Anda di halaman 1dari 2

5 KOMPONEN HIGH QUALITY CPR

A. MENGENALI DAN MELAKUKAN AKTIVASI SISTEM RESPON


KEGAWATDARURATAN
Hal yang dilakukan pertama kali jika menemui korban yang tidak sadarkan diri adalah
pastikan keadaan aman. Lalu melakukan pengkajian pada sistem pernafasan, dilihat apakah
korban bernafas dan kemudian meraba nadi karotis secara bersamaan sebelum melakukan
aktivasi sistem respon kegawatdaruratan. Jika sudah dipastikan korban tidak berespon maka
panggil orang terdekat yang dapat membantu pada saat menemui korban yang tidak sadarkan diri
dan minta orang tersebut untuk memanggil ambulan dan meminta untuk mengambilkan AED.
Idealnya mengkaji nadi karotis sekaligus dengan mengkaji pernafasan, ada tidaknya nafas atau
hanya terengah-engah. Hal tersebut dilakukan agar mengurangi keterlambatan dalam mendeteksi
henti jantung dan pemberian CPR.

B. CPR BERKUALITAS TINGGI SECEPATNYA


 Circulation(kompresi)
Lakukan CPR secepat mungkin setelah mengenali henti jantung. AHA tahun 2015
merekomendasikan CPR dilakukan dengan cepat dan dalam dengan kecepatan berkisar 100
hingga 120 kali/menit, dengan kedalaman 2 inci (5cm) - 2,4 inci (6 cm) dan membolehkan recoil
penuh setelah setiap kali pemberian CPR dengan rasio 30:2 (1 atau 2 penolong) untuk dewasa
dan remaja, (30:2) untuk anak-anak dan bayi dengan 1 penolong sedangkan (15:2) untuk anak-
anak dan bayi dengan 2 penolong/lebih.
 Airway
Pastikan jalan nafas terbuka dan bersih yang memungkinkan pasien dapat bernafas. Cek
rongga mulut korban, apabila terdapat cairan atau sesuatu yang menghalangi jalan nafas korban
maka bersihkan rongga mulut dengan jari dan bisa menggunakan kasa untuk menyerap cairan
yang ada pada rongga mulut. Kemudian buka jalan nafas dengan Teknik head tilt & chin lift
(pada korban yang tidak mengalami trauma kepala ataupun leher) atau jaw trust (jika korban
mengalami trauma).
 Breathing (Pernafasan)
Menurut guideline AHA 2015 yang terbaru, tidak ada perbedaan dalam pemberian pernafasan
dengan guideline 2010. Pemberian nafas buatan 12 dilakukan dengan: pemberian volume tidal (8
to 10 mL/kg), rasio kompresi dan ventilasi 30:2. Ketika sudah melakukan CPR sebanyak 30 kali
maka berikan nafas sebanyak 2 kali. Pemberian nafas buatan dilakukan dengan berbagai cara,
diantaranya:
1. Mouth-to-Mouth Rescue Breathing
Pemberian nafas buatan melalui mulut ke mulut dengan cara, memberikan satu nafas buatan
setiap 5-6 detik atau sekitar 10-12
nafas buatan permenit.
2. Mouth-to- Barrier Device Breathing
Memberikan nafas buatan melalui mulut ke mulut dengan sebuah alat
penghalang seperti Mouth Mask.
3. Mouth-to-Nose and Mouth-to-Stoma Ventilation
Pemberian nafas buatan melalui hidung dilakukan apabila pemberian nafas ke mulut korban
tidak dapat dilakukan (mengalami luka serius pada mulut) sedangkan pemberian nafas melalui
stoma dilakukan apabila korban terpasang trakeal stoma.
4. Ventilation With Bag-Mask Device
Penolong dapat memberikan ventilation bag-mask dengan ruang udara atau oksigen. Bag mask
adalah alat yang biasa dipakai petugas kesehatan untuk memberikan nafas buatan selama CPR.
C. DEFIBRILASI CEPAT
Automated External Defibrillator (AED) aman dan efektif bila digunakanoleh orang awam
dengan pelatihan minimal atau tidak terlatih. Disarankan bahwa program AED untuk korban
dengan OHCA diterapkan di lokasi umum tempat adanya kemungkinan korban serangan jantung
terlihat relatif tinggi (misalnya bandara dan fasilitas olahraga). Banyak evidence yang
menyatakan keberhasilan dalam tingkat kelangsungan hidup korban setelah serangan jantung bila
diberikan Resusitasi Jantung Paru dan secara cepat menggunakan AED

D. PELAYANAN MEDIS DARURAT DASAR DAN LANJUTAN.


Merupakan kegiatan pelayanan terpadu dalam suatu koordinasi yang memberdayakan
ambulance milik puskesmas, klinik swasta, institusi pemerintah maupun swasta (PT. Jasa Marga,
Jasa Raharja, polisi, PMI, yayasan yang bergerak dibidang kesehatan). Dari semua komponen
tersebut akan dikoordinasikan melalui pusat pelayanan yang disepakati bersama
antarapemerintah dengan non pemerintah dalam rangka melaksanakan mobilisasi ambulance
untuk kejadian sehari-hari ataupun bila terjadi korban massal. Beberapa standarisasi ambulance:
1. Ambulance darat dengan berbagai persyaratan.
2. Ambulance udara yang sesuai dengan ketentuan internasional.

E. BANTUAN HIDUP LANJUTAN DAN PERAWATAN PASCA- SERANGAN JANTUNG


Dalam pelaksanaan system pelayanan medik dirumah sakit yang diperlukan adalah
penyediaan sarana, prasarana, dan SDM yang terlatih. Semua hal-hal tersebut diatas harus
tersedia di unit-unit kerja yang ada di RS. Seperti di UGD, ICU, Ruang rawat inap, laboratorium,
x-ray room, farmasi, klinik gizi, dan ruang-ruang penunjang yang lainnya serta kamar mayat, dan
lain-lain. Dalam pelaksanaan pelayanan medik dirumah sakit untuk korban Sistem pelayanan
medik antar rumah sakit harus berbentuk jejaring rujukan yang dibuat berdasarkan kemampuan
rumah sakit dalam memberikan pelayanan, baik dari segi kualitas maupun kuantitas untuk
menerima pasien. Misal di Jakarta bila ada bencana, bila ada patah tulang pasien dapat dirujuk ke
RS Fatmawati. Ini semua sangat berhubungan dengan kemampuan SDM, fasilitas medis yang
tersedia di rumah sakit tersebut. Agar system ini dapat memberikan pelayanan yang baik
memerlukan system ambulance yang baik dan dibawa oleh SDM yang terlatih dan khusus
menangani keadaan darurat.

Anda mungkin juga menyukai