Anda di halaman 1dari 18

Proposal Penelitian

Efektivitas Metode Transmutasi terhadap Pengolahan (atau Pengelolaan


atau pengendalian) Hasrat Seksual Remaja Laki-Laki di Sekolah
Homogen Berasrama
Pengelolaan sama dengan managemen

Dosen Pembimbing:
Prof. Drs. Koentjoro, MBSc., Ph. D., Psikolog

Disusun oleh:
….……………………..

MAGISTER PSIKOLOGI PROFESI BIDANG PENDIDIKAN


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penelitian ini akan meneliti efektivitas metode transmutasi terhadap pengolahan


(pengelolaan atau pengendalian) hasrat seksual remaja laki-laki di sekolah homogen
berasrama. Effektivitas yang dimaksudkan dalam peneluitian ini adalah…… Adapun
transmutasi terhadap pengolahan (pengelolaan atau pengendalian) hasrat seksual remaja
laki-laki adalah ….. Sedang yang dimaksud sekolah homogen berasrama adalah…. .
Sehingga yang dimaksud dengan efektivitas metode transmutasi terhadap pengolahan
hasrat seksual remaja laki-laki di sekolah homogen berasrama dalam penelitian ini
adalah…….

Jelaskan Masalahnya apa? Bukti2nya apa? (tunjukkan bukti-2 dari hasil wawancara
dan observasi…. kemudian simpulkan). Seharusnya bagaimana? Apa dampak dan
pentingnya penelitian ini dilakukan.
Setelah itu baru tulisan sdr ini….

Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak dan dewasa.

Individu dimasukkan ke dalam kategori remaja ketika yang telah memasuki jenjang SMP

dan SMA atau ketika remaja telah mengalami menstruasi pada perempuan dan mimpi

basah pada laki-laki. Definisi ini sejalan dengan penjelasan Kartono (2005) yang

memaparkan bahwa pada masa remaja terjadi perubahan besar berkaitan dengan

kematangan fungsi rohaniah dan jasmaniah, terutama fungsi seksual. Di tahapan ini, para

remaja mengalami pubertas yang menyebabkan berbagai aspek dalam diri berubah secara

pesat karena adanya peralihan dari mahluk aseksual menjadi makhluk seksual. Kata

pubertas berasal dari kata latin yang berarti “usia kedewasaan”. Kata ini lebih

menunjukkan pada perubahan fisik daripada perubahan perilaku yang terjadi pada saat

individu secara seksual menjadi matang dan mampu memperbaiki keturunan (Hurlock,

1996). Oleh sebab itu, pada tahapan perkembangan ini, para remaja akan memiliki

ketertarikan yang besar untuk menjalin relasi dengan lawan jenis dan meningkatnya hasrat

seksual secara signifikan.


Hasrat seksual merupakan dorongan untuk melakukan aktivitas seksual.

Dorongan ini berasal dari dalam diri individu, namun dipicu oleh berbagai faktor baik

eksternal maupun internal. Freud (dalam Sukinah, Alimin, & Rochyadi, 2010)

mendefinisikan hasrat seksual (libido) sebagai dorongan seksual yang bertambah secara

bertahap hingga mencapai puncak intensitas dan disertai dengan penurunan secara tiba-tiba

ketika terdapat rangsangan (Freud dalam Sukinah, Alimin, & Rochyadi, 2010).

Meningkatnya hasrat seksual pada remaja ini tentunya hal yang perlu menjadi

perhatian bagi orangtua, para pendidik, dan para pemerhati remaja lainnya. Hal ini

dikarenakan hasrat seksual yang meningkat akan kemudian cenderung mengarahkan

remaja pada perilaku seksual berisiko jika tidak didampingi secara tepat. Berdasarkan

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2017 yang dilakukan oleh

BKKBN diperoleh data sekitar 2% remaja wanita dan 8% remaja pria usia 15 - 24 tahun

sudah melakukan hubungan seksual sebelum menikah dan 11% di antaranya mengalami

kehamilan yang tidak diinginkan. 59% remaja wanita dan 74% remaja pria yang telah

melakukan hubungan seksual sebelum menikah tersebut menyatakan mulai berhubungan

seksual pertama kali pada usia 15 - 19 tahun.

Menurut Ahsan (2006), interaksi di lingkungan yang homogen, seperti di

lembaga pemasyarakatan atau di sekolah berasrama, memperbesar potensi memunculkan

kecenderungan untuk tertarik pada sesama jenis (homoseksual). Hal ini dikarenakan

tingginya intensitas pertemuan. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh You (2010) yang memaparkan bahwa remaja laki-laki yang bersekolah di sekolah

homogen berasrama sedang mengalami masa pubertas, sehingga perilaku seks

menyimpang dapat terjadi. Para remaja laki-laki yang memilih untuk menempuh

pendidikan tingkat SMA di sekolah homogen berasrama tentu mengalami dinamika yang

berbeda dengan remaja pada umumnya. Sejak awal proses pendidikannya, diharapkan para
remaja menyadari konsekuensi dari pilihan menempuh pendidikan di sekolah ini.

Terutama berkaitan dengan kebebasan menjalin relasi dengan lawan jenis dan menyikapi

hasrat seksual yang muncul dalam dirinya. Pilihan untuk menempuh pendidikan di sekolah

homogen berasrama yang bersamaan dengan semakin meningkatnya hasrat seksual dalam

diri remaja ini tentu menjadi persoalan besar. Tidak sedikit remaja yang kemudian

mengalami krisis dan memilih untuk mundur.

Persoalan ini masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi para pendamping dari

generasi ke generasi. Berbagai upaya pendampingan dilakukan untuk membantu para

remaja ini dalam mengolah hasrat seksualnya. Salah satunya adalah dengan metode

sublimasi dimana hasrat seksual yang muncul disalurkan ke dalam kegiatan-kegiatan yang

dapat diterima secara sosial. Akan tetapi, hal ini dirasa masih kurang mampu memfasilitasi

para remaja. Ditambah dengan masih adanya pandangan bahwa mendiskusikan hal-hal

yang berkaitan dengan seksualitas merupakan sesuatu yang tabu.

Adanya kesadaran bahwa sublimasi kurang mampu memfasilitasi penyelesaian

persoalan ini, maka para pendamping mulai perlu mengupayakan metode baru yang dirasa

dapat menjawab kebutuhan mereka. Salah satu metode yang dinilai dapat menjadi solusi

adalah transmutasi. Transmutasi mengarah pada pengalihan atau penyaluran dari suatu

energi menjadi energi yang lain (Hill, 1937). Berkaitan dengan hasrat seksual, transmutasi

membantu untuk mengubah dan menyalurkan hasrat seksual tersebut menjadi bentuk lain,

yaitu aktivitas pemikiran dan kreativitas lainnya. Hasrat seksual ini tidak lagi disalurkan

dalam bentuk fisik. Pendekatan ini diharapkan menjadi alternatif solusi bagi para remaja di

Seminari.

Simpulkan masalah pengelolaan atau pengendalian Hasrat Seksual Remaja


Laki-Laki di Sekolah Homogen Berasrama dari hasil preliminari di lapangan
dan dari banyak referensi atau teori itui seperti apa?
Kemudian diskusikan:
1. Tunjukkan bahwa ada banyak metode pengelolaan hasrat seksual
Remaja Laki-Laki di Sekolah Homogen Berasrama; salah stunya
adalah metode transmutasi.

2. Yakinkan pada pembaca bahwa Metode transmutasi adalah


metode yang paling baik, sertakan alasan-2 pemikirannya kenapa dipilih
transmutasi?

Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode campuran (mixed method)

yang menggabungkan antara pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Metode ini

mengombinasikan atau mengasosiasikan bentuk data kualitatif dan kuantitatif agar

memperluas pembahasan. Metode penelitian campuran melibatkan asumsi-asumsi

filosofis, aplikasi pendekatan kuantitatif dan kualitatif, serta pencampuran kedua

pendekatan dalam penelitian (Cresswell, 2009). Dalam penelitian ini, akan dilakukan

penggabungan metode penelitian kuasi eksperimen (quasi experiment method) dan

kualitatif. Metode penelitian kuasi eksperimen digunakan untuk mengukur pengaruh suatu

perlakuan terhadap subjek penelitian dalam kondisi yang dapat dikendalikan (Sugiyono,

2016). Dalam penelitian kuasi eksperimen, subjek penelitian dikelompokkan menjadi kelas

kontrol dan kelas eksperimen yang tidak dipilih secara acak.

Metodenya ACTION RESESARCH bukan mixed methods

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh penerapan metode

transmutasi terhadap pengolahan hasrat seksual remaja yang menempuh pendidikan di

sekolah homogen berasrama. Transmutasi mengarah pada pengalihan atau penyaluran dari

suatu energi menjadi energi yang lain (Hill, 1937). Berkaitan dengan hasrat seksual,

transmutasi membantu untuk mengubah dan menyalurkan hasrat seksual tersebut menjadi
bentuk lain, yaitu aktivitas pemikiran dan kreativitas lainnya. Hasrat seksual ini tidak lagi

disalurkan dalam bentuk fisik.

B. Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Bagaimana para remaja memandang dan menyikapi hasrat seksual yang ada

pada dirinya?

b. Apakah metode transmutasi berpengaruh secara signifikan dalam proses

pengolahan hasrat seksual remaja?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu dari masalah rumusan permasalahan dalam penelitian, maka tujuan dari

penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Memahami dan memberikan gambaran yang mendalam mengenai dinamika

pengolahan hasrat seksual para remaja yang menempuh pendidikan di sekolah

homogen berasrama.

b. Memahami dan memberikan gambaran bentuk pendampingan yang diberikan

oleh guru dan pendamping, dikaitkan dengan kebijakan dan/atau tata aturan

yang berlaku.

c. Memahami dan memberikan gambaran dinamika sosial dalam komunitas

sekolah homogen berasrama.

d. Menemukan bentuk pendampingan pengolahan hasrat seksual yang tepat

untuk para remaja yang menempuh pendidikan di sekolah homogen

berasrama.
Tujuan penelitian:

1. Ada 4 tujuan penelitian, Terlalu banyak tujuan benar itu? Bgaimana mencapainya dari
judul sdr,?
2. Apa benar yang sdr tulis ini? Menemukan bentuk pendampingan pengolahan hasrat seksual
yang tepat untuk para remaja yang menempuh pendidikan di sekolah homogen berasrama.

Tujuan penelitian yang benar:


Sebagai Sebuah Upaya Untuk Pemecahan Masalah Yang Terkait Dengan……..
Dan Membuktikan Bahwa Metode Transmutasi Adalah Metode Yang Paling
Tepat Dalam Pengendalian Dan Pengelolaaan Hasrat Seksual Pada Remaja
Yang Menempuh Pendidikan Di Sekolah Homogen Berasrama
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sekolah Homogen Berasrama

B. 1. Definisi Sekolah Homogen Berasrama

Sekolah dikategorikan menjadi dua macam, yaitu sekolah koedukasi dan non-

koedukasi (Mael et al, 2005). Sekolah koedukasi merupakan sekolah dengan siswa yang

berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Sekolah ini biasa dikenal dengan sekolah

heterogen. Sedangkan sekolah non-koedukasi merupakan sekolah dengan siswa salah satu

jenis kelamin saja atau biasa dikenal dengan sekolah homogen.

Meskipun tujuan dari pendidikan di sekolah homogen tidak jauh berbeda

dengan di sekolah heterogen, namun terdapat beberapa persoalan muncul pada remaja

yang menempuh pendidikan di sekolah homogen. Wahyuni, Dewi, & Hasratuddin (2014)

memaparkan bahwa remaja yang menempuh pendidikan di sekolah homogen cenderung

sulit menjalin hubungan sosial secara lebih luas. Hal ini dikarenakan tidak adanya kontak

sosial secara langsung antar jenis kelamin. Selain itu, para remaja ini juga lebih rentan

mengalami perubahan orientasi seksual (Putra, 2017).

Selain sekolah homogen dan heterogen, di Indonesia juga berkembang sekolah

yang berasrama (boarding school). Maksudin (2006) mendefinisikan sekolah yang

berasrama (boarding school) sebagai sekolah yang memiliki asrama sebagai tempat

belajar dan menjalani keseharian. Artinya segala jenis kebutuhan hidup dan kebutuhan

belajar siswa disediakan oleh sekolah karena para siswa secara total belajar di lingkungan

sekolah.

Kesimpulan

A.2. Indikator Sekolah Homogen Berasrama


Kesimpulan

B. Pengelolaan Hasrat Seksual Remaja laki-laki

B.1. Definisi Pengelolaan Hasrat Seksual Remaja laki-laki

Hasrat seksual (libido) merupakan dorongan seksual yang bertambah secara

bertahap hingga mencapai puncak intensitas dan disertai dengan penurunan secara tiba-

tiba ketika terdapat rangsangan (Freud dalam Sukinah, Alimin, & Rochyadi, 2010). Hill

(1937) menjelaskan bahwa hasrat seksual seperti dalam Hukum Kekekalan Energi di Ilmu

Fisika dimana hasrat seksual tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan, tetapi hanya dapat

berubah dari satu bentuk ke bentuk energi yang lain. Hasrat seksual semakin mengalami

peningkatan pada masa remaja. Hal ini seiring dengan mulai matangnya organ-organ

seksual, baik primer maupun sekunder. Matangnya organ seksual primer ditandai dengan

menstruasi pada remaja perempuan dan mimpi basah pada remaja laki-laki. Matangnya

organ seksual sekunder ditandai dengan tumbuhnya rambut di area organ reproduksi dan

bagian lainnya (Blegur, 2017).

Kematangan hasrat seksual ini dialami oleh setiap remaja, namun

percepatannya tidak sama. Affandi (dalam Soejoeti, 2001) memaparkan bahwa terdapat

dua faktor yang mempengaruhi cepat dan lambatnya kematangan seksual pada remaja.

Faktor tersebut adalah status gizi dan rangsangan audio-visual. Menurut Sarwono (2009),

hasrat seksual yang tinggi memunculkan dampak negatif dan hal ini mempengaruhi

psikologis remaja. Dampak negatif tersebut antara lain munculnya rasa bersalah dan

berdosa, takut, marah, depresi, cemas, serta rendah diri.

Kesimpulan

B.2. Indikator atau aspek Pengelolaan Hasrat Seksual Remaja Laki-2


Kesimpulan

B.3, Faktor-2 yang mempengaruhi Pengelolaan Hasrat SeksualRemaja Laki-2

Kesimpulan

C. Efektivitas Metode Transmutasi

C.1. Definisi Efektivitas Metode Transmutasi

Kesimpulan

D. C.2. Aspek-2 atau Indikator Efektivitas Metode Transmutasi

E. Remaja

Istilah remaja (adolescence) berasal dari kata adolescere yang artinya berubah

atau berkembang ke arah kedewasaan (Hurlock, 1996). Dalam tahapan perkembangan,

masa remaja menjadi masa transisi dari masa anak-anak menuju ke masa dewasa (Lubis

& Sepriani, 2018). Santrock (2019) memaparkan bahwa beberapa ahli membagi masa

remaja menjadi dua bagian, yaitu early adolescence dan late adolescence. Remaja yang

berada dalam rentang usia 11-19 tahun merupakan early adolescence, sedangkan remaja

yang hampir atau sudah memasuki usia 20 tahun masuk dalam kategori late adolescence.

Pada masa remaja, terjadi berbagai perubahan secara fisik, kognitif, dan

psikososial (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Lubis & Sepriani (2018) memaparkan pula

bahwa pada masa remaja, terjadi lonjakan pertumbuhan, munculnya ciri-ciri seksual

sekunder, tercapainya kesuburan, dan terjadi perubahan psikologis serta kognitif. Menurut

Badan Kesehatan Dunia (WHO), terdapat tiga batasan konseptual untuk remaja. Batasan

konseptual tersebut berkaitan dengan aspek biologis, psikologis, dan sosial ekonomi.

Berdasarkan aspek biologis, individu memasuki usia remaja ketika pertama kali mulai

muncul adanya tanda-tanda seksual sekunder hingga individu tersebut mencapai

kematangan seksual. Berdasarkan aspek psikologis, individu memasuki usia remaja


ketika individu mulai mengalami perkembangan psikologis dan perubahan pola

identifikasi dari anak-anak menjadi dewasa. Berdasarkan aspek sosial ekonomi, individu

memasuki usia remaja ketika individu tersebut mengalami peralihan dari ketergantungan

sosial ekonomi yang penuh menjadi lebih mandiri.

Erikson (dalam Rice & Dolgin, 2007) memaparkan bahwa masa remaja

merupakan masa moratorium, yaitu masa dimana individu mulai melakukan eksperimen

untuk menemukan identitas dan peran yang dapat diterima masyarakat. Selain itu, pada

masa ini individu juga akan mengalami berbagai perubahan dalam dirinya. Perubahan ini

meliputi fisik (biologis), kognitif, psikologis, kepribadian, moral, spiritual, dan lain

sebagainya.

Menurut Havighurst (dalam Ausubel, 2002) terdapat beberapa tugas

perkembangan yang harus dipenuhi individu di masa remaja. Tugas perkembangan

tersebut adalah sebagai berikut.

1. Secara positif menerima keadaan fisiknya dan menjalankan peran sesuai dengan

jenis kelaminnya.

2. Mampu menjalin relasi sosial dengan teman sejenis dan lawan jenis.

3. Mandiri secara emosional terhadap orang tua dan orang dewasa lainnya.

4. Dapat mencapai kemandirian ekonomi.

5. Dapat menentukan pilihan dan mempersiapkan suatu pekerjaan.

6. Mampu mengembangkan keterampilan intelektual dan konsep yang diperlukan

untuk kompetensi kewarganegaraan.

7. Dapat berperilaku yang bertanggungjawab secara sosial.

8. Mampu mempersiapkan pernikahan dan kehidupan keluarga.

9. Mampu membangun nilai-nilai yang sesuai dengan aturan yang berlaku.


F. Transmutasi

Transmutasi mengarah pada pengalihan atau penyaluran dari suatu energi

menjadi energi yang lain (Hill, 1937). Transmutasi mengarah pada perubahan bentuk

yang terjadi karena adanya pengalihan dan penyaluran. Berkaitan dengan hasrat seksual,

transmutasi membantu untuk mengubah dan menyalurkan hasrat seksual tersebut

menjadi bentuk lain, yaitu aktivitas pemikiran dan kreativitas lainnya sehingga hasrat

seksual ini tidak lagi disalurkan dalam bentuk fisik.

G dan H tidak perlu ditulis, tapi bahasan tentang


remaja masuk pengelolaan hasrat seksual.

G. Kerangka Teoritis efektivitas metode transmutasi terhadap pengolahan hasrat

seksual remaja laki-laki di sekolah homogen berasrama.

Buat bagan dan dinamika psikologisnya

H.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dengan metode campuran (mixed method)

yang menggabungkan antara pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Metode ini

mengombinasikan atau mengasosiasikan bentuk data kualitatif dan kuantitatif agar

memperluas pembahasan. Metode penelitian campuran melibatkan asumsi-asumsi

filosofis, aplikasi pendekatan kuantitatif dan kualitatif, serta pencampuran kedua

pendekatan dalam penelitian (Cresswell, 2009). Dalam penelitian ini, akan dilakukan

penggabungan metode penelitian kuasi eksperimen (quasi experiment method) dan

kualitatif. Metode penelitian kuasi eksperimen digunakan untuk mengukur pengaruh

suatu perlakuan terhadap subjek penelitian dalam kondisi yang dapat dikendalikan

(Sugiyono, 2016). Kalau sdr. akan memberikan perlakuan maka penelitiannya

adalah action research bukan mixed methods.

Judulnya berubah bukan:

Efektivitas Metode Transmutasi terhadap Pengolahan (atau Pengelolaan)


Hasrat Seksual Remaja Laki-Laki di Sekolah Homogen Berasrama
Tapi

Perngaruh Metode Transmutasi terhadap Pengolahan (atau Pengelolaan)


Hasrat Seksual Remaja Laki-Laki di Sekolah Homogen Berasrama

Dampaknya bab 1 juga berubah… harus ditunjukkan bahwa:


3. Ada banyak metode pengelolaan hasrat seksual
4. Metode transmutasi adalah metode yang paling baik, sertakan
alasan-2 pemikirannya kenapa dipilih transmutasi?
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh penerapan metode

transmutasi terhadap pengolahan hasrat seksual remaja yang menempuh pendidikan di

sekolah homogen berasrama. Transmutasi mengarah pada pengalihan atau penyaluran

dari suatu energi menjadi energi yang lain (Hill, 1937). Berkaitan dengan hasrat seksual,

transmutasi membantu untuk mengubah dan menyalurkan hasrat seksual tersebut menjadi

bentuk lain, yaitu aktivitas pemikiran dan kreativitas lainnya. Hasrat seksual ini tidak lagi

disalurkan dalam bentuk fisik.

B. Peserta Penelitian

Penelitian ini akan melibatkan remaja laki-laki yang menempuh pendidikan di

sebuah sekolah homogen berasrama di Magelang, Jawa Tengah. Sekolah ini merupakan

sekolah homogen berasrama khusus untuk laki-laki dengan kelompok usia antara 15

hingga 20 tahun.

C. Sumber Data dan Prosedur Pengambilan Data

1. Sumber Data

Dalam penelitian ini, data-data akan digali dengan menggunakan

wawancara semi-terstruktur, review dokumen partisipan (yang berupa buku refleksi,

catatan pendamping, dan catatan-catatan lain yang mendukung), dan menggunakan

Male Sexual Health Questionnaire (MSHQ) pada sub Sexual Activity and Desire.

Pada sub Sexual Activity and Desire dalam Male Sexual Health Questionnaire

(MSHQ), hal-hal yang akan digali adalah berkaitan dengan aktivitas seksual yang

dilakukan dalam satu bulan terakhir. Pertanyaan dalam sub Sexual Activity and

Desire terdiri dari 6 pertanyaan yang direspon dengan memilih satu dari 5 alternatif

pilihan jawaban.
2. Prosedur Pengambilan Data

Subjek penelitian dikelompokkan menjadi kelas kontrol dan kelas

eksperimen yang tidak dipilih secara acak. Pengumpulan data awal dilakukan secara

kuantitatif di tahap awal (pre-test) dan dilanjutkan dengan pengumpulan data

kualitatif yang dibangun berdasarkan data awal yang diperoleh pada tahap

sebelumnya. Pengumpulan data secara kualitatif bertujuan untuk memperdalam dan

memperkaya data kuantitatif.

Pada tahap berikutnya, peneliti akan memberikan perlakuan berupa

penerapan metode transmutasi pada kelas eksperimen. Peneliti kemudian melakukan

pengukuran pasca pemberian perlakuan (post-test) secara kuantitatif dan kualitatif.

Data yang diperoleh akan berupa data kuantitatif (angka) dan data kualitatif (uraian).

Analisis dan interpretasi data dilakukan dengan membandingkan dan

menghubungkan data-data yang diperoleh.

D. Prosedur Analisis dan Interpretasi Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data kuantitatif dan kualitatif.

Adapun tahapan analisis data kuantitatif terdiri dari analisis deskriptif, uji persyaratan

analisis, uji T (T-test), dan uji korelasi Pearson Product Moment menggunakan teknik

statistik inferensial. Pada tahapan analisis data secara kualitatif terdiri dari pengumpulan

data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

E. Kredibilitas

Kredibilitas data berkaitan dengan sejauh mana data dalam penelitian dapat

dipercaya (Sugiyono, 2013). Pengujian kredibilitas dilakukan dengan teknik triangulasi.


Metode triangulasi merupakan teknik yang digunakan untuk memeriksa keabsahan data

dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data yang diperoleh untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding (Moleong, 2010).

F. Etika Penelitian

Dalam penelitian ini menerapkan etika penelitian dengan memberikan lember

persetujuan (informed consent) kepada partisipan dan pendamping yang ada di sekolah.

Lembar persetujuan akan diberikan sebelum penelitian dilaksanakan.


Daftar Pustaka

Ausubel, D. P. (2002). Theory and Problems of Adolescent Development. iUniverse.

Blegur, J. (2017). Preferensi Perilaku Seksual Remaja. Jurnal Psikologi Proyeksi, Vol.11

(2), 9-20. ISSN : 1907-8455. DOI: http://dx.doi.org/10.30659/jp.12.2.9-20.

BKKBN. (2017). Survei Demografi Dan Kesehatan : Kesehatan Reproduksi Remaja

2017. Badan Kependudukan Dan Keluarga Berencana Nasional, 1–606.

http://www.dhsprogram.com.

Creswell. (2009). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed

(Edisi Ketiga). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hill. (1937).

Hurlock, E. B. (1996). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang

Rentang Kehidupan Edisi kelima. Jakarta: Erlangga.

Lubis, N. L. & Sepriani, E. (2018). Effect Of Use And Intensity Of Social Media Using

Sexual Behavior Teenager In Sma Swasta Prayatna Medan 2015. 2nd International

Conference on Social and Political Development. Advances in Social Science, Education

and Humanities Research, Volume 136.

Mael, Fred, A. Alonso, D. Gibson, K. Rogers, and M. Smith. (2005). Single Sex

Versus Coeducational Schooling: A Systematic Review. U.S Department of

Education.

Maksudin. (2006). Pendidikan Nilai Sistem Boarding School di SMP IT Abu Bakar

(Hasil Penelitian Untuk Disertasi). Yogyakarta: Program Pascasarjana UIN Sunan

Kalijaga.

Moleong, L. J. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Papalia, Olds, & Feldman. (2009). Human Development. Terjemahan. Buku 1 Edisi

10. Jakarta: Salemba Humanika.


Papalia, Olds, & Feldman. (2009). Human Development. Terjemahan. Buku 2 Edisi

10. Jakarta: Salemba Humanika.

Putra, F. (2017). Ketercapaian Tugas-tugas Perkembangan Siswa Pondok Pesantren dan

Implikasinya dalam Bimbingan dan Konseling. Jurnal Counseling Care, 1 (1), 27–34.

Santrock, J. W. (2019). Adolescence (17th ed.). McGraw-Hill Education.

Soejoeti, S. Z. (2001). Perilaku seks di kalangan remaja dan permasalahannya. Media

Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan.

Sukinah, Alimin, Z., & Rochyadi, E. (September, 2010). Penanganan Penyaluran

Dorongan Seksual Remaja Autis. Jurnal Penelitian Ilmu Pendidikan Vol. 03 No. 2.

Wahyuni, W., Dewi, I., & Hasratuddin, H. (2014). Perbedaan Peningkatan Kemampuan

Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis antara Siswa Kelas Heterogen Gender

dengan Kelas Homogen Gender melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah di MTS

Kota Langsa. Jurnal Pendidikan Matematika, 7 (1).

Wirawan, S. (2002). Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai