Anda di halaman 1dari 5

Bayi usia 6-12 bulan pada perkembangannya akan mengalami tahap yang khas yaitu stranger anxiety.

Stranger anxiety adalah bentuk distress yang dialami anak-anak bila bertemu dengan orang asing.
Stranger anxiety puncaknya terjadi pada usia 6-12 bulan dan dapat kambuh pada 24 bulan ke atas.
Gejalanya adalah diam dan menatap orang yang di anggap asing, secara lisan memprotes dengan
teriakan atau vokalisasi lainnya, dan bersembunyi di balik orang tuanya(McLoughlin:2009). Kondisi
tersebut muncul jika anak mengalami hospitalisasi dan stress menimbulkan gangguan dalam tidurnya.

Kuesioner kualitas tidur bayi yang digunakan dalam peneitian ini mengacu pada Morrell’s Infant Sleep
Qustionairre (MISQ) dan A Brief Screening Questionnaire For Infant Sleep Problems (BISQ).

Tidur adalah salah satu bentuk adaptasi bayi terhadap lingkungannya. Sesaat setelah lahir, bayi
biasanya tidur selama 16-20 jam sehari. Memasuki usia 2 bulan bayi mulai lebih banyak tidur malam
dibanding siang. Sampai usia 3 bulan, bayi baru lahir akan menghabiskan waktu tidurnya sekitar 15-17
jam, dengan pembagian waktu 8 jam untuk tidur siang dan 9 jam untuk tidur malam. Semakin
usia bayi bertambah, jam tidurnya juga semakin berkurang. Pada usia 3-6 bulan jumlah tidur
siang semakin berkurang, kira-kira 3 kali. Total jumlah waktu tidur bayi usia 0-6 bulan berkisar
antara 13-15 jam/hari. Pada bayi usia 6 bulan pola tidurnya mulai tampak mirip dengan orang
dewasa (Gola, 2009).

Tujuh puluh persen bayi mempunyai kebiasaan untuk tidur ”sepanjang malam ” pada umur tiga bulan,
85% pada umur 6 bulan dan 95% di akhir tahun pertama (Rudolph, 2002). Pola tidur bayi biasanya
muncul pada usia 3 atau 4 bulan. Pada usia 4 sampai 6 bulan bayi akan lebih terpengaruh oleh
lingkungan sekitar daripada sebelumnya dan akan tetap terjaga jika sedang marah dan kelelahan. Tidur
dengan kualitas dan kuantitas yang baik akan banyak membantu perkembangan bayi. Biasanya anak-
anak dengan usia yang sama akan mempunyai rentang waktu tidur yang kurang lebih sama. Tetapi harus
diingat bahwasannya setiap orang adalah individu yang unik dengan kebutuhan yang berbeda-beda,
termasuk juga kebutuhan akan waktu tidur (Dowshen, 2001).

Tujuh puluh persen bayi mempunyai kebiasaan untuk tidur ”sepanjang malam ” pada umur tiga bulan,
85% pada umur 6 bulan dan 95% di akhir tahun pertama (Rudolph, 2002). Pola tidur bayi biasanya
muncul pada usia 3 atau 4 bulan. Pada usia 6 bulan bayi akan lebih terpengaruh oleh lingkungan sekitar
daripada sebelumnya dan akan tetap terjaga jika sedang marah dan kelelahan (Dowshen, 2001). Usia 6
bulan adalah dimana bayi mulai memasuki tahap perkembangan utama seperti duduk, berguling,
merangkak, bahkan belajar berjalan.
3-12 bulan
Selama fase bayi, pertumbuhan sel-sel saraf belum sempurna sehingga diperlukan waktu tidur yang
lebih lama untuk perkembangan syaraf, pembentukan sinaps dan sebagainya. Otak bayi tumbuh 3 kali
lipat dari keadaan saat lahir atau 80% dari otak orang dewasa di tahun pertamanya. Kondisi ini hanya
terjadi satu kali saja seumur hidup, Sehingga untuk tumbuh kembang yang maksimal bayi membutuhkan
waktu tidur yang cukup (Sumiati,2010).
Pada umumnya bayi pada usia 3-12 bulan biasanya tidur rata-rata 14 jam sehari, dimana jumlah waktu
tidur siang rata-rata sebanyak 2 kali selama 1-2 jam. Sedangkan, waktu malam dihabiskan rata-rata 11-
12 jam. Bayi pada usia ini pola tidurnya sudah mulai terganggu karena ia sudah biasa mengenali orang,
merangkak dan suka menjelajah lingkungannya (Wong,2003).

1-3 bln
Tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh semua manusia untuk dapat berfungsi secara
optimal baik yang sehat maupun yang sakit (Aziz, 2008). Secara umum bayi memiliki waktu tidur yang
bervariasi seperti pada bayi usia 1 minggu jumlah tidurnya yaitu 16 ½ jam per hari yang dibagi pada
siang hari 8 jam dan malam hari 8½ jam, pada bayi usia 1 bulan jumlah tidurnya yaitu 15½ jam per hari
yang dibagi atas tidur siang 7 jam dan tidur malam 8½ jam, sedangkan pada bayi usia 3 bulan jumlah
tidurnya 15 jam per hari, yang dibagi atas tidur siang 5 jam dan tidur malam 10 jam (Siswanto, 2008).

Di Indonesia cukup banyak bayi yang mengalami masalah tidur, yaitu sekitar 44,2%
bayi mengalami gangguan tidur seperti sering terbangun di malam hari. Namun lebih dari 72% orang tua
menganggap gangguan tidur pada bayi bukan suatu masalah atau hanya masalah kecil, hal tersebut
diungkapkan oleh sebuah penelitian pada tahun 20042005 yang dilaksanakan di lima kota besar di
Indonesia (Jakarta, Bandung, Medan, Palembang dan Batam).

Hasil penelitian Erni Arifa Muniro Yanti, tentang hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan perilaku
pijat bayi di BPS Suhartatik Kembangbahu bahwa dari 36 orang hampir sebagian (41,7 %) ibu
berpengetahuan baik, dan sebagian kecil (25 %) berpengetahuan cukup. Hasil survey, melalui observasi
dan wawancara terhadap 10 ibu yang memiliki bayi di Desa Made Kecamatan Lamongan didapatkan
hampir seluruhnya tidak pernah memijat bayinya sendiri melainkan ke dukun bayi,sebagian besar ibu
mengetahui pijat bayi tetapi tidak pernah melakukan pijat bayi dan sebagian kecil ibu tidak mengetahui
tentang pijat bayi. Ibu memijatkan bayinya hanya jika bayi sakit seperti panas, flu, masuk angin ataupun
jika bayi dicurigai ada kelainan tulang dan otot.
Masa bayi merupakan masa emas untuk pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga perlu
mendapatkan perhatian khusus. Salah satu faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang bayi adalah
tidur dan istirahat. Tidur nyenyak sangat penting bagi pertumbuhan bayi, karena saat tidur
pertumbuhan otak bayi mencapai puncaknya. Selain itu pada saat tidur tubuh bayi memproduksi
hormon pertumbuhan tiga kali lebih banyak pada saat bayi tidur dibandingkan ketika bayi terbangun
(Vina, 2010).

Tidur merupakan prioritas utama bagi bayi, karena pada saat inilah terjadi repair neuro brain dan kurang
lebih 75% hormon pertumbuhan diproduksi, oleh karenanya kualitas tidur bayi perlu dijaga. Kualitas
tidur buah hati dapat dilihat dari cara tidurnya, kenyamanan tidur dan pola tidur. Perkembangan tidur
bayi berkaitan dengan umur dan maturitas otak, maka jumlah total tidur yang diperlukan berkurang
akan diikuti dengan penurunan proporsi Rapid Eyes Movement (REM) dan non REM. Kebutuhan tidur
tidak hanya dilihat dari aspek kuantitas saja namun juga kualitasnya. Dengan kualitas tidur yang baik,
pertumbuhan dan perkembangan bayi dapat dicapai secara optimal (Maya Widyanti dkk, 2008).
Mengingat akan pentingnya waktu tidur bagi perkembangan bayi, maka kebutuhan tidurnya harus
benar-benar terpenuhi agar tidak berpengaruh buruk terhadap perkembangannya. Tidur adalah salah
satu bentuk adaptasi bayi terhadap lingkungannya. Sesaat setelah lahir, bayi biasanya tidur selama
16-20 jam sehari. Tidur merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh semua manusia untuk dapat
berfungsi secara optimal baik yang sehat maupun yang sakit (Aziz, 2008).

Secara umum bayi memiliki waktu tidur yang bervariasi seperti pada bayi usia 1 minggu jumlah tidurnya
yaitu 16 ½ jam per hari yang dibagi pada siang hari 8 jam dan malam hari 8½ jam, pada bayi usia 1 bulan
jumlah tidurnya yaitu 15½ jam per hari yang dibagi atas tidur siang 7 jam dan tidur malam 8½ jam.
Memasuki usia 2 bulan bayi mulai lebih banyak tidur malam dibanding siang. Sampai usia 3 bulan, bayi
baru lahir akan menghabiskan waktu tidurnya sekitar 15-17 jam, dengan pembagian waktu 8 jam
untuk tidur siang dan 9 jam untuk tidur malam. Semakin usia bayi bertambah, jam tidurnya juga
semakin berkurang. Pada usia 3-6 bulan jumlah tidur siang semakin berkurang, kira-kira 3 kali.
Total jumlah waktu tidur bayi usia 0-6 bulan berkisar antara 13-15 jam/hari. Pada bayi usia 6 bulan
pola tidurnya mulai tampak mirip dengan orang dewasa (Gola, 2009). Pada umumnya bayi pada usia
3-12 bulan biasanya tidur rata-rata 14 jam sehari, dimana jumlah waktu tidur siang rata-rata sebanyak 2
kali selama 1-2 jam. Sedangkan, waktu malam dihabiskan rata-rata 11-12 jam. Bayi pada usia ini pola
tidurnya sudah mulai terganggu karena ia sudah biasa mengenali orang, merangkak dan suka menjelajah
lingkungannya (Wong, 2003).

Di Melbourne, Australia didapatkan hasil 32% melaporkan terdapat kejadian berulang masalah tidur
pada anak mereka. Hasil penelitian tersebut menggambarkan bahwa masih banyak kejadian masalah
tidur yang dialami bayi dan kejadian tersebut bisa menetap ataupun terulang kembali (Hiscock et all,
2002). Di Indonesia cukup banyak bayi yang mengalami masalah tidur, yaitu sekitar 44,2% bayi
mengalami gangguan tidur seperti sering terbangun di malam hari. Namun lebih dari 72% orang tua
menganggap gangguan tidur pada bayi bukan suatu masalah atau hanya masalah kecil, hal tersebut
diungkapkan oleh sebuah penelitian pada tahun 2004-2005 yang dilaksanakan di lima kota besar di
Indonesia (Jakarta, Bandung, Medan, Palembang dan Batam).
Saat ini berbagai terapi telah dikembangkan, baik terapi farmakologis maupun non farmakologis. Salah
satu terapi non farmakologis untuk mengatasi masalah tidur bayi adalah pijat bayi. Pijat bayi adalah
gerakan usapan lambat pada seluruh tubuh bayi yang dimulai dari kaki, perut, dada, wajah, tangan dan
punggung bayi. Pijat bayi merupakan salah satu cara yang menyenangkan untuk menghilangkan
ketegangan dan perasaan gelisah terutama pada bayi. Pijatan lembut akan membantu mengendurkan
otot-ototnya sehingga bayi menjadi tenang dan tidurnya nyenyak. Sentuhan lembut pada bayi
merupakan sarana ikatan yang indah antara bayi dan orang tuanya (Roesli, 2001).

Bayi yang dipijat akan dapat tidur dengan lelap, sedangkan pada waktu bangun, daya konsentrasinya
akan lebih penuh (Roesli, 2013).

Manfaat yang dapat diperoleh dari pijat bayi yaitu baik untuk bayi maupun orangtua sendiri, di
Indonesia dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 369/MENKES/SK/III/2007
tentang Standar Profesi Bidan menyebutkan bahwa bidan mempunyai kewenangan untuk
melaksanakan pemantauan dan menstimulasi tumbuh kembang bayi dan anak. Salah satu bentuk
stimulasi tumbuh kembang yang selama ini dilakukan oleh masyarakat adalah dengan melakukan pijat
bayi.

Data klinis terbaru hasil riset menunjukan bukti – bukti bahwa pijat bayi mampu mengurangi masalah
tidur pada bayi sebesar 47 % (Anna, 2005). Penelitian T. Field dari Universitas Miami, AS, 2008,
menyebutkan bahwa terapi pijat dapat membuat tidur lebih lelap, terapi pemijatan sebagai bagian dari
pengobatan alternatif, kini diterima secara empiris sebagai sarana untuk membantu pertumbuhan,
mengurangi rasa sakit, meningkatkan kesiagaan, mengurangi depresi dan meningkatkan fungsi sistem
imun pada bayi yang baru lahir.

Peneliti melakukan studi pendahuluan di Desa Pandak Bandung dalam 2 banjar, banjar laing dan banjar
bandung pada bulan Maret, didapatkan data jumlah bayi sebanyak 15 bayi, 65% diantaranya bayi
berusia 1—12 bulan mengalami gangguan tidur seperti rewel, sering menangis, dan tidurnya tidak
nyenyak (sering terbangun). Ibu-ibu mengganggap masalah tidur merupakan hal yang biasa yang akan
hilang dengan sendirinya karena banyak faktor yang mempengaruhi tidur bayi seperti gangguan dari
kakaknya, suara radio dan TV yang terlalu keras, kelaparan, dan sakit. Berdasarkan latar belakang di
atas, penulis ingin meneliti tentang “Pengaruh Pijat Bayi Terhadap Kualitas Tidur Bayi Usia 1-12 Bulan di
Desa Pandak Bandung Kediri Tabanan”.Penelitian ini bertujuan untuk Mengidentifikasi pengaruh pijat
bayi terhadap kualitas tidur bayi pada usia 1-12 bulan di Desa Pamdak Bandung. Hal ini dapat
memberikan manfaat untuk meningkatkan kualitas tidur sehingga dapat mempengaruhi perkembangan
fisiologis bayi.

1. Kadar tertinggi serotonin pada batang otak terjadi saat bayi sedang terjaga dan aktif,
Sebaliknya, hampir tidak ada tanda serotonin ketika bayi memasuki tidur REM atau fase tidur
paling dalam. Selama tidur, kadar melatonin dalam tubuh akan meningkat tajam. Produksi
melatonin tergantung pada sintesis dalam kelenjar pineal yang didukung oleh serotonin. Ketika
terang, produksi serotonin akan meningkat, sedangkan saat kondisi gelap sintesis melatonin
yang meningkat. Begitulah keduanya berpasangan, kedua neurotransmiter ini adalah kunci
dalam memelihara siklus tidur (Putra:2011).

Bayi yang dipijat akan dapat tidur dengan lelap, sedangkan pada waktu bangun, daya
konsentrasinya akan lebih penuh (Roesli, 2013). Peningkatan kuantitas atau lama tidur bayi yang
dilakukan pemijatan disebabkan oleh adanya peningkatan kadar sekresi serotonin yang
dihasilkan pada saat pemijatan (Roesli, 2013). Menurut Guyton (2001), serotonin merupakan zat
transmitter utama yang menyertai pembentukan tidur dengan menekan aktivitas sistem
pengaktivasi retikularis maupun aktivitas otak lainnya.Melatonin mempunyai peran dalam tidur
dan membuat tidur lebih lama dan lelap pada saat malam hari (Pierpoli dan Regerson, 2005).
Hal ini disebabkan karena melatonin lebih banyak diproduksi pada keadaan gelap saat cahaya
yang masuk ke mata berkurang (Mas’ud, 2001).

4. Bila dikelompokkan berdasarkan usia, gangguan tidur yang terjadi pada anak akan berbeda
berdasarkan kelompok usia anak, yaitu:2 1. Pada usia bayi (2-12 bulan) sering ditemukan
gangguan tidur berupa terbangun pada malam hari yang berlebihan dan gerakan ritmik saat
tidur seperti head banging, body rocking, dan body rolling

Mindell JA, Owens JA. A Clinical guide to pediatric sleep: diagnosis and management of sleep
problems. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins; 2010.h.30-167.

Bayi dikatakan memiliki kualitas tidur yang baik apabila lama tidurnya biasanya hampir
seimbang antara siang dan malam, bayi bisa tidur dengan tenang ,bayi merasa sangat segar
saat bangun tidur di pagi hari dan bayi merasa penuh semangat untuk melakukan aktivitas fisik
ringan lainnya.

Anda mungkin juga menyukai