Anda di halaman 1dari 32

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


Penelitian dilaksanakan di 10 Kecamatan dengan jumlah 10
sekolah SMA/Sederajat yang berada di Kabupaten Tulang Bawang,
Provinsi Lampung, sekolah tersebut ialah SMKN 01 Gedung Aji,
SMAN 01 Gedung Aji, MAS AL Fadlu, SMAN01 Meraksa Aji,
SMAN01 Penawar Aji, SMAN01 Rawa Pitu, MAS Nurul Iman, SMKS
Kosgoro, SMKN 01 Penawar Tama, SMAN01 Gedung Aji Baru.
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2021. Menurut
Riskesdas tahun 2018 proporsi konsumsi makanan dan minuman manis
di Kabupaten Tulang Bawang merupakan proporsi tertinggi ke 2 di
Provinsi Lampung diamana pada kelompok remaja usia 15-19 tahun
sebesar 41,7% dan 57,5%, sedangkan proporsi konsumsi garam dan
lemak di Kabupaten Tulang Bawang sebesar 32,4% dan 42,9%.

2. Karakteristik Subjek Penelitian


Berdasarkan tabel 4.1 sebanyak 88 orang (55%) subjek
penelitian berusia 17-20 tahun, dan sebagian besar berjenis kelamin
perempuan yaitu 121 orang (76%).
Tabel. 4.1 Distribusi Frekuesi Subjek Penelitian (n = 160)

Variabel N %
Usia (Tahun)
Remaja awal 11-13 -
Remaja pertengahan 14-16 72 45%
Remaja lanjut 17-20 88 55%
Jenis Kelamin
Perempuan 121 75,6%
Laki-laki 39 24,4%
Uang Saku (Rupiah)
Rendah (< 10.000) 78 42,4%
Sedang (10.000-15.000) 74 40,2%
Tinggi (>15.000) 8 4,3%
N 160

53
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
54

3. Analisis Univariat/Deskriptif
Data dalam penelitian ini terdiri atas empat variabel
Pengetahuan gizi, sikap, perilaku konsumsi GGL dan pemilihan
makanan sehat. Deskripsi data tiap variabel tersebut dapat dilihat pada
Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Gizi, Sikap,
Perilaku Konsumsi GGL dan Pemilihan Makanan Sehat.
Variabel Parameter
Baik Buruk Jumlah
n % n % n %
Pengetahuan Gizi 99 61,9 61 38,1 160 100
Sikap 95 59,4 65 40,6 160 100
Perilaku konsumsi GGL 80 50 80 50 160 100
Pemilihan makanan 82 51,2 78 48,8 160 100
sehat

Pengetahuan gizi, sikap, perilaku konsumsi GGL dan pemilihan


makanan sehat responden diukur menggunakan kuesioner terstruktur
yang telah diuji reabilitas dan validitas. Pada penelitian ini uji validitas
menggunakan uji pearson dan uji reabilitas menggunakan uji
cronchbach alpha minimal 0,6.
Berdasarkan tabel 4.2, sebanyak 99 responden (61,9%),
memiliki pengetahuan gizi yang baik, sedangkan 61 responden
(38,1%), memiliki pengetahuan gizi yang buruk. Hasil penelitian
menunjukan bahwa, responden yang mempunyai sikap baik sebanyak
95 (59,3%) dan responden yang mempunyai sikap buruk sebanyak 65
(40,7%).
Jumlah perilaku konsumsi GGL responden dalam kategori baik
dan buruk sama yaitu 80 responden (50%). Sebanyak 98 responden
(61%) memilih makanan yang baik dan sebanyak 62 responden (39%)
mempunyai pemilihan makanan sehat yang buruk.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
55

4. Uji Asumsi Klasik


Uji asumsi kelasik pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Uji Asumsi Klasi

Uji Asumsi Cut-off Value Hasil Analisis Keterangan


Normalitas > 0,05 0,802 Normal
Linieritas > 0,05 0,607 Linier
Heteroskedastisitas Titik-titik menyebar di titik-titik menyebar di Tidak terjadi
atas dan di bawah atas dan di bawah angka heteroskedastisitas
angka 0 pada sumbu Y 0 pada sumbu Y
Multikolinearitas Nilai tolerance <0,10 Nilai Tolerance dan VIF Tidak terjadi
dan nilai VIF >10 Pengetahuan: 0,983 & Multikolinearitas
1,010, Sikap: 0,977 &
1,023, Perilaku: 0,981 &
1,019

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa model regresi pada


penelitian ini normal, linier, tidak terjadi heteroskedastisitas, dan tidak
terjadi multikolinearitas, hal ini menunjukan bahwa model regresi
memenuhi syarat uji asumsi klasik dan dapat diteruskan pada analisis
selanjutnya.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
56

5. Analisis Jalur (Path Analysis)


Analisis multivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
model analisis jalur. Metode path analysis merupakan suatu metode yang
mengkaji pengaruh (efek) langsung maupun tidak langsung dari variabel
bebas dan variabel terikat.
a. Hipotesis Analisis Jalur
Pada path analisis ini didapatkan tiga hipotesis diantaranya aadalah:
1) Pengaruh pengetahuan gizi dan pemilihan makanan sehat (langsung).
2) Pengaruh pengetahuan gizi dan pemilihan makanan sehat melalui
sikap (tidak langsung).
3) Pengaruh pengetahuan gizi dan pemilihan makanan sehat melalui
perilaku konsumsi GGL (tidak langsung).
b. Setelah dilakukan uji melalui SPSS didapatkan persamaan regresi
sebagai berikut:
1) Sikap: 0,189 pengetahuan. R2 = 0,036
2) Perilaku konsumsi GGL: -0,013 pengetahuan. R2= 0,000
3) Pemilihan makanan sehat: -0,085 pengetahuan + 0,353 sikap + 0,192
perilaku konsumsi GGL. R2 = 0,177
Menghitung Educ, besarnya nilai e dapat dihitung menggunakan

rumus √1 − 𝑅². Sehingga diapatkan nilai sebagai berikut:


1) Pengetahuan ke sikap = √1 − 0,036 = 0,981
2) Pengetahuan ke perilaku konsumsi GGL= √1 − 0,000 = 1
3) Pengetahuan gizi, sikap, perilaku konsumsi GGL dan pemilihan
makanan sehat= √1 − 0,177 = 0,907
c. Menghitung pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung
1) Pengaruh langsung antara pengetahuan dan pemilihan makanan
sehat yaitu sebesar -0,085
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
57

2) Pengaruh tidak langsung pengetahuan dan pemilihan makanan sehat


melalui sikap yaitu sebesar 0,189 x 0,363 = 0,068
Perhitungan Sobel tes, menggunakan rumus sebagai berikut:

𝑆𝑝2𝑝3 = √p32 sp22 + p22 sp32 + sp22 sp3²

𝑆𝑝2𝑝3 = √(0,370)2 (0,079)2 + (0,091)2 (0,076)2 + (0,079)2 (0,076)²

𝑆𝑝2𝑝3 = √0,0008543929 + 0,0002107143 + 0,00003604810


= 0,00110115521
𝑝2𝑝3 0,007067
t= =
𝑠𝑝2𝑝3 0,00110115521

= 6,417
Berdasarkan perhitungan didapatkan nilai t hitung sebesar 6,417
lebih besar dari t tabel yaitu 1,96, maka dapat disimpulkan bahwa
koefisien mediasi 0,068 signifikan yang berarti ada pengaruh
mediasi.
3) Pengaruh tidak langsung pengetahuan dan pemilihan makanan sehat
melalui perilaku konsumsi GGL yaitu sebesar -0,013 x 0,192 = -
0,002.
Perhitungan Sobel tes, menggunakan rumus sebagai berikut:

𝑆𝑝2𝑝3 = √p32 sp22 + p22 sp32 + sp22 sp3²

𝑆𝑝2𝑝3 = √(0,192)2 (0,082)2 + (−0,013)2 (0,073)2 + (0,082)2 (0,073)²

𝑆𝑝2𝑝3 = √0,00024787353 + 9,00601 + 0,00003583219

= 3,00104876763

𝑝2𝑝3 −0,002496
t= =
𝑠𝑝2𝑝3 3,00104876763

= -0,00083
Berdasarkan perhitungan didapatkan nilai t hitung sebesar -0,00083
lebih kecil dari t tabel yaitu 1,96, maka dapat disimpulkan bahwa
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
58

koefisien mediasi -0,002 tidak signifikan yang berarti tidak ada


pengaruh mediasi.

Sehingga dapat digambarkan analisis jalur sebagai berikut:

0,981

β=0,189 Sikap P=0,000 β = 0,363


P=0,017
Pengetahuan P=0,263 β = 0,089 Pemilihan Makanan
Sehat
Perilaku Konsumsi
P=0,087 β = -0,013 GGL P=0,009 β =0,192
0,907
1

P=0,251 β = -0,085

Gambar 4.1 Analisis Jalur (Path Analysis)

Berdasarkan gambar 4.1 dapat dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 4.4. Hubungan Pengetahuan, Sikap, Perilaku Konsumsi GGL


dan Pemilihan Makanan Sehat

Variabel β P value Keterangan


Pengetahuan Sikap 0,189 0,017 Signifikan
Pengetahuan Perilaku konsumsi GGL -0,013 0,872 Tidak signifikan
Sikap Perilaku konsumsi GGL 0,089 0,263 Tidak signifikan
Sikap Pemilihan makanan sehat 0,363 0,000 Signifikan
Perilaku Pemilihan makanan sehat 0,192 0,009 Signifikan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
59

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dijelaskan sebagai berikut:


a. Hubungan Pengetahuan Gizi dan Pemilihan Makanan Sehat
Hasil pengolahan data yang ditunjukan dalam tabel 4.3 p value
pada variabel pengetahuan gizi terhadap sikap sebesar 0,017, artinya p
value < 0,05. Hal ini berarti bahwa pengetahuan gizi berhubungan
dengan sikap. Pengetahuan gizi akan memberikan pengaruh secara
langsung terhadap sikap. Semakin baik pengetahuan gizi seseorang
maka sikap seseorang akan semakin baik pula.
b. Hubungan Pengetahuan Gizi dan Perilaku Konsumsi GGL
Hasil pengolahan data yang ditunjukan dalam tabel 4 p value
pada variabel pengetahuan gizi terhadap perilaku konsumsi GGL
sebesar 0,872, artinya p value > 0,05. Hal ini berarti bahwa
pengetahuan gizi tidak berpengaruh dengan perilaku konsumsi GGL.
Pengetahuan gizi yang baik maupun buruk tidak memberikan
pengaruh pada perilaku konsumsi GGL. Pengetahuan gizi tidak
memiliki hubungan dengan perilaku konsumsi GGL.
c. Hubungan Sikap dan Perilaku Konsumsi GGL
Hasil pengolahan data yang ditunjukan dalam tabel 4 p value
pada variabel sikap terhadap perilaku konsumsi GGL sebesar 0,263,
artinya p value > 0,05. Hal ini berarti bahwa sikap tidak berpengaruh
dengan perilaku konsumsi GGL. Sikap seseorang yang baik terhadap
suatu objek belum tentu akan dicerminkan pada perilaku baik pula.
Sikap tidak memiliki hubungan dengan perilaku konsumsi GGL.
d. Hubungan Sikap dan Pemilihan Makanan Sehat
Hasil pengolahan data yang ditunjukan dalam tabel 4.3 p value
pada variabel sikap terhadap pemilihan makanan sehat sebesar 0,000.
artinya p value < 0,05. Hal ini berarti bahwa sikap berhubungan
dengan pemilihan makanan sehat. Sikap yang baik akan memberikan
pengaruh keputusan yang baik dalam pemilihan makanan sehat.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
60

Semakin baik sikap seseorang maka seseorang tersebut akan memilih


makanan yang baik pula dalam hal ini makanan yang sehat.
e. Hubungan perilaku konsumsi GGL dan pemilihan makanan sehat
Hasil pengolahan data yang ditunjukan dalam tabel 4.3 p value
pada variabel perilaku konsumsi GGL terhadap pemilihan makanan
sehat sebesar 0,009. artinya p value < 0,05. Hal ini berarti bahwa
perilaku konsumsi GGL berhubungan dengan pemilihan makanan
sehat. Perilaku konsumsi GGL memberikaan pengaruh terhadap
pemilihan makanan sehat. Semakin baik perilaku konsumsi GGL
maka semakin baik pula dalam memilih makanan dalam hal ini
makanan yang sehat.
Berdasarkan gambar 4.1, dapat diketahui pengaruh antar variabel,
baik untuk pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung yang
ditunjukan dalam tabel 4.5.
Tabel 4.5. Pengaruh Langsung, Tidak langsung dan Total Pengaruh

Kriteria Variabel β T Hitung


Pengaruh langsung Pengetahuan gizi dan -0,085 -
pemilihan makanan
sehat
Pengaruh tidak Pengetahuan gizi dan 0,068 6,417
langsung pemilihan makanan sehat
melalui sikap
Pengetahuan gizi dan -0,002 -0,00083
pemilihan makanan
melalui perilaku
konsumsi GGL
Total pengaruh 0,155

Berdasarkan tabel menunjukan hasil bahwa pengaruh langsung


pengetahuan dan pemilihan makanan sehat sebesar -0,085. Secara tidak
langsung pengetahuan gizi melalui sikap berpengaruh signifikan terhadap
pemilihan makanan sehat, hal ini dikarenakan nila pengaruh tidak langsung
(0,068) lebih besar jika dibandingkan dengan pengaruh langsung (-0,085),
kemudian secara tidak langsung pengetahuan gizi melalui perilaku
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
61

konsumsi GGL tidak berpengaruh terhadap pemilihan makanan sehat,


karena nilai pengaruh langsung (-0,085) lebih besar bila dibandingkan
dengan pengaruh tidak langsung. (- 0,002). Selain dilihat dari nilai β
mendeteksi pengaruh mediasi dapat dilihat berdasarkan nilai t hitung.
Berdasarkan hasil penelitian variabel intervening sikap mempunyai
pengaruh mediasi, t hitung > t tabel (1,96).

6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Makanan Sehat


Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan
makanan sehat dapat dilakukan dengan melihat alasan atau motif responden
dalam pemilihan makanan sehat menggunakan FCQ (Food Choice
Questionnaire). Pada kesioner FCQ terdapat sembilan aspek yang dijadikan
tolak ukur sebagai alasan seseorang dalam menentukan pilihan makan
diantaranya ialah kesehatan suasana hati, kenyamanan, daya tarik sensorik,
kandungan alami, harga, pengendalian BB, keakraban, dan masalah etika.
Hasil pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6. Hubungan Aspek Alasan dan Pemilihan Makanan Sehat

Faktor yang Pemilihan Makanan Sehat


Mempengaruhi Mean ± SD Koefisien p
korelasi (ρ)
Kesehatan 4,48 ± 2,98 0,353 0,000**
Kandungan alami 4,34 ± 1,92 0,293 0,000**
Pengendalian BB 4,13 ± 2,04 0,318 0,000**
Harga 4,10 ± 2,17 0,041 0,610
Kenyamanan 3,99 ± 3,08 0,043 0,586
Suasana hati 3,96 ± 4,71 0,107 0,178
Daya tarik sensorik 3,87 ± 3,01 0,033 0,679
Keakraban 3,67 ± 2,07 0,000 0,999
Masalah etika 3,23 ± 1,77 0,045 0,573

Hasil rata-rata menunjukan bahwa terdapat tiga alasan utama dalam


pemilihan makanan khususnya makanan sehat pada responden yaitu,
kesehatan, kandungan alami dan pengendalian BB, didukung dengan hasil
uji statistik yang menunjukan bahwa terdapat hubungan antara faktor
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
62

kepedulian terhadap kesehatan, pengendalian BB dan kandungan alami


terhadap pemilihan makanan sehat pada remaja di pedesaan (p=< 0,005).

B. Pembahasan

1. Hubungan Pengetahuan Gizi dan Sikap


Hasil penelitian menunjukan bahwa pengetahuan gizi dengan sikap
memiliki hubungan yang signifikan (p = 0,017) <0,05, yang berarti jika siswa
mempunyai pengetahuan yang baik maka akan memiliki sikap yang positif atau
yang baik. Artinya pengetahuan gizi yang dimiliki siswa dapat mempengaruhi
sikap. Maka dapat disimpulkan bahwa semakin baik pengetahuan gizi remaja
maka semakin baik sikap remaja. Pengetahuan yang dimiliki responden akan
menimbulkan sebuah kepercayaan, dimana kepercayaan tersebut akan
menimbulkan atau menentukan seseorang untuk sikap.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar remaja memiliki
pengetahuan gizi yang baik karena sebagian besar remaja menjawab pertanyaan
dengan benar lebih dari 50% (8 pertanyaan), namun demikian masih terdapat
remaja yang memiliki pengetahuan yang buruk. Hal ini dikarenakan setiap
responden memiliki tingkat pengetahuan dan cara berfikir yang berbeda-beda
meskipun objeknya sama. Pengetahuan seseorang dapat dipengeruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya ialah pendidikan, umur, pekerjaan, lingkungan
dan budaya. Rendahnya pengetahuan gizi pada remaja dapat disebabkan oleh
kurangnya sumber informasi tentang gizi seimbang baik di lingkungan tempat
tinggal maupun lingkungan sekolah remaja, informasi gizi yang sulit dipahami,
iklan sebuah produk makanan yang dapat dengan mudah remaja akses dan
rendahnya muatan informasi gizi pada mata pelajaran di sekolah.(Hendrayati &
Rauf, 2010; Nuryani & Paramata, 2018; Wawan & Dewi, 2011).
Terdapat beberapa cara untuk meningkatkan pengetahuan salah
satunya yaitu dengan memberikan penyuluhan kepada remaja khususnya
penyuluhan gizi. Media penyampaian informasi dibagi menjadi tiga yaitu
media cetak seperti booklet, leaflet, dan flip chat, media elektronik seperti
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
63

video, slide, film strip, dan animasi, yang terahir yaitu media papan
(billboard). Penelitian yang dilakukan oleh Syakir (2018), menyebutkan
bahwa ada perubahan skor pengetahuan setelah dilakukan intervensi dengan
menggunakan media animasi, penyuluhan dengan media animasi membuat
pesan atau materi yang disampaikan akan lebih lama dan lebih baik dalam
ingatan karena melibatkan lebih banyak panca indera serta menyebabkan
kesan yang kuat.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Syafira, (2015), penelitian tersebut menemukan bahwa pengetahuan gizi
berhubungan dengan sikap mengkonsumsi makanan sehat (nilai r hitung
sebesar 0,636 > 0,259). Artinya, semakin tinggi pengetahuan gizi maka
semakin tinggi pula sikap mengkonsumsi makanan sehat, sebaliknya
semakin rendah pengetahuan gizi maka semakin rendah pula sikap
mengkonsumsi makanan sehat. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah
dilakukan oleh Aulia (2021), yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan
sikap dengan pengetahuan gizi siswa-siswa di SMP N 02 Banjarharjo. Hal
tersebut dikarenakan pengetahuan zat gizi akan mempengaruhi sikap remaja
dalam memilih atau mengkonsumsi makanan untuk pemenuhan kebutuhan
tubuh.
Informasi pengetahuan tentang gizi pada remaja dapat diperoleh dari
berbagai sumber diantaranya adalah kemudahan dalam mengakses internet,
pengalaman pribadi dan pendidikan baik pendidikan formal maupun
pendidikan non formal. Informasi gizi yang benar mengenai gula, garam dan
lemak akan mempengaruhi sikap seseorang dalam menentukan makanan
yang dikonsumsi sehingga hal ini dapat menurunkan risiko penyakit tidak
menular terutama yang disebabkan oleh konsumsi GGL yang berlebih
seperti hipertensi, diabetes melitus dan penyakit kardiovaskular. (Wawan &
Dewi, 2011).
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Laenggeng &
Lumalang (2015), Pengetahuan gizi yang baik dapat berpengaruh terhadap
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
64

sikap dalam hal pemilihan makanan yang baik dan bermanfaat serta
berdampak langsung terhadap pemenuhan gizi yang seimbang dan kondisi
kesehatan seseorang, karena konsumsi makanan merupakan salah satu faktor
penentu status gizi seseorang yang dapat berasal dari makanan utama atau
makanan jajanan.
Informasi gizi tentang gula, garam dan lemak yang benar pada remaja
akan memberikan bekal pengetahuan yang baik untuk menentukan sikap
terhadap konsumsi gula, garam dan lemak sehingga dapat melaksanakan
pola hidup yang sehat. Pengetahuan gizi yang baik berhubungan dengan
sikap seseorang tentang konsumsi gula, garam, dan lemak.

2. Hubungan Pengetahuan Gizi dan Perilaku Konsumsi GGL


Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara
pengetahuan gizi dan perilaku konsumsi GGL (p = 0,087) > 0,05,
pengetahuan secara signifikan tidak berhubungan dengan perilaku konsumsi
GGL, yang artinya pengetahuan gizi tidak berpengaruh terhadap perilaku
konsumsi GGL pada remaja.
Pengetahuan gizi yang cukup harus dimiliki seseorang untuk
mengubah perilaku yang kurang benar sehingga dapat memilih bahan
makanan yang bergizi dan dapat menyusun menu seimbang sesuai dengan
kebutuhan tubuh. Pengetahuan gizi akan mempengaruhi pemenuhan
kecukupan zat gizi yang diperlukan tubuh agar dapat tumbuh dengan normal,
status gizi yang penting bagi kesehatan dan kesejahteraan tubuh, dan dapat
mengkonsumsi pangan yang baik dalam upaya untuk memperbaiki
gizi.(Suju & Trias, 2012).
Pengetahuan kognitif merupakan faktor yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan gizi yang di dasari dengan
pemahaman yang tepat akan menumbuhkan perilaku yang diharapkan.
Pengetahuan tentang gizi ialah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat
gizi, serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Jika
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
65

pengetahuan tentang gizi kurang, maka upaya yang dilakukan remaja untuk
menjaga keseimbangan makanan yang dikonsumsi dengan yang dibutuhkan
akan berkurang dan menyebabkan masalah gizi kurang atau gizi
lebih.(Notoatmodjo, 2007; Roring et al., 2020).
Namun demikian, hasil penelitian ini menunjukan bahwa
pengetahuan tidak memiliki hubungan dengan perilaku konsumsi GGL. Data
yang diperoleh menunjukan bahwa sebagian besar remaja memiliki
pengetahuan yang baik, meskipun ada sebagian remaja yang memiliki
pengetahuan yang buruk, akan tetapi perilaku konsumsi GGL remaja
tergolong buruk, hal ini menunjukan bahwa tingkat pengetahuan remaja
dalam tingkatan tahu (know), tingkat pengetahuan yang tinggi namun tidak
diimbangi dengan perubahan konsumsi GGL. Selain itu, pada masa remaja
pengetahuan gizi dan kesehatan masih terbatas. Apabila prinsip dasar
mengenai gizi terbatas, maka seorang remaja akan sulit memperhatikan zat-
zat gizi yang ada dalam setiap kemasan dan tidak menghiraukan kandungan
zat gizi yang terkandung di dalam makanan tersebut. Remaja lebih banyak
memilih makanan yang tinggi kandungan gula, sodium, dan lemak, namun
rendah vitamin dan mineral. (Nurjayanti et al., 2020).
Menurut Teori Lawrence Gree perilaku terbentuk dari 3 faktor,
yaitu faktor Predisposisi (predisposising faktor), faktor pendukung
(enabling factor), dan faktor pendorong (reinforcing factor). Faktor
predisposisi antara lain pengetahuan, sikap, nilai dan norma, kepercayaan,
faktor pendukung antara lain adanya sarana kesehatan, terjangkaunya sarana
kesehatan dan keterampilan terkait kesehatan, untuk faktor pendorong terdiri
dari dukungan keluarga, petugas kesehatan, teman sebaya, tokoh
masyarakat, dan pengambil keputusan. Dari teori tersebut menggambarkan
bahwa perilaku merupakan konsep yang tidak sederhana, sesuatu yang
kompleks yakni pengorganisasian proses-proses psikologis oleh seseorang
yang memberikan predisposisi untuk melakukan responsi menurut cara
tertentu terhadap suatu objek.( Notoatmodjo, 2014; Wawan & Dewi, 2011).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
66

Konsumsi makanan yang tidak sehat dapat terjadi karena kurangnya


pengetahuan dan kesadaran dalam pemilihan makanan. Pengetahuan,
kesadaran, dan perubahan perilaku untuk mencapai keadaan gizi dan
kesehatan yang optimal dapat didapatkan melalui pendidikan gizi.
Berdasarkan beberapa penelitian yang dijadikan sebagai sumber literature
review yang dilakukan oleh Febriyana & Sefrina (2022), didapatkan bahwa
pendidikan gizi efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan kesadaran
penderita obesitas terhadap praktik pemilihan makanannya. Metode
pendidikan gizi yang dapat diberikan sangat beragam, begitu juga dengan
media yang digunakan. Semua metode maupun media yang digunakan
dalam pendidikan gizi terbukti efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan
kesadaran terhadap praktik pemilihan makanan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Meiriasari & Mulyani, (2013) yang menemukan bahwa tidak ada hubungan
antara frekuensi konsumsi minuman bersoda dengan pengetahuan gizi.
Siswa dengan pengetahuan gizi kurang memiliki peluang 3,18 kali untuk
mengkonsumsi minuman bersoda dengan frekuensi tinggi jika dibandingkan
dengan siswa yang memiliki pengetahuan gizi yang baik. Dalam sekaleng
minuman soda paling tidak memiliki 15 sendok teh gula, 150 kilo kalori, 30-
55 miligram kafein.(Amelia & Nugroho, 2021).
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Henny et al., (2015), tidak ada hubungan antara pengetahuan siswa
sekolah dasar SD Negeri Sendang Mulyo 03 Semarang terhadap frekuensi
konsumsi minuman serbuk instan. Pengetahuan siswa yang baik belum tentu
mencerminkan perilaku yang baik pula. Seseorang yang memiliki tingkat
pengetahuan gizi baik belum tentu menerapkan pola konsumsi sehat,
beragam dan bergizi.(Wulandari et al., 2019).
Pengetahuan gizi yang baik umumnya akan berdampak pada perilaku
yang baik, namun belum tentu dapat membuat seseorang memiliki pola
makan yang sehat, oleh sebab itu pengetahuan gizi yang baik juga harus
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
67

disertai dengan praktik dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga diperlukan


keselarasan antara pengetahuan dengan perilaku agar berdampak nyata pada
frekuensi konsumsi GGL dan pemilihan makanan sehat.

3. Hubungan Sikap dan Perilaku Konsumsi GGL


Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara
sikap dan perilaku konsumsi GGL pada remaja (p=0,363) > 0,05. Hal ini
tidak terbukti adanya hubungan antara sikap dan perilaku konsumsi GGL,
yang kemudian dapat menggambarkan bahwa tidak terdapat pola
kecenderungan hubungan antara sikap dan perilaku konsumsi GGL, yang
artinya sikap tidak mempengaruhi perilaku konsumsi GGL pada remaja.
Sebagian besar remaja memiliki sikap yang baik 59,4%, namun
demikian terdapat 40,6% remaja yang memiliki sikap yang buruk. Sikap
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya ialah instansi
pendidikan dan media massa. Jika dilihat dari pendidikan, remaja kurang
mendapatkan informasi terkait gizi, pernyataan ini didukung oleh penelitian
yang di lakukan oleh Lestari (2020), menyebutkan bahwa pada siswi kurang
mendapatkan paparan pengetahuan gizi, sebab tidak ada waktu tersendiri
untuk memberikan pembelajaran terkait pengetahuan gizi, sehingga hal
inilah yang dapat menyebabkan terjadinya sikap yang buruk. Sebagian besar
masyarakat khususnya remaja saat ini mudah memercayai hal-hal yang
disiarkan atau dibagikan oleh media massa, sehingga dapat membentuk
sikap yang buruk terkait dengan gizi. Terdapat hubungan yang kuat antara
menonton televisi dan kebiasaan makan yang tidak sehat di kalangan anak-
anak, melihat iklan makanan dapat menyebabkan konsumsi makanan
kudapan yang lebih besar. (Nugrahanti et al., 2020).
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
sikap remaja salah satunya adalah dengan memberikan pemahaman
mengenai makanan yang sehat dan yang tidak sehat melalui konseling gizi.
Penelitian yang dilakukan oleh Margawati & Iriantika (2017), menunjukkan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
68

hasil bahwa terjadi perubahan sikap dan perilaku pemilihan makan setelah
dilakukan konseling gizi. Perubahan sikap terjadi karena remaja telah
mendapatkan informasi sesuai dengan kebutuhannya mengenai sikap gizi
yang seharusnya.
Hasil penelitian ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah
satunya adalah lingkungan, rata-rata kantin yang berada di sekolah
menjajakan makanan ringan berupa ciki-ciki, gorengan (tempe mendoan,
tahu isi, bakwan), sedangkan minuman yang dijual didominasi oleh
minuman kemasan dan minuman serbuk instan, hal tersebut yang
mempengaruhi frekuensi minuman manis pada remaja, selain itu remaja
banyak menghabiskan waktu di sekolah, sehingga remaja akan lebih banyak
mengonsumsi jajanan yang tidak sehat karena murah dan mudah di dapat.
Asupan makan selama di sekolah memiliki kontribusi terhadap asupan gula,
garam, dan lemak. (Nisrina et al., 2019). Hasil penelitian ini juga dapat
dipegaruhi oleh kesadaran remaja mengenai batas asupan konsumsi GGL
yang masih tergolong rendah, hal ini dapat dilihat dari kebiasaan remaja
dalam membaca label informasi gizi pada makanan ataupun minuman
kemasan hasil penelitian menunjukan bahwa dari 160 responden terdapat 31
responden tidak pernah membaca label pada makanan/minuman, 105
responden mengatakan jarang, 15 responden sering, dan 9 responden
menjawab selalu, seperti yang dipaparkan oleh Kementerian Kesehatan
bahwa jika seseorang peduli terhadap anjuran konsumsi GGL dapat dengan
cara mencermati label kemasan makanan maupun minuman yang dibeli
setiap harinya, selain itu anjuran membaca label pada makanan termasuk
salah satu pilar dari pedoman gizi seimbang. Rendahnya kesadaran membaca
label pada makanan kemasan dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya
adalah kesulitan memahami informasi dari label gizi, dan malas.(Palupi et
al., 2017).
Beberapa cara yang dapat meningkatkan niat remaja untuk
membaca label pada makanan/minuman kemasan salah satunya yaitu dengan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
69

dilakukan edukasi mengenai label pada makanan/minuman kemasan.


Penelitian Safitri & Rahayu (2018), didapatkan hasil bahwa ada perbedaan
pengetahuan subjek sebelum dengan sesudah edukasi pembacaan label
pangan. Peningkatan kemampuan membaca label pangan diharapkan dapat
meningkatkan kesadaran remaja akan kandungan gizi yang ada pada
makanan kemasan, sehingga remaja menjadi lebih selektif terhadap
pemilihan ragam makanan.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Aisyah (2015), didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara sikap dan
perilaku anak dalam memilih makanan jajanan di SD Muhammadiyah 16
Karangasem Surakarta. Sikap anak yang mendukung dalam memilih
makanan jajanan belum tentu memiliki perilaku yang baik pula, penelitian
ini juga sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Sara (2017),
yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan sikap dengan frekuensi
konsumsi minuman kemasan berpemanis buatan di kantin sekolah dasar.
Meskipun demikian terdapat penelitian yang menyebutkan bahwa sikap
dapat mempengaruhi konsumsi minuman manis, seperti penelitian yang
dilakukan oleh Ariani (2012), didapatkan hasil bahwa sikap terhadap
minuman ringan berpemanis berhubungan dengan konsumsi minuman
ringan berpemanis pada remaja.
Sikap dan perilaku merupakan dua dimensi dalam diri seseorang
yang berdiri sendiri, terpisah dan berbeda. Mengetahui sikap seseorang
belum tentu dapat memprediksi perilaku orang tersebut. Man (1969)
mengatakan bahwa meskipun diasumsikan bahwa sikap merupakan
predisposisi evaluatif yang banyak menentukan bagaimana seseorang
bertindak, akan tetapi sikap dan tindakan yang nyata seringkali berbeda, hal
ini dikarenakan tindakan yang nyata tidak hanya ditentukan oleh sikap
semata akan tetapi oleh berbagai faktor eksternal lainnya. Respon perilaku
tidak hanya ditentukan oleh sikap akan tetapi oleh norma subjektif yang ada
dalam diri individu itu sendiri.(Azwar, 2013).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
70

Terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi sikap remaja,


tergantung dari faktor yang mempengaruhinya, seperti faktor emosional,
pengaruh adat istiadat budaya, pengaruh orang lain atau teman sebaya, media
massa dan pengetahuan responden.(Wawan & Dewi, 2011).
Sikap dan perilaku merupakan salah satu faktor yang berhubungan,
namun sikap yang baik belum tentu tercerminkan oleh perilaku yang baik.
Terbentuknya suatu perilaku baru dimulai pada domain kognitif. Dalam arti,
subjek tahu terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau objek
di luarnya sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada subjek tersebut
dan selanjutnya menimbulkan respons batin dalam bentuk sikap terhadap
objek yang diketahui tersebut. Namun, seseorang dapat bertindak atau
berperilaku tanpa mengetahui dahulu makna stimulus yang diterimanya.
Dengan kata lain, tindakan (practice) seseorang tidak harus didasari oleh
pengetahuan atau sikap.(Notoatmodjo, 2007).

4. Hubungan Sikap dan Pemilihan Makanan Sehat


Hasil penelitian menunjukan bahwa sikap dan pemilihan makanan
sehat memiliki hubungan yang signifikan (p = 0,000) <0,05, yang berarti
bahwa sikap berpengaruh terhadap pemilihan makanan sehat, jika responden
memiliki sikap yang baik terhadap gizi maka responden juga memiliki
pemilihan makanan yang baik atau sehat. Sebaliknya jika responden tidak
memiliki sikap yang baik maka responden akan memiliki pemilihan
makanan yang tidak sehat.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar remaja
memiliki sikap dan pemilihan makanan yang baik. Sikap seseorang terhadap
objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun
perasaan tidak mendukung atau memihak (unfavorabel) pada suatu objek,
pada penelitian ini mayoritas responden memiliki respon yang positif
terhadap gizi dan pemilihan makanan sehat. Mayoritas responden mampu
membedakan makanan yang sehat dan makanan yang tidak sehat bagi
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
71

kesehatan. Responden memiliki respon yang positif terhadap makanan yang


sehat. Sikap merupakan faktor pendukung siswa dalam memilih jajanan
sehat. Pemilihan makanan merupakan perwujudan dari perilaku. Salah satu
faktor yang memiliki pengaruh besar terhadap terjadinya perilaku seseorang
yaitu faktor sosio psikologis. Faktor-faktor sosio psikologis ini terdiri dari
sikap, emosi, kepercayaan, kebiasaan, dan kemauan. Sikap merupakan
faktor yang sangat penting dalam sosio psikologis karena merupakan
kecenderungan untuk bertindak dan berpersepsi. Sikap juga relative akan
menetap lebih lama daripada emosi dan pikiran.(Febryanto, 2017; Iklima,
2017; Notoatmodjo, 2010).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Weni (2014), penelitian tersebut menunjukan hasil bahwa terdapat hubungan
antara sikap siswa dengan tindakan pemilihan makanan jajanan. Hal tersebut
berarti bahwa seseorang yang memiliki sikap yang baik, maka memiliki
tindakan pemilihan makanan yang baik.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Ardianti (2018), hasil penelitan menunjukan bahwa ada
hubungan anatara sikap responden dengan perilaku jajanan sehat di SDN
Kadipaten 03 Bojonegoro tahun 2018. Selain itu penelitian yang dilakukan
oleh Febryanto (2017), menunjukkan bahwa ada hubungan antara sikap
responden dengan perilaku pemilihan jajanan sehat di MI Sulaimaniyyah
Jombang Tahun 2016. Hal ini berarti bahwa sikap merupakan faktor
pendukung perilaku anak dalam memilih jajanan sehat.
Memilih makanan yang tepat dan sesuai dengan fase kehidupan dan
fungsi fisiologis tubuh adalah kunci sukses kesehatan. Gizi yang baik
diperoleh melalui makanan yang sehat. Makanan sehat merupakan makanan
yang mengandung zat-zat yang diperlukan oleh tubuh seperti karbohidrat,
protein, lemak, mineral, dan vitamin, serta bebas dari kuman, bahan
berbahaya, bahan cemaran dan bahan tambahan makanan yang tidak
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
72

diperbolehkan seperti formalin, boraks, dan lain-lain.(Hardinsyah &


Supariasa, 2016; Puspadewi & Briawan, 2015).

5. Hubungan Perilaku Konsumsi GGL dan Pemilihan Makanan Sehat


Hasil penelitian menunjukan bahwa perilaku konsumsi GGL dan
pemilihan makanan sehat memiliki hubungan yang signifikan (p = 0,009)
<0,05, yang berarti bahwa perilaku konsumsi GGL berpengaruh terhadap
pemilihan makanan sehat, jika remaja memiliki perilaku konnsumsi GGL
yang baik maka remaja juga memiliki pemilihan makanan yang baik atau
sehat. Sebaliknya jika perilaku konsumsi GGL responden buruk maka
responden akan memiliki pemilihan makanan yang tidak sehat, misalnya
makanan yang tinggi kandungan gula, garam dan lemak.
Perilaku konsumsi GGL dan pemilihan makanan sehat memiliki
hubungan yang signifikan. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian
responden (50%) memiliki konsumsi GGL yang buruk dan 48,8% responden
memiliki pemilihan makanan sehat yang buruk, hal ini dapat di pengaruhi
oleh ketersediaan makanan yang berada di kantin sekolah. Sebagian besar
kantin yang berada di lingkungan sekolah menjajakan makanan yang tidak
sehat, sehingga mengakibatkan akses untuk mendapatkan makanan sehat
terhambat. Ketersediaan jajanan sehat dan tidak sehat di sekolah
berpengaruh terhadap pemilihan makanan jajanan pada siswa. Siswa akan
lebih cenderung untuk membeli makanan jajanan yang tersedia paling dekat
dengan keberadaannya. Faktor ketersediaan makanan jajanan yang sehat
menjadi salah satu faktor dalam menentukan pemilihan makanan jajanan
yang sehat pula. Sulitnya mendapatkan makanan yang sehat seringkali
menyebabkan responden lebih memilih untuk membeli makanan di tempat
terdekat.(Iklima, 2017; Novani, 2016).
Hasil penelitian menunjukan bahwa 50% responden memiliki
perilaku konsumsi GGL yang baik, namun demikian terdapat 50%
responden memiliki perilaku konsumsi GGL yang buruk. Salah satu faktor
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
73

eksternal yang dapat mempengaruhi perilaku adalah lingkungan, faktor


lingkungan merupakan faktor yang dominan dalam mempengaruhi perilaku,
baik lingkungan di keluarga, sekolah maupun lingkungan di sekitar. Hal ini
dikarenakan maraknya makanan dan minuman modern yang mulai tersedia
di daerah pedesaan seperti minuman boba. Makanan dan minuman yang
mengandung GGL seperti berbagai minuman manis, dan minuman kemasan
serta makanan gorengan, yang dapat dengan mudah didapatkan dan
harganya realatif terjangkau. Penelitian yang dilakukan oleh Nur Amalia et
al., (2016), menyebutkan bahwa beberapa faktor penyebab tingginya
frekuensi konsumsi junk food pada siswa sekolah dasar antara lain pengaruh
dari lingkungan, lokasi sekolah yang dekat dengan berbagai macam tempat
gerai junk food sehingga memudahkan akses untuk mendapatkannya. Selain
mudahnya akses, adanya perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya
hidup, serta perubahan pola makan merupakan penyebab tingginya frekuensi
konsumsi junk food. Upaya dalam menanggulani hal ini dapat dilakukan
dengan cara memberikan pembinaan kantin sehat pada pengelola kantin
yang berjualan di lingkungan sekolah, sehingga diharapkan setelah
mendapatkan pembinaan kantin sehat dapat memberikan perubahan
makanan dan minuman yang dijajakan menjadi makanan dan minuman yang
sehat. Penelitian yang dilakukan oleh Mayasari (2020), didapatkan hasil
bahwa pengelola kantin lebih baik dalam memberikan sajian makanan
jajanan dibandingkan sebelum mendapatkan perlakuan pembinaan kantin
sehat. Semula kantin menjual makanan ringan kemasan seperti popcorn,
pilus dan biskuit, namun setelah pembinaan kantin sehat, pengelola
mengurangi penjualan makanan ringan kemasan dengan hanya menjual
biscuit saja. Pengegola kantin yang mendapatkan pembinaan lebih
memperhatikan bahan makanan yang akan diguanakan, lebih
memperhatikan teknik penyajian makanan dan menjaga kebersihan di
lingkungan kantin. Sedangkan pada kantin kelompok kontrol masih menjual
makanan ringan kemasan dan mie instan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
74

Sebagian besar (51,2%) remaja memiliki pemilihan makanan sehat


yang baik, hal ini menunjukan bahwa remaja sudah memiliki kesadaran
untuk melalukan pola hidup sehat, akan tetapi masih terdapat remaja yang
memiliki pemilihan makanan yang buruk, hal ini di karenakan maraknya
iklan makanan dan minuman kekinian, baik di Tv maupun di media massa,
dugaan ini didukung dengan hasil penelitian yang menyebutkan bahwa
paparan iklan makanan dan minuman Tv berpengaruh terhadap pemilihan
makanan dan asupan energi anak pada makanan dan minuman yang
diiklankan. Anak yang paling banyak menonton televisi berhubungan secara
signifikan dengan lebih banyak mengkonsumsi makanan yang biasa
diiklankan di tv seperti soft drink, minuman buah kemasan, beberapa permen
dan snack, dan beberapa fast food. (Nurwanti et al., 2016; Subardjo et al.,
2013). Salah satu upaya yang dapat dilakukan agar remaja dapat
membedakan makanan yang sehat dan makanan yang tidak sehat yaitu
dengan cara memberikan pendidikan kesehatan khususnya pendidikan gizi.
Penelitian yang dilakukan oleh Putri & Silalahi (2019), menunjukkan bahwa
ada pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pemilihan jajan anak di SDN 3
Merjosari Malang. Dengan adanya pendidikan kesehatan maka akan
berdampak pada perbaikan pemilihan jajan anak sekolah dari jajanan tidak
sehat menjadi jajanan sehat. Pemilihan jajanan memegang peranan penting
dalam kebiasaan jajan.(Anggiruling et al., 2019).
Pemilihan makanan yang tidak sehat atau penerapan pola makan
yang tidak tepat seperti perilaku konsumsi GGL yang berlebih dapat
menyebabkan peningkatan kadar gula dalam darah, terjadinya hipertensi,
penyakit jantung koroner, dan lain-lain. Pernyataan ini sesuai dengan hasil
penelitian yang di lakukan oleh Nurhafika (2020), menyatakan bahwa
responden yang memilih makanan tidak sehat mempunyai risiko sebesar
17,625 kali mengalami hipertensi dibandingkan dengan responden yang
memilih makanan sehat. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh
Manurung (2021), menunjukan bahwa responden dengan pola makan yang
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
75

buruk dapat meningkatkan kejadian penyakit jantung koroner dibanding


dengan responden yang memiliki pola makan yang baik, kepatuhan
menerapkan pola makan atau kebiasaan makan yang baik lebih rendah
terkena penyakit jantung koroner. Pola makan dan pemilihan makanan yang
kurang tepat dan kurang sehat seperti makanan siap saji dan sering
mengkonsumsi makanan tinggi kolesterol serta kurangnya aktivitas fisik
dapat menyebabkan penimbunan lemak tubuh penyebab risiko penyakit
degeneratif.(Listiyana et al., 2013).
Makanan dan minuman dapat memelihara serta meningkatkan
kesehatan. Tetapi sebaliknya, makanan dan minuman dapat menyebaabkan
menurunya kesehatan seseorang. Kelebihan konsumsi gula, garam, dan
lemak di dalam tubuh dapat menyebabkan berbagai kondisi yang merugikan
yakni dapat memicu terjadinya penyakit tidak menular (PTM). Konsumsi
makanan dan minuman yang manis seperti cake, tart, dodol, dan kue-kue
yang terlalu manis, minuman sirup, minuman bersoda, es teh manis dan susu
kental manis dapat meningkatkan kadar glukosa dalam darah. Makanan asin
merupakan faktor yang memiliki pengaruh signifikan terhadap kejadian
sindrom metabolik, ada hubungan antara konsumsi lemak dengan kejadian
hiperkolesterolemia, konsumsi lemak yang tinggi mempunyai
kecenderungan terkena hiperkolesterolemia sebesar 5,95 kali dibandingkan
dengan konsumsi lemak yang rendah (bintahan). Hal ini sangat tergantung
dengan perilaku seseorang terhadap makanan dan minuman
tersebut.(Bintahan & Muryati, 2010; Sartika & Sumangkut, 2013; Suhaema
& Masthalina, 2015).
Sebagian orang lebih suka makanan manis, sementara yang lain lebih
suka makanan gurih. Beberapa orang akan memilih jajanan yang sehat,
sementara yang lain akan memilih jajanan yang tidak sehat. Preferensi
makanan dibentuk oleh banyak faktor, termasuk faktor fisiologis, nutrisi,
lingkungan dan sosial budaya. Remaja saat ini dihadapkan dengan
meningkatnya ketersediaan makanan olahan industri dengan kandungan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
76

garam, lemak dan gula yang tinggi. Mudahnya ketersediaan jenis makanan
ini telah menyebabkan pergeseran dari makan untuk bertahan hidup (asupan
energi) menjadi makan yang lebih hedonis atau kebahagiaan/kesenangan.
Umumnya, makanan yang paling enak, dan karenanya menyenangkan,
adalah makanan yang padat energi dan tinggi kandungan lemaknya.(Vink et
al., 2020).

6. Hubungan Pengetahuan Gizi, dan Pemilihan Makanan Sehat melalui


Sikap dan Perilaku Konsumsi GGL
Hasil penelitian menunjukan bahwa pengetahuan gizi secara tidak
langsung berhubungan dengan pemilihan makanan sehat melalui sikap yang
ditunjukan dengan nilai t hitung.
Hasil penelitian menunjukan bahwa 78 (48,8%) remaja memiliki
pemilihan makanan sehat yang buruk, hal ini dapat disebabkan oleh
pengetahuan yang buruk, hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat 61
(38,1%) remaja yang memiliki pengetahuan gizi yang buruk, rendahnya
pengetahuan dapat disebabkan oleh minimnya informasi mengenai gizi yang
didapatkan remaja, sehingga hal ini dapat mempengaruhi sikap dan perilaku
konsumsi GGL, hasil penelitian menunjukan bahwa setengah dari total
sampel atau terdapat 80 (50%) remaja memiliki konsumsi GGL yang buruk.
Oleh sebab itu sikap dan perilaku menjadi mediator antara pengetahuan dan
pemilihan makanan sehat. Pengetahuan gizi yang dimiliki oleh remaja tidak
serta merta diaplikasikan pada pemilihan makanan sehat, akan tetapi melalui
beberapa proses. Remaja akan mengolah pengetahuan dengan mengevaluasi
suatu objek menurut keyakinannya, pengetahuan akan membawa remaja
untuk berfikir, sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak (bersikap),
kemudian akan terjadi reaksi atau perubahan perilaku, yang selanjutnya akan
diaplikasikan melalui pemilihan makanan sehat. Hal ini sesuai dengan Teori
Stimulus Organisme (SOR), pada teori tersebut menyebutkan bahwa
stimulus yang diberikan kepada organisme dapat diterima atau ditolak,
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
77

apabila stimulus diterima maka organisme mengelola stimulus tersebut


sehingga terjadi ketersediaan untuk bertindak (bersikap), kemudian stimulus
tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut (perubahan
perilaku). Perubahan perilaku merupakan proses yang kompleks, secara teori
perubahan perilaku seseorang melalui tiga tahap, yaitu pengetahuan, sikap,
dan tindakan.(Notoatmodjo, 2014).
Hubungan langsung antara pengetahuan dan pemilihan sehat
sebesar -0,085, selanjutnya hubungan tidak langsung yaitu hubungan
pengetahuan gizi dan pemilihan makanan sehat melalui sikap memiliki nilai
sebesar 0,068 dan t hitung sebesar 6,417, dan hubungan pengetahuan dan
pemilihan makanan sehat melalui perilaku konsumsi GGL sebesar -0,002
dan t hitung sebesar -0,00083. Dari hasil penelitian diketahui bahwa nilai t
hitung pengaruh pada sikap lebih besar jika dibandingkan dengan nilai
pengaruh pada perilaku konsumsi GGL, dapat disimpulkan bahwa sikap
memiliki kontribusi lebih besar terhadap pemilihan makanan sehat jika
dibandingkan dengan perilaku. Hal ini sesuai dengan Teori Perilaku
Terencana milik Ajzen (1991), dalam teori tersebut memang tidak dijelaskan
secara eksplisit peran pengetahuan dalam mempengaruhi perilaku. Tetapi
dijelaskan bahwa pengetahuan merupakan salah satu faktor yang
membentuk keyakinan (belief), dan keyakinan ini yang membentuk sikap.
Fenomena sikap adalah mekanisme mental yang mengevaluasi, membentuk
pandangan dan berperan dalam menentekuan kecenderungan untuk memilih
makanan yang sehat atau tidak sehat, sehingga peran sikap dalam pemilihan
makanan sehat lebih besar. Pengetahuan yang dimiliki membuat responden
mengetahui dengan baik tentang gizi. Pengetahuan yang baik dan tersimpan
di memori selanjutnya akan di proses dan membentuk kepercayaan,
kepercayaan yang kuat akan menimbulkan rasa suka yang disebut sebagai
sikap, dimana sikap yang positif terhadap GGL dan pemilihan makanan
sehat akan membentuk pemilihan makanan pada responden.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
78

Pemilihan makanan sehat merupakan suatu proses atau cara


seseorang untuk menentukan sesuatu yang dianggap sesuai dengan yang
dikehendaki dalam hal ini makanan sehat, teori tindakan beralasan
mengatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu proses
pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan.(Azwar, 2013).
Perilaku konsumsi pada remaja mengalami perubahan, baik itu
perubahan perilaku konsumsi yang sehat maupun yang tidak sehat.
Perubahan perilaku konsumsi dapat mempengaruhi pemilihan makan pada
remaja, hal ini yang dapat menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan
asupan zat gizi pada remaja. Pemilihan makanan responden menunjukan
bahwa responden tersebut mampu membedakan makanan yang sehat dan
tidak sehat bagi kesehatan, khususnya makanan yang tinggi akan kandungan
gula, garam, dan lemak. Responden dapat membedakan makanan sehat dan
tidak sehat setelah mengetahui dampak dari mengkonsumsi makanan atau
minuman yang tinggi kandungan gula, garam dan lemak melalui penyakit
degeneratif yang diderita keluarganya.
Perubahan-perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui
melalui persepsi. Persepsi adalah pengalaman yang dihasilkan melalui indra
penglihatan, pedengaran dan penciuman. Setiap orang mempunyai persepsi
yang berdeda meskipun objeknya sama. Faktor-faktor yang memegang
peranan di dalam pembentukan perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
faktor intern dan faktor eksteren. Faktor intern merupakan kecerdasan,
persepsi, motivasi, sedangkan faktor ekstern meliputi objek, orang kelompok
dan budaya.(Notoatmodjo, 2014).
Namun demikian, untuk memaksimalkan pemilihan makanan pada
remaja, maka perlu diperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhinya.
Secara garis besar, faktor yang mempengaruhi pemilihan makanan
dikelompokan menjadi tiga determinan, yaitu karakteristik individu,
makanan, dan lingkungan. Determinan karakteristik individu meliputi umur,
jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan kondisi psikologis. Faktor sifat
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
79

organoleptik makanan, metode penyiapan makanan, kemudahan untuk


dicerna, dan ketersediaan merupakan determinan karakteristik makanan.
Sedangkan suhu termasuk dalam karakteristik lingkungan.(Azrimaidaliza &
Purnakarya, 2011).
Tingkat pengetahuan gizi responden berpengaruh terhadap sikap dan
perilaku dalam pemilihan pangan yang di konsumsi, dengan pengetahuan
gizi yang baik, diharapkan responden akan memilih makanan yang aman,
sehat dan bergizi. Pengetahuan merupakan faktor yang mendukung
responden dalam hal pemilihan makanan sehat. Pengetahuan mengenai
makanan adalah kepandaian memilih makanan yang memiliki sumber zat
gizi yang dibutuhkan oleh tubuh dan kepandaian dalam memilih makanan
yang sehat. Pengetahuan gizi dapat ditingkatkan dengan beberapa cara, salah
satunya yaitu dengan dilakukannya penyuluhan yang dilakukan di sekolah
yang dilakukan oleh guru UKS yang berkolaborasi dengan tenaga kesehatan
puskesmas setempat. Kegiatan pokok program UKS, dikenal dengan istilah
Trias UKS, meliputi pelayanan kesehatan di sekolah, penyuluhan atau
pendidikan kesehatan di sekolah, pembinaan lingkungan kehidupan sekolah
yang sehat. Pembinaan kesehatan lingkungan di sekolah adalah kegiatan
yang digalakkan oleh guru UKS dibawah pengawasan petugas Puskesmas
yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kesempatan, kemauan dan
kemampuan siswa untuk meningkatkan derajat kesehatannya menjadi lebih
baik melalui program-program UKS.(Nurhayati, 2016).
Sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi atau bertindak
terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Sikap mempengaruhi
pemilihan makanan sehat lewat suatu proses pengambilan keputusan yang
teliti dan menurut keyakinan yang dimiliki. Jika seseorang memiliki sikap
atau keyakinan terhadap makanan yang positif maka akan tercerminkan dari
pemilihan makan yang positif dalam hal ini makanan yang sehat. Sikap
seorang anak adalah komponen penting yang berpengaruh dalam memilih
makanan jajanan. Sikap positif anak terhadap kesehatan kemungkinan tidak
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
80

berdampak langsung pada perilaku anak menjadi positif, tetapi sikap yang
negatif terhadap kesehatan hampir pasti berdampak pada
perilakunya.(Notoatmodjo, 2007).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Triasari (2015), yang mnunjukan hasil bahwa ada hubungan antara
pengetahuan dan sikap terhadap perilaku pemilihan jajanan sehat.

7. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Makanan Sehat


Berdasarkan hasil yang diperoleh faktor utama responden dalam
menentukan pemilihan makanan adalah kesehatan (4,49 ± 0,79), kandungan
alami (4,34 ± 0,97), dan pengendalian berat badan (4,14 ± 0,94). Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian Puspadewi & Briawan (2015), yang
menyatakan bahwa kesehatan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi
pemilihan makanan sehat, dimana alasan utama dalam pemilihan pangan
adalah kandungan alami dalam pangan (skor 6,25±0,69), kesehatan (skor
6,15±0,68), dan harga (skor 5,79±1,03).
Hasil uji statistik menunjukan bahwa terdapat hubungan antara faktor
kepedulian terhadap kesehatan, pengendalian BB dan kandungan alami
terhadap pemilihan makanan sehat pada remaja di pedesaan (p=< 0,05).
faktor kesehatan yang dimaksud ialah seperti makanan yang tinggi serat,
makanan bergizi, makanan yang mengandung banyak vitamin dan mineral,
tinggai protein, membatu untuk menjadi sehat, baik untuk kulit, gigi, kuku,
dan rambut. Hal ini menunjukan bahwa responden memprioritaskan
kesehatan sebagai alasan utama dalam menentukan makanan yang akan
dikonsumsi, dengan kata lain remaja faham bahwa mengkonsumsi makanan
yang tidak sehat dapat mempengaruhi status kesehatan. Kesadaran akan pola
hidup sehat mengalami peningkatan dimana faktor kesehatan menjadi salah
satu faktor yang paling penting untuk preferensi makanan.(Ho & Song,
2017).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
81

Selain faktor kesehatan responden juga mementingkat faktor


kandungan alami sebagai alasan utama dalam menentukan makanan yang
akan dikonsumsi. Kandungan alami yang dimaksud ialah tidak mengandung
zat adiktif, mengandung bahan-bahan alami, dan tidak mengandung bahan-
bahan kimia buatan. Hal ini menggamarkan bahwa secara keseluruhan
responden sudah mengetahui bahwa makanan yang mengandung bahan-
bahan kimia tidak baik untuk kesehatan, hal inilah yang kemudian
menjadikan kandungan alami sebagai alasan utama dalam menentukan
makanan. Seseorang yang berusia 15-24 tahun lebih mengenal istilah bahan
tambahan pangan (BTP) jika di bandingkan dengan seseorang yang berusia
>24tahun. BPT yang mendapatkan perhatian paling besar yaitu perisa,
penguat rasa, pemanis/pewarna, serta pengawet makanan.(Fadlillah et al.,
2015).
Alasan responden dalam pemilihan makan yang selanjutnya adalah
pengendalian BB. Aspek pengendalian BB yang dimaksud adalah rendah
kalori, rendah lemak, dan membantu untuk mengendalikan BB. Sebagain
besar responden dalam pebelitian ini berjens kelamin perempuan,
pengendalian BB erat kaitannya dengan citra tubuh (Body Image), yang
menjadi hal penting bagi sebagian perempuan. Penelitian yang dilakukan
oleh Irawan & Safitri, (2014), menyebutkan bahwa terdapat hubungan
positif dan signifikan antara body image dan perilaku diet mahasiswi
Universitas Esa Unggul.
Selain tiga faktor di atas, terdapat beberapa faktor lain dalam
pemilihan makanan sehat yaitu suasana hati, kemudahan/kenyamanan, daya
tarik sensorik, harga, keakraban/familiaritas dan masalah etika.
Faktor lain yang menjadi prioritas ke empat bagi responden dalam
pemilihan makanan sehat yaitu harga. Rata-rata (4,10 ± 0,98) responden
mementingkan harga sebagai alasan untuk memilih makanan sehat. Alasan
harga dalam pemilihan makanan sehat terdiri dari kategori tidak mahal,
sesuai dengan uang saku, dan murah. Dari 160 responden terdapat 78
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
82

responden memiliki uang saku yang tergolong rendah yaitu kurang dari
Rp10.000, hal inilah yang menjadi alasan mengapa responden
mementingkan harga sebagai prioritas dalam memilih makanan sehat.
Menurut penelitian yang telah dilakukan Pamelia, (2018), harga dan rasa
merupakan salah satu yang dapat mempengaruhi konsumsi makanan tidak
sehat pada remaja, makanan tidak sehat yang dimaksud seperti makanan
cepat saji. Pada saat semua serba modern seperti sekarang, remaja
menginginkan semuanya serba cepat, termasuk dalam memilih makanan.
Prioritas yang ke lima adalah kenyamanan/kemudahan. Rata-rata
(4,00 ± 0,99) responden menganggap kenyamanan/kemudahan sebagai salah
satu hal yang penting dalam memilih makanan sehat.
Kenyamanan/kemudahan yang dimaksud adalah makanan mudah disiapkan,
mudah didapatkan ditoko/pasar, dapat dimasak dengan sangat sederhana,
tidak membutuhkan waktu untuk memasak, dapat dibeli di toko-toko yang
dekat dengan tempat tinggal. Ketersediaan makanan di sekitar tempat tinggal
menjadi faktor yang paling berpengaruh terhadap frekuensi makan dan
kualitas diet. (Febrina et al., 2020).
Pada aspek suasana hati didapatkan nilai rata-rata sebesar 3,96 ±
1,11, hal tersebut menggambarkan bahwa responden tidak terlalu
meprioritaskan suasana hati untuk memimilih makanan sehat. Dalam hal ini
aspek suasana hati mendapatkan urutan ke 6. Aspek suasana hati dalam
penelitian ini diukur dalam aspek menghibur, membantu dalam mengatasi
stres, membantu tetap terjaga, membantu tubuh tetap rileks, membuat tubuh
merasa lebih baik dari kondisi sebelumnya, dan membantu dalam
menghadapi kehidupan. Terkakadang sebagian orang mengkonsumsi
makanan tertentu untuk menghilangkan stres atau membantu tubuh agar
tetap rileks, seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Oktavia & Ulfa
(2016), menyebutkan bahwa ada hubungan konsumsi dark chocolate dengan
kecemasan pada ibu post Sectio caesarea yang artinya dengan ibu
mengkonsumsi dark chocolate dapat menurunkan tingkat kecemasan pada
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
83

ibu post Sectio Caesarea. Mengkonsumsi dark chocolate dipercaya baik


untuk kesehatan dan untuk menurunkan tingkat stress dan depresi seseorang,
tentunya harus mengetahui hal-hal ataupun larangan pada seseorang yang
tidak diperbolehkan untuk mengkonsumsinya.
Prioritas yang ke tujuh ialah daya tarik sensorik. Aspek daya tarik
sensorik dalam penelitian ini terdiri dari rasa yang enak, bau makanan yang
harum, memiliki tekstur yang enak/menyenangkan, dan dalam segi bentuk
makanan tersebut terlihat bagus. Rata-rata (3,87 ± 1,11) responden tidak
menjadikan daya tarik sensorik sebagai prioritas utama dalam pemilihan
makanan sehat. Aroma makanan yang menggugah selera dan disukai dapat
memberi rangsangan pada indra penciuman seseorang sehingga akan
mempengaruhinya untuk mengonsumsi makanan tersebut dan dilihat dari
persentase pemilihan makanan pokok berdasarkan karakteristik 22 makanan,
kebanyakan remaja di Kota Padang dalam memilih makanan
mempertimbangkan rasa, warna, porsi, aroma, tekstur, dan harga
makanan.(Azrimaidaliza & Purnakarya, 2011).
Faktor selanjutnya yang menjadi alasan responden dalam pemilihan
makanan sehat yaitu keakraban/familiaritas, aspek tersebut meliputi
makanan yang sering dikonsumsi pada waktu kecil, makanan yang tidak
asing dan makanan yang biasa dikonsumsi. Keakraban/familiaritas
merupakan prioritas ke delapan atau terahir ke 2 bagi responden dalam
pemilihan makanan sehat dengan nilai rata-rata 3,68 ± 1,06. Faktor dalam
pemilihan makanan sehat yang terahir yaitu masalah etika. Aspek masalah
etika merupakan aspek yang tidak menjadi prioritas responden dalam
menentukan pemilihan makanan sehat dengan nilai rata-rata yang paling
rendah yaitu 3,23 ± 1,26. Yang dimaksud masalah etika dalam penelitian ini
adalah makanan yang dikemas dengan kemasan ramah lingkungan, berasal
dari negara yang diakui secara politik, dan makanan tersebut diberi tanda
dari mana makanan tersebut berasal.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
84

Markovina et al., (2015), yang menyebutkan bahwa kesehatan sebagai


faktor pilihan makanan yang penting di empat negara (Norwegia, Inggris,
Spanyol, Irlandia, dan Belanda), sedangkan kandungan alami menduduki
peringkat sebagai faktor terpenting di Polandia. Keakraban dan masalah
etika secara konsisten diperingkatkan sebagai yang paling tidak penting di
semua negara. Penelitian yang dilakukan oleh Aulia & Yuliati, (2018), hasil
penelitian menunjukan bahwa terdapat tiga alasan utama dalam pemilihan
makanan salah satunya adalah pengendalian berat badan.
Perilaku makan pada remaja sangat berkaitan dengan pemilihan
makanan. Pemilihan makanan merupakan salah satu komponen penting
dalam menentukan kualitas hidup salah satunya dengen memilih makanan
yang sehat, bergizi, terhindar dari bahan pengawet buatan dan bahan kimia
lainnya.

C. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini masih memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:
1. Peneliti tidak mencantumkan seberapa banyak responden dalam
mengkonsumsi GGL.
2. Pada perilaku konsumsi GGL peneliti tidak melakukan pengukuran
asupan dan jenis GGL yang dikonsumsi, namun lebih pada frekuensi
responden dalam mengkonsumsi GGL.
3. Variabel yang digunakan sebagai faktor yang berhubungan dengan
pemilihan makanan sehat masih terbatas pada tiga faktor yaitu
pengetahuan, sikap, dan perilaku. Masih banyak faktor eksternal
seperti pengaruh teman sebaya, pengaruh media masa dan lingkungan
yang diduga berhubungan dengan pemilihan makanan sehat.

Anda mungkin juga menyukai