Anda di halaman 1dari 77

GEOLOGI DAN ANALISIS KESTABILAN LERENG MENGGUNAKAN

METODE SLOPE MASS RATING (SMR) DAN METODE Q-SLOPE PADA


DAERAH DUSUN SATU, KOTAAGUNG TIMUR DAN SEKITARNYA
KABUPATEN TANGGAMUS, PROVINSI LAMPUNG

TUGAS AKHIR

Johannes Edy Saputra Simanjuntak


118150072

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


JURUSAN TEKNOLOGI PRODUKSI DAN INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
LAMPUNG SELATAN
2023
GEOLOGI DAN ANALISIS KESTABILAN LERENG MENGGUNAKAN
METODE SLOPE MASS RATING (SMR) DAN METODE Q-SLOPE PADA
DAERAH DUSUN SATU, KOTAAGUNG TIMUR DAN SEKITARNYA,
KABUPATEN TANGGAMUS, PROVINSI LAMPUNG

TUGAS AKHIR
Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Johannes Edy Saputra Simanjuntak


118150072

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


JURUSAN TEKNOLOGI PRODUKSI DAN INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
LAMPUNG SELATAN
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Tugas Akhir Sarjana dengan judul “Geologi dan Analisis Kestabilan Lereng
Menggunakan Metode Slope Mass Rating (SMR) dan Metode Q-Slope Pada
Daerah Dusun Satu, Kotaagung Timur, dan Sekitarnya, Kabupaten Tanggamus,
Provinsi Lampung” adalah benar dibuat oleh saya sendiri dan belum pernah dibuat
dan diserahkan sebelumnya, baik sebagian ataupun seluruhnya, baik oleh saya
ataupun orang lain, baik di Institut Teknologi Sumatera maupun di institusi
pendidikan lainnya.

Lampung Selatan, 18 Januari 2023


Penulis,

Johannes Edy Saputra Simanjuntak


NIM 118150072

Diperiksa dan disetujui oleh, Disahkan oleh,


Pembimbing Koordinator Program Studi Teknik Geologi
Jurusan Teknologi Produksi dan Industri
Institut Teknologi Sumatera

Rezki Naufan Hendrawan, S.T., M.T Alviyanda, S.T., M.T


NRK 1991 0912 2020 1221 NRK 1992 0127 2019 1186

i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip
maupun dirujuk telah saya nyatakan benar.

Nama : Johannes Edy Saputra Simanjuntak

NIM : 118150072

Tanda Tangan :

Tanggal : 18 Januari 2023

ii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Institut Teknologi Sumatera, saya yang bertanda tangan

di bawah ini:

Nama : Johannes Edy Saputra Simanjuntak

NIM : 118150072

Program Studi : Teknik Geologi

Jurusan : Teknologi Produksi dan Industri

Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Institut Teknologi Sumatera Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive
Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
GEOLOGI DAN ANALISIS KESTABILAN LERENG MENGGUNAKAN
METODE SLOPE MASS RATING (SMR) DAN METODE Q-SLOPE PADA
DAERAH DUSUN SATU, KOTAAGUNG TIMUR DAN SEKITARNYA,
KABUPATEN TANGGAMUS, PROVINSI LAMPUNG
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Nonekslusif ini Institut Teknologi Sumatera berhak menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai Hak Cipta.

Dengan pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Lampung Selatan


Pada Tanggal : 18 Januari 2023

Tanda Tangan

Johannes Edy Saputra Simanjuntak


iii
GEOLOGI DAN ANALISIS KESTABILAN LERENG MENGGUNAKAN
METODE SLOPE MASS RATING (SMR) DAN METODE Q-SLOPE PADA
DAERAH DUSUN SATU, KOTAAGUNG TIMUR DAN SEKITARNYA,
KABUPATEN TANGGAMUS, PROVINSI LAMPUNG

Johannes Edy Saputra Simanjuntak 118150072


Pembimbing Rezki Naufan Hendrawan, S.T., M.T

ABSTRAK
Daerah penelitian terletak pada daerah Dusun Satu, Kecamatan Kotaagung Timur dan
sekitarnya Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung. Luas wilayah penelitian mencakup
25km² dengan bentuk lahan dataran bergelombang hingga pegunungan dengan kelas lereng
landai hingga curam. Kegiatan penelitian pada daerah ini dilakukan untuk mengetahui pola
persebaran batuan dan kondisi geologi yang mempengaruhi pembentukan wilayah dan
sebaran batuan daerah penelitian. Analisis kestabilan lereng tambang dilakukan untuk
mengetahui tingkat kestabilan lereng pada wilayah penambangan andesit. Kegiatan yang
dilakukan teridiri atas analisis data lapangan, dan analisis data laboratorium yang
menghasilkan aspek geomorfologi yang terdiri atas bentang lahan Satuan Dataran Aliran
Piroklastik, Satuan Kipas Aliran Lava, Satuan Perbukitan Sisa Gunungapi, Satuan
Punggungan Aliran Lava, dan Satuan Punggungan Aliran Piroklastik. Stratigrafi daerah
penelitian terdiri atas Satuan Aliran Lava Andesit Gunung Pematang Rukusan, Satuan
Aliran Lava Basal Gunung Gisting, Satuan Piroklastik Jatuhan Gunung Gisting, Satuan
Aliran Breksi Piroklastik Gunung Tanggamus, Satuan Aliran Lava Basal Gunung
Tanggamus dan Satuan Aliran Lava Andesit Gunung Tanggamus. Struktur geologi pada
daerah penelitian terdiri atas struktur primer kekar berlembar (sheeting joint). Sejarah
geologi diawali dengan pembentukan Satuan Andesit Lava Gunung Pematang Rukusan
dengan mekanisme erupsi efusif. Aktivitas vulkanisme pada kala Oligosen Akhir-Miosen
Awal menjadi mempengaruhi pengendapan satuan Jatuhan Piroklastik Formasi
Hulusimpang. Kekosongan aktivitas vulkanisme pada daerah penelitian terjadi pada kala
Miosen Tengah- Plistosen. Aktivitas vulkanisme pada kala Holosen dipengaruhi oleh
aktivitas vulkanisme Gunung Tanggamus yang mengendapkan Satuan Aliran Piroklastik
Gunung Tanggamus, Satuan Aliran Lava Basal Gunung Tanggamus dan Satuan Aliran
Lava Andesit Gunung Tanggamus pada daerah penelitian. Hasil analisis Slope Mass Rating
(SMR) didapatkan sebesar 76,5 dengan deskripsi baik berdasarkan klasifikasi Romana
(1985). Pengujian sifat fisik batuan berdasarkan uji laboratorium Uniaxial Compressive
Strength (UCS) didapatkan sebesar 1878,28 Mpa. Analisis kestabilan lereng menggunakan
metode Q-Slope didapatkan nilai Q-Slope sebesar 4,995 dengan deskripsi lereng stabil
(stable slopes) dengan sudut ambang batas Q-Slope (β Q-Slope) sebesar 78º. Rekomendasi
geomoetri lereng dibagi menjadi 2 jenjang dengan tujuan melandaikan kemiringan lereng
dengan nilai Faktor Keamanan (FK) yang didapat sebesar 1,24.

Kata Kunci: Geomorfologi, Kotaagung Timur, Stratigrafi, SMR, Q-Slope,

iv
GEOLOGY AND SLOPE STABILITY ANALYSIS USING SLOPE MASS
RATING (SMR) METHOD AND Q-SLOPE METHOD IN DUSUN SATU
DISTRICT, EAST KOTAAGUNG DISTRICTS, LAMPUNG PROVINCE

Johannes Edy Saputra Simanjuntak 118150072


Advisor Rezki Naufan Hendrawan, S.T., M.T

ABSTRACT
The research area is located in Dusun Satu, Kotaagung Timur District and its
surroundings, Tanggamus Regency, Lampung Province. The area of the research area
covers 25km² with undulating plains to mountainous terrain with gentle to steep slopes.
Research activities in this area are carried out to determine the pattern of rock distribution
and geological conditions that influence the formation of the area and distribution of rock
in the study area. Mine slope stability analysis is carried out to determine the level of slope
stability in the andesite mining area. The activities carried out consisted of analysis of field
data and laboratory data analysis which resulted in geomorphological aspects consisting
of a landscape of Pyroclastic Flow Plain Units, Lava Flow Fan Units, Remaining Volcanic
Hills Units, Lava Flow Ridge Units, and Pyroclastic Flow Ridge Units. The stratigraphy
of the study area consists of Mount Pematang Rukusan Andesite Lava Flow Unit, Mount
Gisting Basal Lava Flow Unit, Mount Gisting Falling Pyroclastic Unit, Mount Tanggamus
Pyroclastic Flow Unit, Mount Tanggamus Basal Lava Flow Unit and Mount Tanggamus
Andesite Lava Flow Unit. The geological structure in the study area consists of sheet joint
primary structures. Geological history begins with the formation of the Andesite Lava Unit
of Mount Pematang Rukusan with an effusive eruption mechanism. Volcanic activity
during the Late Oligocene-Early Miocene influenced the deposition of the Pyroclastic Fall
Units of the Hulusimpang Formation. The vacancy of volcanism activity in the study area
occurred during the Middle Miocene-Plistocene. Volcanic activity during the Holocene
epoch was influenced by the volcanism of Mount Tanggamus which deposited Mount
Tanggamus Pyroclastic Flow Units, Mount Tanggamus Basal Lava Flow Units and Mount
Tanggamus Andesite Lava Flow Units in the study area. The results of the Slope Mass
Rating (SMR) analysis were obtained at 76.5 with a good description based on Romana's
classification (1985). Testing the physical properties of the rock based on the Uniaxial
Compressive Strength (UCS) laboratory test was obtained at 1878.28 MPa. Slope stability
analysis using the Q-Slope method obtained a Q-Slope value of 4.995 with a description of
stable slopes with a Q-Slope threshold angle (β Q-Slope) of 78º. The slope geometry
recommendations are divided into 2 levels with the aim of flattening the slope with a Safety
Factor (FK) value of 1.24.
Keyword: Geomorphology, Kotaagung Timur, Stratigraphy, SMR, Q-Slope

v
MOTTO

Harapan adalah perintah bagiku.

-Patrick Star

vi
PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Penulis
menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak dalam
penyelesaian Tugas Akhir ini tidak akan terwujud. Penulis mengucapkan
terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak dan Bunda tercinta, sebagai tanda bakti, hormat dan rasa terima kasih
yang tiada terhingga. Penulis mempersembahkan sebuah karya kecil yang
tidak akan kalian pahami, tetapi penulis berharap karya kecil ini dapat
memberikan gambaran perjuangan penulis selama menyelesaikan studi S-1
Teknik Geologi Institut Teknologi Sumatera. Semoga ini menjadi tahap
awal untuk membuat Bapak dan Bunda tercinta semakin bangga terhadap
penulis, karena penulis sadar selama ini penulis belum bisa memberikan hal
yang membanggakan bagi keluarga.
2. Bapak Rezki Naufan Hendrawan, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing
penulis yang selalu sabar dan tabah terhadap kelalain penulis dalam
menyelesaikan tugas akhir ini. Berkat bimbingan dan arahan ilmu yang
diberikan kepada penulis, penulis berhasil menyelesaikan tugas akhir ini
dengan baik, walaupun masih jauh dari kata sempurna dan ekspektasi dari
Bapak.
3. Seluruh teman penulis khususnya keluarga besar Sekai, Rauzanfiqri,
Bhagas Lokanata, Satria Sagala, Farhan Giovanny, Josua Jeremy, Khadwan
Mubarok, Zulyadain, Nurul Qiftia, Annisa Melenia, Fadli Andre, Deny
Seprian, Djeus Sinurat, Aditya Ganda, Putri Gumaya dan Shinta Bagus yang
telah memberikan semangat dan bantuan kepada penulis dalam hal
pengambilan dan pengolahan data dan menjalani kehidupan bersama
sebagai Mahasiswa Teknik Geologi Institut Teknologi Sumatera. Semoga
hidup lebih baik untuk kita semua.
4. Winda Asmara yang selalu ada meluangkan waktu mendengarkan keluhan,
memberikan semangat, masukan dan menginspirasi penulis untuk tidak

vii
menyerah dan selalu berjuang dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Semoga
harapan menjadi kenyataan.
5. Teman-teman seperjuangan daerah Tanggamus yang selalu bersama dalam
kegiatan pemetaan ini. Semoga selesai dengan hasil yang memuaskan.
6. Teman-teman Demetrius Angkatan 2018 yang memberikan gambaran
kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
Semoga kebaikan yang telah dilakukan tersebut dibalas dengan hal yang indah
oleh Tuhan Yang Maha Esa.

viii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul “Geologi dan Analisis Kestabilan
Lereng Menggunakan Metode Slope Mass Rating (SMR) dan Metode Q-Slope Pada
Daerah Dusun Satu, Kotaagung Timur dan Sekitarnya, Kabupaten Tanggamus,
Provinsi Lampung”.
Tugas akhir ini disusun untuk memberikan suatu informasi sebagai suatu literatur.
Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis menyadari karena bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak, sehingga hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi dapat
teratasi. Tugas akhir ini memiliki banyak kekurangan baik dalam kualitas materi
maupun dalam bentuk penulisan, sehingga penulis juga membutuhkan banyak
kritik dan saran yang bersifat membangun untuk memperbaiki tugas akhir ini
menjadi lebih baik.
Melalui kesempatan ini, penulis bermaksud untuk mengucapkan rasa terima kasih
yang tak terhingga kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa, karena atas segala kehendak-Nya penulis diberikan
kemampuan, kekuatan, serta ketabahan untuk dapat menyelesaikan
penyusunan tugas akhir ini.
2. Bapak, Bunda, Abang, Kakak serta keluarga besar penulis yang selalu
senantiasa memberikan dukungan, kasih sayang dan doa yang tiada henti
kepada penulis dalam menyelesaikan studi S-1 Teknik Geologi Institut
Teknologi Sumatera.
3. Bapak Rezki Naufan Hendrawan, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing
penulis yang selama ini dengan sabar memberikan pemahaman kepada
penulis dalam menyelesaikan kegiatan tugas akhir ini.
4. Teman-teman keluarga besar Sekai yang selalu memberikan bantuan,
masukan, pemahaman dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan
kegiatan tugas akhir ini.
5. Seluruh warga Dusun Satu, Kecamatan Kotaagung Timur yang membantu
penulis memberikan arahan terkait lokasi pada daerah penelitian.

ix
Akhir kata, penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat diterima dengan baik
dan memberikan manfaat, inspirasi dan kontribusi bagi ilmu pengetahuan.

Lampung Selatan, 18 Januari 2023


Penulis,

Johannes Edy Saputra Simanjuntak

x
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... i


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ ii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................ iii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
ABSTRACT ............................................................................................................ v
MOTTO ................................................................................................................ vi
PERSEMBAHAN ............................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix
DAFTAR ISI......................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
I.1. Latar Belakang.................................................................................... 1
I.2. Tujuan Penelitian ................................................................................ 1
I.3. Metode Penelitian ............................................................................... 1
I.4. Lokasi Penelitian ................................................................................ 4
I.5. Batasan Masalah ................................................................................. 5
I.6. Sistematika Pembahasan .................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 7
II.1. Stratigrafi Regional ........................................................................... 7
II.2. Fisiografi Regional ............................................................................ 8
II.3. Tatanan Tektonik .............................................................................. 9
II.4. Slope Mass Rating (SMR)............................................................... 10
II.5. Metode Q-Slope .............................................................................. 12
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN ................................................ 19
III.1. Geomorfologi ............................................................................... 19
III.1.1. Morfometri ........................................................................ 19
III.1.2. Morfografi ......................................................................... 19
III.1.3. Pola Aliran Sungai............................................................. 20
III.1.4. Tahapan Geomorfik ........................................................... 20
III.1.5. Satuan Geomorfologi ........................................................ 21
III.2. Stratigrafi ..................................................................................... 28
III.2.1. Satuan Aliran Lava Andesit Gunung Pematang Rukusan . 28
III.2.2. Satuan Aliran Lava Basal Gunung Gisting ....................... 29
xi
III.2.3. Satuan Piroklastik Jatuhan Gunung Gisting ...................... 31
III.2.4. Satuan Aliran Breksi Piroklastik Gunung Tanggamus...... 32
III.2.5. Satuan Aliran Piroklastik Tuf Kasar Gunung Tanggamus 34
III.2.6. Satuan Aliran Lava Basal Gunung Tanggamus ................ 35
III.2.7. Satuan Aliran Lava Andesit Gunung Tanggamus ............. 36
III.3. Struktur Geologi ............................................................................ 38
III.3.1. Struktur Primer ........................................................................... 38
III.3.2. Pola Kelurusan ............................................................................ 39
BAB IV SEJARAH GEOLOGI ......................................................................... 41
IV.1. Fase I (Pembentukan Satuan Lava Pematang Rukusan) ............... 41
IV.2. Fase II (Pembentukan Satuan Lava Basal dan Piroklastik Jatuhan
Gunung Gisting) ............................................................................ 41
IV.3. Fase III. (Miosen Tengah-Plistosen) ............................................. 42
IV.4. Fase IV. (Periode Erupsi Berarah Timur Laut-Timur) .................. 42
IV.5. Fase V (Periode Erupsi Berarah Timur Laut-Barat Daya) ............ 42
BAB V STUDI KHUSUS .................................................................................... 44
V.1. Pengukuran Data Diskontinuitas..................................................... 44
V.2. Pengujian Sifat Fisik Batuan ........................................................... 45
V.3. Analisis Stereografi ......................................................................... 46
V.4. Analisis Slope Mass Rating (SMR) ................................................ 47
V.5. Metode Q-Slope .............................................................................. 48
V.5.1. Parameter Q-Slope .............................................................. 48
V.5.2. Nilai Q-Slope ...................................................................... 54
V.5.3. Rekomendasi Geometri Lereng .......................................... 55
BAB VI KESIMPULAN ..................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 59
LAMPIRAN......................................................................................................... 61

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar I.1. Diagram alir penelitian.................................................................. 2


Gambar I.2. Lokasi daerah penelitian. .............................................................. 5
Gambar II.1. Peta geologi regional daerah penelitian (Amin dkk, 1993) .......... 7
Gambar II.2. Korelasi stratigrafi regional (Amin dkk., 1993) ............................ 8
Gambar II.3. Fisiografi daerah penelitian (Mangga dkk, 1994). ........................ 9
Gambar II.4. Rekonstruksi tektonik regional sumatra (Barber dkk, 2005). ..... 10
Gambar III.1. Peta pola aliran sungai daerah penelitian. ................................... 20
Gambar III.2. Tahap geomorfik muda pada daerah penelitian. ......................... 21
Gambar III.3. Satuan kipas aliran lava. ............................................................. 22
Gambar III.4. Dataran aliran piroklastik. ........................................................... 22
Gambar III.5. Perbukitan sisa gunungapi. ......................................................... 23
Gambar III.6. Punggungan aliran lava (V.PR.10) ............................................. 24
Gambar III.7. Punggungan aliran lava (V.TA.10) ............................................. 25
Gambar III.8. Punggungan aliran lava (V.GI.12) .............................................. 26
Gambar III.9. Punggungan aliran piroklastik (V.GI.12).................................... 27
Gambar III.10. Punggungan aliran piroklastik (V.TA.12) .................................. 27
Gambar III.11. Tabel stratigrafi daerah penelitian............................................... 28
Gambar III.12. Titik pengamatan Satuan Aliran Lava Andesit Gunung
Pematang Rukusan. ..................................................................... 29
Gambar III.13. Titik pengamatan satuan basal Gunung Gisting. ........................ 30
Gambar III.14. Sayatan tipis Satuan Aliran Lava Basal ES-40. .......................... 30
Gambar III.15. Titik pengamatan Satuan Jatuhan Piroklastik Gunung Gisting. . 31
Gambar III.16. Pengamatan sayatan tipis Satuan Jatuhan Piroklastik Gunung
Gisting. ........................................................................................ 32
Gambar III.17. Titik pengamatan Satuan Aliran Piroklastik Gunung
Tanggamus. ................................................................................. 33
Gambar III.18. Pengamatan sayatan tipis ES-56 Satuan Aliran Breksi
Piroklastik Gunung Tanggamus. ................................................. 34
Gambar III.19. Titik pengamatan Satuan Piroklastik Aliran Gunung
Tanggamus. ................................................................................. 35
Gambar III.20. Titik pengamatan Satuan Aliran Lava Basal Gunung
Tanggamus. ................................................................................. 35
Gambar III.21. Pengamatan sayatan tipis ES-54 Satuan Aliran Lava Basal
Gunung Tanggamus. ................................................................... 36
Gambar III.22. Titik pengamatan Satuan Aliran Lava Andesit Gunung
Tanggamus. ................................................................................. 37
Gambar III.23. Pengamatan sayatan tipis ES-43 Satuan Aliran Lava Andesit
Gunung Tanggamus. ................................................................... 38
Gambar III.24. Peta pola kelurusan daerah penelitian ......................................... 39
Gambar V.1. Preparasi sampel (A dan B) Pengukuran berat (C) uji kuat tekan
(D) di laboratorium. .................................................................... 46
Gambar V.2. Analisis stereografi lereng bench 1 ............................................. 47
Gambar V.3. Q-Slope Stability Chart. .............................................................. 55
Gambar V.4. Rekomendasi geometri lereng. .................................................... 55

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel II.1. Pembobotan nilai SMR (Romana, 1985). .......................................... 12


Tabel II.2. Pembobotan metode peledakan (Romana, 1985). .............................. 12
Tabel II.3. Rock quality designation (Bar dan Barton, 2015). ............................. 14
Tabel II.4. Joint set number (Bar dan Barton, 2015). .......................................... 15
Tabel II.5. Joint roughness number (Bar dan Barton, 2015). .............................. 15
Tabel II.6. Joint alteration number (Bar dan Barton, 2015). ............................... 16
Tabel II.7. Kondisi lingkungan dan geologi (Bar dan Barton, 2015). ................ 17
Tabel II.8. Kondisi fisik (SRFa) (Bar dan Barton, 2015). .................................. 18
Tabel II.9. Tegangan dan kekuatan (SRFb) (Bar dan Barton, 2015). ................. 18
Tabel II.10. Diskontinu mayor (SRFc) ) (Bar dan Barton, 2015). ........................ 18
Tabel V.1. Data pengukuran diskontinuitas lereng. ............................................ 45
Tabel V.2. Hasil pembobotan lereng pada bench 1. ........................................... 48
Tabel V.3. Tabel parameter RQD. ...................................................................... 49
Tabel V.4. Parameter Jn (Joint set number)........................................................ 50
Tabel V.5. Parameter Jr (Joint roughness). ........................................................ 50
Tabel V.6. Parameter Ja (Joint alteration number). ........................................... 51
Tabel V.7. Parameter Jwice (Joint water reduction factor). ............................... 52
Tabel V.8. Nilai pembobotan UCS (Uniaxial compressive strength)................. 52
Tabel V.9. Nilai dan pembobotan kondisi fisik SRFa. ....................................... 53
Tabel V.10. Nilai dan pembobotan tegangan dan kekuatan SRFb. ...................... 53
Tabel V.11. Nilai dan pembobotan diskontinu mayor SRFc. ............................... 54

xiv
BAB I PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Pemetaan geologi merupakan proses kerja lapangan yang bertujuan untuk mengkaji
unsur-unsur kegeologian yang berada pada suatu daerah pemetaan atau daerah
penelitian. Kegiatan pemetaan geologi dilakukan di daerah Dusun Satu, Kotaagung
Timur, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung. Berdasarkan Peta Geologi
Lembar Kotaagung Amin dkk, (1994) daerah penelitian secara berurutan dari tua
kemuda tersusun atas formasi Hulusimpang (Tomh) dan Endapan Gunungapi Muda
(Qhv). Daerah penelitian terletak pada ketinggian 350-1650 meter di atas
permukaan laut, dengan kondisi daerah penelitian yang terletak pada daerah
gunungapi, maka sangat menarik untuk dilakukannya kegiatan pemetaan geologi
untuk mengetahui kondisi geologi serta mengetahui persebaran litologi pada daerah
penelitian.
Kegiatan penambangan batuan yang terdapat pada daerah penelitian yang
menggunakan sistem tambang terbuka diketahui dilakukan tanpa adanya
perencanaan lereng tambang yang optimal. Oleh karena itu, analisis kestabilan
lereng dilakukan untuk mengetahui nilai aman dan potensi terjadinya tanah longsor
akibat dari kegiatan penambangan yang tidak memakai perancanaan lereng
tambang.

I.2. Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Melakukan identifikasi sebaran stratigrafi daerah penelitian.
2. Melakukan identifikasi satuan geomorfologi daerah penelitian.
3. Melakukan analisis struktur geologi pada daerah penelitian.
4. Melakukan analisis Slope Mass Rating (SMR) dan analisis Q-Slope pada daerah
penelitian.
5. Melakukan rekonstruksi sejarah daerah peneltian.

I.3. Metode Penelitian


Kegiatan penelitian dibagi menjadi 4 tahapan yang dapat dilihat dari Gambar I.1
dibawah ini:

1
Gambar I.1. Diagram alir penelitian.

a. Tahap Pra Lapangan (administrasi, studi literatur, dan survei lapangan)


Tahap pra lapangan merupakan tahap persiapan kegiatan pemetaan geologi.
Tahap pra lapangan dilakukan untuk mencari dan mengumpulkan referensi
geologi tentang daerah atau lokasi penelitian. Dalam tahap ini juga penulis
melakukan survei lapangan sebelum terjun langsung melakukan kegiatan
penelitian agar mengetahui lokasi dan memiliki gambaran awal tentang kondisi
daerah penelitian.
b. Tahap Penelitian Lapangan (Pengambilan data lapangan)
Tahap kedua merupakan kegiatan pengambilan data lapangan yaitu pemetaan
geologi dengan luas daerah sebesar 25 km² dengan skala 1: 25.000. Tahap
penelitian lapangan bertujuan nuntuk mengambil serta mendapatkan data yang
diperlukan untuk menghasilkan data akhir berupa laporan penelitian. Kegiatan
yang akan dilakukan pada saat di lapangan terdiri dari beberapa kegiatan yaitu:

2
• Pengamatan dan Deskripsi Singkapan
Tahap ini merupakan tahap pertama dalam penelitian lapangan. Tahap ini
merupakan tahap dimana kegiatan yang dilakukan terdiri dari mendeskripsi
suatu singkapan pada lokasi pemetaan yang meliputi deskripsi warna, struktur
singkapan, tekstur, dan komposisi mineral yang terdapat pada singkapan
tersebut.
• Pengambilan Sampel Batuan
Kegiatan pengambilan sampel batuan setelah melakukan tahap deskripsi
singkapan. Pengambilan sampel batuan ini bertujuan untuk nantinya melakukan
analisis sampel dan uji laboratorium. Pengambilan sampel dilakukan dengan
menggunakan alat palu geologi dengan tidak merusak struktur alami dari suatu
singkapan tersebut.
• Observasi Bentuk Lahan
Pengamatan bentuk lahan yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran bentuk
lahan di daerah penelitian. Dalam pengamatan bentuk lahan ini, bisa dilakukan
dari aliran sungai dan juga mengambil ketinggian tertentu agar mendapatkan
sudut pandang yang baik dalam melakukan observasi ataupun pengamatan
bentuk lahan.
• Pengambilan Data Diskontinuitas Lereng
Pengambilan dan pengukuran data diskontinuitas lereng dilakukan untuk
mendapatkan data orientasi lereng batuan. Kegiatan ini terdiri atas pengamatan
dan pengukuran data kekar pada badan lereng, pengambilan data geometri
lereng, dan juga pengambilan sampel batuan yang selanjutnya akan dilakukan
uji sampel batuan pada laboratorium.
c. Tahap Pengolahan Data
Tahap pengoalahan data dilakukan setelah kegiatan dan pengambilan data dari
daerah penelitian. Pengolahan data dilakukan di studio dan laboratorium.
Pengolahan data yang dilakukan berupa pengolahan data stratigrafi, struktur
geologi, geomorfologi dan data diskontinuitas lereng tambang.
Pengolahan data stratigrafi dilakukan dengan kegiatan pengamatan sampel
petrografi yang selanjutnya digabungkan berdasarkan kesamaan karakteristik
batuan. Proses pengolahan data petrografi melalui pengamatan dan deskripsi

3
sayatan digunakan untuk mengetahui komposisi mineral batuan yang
selanjutnya, akan dilakukan pembagian satuan batuan pada wilayah penelitian.
Pengolahan dan analisis struktur geologi dilakukan dengan menggunakan
aplikasi software, untuk mengetahui arah aliran lava pada daerah penelitian
yang didukung oleh data penarikan pola kelurusan punggungan pada daerah
penelitian.
Pengolahan data analisis data geomorfologi dilakukan dengan
mengkombinasikan data pengamatan bentuk bentang alam pada daerah
penelitian. Analisis citra satelit berupa bentuk pola aliran sungai, dan
kemiringan lereng yang dikombinasikan untuk membagi satuan bentang lahan
pada analisis geomorfologi di daerah penelitian.
Pengolahan data diskontinuitas dilakukan dengan menggunakan aplikasi
software, untuk mengetahui geometri lereng serta kemungkinan terjadinya
bencana longsor pada lereng tambang yang terdapat pada daerah penelitian.
d. Tahap Penyajian Data
Pengolahan dan analisis yang telah diselesaikan, kemudian dilakukan kegiatan
penyusunan peta geologi dan rekonstruksi sejarah geologi. Pengolahan dan
analisis data yang didapatkan menghasilkan peta-peta yang dibutuhkan serta
analisis diskontinuitas lereng untuk memberikan gambaran dan interpretasi
keadaan lereng tambang pada daerah penelitian. Laporan disusun dengan
meliputi berbagai aspek dan ketentuan penelitian yang meliputi seluruh
kegiatan yang telah dilaksanakan selama kegiatan pemetaan geologi serta hasil
pengolahan data dan studi literatur terkait sebagai bahan referensi dalam
penyajian dan penyusunan laporan peneltian.

I.4. Lokasi Penelitian


Secara geografis lokasi atau daerah penelitian terletak pada 104°40'30" BT –
104ᵒ43'30" BT dan 5ᵒ25'30" LS - 5ᵒ28'30" LS. Secara administratif daerah
penelitian terletak di daerah Dusun Satu, Kecamatan Kotaagung Timur, Kabupaten
Tanggamus, Provinsi Lampung, dengan luas daerah penelitian meliputi area
sebesar 25 km² atau 5x5 km dengan elevasi berkisar 350 sampai dengan 1650 meter
di atas permukaan laut (Gambar I.2).

4
Gambar I.2. Lokasi daerah penelitian.

I.5. Batasan Masalah


Batasan masalah pada peneltian ini meliputi:
1. Kegiatan penelitian meliputi kegiatan pemetaan geologi dengan luas daerah
penelitian sebesar 25 km² dengan skala peta 1:25000.
2. Kondisi geologi yang diamati dan dianalisis berupa geomorfologi, stratigrafi,
struktur geologi dan sejarah geologi pada daerah penelitian.
3. Analisis kestabilan lereng dianalisis berdasarkan data diskontinuitas lereng
dengan metode Slope Mass Rating (SMR) dan metode Q-Slope.

I.6. Sistematika Pembahasan


Penulisan laporan akhir ini terdiri atas 5 bab sebagai berikut:

a) Bab I Pendahuluan
Bab ini terdiri atas latar belakang penelitian, tujuan penelitian, metode
penelitian, lokasi penelitian, batasan masalah, dan sitematika pembahasan.
b) Bab II Tinjauan Pustaka
Bab ini terdiri dari tinjauan pustaka yang membahas kondisi geologi regional
daerah penelitian yang berisi informasi tentang fisiografi, stratigrafi, stratigrafi
regional, dan struktur geologi regional dan metode pengolahan data studi
khusus untuk memberikan gambaran umum daerah penelitian yang bersumber
dari studi literatur.

5
c) Bab III Geologi Daerah Penelitian
Bab ini bersumber dari data lapangan yang telah didapatkan. Bab ini
menjelaskan satuan geomorfologi, satuan stratigrafi, serta struktur geologi pada
daerah penelitian.
d) Bab IV Sejarah Geologi
Bab ini membahas tentang sejarah geologi yang dibahas berdasarkan hasil
analisis dari data geologi yang didapatkan di daerah penelitian.
e) Bab V Studi Khusus
Bab ini terdiri atas pembahasan mengenai analisis Slope Mass Rating (SMR)
dan analisis Q-Slope dari hasil pengolahan data diskontinuitas, dan kualitas
sampel batuan pada lereng tambang di daerah penelitian.
f) Bab VI Kesimpulan
Bab ini terdiri atas kesimpulan berdasarkan data yang telah didapatkan dan
dianalisis dari seluruh kegiatan penelitian pada daerah penelitian.

6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Stratigrafi Regional


Berdasarkan sumber Peta Geologi Lembar Kotaagung oleh Amin dkk, (1993),
daerah penelitian tersusun atas beberapa satuan batuan antara lain: Formasi
Hulusimpang dan Endapan Gunungapi Muda, (Gambar II.2). Lokasi daerah
penelitian pada peta geologi regional dapat dilihat pada Gambar II.1. Adapun
formasi yang terdapat pada lokasi penelitian dari tua ke muda menurut Amin dkk,
(1993) adalah sebagai berikut:
1. Formasi Hulusimpang (Tomh)
Formasi Hulusimpang tersebar luas pada daerah penelitian yang berbatasan
langsung dengan satuan Endapan Gunungapi Muda (Qhv) berdasarkan (Amin
dkk, 1993). Formasi Hulusimpang terbentuk pada umur Oligosen Akhir hingga
Miosen Awal. Formasi Hulusimpang terdiri atas litologi breksi vulkanik,
andesit-basal dan litologi tuf berdasarkan (Amin dkk, (1993).
2. Endapan Gunungapi Muda (Qhv)
Endapan Gunungapi Muda (Qhv) pada daerah penelitian merupakan produk
hasil dari aktivitas vulkanisme Gunung Tanggamus yang berumur Holosen
menurut Amin dkk, (1993). Produk vulkanisme Gunung Tanggamus tersusun
atas litologi breksi vulkanik, lava dan tuf dengan komposisi magma andesitik-
basaltik (Amin dkk, 1993).

Gambar II.1. Peta geologi regional daerah penelitian (Amin dkk, 1993)
7
Gambar II.2. Korelasi stratigrafi regional (Amin dkk., 1993)

II.2. Fisiografi Regional


Daerah penelitian terletak di Dusun Satu, Kecamatan Kotaagung Timur, Kabupaten
Tanggamus, Provinsi Lampung. Berdasarkan Mangga dkk, (1994), daerah
Lampung terbagi menjadi tiga satuan fisiografi yaitu, Lajur Jambi-Palembang,
Lajur Bukit Barisan, dan Lajur Bengkulu. Daerah penelitian diketahui terletak pada
Lajur Bukit Barisan (Gambar II.3).
Secara morfologi, wilayah Lampung terdiri dari dataran rendah, perbukitan
bergelombang, pegunungan, dan kerucut gunungapi. Berdasarkan peta fisiografi
regional, daerah penelitian termasuk kedalam satuan morfologi Perbukitan
Bergelombang dan Kerucut Gunungapi. Morfologi perbukitan bergelombang pada
daerah penelitian merupakan lajur bukit barisan dengan elevasi 400 sampai dengan
2000 mdpl.

8
Gambar II.3. Fisiografi daerah penelitian (Mangga dkk, 1994).

II.3. Tatanan Tektonik


Daerah penelitian terletak pada bagian paling selatan Pulau Sumatra yang
merupakan bagian dari Lempeng Paparan Sunda. Pulau Sumatra memiliki 3 sistem
ciri-ciri tektonik yang terbentang dari barat ke timur. Zona subduksi oblique oleh
Lempeng Samudra Hindia, Sesar Mentawai, dan Zona Sesar Besar Sumatra (Barber
dkk., 2005).
Kondisi tektonik di Pulau Sumatra tidak terlepas dari kontrol Sistem Sesar Besar
Sumatra yang membentang luas dari Aceh hingga ujung Pulau Sumatra yaitu pada
daerah Lampung (Sieh dan Natawidjaja, 2000). Peristiwa subduksi di Pulau
Sumatra yang memiliki pola pergerakan oblique dan gerakan relatif dari Lempeng
Samudra Hindia mengakibatkan subduksi di Pulau Sumatra terbagi menjadi
subduksi dengan arah normal dan subduksi dengan arah sejajar dengan palung.
Perubahan dari subduksi normal menjadi oblique terletak pada Selat Sunda yang
merupakan bagian selatan dari Pulau Sumatra (Barber dkk, 2005). Peristiwa rotasi
dan terbukanya Laut Andaman kemudian diperkirakan menjadi inisiator
terbentuknya Sistem Sesar Besar Sumatera yang diperkirakan terjadi mulai dari
Oligosen Akhir-Miosen Tengah (Gambar II.4).

9
Daerah Penelitian

Gambar II.4. Rekonstruksi tektonik regional sumatra (Barber dkk, 2005).

II.4. Slope Mass Rating (SMR)


Analisis kestabilan lereng merupakan analisis yang dilakukan terhadap suatu lereng
batuan atau lereng tanah untuk mendapatkan nilai aman dari suatu lereng.
Kemantapan dari suatu lereng tergantung terhadap besarnya gaya penahan dan gaya
penggerak yang terdapat pada bidang gelincir dari suatu lereng tersebut. Tanah
sebagai material yang terdiri dari butiran mineral-mineral dan bahan-bahan organik
yang telah melapuk dapat mempengaruhi tingkat kestabilan dari suatu lereng tanah.
Pada proses produksi dan penggalian tambang bawah tanah lainnya telah banyak
menggunakan metode kestabilan lereng untuk membantu proses pembangunan
proyek.
Analisis kestabilan lereng batuan merupakan metode empiris yang diaplikasikan
dengan metode kinematik, metode kesetimbangan batas, dan permodelan metode
numerik. Untuk mengetahui tingkat kestabilan, penguatan dan performa dari
penggalian lereng dapat menggunakan metode Slope Mass Rating (SMR).
Slope Mass Rating (SMR) merupakan metode klasifikasi massa batuan lereng yang
menggunakan 4 faktor penyesuaian secara keseluruhan yaitu F1,F2,F3,dan F4

10
(Romana, 1985). Analisis perhitungan SMR didapatkan dengan menjumlahkan
hasil perhitungan nilai rock mass rating atau RMR dengan 4 faktor penyesuaian
dari parameter slope mass rating atau SMR (Tabel II.1 dan Tabel II.2), sehingga
nilai yang didapat dari perhitungan rumus SMR dapat mewakili keseluruhan dari
geometri lereng. Menurut Fattah dkk, (2010), rumus yang digunakan dalam
perhitungan nilai SMR yaitu:
SMR = RMR + (F1 x F2 x F3) + F4 (Persamaan II.1.)
Keterangan:
• F1 = Kesejajaran antara kekar dan jurus lereng
• F2 = Rata-rata dip dari joint
• F3 = Rata-rata dip dari joint dikurangi sudut slope
• F4 = Jenis metode ekskavasi
Parameter yang digunakan menurut Romana, (1985) yaitu:
1. Massa batuan berdasarkan Rock Mass Rating (RMR)
2. Arah diskontinuitas (αj) dan arah lereng (αs)
3. Sudut kemiringan diskontinuitas (βj) dan sudut kemiringan lereng (βs)
4. Faktor berkaitan dengan metode ekskavasi.

11
Tabel II.1. Pembobotan nilai SMR (Romana, 1985).

Tabel II.2. Pembobotan metode peledakan (Romana, 1985).

II.5. Metode Q-Slope


Pada operasional lereng sipil dan operasional lereng tambang untuk mengetahui
tingkat kestabilan pada umumnya dilakukan analisis kestabilan lereng dengan
mengumpulkan data geometri lereng untuk memutuskan apakah lereng batuan
dalam kondisi stabil atau dalam kondisi rentan terhadap failure atau longsor.
Tingginya tingkat penggalian yang mempengaruhi bentuk muka lereng
memerlukan metode yang cepat dan signifikan untuk mengetahui tingkat kestabilan
lereng dengan pendekatan yang presisi sesuai dengan keadaan aktual di lapangan.
Tujuan dari klasifikasi Q-Slope adalah untuk memungkinkan dan membantu ahli
geoteknik dalam melakukan analisis dan pemberian penilaian secara kualitatif
12
terhadap stabilitas lereng batuan di lapangan dan membuat penyesuaian untuk sudut
kemiringan lereng yang sesuai dengan kondisi massa batuan dan potensi terjadinya
longsor selama kegiatan penambangan (Bar dan Barton, 2015). Mengaplikasikan
metode Q-Slope selama proses kegiatan penggalian berlangsung bisa membantu
dalam pengendalian dan pembentukan lereng batuan sesuai dengan potensi longsor
yang dapat terjadi. Namun, banyak di lapangan lereng dibuat dengan sudut yang
sama atau konstan walaupun memiliki struktur domain yang berbeda. Perumusan
metode empiris Q-Slope diketahui berdasarkan 6 parameter yang sama dengan
perumusan Q-System tetapi memiliki perubahan pada beberapa parameter untuk Q-
Slope yang diaplikasikan untuk lereng batuan di permukaan. Dari 6 parameter
tersebut maka dapat diketahui secara empiris nilai Q-Slope, yaitu:
𝑅𝑄𝐷 Jr Jw
Q-Slope = 𝑥 𝐽𝑎 + 𝑆𝑅𝐹 (Persamaaan II.2.)
𝐽𝑛

Keterangan:
RQD : Rock Quality Designation
Jn : Joint Set Number
Jr : Joint Roughness Number
Ja : Joint Alteration Number
Jw : Joint Water Reduction
SRF : Strength Reduction Factor

Nilai numerik dari perhitungan Q-Slope merupakan skala logaritma yang memiliki
nilai dari 0,001 hingga 100. Setiap nilai tersebut merupakan penilaian kualitatif
massa batuan terhadap 3 kelompok parameter yang tidak berubah secara signifikan
dari metode Q-System sebagai berikut:

1. Derajat bidang diskontinu dan ukuran blok (RQD/Jn)


Derajat bidang diskontinu yang ditentukan oleh bentuk bidang diskontinu
yaitu orientasi dan spasi yang menunjukkan ukuran relatif blok massa
batuan. Derajat bidang diskontinu mempunyai pengaruh yang besar untuk
batuan lemah dibandingkan batuan yang kuat.

13
a. Parameter Rock Qualtiy Designation (RQD)
Rock Quality Designation (RQD) dikembangkan oleh Deere, (1989),
untuk memperoleh perkiraan secara kuantitatif terhadap massa batuan
berdasarkan inti pemboran. RQD merupakan nilai persentase dari
bagian inti yang utuh dengan Panjang lebih dari 10 cm dengan deskripsi
nilai dan pembobotan RQD dapat dilihat pada Tabel II.3.

Tabel II.3. Rock quality designation (Bar dan Barton, 2015).

b. Parameter Jn
Jumlah set bidang diskontinu atau jumlah keluarga bidang diskontinu
merupakan kumpulan bidang diskontinu yang mempunyai orientasi
parallel satu sama lain dengan karakter dan jenis yang sama. Adanya
kesamaan jenis, dan orientasi kekar akan mempengaruhi orientasi lereng
dan banyaknya jumlah kekar biasanya akan mempengaruhi tingkat
kestabilan pada suatu lereng batuan. Deskripsi Jn dapat dilihat pada
Tabel II.4.

14
Tabel II.4. Joint set number (Bar dan Barton, 2015).

2. Gesekan bidang diskontinu atau kuat geser rata-rata yang menunjukkan kuat
geser interblok antara bidang-bidang diskontinu. Gesekan pada bidang
diskontinu ini, tergantung dari kekasaran bidang diskontinu, ketebalan dan
material pengisi di dalamnya. Kestabilan dapat dikatakan bagus dicirikan
dengan tidak adanya material pengisi di dalamnya.
a. Parameter Jr
Menunjukkan kelas kekasaran bidang diskontinu dan kuat geser bidang
diskontinu. Deskripsi Jr dapat dilihat pada Tabel II.5.

Tabel II.5. Joint roughness number (Bar dan Barton, 2015).

15
b. Parameter Ja
Merupakan tingkat alterasi dari bidang diskontinu. Selain parameter
kekasaran, isian diskontinu juga mempengaruhi nilai kekuatan geser
batuan. Isian diskontinu yaitu ketebalan dan kekuatan dan faktor
tersebut tergantung pada komposisi mineral di dalamnya. Tingkat
alterasi dibagi menjadi 3 kelompok sesuai dengan isian bidang
diskontinu yang ditunjukkan pada Tabel II.6.

Tabel II.6 Joint alteration number (Bar dan Barton, 2015).

3. Faktor luar dan Tekanan (Jwice/ SRF)


Pada metode Q-Slope parameter ini mengalami pengembangan dari metode
Q-System yang disesuaikan dengan aplikasi dari lereng batuan pada
permukaan tanah, karena dipengaruhi oleh faktor perubahan lingkungan.
Faktor luar dan tekanan aktif terdiri dari 2 parameter yaitu:
a. Parameter Jwice
Merupakan faktor reduksi karena adanya pengaruh lingkungan atau
air pada bidang diskontinu (Tabel II.7). Tingkat kondisi lereng yang
dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan unsur lain dalam jangka
waktu yang lama. (Bar dan Barton, 2015).

16
b. Parameter SRF (SRFa, SRFb, dan SRFc)
SRF (strength reduction factor) merupakan faktor reduksi karena
tegangan yaitu perbandingan antara kuat tekan uniaksial batuan
dengan tegangan utama. Pada metode Q-Slope nilai SRF diperoleh
dengan memilih nilai maksimum atau yang paling merugikan dan
berdampak buruk pada kestabilan lereng. (Bar dan Barton, 2015).
• SRFa mendeskripsikan strength reduction factor untuk
kondisi fisik permukaan lereng (sekarang atau yang
diharapkan) karena pengaruh dari kegiatan yang tidak
diduga seperti pelapukan dan erosi (Tabel II.8.).
• SRFb mendeskripsikan strength reduction factor untuk
tingkat tegangan dan kekuatan yang mempengaruhi lereng.
SRFb menjadi parameter yang mengurangi nilai Q, apabila
terjadi pada material yang memiliki kekuatan yang lemah
seperti batuan yang sangat lapuk dan saprolitik, dan juga
menjadi berpengaruh dengan meningkatnya ketinggian
lereng karena akan meningkatkan tegangan utama (Tabel
II.9).
• SRFc mendeskripsikan strength reduction untuk diskontinu
major seperti sesar, zona lemah, dan kumpulan kekar yang
mungkin juga mengandung isian tanah liat yang berdampak
buruk pada stabilitas lereng (Tabel II.10).

Tabel II.7. Kondisi lingkungan dan geologi (Bar dan Barton, 2015).

17
Tabel II.8. Kondisi fisik (SRFa) (Bar dan Barton, 2015).

Tabel II.9. Tegangan dan kekuatan (SRFb) (Bar dan Barton, 2015).

Tabel II.10. Diskontinu mayor (SRFc) (Bar dan Barton, 2015).

18
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

III.1. Geomorfologi
Geomorfologi pada daerah penelitian terdiri dari bentuk pola aliran sungai, tahapan
geomorfik dan pembagian satuan geomorfologi. Analisis geomorfologi dilakukan
dengan memperhatikan proses pengontrol atau proses yang mempengaruhi bentang
lahan pada daerah penelitian. Pada penelitian ini dilakukan analisis geomorfologi
berdasarkan klasifikasi Bentuk Muka Bumi (BMB) dari Brahmantyo dan Bandono,
(2006).

III.1.1. Morfometri
Analisis morfometri pada daerah penelitian merupakan hasil interpretasi dari data
Data Elevation Model (DEM). Pembagian klasifikasi kemiringan lereng pada
daerah penelitian dianlisis berdasarkan klasifikasi kemiringan lereng berdasarkan
van Zuidam (1985). Hasil analisis kemiringan lereng pada daerah penelitian
diketahui terdiri atas 7 pembagian kelas lereng (Lampiran 8). Berdasarkan peta
morfometri daerah penelitian, diketahui daerah dengan kemiringan lereng landau
berada pada bagian timur dengan kemiringan lereng yang cenderung lebih landai.
Sementara pada bagian tenggara dan timurlaut didominasi oleh kemiringan lereng
curam hingga terjal. Hasil analisis ini dapat dilihat berdasarkan peta morfometri
daerah penelitian (Lampiran 8).

III.1.2. Morfografi
Morfografi merupakan gambaran bentuk permukaan bumi yang menjelaskan
bentuk dari suatu bentang lahan. Berdasarkan analisis morfografi daerah penelitian
diketahui bahwa daerah penelitian berada pada elevasi 350-1650 mdpl dengan
morfografi yang terbagi menjadi 3 berdasarkan keadaan di lapangan sebenarnya.
Pertama, daerah Dataran Bergelombang dengan ketinggian 350-650 mdpl ditandai
dengan warna merah muda pada peta morfografi (Lampiran 7). Kedua, daerah
Perbukitan dengan ketinggian 437,5-637,5 mdpl yang ditandai dengan warna merah
pada Peta Morfografi (Lampiran 7). Ketiga merupakan daerah Pegunungan dengan
ketinggian 612,5-1650 mdpl yang ditandai dengan warna merah tua pada peta
morfografi (Lampiran 7).

19
III.1.3. Pola Aliran Sungai
Pola aliran sungai pada daerah penelitian diketahui memiliki pola aliran radial dan
dendritik, dengan perbesaran luas wilayah penelitian menjadi 10x8 km seperti yang
terlihat pada Gambar III.1. Perbesaran luas daerah penelitian ini, dilakukan untuk
memberikan gambaran jelas sumber aliran dan bentuk pola aliran sungai pada
daerah penelitian. Pola aliran sungai radial diketahui berpusat dari Gunung
Tanggamus. Pola aliran radial ini merupakan pola aliran sungai yang menunjukkan
penyebaran secara radial atau dari suatu titik ketinggian tertentu. Pola aliran radial
pada daerah penelitian dikontrol oleh morfologi Gunung Tanggamus. Pola aliran
dendrtitik pada daerah penelitian diketahui memperlihatkan bentukan sungai yang
memiliki banyak cabang. Pola aliran dendritik pada daerah penelitian diketahui
dikontrol oleh litologi yang homogen. Tingkat kerapatan sungai akan dipengaruhi
oleh tingkat resistensi batuan terhadap erosi yang terjadi.

Gambar III.1. Peta pola aliran sungai daerah penelitian.

III.1.4. Tahapan Geomorfik


Tahap geomorfik pada daerah penelitian diidentifikasi melalui bentuk lembah,
morfografi, morfometri dan morfogenesa. Daerah penelitian digolongkan kedalam
tahapan geomorfik muda. Tahap geomorfik muda dicirikan dengan bentuk
lembahan V yang merupakan hasil dari aktivitas morfostruktur dinamis hasil dari

20
aktivitas eksogen dengan sisi lembah terjal, badan sungai yang relatif sempit dan
terdapatnya air terjun (Gambar III.2). Bentuk lembahan V pada daerah penelitian
diketahui dipengaruhi oleh tenaga eksogen yaitu erosi secara vertikal yang relatif
dominan. Tahap geomorfik muda pada daerah penelitian terdapat di sepanjang
lereng Gunung Tanggamus yang memiliki kelas lereng yang curam.

Gambar III.2. Tahap geomorfik muda pada daerah penelitian.

III.1.5. Satuan Geomorfologi


a. Kipas Aliran Lava (VTA.13)
Pada satuan geomorfologi kipas aliran lava diketahui memiliki bentuk lahan
perbukitan dengan bentuk lembah V. Satuan bentang lahan ini, memiliki bentuk
pola aliran sungai radial yang memusat dari Gunung Tanggamus. Satuan
bentang lahan ini, menempati 15,5% dari keseluruhan luas daerah penelitian.
Memiliki kelas lereng agak curam (8º-16º) dan terletak pada bagian barat daya
daerah penelitian. Proses eksogen pada satuan geomorfologi ini, berupa erosi
dan pelapukan. Satuan geomorfologi kipas aliran lava dipengaruhi oleh
aktivitas vulkanisme Gunung Tanggamus berupa pendinginan lava yang
mengalir dari Gunung Tanggamus yang membeku dan membentuk litologi
Andesit pada daerah penelitian (Gambar III.3).

21
Gambar III.3. Satuan kipas aliran lava.

b. Dataran Aliran Piroklastik (V.TA.15)


Satuan dataran aliran piroklastik memiliki kemiringan landai (4º-8º) dengan
elevasi 550-625 mdpl. Memiliki bentuk lahan dataran. Satuan bentang lahan ini,
menempati 10% dari keseluruhan luas daerah penelitian. Satuan bentang lahan
dataran aliran piroklastik ini, terletak pada bagian timur laut-timur daerah
penelitian. Memiliki pola aliran sungai radial-dendritik dengan bentuk lembah
V. Proses eksogen pada satuan geomorfologi ini, dipengaruhi oleh erosi dan
pelapukan. Satuan geomorofologi dataran aliran piroklastik terbentuk oleh
proses erosi berupa pengangkutan material piroklastik oleh aliran sungai dan
terendapkan pada bagian yang relatif datar pada daerah penelitian. Litologi
penyusun satuan ini berupa litologi tuf kasar (Gambar III.4).

Gambar III.4. Dataran aliran piroklastik.

22
c. Perbukitan Sisa Gunungapi (V.7)
Satuan perbukitan sisa gunungapi memiliki kemiringan curam (16º-35º)
dengan elevasi 600-675 mdpl. Daerah penelitian memiliki bentuk lahan
perbukitan. Satuan bentang lahan ini, menempati 5% dari keseluruhan luas
daerah penelitian. Satuan bentang lahan perbukitan sisa gunungapi ini, terletak
pada bagian selatan daerah penelitian. Memiliki pola aliran sungai radial
dengan bentuk lembah V. Proses eksogen pada satuan geomorfologi ini,
dipengaruhi oleh erosi dan pelapukan. Satuan geomorofologi perbukitan sisa
gunungapi ditafsirkan terbentuk akibat dari aktivitas erupsi eksplosif Gunung
Gisting. Aktivitas vulkanisme Gunung Gisting ini, mengendapkan satuan
piroklastik jatuhan berupa litologi tuf halus pada daerah penelitian. Litologi
penyusun satuan ini berupa litologi tuf halus (Gambar III.5).

Gambar III.5. Perbukitan sisa gunungapi.

d. Punggungan Aliran Lava (V.GI.10)


Satuan punggungan aliran lava memiliki kemiringan curam (16º-35º)
dengan elevasi 587-675 mdpl. Memiliki bentuk lahan perbukitan. Satuan
bentang lahan ini, menempati 7% dari keseluruhan luas daerah penelitian.
Satuan bentang lahan punggungan aliran lava ini, terletak pada bagian
selatan daerah penelitian. Daerah penelitian memiliki pola aliran sungai
radial dengan bentuk lembah V. Proses eksogen pada satuan geomorfologi
ini, dipengaruhi oleh erosi dan pelapukan. Satuan geomorofologi
punggungan aliran lava ditafsirkan merupakan bagian dari aliran lava

23
Gunung Gisting yang disebabkan oleh aktivitas vulkanisme. Litologi
penyusun satuan ini berupa litologi basal (Gambar III.6).

U S

Gambar III.6. Punggungan aliran lava (V.GI.10).

e. Punggungan Aliran Lava (V.PR.10)


Satuan punggungan aliran lava memiliki kemiringan curam (16º-35º)
dengan elevasi 562,5-675 mdpl. Daerah penelitian memiliki bentuk lahan
perbukitan. Satuan bentang lahan ini, menempati 9% dari keseluruhan luas
daerah penelitian. Satuan bentang lahan punggungan aliran lava ini, terletak
pada bagian tenggara daerah penelitian. Memiliki pola aliran sungai radial
dengan bentuk lembah V. Proses eksogen pada satuan geomorfologi ini,
dipengaruhi oleh erosi dan pelapukan. Satuan geomorofologi punggungan
aliran lava ditafsirkan merupakan bagian dari aliran lava Gunung Pematang
Rukusan yang disebabkan oleh aktivitas vulkanisme. Litologi penyusun
satuan ini berupa litologi andesit (Gambar III.7).

24
Gambar III.7. Punggungan aliran lava (V.PR.10).

f. Punggungan Aliran Lava (V.TA.10)


Satuan punggungan aliran lava memiliki kemiringan curam (16º-35º)
dengan elevasi 787,5-1650 mdpl. Daerah penelitian memiliki bentuk lahan
pegunungan. Satuan bentang lahan ini, menempati 28,5% dari keseluruhan
luas daerah penelitian. Satuan bentang lahan punggungan aliran lava ini,
terletak pada bagian barat hingga utara daerah penelitian. Daerah penelitian
memiliki pola aliran sungai radial dengan bentuk lembah V. Proses eksogen
pada satuan geomorfologi ini, dipengaruhi oleh erosi dan pelapukan. Satuan
geomorofologi punggungan aliran lava ditafsirkan merupakan bagian dari
aliran lava Gunung Tanggamus yang disebabkan oleh aktivitas vulkanisme.
Litologi penyusun satuan ini berupa litologi andesit dan basal (Gambar
III.8).

25
Gambar III.8. Punggungan aliran lava (V.TA.10).

g. Punggungan Aliran Piroklastik (V.GI.12)


Satuan punggungan aliran piroklastik memiliki kemiringan curam (16º-35º)
dengan elevasi 350-612,5 mdpl. Daerah penelitian memiliki bentuk lahan
perbukitan. Satuan bentang lahan ini, menempati 10% dari keseluruhan luas
daerah penelitian. Satuan bentang lahan punggungan aliran piroklastik ini,
terletak pada bagian selatan daerah penelitian. Memiliki pola aliran sungai
radial dengan bentuk lembah V. Proses eksogen pada satuan geomorfologi
ini, dipengaruhi oleh erosi dan pelapukan. Satuan geomorofologi
punggungan aliran piroklastik ditafsirkan merupakan bagian dari aliran
piroklastik Gunung Gisting yang disebabkan oleh aktivitas vulkanisme.
Litologi penyusun satuan ini berupa litologi tuf halus dan breksi piroklastik
(Gambar III.9).

26
Gambar III.9. Punggungan aliran piroklastik.

h. Punggungan Aliran Piroklastik (V.TA.12)


Satuan punggungan aliran piroklastik memiliki kemiringan curam (16º-35º)
dengan elevasi 600-775 mdpl (Gambar III.10). Daerah penelitian memiliki
bentuk lahan pegunungan. Satuan bentang lahan ini, menempati 15% dari
keseluruhan luas daerah penelitian. Satuan bentang lahan punggungan
aliran piroklastik ini, terletak pada bagian barat hingga utara daerah
penelitian. Daerah penelitian memiliki pola aliran sungai radial dengan
bentuk lembah V. Proses eksogen pada satuan geomorfologi ini,
dipengaruhi oleh erosi dan pelapukan. Satuan geomorofologi punggungan
aliran piroklastik ditafsirkan merupakan bagian dari aliran piroklastik
Gunung Tanggamus yang disebabkan oleh aktivitas vulkanisme. Litologi
penyusun satuan ini berupa litologi breksi piroklastik.

Gambar III.10. Punggungan aliran piroklastik (V.TA.12).

27
III.2. Stratigrafi
Pembagian satuan batuan dilakukan berdasarkan pengamatan dan pengambilan
data di daerah penelitian. Penamaan satuan batuan pada daerah penelitian
didasarkan pada satuan yang tidak resmi. Stratigrafi pada daerah penelitian berturut
dari tua ke muda antara lain Satuan Aliran Lava Andesit Gunung Pematang
Rukusan, Satuan Aliran Lava Basal Gunung Gisting, Satuan Piroklastik Jatuhan
Gunung Gisting, Satuan Aliran Piroklastik Tuf Kasar Gunung Tanggamus, Satuan
Aliran Breksi Piroklastik Gunung Tanggamus, Satuan Aliran Lava Basal Gunung
Tanggamus, dan Satuan Aliran Lava Andesit Gunung Tanggamus (Lampiran 4).
Kolom stratigrafi daerah penelitian ditunjukkan pada gambar III.11.

Gambar III.11. Tabel stratigrafi daerah penelitian.

III.2.1. Satuan Aliran Lava Andesit Gunung Pematang Rukusan


Satuan Aliran Lava Andesit tersusun atas batuan beku andesit dengan warna abu-
abu cerah pada kondisi segar dan warna abu-abu gelap pada kondisi lapuk. Satuan
aliran lava andesit Gunung Pematang Rukusan menempati 9% dari keseluruhan
daerah penelitian. Secara pengamatan megaskopis Satuan Aliran Lava Andesit
Gunung Pematang Rukusan menunjukkan tekstur porfiritik. Kondisi singkapan
pada satuan ini relatif sama yaitu lapuk dan tertutupi oleh vegetasi tumbuhan
(Gambar III.12). Pada keseluruhan sampel batuan yang diamati dan dideskripsi

28
ditemukan struktur vesikular yang mengindikasikan adanya pendinginan aliran
magma yang terjadi di permukaan.

Gambar III.12. Titik pengamatan Satuan Aliran Lava Andesit Gunung Pematang
Rukusan.

III.2.2. Satuan Aliran Lava Basal Gunung Gisting


Satuan Aliran Lava Basal Gunung Gisting tersusun atas batuan beku dengan ciri-
ciri warna abu-abu kehijauan pada kondisi segar dan warna kehitaman pada kondisi
lapuk. Satuan ini menempati 7% dari keseluruhan daerah penelitian yang tersebar
pada bagian selatan daerah penelitian (Lampiran 4). Secara megaskopis Satuan
Aliran Lava Basal Gunung Gisting menunjukkan tekstur afanitik. Satuan ini hadir
pada aliran sungai pada bagian selatan daerah penelitian yang mengindikasikan
produk dari aliran lava hasil aktivitas gunungapi. Pada sampel litologi yang diamati
dijumpai struktur vesikular pada tubuh batuan yang mengindikasikan adanya proses
pendinginan magma yang terjadi di permukaan (Gambar III.13). Analisis petrografi
dari litologi yang mewakili satuan ini, menghasilkan jenis plagioklas yaitu bitownit.
Jenis plagioklas tersebut tergolong mineral basa dan umum dijumpai pada batuan
basal.

29
Gambar III.13. Titik pengamatan satuan basal Gunung Gisting.

Berdasarkan analisis petrografi diketahui bahwa sampel Satuan Aliran Lava Basal
Gunung Gisting memiliki tekstur intergranular dan porfiritik. Tekstur intergranular
yang dijumpai pada tiap sampel satuan yang diamati menunjukkan adanya mineral
olivin yang mengisi celah antar mineral plagioklas. Tekstur afanitik pada tiap
sampel yang diamati menunjukkan fenokris dengan yang tertanam pada massa
dasar gelas memiliki ukuran yang berbeda-beda dengan persentase yang tidak
sama. Fenokris yang menyusun batuan ini, teridiri atas mineral plagioklas (45%),
piroksen (20%), dan olivine (12%). (Gambar III.14). Berdasarkan penentuan jenis
plagioklas dan keterdapatan mineral olivin pada sampel yang diamati, maka batuan
penyusun satuan ini dinamakan basal.

Gambar III.14. Sayatan tipis Satuan Aliran Lava Basal ES-40.

30
Komponen mineral yang menyusun sampel Satuan Aliran Lava Basal Gunung
Gisting memiliki hubungan antar kristal inekuigranular yang menunjukkan susunan
fenokris yang tidak seragam. Derajat kristalisasi yang diamati tersusun atas gelas
vulkanik (13%) dan setengah fenokris yang menunjukkan satuan ini, memiliki
derajat kristalisasi dengan jenis hipokristalin (Lampiran 2).

III.2.3. Satuan Piroklastik Jatuhan Gunung Gisting


Satuan jatuhan piroklastik Gunung Gisting disusun oleh litologi Tuf Halus. Satuan
ini memiliki karakteristik warna coklat pada kondisi segar dan abu-abu kehitaman
pada kondisi lapuk (Gambar III.15). Satuan ini menempati 10% dari total
keseluruhan daerah penelitian (Lampiran 4). Berdasarkan deskripsi megaskopis,
satua ini memiliki ukuran butir 0-0,032mm dengan nama litologi Tuf Halus
berdasarkan klasifikasi Schmid, (1981). Satuan tuf halus ini, terbentuk akibat erupsi
gunungapi yang bersifat eksplosif. Pada singkapan yang diamati pada keseluruhan
daerah penelitian, satuan ini relatif memiliki sortasi yang baik dan kemas terbuka.
Mekanisme pendinginan satuan ini, terbentuk oleh mekanisme piroklastik jatuhan
(pyroclastic fall). Satuan piroklastik jatuhan Gunung Gisting diperkirakan
bersumber dari hasil aktivitas vulkanisme Gunung Gisting. Satuan Piroklastik
Jatuhan Gunung Gisting yang ditindih oleh Satuan Piroklastik Gunung Tanggamus,
menjadi salah satu faktor yang membedakan umur pengendapan dan sumber
pengendapan pada pembagian umur satuan daerah penelitan. Berdasarkan Lembar
Geologi Kotaagung oleh Amin dkk, (1994), satuan ini termasuk kedalam Formasi
Hulusimpang (Tomh).

Gambar III.15. Titik pengamatan Satuan Jatuhan Piroklastik Gunung Gisting.


31
Berdasarkan pengamatan petrografi terhadap sayatan tipis, diketahui satuan jatuhan
piroklastik Gunung Gisting memiliki tekstur broken crystal. Ukuran kristal
penyusun satuan ini, memiliki ukuran yang relatif tidak sama yang menunjukkan
hubungan antar kristal inekuigranular. Tekstur broken crystal menunjukkan adanya
bentuk fenokris yang tidak utuh lagi dan dapat dilihat pada kotak sayatan dengan
kode sampel J10. Tekstur ini menunjukkan adanya proses dekompresi akibat dari
proses erupsi eksplosif yang sangat kuat dan proses pengendapan yang dipengaruhi
oleh udara (Gambar III.16).

Gambar III.16. Pengamatan sayatan tipis Satuan Jatuhan Piroklastik Gunung Gisting.

Satuan jatuhan piroklastik Gunung Gisting yang diamati pada sayatan tipis teridiri
atas mineral plagioklas (6%), litik (2%), kuarsa (4%), opak (6%) dan didominasi
oleh 69% gelas vulkanik. Gelas vulkanik terbentuk akibat dari proses pendinginan
magma yang cepat setelah aktivitas erupsi yang eksplosif.

III.2.4. Satuan Aliran Breksi Piroklastik Gunung Tanggamus


Satuan aliran piroklastik Gunung Tanggamus tersusun atas litologi breksi
piroklastik. Satuan ini menempati 15% dari total luas daerah penelitian (Lampiran
4). Satuan aliran piroklastik aliran Gunung Tanggamus memiliki ciri-ciri yang
relatif sama dengan kenampakan warna coklat pada kondisi segar dan warna abu-
abu kehitaman pada kondisi lapuk (Gambar III.17). Pada deskripsi secara
megaskopis satuan ini memiliki matriks terdiri dari debu vulkanik (10%) dan
fragmen terdiri atas ukuran bom (84%) dengan bentuk yang membundar sampai
menyudut tanggung dan lapilli (6%), dengan nama litologi breksi piroklastik

32
menurut Fisher, (1984) (Lampiran 2). Satuan Aliran Breksi Piroklastik Gunung
Tanggamus terekam sebagai produk tertua dari hasil aktivitas vulkanisme Gunung
Tanggamus. Satuan ini, terendapkan akibat dari aktivitas eksplosif Gunung
Tanggamus dan terbawa melalui aliran sungai pada daerah lereng Gunung
Tanggamus.

Gambar III.17. Titik pengamatan Satuan Aliran Piroklastik Gunung Tanggamus.

Pengamatan petrografi dilakukan dengan sayatan tipis. Berdasarkan sampel


matriks, diketahui satuan ini memiliki hubungan antar kristal inekuigranular
(Gambar III.18). Satuan Aliran Breksi Piroklastik Gunung Tanggamus ini,
didominasi oleh mineral plagioklas (41%), kuarsa (5%), opak (21%) dan piroksen
(3%) dengan massa dasar gelas (30%) (Lampiran 2). Adanya gelas vulkanik yang
diamati pada sayatan tipis menjadi penanda adanya pendinginan magma yang cepat
dan terendapkan bersama dengan material-material vulkanik lainnya.

33
Gambar III.18. Pengamatan sayatan tipis ES-56 Satuan Aliran Breksi Piroklastik Gunung
Tanggamus.

III.2.5. Satuan Aliran Piroklastik Tuf Kasar Gunung Tanggamus


Satuan Aliran Piroklastik Tuf Kasar Gunung Tanggamus disusun oleh litologi Tuf
Kasar. Satuan ini menempati 11% dari total keseluruhan daerah penelitian
(Lampiran 4). Berdasarkan deskripsi megaskopis, satuan ini memiliki warna coklat
secara umum dengan ukuran butir 0,032-2 mm (Gambar III.19). Satuan ini
memiliki kemas tertutup, dengan sortasi yang buruk. Berdasarkan ukuran butir
tersebut satuan ini bernama Tuf Kasar berdasarkan klasifikasi Schmid, (1981).
Satuan ini diperkirakan merupakan produk hasil aliran piroklastik (pyroclastic
flow) Gunung Tanggamus. Satuan ini terendapkan pada bagian morfologi dengan
relatif datar pada daerah penelitian. Berdasarkan peta daerah penelitian dapat
diperkirakan satuan ini merupakan produk hasil aktivitas vulkanisme eksplosif
Gunung Tanggamus yang sebelumnya mengendapkan Satuan Aliran Piroklastik
dengan litologi Breksi Piroklastik. Satuan ini diperkirakan terbentuk dengan
melibatkan aliran sungai Gunung Tanggamus yang disertai dengan tingginya
aktivitas erosi pada daerah penelitian.

34
Gambar III.19. Titik pengamatan Satuan Piroklastik Aliran Gunung Tanggamus.

III.2.6. Satuan Aliran Lava Basal Gunung Tanggamus


Satuan aliran lava basal Gunung Tanggamus pada daerah penelitian terdiri atas
litologi basal. Satuan ini tersebar pada bagian utara pada daerah penelitian
(Lampiran 4). Satuan ini, menempati 8% dari total keseluruhan luas daerah
penelitian. Berdasarkan kenampakan singkapan, satuan ini relatif hadir pada daerah
aliran sungai Gunung Tanggamus dengan kenampakan warna abu-abu kehijauan
pada kondisi lapuk dan abu-abu kehitaman pada kondisi segar (Gambar III.20).
Secara megaskopis satuan aliran lava basal Gunung Tanggamus menunjukkan
tekstur afanitik. Pada sampel litologi yang diamati dijumpai struktur vesikular pada
tubuh batuan yang mengindikasikan adanya proses pendinginan magma yang
terjadi di permukaan.

Gambar III.20. Titik pengamatan Satuan Aliran Lava Basal Gunung Tanggamus.

35
Berdasarkan analisis petrografi diketahui bahwa sampel satuan aliran lava basal
Gunung Tanggamus memiliki tekstur intergranular. Tekstur intergranular yang
dijumpai pada tiap sampel satuan yang diamati menunjukkan adanya mineral olivin
yang mengisi celah antar mineral plagioklas. Fenokris yang menyusun batuan ini,
terdiri atas mineral plagioklas (35%), piroksen (21%) dan olivin (2%), opak (5%)
dengan massa dasar gelas (37%) (Gambar III.21). Berdasarkan penentuan jenis
plagioklas dan keterdapatan mineral olivin pada sampel yang diamati, maka batuan
penyusun satuan ini dinamakan basal (Lampiran 2). Jenis plagioklas bitownit
merupakan jenis plagioklas yang umum dijumpai pada batuan beku basa.

Gambar III.21. Pengamatan sayatan tipis ES-54 Satuan Aliran Lava Basal Gunung
Tanggamus.

Komponen mineral yang menyusun sampel satuan basal Gunung Tanggamus


memiliki hubungan antar kristal inekuigranular yang menunjukkan susunan
fenokris yang tidak seragam. Derajat kristalisasi yang diamati tersusun atas
setengah gelas vulkanik dan setengah fenokris yang menunjukkan satuan ini,
memiliki derajat kristalisasi dengan jenis hipokristalin. Pada perhitungan nilai
pemadaman plagioklas diketahui jenis plagioklas bitownit dengan rentang nilai 71-
82 berdasarkan pengamatan pada 5 sampel plagioklas.

III.2.7. Satuan Aliran Lava Andesit Gunung Tanggamus


Satuan Aliran Lava Andesit Gunung Tanggamus tersusun atas litologi Andesit.
Satuan ini hadir pada bagian utara sampai bagian barat daya daerah penelitian.
Satuan Aliran Lava Andesit Gunung Tanggamus menempati 40% dari total

36
keseluruhan luas daerah penelitian. Berdasarkan kenampakan singkapan yang
diamati pada daerah penelitian satuan ini memiliki struktur primer kekar berlembar
(sheeting joint) yang mengindikasikan adanya pendinginan aliran lava saat satuan
ini membeku (Gambar III.22). Satuan Aliran Lava Andesit Gunung Tanggamus
merupakan satuan paling muda pada daerah penelitan.

Gambar III.22. Titik pengamatan Satuan Aliran Lava Andesit Gunung Tanggamus.

Analisis petrografi pada sayatan tipis ES 43, diketahui satuan ini memiliki tekstur
trakitik yang menandakan adanya pembekuan aliran lava pada saat satuan ini
membeku. Tekstur porfiritik pada satuan ini menandakan adanya fenokris yang
tertanam pada massa dasar gelas dengan ukuran antar kristal yang tidak seragam.
Tekstur zoning plagioklas yang diamati pada analisis petrografi merupakan salah
satu aspek adanya proses diferensiasi magma (Lampiran 2). Berdasarkan analisis
sayatan tipis pada kode sampel ES-43 diketahui persentase fenokris yang terdiri
dari kuarsa (4%), plagioklas (45%), piroksen (3%) dan opak (5%) dengan massa
dasar gelas (43%).

37
Gambar III.23. Pengamatan sayatan tipis ES-43 Satuan Aliran Lava Andesit Gunung
Tanggamus.

Berdasarkan analisis petrografi yang dilakukan diketahui satuan ini tersusun atas
mineral kuarsa, plagioklas, dan piroksen (Gambar III.23). Pada perhitungan nilai
pemadaman plagioklas diketahui jenis plagioklas labradorit dengan rentang nilai
55-60 berdasarkan pengamatan pada 5 sampel plagioklas. Jenis plagioklas tersebut
umum dijumpai pada litologi Andesit.

III.3. Struktur Geologi


Kondisi morfografi pada daerah penelitian diketahui tersusun atas bentang lahan
gunungapi. Struktur geologi yang terdapat pada daerah penelitian merupakan
struktur yang dipengaruhi oleh aktivitas gunungapi. Kajian struktur geologi
dilakukan untuk mengetahui kondisi struktural dari suatu daerah penelitian.
Kehadiran struktur geologi pada daerah penelitian terdapat pada bagian selatan
daerah penlitian yang menjadi penciri dari suatu aliran lava hasil aktivitas
gunungapi.

III.3.1. Struktur Primer


Struktur primer merupakan struktur yang terbentuk secara bersamaan dengan
proses pembentukan batuan. Pada daerah penelitian diketahui pada batuan beku
Andesit. Dengan struktur kekar berlembar (sheeting joint). Struktur geologi yang
dianalisis pada daerah penelitian menjadi penanda dari arah aliran lava yang
cenderung dipengaruhi oleh pola aliran sungai dan lembahan yang terdapat pada
daerah peneltian.

38
Struktur kekar berlembar (sheeting joint) merupakan jenis kekar non-tektonik yang
terbentuk akibat adanya pembebanan dari aliran lava yang menyebabkan struktur
ini memiliki kenampakan yang berlapis-lapis atau berlembar. Analisis kekar
berlembar (sheeting joint) yang dilakukan diketahui struktur primer dengan arah
aliran lava dominan pada N329/77ºE.

III.3.2. Pola Kelurusan


Berdasarkan analisis pola kelurusan berdasarkan 58 kelurusan punggungan
(Gambar III.24) diketahui pola kelurusan menunjukkan arah dominan baratlaut-
tenggara. Analisis pola kelurusan dilakukan menggunakan aplikasi global mapper
2.0. Hasil penarikan pola kelurusan kemudian di plot ke dalam diagram roset untuk
mengetahui arah tegasan yang mempengaruhi daerah peneltian.

Gambar III.24. Peta pola kelurusan daerah penelitian

Daerah penelitian yang berada pada daerah badan hingga kaki gunungapi
didominasi oleh relief yang dipengaruhi aktivitas Gunung Tanggamus. Relief dari
pola kelurusan dapat dilihat dari diagram roset yang arah reliefnya cenderung
memusat menuju puncak Gunung Tanggamus. Aktivitas erupsi yang terjadi akan
menghasilkan bentuk lahan berupa kerucut gunungapi sehingga punggungan dan
lembahannya akan memiliki arah yang terpusat ke arah pusat erupsi. Analisis ini
didukung juga oleh arah aliran lava (sheeting joint) yang memiliki arah aliran yang
relatif sama dengan pola kelurusan yang menunjukkan pola arah aliran dari pusat

39
erupsi menuju ke bagian yang lebih datar melalui bentang lahan punggungan dan
aliran sungai.

40
BAB IV SEJARAH GEOLOGI

Sejarah geologi daerah penelitian disusun berdasarkan pendekatan


vulkanostratigrafi dengan melakukan analisis data lapangan yang dihubungkan
dengan proses aktivitas gunungapi serta kondisi tektonik yang mengontrol kondisi
geologi pada daerah penelitian. sejarah geologi daerah penelitian kemudian disusun
dan dibagi menjadi beberapa fase berdasarkan jenis erupsi dan arah pengendapan
hasil aktivitas vulkanisme.

IV.1. Fase I (Pembentukan Satuan Lava Pematang Rukusan)


Peristiwa vulkanisme pada daerah penelitian diawali dengan proses erupsi efusif
Gunung Pematang Rukusan dengan litologi Andesit pada daerah tenggara pada
daerah penelitian. Berdasarkan Barber dkk, (2005), menjelaskan bahwa vulkanisme
yang terjadi selama Oligosen Akhir-Miosen Awal merupakan puncak vulkanisme
yang membentuk Bukit Barisan. Pada daerah penelitian, aktivitas vulkanisme
tersebut ditandai dengan sebaran Formasi Hulusimpang.

Produk letusan efusif Gunung Pematang Rukusan berupa litologi Andesit yang
mengawali sejarah geologi pada daerah penelitian. Litologi Andesit ini, mengalir
melalui daerah lembahan dan membeku pada daerah penelitian. Satuan Aliran Lava
Andesit Gunung Pematang Rukusan diasumsikan berasal dari Gunung Pematang
Rukusan yang berasal tidak jauh dari daerah penelitian.

IV.2. Fase II (Pembentukan Satuan Lava Basal dan Piroklastik Jatuhan


Gunung Gisting)
Aktivitas vulkanisme yang terjadi akibat pembentukan Bukit Barisan
mengakibatkan meningkatnya aktivitas vulkanisme Gunung Gisting. Produk efusif
Gunung Gisting membentuk Satuan Lava Basal Gunung Gisting. Aktivitas
vulkanisme Gunung Gisting, mengawali aktivitas vulkanisme Gunung Gisting yang
selanjutnya mempengaruhi erupsi Gunung Gisting menjadi lebih eksplosif. Magma
yang bersifat lebih felsik mengakibatkan tipe erupsi Gunung Gisting menjadi lebih
eksplosif. Erupsi eksplosif Gunung Gisting diakibatkan oleh tekanan yang kuat
pada kantung magma yang sangat dalam sehingga menghasilkan letusan yang besar
atau ledakan. Akibat tekanan di bawah gunung dan juga kandungan gas yang sangat

41
tinggi ini, mengakibatkan erupsi eksplosif yang menghancurkan badan Gunung
Gisting. Tekanan yang tinggi ini juga diketahui dapat dilihat dari kenampakan
mineral pada sayatan tipis Satuan Jatuhan Piroklastik Gunung Gisting dengan jenis
litologi Tuf Halus yang memiliki tekstur broken crystal. Erupsi yang
mengendapkan Satuan Jatuhan Piroklastik Gunung Gisting, mengakhiri aktivitas
vulkanisme Gunung Gisting pada daerah penelitian.

IV.3. Fase III. (Miosen Tengah-Plistosen)


Setelah pengendapan Satuan Satuan Jatuhan Piroklastik Gunung Gisting, tidak ada
aktivitas vulkanisme yang terekam pada daerah penelitian. Sistem Sesar Besar
Sumatra pada Oligosen Akhir-Miosen Tengah mempengaruhi morfologi barisan
perbukitan yang memanjang pada daerah penelitian.

IV.4. Fase IV. (Periode Erupsi Berarah Timur Laut-Timur)


Aktivitas vulkanisme kembali terekam pada daerah penelitian pada umur Holosen.
Kegiatan vulkanisme pada periode ini bersumber dari Gunung Tanggamus. Erupsi
eksplosif Gunung Tanggamus mengendapkan Satuan Aliran Breksi Piroklastik
Gunung Tanggamus. Satuan ini terendapkan pada daerah timur laut daerah
penelitian sebagai produk tertua hasil aktivitas Gunung Tanggamus. Satuan Aliran
Breksi Piroklastik Gunung Tanggamus terendapkan pada daerah penelitian dengan
mekanisme aliran. Hal ini diketahui dari hampir keseluruhan satuan ini terendapkan
pada aliran sungai yang terdapat mulai dari lereng Gunung Tanggamus hingga pada
bagian yang lebih rendah pada bagian timur daerah penelitian.

Aktivitas erosi dan mekanisme aliran sungai radial yang mengalir dari pusat gunung
menuju lembahan yang lebih rendah mengakibatkan terendapkannya Satuan Aliran
Piroklastik Tuf Kasar pada bagian timur daerah penelitian dengan kenampakan
kontur yang relatif lebih landai. Hal ini dapat dilihat pada daerah penelitian dengan
kontur yang relatif landau hanya terdapat satuan tuf dengan mekanisme
pengendapan aliran piroklastik.

IV.5. Fase V (Periode Erupsi Berarah Timur Laut-Barat Daya)


Setelah periode aliran piroklastik terendapkan, aktivitas vulkanisme Gunung
Tanggamus yang masih berlanjut membentuk Satuan Aliran Lava Basal Gunung
Tanggamus dengan mekanisme pendinginan aliran lava. Satuan ini terekam pada
42
bagian timur laut daerah penelitian. Pada saat erupsi efusif yang mengakibatkan
lava membeku dan membentuk Satuan Aliran Lava Basal Gunung Tanggamus.
Aktivitas subduksi yang masih berlangsung mengakibatkan adanya pencampuran
magma (magma mixing). Hal ini dapat dilihat dari pada litologi andesit dengan
tekstur zoning. Tekstur zoning dapat terlihat pada sayatan tipis ES-43 Satuan Aliran
Lava Andesit Gunung Tanggamus. Plagioklas pada sayatan tipis terlihat seperti
membentuk zona (Lampiran 2). Mekanisme pendinginan Satuan Aliran Lava
Andesit Gunung Tanggamus diketahui berupa memiliki mekanisme aliran lava
dengan bukti terdapatnya tekstur trakitik sebagai penciri pendinginan aliran lava
pada batuan beku. Aktivitas erupsi efusif yang membentuk Satuan Andesit Gunung
Tanggamus menjadi penutup aktivitas vulkanisme pada daerah penelitian.

43
BAB V STUDI KHUSUS

Penelitian ini dilaksanakan pada titik pengamatan ES-3 pada peta lintasan geologi
(Lampiran 3), tepatnya pada Kecamatan Kotaagung Timur, Kabupaten Tanggamus,
Provinsi Lampung. Daerah penelitian terletak pada kaki Gunung Tanggamus
dengan bentuk lahan kipas aliran lava. Secara kemiringan lereng daerah pegambilan
data studi khusus terletak pada kemiringan lereng agak curam. Kondisi tersebut
menyebabkan kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar daerah
pengambilan data studi khusus rentan terhadap bencana tanah longsor.
Kegiatan penambangan yang dilakukan pada daerah penelitian merupakan
penambangan batu split yang diperuntukkan untuk kebutuhan konstruksi jalan
maupun untuk konstruksi bangunan. Tingkat kestabilan serta kemungkinan
terjadinya longsor pada suatu lereng khususnya bidang pertambangan merupakan
suatu parameter utama yang harus dikaji untuk menciptakan suatu metode
penambangan yang aman. Perhatian akan kestabilan lereng yang jarang dikaji pada
daerah penelitian akan menjadi penyebab kurangnya analisis geoteknik lebih lanjut.
Analisis geoteknik dalam kaitannya dengan kegiatan penambangan dapat
menentukan bagaimana tingkat kestabilan dan nilai aman dari suatu lereng.
Minimnya kegiatan analisis geoteknik pada daerah penelitian tidak berbanding
sejalan dengan tingkat kegiatan penambangan yang tinggi. Hal inilah yang menjadi
landasan untuk dilakukannya penelitian terhadap kestabilan lereng pada bench 1
yang akan memasuki tahap produksi atau tahap ekskavasi lereng (Lampiran 1).

V.1. Pengukuran Data Diskontinuitas


Pengamatan dan pengukuran geometri lereng aktual dilakukan menggunakan alat
kompas geologi dan meteran dengan panjang scanline 10 meter. Pengukuran data
diskontinuitas dilakukan berdasarkan 59 titik pengukuran (Tabel V.1). Hasil
pengukuran geometri lereng aktual yang didapatkan berupa tinggi lereng, arah
kemiringan lereng dan sudut lereng aktual.

44
Tabel V.1. Data pengukuran diskontinuitas lereng.

Pengukuran dilakukan dengan mengamati lebar diskontinuitas, panjang


diskontinuitas, jarak diskontinuitas dan sifat fisik dari bidang diskontinuitas lereng.
Hasil pengamatan sifat fisik dari bidang diskontinuitas ini digunakan sebagai input
dalam melakukan analisis Slope Mass Rating (SMR) dan analisis Q-slope.

V.2. Pengujian Sifat Fisik Batuan


Pengujian sifat fisik batuan dilakukan untuk mengetahui nilai kekuatan fisik batuan
terhadap tekanan yang mempengaruhi lereng. Pengujian sifat fisik batuan bertujuan
sebagai salah satu parameter dalam penentuan nilai Slope Mass Rating (SMR) dan
juga sebagai salah satu parameter dalam penentuan nilai kualitas massa batuan.
Pengujian laboratorium berupa pengujian kuat tekan uniaksial berdasarkan sampel
yang sudah diambil dahulu. Secara pengamatan megaskopis, sampel yang diambil
merupakan sampel dengan jenis litologi andesit dengan keadaan segar dan tidak
lapuk.

45
Gambar V.1. Preparasi sampel (A dan B) Pengukuran berat (C) uji kuat tekan (D) di
laboratorium.

Sampel batuan utuh yang diambil memiliki deskripsi warna lapuk abu-abu dengan
struktur masif dan tekstur afanitik. Hasil uji UCS didapatkan nilai sebesar 1878,28
Mpa, berdasarkan sampel batuan yang dipotong dengan ukuran 6x6 cm dengan
berat sampel 5845,9 gram dengan deskripsi (chipped by geological hammering)
atau dapat diiris menggunakan palu geologi.

V.3. Analisis Stereografi


Analisis stereografi dilakukan untuk mengetahui jenis longsoran sebagai salah satu
input dalam menentukan nilai Slope Mass Rating (SMR) dengan menggunakan
analisis kinematika melalui proyeksi stereografi. Input yang digunakan dalam
menganalisis stereografi ini berupa data orientasi kekar dari lereng daerah
penelitian.

Analisis stereografi diperuntukkan untuk mengetahui gambaran kemungkinan


terjadinya longsoran dengan memperhatikan nilai probabilitas longsor terhadap

46
jenis-jenis longsoran (Gambar V.2). Proyeksi stereografi juga memberikan
gambaran arah runtuhan atau longsoran berdasarkan gambaran kedudukan lereng.
Berdasarkan analisis stereografis menunjukkan bahwa lereng bench 1 termasuk
kedalam jenis longsoran baji dengan ditandai adanya perpotongan antara 2 bidang
lemah dan nilai kemiringan lereng yang lebih besar dari kemiringan garis potong
kedua bidang lemah.

Gambar V.2. Analisis stereografi lereng bench 1

V.4. Analisis Slope Mass Rating (SMR)


Analisis Slope Mass Rating (SMR) dilakukan berdasarkan perhitungan
pembobotan total RMR, analisis diskontinuitas lereng dan hasil analisis
stereografis. Penentuan nilai SMR lereng dilakukan dengan menggunakan rumus
SMR = RMR + (F1x F2 x F3) + F4. Nilai F1 diperoleh berdasarkan perhitungan
antara jurus diskontinuitas dengan arah kemiringan atau kedudukan lereng. F2
didapatkan berdasarkan rata-rata besar kemiringan dari diskontinuitas. F3
didapatkan berdasarkan perhitungan hubungan antara besar kemiringan dari
diskontinuitas dengan besar kemiringan lereng atau sudut slope dari lereng tersebut.
F4 merupakan jenis ekskavasi yang diterapkan pada lereng. Jenis ekskavasi yang
diterapkan pada lereng bench 1 merupakan jenis ekskavasi mechanical excavation,
sehingga nilai dari F4 adalah 0. Hasil dari analisis dan pembobotan 4 parameter
tersebut adalah sebagai berikut

47
Tabel V.2. Hasil pembobotan lereng pada bench 1.
Parameter Nilai Bobot
F1 80º 0,15
F2 61,2º 1
F3 -9,8 -50
F4 Mechanical excavation 0

Berdasarkan hasil dari pembobotan pada Tabel V.2, selanjutnya dilakukan


perhitungan nilai SMR berdasarkan rumus yang dikembangkan oleh Romana,
(1985) dengan perhitungan sebagai berikut:

SMR = RMR + (F1x F2 x F3) +F4

= 84+ (0.15 x 1 x (-50) + 0

=76,5.
Hasil dari perhitungan nilai SMR diketahui bahwa lereng bench 1 memiliki
deskripsi lereng good (baik) berdasarkan tabel klasifikasi SMR Romana, (1985).
Lereng dengan kondisi stabil berdasarkan nilai SMR, seharusnya tidak akan
menimbulkan peristiwa longsoran. Hasil ini juga didukung dengan tingkat
probabilitas longsoran berdasarkan analisis stereografis, dengan tingkat
probabilitas longsoran hanya sebesar 15,28%.

V.5. Metode Q-Slope


Metode Q-Slope yang diaplikasikan pada daerah penelitian memiliki litologi
keseluruhan andesit. Lereng aktual pada lokasi penambangan terdiri dari 3 lereng
tunggal dimana 2 lereng sudah dalam tahap produksi dan 1 lereng dalam tahap
persiapan produksi. Dengan demikian, mengaplikasikan metode Q-Slope pada
lereng bench 1 yang masih belum masuk tahap produksi dilakukan untuk
mengidentifikasi dengan cepat kestabilan lereng untuk mengetahui sudut maksimal
lereng dan probabilitas longsor yang sesuai dan dapat diterima.

V.5.1. Parameter Q-Slope


Parameter utama dalam mencari nilai Q-Slope merupakan analisis Rock Quality
Designation (RQD). Diketahui pada daerah penelitian, lereng bench 1 memiliki
nilai RQD sebesar 99,9% dan memiliki deskripsi baik berdasarkan klasifikasi
48
Deere, (1989). Hasil analisis ini didapatkan berdasarkan perhitungan dari spasi
kekar atau indeks rekahan dengan nilai rata-rata yaitu 0,19 yang termasuk dalam
deskripsi moderate spacing. Dengan demikian, berdasarkan perhitungan nilai RQD
termasuk kedalam deskripsi excellent dengan rentang nilai 90-100% (Tabel V.3).

Tabel V.3. Tabel parameter RQD.

Parameter Jn merupakan jumlah set bidang diskontinu atau jumlah keseluruhan


bidang diskontinu. Berdasarkan proyeksi stereografis dengan parameter masukan
data orientasi pada setiap kekar untuk mengetahui jumlah atau keluarga bidang
diskontinu. Dari hasil proyeksi stereografis dapat diketahui pada lereng tunggal
bench 1 memiliki satu joint set dengan orientasi yang sama dan mempunyai
frekuensi karakterisasi dan pengulangan yang sama. Pada lereng bench 1 juga
terdapat beberapa random joint yang berbeda tetapi tidak hadir dalam frekuensi
yang besar. Deskripsi dan pembobotan pada parameter Jn dapat dilihat pada Tabel
V.4.

49
Tabel V.4. Parameter Jn (Joint set number).

Parameter Jr (joint roughness) menunjukkan tingkat kekasaran bidang diskontinu.


Pada lereng bench 1 termasuk kedalam deskripsi kasar bergelombang. Secara
umum kondisi diskontinu pada lereng bench 1 memiliki kenampakan yang saling
bersentuhan (contact) karena kondisi kekar yang termasuk kedalam deskripsi
closed discontinuity. Deskripsi joint roughness dapat dilihat pada Tabel V.5.

Tabel V.5. Parameter Jr (Joint roughness).

50
Parameter Ja (joint alteration) menunjukkan tingkat alterasi pada bidang
diskontinu. Selain parameter kekasaran, isian bidang diskontinu menjadi parameter
yang mempengaruhi kekuatan, dan ketebalan bidang diskontinu. Tingkat alterasi
pada lereng bench 1 menunjukkan tingkat alterasi yang bersifat sandy particles.
Tingkat alterasi ini diketahui dari kenampakan isian yang mengisi bidang
diskontinu yaitu adanya isian partikel atau pasiran pada hampir keseluruhan bidang
diskontinu. Isian pasir pada bidang diskontinu diasumsikan hadir akibat dari proses
erosi yang mengakibatkan pengikisan pada tiap-tiap bidang diskontinu pada lereng
bench 1. Pembobotan Ja pada lereng bench 1 dapat dilihat pada Tabel V.6.

Tabel V.6. Parameter Ja (Joint alteration number).

Parameter Jwice diketahui berdasarkan tingkat kestabilan struktur dan kekuatan


batuan yang disesuaikan dengan keadaan lingkungan pada daerah penelitian. Faktor
reduksi karena adanya pengaruh lingkungan dan air pada bidang diskontinu dapat
mempengaruhi kestabilan dari suatu lereng (Tabel V.7).

51
Tabel V.7. Parameter Jwice (Joint water reduction factor).

Pada lereng bench 1 diketahui terdapat pada lingkungan dengan kondisi tropis.
Perubahan yang diakibatkan oleh faktor lingkungan tropis diketahui tidak
mempengaruhi kekuatan batuan secara signifikan pada lereng bench 1. Hal ini dapat
diketahui dari nilai kekuatan batuan hasil uji UCS (uniaxial compressive strength)
dengan nilai 1878,28 Mpa dan memiliki rating 15 dengan deskripsi chipped by
geological hammering. Nilai pembobotan hasil UCS (uniaxial compressive
strength) dapat dilihat pada Tabel V.8.

Tabel V.8. Nilai pembobotan UCS (Uniaxial compressive strength).

Parameter SRF (strength reduction factor) dapat diketahui dari nilai maksimal
antara SRFa yang menggambarkan kondisi fisik dari lereng, SRFb yang
menggambarkan tegangan dan kekuatan pada lereng dan SRFc yang
menggambarkan kondisi bidang diskontinu mayor. Berdasarakan hasil pembobotan
SRF pada lereng bench 1 nilai SRFa didapatkan nilai 2,5 dengan deskripsi slight
loosening due to surface location, disturbance from blasting or excavation. Faktor
ekskavasi lereng dapat menyebabkan pelonggaran pada bidang diskontinu yang

52
akhirnya jika dilakukan secara terus menerus akan menyebabkan terjadinya
longsoran. Nilai dan deskripsi SRFa dapat dilihat pada Tabel V.9.

Tabel V.9. Nilai dan pembobotan kondisi fisik SRFa.

Nilai SRFb didapatkan sebesar 2,5 berdasarkan nilai kekuatan batuan. SRFb akan
berdampak pada stabilitas lereng jika terjadi pada batuan yang sangat lapuk dan
juga berpengaruh dengan meningkatnya ketinggian lereng. Nilai dan deskripsi
SRFa dapat dilihat pada Tabel V.10.

Tabel V.10. Nilai dan pembobotan tegangan dan kekuatan SRFb.

SRFc didapatkan sebesar 2 dengan deskripsi unfavorable. Hal ini dapat dilihat
dengan adanya isian pasiran yang mengisi bidang antara diskontinu yang hadir
secara hampir menyeluruh pada bidang diskontinu lereng bench 1. Jika dibiarkan
secara terus menerus, maka hal ini akan mempengaruhi nilai stabilitas lereng. Nilai
dan deskripsi SRFc dipilih dengan mempertimbangkan keadaan yang diamati di
lokasi penelitian. Parameter SRFc dapat dilihat pada Tabel V.11.

53
Tabel V.11. Nilai dan pembobotan diskontinu mayor SRFc.

V.5.2. Nilai Q-Slope


Mengaplikasikan metode Q-Slope pada saat proses penggalian atau ekskavasi
berlangsung maupun sebelum proses ekskavasi lereng berlangsung bisa membantu
dalam pengendalian dan pembentukan lereng batuan yang sesuai dengan potensi
longsor yang dapat terjadi. Pada lereng bench 1 diketahui nilai Q-Slope sebesar
4,995 dengan deskripsi lereng stabil (stable slopes). Nilai Q-Slope ini diketahui
berdasarkan perhitungan menggunakan rumus Q-Slope yaitu:

𝑅𝑄𝐷 𝐽𝑟 𝐽𝑤 99,9 3 0,5


Q−Slope = 𝑥 𝐽𝑎 𝑥 𝑆𝑅𝐹 = 𝑥 4 𝑥 2,5 = 4,995
𝐽𝑛 3

Berdasarkan hasil analisis dan plotting pada diagram Q-Slope diketahui sudut
lereng Q-Slope lebih besar daripada sudut lereng aktual. Pada lereng bench 1
diketahui sudut lereng aktual sebesar 71º. Dalam mencari nilai sudut Q-Slope
dilakukan penarikan garis lurus berdasarkan nilai Q-Slope dan sudut lereng aktual.
Titik perpotongan antara nilai Q-Slope dan sudut lereng aktual merupakan nilai
ambang batas dari sudut Q-Slope (β Q-Slope). Diketahui nilai β Q-Slope sebesar
78º, dengan artian untuk mempertahankan keadaan lereng yang aman dan stabil
proses ekskavasi hanya bisa sampai pada nilai ambang batas 78º. Untuk
meningkatkan hasil analisis, diperlukan kalkulasi dan analisis lebih lenjut
berdasarkan nilai faktor keamanan (FK) dan probabilitas longsor (PL) dengan
metode lain untuk mengetahui nilai faktor keamanan dan probabilitas longsor
lereng yang aktual dan lereng Q-Slope. (Gambar V.3)

54
Gambar V.3. Q-Slope Stability Chart.

V.5.3. Rekomendasi Geometri Lereng


Hasil analisis menggunakan metode SMR dan metode Q-Slope menunjukkan
bahwa lereng bench 1 tergolong kedalam lereng yang aman untuk dilakukannya
kegiatan produksi atau ekskavasi lereng. Lereng keseluruhan pada daerah
penelitian termasuk kedalam jenis lereng tunggal karena hanya terdiri dari 1 jenjang
saja. Oleh karena itu, perubahan geometri lereng yang akan direkomendasikan ialah
dengan membuat pemodelan lereng yang terdiri dari beberapa jenjang. Hal ini
bertujuan untuk membuat gaya penahan yang lebih besar sehingga akan
menghasilkan nilai faktor keamanan yang lebih besar.

Gambar V.4. Rekomendasi geometri lereng.

55
Upaya yang dilakukan dalam memodifikasi geometri lereng ini dilakukan dengan
membuat keseluruhan lereng menjadi 2 jenjang dan melandaikan kemiringan
lereng. Hal yang dilakukan yaitu dengan mengubah pit limit dengan merencanakan
kedalaman lereng tambang tersebut menjadi sebesar 20 meter. Kedalaman lereng
tambang ini menjadi salah satu penentu dalam pembuatan jumlah jenjang hingga
memenuhi limit kedalaman tambang tersebut.

Geometri lereng yang direkomendasikan dapat terlihat pada Gambar V.4, dimana
lereng keseluruhan akan dibagi menjadi 2 jenjang dengan masing-masing lereng
memiliki ketinggian 10 meter dan sudut kemiringan 115º, sehingga didapatkan nilai
faktor keamanan rata-rata sebesar 1,24 dengan deskripsi lereng stabil berdasarkan
(Bowles, 1989). Metode penyaranan geometri lereng yang dilakukan berdasarkan
analisis menggunakan metode Fellenius (ordinary method of slice) yang
diperkenalkan oleh Fellenius W, (1936). Pemodelan pada lereng bench 1 dilakukan
dengan menggunakan bantuan aplikasi Slide 6.0.

56
BAB VI KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data penelitian dan studi khusus yang telah dilakukan
pada daerah penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1. Geomorfologi daerah penelitian dibagi menjadi 8 satuan bentang lahan
yaitu:
a. Kipas Aliran Lava (V.TA.13)
b. Dataran Aliran Piroklastik (V.TA.15)
c. Perbukitan Sisa Gunungapi
d. Punggungan Aliran Lava (VGI.10)
e. Punggungan Aliran Lava (VPR.10)
f. Punggungan Aliran Lava (VTA.10)
g. Punggungan Aliran Piroklastik (VGI.12)
h. Punggungan Aliran Piroklastik (VTA.12)
2. Stratigrafi daerah penelitian terbagi menjadi 7 satuan batuan dari tua ke
muda yaitu:
a. Satuan Aliran Lava Andesit Gunung Pematang Rukusan
b. Satuan Aliran Lava Basal Gunung Gisting
c. Satuan Piroklastik Jatuhan Gunung Gisting
d. Satuan Aliran Breksi Piroklastik Gunung Tanggamus
e. Satuan Aliran Piroklastik Tuf Kasar Gunung Tanggamus
f. Satuan Aliran Lava Basal Gunung Tanggamus
g. Satuan Aliran Lava Andesit Gunung Tanggamus
3. Struktur Primer pada daerah penelitian merupakan struktur sheeting joint
dengan arah aliran lava N329/77ºE
4. Daerah penelitian terbagi menjadi 5 fase sejarah yaitu:
a. Fase I (Pembentukan Satuan Aliran Lava Andesit Pematang Rukusan)
b. Fase II (Pembentukan Satuan Aliran Lava Basal dan Satuan Piroklastik
Jatuhan Gunung Gisting)
c. Fase III (Miosen Tengah-Plistosen)
d. Fase IV Periode Erupsi Berarah Timur Laut-Timur
e. Fase V Periode Erupsi Berarah Timur Laut-Barat Daya

57
5. Nilai pembobotan Slope Mass Rating (SMR) didapatkan sebesar 76,5
dengan deskripsi baik (good) dan hasil analisis dan perhitungan metode Q-
Slope didapatkan sebesar 4,995 dengan deskripsi stable slopes atau lereng
stabil dengan sudut ambang batas Q-Slope (β Q-Slope) sebesar 78º.

58
DAFTAR PUSTAKA

Amin, T. (1993). Geologi Lembar Kotaagung, Sumatera, 1st, 1993rd ed. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi. Departemen Pertambangan dan
Energi.
Barber dan Crow. (2005). Sumatra: Geology, Resources And Tectonic Evolution,
Geological Society.
Bar N dan Barton N. (2015). Introducing The Q-Slope Method And Its Intended
Use Within Civil And Mining Engineering Projects, ISRM Regional
Symposium EUROCK, Springer, Austria.
Brahmantyo, B., dan Bandono. (2006). Klasifikasi Bentuk Muka Bumi (Landform)
untuk Pemetaan Geomorfologi pada Skala 1:25.000 dan Aplikasinya untuk
Penataan Ruang. Jurnal Geoaplika (2006) Volume 1, Nomor 2, hal. 071 –
078.
Bowen, N. L. (1922). The Reaction Principle In Petrogenesis. Journal of
Geology.
Bowles, J.E. (1989). Physical And Geotechnical Properties Of Soils. 2nd Edition.
Mcgraw-Hill Book Company, New York, N.Y., U.S.A.
Deere, D. U. dan Deere, D. W. (1988). The Rock Quality Designation (RQD) Index
in Practice. Rock Classification Systems for Engineering Purposes,
Kirkaldie, L. (Ed.). American Society for Testing and Material:
Philadelphia
Fattah, M., Al-Baghdadi, W., Omar, M., Shanablh, A. (2010). Analysis Of Strip
Footings Resting On Reinforced Granular Trench By The Finite Element
Method.
Fisher, R. V. (1966). Rocks Composed of Volcanic Fragments. Earth Science.
Reviews, International Magazine of Geo- scientist.
Fellenius, W. (1936). Calculation Of Stability Of Earth Dam. In Transactions. 2nd
Congress Large Dams, Washington, DC, 1936 (Vol. 4, Pp. 445-462).
Howard, A. (1967). Drainage Analysis in Geologic Interpretation: A Summantion.
The American Association of Petroleum Geologist Bulletin.
Mangga, S., Amiruddin, T., Suwarti, S., Gafoer, S., Tobing, S., Sidarto, Andra, A.
(1994). Keterangan Peta Geologi Lembar Tanjungkarang.pdf. Pusat
Penelitian Dan Pengembangan Geologi.
Schmid, R. (1981). Descriptive Nomenclature And Classification Of Pyroclastic
Deposits And Fragments. Geologische Rundschau, 70(2), 794-799.
Sieh, K., dan Natawidjaja, D. (2000). Neotectonics of the Sumatran fault,
Indonesia. Journal of Geophysical Research: Solid Earth, 105(B12),
28295-28326.
Pettijohn, F. J. (1975). Sedimentary Rocks. New York: Harper and Row Limited.
Romana, M. R. (1985). A Geomechanical Classification for Slopes : Slope Mass
Rating. SPAIN: Universidad Politecnica Valencia.
59
Van Zuidam, R. (1985). Guide to Geomorphic Aerial Photographic Interpretation
and Mapping. ITC, Enschede, Netherlands.

60
LAMPIRAN

61

Anda mungkin juga menyukai