.lll/1963 tentang jabatan seumur hidup


untuk Ir. Soekarno telah dibatalkan dan jabatan
presiden kembali menjadi jabatan elektif setiap lima
tahun.

4) Tap MPRS No. X1X/1966 peninjauan kembali


produk – produk legislatif dari masa Demokrasi
Terpimpin.

5) UU No.19/1964 diganti dengan UU No. 14/1970


yang menetapkan kembali azas ―kebebasan badan-
badan pengadilan.‖

Perubahan Aturan pada Demokrasi Pancasila

1) DPR GR diberi beberapa hak kontrol, di samping ia


tetap mempunyai fungsi untuk membantu
pemerintah.

2) Pimpinan DPR GR tidak lagi mempunyai status


menteri.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 273


3) DPR GR menghilangkan wewenang presiden untuk
memutuskan permasalahan yang tidak dapat dicapai
mufakat antara anggota badan legislatif.

4) Golongan Karya, diberi landasan konstitusionil yang


lebih formil.

5) Hak asasi diusahakan supaya diselenggarakan


secara lebih penuh dengan memberi kebebasan
lebih luas kepada pers untuk menyatakan pendapat,
dan kepada partai – partai politik untuk bergerak dan
menyusun kekuatanya, terutama menjelang
pemilihan umum 1971.

Demokrasi Pancasila Masa Reformasi

Berakhirnya masa Orde Baru, melahirkan era baru yang


disebut masa reformasi. Orde Baru berakhir pada saat
Presiden Suharto menyerahkan kekuasaan kepada Wakil
Presiden B.J. Habibie pada tanggal 21 Mei 1998.

Pergantian masa juga mengubah pelaksanaan demokrasi


di Indonesia. Demokrasi yang dikembangkan pada masa
reformasi pada dasarnya adalah demokrasi dengan
mendasarkan pada Pancasila dan UUD 1945.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 274


d. Masa demokrasi Reformasi 1988 sampai sekarang,

Berakhirnya masa Orde Baru, melahirkan era baru yang


disebut masa Reformasi. Orde Baru berakhir pada saat
Presiden Suharto menyerahkan kekuasaan kepada Wakil
Presiden B.J. Habibie pada tanggal 21 Mei 1998.
Perkembangan demokrasi modern di dunia luar menuntut
Indonesia juga melaksanakan perubahan pada sistem
pemerintahannya. Pergantian kekuasaan juga mengubah
pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Demokrasi yang
dikembangkan pada masa reformasi pada dasarnya
adalah demokrasi dengan mendasarkan pada Pancasila
dan UUD 1945. Kehidupan demokrasi pada masa
Reformasi berusaha membangun kembali kehidupan
yang demokratis dengan mengeluarkan peraturan
undangan, antara lain:

1) Tap MPR RI Nomor X/MPR/1998 tentang Pokok-


Pokok Reformasi.

2) Tap Nomor VII/MPR/1998 tentang Pencabutan Tap


MPR tentang Referendum.

3) Tap MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang


Penyelenggaraan Negara yang Bebas dari KKN.

4) Tap MPR RI Nomor XIII/MPR/1998 tentang


pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil
Presiden RI.

5) Amandemen UUD 1945 I, II, III, IV.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 275


6) Sebagai bentuk pelaksanaan demokrasi, pada masa
reformasi dilaksanakan Pemilihan Umum 1999, di
mana pelaksanaan Pemilu 1999 merupakan salah
satu amanat reformasi yang harus dilaksanakan.
Presiden BJ. Habibie melakukan percepatan Pemilu
dari yang seharusnya dilaksanakan tahu 2002,
dipercepat menjadi Juni tahun 1999.

Mengapa Dilakukan Amandemen pada UUD’45?

1) UUD 1945 dianggap terlalu ringkas dan kurang


memberi tempat pada hakikat kedaulatan rakyat.

2) Kecuali pembukaannya, batang tubuh UUD 1945


mengalami perubahan lewat amandemen.

3) MPR bukan lagi lembaga tertinggi negara.

4) Sistem perwakilan bicameral (MPR: DPR dan DPD).

Perubahan ke arah Sistem yang lebih Demokratis

Sebagai upaya perbaikan pelaksanaan demokrasi,


terdapat beberapa langkah yang dilaksanakan, yaitu:

1) Terdapat banyak partai politik peserta pemilu.

2) Pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden


secara langsung.

3) Pemilu untuk memilih wakil-wakil rakyat yang akan


duduk di DPR, MPR, dan DPD.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 276


4) Pelaksanaan pemilu berdasarkan asas luber dan
jurdil.

5) Pemilihan kepala daerah secara langsung.

6) Kebebasan penyampaian aspirasi lebih terbuka.

12.14 Tugas / Diskusi

Diskusikan perbandingan demokrasi yang dijalankan di


negara-negara sekuler dengan demokrasi Pancasila di Indonesia!

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 277


12.15 Daftar Pustaka

David Beetham. 2002. Democracy and Human Rights: Contrast and


Convergence, makalah dipresentasikan dalam Seminar on
Interdependency between Democracy and Human Rights,
yang diselenggarakan oleh The High Commissioner for Human
Rights di Jenewa, 25-26 November

Ikrar Nusa Bhaktii. 2004. The Transition to Democracy in Indonesia:


Some Outstanding Problems. Jurnal The Asia-Pacific: A region
in Transition. Honolulu: The Asia-Pacific Center for Security
Studies Published

Lansford, Tom. 2007. Democracy: Political Systems of the World.


Marshall Cavendish. ISBN 978-0-7614-2629-5

Lum Thomas. 2012. Laos: Country Outlook dalam E1U ViewsWire.


Laos: Background and U.S. Relations‖, CSR Reportfor
Congress, 1 Januari 2008,

Mirriam Budiardjo. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta. Gramedia


Pustaka Utama.

Timothy D. Sisk. 2002. Demokrasi di Tingkat Lokal. International


Institute for Democracy and Electoral Assistance (International
IDEA). Buku Panduan International IDEA Seri 4. Terjemahan
Arif Subianto.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 278


BAB 13
HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

13.1 Pendahuluan

Sebagai warga negara, bentuk keterikatan kita terhadap


negara adalah adanya hak dan kewajiban secara timbal balik. Warga
negara memiliki hak dan kewajiban terhadap negara, serta sebaliknya
negara memiliki hak dan kewajiban terhadap warga negara.

Hak memiliki artian secara umum. Pengertian hak secara


umum adalah segala sesuatu yang harus didapatkan oleh setiap
orang yang telah ada sejak lahir. Berdasarkan pernyataan Prof Dr.
Notonegoro kewajiban memiliki pengertian yaitu beban untuk
memberikan sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan oleh
pihak tertentu, tidak dapat oleh pihak lain manapun yang pada
prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang berkepentingan.
Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat dimaknai bahwa
kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan dan dipenuhi oleh
setiap individu sehingga pantas untuk memperoleh suatu hak.

Berdasarkan yang tercantum dalam Kamus Besar Bahasa


Indonesia, hak memiliki artian yaitu sesuatu hal yang benar, milik,
kepunyaan, kewenangan, kekuasaan, untuk berbuat sesuatu (karena
telah ditentukan oleh undang-undang dan aturan), kekuasaan yang
benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau
martabat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hak adalah suatu hal
yang dimiliki dan dipunyai oleh seseorang sesuai dengan peraturan
perundang-undangan untuk menuntut suatu hal yang memang harus
didapatkannya. Tinjauan tersebut digunakan untuk mengetahui dan

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 279


memahami hak kebebasan berpendapat di muka umum sebagai
warga negara Indonesia yang harus dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan serta relevansinya dengan makna
dan batasan hak kebebasan berpendapat di muka umum dalam
suatu negara.

13.2 Negara dan Kewarganegaraan

Istilah negara merupakan hasil terjemahkan dari beberapa


kata-kata asing, yaitu Staat (bahasa Belanda dan Jerman); State
(bahasa Inggris); Etat (bahasa Prancis). Secara terminologi, negara
diartikan sebagai organisasi tertinggi di antara satu kelompok
masyarakat yang memiliki cita-cita untuk bersatu, hidup di dalam
suatu kawasan, dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat.
Pengertian ini mengandung nilai konstitutif yang dimiliki oleh suatu
negara berdaulat yaitu masyarakat (rakyat), wilayah, dan
pemerintahan yang berdaulat. Ketiga unsur ini perlu ditunjang dengan
unsur lainnya seperti adanya konstitusi dan pengakuan negara lain
yang disebut juga dengan unsur deklaratif.

Tujuan Negara Indonesia yang tercantum dalam pembukaan


Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pemerintah
mempunyai peranan penting untuk memajukan negara yang
dipimpinnya. Salah satu indikator kemajuan suatu negara dapat
dilihat dari pembangunan Nasional yang berjalan secara

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 280


berkesinambungan, pembangunan yang diharapkan agar membawa
dampak bagi meningkatnya taraf hidup dan kesejahteraan rakyat.

Rakyat dalam pengertian keberadaan suatu negara adalah


sekumpulan manusia yang dipersatukan oleh persamaan dan
bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu. Berdasarkan Pasal
26 UUD 1945 warga negara merupakan orang-orang bangsa
Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan
undang-undang sebagai warga-negara. Rakyat yang tinggal di
wilayah negara menjadi penduduk negara yang bersangkutan. Warga
negara adalah bagian dari penduduk suatu negara. Warga negara
memiliki hubungan dengan negaranya. Kedudukannya sebagai warga
negara menciptakan hubungan berupa peranan, hak dan kewajiban,
yang bersifat timbal balik.

Warga negara adalah orang-orang yang merupakan bagian


dari penduduk suatu negara dan selanjutnya menjadi unsur negara.
Istilah ini dahulu biasanya disebut hamba atau kaula negara. Tetapi
kenyataannya istilah warga negara lebih sesuai dengan
kedudukannya sebagai orang yang merdeka dibandingkan dengan
istilah hamba atau kawula negara, karena warga negara
mengandung arti peserta, anggota atau warga dari suatu negara,
yaitu peserta dari suatu persekutuan yang didirikan dengan kekuatan
bersama, atas dasar tanggung jawab bersama dan untuk
kepentingan bersama.

Menurut AS Hikam, mendefinisikan warga negara sebagai


terjemahan dari citizenship, yaitu anggota dari sebuah komunitas
yang membentuk negara itu sendiri. Istilah ini menurut AS Hikam

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 281


lebih baik digunakan daripada istilah kawula negara, karena kawula
negara betul-betul berarti objek yang dalam bahasa inggris (object)
berarti orang yang dimiliki dan mengabdi kepada pemiliknya.

Secara singkat, Koerniatmanto S., mendefinisikan warga


negara dengan anggota negara. Sebagai anggota negara, seorang
warga negara mempunyai kedudukan yang khusus terhadap
negaranya dan mempunyai hubungan hak dan kewajiban yang
bersifat timbal balik terhadap negaranya. Namun secara yuridis,
berdasarkan pasal 26 ayat (1) UUD 1945, istilah Warga Negara
Indonesia dibedakan menjadi dua golongan: pertama, warga negara
asli (pribumi), yaitu penduduk asli negara tersebut. Misalkan suku
jawa, suku madura, suku Dayak dan etnis keturunanyang sejak
kelahirannya menjadai WNI, merupakan warga negara asli Indonesia.
Dan kedua, warga negara asing (vreemdeling) misalnya, bangsa
Tionghoa, Timur Tengah, India USA dan sebagainnya, yang telah
disyahkan berdasarkan peraturan perundang-undangan menjadi
Warga Negara Indonesia.

Pernyataan ini ditetapkan kembali dalam pasal 1 UU No. 12


Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI (UU Kewarganegaraan),
bahwa Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa
Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang
bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai Warga
Negara Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut, guna
mempertegas siapa saja yang menjadi Warga Negara Indonesia,
pasal 4 UU No. 12 Tahun 2006 menegaskan sebagai berikut:

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 282


Warga negara Indonesia adalah:

a. Setiap orang yang berdasarkan peraturan


perundangundangan dan/atau berdasarkan perjanjian
pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain
sebelum undang-undang ini berlaku sudah menjadi warga
negara Indonesia;

b. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang


ayah dan ibu warga Negara Indonesia;

c. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang


ayah warga Negara Indonesia dan ibu warga negara
Asing;

d. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang


ayah warga negara Asing dan ibu warga Negara
Indonesia;

e. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang


ibu warga Negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak
mempunyai kewarganegaraan atas hukum negara asal
ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada
anak tersebut;

f. Anak yang lahir dalam tegang waktu 300 (tiga ratus) hari
setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang
sah dan ayahnya Warga Negara Indonesia;

g. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang


ibu Warga Negara Indonesia;

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 283


h. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang
ibu warga negara Asing yang diakui oleh seorang ayah
Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan
pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia
18 (delapan belas) tahun atau belum kawin;

i. Anak yang lahir di wilayah Negara Republik Indonesia


yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan
ayah dan ibunya;

j. Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah Negara


Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak
diketahui;

k. Anak yang baru lahir wilayah Negara Republik Indonesia


apabila ayahnya dan ibunya tidak mempunyai
kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya;

l. Anak yang dilahirkan diluar wilayah Negara Republik


Indonesia dari seorang ayah dan ibu warga Negara
Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat
anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan
kepada anak yang bersangkutan;

m. Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan


permohonan kewarganegaraan, kemudian ayah atau
ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah
atau menyatakan janji setia.

Maka jelaslah bahwa masalah kewarganegaraan merupakan


masalah yang bersifat principal dalam kehidupan bernegara.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 284


Kewarganegaraan memiliki keanggotaan yang menunjukkan
hubungan atau ikatan antar negara dan warga negara.
Kewarganegaraan adalah segala hal yang berhubungan dengan
negara. Pengertian kewarganegaraan dibedakan menjadi dua yaitu:

a. Kewarganegaraan dalam arti yuridis

Kewargangaraan dalam arti yuridis ditandai dengan


adanya ikatan hukum antara orang-orang dan negara.
Adanya ikatan hukum itu menimbulkan akibat-akibat
tertentu, yaitu orang tersebut berada di bawah kekuasaan
negara yang bersangkutan. Tanda dari adanya ikatan
hukum misalnya akta kelahiran, surat pernyataan, bukti
kewarganegaraan, dan sebagainya.

b. Kewarganegaraan dalam arti sosiologis

Kewarganegaraan dalam arti sosiologis tidak di tandai


dengan ikatan hukum, tetapi ikatan emosional, seperti
ikatan perasaan, ikatan keturunan, ikatan nasib, ikatan
sejarah, dan ikatan tanah air. Dengan kata lain ikatan ini
lahir dari penghayatan warga negara bersangkutan.

Indonesia telah memberikan perlindungan hak anak atas


kewarganegaraan yang tercantum dalam Pasal 5 Undang-Undang
No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal tersebut
menyatakan bahwa setiap anak berhak atas suatu nama sebagai
identitas diri dan status kewarganegaraan. Dengan adanya hak atas
kewarganegaraan anak, maka negara mempunyai kewajiban untuk
melindungi anak sebagai warga negaranya dan juga berkewajiban

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 285


untuk menjamin pendidikan. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang
Kewarganegaraan No.12 Tahun 2006, lebih memperhatikan asas-
asas kewarganegaraan yang bersifat umum atau universal, yaitu:

a. Asas ius sanguinis (law of the blood), adalah asas yang


menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan
keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.

b. Asas ius soli (law of the soil) secara terbatas, adalah asas
yang menentukan kewarganegaraan seseorang,
berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diberlakukan
terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam Undang-Undang.

c. Asas kewarganegaraan tunggal, adalah asas yang


menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.

d. Asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang


menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-
Undang. Status kewarganegaraan secara yuridis diatur
oleh peraturan perundang-undangan Nasional.

Disamping dari sudut kelahiran, hukum kewarganegaraan juga


mengenal dua asas yang erat kaitannya dengan masalah
perkawinan, yaitu:

a. Asas Kesatuan Hukum, yang bertolak pada hakikat suami


isteri ataupun ikatan dalam keluarga. Guna mendukung
terciptanya kesatuan dalam keluarga, para anggota
keluarga harus tunduk pada hukum yang sama. Keluarga

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 286


atau sepasang suami isteri sebaiknya mempunyai
kewarganegaraan yang sama. Pada umumnya pihak
isteri lah yang mengikuti kewarganegaraan suaminya.

b. Asas Persamaan Derajat, adalah menentukan bahwa


suatu perkawinan tidak menyebabkan berubahnya status
kewarganegaraan masing-masing pihak. Asas
persamaan derajat mempunyai aspek yang positif karena
dapat menghindari terjadinya penyelundupan hukum.
Misalnya seorang warga negara asing yang berpura-pura
melakukan perkawinan, dengan tujuan untuk memperoleh
status warga negara suatu negara.

Proses perubahan status dari penduduk asing menjadi warga


negara suatu negara disebut sebagai naturalisasi atau pewarga
negaraan. Pengertian naturalisasi itu sendiri adalah perolehan
kewarganegaraan bagi penduduk asing, hal menjadikan warga
negara, ataupun pewarga negaraan yang diperoleh setelah
memenuhi syarat dari pemilik kewenangan yang terdapat dalam
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia. Proses ini harus terlebih dahulu memenuhi
beberapa persyaratan yang ditentukan dalam peraturan
kewarganegaraan negara yang bersangkutan dengan hukum yang
berbeda di setiap negara. Terkait dengan perpindahan
kewarganegaraan, setiap negara memiliki aturan yang berbeda-beda
sesuai dengan kepentingan dan tujuan negara yang bersangkutan.

Terdapat 2 jenis sistem dalam perpindahan kewarganegaraan


yaitu sistem aktif dan sistem pasif. Sistem pasif artinya seseorang

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 287


yang akan memperoleh kewarganegaraan secara aktif melakukan
tindakan-tindakan hukum, seperti mengajukan permohonan pewarga
negaraan. Dalam sistem aktif ini seseorang diberikan kebebasan
untuk memilih kewarganegaraan sesuai keinginannya sendiri (hak
oposisi). Sedangkan sistem pasif, artinya seseorang yang akan
memperoleh status kewarganegaraan tidak perlu melakukan tindakan
hukum tertentu. Status kewarganegaraannya merupakan hasil
pemberian oleh negara/pemerintah. Dalam sistem pasif ini seseorang
diberikan hak untuk menolak kewarganegaraan yang diberikan oleh
negara/pemerintah (hak repudiasi).

Keberadaan kedua asas kewarganegaraan (ius sanguinis dan


ius soli) kerap kali menimbulkan masalah. Hal ini karena ada negara
yang menganut asas ius sanguinis dan ada pula negara yang
menganut asas ius soli. Sehingga kerap muncul masalah bipatride,
multipatride bahkan apatride. Bipatride adalah seseorang yang
memiliki dua kewarganegaraan (kewarganegaraan ganda) yang bisa
terjadi karena anak lahir di negara A yang menganut asas
kewarganegaraan ius soli (tempat kelahiran), namun orang tuanya
warga negara B yang menganut asas ius sanguinis. Anak tersebut
akan mendapat 2 kewarganegaraan dari negara A berdasarkan
tempat lahir dan dari negara B karena faktor keturunan. Apatride
adalah seseorang yang tidak memiliki kewarganegaraan. Bisa terjadi
jika anak lahir di negara B yang menganut asas ius sanguinis
sedangkan orang tua berasal dari negara A. Si anak tidak mendapat
kewarganegaraan negara B karena lahir dari orang tua yang bukan
warga negara B. Anak juga tidak mendapat kewarganegaraan orang
tuanya (negara A) karena tidak lahir di negara A (ius soli –

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 288


berdasarkan tempat lahir). Multipatride adalah seseorang yang
memiliki 2 atau lebih kewarganegaraan. Hal ini bisa terjadi jika
bipatride menerima juga pemberian status kewarganegaraan lain
ketika dia telah dewasa, namun tidak melepaskan status
kewarganegaraan yang lama.

Pemberian status kewarganegaraan Indonesia oleh negara


didasarkan pada adanya kesetiaan setiap WNI terhadap seluruh
tumpah darah Indonesia dan tidak akan melakukan tindakan-tindakan
yang dapat menghilangkan rasa cintanya terhadap Indonesia. Hal ini
tentu akan berimbas pada besarnya tanggung jawab kepada setiap
warga negara untuk tetap setia dan taat pada setiap kebijakan negara
termasuk persoalan status kewarganegaraan.

Konteks kewarganegaraan pada umumnya membahas tentang


hak yang diterima dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
warga negara dalam suatu negara. Perspektif Kewarganegaraan
menurut Richard Bellamy dibagi dalam dua jenis, yakni secara
normatif dan empiris. Secara normatif, kewarganeraan berupaya
untuk menetapkan hak dan kewajiban yang seharusnya dimiliki warga
negara, sedangkan secara empiris kewarganegaraan berupaya
menggambarkan dan menjelaskan cara warga negara memperoleh
hak-hak dan tugas-tugas yang sebenarnya dimiliki. Oleh karena itu,
maka negara memiliki kewenangan untuk mengatur sekaligus
melindungi warga negara dengan hukum kewarganegaraan yang
diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan sehingga
dalam proses pemberian status kewarganegaraan berhubungan erat
dengan hak-hak dasar seseorang.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 289


13.3 Hak Asasi Manusia (HAM)

Istilah Hak Asasi Manusia (HAM) pertama kali diperkenalkan


oleh Roosevelt ketika Universal Declaration of Human Rights
dirumuskan pada tahun 1948, sebagai pengganti istilah the Rights of
Man. Dalam konstitusi Indonesia (UUD 1945) digunakan istilah hak
warga negara yang oleh the Founding Father dimaksudkan sebagai
pemenuhan HAM. Namun kedua istilah ini (HAM dan hak serta
kewajiban warga negara) dipergunakan secara resmi oleh MPR
sebagaimana tercantum dalam Amandemen kedua UUD 1945 (Bab X
dan Bab X A) maupun dalam ketetapan MPR RI Nomor: XVII/1998.

HAM merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada


diri manusia, bersifat universal dan langgeng. HAM juga diartikan
sebagai seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan
keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (pasal 1
(1) UU Nomor 39 Tahun 1999).

HAM yang dijelaskan dalam UUD 1945 berisi sebagai berikut:

a. Setiap warga negara berhak untuk hidup serta berhak


mempertahankan hidup dan kehidupannya;

b. Setiap orang berhak membentuk keluarga dan


melanjutkan keturunan melaui perkawinan yang sah;

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 290


c. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh
dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi;

d. Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui


pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat
pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya. Demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan
umat manusia;

e. Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam


memperjuangkan haknya secara kolektif untuk
membangun masyarakat, bangsa dan negaranya;

f. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan


perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama dihadapan hukum;

g. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat


imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam
hubungan kerja;

h. Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan


yang sama dalam pemerintahan;

i. Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan;

j. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat


menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran,
memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 291


tempat tinggal di wilayah negara dan meinggalkannya
serta berhak kembali;

k. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini


kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai
dengan hati nuraninya;

l. Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,


berkumpul dan mengeluarkan pendapat;

m. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan


memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi
dan lingkungan sosialnya. Serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan
meyampaikan informasi dengan menggunakan segala
jenis saluran yang tersedia;

n. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,


keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di
bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan
perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau
tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi;

o. Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau


perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia
dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain;

p. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,


bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup
yang baik dan sehat, berhak memperoleh pelayanan
kesehatan;

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 292


q. Setiap orang berhak memperoleh kemudahan dan
perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan
manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan
keadilan;

r. Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang


memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh
sebagai manusia yang bermartabat;

s. Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak


milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-
wenang oleh siapapun;

t. Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak


kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak
untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi
di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas
dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi
manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apapun;

u. Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat


diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan
perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat
diskriminatif itu;

v. Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional


dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan
peradaban;

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 293


w. Negara menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat
menurut agamanya dan kepercayaanya itu;

x. Tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam


usaha pertahanan dan keamanan negara;

y. Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.

Hak-hak tersebut di atas ada yang termasuk kategori HAM


yang berlaku bagi semua orang yang tinggal dan berada dalam
wilayah hukum Republik Indonesia, dan ada pula yang merupakan
hak warga negara yang berlaku hanya bagi warga negara Republik
Indonesia. Hak-hak dan kebebasan tersebut ada yang tercantum
dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan
ada pula yang tercantum hanya dalam undang-undang tetapi memiliki
kualitas yang sama pentingnya secara konstitusional sehingga dapat
disebut memilikí ―constitutional importance‖ yang sama dengan yang
disebut eksplisit dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Tahun 1945. Sesuai dengan prinsip ―kontrak sosial‖ (social contract),
maka setiap hak yang terkait dengan warga negara dengan
sendirinya bertimbal balik dengan kewajiban negara untuk
memenuhinya. Demikan pula dengan kewenangan-kewenangan
konstitusional yang dimiliki oleh negara melalui organ-organnya juga
bertimbal balik dengan kewajiban-kewajiban konstitusional yang wajib
ditaati dan dipenuhi oleh setiap warga negara.

Pemerintah wajib dan bertanggung jawab dalam menegakkan,


melindungi, dan menghormati HAM sesuai dengan amanat Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 serta Undang-Undang

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 294


Nomor 39 Tahun 1999, kewajiban dan tanggung jawab pemerintah
meliputi implementasi HAM dalam berbagai sektor kehidupan
berbangsa dan bernegara. HAM maupun hak dan kewajiban warga
negara sebagai salah satu elemen penting dari demokrasi disamping
supremasi hukum yang telah diatur dalam UUD 1945.

13.4 Kewajiban Warga Negara

Untuk mengaktualisasikan HAM, setiap orang diharuskan


mampu menjalankan HAMnya dan memenuhi kewajiban. Terlaksana
dan tegaknya HAM dapat diperoleh melalui pelaksanaan kewajiban
dasar manusia. Setiap warga negara juga wajib memenuhi tanggung
jawabnya untuk menghormati dan mematuhi segala hal yang
berkaitan dengan kewenangan konstitusional organ negara yang
menjalankan fungsi-fungsi kekuasaan kenegaraan menurut undang-
undang dasar dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan UU No. 39 Tahun 1999 manusia mempunyai kewajiban
dasar antar manusia dan masyarakat dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Kewajiban Dasar Manusia telah ditetapkan dalam UUD 1945,


yang berisikan:

a. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang


lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.

b. Dalam menjalankan hak dan kebebasanya setiap orang


wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan
dengan undang-undang dengan maksud semata-mata

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 295


untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak
dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan
yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai
agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu
masyarakat demokratis.

c. Tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam


usaha pertahanan dan keamanan negara.

d. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar


dan pemerintah wajib membiayainya.

Kewajiban dasar manusia juga telah ditetapkan dalam UU No.


39 tahun 1999, yaitu:

a. Setiap orang yang ada di wilayah negara RI wajib patuh


pada peraturan perundang-undangan, hukum tak tertulis,
dan hukum internasional mengenai hak asasi manusia
yang telah diterima oleh negara RI.

b. Setiap warga negara wajib ikut serta dalam upaya


pembelaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

c. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang


lain, moral, etika, dan tata tertib kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

d. Setiap hak asasi manusia seseorang menimbulkan


kewajiban dasar dan tanggung jawab untuk menghormati
hak asasi orang lain secara timbal balik serta menjadi

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 296


tugas pemerintah untuk menghormati, melindungi,
menegakkan dan memajukannya.

e. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang


wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh
Undang Undang dengan maksud untuk menjamin
pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan
orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai
dengan pertimbangan moral, keamanan dan ketertiban
umum dalam suatu masyarakat demokrasi.

Bentuk-bentuk sikap dan perilaku warga negara yang


mencerminkan perwujudan tanggung jawab terhadap negara dan
bangsa yaitu sebagai berikut: Pertama, memahami dan
mengamalkan ideologi Nasional kita, yakni Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari dalam berbagai bidang kehidupan seperti
politik, ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan; Kedua, menjaga dan
memelihara nama baik bangsa dan negara di mata dunia
internasional sebagai bangsa dan negara yang merdeka, berdaulat,
berperadaban dan bermartabat; Ketiga, menjaga persatuan dan
kesatuan bangsa dengan menghindari sikap dan perilaku yang
diskriminatif; Keempat, membina solidaritas sosial sebagai sesama
Warga Negara Indonesia; Kelima, Meningkatkan wawasan
kebangsaan agar senantiasa terbina rasa kebangsaan, paham
kebangsaan dan semangat kebangsaan pada setiap diri warga
negara.

Kewajiban warga negara adalah suatu keharusan yang tidak


boleh ditinggalkan oleh warga negara dalam kehidupan bermasyarkat

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 297


berbangsa dan bernegara. Kewajiban warga negara dapat pula
diartikan sebagai suatu sikap atau tindakan yang harus diperbuat
oleh seseorang warga negara sesuai keistimewaan yang ada pada
warga lainnya. Sebagai warga negara yang baik dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia, tidaklah boleh hanya mendahulukan
hak-hak dan mengabaikan kewajiban baik terhadap keluarga,
masyarakat, bangsa dan negara. Maka dari pada itu tidak patut
hanya menuntut pelaksanaan hak-hak yang tercantum dalam
peraturan perundang-undangan namun seharusnya juga
melaksanakan kewajiban-kewajiban. Hubungan negara dan warga
negara yang selalu berpegang pada hak dan kewajiban yang melekat
antara keduanya, akan menghasilkan proses dialogis berlangsung
secara demokratis, adil dan harmonis dengan norma yang
dipersyaratkan oleh konstitusi.

13.5 Hak dan Kewajiban Warga Negara

Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam batas-batas tertentu


telah dipahami, namun karena setiap orang melakukan akitivitas yang
beraneka ragam dalam kehidupan, maka apa yang menjadi hak dan
kewajibannya seringkali terlupakan. Dalam kehidupan kenegaraan
seringkali hak warga negara berhadapan dengan kewajibannya.
Bahkan tidak jarang kewajiban warga negara lebih banyak dituntut
sementara hak-hak warga negara kurang mendapatkan perhatian.

Hak dan kewajiban warga negara dalam kehidupan


kenegaraan maupun hak dan kewajiban seseorang dalam kehidupan
pribadinya, secara historis tidak pernah dirumuskan secara
sempurna, karena organisasi negara tidak bersifat statis. Artinya
organisasi negara itu mengalami perkembangan sejalan dengan

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 298


perkembangan manusia. Kedua konsep hak dan kewajiban warga
negara/manusia harus berjalan seiring. Hak dan kewajiban asasi
marupakan konsekuensi logis dari hak dan kewajiban kenegaraan.
Manusia tidak dapat mengembangkan hak asasinya tanpa hidup
dalam organisasi negara.

Adapun hak warga negara menurut UUD 1945 adalah:

a. Persamaan kedudukan dalam hukum pemerintahan;

b. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak;

c. Hak dalam upaya pembelaan negara;

d. Hak berserikat dan berkumpul;

e. Hak mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan;

f. Hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam


pemerintahan;

g. Hak untuk ikut serta dalam usaha pertahanan dan


keamanan negara;

h. Hak mendapat pengajaran;

i. Hak fakir miskin dan akan terlantar di pelihara oleh warga.

Sebaliknya warga negara mempunyai berbagai kewajiban


sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 antara lain:

a. Menjunjung hukum dan pemerintahan

b. Turut serta dalam upaya pembelaan negara

c. Ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan


negara.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 299


Di samping itu warga negara mempunyai kewajiban lain yang
diatur dalam aturan perundang-undangan seperti:

a. Membayar pajak;

b. Menghargai warga negara;

c. Memenuhi panggilan aparat penegak hukum;

d. Memelihara kelestarian lingkungan;

e. Memelihara persatuan dan kesatuan bangsa;

f. Ikut memelihara fasilitas kepentingan umum;

Hak dan kewajiban warga negara sebagaimana tertuang


dalam berbagai peraturan perundang-undangan sudah tentu perlu
dilaksanakan dan ditegakkan. Tetapi bagaimana realitasnya akan
tergantung kepada beberapa faktor seperti peraturan perundang-
undangan itu sendiri, penyelenggara negara, dan kesadaran hukum
warga negara. Apabila salah satu diantara ketiga faktor tadi
mengandung kelemahan maka kemungkinan perwujudan HAM
maupun hak dan kewajiban tersebut tidak dapat tercapai dengan
optimal.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 300


13.6 Tugas / Diskusi

Untuk lebih memahami dan mendalami tentang hak dan


kewajiban warga negara sesuai yang telah diuraikan di atas, para
mahasiswa ditugaskan untuk membuat resume dan mendiskusikan
hal-hal berikut ini:

a. Bagaimana hak warga negara dalam perspektif


pertahanan negara?

b. Bagaimana implementasi kewajiban warga negara dalam


upaya bela negara?

c. Bagaimana implementasi hak dan kewajiban warga


negara pada era modern?

13.7 Daftar Pustaka

Ahmad Efendi. 2021. Kenali Macam-Macam Asas Kewarganegaraan


Indonesia dan Masalahnya. Diakses pada https://tirto.id/kenali-
macam-macam-asas-kewarganegaraan-Indonesia-dan-
masalahnya-ginR tanggal 12 Oktober 2021.
Dede Rosyada, dkk. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan (Civil
Education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat
Madani. Ciputat Jakarta Selatan: ICCE UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi. 2010. Civic Education Antara
Realitas Politik dan Implementasi Hukumnya. Jakarta:
Gramedia.
Johan Yasin. NY. Hak Azasi Manusia dan Hak Serta Kewajiban
Warga Negara dalam Hukum Positif Indonesia.
Lusy Liany, Ely Alawiyah Jufri, Mohammad Kharis Umardani. 2020.
Penyuluhan Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam
Konstitusi Kepada Organisasi Siswa Intra Sekolah (Osis)

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 301


Madrasah Aliyah Negeri 3 Jakarta. Jurnal Balireso Vol. 5, No.
1. Hal. 51-64.
Muhammad Alvi Syahrin. 2014. Refleksi Hubungan Ne
gara, Warga Negara, Dan Keimigrasian. Jakarta: Bhumi Pura,
Direktorat Jenderal Imigrasi.
Muhammad Alvi Syahrin. 2019. Naturalisasi dalam Hukum
Kewarganegaraan: Memahami Konsep, Sejarah, dan Isu
Hukumnya. Jurnal Thenkyang. Vol.2 No. 1.
Mukmin Muhammad. 2018. Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Positif
dengan Konsep Constitutional Importance. Meraja Journal, Vol.
1 No. 2. Hal. 31-38.
Moh. Mahfud M.D. 2001. Dasar dan Struktur Kenegaraan. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.Ni‟matul Huda. 2013. Ilmu Negara. Jakarta:
Rajawali Pres.
Supriyadi A Arief., Iwa Kustiwa. 2020. Pemberatan Syarat dan
Prosedur terhadap Warga Negara dalam Mendapatkan
Kembali Kewarganegaraan di Indonesia. Jurnal Rechtsvinding,
Media Pembinaan Hukum Nasional, Vol. 9 No. 3. Hal. 443-459.
Titik Triwulan Tutik. 2011. Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia
Pasca-Amandemen. Jakarta: Kencana.
Ubaedillah dan Abdul Rozak. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan
(Civic Education). Jakarta: Kencana).
Widy Wardhana. Pengertian Hak dan Kewajiban Warga Negara,
http://academia.edu, diakses tanggal 12 Oktober 2021.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 302


BAB 14
NASIONALISME DAN PATRIOTISME

14.1 Pendahuluan

Indonesia merupakan negara yang luas dengan berbagai


ragam suku, etnis, bahasa dan agama. Selain itu, banyak pulau yang
terbentang di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
dari pulau yang kecil hingga pulau besar. Wilayah yang cukup luas
ini, perlu dijaga dan dipertahankan oleh seluruh komponen bangsa
khususnya para generasi mudanya. Untuk itu perlu adanya
penanaman nilai-nilai Nasionalisme dan patriotisme khususnya untuk
para generasi muda. Langkah yang paling efektif untuk membangun
semangat Nasionalisme dan patriotisme adalah melalui pemahaman
sejarah pergerakan Nasional sampai pada tercapainya kemerdekaan
Indonesia.

Nasionalisme secara umum adalah pengabdian yang tinggi


oleh bangsa terhadap negaranya yang diperlihatkan melalui sikap
dan tingkah laku individu atau masyarakat. (Budiyono, 2007).
Keutuhan dan kekokohan suatu negara, tentu saja dipengaruhi oleh
sifat Nasionalisme bangsanya, selain Nasionalisme, seorang bangsa
juga harus mempunyai sikap patriotisme. Nilai Nasionalisme
merupakan jiwa bangsa Indonesia yang akan terus melekat selama
bangsa Indonesia masih berdiri. Nasionalisme sebagai salah satu
paham untuk mengingatkan generasi muda akan kegigihan usaha
para pejuang Indonesia dalam merebut kemerdekaan. Jasa para
pahlawan memang harus dikenang, namun dikenang saja tidaklah
cukup. Para pahlawan bangsa yang telah gugur tentu akan bangga
bila perjuangan mereka diteruskan oleh generasi saat ini karena

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 303


perjuangan mereka belum selesai. Makna Nasionalisme secara politis
merupakan manifestasi kesadaran Nasional yang mengandung cita-
cita dan pendorong bagi suatu bangsa, baik untuk merebut
kemerdekaan atau mengenyahkan penjajahan maupun sebagai
pendorong untuk membangun dirinya maupun lingkungan
masyarakat, bangsa dan negaranya (Budiyono, 2007).

Setiap warga negara Indonesia harus memiliki rasa


kebanggaan dan mencintai bangsa dan negara Indonesia.
Nasionalisme Pancasila pada prinsipnya merupakan pandangan atau
paham kecintaan rakyat Indonesia terhadap bangsa dan tanah air
yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila. Prinsip Nasionalisme
Pancasila dilandasi nilai-nilai Pancasila yang diarahkan agar bangsa
Indonesia senantiasa menempatkan persatuan, kesatuan,
kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas
kepentingan pribadi. Rasa Nasionalisme yang tinggi dapat menjadi
tali pengikat antara bangsa dengan warga negaranya (Budiyono).

Pengaruh era globalisasi sangat rentan terhadap penurunan


rasa Nasionalisme. Rasa Nasionalisme di kalangan pelajar di
Indonesia semakin rendah. Hal ini dapat terlihat ketika banyak warga
negara yang lebih membanggakan budaya bangsa lain dan acuh
terhadap kekayaan yang menjadi ciri khas bangsa sendiri. Cara
berpakaian oleh kebanyakan remaja-remaja Indonesia yang
berdandan seperti selebritis cenderung mengarah ke budaya Barat.
Tidak banyak remaja yang mau melestarikan budaya bangsa dengan
mengenakan pakaian yang sopan sesuai dengan kepribadian bangsa.
Dilihat dari sikap, banyak anak muda yang tingkah lakunya tidak
kenal sopan santun dan cenderung tidak ada rasa peduli terhadap

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 304


lingkungan. Selain itu tawuran antara pelajar juga sering terjadi.
Keadaan diperparah lagi ketika sosok pemimpin yang tidak dapat
dijadikan contoh bagi para generasi muda.

Berdasarkan berbagai kenyataan yang ada pada sekarang ini


sangat rentan terjadi disintegrasi bangsa yang dapat menghancurkan
negara, sehingga perlu ada penguatan nilai-nilai Nasionalisme guna
memperkuat dan menyatukan bangsa Indonesia. Rasa Nasionalisme
merupakan bagian terpenting yang harus diimplementasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Institusi pendidikan merupakan salah satu
lembaga yang dapat digunakan untuk menumbuhkan semangat
Nasionalisme kepada generasi muda.

Salah satu kegiatan di institusi pendidikan yang mampu


menumbuhkan rasa Nasionalisme yaitu melalui upacara bendera hari
Senin, seperti yang terdapat pada Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan No. 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti,
menjelaskan bahwa pelaksanakan upacara bendera setiap hari Senin
dengan mengenakan seragam atau pakaian yang sesuai dengan
ketetapan sekolah sangat penting dilakukan. Hal ini dikarenakan di
dalam proses pelakasanaan upacara bendera terdapat bagian-bagian
yang dinilai mampu menumbuhkan semangat Nasionalisme, seperti
menyanyikan lagu Indonesia Raya saat pengibaran bendera,
pembacaan teks Pancasila, Pembukaan UUD 1945, dan
mengheningkan cipta. Pelaksanaan kegiatan upacara yang biasa
dilaksanakan setiap hari Senin diharapkan mampu memberikan
kontribusi dalam menumbuhkan nilai Nasionalisme kepada siswa,
sehingga tercipta karakter siswa yang sesuai dengan nilai-nilai yang
tertuang dalam falsafah Pancasila. Upacara dijadikan sebagai solusi

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 305


untuk memperkuat rasa Nasionalisme dikalangan pelajar. Makna dari
upacara sendiri adalah segala tindakan atau gerakan yang
dirangkaikan serta ditata dengan tertib dan disiplin dengan tujuan
untuk meningkatkan kemampuan memimpin serta membiasakan
kesediaan dipimpin dan membina kekompakan serta kerja sama dan
yang paling penting adalah untuk mengenang jasa para pendiri
negara.

Selain itu, makna upacara yaitu tetap memelihara nilai-nilai


Nasionalisme dan patriotisme (Geertz, 1983). Pelaksanaan kegiatan
upacara bendera dapat diharapkan siswa belajar lebih tertib, mentaati
segala peraturan yang berlaku dalam keluarga, sekolah, lingkungan
dan agama. Mahasiswa dapat belajar lebih disiplin, sholat tepat pada
waktunya, mengerjakan tugas sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan, membuang sampah pada tempatnya. Siap belajar
menjadi pemimpin, minimal pemimpin dirinya sendiri untuk menjadi
anak yang lebih baik dan siap dipimpin dengan menjaga kekompakan
dan kerja sama, dan siap belajar menjaga nilai-nilai Nasionalisme dan
patriotisme, menggunakan produk dalam negeri, melestarikan
kebudayaan lokal, menjaga peninggalan luhur nenek moyang kita.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para
pahlawan dan mengisi kemerdekaan dengan hal-hal baik.

Nasionalisme mengandung suatu sikap mental di mana


loyalitas tertinggi dari individu adalah untuk bangsa dan negara
(Moesa, 2007:28-29). Kemudian, patriotisme ialah perjuangan yang
menjiwai kepada kepentingan bangsa dan negara. Patriotisme
memerlukan komitmen pemimpin dan semua golongan rakyat dengan
mempertahankan asas pembinaan dan kedaulatan negara. Kesetiaan

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 306


pada pemimpin dan negara yang ditunjukkan oleh warga negara
melalui sumbangan dan pengorbanan merupakan unsur patriotisme
yang amat penting. Unsur tersebut perlu ditanamkan di kalangan
generasi muda.

14.2 Pengertian Nasionalisme dan Patriotisme

Adapun pendapat Nasionalisme dari para pakar yaitu:

a. Azyumardi Azra (2011), secara etimologi, Nasionalisme


berasal dari kata ―Nasional‖ dan ―isme‖ yaitu paham
kebangsaan yang mengandung makna, kesadaran dan
semangat cinta tanah air, memiliki kebanggan sebagai
bangsa, atau memelihara kehormatan bangsa, memiliki
rasa solidaritas terhadap masalah dan kekurang
beruntungan saudara setanah air, sebangsa, senegara,
serta persatuan dan kesatuan.

b. Adyaksa Dault (2005), Nasionalisme berasal dari kata


nation yang dipadankan dengan ―bangsa‖ dalam bahasa
Indonesia. Menurut Rupert Emerson, Nasionalisme
merupakan komunitas orang-orang yang merasa bahwa
mereka bersatu atas dasar elemen-elemen penting yang
mendalam dari warisan bersama dan mereka memiliki
takdir bersama menuju masa depan.

c. Kemendiknas (2017), dalam Kamus Besar Bahasa


Indonesia (Kemendiknas, 2017), Nasionalisme diartikan
sebagai paham atau ajaran untuk mencintai bangsa dan
negara sendiri.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 307


d. Anthony D. Smith (2002), menyebutkan bahwa
Nasionalisme adalah gerakan ideologis untuk mencapai
dan memelihara otonomi, persatuan, dan identitas atas
nama penduduk yang oleh sebagian anggotanya
dianggap sebagai bangsa yang sebenarnya atau
potensial. Jadi, Nasionalisme adalah sebuah paham atau
ajaran tentang cinta dan kesetiaan terhadap negara
kebangsaan.

Menurut Synder (1989, dalam Budiman, 2006), ada empat


bentuk Nasionalisme yang bisa terjadi, yaitu sebagai berikut:

a. Nasionalisme Kewarganegaraan yang terjadi apabila elite


politik yang ada tidak terancam oleh proses demokratisasi.
Nasionalisme ini didasarkan pada usaha
mempertahankan proses demokratisasi karena dianggap
memberikan keadilan. Di sini orang dipersatukan atas
dasar kewarganegaraan untuk mempertahankan
demokrasi bangsa dan penduduk negara dianggap sama
tanpa dibeda-bedakan.

b. Nasionalisme Etnik adalah solidaritas yang dibangkitkan


berdasarkan persamaan budaya, bahasa, agama, sejarah,
dan sejenisnya.

c. Nasionalisme Revolusioner merupakan usaha untuk


mempertahankan politik yang melahirkan sebuah rezim
baru yang dianggap lebih baik dari rezim sebelumnya.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 308


d. Nasionalisme Kontra-Revolusioner merupakan upaya
membangun solidaritas untuk mempertahankan
kelembagaan negara yang ada terhadap perubahan-
perubahan yang mau diadakan.

Kemudian Sartono Kartodirjo (1999) mengungkapkan, bahwa


ada lima prinsip dalam Nasionalisme, di mana yang satu dengan
yang lainnya saling terkait untuk membentuk wawasan Nasional.
Kelima prinsip tersebut antara lain:

a. Kesatuan (unity), yang dinyatakan sebagai conditio sine


qua non syarat yang tidak bisa ditolak;
b. Kemerdekaan (liberty), termasuk kemerdekaan untuk
mengemukakan pendapat;
c. Persamaan (equality), bagi setiap warga untuk
mengembangkan kemampuannya masing-masing;
d. Kepribadian (personality) yang terbentuk oleh
pengalaman budaya dan sejarah bangsa;
e. Performance, dalam arti kualitas atau prestasi yang
dibanggakan kepada bangsa lain.

14.3 Pengertian Patriotisme

Patriotisme berasal dari bahasa Greek, yaitu patriotes yang


berarti rekan senegara dan patrice yang bermakna fatherland atau
country, yaitu tanah air atau negara. Seorang patriot dikatakan
sebagai seorang yang cinta akan negaranya dan akan berbuat apa
aja untuk mempertahankannya. Patriot bermaksud orang yang
mempertahankan maupun memperjuangkan kebebasan atau hak

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 309


tanah air atau pembela negara. Ada beberapa pendapat tentang
pengertian patriotism:

a. Brown (1995), dalam kamus Advanced Learner‟s


Dictionary, patriot is a person who loves her or his country.
Juga berarti orang yang cinta tanah airnya. Dampak yang
bagus bila ada rasa cinta terhadap tanah air adalah akan
melakukan apa saja demi untuknya.

b. KBBI (2017), patriotisme adalah sikap seseorang yang


bersedia mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan
dan kemakmuran tanah airnya; patriot memiliki arti
pembela bangsa dan negara, serta orang cinta tanah air.
Patriotisme sebagai sebuah keterikatan (attachment)
seseorang pada kelompoknya (suku, bangsa, partai
politik, dan sebagainya). Keterikatan ini meliputi kerelaan
seseorang dalam mengidentifikasikan dirinya pada suatu
kelompok sosial (attachment) untuk selanjutnya menjadi
loyal.

c. Staub dan Schatz. (1997), patriotisme ini merupakan


sebuah keterikatan seseorang pada kelompoknya baik itu
mengenai suku, bangsa, atau pun juga partai politik.

d. Shadily (1984), patriotisme dilihat dari arti bahasanya,


berasal dari kata yun, artinya sama dengan patris, atau
artinya tanah air. Isme artinya aliran. Sehingga
patriotisme, bisa diartikan sebagai rasa kecintaan dan
kesetiaan seseorang pada tanah air dan bangsanya,
kekaguman pada adat dan kebiasaannya, kebanggaan

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 310


terhadap sejarah dan kebudayaannya serta sikap
pengabdian demi kesejahteraannya.

Dengan demikian, dari beberapa definisi di atas arti patriotism


adalah adanya rasa keterikatan batin yang kuat dari seseorang untuk
mencintai tanah airnya, baik dari segi aneka ragam suku dan budaya
maupun rasa untuk mempertahankan dari gangguan orang lain.

14.4 Ciri-ciri dan Dimensi Patriotisme

Patriotisme adalah salah satu bentuk pengabdian dan


dukungan kuat seseorang terhadap negaranya. Patriotisme adalah
sikap seseorang yang bersedian mengorbankan segala-galanya
untuk kejayaan dan kemakmuran tanah airnya. Sikap patriotisme
merupakan sikap cinta tanah air yang membuat seseorang rela
berkorban dan pantang menyerah dalam membela bangsa dan
negara, sikap tersebut harus kita miliki. Caranya, bisa dengan bangga
menggunakan barang buatan bangsa sendiri, serta bangga sebagai
warga negara Indonesia. Ada begitu banyak bentuk sikap patriotisme
dalam kehidupan sehari-hari yang perlu kita lakukan tanpa harus
membebani diri sendiri. Mulai dari lingkungan keluarga hingga
lingkungan masyarakat, pengorbanan tersebut dapat berupa
pengorbanan harta maupun jiwa raga.

Blank dan Schmidt (2003, dalam Iskandar, 2014), berpendapat


bahwa patriotisme tidak sama dengan Nasionalisme. Nasionalisme
lebih bernuansa dominasi, superioritas atas kelompok bangsa lain.
Tingkat Nasionalisme suatu kelompok atau bangsa ditekankan pada
adanya perasaan lebih atas bangsa lain. Sedangkan pariotisme lebih
menekankan rasa cinta terhadap bangsa sendiri.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 311


Ciri-ciri patriotism kepada bangsa dari individu akan
ditunjukkan dengan sikap dan tindakan sehari-hari yaitu:

a. Cinta tanah air.


b. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
c. Menempatkan kesatuan, keselamatan bangsa dan
negara diatas kepentingan pribadi atau golongan.
d. Berjiwa pembaharu.
e. Pantang menyerah.

Adapun dimensi dari patriotisme yang ditunjukkan oleh


seseorang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu:

a. Kasih sayang khusus (kecintaan) untuk negaranya sendiri


(Special affection for one‟s own country).

b. Perasaan dari identitas pribadi dengan negara (A sense


of personal identification with the country).

c. Perhatian khusus untuk kesejahteraan negara (Special


concern for the well-being of the country).

d. Rela untuk berkorban demi kebaikan negara (Willingness


to sacrifice to promote the country‟s good).

The Spirit of Patriotism (Lord Bolingbroke, 2012) menyebutkan


bahwa untuk mengabdi pada negara kita adalah 'kewajiban moral'
yang harus dilakukan oleh setiap orang (keluarkan) 'secara
proporsional dengan sarana dan peluang yang dimilikinya untuk
melaksanakannya' selama negara membutuhkannya. Mengabdi pada
negara berarti mendukung pemerintahan yang baik dan menjaga
kebebasan publik. Dihalangi untuk melayani kepentingan bersama

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 312


sama sekali bukanlah pertolongan (menolong), melainkan turun
(turunan) ke dalam kehidupan kemalasan (kemalasan) dan
kemalasan (tak terpakai)‖.

La vita civile by Paolo Mattia Doria, menyebutkan bahwa tugas


manusia politik adalah membentuk kehidupan sipil baru yang
ditopang oleh agama dan cinta tanah air (amore delta patria) sebagai
ikatan rasional yang dapat diperkuat melalui pemerintahan yang baik.
Cinta tanah air didasarkan pada kesadaran bahwa kebahagiaan kita
terletak pada keamanan negara kita. Orang seharusnya merasa
terikat dengan negaranya seperti tanaman dengan tanah tempat
mereka berakar karena jika negara dibubarkan (bubar), mereka tidak
dapat lagi menikmati harta benda, keamanan pribadi, dan semua
barang kehidupan. Oleh karena itu, mereka harus mencintai negara
mereka karena kesadaran bahwa itu adalah kepentingan terbaik
mereka.

Patriotisme adalah semangat yang bajik (bijak) yang dihasilkan


dari transformasi politik dari nafsu yang merusak (merusak). Orang
politik yang baik menggunakan nafsu laki-laki untuk kepentingan
negara. Melalui keadilan dan pembagian penghargaan publik yang
bijak (buona politico), ia dapat mengubah kecenderungan egois
masyarakat menjadi sebuah passion yang berguna bagi negara. Jika
negara diatur dengan baik, orang yang baik akan memahami bahwa
kebaikan mereka terletak pada keamanan negaranya dan karena itu
akan menyukainya dengan sepenuh hati (sepenuh hati).

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 313


14.5 Lingkungan Sosial Nasionalisme

Bentuk pengejawantahan dari rasa Nasionalisme dapat dilihat


di lingkungan sosial kita berada, baik dalam skop desa maupun
negara. Lingkungan sosial atau konteks sosial atau konteks
sosiokultural, atau yang tenar disebut dengan milieu, dapat
didefinisikan sebagai sebuah suasana fisik ataupun sebuah suasana
sosial di mana manusia hidup dan berinteraksi di dalamnya untuk
dapat berkembang memenuhi kebutuhan sesuai perkembangan
global. Definisi senada juga diutarakan oleh Barnet dan Casper
(2001), lingkungan sosial terdiri dari kebudayaan atau kultur yang
diajarkan dan dialami oleh individu ataupun manusia. Sedangkan
Purba (2005), memandang lingkungan sosial dari kegiatan yaitu
sebagai tempat berlangsungnya berbagai macam interaksi sosial
antar satu kelompok dengan yang lainnya.

Adapun pranata dari interaksi sosial ini meliputi adanya simbol


dari nilai dan norma yang jelas yang berkaitan dengan lingkungan.
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa lingkungan sosial
merupakan sebuah lingkungan yang di dalamnya terdiri dari makhluk
sosial yang berinteraksi satu sama lainnya untuk dapat membentuk
sebuah sistem pergaulan yang memiliki peranan yang besar dalam
pembentukan kepribadian suatu individu.

Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi


kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut
meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif. Adapun
pengaruh positif globalisasi terhadap nilai-nilai Nasionalisme bagi
bangsa Indonesia adalah:

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 314


a. Dari globalisasi aspek politik, yaitu pemerintahan
dijalankan secara terbuka dan demokratis. Pemerintahan
sebagai bagian dari suatu tata negara, maka akan
mendapat perhatian dan penilaian secara politik dari
masyarakat. Jika pemerintahan djalankan secara jujur,
bersih dan dinamis tentunya akan mendapat tanggapan
positif dari rakyat. Tanggapan positif tersebut berupa rasa
Nasionalisme terhadap negara menjadi meningkat.

b. Dari aspek globalisasi ekonomi, yaitu terbukanya pasar


internasional, meningkatkan kesempatan kerja dan
meningkatkan devisa negara. Dengan adanya hal
tersebut akan meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa
yang menunjang kehidupan Nasional bangsa.

c. Dari aspek globalisasi sosial budaya, yaitu kita dapat


meniru pola berpikir yang baik dari masyarakat
internasional, seperti menerapkan etos kerja dan disiplin
yang tinggi. Disamping itu perlu menggunakan Iptek
dengan cara meniru dari bangsa lain yang sudah maju,
agar dapat meningkatkan kemajuan bangsa yang dapat
meningkatkan kesejahteraan rakyat banyak. Hasil
akhirnya adalah akan mempertebal rasa Nasionalisme
kita terhadap bangsa.

Sedangkan pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai-nilai


Nasionalisme bagi bangsa Indonesia adalah:

a. Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia


bahwa liberalisme dapat membawa kemajuan dan

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 315


kemakmuran sehingga tidak menutup kemungkinan
berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi
liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya rasa
Nasionalisme bangsa akan hilang.

b. Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta


terhadap produk dalam negeri karena banyaknya produk
luar negeri (seperti McDonald, Coca Cola, Pizza Hut, dan
lain-lain) membanjiri di Indonesia. Dengan hilangnya rasa
cinta terhadap produk dalam negeri menunjukkan gejala
berkurangnya rasa Nasionalisme masyarakat kita
terhadap bangsa Indonesia.

c. Massyarakat kita khususnya anak muda banyak yang


lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena
gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh
masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.

14.6 Genesis Pergerakan Nasional Indonesia

Sebenarnya bangsa Indonesia telah menikmati kemerdekaan


yang cukup lama, apabila kita menengok ke belakang sebelum
masuk jaman penjajahan. Pada masa kerajaan Sriwijaya dan
Majapahit bangsa Indonesia telah hidup dalam alam kemerdekaan.
Kedua kerajaan itu pantas kita jadikan kebanggaan nasionaI, karena
keduanya pernah menguasai bumi Nusantara ini cukup lama.
Kerajaan Sriwijaya mampu bertahan kurang lebih 7 (tujuh) abad
lamanya, sedangkan kerajaan Majapahit mampu bertahan kurang
lebih 3 (tiga) abad lamanya. Kemudian untuk Negara Kesatuan

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 316


Republik Indonesia ini sampai saat sekarang (tahun 2021) baru
berusia 76 tahun.

Perjuangan bangsa Indonesia untuk mempertahankan


kemerdekaan telah mengalami pasang surut. Bangsa Indonesia
masuk dalam alam penjajahan, yaitu mulai abad ke- 17. Dengan
dimulainya sistem monopoli perdagangan rempah-rempah oleh
bangsa Belanda, melalui Kongsi Perdagangan Belanda di Hindia
Timur atau disebut Ve renidengane Oost Indische Compagnie (VOC)
yang berdiri tahun 1602, maka sejak itulah bangsa Indonesia mulai
masuk jaman penjajahan. Untuk membebaskan diri dari
cengkeraman penjajah ternyata sangat sulit.

Perjuangan yang hanya mengandalkan kekuatan bersenjata


tradisional. ternyata tidak mampu mengusir penjajah dari bumi tanah
air Indonesia. Perjuangan semacam ini dilakukan oleh bangsa
Indonesia sejak melawan VOC sampai awal abad ke-20, yaitu
melawan pemerintah Hindia Belanda. Bangsa Indonesia selalu
mengalami kekalahan. Adapun kekalahan tersebut rupanya
disebabkan oleh berbagai masalah, antara lain belum adanya
persatuan dan kesatuan yang didukung oleh Nasionalisme yang
kokoh.

Semangat pergerakan Nasional untuk mencapai kemerdekaan


kembali, tidak dapat dilepaskan dari semangat Nasionalisme. Faktor
pendorong munculnya Nasionalisme masyarakat pada awal
pergerakan Nasional Indonesia dipengaruhi oleh faktor dari dalam
(intern) dan faktor dari luar (ekstern).

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 317


Faktor pendorong intern yang mempengaruhi munculnya
Nasionalisme Indonesia adalah:

a. Timbulnya kembali golongan pertengahan, kaum


terpelajar:
b. Adanya penderitaan dan kesengsaraan yang dialami oleh
seluruh rakyat dalam berbagai bidang kehidupan;
c. Pengaruh golongan peranakan; dan
d. Adanya keinginan untuk melepaskan diri dari
imperialisme.

Sementara itu, faktor pendorong ekstern yang mempengaruhi


munculnya Nasionalisme Indonesia adalah:

a. Faham-faham modern dari Eropa (liberalisme,


humanisme, Nasionalisme, dan komunisme);
b. Gerakan pan-islamisme;
c. Pergerakan bangsa terjajah di Asia; dan
d. Kemenangan Rusia atas Jepang.

Dari kedua faktor tersebut, faktor dari dalam negeri lebih


menentukan dibanding dengan faktor yang timbul dari luar negeri.
Fungsi dan peranan faktor dari luar negeri hanya bersifat
mempercepat proses timbulnya pergerakan Nasional. Hal ini berarti
bahwa sebenarnya tanpa adanya faktor dari luar, pergerakan
Nasional juga akan muncul, hanya waktunya agak lambat. Di
samping itu, bisa juga dalam bentuk lain. Suatu keyakinan bahwa
pergeraka Nasional lebih ditentukan oleh faktor dari dalam negeri dan
akan muncul dengan sendirinya tanpa pengaruh dari luar, karena
ditandai dengan perjuangan bangsa Indonesia yang secara

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 318


terus·menerus dilancarkan oleh rakyat Indonesia yang silih berganti.
Belajar dari pengalaman bahwa perlawanan yang dilakukan secara
lokal, ketergantungan dengan pemimpin yang masih bersifat feodal
atau penguasa setempat, belum adanya persatuan dan kesatuan,
dan lain-lain, maka perlawanan yang demikian itu tidak pernah
berhasil.

Pengertian pergerakan Nasional ditinjau dari istilah katanya


pergerakan berasal dari kata dasar gerak (mendapat awalan per dan
akhiran an, menjadi per - gerak - an). Di dalam bahasa lnggris
pergerakan dapat diartikan movement. Kemudian istilah pergerakan
ini digunakan dalam sejarah perjuangan bangsa. menjadi pergerakan
Nasional yang identik dengan kebangkitan Nasional. Sebenarnya
kalau dilihat dari kamus bahasa lnggris "Jhon M. Echols dan Hasan
Shadily" antara "pergerakan" dan "kebangkitan" ada perbedaan.
Istilah "pergerakan" dalam bahasa Inggris "movement" dan
"kebangkitan" dalam bahasa lnggris "awakening". Jadi untuk Museum
Kebangkitan Nasional dapat disebut dalam bahasa lnggris menjadi
"National Awakening Museum" atau "National Movement Museum".
Tetapi karena museum itu nama, lebih baik tetap disebut dalam
bahasa Indonesia, yaitu "Museum Kebangkitan Nasional".

Untuk menunjukkan sifat yang lebih aktif dan penuh


menanggung resiko dalam perjuangan, maka banyak para pelaku
sejarah menggunakan perkataan "pergerakan Nasional" daripada
"kebangkitan Nasional". Walaupun sebenarnya ha! itu sama saja
tujuannya. Bahkan apabila ditinjau dari awal perjuangan untuk
mencapai cita-cita Nasional, organisasi pergerakan Nasional, pada
waktu itu menggunakan istilah insulinde (negeri yang cantik molek

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 319


bangun dari tidurnya). Oleh karena itu, digunakan perkataan
"kebangunan Nasional". Yang dimaksudkan dengan negeri yang
cantik molek adalah Indonesia (Hindia Belanda waktu itu). Karena
masih dalam cengkeraman penjajah, maka dikatakan masih tidur.
Setelah ada organisasi pergerakan Nasional, maka dikatakan bangun
dari tidurnya. Jadi rakyatnya mulai berjuang untuk membebaskan diri
dari penjajahan. Kata-kata yang demikian itu dilontarkan oleh para
pendiri Indische Partii yang berdiri di Bandung, Desember 1912.
Tetapi organisasi ini tidak umur panjang, karena ketiga tokoh
pendirinya, yaitu Dr. Cipto Mangunkusumo, E.F.E. Douwes Dekker,
dan Suwardi Suryaningrat, tahun 1913 ditangkap dan dibuang ke
negeri Belanda.

Nasionalisme pada awal pergerakan Nasional dapat


difokuskan pada masalah kesadaran identitas, pembentukan
solidaritas melalui proses integrasi dan mobilisasi lewat organisasi.
Hubungan antara Nasionalisme dan nation state, sangat erat tidak
dipisahkan satu sama lain. Nasionalisme merupakan semangat,
kesadaran, dan kesetiaan bahwa suatu bangsa itu adalah suatu
keluarga dan atas dasar rasa sebagai suatu keluarga bangsa, dan
oleh karena itu dibentuklah negara. Dalam konsepsi ini, berarti
negara merupakan Nasionalisme yang melembaga. Oleh karena itu
pada dasarnya Nasionalisme merupakan dasar universal bagi setiap
negara. Bangsa lebih menunjuk pada penduduk suatu negeri yang
dipersatukan di bawah suatu pemerintahan tunggal yang disebut
negara, sedangkan negara lebih menunjuk kepada suatu badan
politik dari rakyat atau atau bangsa yang menempati wilayah tertentu

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 320


yang terorganisir secara politis di bawah suatu pemerintah yang
berdaulat, dan atau tidak tunduk kepada kekuasaan dari luar.

Kartodirjo (1999), secara garis besar fase pergerakan Nasional


Indonesia, dapat dimulai dari tahun 1908 sampai dengan saat ini
dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Gerakan kebangkitan Nasionalisme Indonesia dalam


dinamika sejarah diawali oleh Boedi Oetomo di tahun
1908, dengan dimotori oleh para mahasiswa kedokteran
Stovia, sekolahan anak para priyayi Jawa, di sekolah
yang disediakan Belanda di Jakarta.

b. Kebangkitan Nasionalisme tahun 1928, yakni 20 tahun


pascakebangkitan Nasional, di mana kesadaran untuk
menyatukan negara, bangsa dan bahasa ke dalam satu
negara, bangsa dan bahasa Indonesia, telah disadari oleh
para pemuda yang sudah mulai terkotak-kotak dengan
organisasi kedaerahan seperti Jong Java, Jong Celebes,
Jong Sumatera dan lain sebagainya, kemudian
diwujudkan secara nyata dengan menyelenggarakan
Sumpah Pemoeda di tahun 1928.

c. Masa revolusi fisik kemerdekaan. Peranan nyata para


pemuda pada masa revolusi fisik kemerdekaan, nampak
ketika mereka menyandra Soekarno-Hatta ke Rengas-
Dengklok agar segera memproklamirkan kemerdekaan
Indonesia. Mereka sangat bersemangat untuk
mewujudkan nation state yang berdaulat dalam kerangka
kemerdekaan.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 321


d. Perkembangan Nasionalisme tahun 1966 yang menandai
tatanan baru dalam kepemerintahan Indonesia. Selama
20 tahun pasca kemerdekaan, terjadi huru-hara
pemberontakan Gestapu dan eksesnya. Tampaknya
tanpa peran besar mahasiswa dan organisasi pemuda
serta organisasi sosial kemasyarakatan di tahun 1966,
Soeharto dan para tentara sulit bisa memperoleh
kekuasaan dari penguasa orde-lama Soekarno.Tetapi
sayang, penguasa Orde Baru mencampakan para
pemuda dan mahasiswa yang telah menjadi motor utama
pendorong terbentuknya NKRI tersebut dideskriditkan,
dan bahkan sejak akhir tahun 1970-an para mahasiswa
dibatasi geraknya dalam berpolitik dan dikungkung ke
dalam ruang-ruang kuliah di kampus.

e. Perkembangan Nasionalisme masa reformasi.


Nasionalisme tidak selesai sebatas masa pemerintahan
Soeharto, melainkan terus bergulir ketika reformasi
menjadi sumber inspirasi perjuangan bangsa meskipun
melalui perjalanan sejarah yang cukup panjang.

14.7 Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia

Proklamasi dalam konteks Nasionalisme didasarkan pada


kesadaran ―bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala
bangsa...‖ dan secara berkeadaban dan konstitusional‖ maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar...‖ (Pembukaan UUD 1945). Unit kesatuan
teritorian dan unit kesatuan bangsa yang kita nyatakan sebagai
negara kebangsaan yang telah merdeka (independent) mencakup

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 322


wilayah seluruh daerah Hindia Belanda. Kebanggaan sebagai bangsa
dinyatakan dalam lagu kebangsaan ―Indonesia Raya‖, dan kesatuan
kita sebagai bangsa dikat dengan kuat oleh bahasa negara ―bahasa
Indonesia‖ dan bendera negara ―Sang Merah Putih‖.

Untuk memudahkan dan memahami tentang sejarah


kebangkitan Nasional dalam rangka perjuangan mencapai Indonesia
Merdeka, maka kebangkitan Nasional di Indonesia dapat dibagi
menjadi 3 (tiga) periode. Namun pembagian ini tidak mengikat,
karena tujuannya hanya untuk memudahkan memahami dan
mempelajari periode pergerakan/kebangkitan Nasional. Adapun tiga
periode tersebut, sebagai berikut:

a. Perjuangan mencapai kemerdekaan (1900 - 1945):


Diawali dengan adanya kesadaran Nasional yang pernah
dicetuskan oleh RA. Kartini. karena Kartini telah
memasukkan angan-angannya "national bewustziin"
(kesadaran berbangsa). Oleh karena itu periode Kartini ini
lebih tepat disebut "Awal Kesadaran Nasional".
Sedangkan berdirinya Budi Utomo, dapat disebut "Awal
Pergerakan Nasional". Karena Kartini masih bergerak
secara indvidu. sedangkan Budi Utomo bergerak secara
organisasi pergerakan Nasional. Yang selanjutnya diikuti
oleh organisasi lain yang bersifat Nasional pula. Melalui
pergerakan Nasional inilah, akhirnya tercapai "Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia" tanggal 17 Agustus 1945.
Dengan demikian Proklamasi itu disebut puncak-puncak
pergerakan Nasional.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 323


b. Perjuangan mempertahankan kemerdekaan (1945 -
1950): 18 Proklamasi kemerdekaan yang telah dicetuskan
pada tanggal 17 Agustus 1945 itu masih perlu
dipertahankan. Karena sudah pasti pihak Belanda atau
Sekutu akan datang ke Indonesia, mengingat Belanda
maupun Sekutu merasa sebagai pemenang perang
dalam Perang Dunia II. Mereka ini tidak mau mengakui
perjuangan bangsa Indonesia, yang telah berhasil
melawan Jepang dan memproklamasikan kemerdekaan
atas usaha bangsa Indonesia sendiri. Oleh karena itu.
kedatangan mereka harus kita sambut dengan penuh
tanggung jawab. yaitu melalui perjuangan fisik maupun
perjuangan diplomasi. sehingga Kemerdekaan Indonesia
merupakan merdeka penuh mendapat pengakuan "dunia
internasional". Ternyata pihak Sekutu (lnggris) datang di
Indonesia dan Belanda membonceng dengan sekutu itu.
Terjadilah Perang Kemerdekaan I dan II yang diakhiri
dengan Konferensi Meja Bundar (KMB) tanggal 2
November 1949 dan sebagai realisasinya pada tanggal
27 Desember 1949 Belanda melakukan penyerahan
kedaulatan. Tetapi oleh bangsa Indonesia perkataan
penyerahan itu diganti menjadi pengakuan, sehingga
tidak ada lagi perkataan dualisme antara RI dan RIS
sejak tanggal 19 Mei 1950. Dan secara tepatnya pada
saat peringatan "Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
ke-5", tanggal 17 Agustus 1950, kita kembali ke Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 324


c. Perjuangan mengisi Kemerdekaan (1950 - sekarang)
Dengan kembalinya kita ke Negara Kesatuan Republik
Indonesia, sebenarnya bangsa Indonesia terus
melakukan perjuangan untuk mengisi kemerdekaan.
Namun mengingat masih banyaknya kendala dan
hambatan, terutama yang datang dari dalam, maka
perjuangan untuk mengisi kemerdekaan itu belum dapat
berjalan. Sebab syarat utama untuk dapat membangun
adalah terciptanya stabilitas Nasional. Sedangkan pada
saat itu, stabilitas nasional belum dapat diciptakan
mengingat masih banyaknya rongrongan yang timbul dari
golongan tertentu, yaitu dari sayap kiri (komunis) maupun
sayap kanan (golongan agama yang ingin mendirikan
Negara Islam Indonesia). Dengan memakan waktu yang
cukup panjang, ternyata rongrongan itu akhirnya dapat
terselesaikan dan sejak adanya pemerintahan Orde Baru,
bangsa Indonesia baru dapat melaksanakan perjuangan
mengisi kemerdekaan, melalui pembangunan Nasional di
segala bidang.

14.8 Penerapan Patriotisme

Patriotisme berasal dari kata patriot dan isme yang berarti sifat
kepahlawanan atau jiwa kepahlawanan. Pengorbanan ini dapat
berupa pengorbanan harta benda maupun jiwa serta raga seseorang.
Penting sebagai warga negara Indonesia memiliki kesadaran akan
patriostisme. Penerapan patriotisme terasa semakin relevan dan
strategis di tengah kondisi keterpurukan dan proses pelapukan yang
terus berlangsung di berbagai segi kehidupan masyarakat bangsa ini.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 325


Sistem nilai (Pancasila, UUD 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, dan
gotong-royong) yang melandasi eksistensi kita sebagai negara
bangsa mengendur akibat tergerus nilai-nilai individualisme,
pragmatisme transaksional, konsumerisme, hedonisme, dan
seterusnya.

Perekonomian Nasional yang kian dikuasai dan ditentukan


pihak asing mulai dari ketergantungan utang luar negeri, investasi
asing di sektor-sektor ekonomi strategis, membanjirnya barang-
barang impor semakin menyadarkan kita betapa menerapkan sikap
patriotisme adalah sebuah keniscayaan. Kebijakan proteksionisme
menjadi sah ketika kepentingan ekonomi rakyat banyak menjadi
taruhan. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah beberapa contoh
penerapan atau implementasi patriotisme yang dapat dilakukan
dalam kehidupan sehari-hari, dimulai dari lingkungan keluarga hingga
lingkungan masyarakat, yaitu:

a. Patriotisme dalam Bidang Ekonomi: mencintai dan


memakai produk dalam negeri, mengembangkan
kegiatan usaha produktif, menambah performa
kepemimpinan dan manajemen, mengembangkan
koperasi menjadi usaha bersama yang berasaskan
kekeluargaan demi kesejahteraan bersama, dan tidak
melaksanakan politik monopoli dan menumpuk barang
untuk keuntungan pribadi.

b. Patriotisme dalam Bidang Hukum: berusaha menaati


hukum dan norma yang berlaku di masyarakat,
menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah, tidak main

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 326


hakim sendiri, saling menyadarkan saat ada yang
melakukan perlanggaran hukum, berani mengabarkan
terhadap pihak yang berwajib apabila ada yang bersalah,
berani dan wajib menjadi saksi di pengadilan demi
menjunjung tinggi kejujuran, dan menghormati dan
menjunjung tinggi supremasi hukum.

c. Patriotisme dalam Bidang Sosial Budaya: menjaga


kelestarian adat daerah, saling tolong-menolong orang
yang terkena musibah, menjaga kebersihan dan
keindahan sarana umum, menambah pelayanan umum
yang adil dan merata, mampu menyeleksi adat asing
yang masuk, menerima pengaruh adat asing yang dapat
memajukan dan mengembangkan kebudayaan bangsa,
dan menolak pengaruh adat asing yang masuk jika tidak
sesuai kepribadian bangsa.

d. Patriotisme dalam Bidang Pertahanan dan Keamanan:


menjaga keamanan lingkungan, menjaga keamanan dan
ketertiban masyarakat, menolong aparat dalam tugasnya
menjaga keamanan, mengabarkan hal yang dapat
membahayakan masyarakat terhadap polisi, menolak
paham komunisme dan atheisme, dan rela berkorban
demi bangsa dan negara.

e. Patriotisme di Lingkungan Keluarga: mengibarkan


bendera merah putih di lingkungan rumah saat Hari
Kemerdekaan RI, membaca buku bertema perjuangan,
menolong pekerjaan orang tua, memberi teladan dalam

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 327


hal kegiatan keagamaan, menjaga nama baik keluarga
dalam perilaku, dan menerapkan Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari.

14.8 Tugas / Diskusi

a. Apa pengertian Nasionalisme dan patriotisme bagi


bangsa Indonesia?

b. Apa saja yang termasuk dalam lingkungan sosial


Nasionalisme Indonesia?

c. Bagaimana genesis pergerakan Nasional Indonesia?

d. Bagaimana penerapan patriotisme dalam berbagai bidang


kehidupan?

14.9 Daftar Pustaka

Agung Iskandar. (2014). Pendidikan Wawasan Kebangsaan Di


Daerah Perbatasan. Jakarta: Bee Media Pustaka.

Ali Maschan Moesa. (2007). Judul Buku: Nasionalisme Kiai;


Konstruksi Nasionalisme Berbasis Agama. Yogyakarta:
Penerbit LKiS.

Barnet, E., dan Casper, M. (2001). A Definition of "social


Environment". American Journal of Public Health, Vol. 91 No. 3,
465. Retrieved Januari 2019,
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/article.

Budiyono, K. (2007). Nilai-Nilai Kepribadian dan Kejuangan Bangsa


Indonesia. Bandung: Alfabeta.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 328


Budiman, Arief. (2006). Kebebasan, Negara, Pembangunan. Jakarta:
Pustaka Alvabet.

Brown, Keith., Moira, Runcis., Norman, Whitney., Alan, Cruise.,


Gabriele, Stein, Henry, Widdowson. (1995). Advanced
Learner‟s Dictionary.

Dault, Adyaksa. (2005). Islam dan Nasionalisme: Reposisi Wacana


Universal Dalam konteks Nasional. Jakarta: Pustaka al-
Kautsar.

Geertz, Clifford. (1983). Abangan, Santri dan Priyayi Dalam


Masyarakat Jawa. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya. Dalam
zulaikha, siti Vol 1 No 2. 2015.

Henry St. John Bolingbroke (Viscount). (2012). Letters on the Spirit of


Patriotism. Revised Edition. London: Printed for T Davies,
Bookseller to the Royal Academy.

Jonny, Purba. (2005). Pengelolaan Lingkungan Sosial. Jakarta:


Yayasan Obor Indonesia.

John, M, Echols dan Hassan Shadily. (1990). Kamus Inggris –


Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Kemendiknas. (2017). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Tersedia di:


http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php.

Paolo Mattia Doria. (2016). La Vita Civile. Revised Edition. Italia:


Pomba.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 329


Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 23 Tahun 2015
Tentang Penumbuhan Budi Pekerti,

Sumantri Mertodipuro. (1984). Nasionalisme: Arti dan Sejarah.


Jakarta: Erlangga

Smith, Anthony, D. (2001). Nasionalisme: teori-ideologi-sejarah.


Terjemahan. Jakarta: Erlangga.

Sartono Kartodirjo. (1999). Pengantar Sejarah Indonesia Baru:


Sejarah Pergerakan Nasional. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang


Sistem Pendidikan Nasional.

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 330


DAFTAR PUSTAKA

Aiken, Henry D., The Age of Ideology: The 19th Century Philosophers,
A Mentor Book, 1956

Anderson, Benedict, Imagined Communities: Reflections on the


Origin and Spread of Nationalism, Verso, 1972

Ahmad Efendi. 2021. Kenali Macam-Macam Asas Kewarganegaraan


Indonesia dan Masalahnya. Diakses pada https://tirto.id/kenali-
macam-macam-asas-kewarganegaraan-Indonesia-dan-
masalahnya-ginR tanggal 12 Oktober 2021.
Astim Riyanto, Teori Konstitusi, (Bandung: Yapemdo, 2000), hal 17.
Chomsky, Noam, Deterring Democracy, Hill and Wang, New York,
1992

Dede Rosyada, dkk. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan (Civil


Education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat
Madani. Ciputat Jakarta Selatan: ICCE UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Drucker, Peter F., The New Realities, Mandarin, 1989

Eckstein, Harry, ― A Culturalist Theory of Political Change‖ American


Political Science Review, Vol. 82, 3, 1988, pp. 789-803

Fukuyama, Francis, The End of History and the Last Man, Avon
Books, New York, 1992
---, Trust: The Social Virtues dan The Creation of Prosperity, The
Free Press, New York, 1995

Gilpin, Robert, War dan Change in World Politics, Cambridengane


University Press, 1981

Goodin, Robert F, Tilly, Charles (eds.), The Oxford Handbook of


Contextual Political Analysis, Oxford Uni. Press, 2006

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 331


Haggard, Stephan and Kaufman, Robert R., The Political Economy of
Democratic Transitions, Princeton University Press, New Jersey,
1955

Held, David, Models of Democracy, Stanford of Uni. Press, Stanford,


1996

Huntington, Samuel P., The Third Wave: Democratization in the Late


Twentieth Century, University of Oklahoma Press, London,
1991,

---, The Clash of Civilizations: Remaking of World Order, a


Touchstone Book, New York, 1996
---, ―Robust Nationalism‖, National Interest, Winter 1999/2000, pp. 31-
40

Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi. 2010. Civic Education Antara


Realitas Politik dan Implementasi Hukumnya. Jakarta: Gramedia.
Johan Yasin. NY. Hak Azasi Manusia dan Hak Serta Kewajiban
Warga Negara dalam Hukum Positif Indonesia.
Legrain, Philippe, Open World: The Truth about Globalisation,
Abacus, London, 2002

Lijphart, Arend, Patterns of Democracy: Government Forms and


Performance in Thirty-Six Countries, The Uni. Press, New
Haven, 1999

Lusy Liany, Ely Alawiyah Jufri, Mohammad Kharis Umardani. 2020.


Penyuluhan Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam Konstitusi
Kepada Organisasi Siswa Intra Sekolah (Osis) Madrasah Aliyah
Negeri 3 Jakarta. Jurnal Balireso Vol. 5, No. 1. Hal. 51-64.
Maclean, John, ―Political Theory, International Theory, and Problems
of Ideology‖, Millenium: Journal of International Studies, Vol 10.
no. 2 (Summer), 1981, pp. 102-125
McRae, Hamish, The World in 2020: Power, Culture and Prosperity,
Harvard Business School Press, Boston, 1994

Moore, Barrington, The Social Origins of Dictatorship and Democracy,


Beacon Press, Boston, 1966

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 332


M Solly Lubis, Hukum Tata Negara, (Bandung: Mandar Maju), 2008,
hal 37.

Muhammad Alvi Syahrin. 2014. Refleksi Hubungan Negara, Warga


Negara, Dan Keimigrasian. Jakarta: Bhumi Pura, Direktorat
Jenderal Imigrasi.
Muhammad Alvi Syahrin. 2019. Naturalisasi dalam Hukum
Kewarganegaraan: Memahami Konsep, Sejarah, dan Isu
Hukumnya. Jurnal Thenkyang. Vol.2 No. 1.
Mukmin Muhammad. 2018. Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Positif
dengan Konsep Constitutional Importance. Meraja Journal, Vol.
1 No. 2. Hal. 31-38.
Moh. Mahfud M.D. 2001. Dasar dan Struktur Kenegaraan. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.Ni‟matul Huda. 2013. Ilmu Negara. Jakarta:
Rajawali Pres.
Ramsbotam, Oliver, Woodhouse, Tom, Miall, Hugh, Contemporary
Conflict Resolution, Polity Press, Cambridengane, 2016 (4th
edition)

Smith, Anthony D., Nationalism and Modernism, Routledengane,


London, 1998

Skocpol, Theda, ―Bringing the State Back in: Strategies of Analysis in


Current Research,‖ in Peter B. Evans, Dietrich Rueschemeyer
and Theda Scokpol (eds.) Bringing the State Back In,
Cambridengane Uni. Press, 1983

Supriyadi A Arief., Iwa Kustiwa. 2020. Pemberatan Syarat dan


Prosedur terhadap Warga Negara dalam Mendapatkan Kembali
Kewarganegaraan di Indonesia. Jurnal Rechtsvinding, Media
Pembinaan Hukum Nasional, Vol. 9 No. 3. Hal. 443-459.
Tornquist, Olle, Assessing Dynamics of Democratisation, Palgrave,
Macmillan, 2013

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 333


Toffler, Alvin, Future Shock, a Bantam Book, 1970

Titik Triwulan Tutik. 2011. Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia


Pasca-Amandemen. Jakarta: Kencana.
Ubaedillah dan Abdul Rozak. 2012. Pendidikan Kewarganegaraan
(Civic Education). Jakarta: Kencana).
Widy Wardhana. Pengertian Hak dan Keawjiban Warga Negara,
http://academia.edu, diakses tanggal 12 Oktober 2021.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 334


LAMPIRAN

FAKULTAS KEAMANAN NASIONAL


PROGRAM STUDI MANAJEMEN BENCANA

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)


MATA KULIAH KARAKTER BANGSA DAN BELA NEGARA (KBBN)
Nama MK: Karakter Semester: I Jumlah SKS: 2 Kode MK:
Bangsa dan Bela Negara
Program Studi : Dosen Pengampu/Penanggung Jawab :
Manajemen Bencana
Capaian Pembelajaran CP Sikap:
Lulusan (CPL) 1. Mahasiswa memiliki sikap dan jati diri yang kuat sebagai bagian dari karakter
yang dibebankan pada bangsa dan sikap bela negara
Mata Kuliah 2. Mahasiswa mampu mengembangkan dan membudayakan nilai-nilai bela negara
sesuai dengan profesinya.
CP Penguasaan Pengetahuan:
1. Mahasiswa mampu mengetahui bagaimana karakter bangsa dan sikap bela negara
CP Keterampilan Umum:
1. Mahasiswa dapat menganalisis akar struktural maupun kultural dari persoalan yang
timbul di masyarakat dalam memahami sikap bela negara
CP Keterampilan Khusus:
1. Mahasiswa dapat membangun satu kerangka pemikiran terkait pelibatan dan
partisipasi masyarakat dalam menjunjung karakter bangsa dan sikap bela negara

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 335


Capaian 1. Mahasiswa memiliki kemampuan dalam mengembangkan karakter bangsa.
Pembelajaran 2. Mahasiswa memiliki kemampuan dalam menguraikan kebijakan pembinaan kesadaran bela
Matakuliah (CPMK) negara.
3. Mahasiswa memiliki kemampuan dalam menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi
kesadaran bela negara.

Daftar Referensi 1. Kaelan dan Achmad Zubaidi. (2010). Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan
Tinggi. Yogyakarta: Penerbit Paradigma.
2. Notonagoro. (1951). ―Pancasila Dasar Filsafat Negara Republik Indonesia‖. dalam
Soekarno. Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno. (Floriberta Aning, ed.). Yogyakarta:
Media Pressindo.
3. Yudi Latif. (2011). Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas dan Aktualitas Pancasila.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
4. Manuel Castel. (1997). The Power of Identity. Oxford: Blackwell Publishers Ltd.
5. Arif Sukirman. (2006). Pengantar Pemahaman Ideologi. Yogyakarta: Genta Press.
6. Ramlan Surbakti. (1992). Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT. Grasindo.
7. Adnan Buyung. (2009). Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia: Studi Sosio-
Legal atas Konstituante 1956-1959. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti dan Eka Tjipta
Foundation.
8. Miriam Budiardjo. (2008). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama.
9. Soekarno. (1965). Pertahanan Nasional Dapat Berhasil Maksimal Jika Berdasarkan
Geopolitik. Persepsi, 1992, hlm. 99-111.
10. Sumarsono dkk. (2007). Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama.
11. Lemhannas. (1997). Wawasan Nusantara. Jakarta: PT. Balai Pustaka dan Lemhannas.
12. Lemhannas. (1997). Ketahanan Nasional. Cetakan ke-2. Jakarta: PT. Balai Pustaka dan
Lemhannas.
13. Soedarmanta, J.B. (2012). Patriotisme dan Nasionalisme Para Pejuang Katolik.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 336


Yogyakarta: Penerbit Pohon Cahaya.
14. Daoed Joesoef. (2014). Studi Strategi: Logika Ketahanan dan Pembangunan Nasional.
Jakarta: Penerbit Buku KOMPAS.
15. Ichlasul Amal dan Armaidy Armawi (ed.). (1998). Regionalisme, Nasionalisme, dan
Ketahanan Nasional. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
16. Sekjen MPR RI. (2016). Materi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI. Edisi Revisi Cetakan ke-6.
Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI.
17. Sekjen MPR RI. (2016). Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan MPR RI. Edisi Revisi Cetakan ke-15.
Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI.
18. Daoed Joesoef. (2012, 26 November). Geopolitik Indonesia. Harian Kompas.
19. Lemhannas. (1983). Kewiraan untuk Mahasiswa. Cetakan ke-5. Jakarta: Penerbit PT
Gramedia
Komposisi Penilaian 1. Aktivitas (40%)
2. UTS (30%)
3. UAS (30%)
Kriteria Kelulusan 1. 86-100 (A/lulus)
2. 81-85 (A-/lulus)
3. 76-80 (B+/lulus)
4. 71-75 (B/lulus)
5. 66-70 (B-/lulus)
6. 61-65 (C+lulus)
7. 56-60 (C/lulus)
8. 51-55 (C-/belum lulus)
9. 46-50 (D/belum lulus)
10. 0-45 (E/tidak lulus)
Mata kuliah ini membahas tentang dasar pemikiran, ruang lingkup, prinsip-prinsip, tujuan,
Deskripsi Mata unsur-unsur dasar, dan spektrum bela negara. Mata kuliah ini juga memberikan pemahaman
Kuliah tentang nilai, norma, etika, moral, karakter, jati diri bangsa, dan identitas Nasional.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 337


Bentuk/
Metode Penilaian
Bahan Kajian/ Materi Deskripsi
Kemampuan yang Pembelajaran
Minggu Waktu Tugas
diharapkan Pembelajaran dan
ke - (menit) Bobot
(Sub-CPMK) Pengalaman Teknik Indikator
(%)
Belajar

1  Mhs mampu Filsafat Pancasila Penjelasan 2x50‘ Diskusi kelas o Unjuk kerja Kemampuan 2
mengurai-kan Pengertian filsafat; sistem besar o Observasi menjawab,
Pancasila sebagai Pancasila sebagai perkuliahan o Partisipasi mengutaraka
suatu sistem dan tugas, n gagasan
sistem; Kesatuan sila-
filsafat. ceramah, tanya Diskusi kelas
sila Pancasila; kesatuan jawab, diskusi
 Mhs mampu sila-sila Pancasila kecil:
menelaah sebagai suatu sistem
Pancasila sebagai 1. Yudi Latif.
filsafat (dasar ontologis, (2018).
ideologi bangsa
epistemologis, Memantapkan
dan negara.
aksiologis); Pancasila
 Mhs mampu Pancasila
mengaitkan nilai- sebagai nilai dasar
nilai sila Pancasila fundamental bagi 2. Yudi Latif.
dalam kehidupan bangsa dan negara (2013).
ber-bangsa dan Indo-nesia; Pancasila Membumikan
bernegara. sebagai ideologi bangsa Pancasila
dan nega-ra Indonesia;
makna nilai-nilai sila 3. topik lain
Pancasila; Pancasila sesuai prodi
sebagai dasar
kehidupan berbangsa
dan bernegara

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 338


2  Mhs mampu UUD NRI 1945 Ceramah, 2x50‘ Diskusi kelas o Unjuk kerja Kemampuan 2
mengurai-kan Pengertian negara; tanya jawab, kecil: o Observasi menjawab,
konsep dan urgensi konstitusionalisme; diskusi o Partisipasi mengutaraka
konstitusi. konstitusi Indonesia o topik n gagasan
 Mhs mampu sesuai
(hukum dasar tertulis,
menggali sumber prodi
konvensi, sistem
historis, sosiologis, pemerintahan negara,
dan politik tentang negara hukum)
konstitusi
Indonesia.
 Mhs mampu
membangun
argumen tentang
dinamika dan
tantangan
konstitusi.
3  Mhs mampu Ideologi dan Isme- Ceramah, 2x50‘ Tugas 1: o Unjuk kerja Kemampuan 3
menelaah ideologi Isme Modern tanya jawab, o Observasi menjawab,
dan isme-isme Pengertian ideologi; diskusi Esai 500 kata o Partisipasi mengutaraka
yang berkembang Pancasila sebagai dengan topik n gagasan,
di dunia. ideologi terbuka; paham- ―Ideologi dan kedalaman
 Mhs mampu paham besar di dunia; Isme-Isme dan
menguraikan pentingnya ideologi bagi Modern‖; kebaruan
Pancasila sebagai akan gagasan
negara; perbedaan
ideologi negara disampaikan dalam
Pancasila dengan tulisan,
yang bersifat di kelas
terbuka. ideologi besar lainnya referensi
 Mhs mampu Diskusi kelas yang
membandingkan kecil: digunakan,
Pancasila sebagai kerapihan
sebuah ideologi o Perbedaan tulisan
Pancasila

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 339


yang berbeda dengan
dengan ideologi ideologi
lainnya. besar
lainnya.

4  Mhs mampu Pengantar Nilai-Nilai Ceramah, 2x50‘ o Unjuk kerja Kemampuan 3


menganalisis nilai Kebangsaan tanya jawab, o Observasi menjawab,
nilai kebangsaan Pengertian, rasionalitas, diskusi o Partisipasi mengutaraka
dan nilai-nilai n gagasan
kebangsaan; aktualisasi
nilai kebangsaan dalam
tata kehidupan

5  Mhs mampu Karakter Bangsa Ceramah, tanya 2x50‘ Tugas 2: o Unjuk kerja Kemampuan 3
memahami karakter Pemahaman karakter; jawab, diskusi o Observasi menjawab,
bangsa karakter bangsa; o Tugas o Partisipasi mengutaraka
kelompok n gagasan;
karakter dan
berupa kreativitas
pemimpin; bagaimana
makalah ide, referensi
membangun karakter desk study yang
minimal 5 digunakan,
(lima) kekompakan
halaman kelompok,
dengan kerapihan
topik tulisan
Karakter
Bangsa;
dipresentas
ikan di
kelas kecil

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 340


6  Mhs mampu Wawasan Nusantara Ceramah, tanya 2x50‘ Diskusi kelas o Unjuk kerja Kemampuan 3
menguraikan Pengertian; faktor- jawab, diskusi kecil: o Observasi menjawab,
pentingnya wilayah faktor yang o Partisipasi mengutaraka
sebagai ruang memengaruhi (wilayah, o Diskusi n gagasan
hidup bangsa. geopolitik
geopolitik,
 Mhs mampu perkembangan wilayah
Indonesia
menguraikan menurut
dan dasar hukumnya); Soekarno
konsep Wawasan unsur-unsur dasar (1992),
Nusantara sebagai
(wadah, isi, tata laku Daoed
pandangan
geopolitik bangsa lahiriah dan batiniah); Joesoef
Indonesia. implementasi (2012);
 Mhs mampu SBY (2012)
menganalisis
implementasi
wawasan nusantara
di era globalisasi.
7  Mhs mampu Ketahanan Nasional Ceramah, Diskusi kelas o Unjuk kerja Kemampuan 3
mengurai-kan Pengertian Tannas tanya jawab, besar o Observasi menjawab,
pengertian (terminologis, yuridis diskusi o Partisipasi mengutaraka
Ketahanan formal, ilmiah); Konsepsi Kondisi aktual n gagasan
Nasional dari segi Tannas; Tannas sebagai dan faktual
etimologis, yuridis, kondisi; hakikat Tannas; Ketahanan
ilmiah. asas Tannas; sifat Nasional saat
 Mhs mampu ini.
Tannas; Asta Gatra;
mengana-lisis
implementasi kekinian
konsepsi Ketahan-
an Nasional dari
segi pokok-pokok
pikiran yang
melandasi,

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 341


pengertian, hakikat,
asas, sifat-sifat.
 Mhs mampu
mengait-kan
pendekatan Asta-
gatra dalam
pemecah-an
masalah.
 Mhs mampu
mengana-lisis
secara aktual dan
faktual kondisi
umum Ketahanan
Nasional saat ini.

8 Ujian Tengah Pokok Bahasan ke-1 Ujian 100‘ 30
Semester (UTS) sampai dengan ke-7

9  Mhs mampu Kewaspadaan Nasional Ceramah, 2x50‘ Tugas 4: o Unjuk kerja Kemampuan 3
menguraikan tanya jawab, o Observasi menjawab,
tentang kondisi diskusi Esai 2.500 Partisipasi mengutarakan
lingkungan kata (dengan gagasan;
strategis, bentuk catatan kaki kreativitas ide,
ancaman bagi mengikuti referensi yang
kemanan nasional, pedoman digunakan,
ancaman fenomena penulisan kerapihan
nasional dan upaya tesis) tulisan
peningkatan
kewaspadaan
nasional.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 342


10  Mhs mampu Nilai Dasar Kesadaran Ceramah, 2x50‘ Diskusi kelas o Unjuk kerja Kemampuan 3
menguraikan dasar Bela Negara tanya jawab, o Observasi menjawab,
pemikiran, ruang Pengertian bela negara; diskusi Berlatih o Partisipasi mengutarakan
lingkup, prinsip- prinsip-prinsip menyusun gagasan
prinsip, tujuan, dan pembelaan negara; skenario
spektrum bela tujuan bela negara; bela
negara. negara dalam
 Mhs mampu
Sishanneg; spektrum
menguraikan unsur
bela negara; unsur-
bela negara: cinta
tanah air, sadar hak unsur bela negara
dan kewajiban,
yakin akan
Pancasila, rela
berkorban, dan
memiliki
kemampuan awal
bela negara.
 Mhs mampu
menganalisis
faktor-faktor yang
memengaruhi
kesadaran bela
negara.
11  Mhs mampu Identitas Nasional Ceramah, 2x50‘ Tugas 3: o Unjuk kerja Kemampuan 3
mendefinisikan Pengertian; Faktor tanya jawab, o Observasi menjawab,
identitas Nasional. pendukung kelahiran diskusi Esai 500 kata o Partisipasi mengutarakan
 Mhs mampu identitas Nasional; dengann gagasan
menguraikan unsur- Pancasila sebagai topik
unsur pembentuk kepribadian dan ―Identitas
Identitas Nasional. Nasional‖;

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 343


 Mhs mampu identitas Nasional akan
menganalisis disampaikan
identitas Nasional di kelas
Indonesia.
 Mhs mampu
menguraikan
sejarah kelahiran
faham
Nasionalisme
Indonesia.
 Mhs mampu
mengembangkan
cara penguatan
Identitas Nasional
Indonesia
 Mhs mampu
menganalisis isu
terkini terkait
identitas Nasional
Indonesia.
12  Mhs mampu Politik dan Strategi Ceramah, 2x50‘ Diskusi kelas o Unjuk kerja Kemampuan 3
menguraikan Politik, strategi, tanya jawab, o Observasi menjawab,
polstranas. Polstranas; dasar diskusi Membahas o Partisipasi mengutarakan
 Mhs mampu pemikiran penyusunan berbagai gagasan
menganalisis Polstranas; penyusunan persoalan
implementasi Polstranas; Stratifikasi dalam rezim
polstranas. politik Nasional; politik pengelolaan
pembangunan Nasional
dan manajemen
Nasional; otonomi
daerah; kewenangan

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 344


daerah; implementasi
Polstranas

13  Mhs mampu Demokrasi Indonesia Ceramah, 2x50‘ Quiz: o Unjuk kerja Kemampuan 3
menganalisis Demokrasi dan tanya jawab, Diberikan o Observasi menjawab,
makna demokrasi implementasinya; arti diskusi oleh dosen di o Partisipasi mengutarakan
dan prinsip- dan perkembangan kelas gagasan
prinsipnya. demokrasi; bentuk-
 Mhs mampu bentuk demokrasi; Diskusi kelas
menguraikan demokrasi di Indonesia besar
hakekat demokrasi The
Indonesia Transition to
(demokrasi Democracy in
Pancasila). Indonesia:
 Mhs mampu Some
menganalisis Outstanding
pelaksanaan
Problems
demokrasi di
Diskusi kelas
Indonesia.
kecil:
Timothy D.
Sisk (2002).
Demokrasi di
Tingkat Lokal

Diskusikan 1
bab dan
perbandingka
n dengan
demokrasi di
Indonesia.

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 345


14  Mhs mampu Hak dan Kewajiban Ceramah, 2x50‘ Tugas 4: o Unjuk kerja Kemampuan 3
menganalisis Warga Negara tanya jawab, o Observasi menjawab,
hubungan negara diskusi Esai 1.250 o Partisipasi mengutarakan
dan warga negara. Hak Asasi manusia; kata dengan gagasan
 Mhs mampu penjabaran HAM dalam topik Hak dan
menilai UUD NRI 1945; hak dan Kewajiban
pelaksanaan hak kewajiban WN Warga
dan kewajiban (pengertian WN dan Negara
warga negara di penduduk, asas terkait Bela
Indonesia. kewarganegaraan, hak Negara
 Mhs mampu dan kewajiban WN
menguraikan hak menurut UUD NRI 1945,
dan kewajiban hak dan kewajiban bela
warga negara
negara)
dalam pertahanan
negara.
15  Mhs mampu Nasionalisme dan Ceramah, 2x50‘ Diskusi kelas o Unjuk kerja Kemampuan 3
menganalisis Patriotisme tanya jawab, o Observasi menjawab,
genesis pergerakan diskusi Membahas o Partisipasi mengutarakan
Nasional Indonesia. Lingkungan sosial aktivitas gagasan,
 Mhs mampu Nasionalisme Indonesia; perompakan kedalaman
menafsirkan genesis pergerakan yang memiliki review,
patriotisme. akar referensi
Nasional Indonesia;
 Menjelaskan sejarah pergerakan persoalan pembanding
pengertian yang
Nasional hingga 1945; digunakan,
Nasionalisme dan
penerapan patriotisme kerapihan
patriotisme.
Bagaimana tulisan
Nasionalisme dan
patriotisme
perspektif bela

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 346


negara.
 Menjelaskan
strategi
Nasionalisme dan
patriotisme.
 Mengimplementasik
an Nasionalisme
dan patriotisme.
16 Ujian Akhir Semester Pokok bahasan ke 1-15 Ujian 100‘ 30

Bogor, 10 November 2021

Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara 347


Buku Ajar Karakter Bangsa dan Bela Negara

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai