Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

PANCASILA
PENELITIAN MASALAH KORUPSI DI INDONESIA

DOSEN PENGAMPU: DENI S.Pd., MM.

Disusun Oleh

Renata Amelia Agatha 202333500549


Elevina Zukhruf 202333500553
Aprillia Husnul Khotimah W. 202333500555
Hairunisa 202333500563
Dhani Pratama 202333500567
M. Raffi Satria P. 202333500575
M. Ihsan Mustaqim 202333500591
Nabila Putri Syakirah 202333500597
Nova Verrdiyana. 202333500598

PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI


FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER
UNVERSITAS INDRAPRASTA PGRI
2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami dapat menyelesaikan tugas
kelompok “Faktor Penyebab Korupsi” pada mata kuliah Pancasila.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Pak Deni
S. Pd., MM. pada mata kuliah Pancasila. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
memberi wawasan tentang faktor penyebab korupsi.

Tidak lupa kami juga mengucapkan terima kasih kepada Pak deni S. Pd., MM.
sebagai dosen pengampu mata kuliah Pancasila, dan semua pihak, atas bantuan
dan bimbingannya dalam penulisan makalah ini.

Terlepas dari itu semua, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala kritik dan saran dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat untuk para pembaca.

Jakarta, 16 Oktober 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... I

DAFTAR ISI.................................................................................................. II

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1

A. Latar Belakang..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian................................................................................. 4
D. Manfaat Penelitian.............................................................................. 4

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 5

A. Pengertian Korupsi.............................................................................. 5
B. Jenis Korupsi........................................................................................ 5
C. Faktor-faktor Penyebab Korupsi........................................................... 9
D. Dampak Korupsi.................................................................................. 23
E. Cara Pemberantasan Korupsi............................................................... 24
F. Dasar Hukum Pemberantasan Korupsi................................................ 25

BAB III PENUTUP........................................................................................ 27

A. Kesimpulan.......................................................................................... 27
B. Saran.................................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 28

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Korupsi merupakan pokok masalah yang serius bagi bangsa Indonesia. Hal ini
dikarenakan masalah yang timbul dari tindak pidana korupsi dapat
menghambat pembangunan di Indonesia. Di Indonesia, kasus tindak pidana
korupsi sudah menjalar hebat bahkan menjadi tradisi yang membudaya,
dimana korupsi sudah bukan hal yang tabu lagi, sehingga pada tahun 2017
korupsi telah menjalar hingga tidak terbendung lagi. Terbukti dari 2015 hingga
pada tahun 2017 sudah terdapat 277 kasus korupsi yang dirilis oleh KPK
(Komisi Pemberantasan Korupsi) berdasarkan Instansi yang tertangkap KPK
akibat tindak pidana korupsi, angka ini terus menunjukkan ke arah
mengerikan, terbukti angka angka tersebut terus naik sejak tahun 2015 ada 57
kasus, 2016 naik menjadi 99 kasus dan yang terakhir tahun 2017 terdapat 121
kasus korupsi berdasarkan instansi yang tertangkap KPK.

Persoalan korupsi menjadi tanggung jawab masyarakat secara menyeluruh


tidak terkecuali, maka dari itu tantangan dalam pemberantasan korupsi harus
selalu ada pada diri masing masing masyarakat Indonesia. Korupsi di
Indonesia sendiri timbul karena kurangnya kontrol pemerintah dalam
pengawasan pembangunan, sehingga korupsi ini mengalir saja seperti
layaknya budaya yang terus di pelihara, banyaknya anggota eksekutif serta
legislatif menjadi penguat sinyal untuk terus melakukan evaluasi dalam rangka
menjawab tantangan itu 2 sendiri, terlebih korupsi ini sendiri sudah mulai
masuk kepada aparat penegak hukum yaitu yudikatif. Menurut Alatas
(1987:225) seluruh aspek kehidupan bangsa ini telah terjalar dan teracuni oleh
budaya korupsi.

Pada tahun 2002 pemerintah Indonesia melalui presiden saat itu Megawati
Soekarno Putri, telah membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi atau yang di

1
singkat KPK, dan dikuatkan dengan UU NO 30 Tahun 2002. Pembentukan
KPK sendiri tidak lepas dari pandangan buruk saat itu yang menilai kepolisian
dan kejaksaan termasuk institusi yang cenderung tidak bersih. Sehingga,
dalam menegakkan hukum di Indonesia, kedua institusi itu tidak netral dan
murni atas nama hukum. Akan tetapi jauh sebelum KPK terbentuk, pada era
Presiden BJ Habibie, negara Indoensia sudah mencoba untuk memberantas
tindak pidana korupsi melalui UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN. Negara Indonesia
pada dasarnya sudah berusaha memperbaiki citranya di dunia Internasional
dari kasus korupsi, terbukti angka Indeks Presepsi Korupsi atau Corruption
Perseption Index (CPI) Indonesia terus merangkak ke angka positif, terlebih
Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbanyak, sehingga
menjadi pusat perhatian dari negara negara lainnya, akan tetapi politik
didalamnya tidak menunjukkan sikap keseriusan untuk mendukung proses
tersebut, terbukti elit politik didalamnya semakin mempertontonkan perilaku
korupsinya yang semakin hari semakin mengakar pada bangsa Indonesia. Hal
ini yang menyebabkan lambatnya pemberantasan dan pencegahan tindak
pidana korupsi di Indonesia.

Di Indonesia, korupsi di definisikan sebagai tindakan penyalahan kewenangan


dalam rangka memperkaya diri sendiri dan mengakibatkan kerugian negara,
pengertian yang sama juga di sampaikan oleh Indriati (2014:1), menurut
Indriati (2014:1) korupsi merupakan tindakan kalkulasi pendapatan yang
ditujukan untuk menambah kekayaan dan didalamnya terdapat kejahatan,
disini dapat diartikan sebagai sifat memperkaya diri sendiri tetapi
menggunakan cara-cara kejahatan yaitu tidak pada tempatnya.

Tindak pidana korupsi bukan lagi sebagai fenomena yang baru, oleh karena itu
proses pencegehan korupsi tidak boleh hanya tertuju pada titik tertentu saja,
akan tetapi seluruh elemen masyarakat harus ikut andil di dalamnya, termasuk
pemuda yang seharusnya menjadi pendobrak dan menjadi garda terdepan
dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi itu sendiri.

2
Dalam upaya proses pencegahan anti korupsi, pemuda harus ikut andil dan
ambil bagian, karena Pemuda merupakan the high human capital of Indonesia
untuk masa depan Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik pada tahun 2009,
populasi penduduk dengan usia muda (di bawah 40 tahun) diperkirakan
sebesar 95,7 juta jiwa. Jumlah tersebut setara dengan 61,5 % dari 189 juta
penduduk usia pemilih. Di antara penduduk usia muda, paling banyak yaitu
sekitar 22,3 % adalah mereka yang pada tahun 2009 berusia 22-29 tahun.
Melihat jumlah pemuda yang sangat dominan di Indonesia, memberikan
justifikasi bahwa pemuda adalah penentu perjalanan sebuah bangsa. Pemuda
dapat berperan membantu pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi
satunya dengan cara turut mensosialisasikan pesan pesan pendidikan
antikorupsi dengan di bungkus dalam gerakan yang dengan cara itu, pesan-
pesan moral dalam pendidikan antikorupsi akan tetap terjaga, karena gerakan
mempunyai kelebihan yaitu tindakan berkelanjutan.

Korupsi tidak saja mengakibatkan kerugian pada materi namun juga dapat
merugikan moral bangsa sebagai negara yang demokrasi dan jujur. Betapa
tidak korupsi akan mengakibatkan tidak berjalannya fungsi suatu badan yang
menanggung hak orang banyak. Misalnya korupsi dana haji, dana sekolah, dan
dana yang lain.

Akhir-akhir ini masyarakat juga dikejutkan dengan pelaku korupsi yang


dilakukan oleh pejabat. Hal ini tentunya menjadi dasar akan pentingnya
membahas korupsi. Korupsi seharusnya tidak saja harus dibahas namun harus
diantisipasi dan disikapi dengan sangat serius.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka kami akan meneliti tentang kasus
korupsi beserta faktor, dampak dan hal lainnya yang menyangkut kasus
tersebut di Indonesia.

3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang maka rumusan masalah yang dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Sejauh mana korupsi telah memengaruhi perekonomian, politik, dan
masyarakat Indonesia secara keseluruhan?
2. Apa faktor-faktor yang menjadi pemicu terjadinya korupsi di
Indonesia?
3. Apa dampak sosial, ekonomi, dan politik dari korupsi di Indonesia?
4. Bagaimana sistem hukum dan penegakan hukum di Indonesia
berkontribusi terhadap pemberantasan korupsi?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian masalah korupsi di Indonesia bisa mencakup
beberapa hal, antara lain:
1. Mengkaji Gambaran Umum Korupsi.
2. Menganalisis Jenis-jenis Korupsi.
3. Mengidentifikasi Faktor-faktor yang Mendorong Korupsi.
4. Mengevaluasi Dampak Korupsi.
5. Meneliti Strategi Pencegahan dan Penindakan.
6. Mempromosikan Kesadaran dan Partisipasi Masyarakat.
7. Mendorong Perubahan Kebijakan.

D. Manfaat Penelitian
Penelitian masalah korupsi di Indonesia memiliki beberapa manfaat, antara
lain:
1. Pemahaman yang Lebih Baik Tentang Korupsi.
2. Peningkatan Standar Moral dan Etika.
3. Peningkatan Kualitas Hidup.
4. Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Korupsi
Korupsi berasal dari bahasa Latin corruptio atau corruptus yang kemudian
dikatakan bahwa corruptio bahwa berasal dari bahasa Latin yang lebih tua,
yaitu corrumpere. Secara harfiah, korupsi adalah kebusukan, keburukan,
kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, dan
penyimpangan dari kesucian. Secara umum, pengertian korupsi adalah
semua tindakan tidak jujur yang memanfaatkan jabatan atau kuasa untuk
mendapatkan keuntungan bagi pribadi atau orang lain. Di indonesia,
tindak korupsi diatur dalam undang-undang no 31 tahun 1999 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi. Berdasarkan undang undang
tersebut, korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu
korporasi yang dapat merugikan keuangan negara dan perekonomian
negara.

Adapun ciri-ciri korupsi sebagai berikut:


1. Melibatkan lebih dari satu orang.
2. Biasanya dilakukan secara kerahasiaan.
3. Melibatkan pihak yang saling menguntungkan dan menjaga kewajiban.
4. Oknumnya sering berasal dari pihak yang berkepentingan.
5. Tiap tindakan korupsi adalah pengkhianatan kepercayaan.
6. Oknum yang melakukan korupsi sering bersembunyi di balik
justifikasi.
7. Korupsi adalah penipuan bagi badan publik dan masyarakat umum.

B. Jenis Korupsi

5
Undang-undang nomor 31 tahun 1999 dan perubahannya merumuskan 30
bentuk korupsi yang kemudian disederhanakan lagi menjadi 7 kelompok
tindak korupsi.
Berikut ketiga puluh bentuk korupsi menurut UU No.31 tahun 1999:
1. Menyuap pegawai negeri.
2. Memberikan hadiah kepada pegawai negeri karena jabatannya.
3. Pegawai negeri menerima suap.
4. Pegawai negeri mengantongi hadiah yang berkaitan dengan
jabatannya.
5. Menyuap hakim.
6. Menyuap advokat.
7. Hakim dan advokat menerima suap.
8. Hakim menerima suap.
9. Advokat menerima suap.
10. Pegawai negeri menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan.
11. Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi.
12. Pegawai negeri merusakkan bukti.
13. Pegawai negeri membiarkan orang lain merusakkan bukti.
14. Pegawai negeri membantu orang lain merusakkan bukti.
15. Pegawai negeri memeras.
16. Pegawai negeri memeras pegawai negeri yang lain.
17. Pemborong membuat curang.
18. Pengawas proyek membiarkan perbuatan curang.
19. Rekanan TNI atau polri berbuat curang.
20. Pengawas rekanan TNI atau polri berbuat curang.
21. Penerima barang TNI atau polri membiarkan perbuatan curang.
22. Pegawai negeri menyerobot tanah negara sehingga merugikan orang
lain.
23. Pegawai negeri ikut dalam pengadaan yang diurus olehnya.
24. Pegawai negeri mengamankan gratifikasi tanpa membuat laporan ke
KPK.

6
25. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi.
26. Tersangka tidak memberikan keterangan mengenai kekayaan.
27. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka.
28. Saksi atau ahli yang memberikan keterangan palsu atau tidak
memberikan keterangan sama sekali.
29. Seseorang yang memegang rahasia jabatan, namun memberikan
keterangan palsu atau tidak memberikan keterangan.
30. Saksi yang membuka identitas pelapor.

Dari ke-30 jenis korupsi di atas, disederhanakan lagi menjadi 7 kelompok


tindak korupsi yang terdiri dari:

1. Kerugian Keuangan Negara


Pelakunya melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain,
atau korporasi secara melawan hukum dengan tujuan menguntungkan
diri sendiri dan juga menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau
sarana yang ada. Contohnya seperti pegawai pemerintahan yang
memanipulasi anggaran demi mendapatkan keuntungan untuk dirinya
sendiri. Tindakan seperti ini dapat merugikan keuangan negara karena
anggaran program jauh lebih tinggi kenyataan yang sebenarnya.

2. Suap Menyuap
Suap menyuap adalah menjanjikan atau memberi sesuatu kepada ASN,
hakim, advokat, penyelenggara negara agar si penerima mau berbuat
sesuatu atau tidak melakukan apapun dalam jabatannya. Tindak
korupsi yang satu ini bisa terjadi antar pegawai atau antara pihak luar
dengan pegawai. Contoh suap antar pegawai misalnya seperti
memberikan barang demi kenaikan pangkat atau jabatan. Sedangkan
suap pihak luar dengan pegawai misalnya perusahaan swasta
memberikan sejumlah uang kepada pegawai pemerintah agar dipilih
menjadi tender.

7
3. Penggelapan Dalam Jabatan
Ini adalah tindakan dengan sengaja penggelapan uang, pemalsuan
buku-buku, surat berharga, atau daftar-daftar yang digunakan khusus
untuk pemeriksaan administrasi. Misalnya, seorang penegak hukum
menghancurkan barang bukti suap agar pelaku dapat terbebas dari
hukuman.

4. Pemerasan
Pemerasan adalah tindakan pemaksaan yang dilakukan oleh seorang
pegawai negeri atau penyelenggara dengan cara menyalahgunakan
kekuasaannya untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Pemaksaan ini bisa dilakukan untuk memberikan sesuatu, menerima
pembayaran dengan potongan, membayar, atau untuk mengerjakan
sesuatu bagi dirinya sendiri. Contohnya seperti seseorang pegawai
negeri yang bertugas membuat KTP meminta tarif sebesar 50.000,
padahal pemerintah tidak pernah meminta masyarakat membayar
untuk membuat KTP.

5. Perbuatan Curang
Perbuatan curang adalah tindakan yang sengaja dilakukan untuk
kepentingan pribadi dan dapat membahayakan orang lain. Contohnya
seperti pemborong atau penjualan bahan bangunan melakukan
perbuatan curang pada saat membuat gedung pemerintahan. Perbuatan
mereka ini dapat membahayakan keamanan masyarakat atau barang-
barang milik pemerintah.

6. Benturan Kepentingan Dalam Pengadaan


Ini adalah tindakan dengan sengaja ikut serta dalam suatu kegiatan
pengadaan, pemborongan atau persewaan. Biasanya, ini sering
dilakukan oleh pegawai negeri atau penyelenggara yang bertugas
mengurus atau mengawasi. Contohnya seperti pegawai pemerintahan

8
yang mengikut sertakan perusahaan keluarganya untuk menjadi
memenangkan proses tender dalam pengadaan alat tulis kantor.

7. Gratifikasi
Gratifikasi adalah pemberian barang kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang dianggap sebagai pemberian suap jika
berhubungan dengan jabatannya atau yang berlawanan dengan
kewajiban tugasnya. Contohnya seperti pengusaha yang memberikan
sebuah mobil kepada bupati dengan tujuan untuk mendapatkan proyek
dari pemerintah daerah setempat. Jika bupati tersebut tidak melaporkan
hal ini kepada KPK maka akan dianggap sebagai suap. Dalam
prosesnya, pembuktian bahwa gratifikasi yang bernilai 10 juta atau
lebih bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi.
Sedangkan untuk barang yang bernilai kurang dari 10 juta,
pembuktiannya dilakukan oleh penuntut hukum.

Selain bentuk korupsi yang sudah disebutkan diatas, menurut nominalnya,


korupsi juga bisa dibedakan menjadi 5 jenis, yaitu:

1. Korupsi Gurem: nominalnya kurang dari 10 juta.


2. Korupsi Kecil: nominalnya mulai dari 10 juta sampai kurang dari 100
juta.
3. Korupsi Sedang: nominalnya mulai dari 100 juta sampai 1 miliar.
4. Korupsi Besar: nominalnya mulai dari 1 miliar sampai 25 miliar.
5. Korupsi Kakap: nominalnya lebih dari 25 miliar.

C. Faktor – Faktor penyebab korupsi


Menurut sejarah terjadinya korupsi, perilaku korupsi di indonesia sudah
merupakan hal yang biasa bahkan sudah membudaya, padahal korupsi
merupakan perilaku yang bertentangan dan melanggar moral serta hukum.
Perilaku seolah olah tidak takut terhadap sanksi moral maupun sanksi

9
hukum jika melakukan tindakan korupsi. Korupsi dapat terjadi di berbagai
kalangan, baik perorangan atau aparat, organisasi, maupun birokrasi atau
pemerintahan.
Menurut komisi pemberantasan korupsi, jenis-jenis korupsi menurut
hukum kedengarannya, berat, padahal korupsi bisa juga terdapat dalam
kejadian sehari hari yang sebenarnya bisa dihindari. Banyak faktor yang
dapat menyebabkan terjadinya korupsi.
Menurut Wanaraja (2007) salah satu penyebab paling utama dan sangat
mendasar terjadinya korupsi di kalangan birokrat adalah menyangkut
masalah keimanan, kejujuran, moral dan etika sang birokrat.
Sementara itu menurut Wattimena (2012), kultur korupsi di masyarakat
bisa tercipta karena adanya lingkaran setan: kesenjangan ekonomi, tidak
adanya kepercayaan, adanya korupsi berkelanjutan, dan mulai lagi dengan
menciptakan kesenjangan ekonomi yang lebih besar, begitu seterusnya.
Apakah jika diketahui akar penyebab korupsi bisa di lakukan langkah
langkah penanggulangan atau pencegahannya? Apakah dengan diketahui
penyebab korupsi upaya untuk membentuk pribadi-pribadi yang jujur,
bersih, punya integritas, disiplin dan anti korupsi akan lebih mudah?

1. Faktor umum
Penyebab adanya tindakan korupsi sebenarnya bervariasi dan beraneka
ragam. Dalam teori yang di kemukakan oleh Jack Boulogne atau
sering disebut GONE Theory bahwa faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya korupsi sebagai berikut.
a. Greeds (Keserakahan):
Berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial
ada di dalam diri setiap orang.
b. Opportunities (Kesempatan):
Berkaitan dengan keadaan organisasi atau instansi atau masyarakat
yang sedemikian rupa sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang
untuk melakukan kecurangan.

10
c. Needs (Kebutuhan):
Berkaitan dengan faktor-faktor yang dibutuhkan oleh individu-
individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.
d. Exposures (Pengungkapan):
Berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh
pelaku kecurangan apabila pelaku ditemukan melakukan
kecurangan.

Faktor-faktor Greeds dan Needs berkaitan dengan individu pelaku


(aktor) korupsi yaitu individu atau kelompok, baik dalam organisasi
maupun di luar organisasi yang melakukan korupsi dan merugikan
pihak korban.

Adapun faktor-faktor Opportunities dan Exposures berkaitan dengan


korban perbuatan korupsi, yaitu organisasi, institusi, masyarakat yang
kepentingannya dirugikan. Menurut Sarwono, faktor seseorang
melakukan tindakan korupsi yaitu faktor dari dalam diri sendiri, seperti
keinginan, hasrat, kehendak, dan sebagainya serta faktor rangsangan
dari luar, seperti dorongan dari teman-teman, kesempatan, kurang
control, dan sebagainya.

2. Faktor Internal dan Eksternal Penyebab Korupsi


Ditinjau dari hubungan pelaku korupsi dengan lingkungannya,
tindakan korupsi pada dasarnya bukan merupakan peristiwa yang
berdiri sendiri. Perilaku korupsi menyangkut berbagai hal yang bersifat
kompleks.
Faktor faktor penyebab nya bisa dari internal pelaku korupsi itu
sendiri, tetapi bisa juga berasal dari situasi lingkungan yang
mendukung seseorang untuk melakukan korupsi.
a. Faktor Internal
Faktor ini merupakan faktor pendorong korupsi dari dalam diri
pelaku yang dapat di identifikasi dari hal hal berikut.

11
1) Aspek Perilaku Individu
a) Sifat tamak atau rakus manusia
Korupsi bukan kejahatan yang hanya apa kecil-kecilan
karena membutuhkan makan. Korupsi bisa terjadi pada
orang yang tamak atau rakus karena walaupun sudah
berkecukupan, tapi masih juga terasa kurang dan
mempunyai hasrat besar untuk memperkaya diri. Korupsi
berkaitan dengan perbuatan yang merugikan kepentingan
umum (publik) atau masyarakat luas untuk keuntungan
pribadi atau kelompok tertentu1. Menurut Nursyam (2000),
dalam kemendikbud (2011) bahwa penyebab seseorang
melakukan korupsi adalah karena ketergodaannya akan
dunia materi atau kekayaan yang tidak mampu ditahannya.
Ketika dorongan untuk menjadi kaya tidak mampu ditahan,
sementara akses ke arah kekayaan bisa diperoleh dengan
cara berkorupsi, maka jadilah seseorang akan melakukan
korupsi.
Contoh kasus:
Seorang pegawai suatu institusi ditugaskan atasnya untuk
menjadi panitia pengadaan barang. Pegawai tersebut
memiliki prinsip bahwa kekayaan dapat diperoleh dengan
segala cara dan dia harus memanfaatkan kesempatan.
Karena itu, dia pun sudah memiliki niat dan mau menerima
suap dari rekanan (penyedia barang). Kehidupan mapan
keluarganya dan gaji yang lebih dari cukup tidak mampu
menghalangi untuk melakukan korupsi.
b) Moral yang kurang kuat
Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah
tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal
dari atasan, teman setingkat, bawahannya, atau pihak yang

1
Syarbaini, 2011

12
lain yang memberi kesempatan untuk itu. Moral yang
kurang kuat salah satu penyebabnya adalah lemahnya
pembelajaran agama dan etika. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (1995), etika adalah nilai mengenai benar
dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Etika merupakan ajaran tentang moral atau norma tingkah
laku yang berlaku dalam suatu lingkungan kehidupan
manusia.
Seseorang yang menjunjung tinggi etika atau moral dapat
menghindarkan perbuatan korupsi walaupun kesempatan
ada. Akan tetapi, kalau moralnya tidak kuat bisa tergoda
oleh perbuatan korupsi, apalagi ada kesempatan.
Sebetulnya banyak ajaran dari orang tua kita mengenai apa
dan bagaimana seharusnya kita berperilaku, yang
merupakan ajaran luhur tentang moral. Namun dalam
pelaksanaannya sering dilanggar karena kalah dengan
kepentingan duniawi.
Contoh kasus:
Seorang mahasiswa yang moralnya kurang kuat, mudah
terbawa kebiasaan teman untuk menyontek, sehingga sikap
ini bisa menjadi benih-benih perilaku korupsi.
c) Penghasilan yang kurang mencukupi
Penghasilan seorang pegawai selayaknya memenuhi
kebutuhan hidup yang wajar. Apabila hal itu tidak terjadi,
seseorang akan berusaha memenuhinya dengan berbagai
cara. Akan tetapi, apabila segala cara upaya yang dilakukan
ternyata sulit didapatkan, keadaan semacam ini akan
mendorong tindak korupsi, baik korupsi waktu, tenaga,
maupun pikiran.
Menurut teori GONE dari Jack Boulogne, korupsi
disebabkan oleh salah satu faktor atau lebih dari:

13
keserakahan, kesempatan, kebutuhan, dan kelemahan
hukum. Karena adanya tuntutan kebutuhan yang tidak
seimbang dengan penghasilan, akhirnya pegawai yang
bersangkutan dengan keserakahannya akan melakukan
korupsi.
Contoh kasus:
Seorang tenaga penyuluh kesehatan yang bekerja di suatu
puskesmas mempunyai seorang istri dan empat orang anak.
Gaji bulanan pegawai tersebut tidak mencukupi kebutuhan
hidup keluarganya. Pada saat memberi penyuluhan
kesehatan di suatu desa dia menggunakan kesempatan
untuk menambah penghasilannya dengan menjual obat-
obatan yang diambil dari puskesmas. Ia mempromosikan
obat-obatan tersebut sebagai obat yang manjur. Penduduk
desa dengan keluguannya mempercayai petugas tersebut.
d) Kebutuhan hidup yang mendesak
Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang
mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi.
Keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang untuk
mengambil jalan pintas, diantaranya dengan melakukan
korupsi.
Kehilangan pekerjaan dapat menyebabkan seseorang
terdesak dalam segi ekonomi. Orang bisa mencuri atau
menipu untuk mendapatkan uang.
Di samping itu, untuk mencukupi kebutuhan keluarga orang
mungkin juga mencari pekerjaan dengan jalan yang tidak
baik. Untuk mencari pekerjaan orang menyuap karena tidak
ada jalan lain untuk mendapatkan pekerjaan kalau tidak
menyuap, sementara tindakan menyuap justru malah
mengembangkan kultur korupsi 2.

2
Wattimena, 2012

14
Contoh kasus:
Seorang bidan membuka jasa aborsi wanita hamil dengan
bayaran yang tinggi karena terdesak oleh kebutuhan sehari-
hari. Di sisi lain, suaminya telah di PHK dari pekerjaannya.
Tidak ada pihak lain baginya untuk melakukan malpraktik
karena mendapatkan bayaran tinggi.
e) Gaya hidup yang konsumtif
Kehidupan di kota-kota besar sering mendorong gaya hidup
seseorang konsumtif atau hedonis. Perilaku konsumtif
apabila tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai
akan mendorong seseorang untuk melakukan berbagai
tindakan guna memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan
tindakan itu adalah dengan korupsi.
Menurut Yamamah (2009) dalam kemendikbud (2011),
ketika perilaku materialistik dan konsumtif masyarakat
serta sistem politik yang masih mendewakan materi
berkembang, hal itu akan memaksa terjadinya permainan
uang dan korupsi.
Contoh kasus:
Seorang perawat sebuah rumah sakit berbaur dengan
kelompok ibu-ibu modis yang senang berbelanja barang-
barang mahal.
Perawat tersebut berusaha mengimbangi. Karena
penghasilan perawat tersebut kurang, dia pun mencoba
memanipulasi sisa obat pasien untuk dijual kembali,
sedangkan kepada rumah sakit dilaporkan bahwa obat
tersebut habis digunakan.
f) Malas atau tidak mau bekerja
Sebagian orang ingin mendapatkan hasil dari sebuah
pekerjaan tanpa keluar keringat atau malas bekerja. Sifat
semacam ini berpotensi melakukan tindakan apapun dengan

15
cara-cara mudah dan cepat atau jalan pintas, diantaranya
melakukan korupsi.
Contoh kasus:
Seorang mahasiswa yang malas berpikir, tidak mau
mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen. Untuk
mendapatkan nilai yang tinggi, mahasiswa tersebut
menyuruh temannya untuk mengerjakan tugas.
g) Ajaran agama yang kurang diterapkan
Indonesia dikenal sebagai bangsa yang religius, yang tentu
melarang tindak korupsi dalam bentuk apapun. Agama
apapun melarang tindakan korupsi seperti agama Islam
yang juga mengecam praktik korupsi. Istilah riswah
terdapat dalam Islam yang bermakna suap, lalu di Malaysia
di adopsi menjadi rasuah yang bermakna lebih luas menjadi
korupsi.
Apa yang dikecam Islam bukan saja perilaku korupsinya,
melainkan juga setiap pihak yang ikut terlibat dalam
tindakan korupsi itu.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa korupsi masih
berjalan subur di tengah masyarakat. Situasi paradoks ini
menandakan bahwa ajaran agama kurang diterapkan dalam
kehidupan.
Contoh kasus:
Walaupun agama sudah dipelajari sejak sekolah dasar
sampai dengan perguruan tinggi, beberapa orang
mahasiswa tetap saja suka menyontek pada waktu ujian.
Seorang petugas kesehatan memeras pasiennya, padahal
pada waktu kuliah belajar agama dan etika.
2) Aspek Sosial
Perilaku korupsi dapat terjadi karena dorongan keluarga. Kaum
behavioris mengatakan bahwa lingkungan keluargalah yang

16
secara kuat memberikan dorongan bagi orang untuk korupsi
dan mengalahkan sifat baik seseorang yang sudah menjadi sifat
pribadinya. Lingkungan dalam hal ini malah memberi
dorongan dan bukan memberikan hukuman pada orang ketika
ia menyalahgunakan kekuasaannya.
Teori solidaritas sosial yang digunakan oleh Emile Durkheim
(1858-1917) memandang bahwa otak manusia sebenarnya
bersifat pasif dan di kendalikan oleh masyarakatnya. Emile
Durkheim berpandangan bahwa individu secara moral adalah
netral dan masyarakatlah yang menciptakan kepribadiannya.
Contoh kasus:
Seorang karyawan baru di suatu situasi pelayanan kesehatan
sangat dihargai oleh atasan dan teman-temannya karena
perilakunya yang baik dan saleh. Setelah menikah karyawan
tersebut jadi orang yang suka menipu karena terpengaruh oleh
lingkungan keluarganya yang baru. Keluarganya senang karena
perubahan perilaku karyawan tersebut karena menghasilkan
banyak uang.

b. Faktor Eksternal
Definisi korupsi secara formal ditujukan kepada perilaku pejabat
publik, baik politikus maupun pegawai negeri untuk memperkaya
diri sendiri dengan menyalahgunakan wewenang dan jabatannya.
Namun, korupsi juga bisa diartikan lebih luas ditujukan kepada
perilaku individu yang menimbulkan kerugian bagi materiel
maupun immateriel sehingga menimbulkan dampak merugikan
kepentingan umum, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Faktor eksternal merupakan faktor dari luar yang berasal dari
situasi lingkungan yang mendukung seseorang untuk melakukan
korupsi.

17
Berikut ini beberapa faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya
korupsi:
1) Aspek Organisasi
a) Manajemen yang kurang baik sehingga memberikan
peluang untuk melakukan korupsi
Manajemen adalah ilmu terapan yang dapat dimanfaatkan
di dalam berbagai jenis organisasi untuk membantu manajer
memecahkan masalah organisasi3.
Pengorganisasian adalah bagian dari manajemen,
merupakan langkah untuk menetapkan, menggolong-
golongkan dan mengatur berbagai macam kegiatan,
menetapkan tugas-tugas pokok dan wewenang, dan
pendelegasian wewenang oleh pimpinan kepada staf dalam
rangka mencapai tujuan organisasi4.
Manajemen adalah sebuah konsep, yang harus
dikembangkan oleh pimpinan dan staf sehingga bisa
mencapai tujuan organisasi.
Tujuan organisasi yang tidak dipahami dengan baik oleh
pimpinan dan staf membuka ruang terjadinya
penyalahgunaan yang termasuk kegiatan korupsi, sehingga
menimbulkan kerugian baik materiel maupun imateriel.
Seringkali pihak manajemen menutupi kegiatan stafnya
yang melakukan korupsi sebagai usaha mencegah
ketidaknyamanan situasi yang ditimbulkan.
b) Kultur organisasi yang kurang baik
Korupsi di Indonesia sebagai kejahatan sistemik5. Artinya,
yang korup bukan hanya manusianya, tetapi juga sistem
yang dibuat oleh manusia tersebut yang memiliki skala
lebih luas, dan dampak lebih besar.
3
Muninjaya, 2004
4
Muninjaya, 2004
5
Wattimena, 2012

18
Latar belakang kultur Indonesia yang diwarisi dari kultur
kolonial turut menyuburkan budaya korupsi. Masyarakat
Indonesia belum terbiasa dengan sikap asertif (terbuka)
atau mungkin dianggap kurang “sopan” kalau terlalu ingin
tahu masalah organisasi.
Budaya nepotisme juga masih melekat karena juga
mungkin ada dorongan mempertahankan kekuasaan dan
kemapanan individu dan keluarga.
Sikap ingin selalu membalas budi juga bisa berujung
korupsi, ketika disalahgunakan dengan melibatkan
wewenang atau jabatan.
Sikap sabar atau ikhlas diartikan “nrimo”, apapun yang
terjadi, sehingga bisa memberikan peluang kepada
pimpinan atau bagian terkait untuk menyalahgunakan
wewenangnya.
c) Lemahnya controlling atau pengendalian dan pengawasan
Controlling atau pengendalian, merupakan salah satu fungsi
manajemen. Pengendalian adalah proses pengaturan
berbagai faktor dalam suatu perusahaan, agar sesuai dengan
ketetapan-ketetapan dalam rencana6.
Pengendalian dan pengawasan ini penting, karena manusia
memiliki keterbatasan, baik waktu, pengetahuan,
kemampuan, dan perhatian.
Pengendalian dan pengawasan sesuai tugas pokok dan
fungsi masing-masing dengan SOP (Standard Operating
Procedure) yang jelas.
Fungsi pengawasan dan pengendalian bertujuan agar
penggunaan sumber daya dapat lebih di efisienkan, dan

6
Earl P. Strong, dalam Hasibuan, 2010

19
tugas-tugas staf untuk mencapai tujuan program dapat lebih
di efektifkan7.
Masyarakat bisa juga melakukan pengawasan secara tidak
langsung dan memberikan masukan untuk kepentingan
peningkatan organisasi, dengan cara-cara yang baik dan
memperhatikan aturan.
Contoh kasus:
Perawat yang menjadi kepala ruangan. Perawat tersebut
tidak melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan SOP di
ruangan yang harus dilaksanakan oleh seluruh stafnya,
sehingga stafnya tidak bekerja optimal sesuai SOP.
d) Kurangnya transparansi
Keuangan memegang peranan vital dalam sebuah
organisasi. Dengan uang, salah satunya, kegiatan organisasi
akan berjalan untuk melaksanakan misi organisasi dalam
rangka mencapai visi yang telah ditetapkan. Pengolahan
keuangan yang baik dan transparan menciptakan iklim yang
kondusif dalam sebuah organisasi, sehingga setiap anggota
organisasi sesuai tugas pokok dan fungsinya masing-
masing dapat ikut bertanggung jawab dalam penggunaan
anggaran sesuai perencanaan yang telah disusun.
Contoh kasus:
Mahasiswa yang bergabung menjadi pengurus BEM atau
HIMA, sebagai bendahara. Bendahara keuangan tersebut
tidak memberikan laporan keuangan yang jelas. Demikian
pula, ketua atau presiden BEM tersebut tidak melakukan
kontrol terhadap kinerja bendahara tersebut. Anggota juga
tidak peduli terhadap pengelolaan keuangan.
2) Sikap Masyarakat Terhadap Korupsi

7
Muninjaya, 2004

20
Sikap masyarakat juga dapat menyuburkan tindakan korupsi,
diantaranya adalah:
a) Nilai-nilai yang dianut masyarakat. Seperti pergaulan yang
menghargai seseorang yang kaya, dan tidak pelit dengan
kekayaannya, senang memberikan hadiah. Masyarakat
seringkali senang ketika ada yang memberi apalagi
nominalnya besar atau berbentuk barang berharga, tanpa
memikirkan dari mana sumber kekayaannya atau
barang/hadiah yang diberikannya.
b) Masyarakat seringkali menganggap bahwa pejabat itu kaya,
oleh karena itu pejabat harus mendapat uang.
c) Masyarakat tidak menyadari bahwa yang dilakukannya juga
termasuk korupsi, karena kerugian yang ditimbulkan tidak
secara langsung. Padahal korupsi tidak hanya melibatkan
pejabat negara saja tetapi juga anggota masyarakat.
d) Dampak korupsi tidak terlihat secara langsung, sehingga
masyarakat tidak merasakan kerugian. Masyarakat
seringkali hanya menjadikan korupsi sebagai obrolan
karena tayangan media, tanpa berusaha untuk mencegah
tindakan tersebut dalam lingkungan terkecil masyarakat.
Setiap korupsi biasanya diawali dari lingkungan terkecil
yang menjadi kebiasaan, lama-lama menjadi kebutuhan dan
dilegalkan.
e) Masyarakat memandang wajar hal-hal umum yang
menyangkut kepentingannya. Misalnya, menyuap untuk
mendapatkan pekerjaan atau menyuap untuk bisa kuliah.
Istilah yang digunakan dikaburkan, bukan menyuap, tetapi
ucapan “terima kasih”, karena sesuai dengan adat
ketimuran.
3) Aspek Ekonomi

21
Gaya hidup yang konsumtif, menjadikan penghasilan selalu
dianggap kurang. Lingkungan pergaulan juga berperan
mendorong seseorang menjadi lebih konsumtif dan tidak dapat
menetapkan prioritas kebutuhan.
4) Aspek Politik atau Tekanan Kelompok
Seseorang melakukan korupsi mungkin karena tekanan orang
terdekatnya seperti istri/suami, anak-anak, yang menuntut
pemenuhan kebutuhan hidup. Korupsi juga bisa terjadi karena
tekanan pimpinan atau rekan kerja yang juga terlibat. Bahkan
korupsi cenderung dimulai dari pimpinan, sehingga staf
terpaksa terlibat. “Power tends to corrupt and absolute power
corrupts absolutely”. Kekuasaan itu cenderung ke korupsi,
kekuasaan mutlak mengakibatkan korupsi mutlak. Perilaku
korup juga dipertontonkan oleh partai politik.
Tujuan berpolitik disalahartikan berupa tujuan mencari
kekuasaan dengan menghalalkan berbagai cara. Perilaku korup
seperti penyuapan, politik uang merupakan fenomena yang
sering terjadi.
5) Aspek Hukum
Substansi hukum di Indonesia sudah menjadi rahasia umum,
masih ditemukan aturan-aturan yang diskriminatif, berpihak,
dan tidak adil, rumusan yang tidak jelas sehingga menjadi multi
tafsir, kontradiksi dan overlapping dengan peraturan lain (baik
yang sederajat maupun lebih tinggi). Penegakan hukum juga
masih menjadi masalah. Masyarakat umum sudah mulai luntur
kepercayaan kepada aparat penegak hukum, karena praktik-
praktik penegakan hukum yang masih diskriminatif, dan tidak
jelas tujuannya. Masyarakat menganggap ketika terlibat
masalah hukum pasti butuh biaya yang tidak sedikit untuk
aparat penegak hukum. Muncul lelucon, kalau hilang ayam,
lapor ke aparat hukum, jadi hilang sapi, karena biaya perkara

22
yang mahal. Karena itu, orang-orang yang banyak uang
dianggap akan luput dari jerat hukum atau mungkin
hukumannya lebih ringan dan mendapatkan berbagai
kemudahan.

D. Dampak Korupsi
Korupsi memberikan dampak buruk dalam berbagai bidang kehidupan
manusia, terutama di bidang perekonomian. Berikut adalah dampak-
dampak dari korupsi, yaitu:

1. Menurunkan Tingkat Investasi


Menurut Mauro dalam buku Corruption and Growth: The Quarterly
Journal of Economics 110 (1995), korupsi menurunkan tingkat
investasi suatu negara.
Hal ini dikarenakan investor akan merasa khawatir jika menaruh
investasi di negara dengan kasus korupsi yang banyak. Investor akan
menilai bahwa hasil keuntungan yang didapat tidak akan maksimal,
karena banyak dana yang dikorupsi.
Selain keuntungan tidak maksimal, investasi yang ditanam akan turun
dan memperlambat laju pertumbuhan ekonomi.

2. Menciptakan Kesenjangan Sosial


Korupsi berdampak pada semakin lebarnya kesenjangan sosial.
Menurut Bowles dalam buku Corruption: Encyclopedia of Law and
Economics (2000), secara umum korupsi terbagi menjadi tiga jenis
yaitu suap, pungli, dan juga penggelapan. Singkatnya korupsi
memindahkan kekayaan publik ke saku koruptor.

23
Korupsi menyebabkan masyarakat miskin menjadi semakin miskin,
dan para koruptor semakin kaya. Hal tersebut menciptakan
kesenjangan sosial, di mana jumlah pendapatan para koruptor jauh
beda dengan pendapatan masyarakat.

3. Menciptakan Kemiskinan
Kesenjangan pendapatan antara para koruptor dan rakyat
mengakibatkan kemiskinan relatif. Namun, secara keseluruhan
perilaku korupsi akan meningkatkan kemiskinan absolut. Di mana
akan semakin banyak orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Meningkatnya kemiskinan akan melahirkan banyak dampak buruk dan
masalah sosial seperti krisis kepercayaan masyarakat, meningkatnya
tindak kejahatan juga kekerasan, serta meningkatnya kasus bunuh diri.

4. Menghambat Pembangunan Fasilitas Umum


Menurut Ibnu Santoso dalam buku Memburu Tikus-Tikus Otonom
(2011) korupsi menyebabkan berbagai proyek pembangunan dan
fasilitas umum berkualitas rendah serta tidak sesuai dengan kebutuhan
yang semestinya.
Hal tersebut terjadi karena dana yang seharusnya dialokasikan untuk
pembangunan fasilitas umum malah dikorupsi. Sehingga, korupsi
dapat menghambat pembanginan fasilitas umum dalam jangka panjang
dan berkelanjutan.

5. Menciptakan Budaya Korupsi


Dampak selanjutnya yang tidak kalah menakutkan dari korupsi adalah
terciptanya budaya korupsi. Tindakan korupsi yang dilakukan terus-
menerus akan membentuk budaya korupsi yang mengakar.

24
Akibatnya korupsi akan dianggap sebagai tindakan yang biasa saja.
Hal tersebut akan mengundang lebih banyak koruptor lalu
menciptakan budaya korupsi yang luas dan sulit diberantas.

E. Cara Pemberantasan Korupsi


Dalam strategi pemberantasan korupsi, dibutuhkan strategi yang lebih
fundamental dan komprehensif yang dirasakan manfaatnya langsung oleh
masyarakat. Kendati sikap antikorupsi masyarakat di tanah air
menunjukkan kecenderungan yang terus membaik, korupsi tetap
merupakan kejahatan luar biasa. Mengingat korupsi atau extraordinary
crime yang juga mempunyai dampak luar biasa bagi masyarakat. Oleh
sebab itu, kejahatan ini harus ditangani dengan cara luar biasa pula. Ada
tiga strategi pemberantasan korupsi yang tengah dijalankan di Indonesia,
KPK menyebutnya “Trisula Pemberantasan Korupsi” yaitu Pendidikan,
Pencegahan, Penindakan.

1. Pendidikan
Salah satu strategi dalam pendidikan yaitu dengan kampanye dan
edukasi antikorupsi guna menanamkan nilai, pembentukan karakter,
membangun budaya serta peradaban antikorupsi melalui strategi
pendidikan dan peningkatan peran serta masyarakat.

2. Pencegahan
Salah satu strategi pencegahan korupsi adalah dengan melakukan
perbaikan sistem pemerintahan untuk menutup celah-celah korupsi.
Sehingga tidak ada kesempatan dan niat untuk melakukan korupsi
karena sistem yang baik.

3. Penindakan
Salah satu strategi penindakan korupsi yaitu menyasar peristiwa
hukum yang secara aktual telah memenuhi untur tindak pidana korupsi

25
sesuai undang-undang. Strategi ini tidak hanya mengganjar hukuman
penjara dan denda bagi para pelaku korupsi, tapi juga memberikan efek
jera bagi para korupsi dan masyarakat. Strategi penindakan korupsi ini
terdiri dari beberapa tahapan, yaitu penanganan laporan aduan
masyarakat, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga eksekusi.

F. Dasar Hukum Pemberantasan Korupsi


Dasar-dasar hukum adalah bukti keseriusan pemerintah Indonesia dalam
memberantas korupsi. Dalam perjalanannya, berbagai perubahan undang-
undang dilakukan untuk menyesuaikan dengan kondisi terkini penindakan
kasus korupsi. Berikut adalah dasar-dasar hukum pemberantasan tindak
pidana korupsi di Indonesia:
1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (2) dan ayat (4) Undang-Undang
Dasar 1945;
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme;
4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.

26
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disampaikan
simpulan sebagai berikut.
1. Meskipun pemberantasan korupsi menghadapi berbagai kendala,
namun upaya pemberantasan korupsi harus terus-menerus dilakukan
dengan melakukan berbagai perubahan dan perbaikan.
2. Perbaikan dan perubahan tersebut antara lain terkait dengan lembaga
yang menangani korupsi agar selalu kompak dan tidak sektoral, upaya-
upaya pencegahan juga terus dilakukan, kualitas SDM perlu
ditingkatkan, kesejahteraan para penegak hukum menjadi prioritas.
3. Meskipun tidak menjamin korupsi menjadi berkurang, perlu dipikirka
untuk melakukan revisi secara komprehensif terhadap UndangUndang
tentang Pemberantasan Korupsi.

B. Saran
Rekomendasi penelitian ini mencakup perlunya memperkuat sistem
hukum, memperkenalkan transparansi yang lebih besar dalam
pemerintahan dan sektor swasta, menjamin pendidikan publik yang
inklusif, dan mempertimbangkan peran media dalam meningkatkan
kesadaran akan dampak negatif korupsi. Selain itu, mengadopsi dan
mengadaptasi strategi yang telah berhasil dilakukan di negara lain juga
dapat menjadi masukan bagi upaya antikorupsi dan penuntutan di
Indonesia. Oleh karena itu, kami berharap tulisan ini dapat memberikan
kontribusi yang signifikan dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan
memberikan solusi konkrit antikorupsi untuk mencapai kemajuan
berkelanjutan di Indonesia.

27
DAFTAR PUSTAKA

Olivia, 2021. Korupsi: Pengertian, Jenis, dan Cara Memberantasnya.


https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5803362/korupsi-pengertian-jenis-dan-
cara-memberantasnya
Nasik, 2023. Kasus Korupsi di Indonesia: Penyebab, Bentuk, Contoh, dan
Hambatan. https://www.gramedia.com/best-seller/category/buku-hukum/
Wisnubroto Kristantyo, 2021. Cegah Korupsi dengan Cara Luar Biasa.
https://www.indonesia.go.id/kategori/editorial/3507/cegah-korupsi-dengan-cara-
luar-biasa
Bahuri Firli H, 2022. Membumikan Trisula Pemberantasan Korupsi.
https://investor.id/opini/310815/membumikan-trisula-pemberantasan-korupsi
M. Natsir, II. Penyebab Korupsi.
https://www.academia.edu/52588214/II_PENYEBAB_KORUPSI
Silmi Nurul Utami, Serafica Gischa, 2021. Dampak Korupsi dan Hukumannya.
https://www.kompas.com/skola/read/2021/11/22/090000269/dampak-korupsi-dan-
hukumannya?page=all

28

Anda mungkin juga menyukai