PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit yang disebabkan oleh pangan masih merupakan salah satu penyebab
utama kematian dan kesakitan di Indonesia. Pangan merupakan jalur utama
penyebaran patogen dan toksin yang diproduksi oleh mikroba patogen. Pangan juga
dapat menimbulkan masalah serius jika mengandung racun akibat cemaran kimia,
bahan berbahaya maupun racun alami yang terkandung dalam pangan, yang sebagian
diantaranya menimbulkan KLB keracunan pangan.
Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan adalah suatu kejadian dimana
terdapat dua orang atau lebih yang menderita sakit dengan gejala yang sama atau
hampir sama setelah mengkonsumsi pangan, dan berdasarkan analisis epidemiologi,
pangan tersebut terbukti sebagai sumber penularan. KLB keracunan pangan masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat, terutama di perkotaan, pemukiman dan
perindustrian. Keracunan pangan secara umum disebabkan oleh bahan kimia beracun
(tanaman, hewan, metabolit mikroba) kontaminasi kimia, mikroba patogen dan non
bakteri. Gejala dan tanda-tanda klinik keracunan pangan bervariasi tergantung pada
jenis etiologinya. Secara umum gejala keracunan pangan, yaitu
1. Gejala utama yang terjadi pertama-tama pada saluran gastrointestinal atas (mual,
muntah).
2. Gejala sakit tenggorokan dan pernafasan.
3. Gejala utama terjadi pada saluran gastrointestinal bawah (kejang perut, diare).
4. Gejala neurologik (gangguan penglihatan, perasaam melayang, paralisis).
5. Gejala infeksi umum (demam, menggigil, rasa tidak enak, letih, pembengkakan
kelenjar limfe).
Untuk mengidentifikasi etiologi KLB keracunan pangan dapat dilakukan
dengan mermeriksa spesimen tinja, air kencing, darah atau jaringan tubuh lainnya,
pemeriksaan muntahan serta pemeriksaan sumber makanan yang dimakan.
B. Tujuan
Mahasiswa mengetahui tata cara penyelidikan kasus KLB keracunan
makanan, dan mengetahui cara perolehan data serta pengolahannya dengan baik dan
benar
BAB I
METODOLOGI
Untuk pengolahan data kami menggunakan program SPSS, dan analisi data univariat dan
bivariat. Beberapa langkah dalam penyelidikan epidemologi keracunan makanan:
HASIL
A. Analisisi Univariat
1. Opor
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Pada menu opor proporsi kelompok makan dengan yang tidak makan sama besar
dengan jumlah 55 responden makan opor dengan porsentase 50 % dan 55 responden tidak
makan opor dengan porsentase 50% .
2. Rendang
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Pada menu rendang proporsi kelompok tidak makan lebih besar daripada kelompok
makan, dengan jumlah 69 responden tidak makan rendang dengan porsentase 62,7% dan 41
responden makan rendang dengan porsentase 37,3%.
3. ES CENDOL
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Pada menu es cendol proporsi kelompok makan lebih besar daripada kelompok tidak
makan, dengan jumlah 70 responden makan es cendol dengan porsentase 63,6% dan 40
responden tidak makan es cendol dengan porsentase 36,4%.
pengelompokan kasus
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Untuk pengelompokan kasus sakit, tidak sakit kelompok sakit lebih besar daripada
kelompok tidak sakit, dengan jumlah 60 responden sakit (gejala diare, mules, dan mual)
dengan porsentase 54,5% dan 50 responden tidak sakit dengan porsentase 45,4%.
Opor*pengelompokan kasus
pengelompokan kasus
Rendang*pengelompokan kasus
pengelompokan kasus
Untuk menu rendang, kelompok makan proporsi kasus (sakit) lebih kecil dengan
jumlah 16 responden dengan porsentase 39,0% dibandingkan kelompok kontrol (tidak sakit)
sebesar 25 responden dengan porsentase 61,0% , sedangkan untuk kelompok tidak makan
proporsi kelompok kontrol lebih kecil dengan jumlah 25 responden dengan porsentase
36,23% dibandingkan kelompok kasus sebesar 44 responden dangan porsentase 63,76%.
Es Cendol*pengelompokan kasus
pengelompokan kasus
Untuk menu Es Cendol, kelompok makan proporsi kasus (sakit) lebih besar dengan
jumlah 46 responden dengan porsentase 65,7% dibandingkan kelompok kontrol (tidak sakit)
sebesar 24 responden dengan porsentase 34,3% , sedangkan untuk kelompok tidak makan
proporsi kelompok kontrol lebih besar dengan jumlah 26 responden dengan porsentase 65,0%
dibandingkan kelompok kasus sebesar 14 responden dangan porsentase 35,0%.
B. Analisis Bivariat
a. Hubungan mengkonsumsi opor dengan kejadian keracunan makanan
Kasus Kontrol
Makan Opor
N % N %
5,5%
Ya 52 94,5% 3
85,45%
Tidak 8 14,54% 47
100%
60 100% 50
Pvalue : 0,000
Total OR : 101,8
Untuk menu opor, kelompok makan proporsi kasus (sakit) lebih besar dengan jumlah
52 responden dengan porsentase 94,5% dibandingkan kelompok kontrol (tidak sakit) sebesar
3 responden dengan porsentase 5,5% , sedangkan untuk kelompok tidak makan proporsi
kelompok kontrol lebih besar dengan jumlah 47 responden dengan porsentase 85,45%
dibandingkan kelompok kasus sebesar 8 responden dangan porsentase 14,54%.
Hasil perhitungan menunjukan nilai X2 hitung 70,987 dengan P-value 0,000 dengan
demikian nilai P-value lebih kecil dari α : 0,05 maka dinyatakan terdapat hubungan yang
signifikan antara kebiasaan makan opor dengan kasus kejadian keracunan makanan, dari
pengujian odd ratio menunjukkan nilai 101,8 artinya responden dengan kebiasaan makan
opor memiliki resiko terkena keracunan makanan 101,8 kali lebih besar dibandingkan
dengan responden yang tidak makan opor. Hal ini mungkin disebabkan oleh kesalahan pada
saat proses pengolahan opor terutama pada bahan baku santan, (perhatikan HACCP).
Kasus Kontrol
Makan
rendang N % N %
61,0%
Ya 16 39,0% 25
36,23%
Tidak 44 63,76% 25
100%
60 100% 50
Pvalue : 0,02
Total OR : 0,36
Untuk menu rendang, kelompok makan proporsi kasus (sakit) lebih kecil dengan
jumlah 16 responden dengan porsentase 39,0% dibandingkan kelompok kontrol (tidak sakit)
sebesar 25 responden dengan porsentase 61,0% , sedangkan untuk kelompok tidak makan
proporsi kelompok kontrol lebih kecil dengan jumlah 25 responden dengan porsentase
36,23% dibandingkan kelompok kasus sebesar 44 responden dangan porsentase 63,76%.
Hasil perhitungan menunjukan nilai X2 hitung 6,351 dengan P-value 0,02 dengan
demikian nilai P-value lebih kecil dari α : 0,05 maka dinyatakan terdapat hubungan yang
signifikan antara kebiasaan makan rendang dengan kasus kejadian keracunan makanan, dari
pengujian odd ratio menunjukkan nilai 0,36 artinya responden dengan kebiasaan makan
rendang memiliki resiko terkena keracunan makanan 0,36 kali lebih besar dibandingkan
dengan responden yang tidak makan rendang. Hal ini mungkin disebabkan oleh kesalahan
pada saat proses pengolahan rendang terutama pada bahan baku santan, (perhatikan HACCP).
Kasus Kontrol
Makan es
Cendol N % N %
34,3%
Ya 46 65,7% 24
65,0%
Tidak 14 35,0% 26
100%
60 100% 50
Pvalue : 0,004
Total OR : 3,56
Untuk menu Es Cendol, kelompok makan proporsi kasus (sakit) lebih besar dengan jumlah
46 responden dengan porsentase 65,7% dibandingkan kelompok kontrol (tidak sakit) sebesar
24 responden dengan porsentase 34,3% , sedangkan untuk kelompok tidak makan proporsi
kelompok kontrol lebih besar dengan jumlah 26 responden dengan porsentase 65,0%
dibandingkan kelompok kasus sebesar 14 responden dangan porsentase 35,0%.
Hasil perhitungan menunjukan nilai X2 hitung 9,685 dengan P-value 0,004 dengan
demikian nilai P-value lebih kecil dari α : 0,05 maka dinyatakan terdapat hubungan yang
signifikan antara minum es cendol dengan kasus kejadian keracunan makanan, dari pengujian
odd ratio menunjukkan nilai 3,56 artinya responden minum es cendol memiliki resiko terkena
keracunan makanan 3,56 kali lebih besar dibandingkan dengan responden yang tidak minum
es cendol. Hal ini mungkin disebabkan oleh kesalahan pada saat proses pengolahan res
cendol terutama pada bahan baku santan, (perhatikan HACCP).