Anda di halaman 1dari 15

RESILIENSI PADA REMAJA PASCA ADANYA TINDAKAN BULLYING

“Karya disusun untuk mengikuti Kompetisi Ilmiah Psikologi (KLIK) tahun 2023”

Disusun oleh:
Rifda Haura Fathina Besri 22010664124
Nur Aviatur Rohmatin 22010664040
Elsa Nabila 22010664212

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2023
HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul : Resiliensi pada Remaja Pasca adanya


Tindakan Bullying
2. Penyusun : Rifda Haura Fathina Besri 22010664124
Nur Aviatur Rohmatin 22010664040
Elsa Nabila 22010664212

Surabaya, 07 April 2023

Penyusun,

(Rifda Haura Fathina Besri)


NPM: 22010664124
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................

DAFTAR ISI........................................................................................................

I. PENDAHULUAN.......................................................................................
A. Latar Belakang Masalah............................................................................
B. Rumusan Masalah.....................................................................................
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................
D. Manfaat Penelitian.....................................................................................

II. PEMBAHASAN.........................................................................................
A. Resiliensi...................................................................................................
B. Remaja.......................................................................................................
C. Dampak Bullying Terhadap Perkembangan Remaja................................

III. KESIMPULAN...........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN.........................................................................................................
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Remaja merupakan tahapan kehidupan manusia dari masa kanak-kanak


menuju dewasa yang identik dengan mencari jati diri. Di masa ini remaja
cenderung memiliki sikap emosional dan cenderung ingin mencari pengakuan,
pujian dan perhatian banyak orang. Remaja adalah terjadinya modivikasi
kehidupan, fase ini rentan terjadinya masalah psikososial (Steinberg, 2009).
Masalah yang kerap terjadi ialah Bullying. Bullying adalah sebuah perbuatan
menyerang secara fisik atau pun mental seseorang secara terus menerus sebagai
bentuk pelampiasan untuk menjatuhkan seseorang yang dianggap lemah (Olweus,
2004). Fenomena ini semakin sering ditemukan di berbagai media massa seperti
media cetak dan elektronik.

Remaja yang dianggap lemah secara fisik dan atau mental kerap menjadi
objek pembulian teman-temannya. Masalah ini kebanyakan dianggap selesai bila
pelaku sudah berhenti melakukannya, atau dapat diselesaikan dengan damai
secara kekeluargaan. Namun, dampak yang dialami oleh korban belum dapat
dikatakan selesai. Dampak yang dialami korban seperti fenomena gunung es yang
terlihat kecil di permukaan namun lukanya begitu besar tersimpan di dalam.
Terdapat dampak jangka pendek dan jangka panjang yang berkaitan dengan fisik,
psikis, hingga gangguan belajar.

Data dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak


(KPPPA) pada tahun 2018 menyebutkan 2 dari 3 remaja Indonesia dalam rentang
usia 13-17 tahun baik laki-laki maupun perempuan pernah mengalami
perundungan atau bullying. Persoalan ini sangat perlu diperhatikan dan
ditanggulangi. fenomena bullying telah menjadi dinamika persoalan yang harus
dihilangkan. Di indonesia fenomena tentang bullying kerapkali di temukan di
bangku pendidikan, Hasil studi yang dilakukan oleh Wahyu junarko (2013)
menyebutkan bahwa fenomena bullying yang banyak dilakukan di indonesia
mendapatkan ejekan, cemoohan, pengucilan, pemukulan, tendangan, dorongan,
bahkan tindakan kekerasan lainnya. Bullying pada remaja adalah masalah sosial
yang semakin memprihatinkan. Bullying adalah tindakan yang dimaksudkan
untuk menyakiti, mengintimidasi, atau merendahkan orang lain, terutama dalam
konteks sekolah atau lingkungan sosial lainnya. Hal ini bisa terjadi secara fisik,
verbal, atau melalui media sosial, dan dapat menyebabkan stres, kecemasan,
depresi, bahkan pada kasus yang ekstrem, bunuh diri.

Resiliensi pada remaja, di sisi lain, adalah kemampuan untuk mengatasi


situasi sulit dan kembali ke keadaan yang normal dengan cepat. Kemampuan ini
sangat penting untuk remaja yang menjadi korban bullying, karena mereka harus
dapat bertahan dan tetap kuat meskipun menghadapi tekanan yang terus-menerus.
Resiliensi dapat membantu remaja untuk mengatasi efek jangka panjang dari
bullying, termasuk masalah kesehatan mental dan rendahnya rasa percaya diri.
Dalam banyak kasus, remaja yang telah menjadi korban bullying akan
merasa malu atau takut untuk melaporkan tindakan tersebut. Oleh karena itu, para
orang tua dan pengajar harus terus memantau perilaku anak mereka dan
memperhatikan perubahan dalam perilaku mereka. Beberapa tanda yang mungkin
menunjukkan bahwa seseorang telah menjadi korban bullying termasuk
perubahan perilaku seperti menjadi lebih pendiam, menarik diri dari teman-teman,
kehilangan minat pada aktivitas yang sebelumnya disukai, dan penurunan prestasi
akademik.

Ketika merespons kasus bullying, sangat penting untuk melibatkan remaja


secara aktif dalam upaya penanganannya. Hal ini dapat membantu meningkatkan
rasa percaya diri mereka dan memberikan mereka peran aktif dalam mengatasi
masalah. Beberapa strategi yang dapat digunakan untuk membantu remaja yang
menjadi korban bullying termasuk mempromosikan komunikasi terbuka antara
anak dan orang tua, menumbuhkan keterampilan sosial dan emosi yang kuat, dan
memberikan dukungan yang tepat untuk memperkuat resiliensi.

Ada beberapa cara untuk membantu meningkatkan resiliensi pada remaja.


Beberapa strategi yang dapat digunakan termasuk mengembangkan keterampilan
koping yang efektif, seperti latihan pernapasan dan meditasi, menumbuhkan
hubungan sosial yang positif dan sehat, dan membantu remaja mengembangkan
tujuan dan aspirasi yang positif. Selain itu, para orang tua dan pengajar dapat
membantu remaja mengembangkan rasa percaya diri dan meningkatkan
kemampuan mereka untuk mengatasi rintangan.

Dalam rangka membantu remaja mengatasi masalah bullying dan


meningkatkan resiliensi mereka, penting untuk memperhatikan keseluruhan
kesehatan mental dan emosional mereka. Hal ini dapat melibatkan memberikan
dukungan sosial yang kuat, mendorong aktivitas fisik dan olahraga, serta
mendorong remaja untuk mengambil bagian dalam kegiatan sosial dan komunitas.

B. Rumusan Masalah

Mengacu pada latar belakang di atas, penulis dapat menulisakan pertanyaan


penelitian sebagai berikut;

1. Apa definisi resiliensi pada konteks remaja yang menjadi korban bullying ?

2. Apa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi resiliensi pada remaja yang


mempengaruhi tindakan bullying ?

3. Apa strategi yang efektif dalam meningkatkan resiliensi pada remaja yang
menjadi korban bullying
C. Tujuan Penelitian

1. Menjelasakan konsep resiliensi serta bagaimana resiliensi dapat membantu


remaja dalam menghadapi pengalaman

2. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi resiliensi remaja pasca


tindakan bullying

3. Menjelaskan strategi dan intervensi paling efektif untuk membantu remaja


yang mengalami trauma akibat bullying untuk membangun resiliensi mereka

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi dari berbagai


jurnal secara lebih singkat tentang resiliensi trauma pada remaja pasca tindakan
bullying. Informasi ini lebih ditujukan kepada orang tua, tenaga pengajar, maupun
pihak lainnya di lingkungan remaja yang dapat berpengaruh dalam proses
resiliensi trauma pada remaja. Hal tersebut dapat meningkatkan resilinsi pada
remaja sebagai pencegahan trauma ketika terjadi tindakan bullying.

II. PEMBAHASAN

A. Resiliensi

Resiliensi merupakan kekuatan berasal dari dalam diri yang membuat


seseorang merasa memiliki kompeten sehingga mampu mengatasi tantangan yang
ada dalam kehidupan sehari-hari, Resiliensi ini menekankan kemampuan yang
dimiliki orang dalam menyelesaikan persoalan dalam menghadapi stress, tekanan,
kekecewaan dan mampu kembali bangkit atas kesulitan, kekecewaan, maupun
trauma yang telah dihadapinya. Dengan adanya resiliensi yang kuat mampu
menciptakan individu yang tangguh dalam mengembangkan tujuan yang jelas,
realistik, dan menumbuhkan kesadaran untuk menghargai diri sendiri dan orang
lain.

Resiliensi menurut Amalia Putri (2020) resiliensi merupakan keteguhan diri


individu dalam situasi yang sulit serta mampu beradaptasi dengan tenanan yang
ada. menurut silvia yuliani (2019) resiliensi merupakan kemampuan untuk pulih
kembali dari suatu keadaan, kembali ke kondisi semula setelah adanya
pembengkokan, tekanan atau renggangan. Menurut hasil penelitian Situmorang
(2019) mengungkapkan bahwa dampak negatif dari pembullyan jika dilihat dari
segi psikologis dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian antara lain emotional,
regulation, stress dan loneliness. Perlu pemberian intervensi yang tepat.
Individu dapat dikatakan memiliki resiliensi yang dikategorikan baik bila
memenuhi standar berikut; keterampilan kognitif, sikap merespons mereka,
dukungan dari teman, dukungan dari sahabat dan guru, selain itu dibutuhkan
keterampilan mengelola stress secara alami. Selain itu Keyakinan religius atau
spiritualitas individu yang memiliki keyakinan religius atau spiritual cenderung
lebih mampu mengatasi kesulitan dengan mengandalkan keyakinan mereka dan
memperoleh dukungan dari kelompok mereka. Pengalaman hidup memiliki peran
baik yang positif maupun negatif, dapat membentuk ketangguhan mental individu
dan memberi mereka kepercayaan diri untuk mengatasi tantangan di masa depan.
Optimisme, Individu yang optimis cenderung lebih mampu menghadapi masalah
dengan sikap positif dan percaya bahwa mereka dapat mengatasi kesulitan.

Keterampilan dalam pemecahan masalah sebuah Kemampuan untuk


memecahkan masalah dan mengatasi kesulitan dengan cara yang efektif dan
kreatif dapat membantu meningkatkan resiliensi individu. serta yang terakhir
merupakan Kemandirian Individu yang mandiri dan dapat mengambil tanggung
jawab atas kehidupan mereka sendiri lebih mampu mengatasi kesulitan dan
membangun kembali kepercayaan diri mereka.

B. Remaja

Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak dan masa


dewasa. Para remaja tersebut berusia antara 13 hingga 19 tahun. Masa remaja
sering dipandang sebagai masa tantangan dan perubahan besar. Di sisi lain,
pemuda juga menarik dan penuh dengan peluang untuk tumbuh dan berkembang.
Dalam penelitian ini kita akan membahas tentang pemuda dan beberapa tantangan
yang mereka hadapi dan cara untuk mengatasinya. Salah satu tantangan terbesar
yang dihadapi remaja adalah menjaga hubungan yang sehat dengan orang tua dan
teman mereka. Orang tua cenderung protektif terhadap anaknya pada masa
pubertas, sedangkan teman dapat mempengaruhi perilaku dan pola pikir anak
muda. Remaja harus belajar untuk menyeimbangkan hubungan mereka dengan
orang tua dan teman-teman mereka. Terkadang remaja merasa bahwa orang
tuanya tidak mengerti atau mendukung keputusan mereka, sedangkan teman
mereka dapat membuat mereka melakukan hal-hal yang mungkin tidak baik bagi
mereka. Oleh karena itu, kaum muda harus belajar membuat keputusan yang tepat
dan bertanggung jawab atas tindakannya. Selain itu, remaja juga menghadapi
berbagai masalah mental seperti depresi, kecemasan, dan stres.

Perubahan hormonal dan sosial selama masa pubertas dapat membuat


mereka lebih rentan terhadap masalah kesehatan mental. Kaum muda
membutuhkan dukungan dan pengertian untuk mengatasi masalah ini. Orang tua
dan guru dapat membantu dengan memberikan dukungan emosional dan akses ke
sumber daya yang tepat seperti konseling atau terapi. Masa remaja juga
merupakan masa dimana anak muda mulai mengembangkan jati dirinya dan
menentukan jalan hidupnya. Hal ini dapat menyebabkan stres dan kebingungan
bagi sebagian remaja. Remaja perlu belajar menerima perbedaan dan merasa
nyaman dengannya. Orang tua dan guru dapat membantu dengan mendukung
mereka dan memimpin dengan teladan. Penting juga bagi remaja untuk belajar
mengatur waktu dan tanggung jawab mereka. Keterampilan manajemen waktu
yang baik dapat membantu mereka menjalani hidup dengan lebih efektif dan
menghindari kelelahan

C. Dampak Bullying Terhadap Perkembangan Remaja

Pembulian atau bullying dapat memiliki dampak yang serius pada


perkembangan emosional remaja. Remaja yang menjadi korban bullying dapat
mengalami berbagai masalah emosional seperti depresi, kecemasan, rendah diri,
dan bahkan dapat menyebabkan gangguan psikologis yang lebih serius seperti
gangguan stres pasca-trauma (PTSD). Dampak ini dapat berlangsung dalam
jangka waktu yang lama dan dapat mempengaruhi remaja di kemudian hari.

Ketika remaja menjadi korban pembulian, mereka dapat merasa terisolasi,


kesepian, dan merasa tidak aman. Mereka mungkin mulai kehilangan kepercayaan
pada diri sendiri dan orang lain, dan sulit membangun hubungan interpersonal
yang sehat. Hal ini dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk mengatasi
situasi sulit atau stres dan dapat mempengaruhi keberhasilan mereka dalam
kehidupan sehari-hari.

Namun, penting untuk dicatat bahwa tidak semua remaja yang menjadi
korban pembulian mengalami masalah emosional yang serius. Beberapa remaja
memiliki resiliensi atau kemampuan untuk pulih dari situasi sulit atau traumatis,
dan dapat mengatasi pengalaman pembulian dengan cara yang sehat.

Resiliensi pada remaja merujuk pada kemampuan mereka untuk mengatasi


tekanan dan kesulitan hidup, dan mempertahankan keseimbangan emosional.
Remaja yang memiliki resiliensi tinggi dapat memproses pengalaman pembulian
dengan cara yang sehat dan positif, seperti mencari dukungan dari teman atau
keluarga, mencari bantuan profesional, dan fokus pada kegiatan yang positif dan
produktif.

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi resiliensi pada remaja,


termasuk dukungan sosial, pandangan positif terhadap diri sendiri dan
kemampuan untuk menyelesaikan masalah. Remaja yang memiliki lingkungan
sosial yang sehat, termasuk keluarga yang stabil dan teman sebaya yang positif,
dapat memiliki kemampuan yang lebih baik untuk mengatasi pengalaman
pembulian. Selain itu, remaja yang memiliki pandangan yang positif terhadap diri
sendiri dan mampu mengatasi masalah dengan cara yang sehat memiliki resiliensi
yang lebih tinggi.
Oleh karena itu, penting bagi orangtua dan pengajar untuk memberikan
dukungan sosial dan membantu remaja mengembangkan pandangan positif
terhadap diri mereka sendiri. Jika remaja mengalami pembulian, penting untuk
mengambil tindakan segera untuk membantu mereka mengatasi pengalaman
tersebut dengan cara yang sehat. Hal ini dapat mencakup memberikan dukungan
emosional, mencari bantuan profesional, dan membantu remaja mencari cara
untuk mengatasi pengalaman tersebut dengan cara yang positif.

III. KESIMPULAN

Resiliensi merupakan kekuatan berasal dari dalam diri yang membuat


seseorang merasa memiliki kompeten sehingga mampu mengatasi tantangan yang
ada dalam kehidupan sehari-hari, Resiliensi ini menekankan kemampuan yang
dimiliki orang dalam menyelesaikan persoalan dalam menghadapi stress, tekanan,
kekecewaan dan mampu kembali bangkit atas kesulitan, kekecewaan, maupun
trauma yang telah dihadapinya.

Dengan adanya resiliensi yang kuat mampu menciptakan individu yang


tangguh dalam mengembangkan tujuan yang jelas, realistik, dan menumbuhkan
kesadaran untuk menghargai diri sendiri dan orang lain. Keterampilan dalam
pemecahan masalah sebuah kemampuan untuk memecahkan masalah dan
mengatasi kesulitan dengan cara yang efektif dan kreatif sehingga dapat
membantu meningkatkan resiliensi individu. Dan dapat menumbuhkan kembali
kemandirian Individu serta dapat mengambil tanggung jawab atas kehidupan
mereka sendiri, lebih mampu mengatasi kesulitan dan membangun kembali
kepercayaan diri mereka.

Remaja yang menjadi korban bullying dapat mengalami berbagai masalah


emosional seperti depresi, kecemasan, rendah diri, dan bahkan dapat
menyebabkan gangguan psikologis yang lebih serius seperti gangguan stres pasca-
trauma (PTSD). Beberapa remaja memiliki resiliensi tinggi atau kemampuan yang
baik untuk pulih dari situasi sulit atau traumatis, dan dapat mengatasi pengalaman
pembulian dengan cara yang sehat. Remaja yang memiliki resiliensi tinggi dapat
memproses pengalaman pembulian dengan cara yang sehat dan positif, seperti
mencari dukungan dari teman atau keluarga, mencari bantuan profesional, dan
fokus pada kegiatan yang positif dan produktif.

Dalam rangka membantu remaja mengatasi masalah bullying dan


meningkatkan resiliensi mereka, penting untuk memperhatikan kondisi kesehatan
mental dan emosional mereka. Hal ini dapat melibatkan dukungan sosial yang
kuat, mendorong aktivitas fisik dan olahraga, serta mendorong remaja untuk
mengambil bagian dalam kegiatan sosial dan komunitas.

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi resiliensi pada


remaja, termasuk dukungan sosial, pandangan positif terhadap diri sendiri dan
kemampuan untuk menyelesaikan masalah. Remaja yang memiliki lingkungan
sosial yang sehat, termasuk keluarga yang stabil dan teman sebaya yang positif,
dapat memiliki kemampuan yang lebih baik untuk mengatasi pengalaman
pembulian. Selain itu, remaja yang memiliki pandangan yang positif terhadap diri
sendiri dan mampu mengatasi masalah dengan cara yang sehat memiliki resiliensi
yang lebih tinggi.

Kemampuan pertahanan diri ini sangat penting untuk remaja yang menjadi
korban bullying, karena mereka harus dapat bertahan dan tetap kuat meskipun
menghadapi tekanan yang terus-menerus. Beberapa strategi yang dapat digunakan
untuk membantu remaja yang menjadi korban bullying yaitu menjalin komunikasi
terbuka antara anak dan orang tua, menumbuhkan keterampilan sosial dan emosi
yang kuat, dan memberikan dukungan yang tepat untuk memperkuat resiliensi.
Beberapa strategi yang dapat digunakan termasuk mengembangkan keterampilan
koping yang efektif, seperti latihan pernapasan dan meditasi, menumbuhkan
hubungan sosial yang positif dan sehat, dan membantu remaja mengembangkan
tujuan dan aspirasi yang positif. Selain itu, para orang tua dan pengajar dapat
membantu remaja mengembangkan rasa percaya diri dan meningkatkan
kemampuan mereka untuk mengatasi rintangan.
DAFTAR PUSTAKA

Diajeng, H., Indari, & Mustriwi. (2021). Gambaran Regulasi Emosi Remaja SMK
Korban Bullying di SMK Multimedia Tumpang. Nursing Information
Journal. 1 (1), 25-30.

Darmaja, I. M. S. N. & Wilani, N. M. A. (2021). Gambaran Resiliensi Mahasiswa


Psikologi Penyintas Perundungan Kelompok Sebaya: Sebuah Studi Kasus
Tunggal. Jurnal Psikologi Udayana. 8 (2), 1-8.

Wardani, D. K. & Tamrin, M. (2019). Eksplorasi Pengalaman Remaja yang


Menjadi Korban Bullying di Sekolah. Jurnal Ners Widya Husada. 6 (1), 15-
22.
LAMPIRAN

BIODATA ANGGOTA

I. Identitas Ketua

Nama lengkap Rifda Haura Fahina Besri

Jenis Kelamin Perempuan

NPM 22010664124

Semester 2

Tempat Tanggal Lahir 29 Agustus 2005

Alamat Jl. Ketintang Madya No. 57, kec. Gayungan, Kota


Surabaya, Jawa Timur

No. HP / ID Line 0895634870941

II. Identitas Anggota 1

Nama lengkap Nur Aviatur Rohmatin

Jenis Kelamin Perempuan

NPM 22010664040
Semester 2

Tempat Tanggal Lahir 13 Oktober 2003

Alamat Jl. Raya Slempit No 2, Slempit, Kec. Kedamean, Kabupaten


Gresik, Jawa Timur

No. HP / ID Line 0823330351455

III. Identitas Anggota 2

Nama lengkap Elsa Nabila

Jenis Kelamin Perempuan

NPM 22010664212

Semester 2

Tempat Tanggal Lahir Pekanbaru, 20 Juni 2003

Alamat Jl Jetis Kulon Gg.IX No 20 B, Kel.Gayungan,


Kec.Ketintang, Kota Surabaya

No. HP / ID Line 082384516469


Surabaya, April 2023

Ketua Tim

(Rifda Haura Fathina Besri)

NPM: 22010664124

Anda mungkin juga menyukai