id
BAB IV
A. Hasil Penelitian
Variabel N %
Usia (Tahun)
Remaja awal 11-13 -
Remaja pertengahan 14-16 72 45%
Remaja lanjut 17-20 88 55%
Jenis Kelamin
Perempuan 121 75,6%
Laki-laki 39 24,4%
Uang Saku (Rupiah)
Rendah (< 10.000) 78 42,4%
Sedang (10.000-15.000) 74 40,2%
Tinggi (>15.000) 8 4,3%
N 160
53
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
54
3. Analisis Univariat/Deskriptif
Data dalam penelitian ini terdiri atas empat variabel
Pengetahuan gizi, sikap, perilaku konsumsi GGL dan pemilihan
makanan sehat. Deskripsi data tiap variabel tersebut dapat dilihat pada
Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Gizi, Sikap,
Perilaku Konsumsi GGL dan Pemilihan Makanan Sehat.
Variabel Parameter
Baik Buruk Jumlah
n % n % n %
Pengetahuan Gizi 99 61,9 61 38,1 160 100
Sikap 95 59,4 65 40,6 160 100
Perilaku konsumsi GGL 80 50 80 50 160 100
Pemilihan makanan 82 51,2 78 48,8 160 100
sehat
= 6,417
Berdasarkan perhitungan didapatkan nilai t hitung sebesar 6,417
lebih besar dari t tabel yaitu 1,96, maka dapat disimpulkan bahwa
koefisien mediasi 0,068 signifikan yang berarti ada pengaruh
mediasi.
3) Pengaruh tidak langsung pengetahuan dan pemilihan makanan sehat
melalui perilaku konsumsi GGL yaitu sebesar -0,013 x 0,192 = -
0,002.
Perhitungan Sobel tes, menggunakan rumus sebagai berikut:
= 3,00104876763
𝑝2𝑝3 −0,002496
t= =
𝑠𝑝2𝑝3 3,00104876763
= -0,00083
Berdasarkan perhitungan didapatkan nilai t hitung sebesar -0,00083
lebih kecil dari t tabel yaitu 1,96, maka dapat disimpulkan bahwa
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
58
0,981
P=0,251 β = -0,085
B. Pembahasan
video, slide, film strip, dan animasi, yang terahir yaitu media papan
(billboard). Penelitian yang dilakukan oleh Syakir (2018), menyebutkan
bahwa ada perubahan skor pengetahuan setelah dilakukan intervensi dengan
menggunakan media animasi, penyuluhan dengan media animasi membuat
pesan atau materi yang disampaikan akan lebih lama dan lebih baik dalam
ingatan karena melibatkan lebih banyak panca indera serta menyebabkan
kesan yang kuat.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Syafira, (2015), penelitian tersebut menemukan bahwa pengetahuan gizi
berhubungan dengan sikap mengkonsumsi makanan sehat (nilai r hitung
sebesar 0,636 > 0,259). Artinya, semakin tinggi pengetahuan gizi maka
semakin tinggi pula sikap mengkonsumsi makanan sehat, sebaliknya
semakin rendah pengetahuan gizi maka semakin rendah pula sikap
mengkonsumsi makanan sehat. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah
dilakukan oleh Aulia (2021), yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan
sikap dengan pengetahuan gizi siswa-siswa di SMP N 02 Banjarharjo. Hal
tersebut dikarenakan pengetahuan zat gizi akan mempengaruhi sikap remaja
dalam memilih atau mengkonsumsi makanan untuk pemenuhan kebutuhan
tubuh.
Informasi pengetahuan tentang gizi pada remaja dapat diperoleh dari
berbagai sumber diantaranya adalah kemudahan dalam mengakses internet,
pengalaman pribadi dan pendidikan baik pendidikan formal maupun
pendidikan non formal. Informasi gizi yang benar mengenai gula, garam dan
lemak akan mempengaruhi sikap seseorang dalam menentukan makanan
yang dikonsumsi sehingga hal ini dapat menurunkan risiko penyakit tidak
menular terutama yang disebabkan oleh konsumsi GGL yang berlebih
seperti hipertensi, diabetes melitus dan penyakit kardiovaskular. (Wawan &
Dewi, 2011).
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Laenggeng &
Lumalang (2015), Pengetahuan gizi yang baik dapat berpengaruh terhadap
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
64
sikap dalam hal pemilihan makanan yang baik dan bermanfaat serta
berdampak langsung terhadap pemenuhan gizi yang seimbang dan kondisi
kesehatan seseorang, karena konsumsi makanan merupakan salah satu faktor
penentu status gizi seseorang yang dapat berasal dari makanan utama atau
makanan jajanan.
Informasi gizi tentang gula, garam dan lemak yang benar pada remaja
akan memberikan bekal pengetahuan yang baik untuk menentukan sikap
terhadap konsumsi gula, garam dan lemak sehingga dapat melaksanakan
pola hidup yang sehat. Pengetahuan gizi yang baik berhubungan dengan
sikap seseorang tentang konsumsi gula, garam, dan lemak.
pengetahuan tentang gizi kurang, maka upaya yang dilakukan remaja untuk
menjaga keseimbangan makanan yang dikonsumsi dengan yang dibutuhkan
akan berkurang dan menyebabkan masalah gizi kurang atau gizi
lebih.(Notoatmodjo, 2007; Roring et al., 2020).
Namun demikian, hasil penelitian ini menunjukan bahwa
pengetahuan tidak memiliki hubungan dengan perilaku konsumsi GGL. Data
yang diperoleh menunjukan bahwa sebagian besar remaja memiliki
pengetahuan yang baik, meskipun ada sebagian remaja yang memiliki
pengetahuan yang buruk, akan tetapi perilaku konsumsi GGL remaja
tergolong buruk, hal ini menunjukan bahwa tingkat pengetahuan remaja
dalam tingkatan tahu (know), tingkat pengetahuan yang tinggi namun tidak
diimbangi dengan perubahan konsumsi GGL. Selain itu, pada masa remaja
pengetahuan gizi dan kesehatan masih terbatas. Apabila prinsip dasar
mengenai gizi terbatas, maka seorang remaja akan sulit memperhatikan zat-
zat gizi yang ada dalam setiap kemasan dan tidak menghiraukan kandungan
zat gizi yang terkandung di dalam makanan tersebut. Remaja lebih banyak
memilih makanan yang tinggi kandungan gula, sodium, dan lemak, namun
rendah vitamin dan mineral. (Nurjayanti et al., 2020).
Menurut Teori Lawrence Gree perilaku terbentuk dari 3 faktor,
yaitu faktor Predisposisi (predisposising faktor), faktor pendukung
(enabling factor), dan faktor pendorong (reinforcing factor). Faktor
predisposisi antara lain pengetahuan, sikap, nilai dan norma, kepercayaan,
faktor pendukung antara lain adanya sarana kesehatan, terjangkaunya sarana
kesehatan dan keterampilan terkait kesehatan, untuk faktor pendorong terdiri
dari dukungan keluarga, petugas kesehatan, teman sebaya, tokoh
masyarakat, dan pengambil keputusan. Dari teori tersebut menggambarkan
bahwa perilaku merupakan konsep yang tidak sederhana, sesuatu yang
kompleks yakni pengorganisasian proses-proses psikologis oleh seseorang
yang memberikan predisposisi untuk melakukan responsi menurut cara
tertentu terhadap suatu objek.( Notoatmodjo, 2014; Wawan & Dewi, 2011).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
66
hasil bahwa terjadi perubahan sikap dan perilaku pemilihan makan setelah
dilakukan konseling gizi. Perubahan sikap terjadi karena remaja telah
mendapatkan informasi sesuai dengan kebutuhannya mengenai sikap gizi
yang seharusnya.
Hasil penelitian ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah
satunya adalah lingkungan, rata-rata kantin yang berada di sekolah
menjajakan makanan ringan berupa ciki-ciki, gorengan (tempe mendoan,
tahu isi, bakwan), sedangkan minuman yang dijual didominasi oleh
minuman kemasan dan minuman serbuk instan, hal tersebut yang
mempengaruhi frekuensi minuman manis pada remaja, selain itu remaja
banyak menghabiskan waktu di sekolah, sehingga remaja akan lebih banyak
mengonsumsi jajanan yang tidak sehat karena murah dan mudah di dapat.
Asupan makan selama di sekolah memiliki kontribusi terhadap asupan gula,
garam, dan lemak. (Nisrina et al., 2019). Hasil penelitian ini juga dapat
dipegaruhi oleh kesadaran remaja mengenai batas asupan konsumsi GGL
yang masih tergolong rendah, hal ini dapat dilihat dari kebiasaan remaja
dalam membaca label informasi gizi pada makanan ataupun minuman
kemasan hasil penelitian menunjukan bahwa dari 160 responden terdapat 31
responden tidak pernah membaca label pada makanan/minuman, 105
responden mengatakan jarang, 15 responden sering, dan 9 responden
menjawab selalu, seperti yang dipaparkan oleh Kementerian Kesehatan
bahwa jika seseorang peduli terhadap anjuran konsumsi GGL dapat dengan
cara mencermati label kemasan makanan maupun minuman yang dibeli
setiap harinya, selain itu anjuran membaca label pada makanan termasuk
salah satu pilar dari pedoman gizi seimbang. Rendahnya kesadaran membaca
label pada makanan kemasan dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya
adalah kesulitan memahami informasi dari label gizi, dan malas.(Palupi et
al., 2017).
Beberapa cara yang dapat meningkatkan niat remaja untuk
membaca label pada makanan/minuman kemasan salah satunya yaitu dengan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
69
garam, lemak dan gula yang tinggi. Mudahnya ketersediaan jenis makanan
ini telah menyebabkan pergeseran dari makan untuk bertahan hidup (asupan
energi) menjadi makan yang lebih hedonis atau kebahagiaan/kesenangan.
Umumnya, makanan yang paling enak, dan karenanya menyenangkan,
adalah makanan yang padat energi dan tinggi kandungan lemaknya.(Vink et
al., 2020).
berdampak langsung pada perilaku anak menjadi positif, tetapi sikap yang
negatif terhadap kesehatan hampir pasti berdampak pada
perilakunya.(Notoatmodjo, 2007).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Triasari (2015), yang mnunjukan hasil bahwa ada hubungan antara
pengetahuan dan sikap terhadap perilaku pemilihan jajanan sehat.
responden memiliki uang saku yang tergolong rendah yaitu kurang dari
Rp10.000, hal inilah yang menjadi alasan mengapa responden
mementingkan harga sebagai prioritas dalam memilih makanan sehat.
Menurut penelitian yang telah dilakukan Pamelia, (2018), harga dan rasa
merupakan salah satu yang dapat mempengaruhi konsumsi makanan tidak
sehat pada remaja, makanan tidak sehat yang dimaksud seperti makanan
cepat saji. Pada saat semua serba modern seperti sekarang, remaja
menginginkan semuanya serba cepat, termasuk dalam memilih makanan.
Prioritas yang ke lima adalah kenyamanan/kemudahan. Rata-rata
(4,00 ± 0,99) responden menganggap kenyamanan/kemudahan sebagai salah
satu hal yang penting dalam memilih makanan sehat.
Kenyamanan/kemudahan yang dimaksud adalah makanan mudah disiapkan,
mudah didapatkan ditoko/pasar, dapat dimasak dengan sangat sederhana,
tidak membutuhkan waktu untuk memasak, dapat dibeli di toko-toko yang
dekat dengan tempat tinggal. Ketersediaan makanan di sekitar tempat tinggal
menjadi faktor yang paling berpengaruh terhadap frekuensi makan dan
kualitas diet. (Febrina et al., 2020).
Pada aspek suasana hati didapatkan nilai rata-rata sebesar 3,96 ±
1,11, hal tersebut menggambarkan bahwa responden tidak terlalu
meprioritaskan suasana hati untuk memimilih makanan sehat. Dalam hal ini
aspek suasana hati mendapatkan urutan ke 6. Aspek suasana hati dalam
penelitian ini diukur dalam aspek menghibur, membantu dalam mengatasi
stres, membantu tetap terjaga, membantu tubuh tetap rileks, membuat tubuh
merasa lebih baik dari kondisi sebelumnya, dan membantu dalam
menghadapi kehidupan. Terkakadang sebagian orang mengkonsumsi
makanan tertentu untuk menghilangkan stres atau membantu tubuh agar
tetap rileks, seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Oktavia & Ulfa
(2016), menyebutkan bahwa ada hubungan konsumsi dark chocolate dengan
kecemasan pada ibu post Sectio caesarea yang artinya dengan ibu
mengkonsumsi dark chocolate dapat menurunkan tingkat kecemasan pada
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
83
C. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini masih memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:
1. Peneliti tidak mencantumkan seberapa banyak responden dalam
mengkonsumsi GGL.
2. Pada perilaku konsumsi GGL peneliti tidak melakukan pengukuran
asupan dan jenis GGL yang dikonsumsi, namun lebih pada frekuensi
responden dalam mengkonsumsi GGL.
3. Variabel yang digunakan sebagai faktor yang berhubungan dengan
pemilihan makanan sehat masih terbatas pada tiga faktor yaitu
pengetahuan, sikap, dan perilaku. Masih banyak faktor eksternal
seperti pengaruh teman sebaya, pengaruh media masa dan lingkungan
yang diduga berhubungan dengan pemilihan makanan sehat.