Anda di halaman 1dari 10

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA

DENGAN SIKAP TERHADAP SEKS PRANIKAH PADA REMAJA

Fiandari Nor Afiah


Santi Esterlita Purnamasari
Fakultas psikologi Universitas Wangsa Manggala Yogyakarta

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara keharmonisan
keluarga dengan sikap terhadap seks pranikah pada remaja. Hipotesis yang diajukan
dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara keharmonisan keluarga
dengan sikap terhadp seks pranikah. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa
Fakultas Psikologi sebanyak 70 orang, laki-laki 36 orang dan perempuan 34 orang.
Alat ukur yang digunakan adalah skala keharmonisan keluarga dan skala sikap
terhadap seks prnikah. Analisa penelitian ini menggunakan teknik korelasi product
moment dari Pearson. Hasil analisis menunjukkan nilai rxy sebesar -0,354 (p<0,01).
Hal ini berarti ada hubungan negatif yang sangat siginifikan antara keharmonisan
keluarga dengan sikap terhadp seks pranikah. Dengan demikian, hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini diterima. Variabel keharmonisan keluarga memberikan
sumbangan sebesar 12,5%, terhadap sikap terhadap seks pranikah, sedangkan 87,5%
dipengaruhi oleh faktor lainya. Yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

Kata kunci : keharmonisan keluarga, sikap terhadap seks pranikah

Pendahuluan kalangan remaja, dari tahun ke tahun semakin


Masa remaja merupakan masa yang meningkat, yaitu dari 5% pada tahun 1980-an
rentan dalam perkembangan psikologisnya. menjadi 20% pada tahun 2000. Data tersebut
Pada masa ini kondisi psikis remaja sangat diperoleh dari hasil penelitian di bebragai kota
labil. Hal tersebut disebabkan karena pada besar di Indonesia, seperti Palu, Banjarmasin,
masa remaja terjadi pergolakan berbagai Jakarta, dan Surabaya. Bahkan di Palu dan
macam perasaan atau emosi yang terkadang Banjarmasin pada akhir tahun 2000, tercatat
satu dengan yang lain saling bertentangan. 29,9% remaja pernah melakukan aktivitas seks
Akibatnya remaja menjadi terombang-ambing pranikah (Nugraha, 2004). Survei pada tahun
(Daradjat, 1970). Hal ini terjadi karena saat 2001 di kota Yogyakarta, menunjukkan bahwa
seseorang memasuki masa remaja, mulai sebanyak 97,05% mahasiswa telah melakukan
muncul dorongan seksual dalam dirinya dan aktivitas seks pranikah (Widjanarko, 2004).
muncul pula minat merka dalam membina Survey yang dilakukan PSW UNY di
hubungan sosial yang terfokus pada lawan Yogyakarta antara bulan Mei-November 2003
jenis (Hurlock, 1973). menunjukkan sebanyak 59,1% mahasiswa
Melakukan hubungan seks sebelum menganggap bahwa aktivitas seks pranikah
menikah (seks pranikah) merupakan salah satu boleh dilakukan (Haryati, 2004).
bentuk perilaku seksual yang dapat muncul Penelitian yang dilakukan oleh tim
sehubungan dengan adanya dorongan seksual Fakultas Psikologi Universitas Padjajaran
dan kebutuhan sosial dalam diri remaja. tahun 1999 mendapatkan hasil bahwa remaja
Dorongan seksual tersebut akan yang pernah melakukan aktivitas seks
mempengaruhi sikap dan perilaku remaja pranikah di Bandung sebanyak 21,75%,
(Dhedhe, 2002). Perilaku seks pranikah Cirebon sebanyak 31,6%, Bogor sebanyak
banyak terjadi di kalangan remaja. Bahkan 30,85% dan Sukabumi sebanyak 26,97%
kasus-kasus perilaku seks pranikah di (Mayasari &Hadjam, 2000). Survei lain yang
dilakukan oleh LDFEUI dan NFPCB di empat segala bentuk aktivitas seks yang dilakukan
provinsi (Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Bali oleh laki-laki dan perempuan yang berlum
dan Sulawesi Utara), hasilnya menunjukkan terikat perkawinan yang sah di antara
bahwa sebanyak 2,9% remaja telah aktif keduanya, baik yang bersifat penetratif
secara seksual dan yang telah mempraktekkan maupun yang tidak. Sikap dapat diwujudkan
seks pranikah sebanyak 3,4% pada remaja dalam bentuk menyetujui atau menolak seks
putra dan 2,3% pada remaja putri pranikah. Individu yang setuju dengan seks
(Rochmawati, 2000). pranikah akan cenderung memiliki sikap yang
Pada kasus-kasus di atas, tampak positif terhadap seks pranikah, sebaliknya
bahwa saat ini para remaja cenderung individu yang tidak setuju dengan seks
memiliki sikap permisif terhadap seks pranikah akan memiliki sikap yang negatif
pranikah. Sikap itu sendiri adalah suatu terhadap seks pranikah.
pandangan atau perasaan yang disertai oleh Perilaku seksual itu sendiri adalah
kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan segala bentuk perilaku yang didorong oleh
objeknya (Gerungan, 2004). Menurut Azwar hasrat seksual baik dengan lawan kenis atau
(1998) sikap adalah respon evaluatif individu dengan sejenis. Bentuk perilaku seksual yang
terhadap suatu objek. Sedangkan menurut dilakukan dapat bermacam-macam, mulai dari
Rahmat (1992) sikap adalah kecenderungan perasaan tertarik, sampai pada tingkah laku
untuk bertindak, berpersepsi, berpikir dan berkencan, bercumbu, dan bersenggama
merasa dalam menghadapi ide, situasi dan (Sarwono, 2003). SIECUS (dalam Wagner &
nilai yang memiliki daya dorong atau Irawan, 1997) menambahkan bahwa
motivasi, relatif menetap, mengandung aspek keterlibatan secara seksual dengan orang lain
evaluatif (mengandung nilai yang bukan hanya bersenggama. Perilaku seksual
menyenangkan dan tidak menyenangkan) dan yang dilakukan beragam bentuknya, seperti :
merupakan hasil belajar. Ditambahkan oleh berpelukan, berciuman, membelai,
Walgito (1991) bahwa sikap adalah organisasi berpegangan tangan, fantasi, memijat, bahkan
pendapat, keyakinan seseorang mengenai bertelanjang dan ungkapan seksual lainnya
objek atau situasi yang relatif tetap, yang yang memberi dan merespon perasaan senang
disertai adanya perasaan tertentu dan atau kenikmatan terhadap diri sendiri atau
memberikan dasar pada orang tersebut untuk pasangan.
membuat respon atau berperilaku dengan cara- Sikap terhadap seks pranikah,
cara tertentu yang dipilihnya. Objek sikap dibentuk dengan 3 komponen yaitu : kognitif,
dalam penelitian ini adalah seks pranikah. afekti dan konatif (Walgito, 1991). Konponen
PKBI (1999) menyatakan bahwa seks kognitif adalah kemampuan individu untuk
pranikah adalah perilaku seksual yang menyerap ilmu pengetahuan yang diajarkan.
dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang Hal ini berhubungan dengan kemampuan
belum terikat perkawinan sah di antara intelektual dan taraf kecerdasan individu
keduanya. Perilaku tersebut dapat berupa tersebut. Komponen afektif adalah perasaan
hubungan seksual yang non penetratif (penis atau emosi individu terhadap suatu objek. Hal
yang tidak dimasukkan maupun hubungan ini dapat diartikan bahwa perilaku seks
seksual yang penetratif (penis dimasukkan ke pranikah dapat dirasakan menyenangkan atau
dalam vagina atau anus). Dhede (2002) tidak menyenangkan, disukai atau tidak
menambahkan bahwa seks pranikah disukai. Terakhir, komponen konatif, yaitu
merupakan perilaku seks yang dilakukan tanpa mencakup kesiapan individu untuk bertingkah
melalui proses pernikahan resmi menurut laku yang berkaitan dengan sikap. Jika
hukum maupun agama dan kepercayaan individu bersikap positif pada perilaku seks
masing-masing individu. Jika dikaitkan pranikah, maka akan cenderung untuk
dengan seks pranikah maka sikap terhadap membantu atau mendukung perilaku tersebut.
seks pranikah adalah respon evaluatif individu Sebaliknya jika individu bersikap nagatif
terhadap suatu objek sikap, yaitu terhadap maka akan cenderung untuk menghukum,
memusnahkan atau merusak perilaku seks Kondisi keluarga yang harmonis,
pranikah. ditandai dengan suatu bentuk komunikasi yang
Adanya sikap terhadap seks pranikah baik antara orangtua dengan anak, bapak
pada remaja, dipengaruhi oleh banyak faktor. dengan ibu dan antara anak dengan
Menurut Walgito (1991) faktor yang dapat saudaranya. Komunikasi yang terjadi tidak
mempengaruhi sikap adalah faktor eksternal bersifat satu arah (dari orangtua pada
(faktor yang ada di luar diri individu) yang anaknya), tetapi anak juga memiliki kebebasan
meliputi pengaruh kebudayaan (Azwar, 1998), dalam mengemukakan pendapat. Keterbukaan
media massa (Azwar, 1998), pengaruh orang komunikasi terjalin karena adanya sikap
lain yang dianggap penting (Azwar, 1998), terbuka, jujur, saling memperhatikan dan
fungsi keluarga untuk menanamkan moral dan mencintai, serta adanya sikap orangtua yang
keterbukaan komunikasi (Wahyurini & melindungi anak (Wahyurini & Ma’shum,
Ma’shum, 2001), tabu dan larangan (Sarwono, 2001). Hal tersebut dipertegas oleh Stinet dan
2003), kurangnya informasi tentang seks DeFrain (dalam Hawari, 2004) yang
(Sarwono, 2003), pergaulan yang semakin menyatakan bahwa terdapat enam karakteristik
bebas (Sarwono, 2003), serta faktor social keluarga yang dapat dikategorikan sebagai
(Bruess & Greenberg, 1981). Ditambahkan keluarga yang sehat dan bahagia, yaitu : (1)
lagi oleh Wahyurini & Ma’shum (2001), adanya kehidupan beragam adalam keluarga,
faktor lain yang turut mempengaruhi adalah (2) memiliki waktu untuk bersama, (3)
faktor keharmonisan keluarga. Faktor lainnya memiliki pola komunikasi yang bagi baik
adalah faktor internal (faktor yang ada di sesama anggota keluarga, (4) saling
dalam diri individu) yang meliputi faktor menghargai satu dengan yang lain, (5) masing-
biologis (Bruess & Greenberg, 1981), masing anggota keluarga merasa terikat dalam
psikologis (Bruess & Greenberg, 1981), moral ikatan keluarga sebagai kelompok, (6) bila
(Bruess & Greenberg, 1981), meningkatnya terjadi suatu permasalahan dalam keluarga,
libido seksual (Sarwono, 2003), emosional mampu untuk menyelesaikan secara positif
(Azwar, 1998) dan fisik (Mappiare, 1982). dan konstruktif. Secara singkat masing-masing
Faktor yang diangkat dalam penelitian ini karakteristik tersebut dapat diuraikan sebagai
adalah faktor keharmonisan keluarga. berikut :
Lingkungan keluarga memiliki pengaruh yang 1. Menciptakan kehidupan beragama dalam
sangat besar terhadap pembentukan sikap dan keluarga, yang ditandai dengan adanya
perilaku individu. rasa aman dan kasih sayang antara
Lingkungan keluarga yang anggota keluarga yang saling mencintai
dimaksudkan adalah lingkungan keluarga yang dan dicintai.
harmonis. Menurut Walgito (1991) 2. Mempunyai waktu bersama dalam
keharmonisan kehidupan keluarga adalah keluarga, yaitu waktu yang diluangkan
berkumpulnya unsur fisik dan psikis yang oleh ayah dan ibu untuk berkumpul
berbeda antara pria dan wanita sebagai dengan anak-anaknya.
pasangan suami istri, yang dilandasi oleh 3. Mempunyai komunikasi yang baik antara
berbagai unsur persamaan; seperti saling dapat sesama anggota keluarga. Komunikasi
memberi dan menerima cinta kasih yang tulus antar anggota keluarga sangat penting
dan memiliki nilai-nilai yang serupa dalam selain untuk menghilangkan
perbedaan. Menurut Gunarsa dan Gunarsa kesalahpahaman, juga agar antar anggota
(2001) keharmonisan keluarga adalah keadaan keluarga dapat dengan secepatnya
keluarga yang utuh dan bahagia, didalamnya menyelesaikan berbagai permasalahan
ada ikatan kekeluargaan yang memberikan yang dihadapi anak. Komunikasi dua arah
rasa aman dan tentram bagi setiap anggotanya. antara orangtua dan anak dalam suasana
Selain itu adanya hubungan baik antara ayah- yang kondusif akan membuat anak selalu
ibu, ayah-anak dan ibu-anak. terikat secara psikologis dengan kedua
orangtuanya. Bila terdapat permasalahan
pada diri anak, maka anak akan dalam lingkungan tersebut akan memiliki
berkonsultasi dengan kedua orangtuanya. sikap yang permisif terhadap seks pranikah.
4. Saling menghargai sesama anggota Ditambahkan lagi oleh Walgito (1991) bahwa
keluarga. Rasa hormat pada anak terhadap suatu keluarga yang terbiasa membicarakan
orangtua dan kewibawaan orangtua dapat masalah seksualitas atau seks pranikah pada
ditegakkan dengan cara memberikan anak-anaknya, akan membuat anak-anaknya
apresiasi terhadap prestasi anak. tersebut memiliki sikap yang negatif terhadap
5. Keluarga sebagai ikatan kelompok. seks pranikah. Hal ini dapat terjadi karena
Masing-masing anggota keluarga merasa terbentuknya pemahaman, keyakinan,
terikat dalam keluarga sebagai suatu pengetahuan serta pengalaman mengenai
ikatan kelompok yang kuat, erat dan tidak akibat buruk yang ditimbulkan dari seks
longgar. Keterikatan ini sangat penting pranikah, sehingga remaja akan cenderung
agar masing-masing anggota keluarga menghindari perilaku tersebut.
tidak berjalan sendiri-sendiri. Wahyurini dan Ma’shum (2001)
6. Kemampuan menyelesaikan masalah. Bila menyatakan bahwa kondisi keluarga yang
terjadi permasalahan dalam keluarga, harmonis ditandai dengan suatu bentuk
anggota keluarga mampu komunikasi yang baik antara bapak dan ibu,
menyelesaikannya secara positif dan orangtua dengan anak dan anak dengan
konstruktif. Hal ini sangat tergantung saudaranya. Jadi komunukasi tidak hanya
pada faktor kepribadian kedua orangtua, berjalan satu arah dari orangtua pada anak,
orangtua harus menjadi panutan bagi tetapi anak juga memiliki kebebasan dalam
anak-anaknya. mengemukakan pendapat. Keterbukaan
Dalam usaha remaja untuk mencari komunikasi yang terjalin dalam rumah
tahu tentang masalah seksualitas, remaja tersebut, terbentuk karena adanya sikap
terkadang mendapat hambatan dari orangtua orangtua yang melindungi anak. Keluarga
dan masyarakat yang masih menganggap yang sering membicarakan permasalahan
seksualitas tabu untuk dibicarakan. Hal mengenai seksualitas atau seks pranikah akan
tersebut dapat mempengaruhi terbentuknya menyebabkan remaja memiliki suatu sikap
sikap remaja, khususnya sikap terhadap negative terhadap seks pranikah. Hal ini
seksualitas ataupun sikap terhadap seks disebabkan karena adanya pemahaman,
pranikah. Sikap yang dimiliki remaja bisa keyakinan, pengetahuan dan pengalaman
positif/baik ataupun negatif/buruk, tergantung tentang akibat buruk yang ditimbulkan dari
bagaimana remaja tersebut memahami dan seks pranikah. Pada akhirnya remaja akan
memandang perilaku seks pranikah. Seorang berusaha menghindari perilaku tersebut
remaja yang memiliki sikap negatif terhadap (Walgito, 1991).
seks pranikah cenderung tidak akan Kualitas hubungan dengan orangtua
melakukan seks pranikah dan berusaha sangat menentukan sikap dan perilaku anak,
menghindari perilaku tersebut, karena remaja terumtama remaja yang sudah memiliki
menganggap bahwa perilaku tersebut tidak kepekaan emosional yang tinggi. Oleh karena
baik dilakukan terkait dengan dampaknya, itu, kualitas hubungan dengan orangtua akan
seperti kehamilan yang tidak dikehendaki. mempengaruhi bagaimana individu melihat
Pernyataan ini didukung oleh pendapat Azwar dirinya sendiri, yang memunculkan sikap puas
(1998) yang menyatakan bahwa lingkungan dan tidak puas (Wagito, 1991). Remaja yang
dimana seseorang hidup dan dibesarkan akan merasa tidak dihargai kemampuannya dan
memiliki pengaruh yang besar terhadap dipahami keinginannya serta tidak diterima
pembentukkan sikap dan perilaku seseorang oleh lingkungan sekitar, terutama oleh
tersebut. Lingkungan yang menganggap seks orangtua di rumah, akan cenderung lari dari
pranikah itu boleh dilakukan dan perilaku rumah, mencari teman untuk mendapatkan
tersebut biasa dilakukan oleh warganya, maka perhatian. Padahal dalam banyak hal hal
akan mengakibatkan individu yang ada di remaja belum mampu menanggulangi imej-
imej dan ide-ide yang ada dalam benak Variabel dalam penelitian ini adalah
remaja, dri film, majalah, music dan televisi. sikap terhadap seks pranikah sebagai variabel
Perubahan dalam nilai-nilai cultural dan tergantung dan keharmonisan keluarga sebagai
keluarga ini telah membuat banyak remaja variabel bebas. Secara operasional, sikap
merasa kesepian, bingung dan penuh tekanan terhadap seks pranikah dapat didefinisikan
sehingga seringkali melakukan tindakan yang sebagai respon evaluatif individu terhadap
tidak benar, misalnya seks pranikah (Sa’ad, suatu objek sikap yaitu terhadap segala bentuk
2003). aktivitas seks yang dilakukan oleh laki-laki
Kondisi keluarga harmonis dapat dan perempuan yang belum terikat dalam
membantu terbentuknya sikap negatif pada perkawinan yang sah antara keduanya, baik
remaja terhadap seks pranikah. Keharmonisan yang bersifat penetratif maupun non penetratif.
keluarga tidak akan tercapai apabila tidak ada Sikap tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk
faktor-faktor yang mendukung seperti menyetujui seks pranikah atau menolak seks
komunikasi antara orangtua dan anak (Hawari, pranikah. Individu yang menyetujui seks
2004). Orangtua harus mengkomunikasikan pranikah memiliki sikap yang positif terhadap
fakta-fakta tentang seks kepada anak-anaknya, seks pranikah. Sebaliknya, individu yang tidak
tentunya dalam sistem-sistem nilai-nilai menyetujui seks pranikah akan memiliki sikap
keluarganya, sehingga informasi yang yang negatif terhadap seks pranikah. Sikap
disampaikan melalui diskusi dan percakapan terhadap seks pranikah, diukur dengan
bukan fakta-fakta mengenai perubahan fisik menggunakan skala sikap terhadap seks
semata, namun juga melibatkan komponen pranikah yang disusun oleh Nurhayati (2003)
emosi dari seks (Shalov, dkk, 2004). dan telah dimodifikasi oleh peneliti.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Adapun aspek-aspek yang digunakan
Sarwono (2003) menunjukkan dengan jelas untuk menyusun skala seks pranikah mengacu
bahwa semakin tidak harmonis hubungan pada teori yang dikemukakan oleh Walgito
antara orangtua dan anak maka semakin buruk (1991). Aspek-aspek tersebut adalah : aspek
perilaku seksual yang dilakukan anak. kognitif (kemampuan individu menyerap dan
Semakin buruk disini berarti berarti anak memahami informasi yang diajarkan), aspek
memiliki sikap positif terhadap seks pranikah afektif (perilaku seks pranikah dirasakan
dan semakin berani melakukan aktivitas menyenangkan atau tidak menyenangkan), dan
seksual di luar pernikahan termasuk dalam aspek konatif (kesiapan bertingkah laku yang
berpacaran, seperti berciuman, masturbasi, berkaitan dengan sikap; jika seseorang
petting, hingga berhubungan seksual. bersikap positif terhadap perilaku seks
Penelitian lain yang dilakukan oleh Russel pranikah maka akan cenderung mendukung
(dalam Nurhayati, 2003) tentang pengaruh perilaku tersebut. Sebaliknya jika seseorang
keadaan keluarga dengan sikap terhadap seks memiliki sikap negatif maka akan cenderung
pranikah pada remaja menunjukkan bahwa menolak perilaku seks pranikah).
keluarga yang orangtuanya sering bertengkar Skala seks pranikah disusun dengan
dan akhirnya bercerai, bahkan tidak menggunakan model summated rating yang
memperhatikan pendidikan anak akan terdiri dari aitem favorable dan unfavorable.
mengakibatkan anak memiliki sikap permisif Adapun pilihan jawaban yang disediakan
terhadap seks pranikah karena kurangnya adalah sangat setuju, setuju, tidak setuju dan
tanggung jawab dalam keluarga. sangat tidak setuju dengan rentang penilaian
Berdasarkan keseluruhan uraian di adalah 1-4. Skala sikap terhadap seks pranikah
atas, dapat dirumuskan suatu pertanyaan berisi 72 aitem dengan 36 aitem favorable dan
penelitian, yaitu ada hubungan negatif antara 36 aitem unfavorable. Setelah dilakukan uji
keharmonisan keluarga dengan sikap terhadap coba, diperoleh sebanyak 38 aitem yang valid
seks pranikah pada remaja. dengan rentang nilai validitasnya antara 0,303
sampai 0,580 dan dengan nilai koefisien
Metode Penelitian reliabilitas alpha sebesar 0,899. Artinya skala
sikap terhadap seks pranikah memiliki tingkat Hasil dan Pembahasan
kepercayaan dan konsistensi sebesar 89,9% Sebelum dilakukan uji hipotesis,
dengan variasi error sebesar 10,1%. terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yaitu uji
Variabel bebas dalam penelitian ini normalitas dan linieritas. Hasil uji normalitas
adalah keharmonisan keluarga. Secara dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov
operasional, definisi dari keharmonisan Goodness of Fit Test, menunjukkan nilai KS-Z
keluarga adalah keadaan keluarga yang utuh untuk seks pranikah sebesar 1,029 (p<0,05).
dan bahagia yang didalamnya ada ikatan Hal ini menunjukkan bahwa sebaran data
keluarga yang memberikan rasa aman dan sikap terhadap seks pranikah terdistribusi
tentram bagi setiap anggotanya. Selain itu ada secara normal. Selain itu, diperoleh nilai KS-Z
hubungan yang baik antara ayah-anak, ibu- untuk keharmonisan keluarga sebesar 1,504
anak dan ayah-ibu, memiliki rasa saling (p<0,05). Sebaran data untuk variabel
ketergantungan antar anggota keluarga, keharmonisan keluarga tetap dapat dikatakan
keluarga mampu memberikan rasa aman dan terdistribusi secara normal karena jumlah
tentram bagi setiap anggotanya, adanya cinta subjek penelitian yang digunakan sudah cukup
kasih dan ada hubungan baik antara anggota besar. Hal tersebut didukung oleh pendapat
keluarga. Keharmonisan keluarga diukur Hadi (2000) yang menyatakan bahwa jika
dengan menggunakan skala keharmonisan subjek yang digunakan dalam penelitian lebih
keluarga yang disusun berdasarkan aspek- dari 30 subjek, maka dapat diasumsikan
aspek yang dikemukakan oleh Stinet dan bahwa sebaran datanya telah terdistribusi
DeFrain (dalam Hawari, 2004). Aspek-aspek secara normal, meskipun hasil analisis tidak
tersebut adalah : menciptakan kehidupan memenuhi asumsi distribusi normal.
beragama dalam keluarga; memiliki waktu Berdasarkan hasil uji linieritas antara
bersama dalam keluarga; memiliki komunikasi sikap terhadap seks pranikah dengan
yang baik sesama anggota keluarga; saling keharmonisan keluarga, diperoleh nilai F
menghargai sesama anggota keluarga; sebesar 12,073 (p<0,05). Hasil ini
keluarga sebagai ikatan kelompok; dan menunjukkan bahwa ada hubungan yang linier
kemampuan menyelesaikan masalah. antara sikap terhadap seks pranikah dengan
Skala keharmonisan disusun dengan keharmonisan keluarga. Dengan terpenuhinya
menggunakan model summated rating, yang uji asumsi, kemudian dilakukan uji hipotesis
terdiri dari aitem favorable dan unfavorable dengan menggunakan teknik korelasi product
dengan rentang pilihan jawaban sangat sesuai, moment dari Pearson. Hasil analisis data
sesuai, tidak sesuai dan sangat tidak sesuai. menunjukkan nilai rxy sebesar -0,354 (p<0,01).
Adapun rentang penilaian adalah 1-4. Skala Artinya ada hubungan negatif yang sangat
keharmonisan keluarga berisi 60 aitem dengan signifikan antara sikap terhadap seks pranikah
30 aitem favirable dan 30 aitem unfavorable. dengan keharmonisan keluarga. Semakin
Dari hasil uji coba diperoleh sebanyak 40 tinggi tingkat keharmonisan keluarga maka
aitem yang valid dengan rentang nilai validitas semakin sikap terhadap seks pranikah pada
antara 0,301 sampai 0,614 dengan nilai remaj cenderung semakin negatif. Sebaliknya
koefisien reliabilitas sebesar 0,897. Artinya semakin renadah tingkat keharmonisan
skala keharmonisan keluarga memiliki tingkat keluarga maka sikap terhadpa seks pranikah
kepercayaan sebesar 89,7% dengan variasi pada remaja cenderung semakin positif.
error sebesar 10,3%. Berdasarkan hal tersebut maka dapat
Subjek yang digunakan dalam disimpulkan bahwa hipotesis yang diajukan
peneletian ini adalah remaja putri dan putra dapat diterima.
yang berusia 18-21 tahun dan merupakan Sebelum membahas lebih jauh
mahasiswa fakultas psikologi dengan total mengenai hipotesis penelitian, terlebih dahulu
jmlah subjek sebanyak 70 orang (36 laki-laki akan dipaparkan mengenai hasil kategorisasi
dan 34 perempuan). skor subjek untuk variabel keharmonisan
keluarga dan sikap terhadap seks pranikah.
Hasil kategorisasi skor subjek untuk variabel untuk variabel sikap terhadap seks pranikah
keharmonisan keluarga diuraikan pada Tabel diuraikan pada Tabel 2.
1. Sedangkan hasil kategorisasi skor subjek

Tabel 1
Kategorisasi Variabel Keharmonisan Keluarga
Deviasi Standar Skor Klasifikasi Frekuensi %
X<(µ-1ơ) X<80 Rendah 0 0
(µ-1ơ)≤X≤ (µ+1ơ) 80≤X≤120 Sedang 21 30
(µ+1ơ)<X 120<X Tinggi 49 70
Ket:
µ = mean hipotetik
ơ = standar deviasi
X = skor subjek

Berdasarkan hasil kategorisasi tampak bahwa umum dapat disimpulkan bahwa subjek
sebanyak 49 subjek (70%) memiliki penelitian ini memiliki tingkat keharmonisan
keharmonisan keluarga yang tinggi, dan keluarga yang sedang cenderung tinggi.
sebanyak 21 subjek (30%) memiliki tingkat Didukung pula dengan hasil perbandingan
keharmonisan keluarga yang sedang dan tidak antara mean empirik dengan mean hipotetik.
ada subjek yang memiliki tingkat Mean empirik yang diperoleh sebesar 120,39,
keharmonisan keluarga yang rendah. Secara lebih besar daripada mean hipotetik (100).

Tabel 2
Kategorisasi Variabel Sikap terhadap Seks Pranikah
Deviasi Standar Skor Klasifikasi Frekuensi %
X<(µ-1ơ) X<76 Negatif 50 71
(µ-1ơ)≤X≤ (µ+1ơ) 76≤X≤114 Netral 20 29
(µ+1ơ)<X 114<X Positif 0 0
Ket:
µ = mean hipotetik
ơ = standar deviasi
X = skor subjek

Berdasarkan hasil kategorisasi tampak bahwa (2003) yang menunjukkan dengan jelas bahwa
sebanyak 0 subjek (0%) memiliki sikap semakin tidak harmonis hubungan antara
terhadap seks pranikah yang positif, dan orangtua dan anak, maka akan semakin buruk
sebanyak 20 subjek (29%) memiliki sikap juga perilaku seksual yang dilakukan anak.
terhadap seks pranikah yang cenderung netral Hal ini terjadi karena orangtua tidak pernah
serta sebanyak 50 subjnegatif. Secara umum memberikan pemahaman yang benar
dapat disimpulkan bahwa subjek penelitian ini mengenai seksualitas, khususnya seks
memiliki sikap terhadap seks pranikah yang pranikah pada anak. Akibatnya anak anak
netral cenderung negatif. Didukung pula mencari tahu mengenai seksualitas dari
dengan hasil perbandingan antara mean sumber-sumber yang tidak dapat
empirik dengan mean hipotetik. Mean empirik dipertanggung jawabkan kebenarannya.
yang diperoleh sebesar 72,41, lebih kecil Informasi tersebut kemudian akan
daripada mean hipotetik (95). mempengaruhi perilaku anak. Pada akhirnya
Terbuktinya hipotesis yang diajukan anak akan membentuk sikap yang lebih positif
dalam penelitian ini, didukung oleh hasil terhadap seks pranikah . sebaliknya, anak yang
penelitian yang dilakukan oleh Sarwono dibesarkan dalam keluarga yang harmonis dan
sehat, akan tumbuh dan berkembang menjadi televisi. Perubahan dalam nilai kultural dan
anak yang memiliki kepribadian yang matang. keluarga ini telah membuat banyak remaja
Karena dalam keluarga yang harmonis merasa kesepian, bingung dan penuh tekanan
kebutuhan dasar anak (seperti kasih sayang, sehingga seringkali melakukan tindakan yang
perhatian dan rasa aman) dapat terpenuhi. tidak benar, termasuk seks pranikah (Sa’ad,
Dalam keluarga yang harmonis juga terbentuk 2003). Berdasarkan hasil penelitian yang
suatu bentuk komunikasi yang baik antara dilakukan Rusel (dalam Nurhayati, 2003)
ayah-ibu, ayah-anak dan ibu-anak serta antara tentang pengaruh keadaan keluarga dengan
anak-anak. Komunikasi yang terjalin tidak sikap terhadap seks pranikah pada remaja,
bersifat satu arah melainkan komunikasi yang menunjukkan bahwa keluarga dengan
timbal balik. Hal tersebut menyebabkan anak orangtua yang sering bertengkar dan akhirnya
menjadi ebih bebas dalam mengemukakan bercerai (bahkan tidak memperhatikan
pendapatnya. Pada akhirnya anak akan pendidikan anak) akan membuat anak
menjadi lebih terbuka kepada memiliki sikap permisif terhadap seks
orangtuanya/keluarga. pranikah. Lebih lanjut diuraikan bahwa remaja
Keterbukaan komunikasi yang terjalin yang dibesarkan oleh orangtua tunggal juga
dalam suatu keluarga mencakup berbagai cenderung memiliki sikap permisif terhadap
aspek kehidupan, termasuk dalam masalah seks pranikah. Keadaan tersebut terjadi karena
seksualitas. Keterbukaan komunikasi jika orangtua kemudian berkencan dan
berwujud pada adanya sikap terbukan dan memiliki pacar baru maka, remaja akan
jujur, saling memperhatikan dan mencintai, melihat bahwa hubungan kencan boleh
serta adanya sikap orangtua yang melindungi dilakukan meskipun tidak terikat dalam
anaknya. Apabila suatu keluarga sering perkawinan.
membicarakan seksualitas, khususnya seks Small dan Kern (dalam Nurhayati, 2003)
pranikah maka anak memiliki sikap negatif mengemukakan bahwa tingkat kebebasan yang
terhadap seks pranikah tersebut. Hal tersebut diberikan orangtua berhubugan dengan sikap
karena terbentuknya pengetahuan, permisif remaja terhadap seks pranikah.
pemahaman, keyakinan dn pengalaman yang Orangtua yang terlalu banyak memberikan
benar mengenai seks pranikah berikut kebebasan pada remaja akan menimbulkan
mengenai konsekuensi yang muncul dari sikap yang cenderung permisif terhadap seks
perilaku itu dan pada akhirnya akan pranikah.
membentuk sikap yang negatif terhadap seks Untuk memperkaya hasil penelitian ini,
pranikah (Wahyurini & Ma’shum, 2001). dilakukan analisis tambahan berupa uji
Kualitas hubungan antara anak dengan perbedaan sikap terhadap seks pranikah
orangtua sangat menentukan sikap dan antaralaki-laki dan perempuan. Namun
perilaku anak, terutama remaja yang sudah sebelumnya dilakukan uji asumsi terlebih
memiliki kepekaan emosional yang tinggi. dahulu yaitu uji homogenitas. Hasil uji
Oleh karena itu, hubungan dengan orangtua homogenitas menunjukkan bahwa tidak ada
akan mempengaruhi bagaimana individu perbedaan varian data sikap terhadap seks
melihat diri sendiri, yang memunculkan sikap pranikah dengan nilai koefisien homogenitas
puas atau tidak puas (Walgito, 1991). Remaja sebesar 2,150 (p>0,05). Setelah itu dilakukan
yang merasa tidak dihargai kemampuannya uji perbedaan dengan menggunakan teknik t-
dan tidak dipahami keinginannya serta tidak test. Dari hasil uji beda tersebut diperoleh hasil
diterima oleh lingkungan sekitar (terutama (t) sebesar 4,116 (p<0,01) dengan rerata pada
oleh keluarga) akan cenderung lari dari rumah perempuan sebesar 68,53 dan pada laki-laki
dan mencari teman untuk mendapatkan sebesar 76,08. Dari perbedaan tersebut
perhatian. Padahal, dalam banyak hal remaja menunjukkan bahwa perempuan memiliki
belum mampu untuk menanggulangi imej- sikap yang lebih negatif terhadap seks
imej dan ide-ide yang ada dalam benak pranikah dibandingkan laki-laki. Hasil ini
remaja, dari film, majalah, musik maupun menunjukkan bahwa ada perbedaan sikap
terhadap seks pranikah antara laki-laki dan sikap terhadap seks pranikah pada remaja
perempuan. Adanya perbedaan lebih cenderung negatif dan sebaliknya semakin
disebabkan karena adanya standar ganda rendah tingkat keharmonisan keluarga maka
norma seksual yang berlaku dalam masyarakat sikap terhadap seks pranikah pada remaja
Indonesia. Kontrol sosial terhadap perilaku cenderung positif. Hasil analisis tambahan
seksual remaja putri cenderung lebih ketat juga menunjukkan bahwa ada perbedaan sikap
daripada laki-laki. Perempuan dituntut untuk terhadap seks pranikah antara laki-laki dan
lebih hati-hati, dan berperilaku sesuai dengan perempuan, dimana perempuan memiliki sikap
norma, etika yang ada. Sedangkan laki-laki terhadap seks pranikah yang cenderung lebih
lebih bebas dalam berperilaku (Faturochman, negatif daripada laki-laki.
1990). Lebih lanjut, menurut Faturochman, Melalui penelitian ini dapat disarankan
dkk (1992), laki-laki lebih permisif dalam pada remaja dan orangtua untuk tetap
melakukan hubungan seksual sebelum mempertahankan keharmonisan keluarga yang
menikah karena laki-laki tidak langsung sudah ada. Bagi peneliti selanjutnya,
menanggung akibat dari perilaku tersebut yang disarankan untuk meneliti faktor-faktor
berupa kehamilan. Ditambahkan oleh lainnya. Selain itu perlu diperhatikan pula
Rahmawati (2004) bahwa rendahnya sikap standar instruksi dan pengisian skala agar data
terhadap seks pranikah pada perempuan yang diperoleh dapat objektif dan terhindar
karena perempuan tidak mau dipandang dari jawaban faking good.
rendah oleh masyarakat jika mereka
melakukan perilaku seksual pranikah. Daftar Pustaka
Sehingga perempuan merasa perlu untuk
berhati-hati dalam berperilaku dan Azwar, S. 1998. Sikap Manusia dan
menunjukkan sikap yang cenderung negatif Pengukurannya. Yogyakarta :
terhadap seks pranikah. Pustaka Pelajar Offset.
Sumbangan efektif variabel Bruees, C.E. & Greenberg, J.S. 1981. Sex
keharmonisan keluarga pada sikap terhadap Education: Theory and Practice.
seks pranikah sebesar 12,5%. Artinya Third Editions. California :
keharmonisan keluarga memiliki peranan Wadsworth Publishing Company.
dalam pembentukkan sikap terhadap seks Daradjat, Z. 1970. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta :
pranikah sebesar 12,5% dan sisanya (87,5%) Bulan Bintang.
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak Dhedhe. 2002. Latar Belakang Perilaku Seks
diteliti dalam penelitian ini. Faktor lain Pada Remaja. http//www.e-
tersebut dapat berupa faktor internal (biologis, psikologi.com. Diakses tanggal 12
psikologis, moral, meningkatnya libido Juni 2006.
seksual, emosional, serta fisik) dan faktor Faturochman. 1990. Sikap dan Perilaku
eksternal (kebudayaan, media massa, pengaruh Seksual Remaja Bali. Laporan
orang lain yang dianggap penting, penundaan Penelitian. Yogyakarta : Fakultas
usia perkawinan, kurangnya informasi Psikologi Universitas Gadjah Mada.
mengenai seks, tabu dan larangan serta Faturochman, Santoso, H. & Haryanto. 1992.
lingkungan sosial). Beberapa Prediktor Sikap Permisif
Hubungan Seks Sebelum Menikah.
Laporan Penelitian. Yogyakarta :
Kesimpulan dan Saran Fakultas Psikologi Universitas
Berdasarkan hasil analisis data dan Gadjah Mada.
pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa Gerungan, W.A. 2004. Psikologi Sosial.
adanya hubungan negatif yang sangat Bandung : Reflika Aditama.
signifikan antara keharmonisan keluarga Gunarsa, Y.D.S & Gunarsa, S.D. 2001.
dengan sikap terhadap seks pranikah. Semakin Psikologi Perkembangan Anak dan
tinggi tingkat keharmonisan keluarga maka
Remaja. Jakarta : BPH Gunung Sa’ad, H.M. 2003. Perkelahian Pelajar :
Mulia. Potret Siswa SMU di Jakarta.
Hadi, S. 2000. Metodologi Reseacrh I. Yogyakarta : Galang Press.
Yogyakarta : Andi Offset. Sarwono, S.W. 2003. Psikologi Remaja.
Haryati. 2004. Seks Bebas, Ah…… Jakarta : PT Raja Grafindo.
Mengerikan. Shalov, J., Sollinger, I., Spotts, J.,
http://www.pikiranrakyat.com. Steinbrecher, P.S., & Thorpe, D.W.
Diakses tanggal 21 Februari 2004. 2004. You Can Say No to Your
Hawari, D. 2004. Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Teenager. Penerjemah : Nova Erna.
Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta : Pinkbooks.
Yogyakarta : Dan Bhakti Prima Yasa. Wagner, L. & Irawan. 1997. Seksualitas di
Hurlock, E.B. 1973. Adolescent Development. Pulau Batam. Yogyakarta : Andi
Fourth Edition. Tokyo: McGraw-Hill Offset.
Kagakuskha. Wahyurini & Ma’shum. 2001. Perilaku Seks
Hurlock, E.B. 1992. Psikologi Perkembangan. Remaja. http://www.kompas.com.
Penerjemah : Istiwidayanti & Diakses tanggal 9 Januari 2004.
Soedjarwo. Jakarta : Erlangga. Walgito, B. 1991. Psikologi Sosial : Suatu
Mappiare, A. 1982. Psikologi Remaja. Pengantar. Yogyakarta : Andi Offset.
Surabaya : Usaha Nasional. Widjanarko. 2003. Konsep Informasi
Mayasari, F & Hadjam, M.N. 2000. Perilaku Reproduksi.
Seksual Remaja dalam Berpacaran http://www.suaramerdeka.com.
Ditinjau dari Harga Diri Berdasarkan Diakses tanggal 31 Agustus 2004.
Jenis Kelamin. Jurnal Psikologi. Vol
5 (2); 120-127.
Nugraha, B.D. 2000. Waspadai Seks Bebas
Kalangan Remaja.
http://www.solusisehat.com. Diakses
tanggal 5 Agustus 2004.
Nurhayati, D.S. 2003. Hubungan Konsep Diri
dengan Sikap terhadap Hubungan
Seks Pranikah pada Remaja Putri.
Skripsi (tidak diterbitkan).
Yogyakarta : Fakultas Psikologi
Universitas Wangsa Manggala.
PKBI. 1999. Seputar Seksualitas Remaja.
Yogyakarta : PKBI.
Rahmat, J. 1992. Psikologi Komunikasi.
Bandung : Remaja Rosda Karya.

Rahmawati, D. 2004. Pengetahuan Kesehatan


Reproduksi dan Pengendalian
Seksual Pranikah pada Remaja.
Skripsi (tidak diterbitkan).
Yogyakarta : Fakultas Psikologi
Universitas Wangsa Manggala.
Rochmawati. 2000. Seksualitas Remaja
Indonesia. Berita berkala Jender dan
Kesehatan : Kumpulan Artikel 1998-
2001. Vol 7 (2), November; 39-41.

Anda mungkin juga menyukai