Dosen Pembimbing:
Prof. Drs. Koentjoro, MBSc., Ph. D., Psikolog
Disusun oleh:
….……………………..
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jelaskan Masalahnya apa? Bukti2nya apa? (tunjukkan bukti-2 dari hasil wawancara
dan observasi…. kemudian simpulkan). Seharusnya bagaimana? Apa dampak dan
pentingnya penelitian ini dilakukan.
Setelah itu baru tulisan sdr ini….
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak dan dewasa.
Individu dimasukkan ke dalam kategori remaja ketika yang telah memasuki jenjang SMP
dan SMA atau ketika remaja telah mengalami menstruasi pada perempuan dan mimpi
basah pada laki-laki. Definisi ini sejalan dengan penjelasan Kartono (2005) yang
memaparkan bahwa pada masa remaja terjadi perubahan besar berkaitan dengan
kematangan fungsi rohaniah dan jasmaniah, terutama fungsi seksual. Di tahapan ini, para
remaja mengalami pubertas yang menyebabkan berbagai aspek dalam diri berubah secara
pesat karena adanya peralihan dari mahluk aseksual menjadi makhluk seksual. Kata
pubertas berasal dari kata latin yang berarti “usia kedewasaan”. Kata ini lebih
menunjukkan pada perubahan fisik daripada perubahan perilaku yang terjadi pada saat
individu secara seksual menjadi matang dan mampu memperbaiki keturunan (Hurlock,
1996). Oleh sebab itu, pada tahapan perkembangan ini, para remaja akan memiliki
ketertarikan yang besar untuk menjalin relasi dengan lawan jenis dan meningkatnya hasrat
Dorongan ini berasal dari dalam diri individu, namun dipicu oleh berbagai faktor baik
eksternal maupun internal. Freud (dalam Sukinah, Alimin, & Rochyadi, 2010)
mendefinisikan hasrat seksual (libido) sebagai dorongan seksual yang bertambah secara
bertahap hingga mencapai puncak intensitas dan disertai dengan penurunan secara tiba-tiba
ketika terdapat rangsangan (Freud dalam Sukinah, Alimin, & Rochyadi, 2010).
Meningkatnya hasrat seksual pada remaja ini tentunya hal yang perlu menjadi
perhatian bagi orangtua, para pendidik, dan para pemerhati remaja lainnya. Hal ini
remaja pada perilaku seksual berisiko jika tidak didampingi secara tepat. Berdasarkan
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2017 yang dilakukan oleh
BKKBN diperoleh data sekitar 2% remaja wanita dan 8% remaja pria usia 15 - 24 tahun
sudah melakukan hubungan seksual sebelum menikah dan 11% di antaranya mengalami
kehamilan yang tidak diinginkan. 59% remaja wanita dan 74% remaja pria yang telah
kecenderungan untuk tertarik pada sesama jenis (homoseksual). Hal ini dikarenakan
tingginya intensitas pertemuan. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh You (2010) yang memaparkan bahwa remaja laki-laki yang bersekolah di sekolah
menyimpang dapat terjadi. Para remaja laki-laki yang memilih untuk menempuh
pendidikan tingkat SMA di sekolah homogen berasrama tentu mengalami dinamika yang
berbeda dengan remaja pada umumnya. Sejak awal proses pendidikannya, diharapkan para
remaja menyadari konsekuensi dari pilihan menempuh pendidikan di sekolah ini.
Terutama berkaitan dengan kebebasan menjalin relasi dengan lawan jenis dan menyikapi
hasrat seksual yang muncul dalam dirinya. Pilihan untuk menempuh pendidikan di sekolah
homogen berasrama yang bersamaan dengan semakin meningkatnya hasrat seksual dalam
diri remaja ini tentu menjadi persoalan besar. Tidak sedikit remaja yang kemudian
Persoalan ini masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi para pendamping dari
remaja ini dalam mengolah hasrat seksualnya. Salah satunya adalah dengan metode
sublimasi dimana hasrat seksual yang muncul disalurkan ke dalam kegiatan-kegiatan yang
dapat diterima secara sosial. Akan tetapi, hal ini dirasa masih kurang mampu memfasilitasi
para remaja. Ditambah dengan masih adanya pandangan bahwa mendiskusikan hal-hal
persoalan ini, maka para pendamping mulai perlu mengupayakan metode baru yang dirasa
dapat menjawab kebutuhan mereka. Salah satu metode yang dinilai dapat menjadi solusi
adalah transmutasi. Transmutasi mengarah pada pengalihan atau penyaluran dari suatu
energi menjadi energi yang lain (Hill, 1937). Berkaitan dengan hasrat seksual, transmutasi
membantu untuk mengubah dan menyalurkan hasrat seksual tersebut menjadi bentuk lain,
yaitu aktivitas pemikiran dan kreativitas lainnya. Hasrat seksual ini tidak lagi disalurkan
dalam bentuk fisik. Pendekatan ini diharapkan menjadi alternatif solusi bagi para remaja di
Seminari.
pendekatan dalam penelitian (Cresswell, 2009). Dalam penelitian ini, akan dilakukan
kualitatif. Metode penelitian kuasi eksperimen digunakan untuk mengukur pengaruh suatu
perlakuan terhadap subjek penelitian dalam kondisi yang dapat dikendalikan (Sugiyono,
2016). Dalam penelitian kuasi eksperimen, subjek penelitian dikelompokkan menjadi kelas
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh penerapan metode
sekolah homogen berasrama. Transmutasi mengarah pada pengalihan atau penyaluran dari
suatu energi menjadi energi yang lain (Hill, 1937). Berkaitan dengan hasrat seksual,
transmutasi membantu untuk mengubah dan menyalurkan hasrat seksual tersebut menjadi
bentuk lain, yaitu aktivitas pemikiran dan kreativitas lainnya. Hasrat seksual ini tidak lagi
B. Masalah Penelitian
a. Bagaimana para remaja memandang dan menyikapi hasrat seksual yang ada
pada dirinya?
C. Tujuan Penelitian
Mengacu dari masalah rumusan permasalahan dalam penelitian, maka tujuan dari
homogen berasrama.
oleh guru dan pendamping, dikaitkan dengan kebijakan dan/atau tata aturan
yang berlaku.
berasrama.
Tujuan penelitian:
1. Ada 4 tujuan penelitian, Terlalu banyak tujuan benar itu? Bgaimana mencapainya dari
judul sdr,?
2. Apa benar yang sdr tulis ini? Menemukan bentuk pendampingan pengolahan hasrat seksual
yang tepat untuk para remaja yang menempuh pendidikan di sekolah homogen berasrama.
TINJAUAN PUSTAKA
Sekolah dikategorikan menjadi dua macam, yaitu sekolah koedukasi dan non-
koedukasi (Mael et al, 2005). Sekolah koedukasi merupakan sekolah dengan siswa yang
berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Sekolah ini biasa dikenal dengan sekolah
heterogen. Sedangkan sekolah non-koedukasi merupakan sekolah dengan siswa salah satu
dengan di sekolah heterogen, namun terdapat beberapa persoalan muncul pada remaja
yang menempuh pendidikan di sekolah homogen. Wahyuni, Dewi, & Hasratuddin (2014)
sulit menjalin hubungan sosial secara lebih luas. Hal ini dikarenakan tidak adanya kontak
sosial secara langsung antar jenis kelamin. Selain itu, para remaja ini juga lebih rentan
berasrama (boarding school) sebagai sekolah yang memiliki asrama sebagai tempat
belajar dan menjalani keseharian. Artinya segala jenis kebutuhan hidup dan kebutuhan
belajar siswa disediakan oleh sekolah karena para siswa secara total belajar di lingkungan
sekolah.
Kesimpulan
bertahap hingga mencapai puncak intensitas dan disertai dengan penurunan secara tiba-
tiba ketika terdapat rangsangan (Freud dalam Sukinah, Alimin, & Rochyadi, 2010). Hill
(1937) menjelaskan bahwa hasrat seksual seperti dalam Hukum Kekekalan Energi di Ilmu
Fisika dimana hasrat seksual tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan, tetapi hanya dapat
berubah dari satu bentuk ke bentuk energi yang lain. Hasrat seksual semakin mengalami
peningkatan pada masa remaja. Hal ini seiring dengan mulai matangnya organ-organ
seksual, baik primer maupun sekunder. Matangnya organ seksual primer ditandai dengan
menstruasi pada remaja perempuan dan mimpi basah pada remaja laki-laki. Matangnya
organ seksual sekunder ditandai dengan tumbuhnya rambut di area organ reproduksi dan
percepatannya tidak sama. Affandi (dalam Soejoeti, 2001) memaparkan bahwa terdapat
dua faktor yang mempengaruhi cepat dan lambatnya kematangan seksual pada remaja.
Faktor tersebut adalah status gizi dan rangsangan audio-visual. Menurut Sarwono (2009),
hasrat seksual yang tinggi memunculkan dampak negatif dan hal ini mempengaruhi
psikologis remaja. Dampak negatif tersebut antara lain munculnya rasa bersalah dan
Kesimpulan
Kesimpulan
Kesimpulan
E. Remaja
Istilah remaja (adolescence) berasal dari kata adolescere yang artinya berubah
masa remaja menjadi masa transisi dari masa anak-anak menuju ke masa dewasa (Lubis
& Sepriani, 2018). Santrock (2019) memaparkan bahwa beberapa ahli membagi masa
remaja menjadi dua bagian, yaitu early adolescence dan late adolescence. Remaja yang
berada dalam rentang usia 11-19 tahun merupakan early adolescence, sedangkan remaja
yang hampir atau sudah memasuki usia 20 tahun masuk dalam kategori late adolescence.
Pada masa remaja, terjadi berbagai perubahan secara fisik, kognitif, dan
psikososial (Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Lubis & Sepriani (2018) memaparkan pula
bahwa pada masa remaja, terjadi lonjakan pertumbuhan, munculnya ciri-ciri seksual
sekunder, tercapainya kesuburan, dan terjadi perubahan psikologis serta kognitif. Menurut
Badan Kesehatan Dunia (WHO), terdapat tiga batasan konseptual untuk remaja. Batasan
konseptual tersebut berkaitan dengan aspek biologis, psikologis, dan sosial ekonomi.
Berdasarkan aspek biologis, individu memasuki usia remaja ketika pertama kali mulai
identifikasi dari anak-anak menjadi dewasa. Berdasarkan aspek sosial ekonomi, individu
memasuki usia remaja ketika individu tersebut mengalami peralihan dari ketergantungan
Erikson (dalam Rice & Dolgin, 2007) memaparkan bahwa masa remaja
merupakan masa moratorium, yaitu masa dimana individu mulai melakukan eksperimen
untuk menemukan identitas dan peran yang dapat diterima masyarakat. Selain itu, pada
masa ini individu juga akan mengalami berbagai perubahan dalam dirinya. Perubahan ini
meliputi fisik (biologis), kognitif, psikologis, kepribadian, moral, spiritual, dan lain
sebagainya.
1. Secara positif menerima keadaan fisiknya dan menjalankan peran sesuai dengan
jenis kelaminnya.
2. Mampu menjalin relasi sosial dengan teman sejenis dan lawan jenis.
3. Mandiri secara emosional terhadap orang tua dan orang dewasa lainnya.
menjadi energi yang lain (Hill, 1937). Transmutasi mengarah pada perubahan bentuk
yang terjadi karena adanya pengalihan dan penyaluran. Berkaitan dengan hasrat seksual,
menjadi bentuk lain, yaitu aktivitas pemikiran dan kreativitas lainnya sehingga hasrat
H.
BAB III
METODE PENELITIAN
pendekatan dalam penelitian (Cresswell, 2009). Dalam penelitian ini, akan dilakukan
suatu perlakuan terhadap subjek penelitian dalam kondisi yang dapat dikendalikan
dari suatu energi menjadi energi yang lain (Hill, 1937). Berkaitan dengan hasrat seksual,
transmutasi membantu untuk mengubah dan menyalurkan hasrat seksual tersebut menjadi
bentuk lain, yaitu aktivitas pemikiran dan kreativitas lainnya. Hasrat seksual ini tidak lagi
B. Peserta Penelitian
sebuah sekolah homogen berasrama di Magelang, Jawa Tengah. Sekolah ini merupakan
sekolah homogen berasrama khusus untuk laki-laki dengan kelompok usia antara 15
hingga 20 tahun.
1. Sumber Data
Male Sexual Health Questionnaire (MSHQ) pada sub Sexual Activity and Desire.
Pada sub Sexual Activity and Desire dalam Male Sexual Health Questionnaire
(MSHQ), hal-hal yang akan digali adalah berkaitan dengan aktivitas seksual yang
dilakukan dalam satu bulan terakhir. Pertanyaan dalam sub Sexual Activity and
Desire terdiri dari 6 pertanyaan yang direspon dengan memilih satu dari 5 alternatif
pilihan jawaban.
2. Prosedur Pengambilan Data
eksperimen yang tidak dipilih secara acak. Pengumpulan data awal dilakukan secara
kualitatif yang dibangun berdasarkan data awal yang diperoleh pada tahap
Data yang diperoleh akan berupa data kuantitatif (angka) dan data kualitatif (uraian).
Adapun tahapan analisis data kuantitatif terdiri dari analisis deskriptif, uji persyaratan
analisis, uji T (T-test), dan uji korelasi Pearson Product Moment menggunakan teknik
statistik inferensial. Pada tahapan analisis data secara kualitatif terdiri dari pengumpulan
E. Kredibilitas
Kredibilitas data berkaitan dengan sejauh mana data dalam penelitian dapat
dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data yang diperoleh untuk keperluan
F. Etika Penelitian
persetujuan (informed consent) kepada partisipan dan pendamping yang ada di sekolah.
Blegur, J. (2017). Preferensi Perilaku Seksual Remaja. Jurnal Psikologi Proyeksi, Vol.11
http://www.dhsprogram.com.
Hill. (1937).
Lubis, N. L. & Sepriani, E. (2018). Effect Of Use And Intensity Of Social Media Using
Sexual Behavior Teenager In Sma Swasta Prayatna Medan 2015. 2nd International
Mael, Fred, A. Alonso, D. Gibson, K. Rogers, and M. Smith. (2005). Single Sex
Education.
Maksudin. (2006). Pendidikan Nilai Sistem Boarding School di SMP IT Abu Bakar
Kalijaga.
Papalia, Olds, & Feldman. (2009). Human Development. Terjemahan. Buku 1 Edisi
Implikasinya dalam Bimbingan dan Konseling. Jurnal Counseling Care, 1 (1), 27–34.
Dorongan Seksual Remaja Autis. Jurnal Penelitian Ilmu Pendidikan Vol. 03 No. 2.
Wahyuni, W., Dewi, I., & Hasratuddin, H. (2014). Perbedaan Peningkatan Kemampuan
Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis antara Siswa Kelas Heterogen Gender
dengan Kelas Homogen Gender melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah di MTS