Anda di halaman 1dari 4

Kebutuhan dan Pola Tidur Normal

1. Neonatus
Neonatus sampai usia 3 bulan rata-rata tidur sekitar 16 jam sehari. Bayi yang lahir
dari ibu tanpa medikasi lahir dalam keadaan terjaga. Mata terbuka lebar dan mengisap
kencang. Setelah sekitar satu jam bayi bary lahir menjadi diam dan kurang responsif
terhadap stimulus internal dan eksternal. Periode tidur berakhir beberapa menit
sampai 2—4 jam setelahnya (Wong, 1995). Kemudian bayi terbangun lagi dan
seringkali menjadi terlalu responsif terhadap stimulus. Pada minggu pertama, bayi
baru lahir tidur dengan konstan. Kira-kira 50% dari tidur ini adalah tidur REM yang
menstimulasi pusat otak tertinggi. Hal ini dianggap esensial bagi perkembangan
karena neonatus tidak terjaga cukup lama untuk stimulasi eksternal yang bermakna.

2. Bayi
Bayi tertidur beberapa kali pada siang hari tetapi biasanya tidur rata-rata 8—10 jam
pada malam hari. Sekitar 30% dari waktu tidur dihabiskan dalam siklus REM. Bangun
biasanya terjadi pada pagi hari, meskipun tidak umum bagi bayi untuk terjaga selama
malam hari. Jika bangun selama malam hari menjadi rutin, masalahnya pada diet
karena lapar seringkali membangunkan anak. Bayi yang minum ASI biasanya tidur
selama periode yang lebih pendek dengan lebih sering terbangun, daripada bayi yang
minum susu botol (Wong, 1995). Bayi yang lebih besar tidur lebih lama daripada bayi
yang lebih kecil karena kapasitas lambungnya yang lebih besar. Seorang bayi antara
usia 1 bulan dan 1 tahun tidru rata-rata 14 jam sehari. Pada bayi baru lahir yang tidur
dan bangun bergantian sepanjang periode 24 jam, setelah usia 3 bulan periode tidur
terpanjang terlihat pada malam hari.

3. Todler
Pada usia 2 tahun, anak-anak biasnaya tidur sepanjang malam dan tidur siang setiap
hari. Total tidur rata-rata 12 jam sehari. Tidur siang dapat hilang pada usia 3 tahun.
Hal yang umum bagi todler terbangun pada malam hari. Presentase tidur REM
berlanjut menurun. Todler mempunyai kebutuhan untuk mengeksplorasi dan
memuaskan keingintahuannya yang dapat menjelaskan mengapa beberapa dari
mereka mencoba untuk menunda waktu tidur.
4. Prasekolah
Rata-rata tidur anak usia prasekolah sekitar 12 jam semalam (sekitar 20% adalah
REM). Pada usia 5 tahun, anak prasekolah jarang tidur siang (Wong, 1995). Kecuali
pada kebudayaan yaitu siesta adalah kebiasaan. Anak usia prasekolah biasanya
mengalami kesulitan untuk relaks atau diam setelah hari-hari yang aktif, panjang.
Anak usia prasekolah juga mempunyai masalah dengan ketakutan waktu tidur, terjaga
pada malam hari, atau mimpi buruk. Biasanya, para ahli tidak merekomendasikan
seorang anak diperbolehkan tidur dengan orang tua. Akan tetapi, di beberapa
kebudayaan, berbagi tempat tidur atau ruangan dengan orang tua telah diterima
sebagai praktik tidur.

5. Anak Usia Sekolah


Jumlah tidur yang diperlukan pada usia sekolah bersifat individual dikarenakan status
akivitas dan tingkat kesehatan yang bervariasi. Pada usia 6 tahun akan tidur malam
rata-rata 11—12 jam; sementara anak usia 11 tahun tidur sekitar 9—10 jam (Wong,
1995). Anak usia 6 atau 7 tahun biasanya dapat dibujuk untuk tidur dengan
mendorong melakukan aktivitas yang tenang. Anak yang lebih tua seringkali menolak
tidur karena ketidaksadaran terhadap kelelahan atau kebutuhan mandiri.

6. Remaja
Remaja memperoleh sekitar 71⁄2 jam untuk tidur setiap malam (Carskadon,1990a).
Pada saat kebutuhan tidur yang aktual meningkat, remaja umumnya mengalami
sejumlah perubahan yang seringkali mengurangi waktu tidur (Carskadon,1990b).
Tuntutan sekolah, kegiatan sosial sekolah-sekolah, dan pekerjaan paruh waktu
menekan waktu yang tersedia untuk tidur. Remaja pergi tidur lebih larut dan bangun
lebih cepat pada waktu sekolah menengah atas. Harapan sosial yang umum adalah
remaja membutuhkan tidur yang sedikit daripada praremaja. Akan tetapi, data
laboratorium menunjukkan bahwa remaja mempunyai kebutuhan fisiologis untuk
tidur lebih banyak bila dibandingkan dengan praremaja. (Carslkadon, 1990b). Karena
tuntutan gaya hidup yang memperpendek waktu yang tersedia untuk tidur dan
kemungkinan kebutuhan fisiologis, maka remaja seringkali mengantuk berlebihan
pada siang hari (excessive daytime sleepiness, EDS). Orang tua, guru, dan remaja itu
sendiri seringkali kekurangan pengetahuan tentang apa itu tidur ynag tepat. Mereka
memerlukan pendidikan untuk meningkatkan apa yang menjadi masalah kesehatan
yang penting bagi remaja.

7. Dewasa Muda
Kebanyakan dewasa muda tidur malam hari rata-rata 6—81⁄2 jam, tetapi hal ini
bervariasi. Kurang lebih 20% waktu tidur yang dihabiskan yaitu tidur REM yang tetap
konsisten sepanjang hidup. Stres pekerjaan, hubungan keluarga, dan aktivitas sosial
dapat mengarah pada insomnia (misal kesulitan memulai dan/atau mempertahankan
tidur) dan penggunaan mendikasi untuk tidur. Penggunaan jangka panjang medikasi
tersebut dapat mengganggu pola tidur dan memperburuk masalah insomnia.

8. Dewasa Tengah
Selama masa dewasa tengah total waktu yang digunakan untuk tidur malam hari
mulai menurun. Jumlah tidur tahap 4 mulai menurun, suatu penurunan yang berlanjut
dengan bertambahnya usia. Gangguan tidur seringkali mulai didiagnosa di antara
orang-orang rentang usia ini. Insomnia terutama lazim terjadi, mungkin disebabkan
oleh perubahan dan stres usia menengah. Anggota kelompok usia ini dapat tergantung
pada obat tidur.

9. Lansia
Jumlah tidur total tidak berubah sesuai pertambahan usia. Akan tetapi, kualitas tidur
kelihatan menjadi berubah pada kebanyakan lansia (Bliwise, 1993). Episode tidur
REM cenderung memendek. Terdapat penurunan yang progresif pada tahap tidur
NREM 3 dan 4; beberapa lansia hampir tidak memiliki tahap 4, atau tidur yang dalam.
Pada lansia yang berhasil beradaptasi terhadap perubahan fisiologis dan psikologis
dalam penuaan lebih mudah memelihara tidur REM dan keberlangsungan dalam
siklus tidur yang mirip dengan dewasa muda (Reynolds dkk, 1993). Keluhan tentang
kesulitan tidur waktu malam seringkali terjadi diantara lansia, seringkali akibat
keberadaan penyakit kronik yang lain. Peningkatan waktu siang hari yang dipakai
unuk tidur dapat terjadi karena seringnya terbangun pada malam hari. Dibandingkan
dengan jumlah waktu yang dihabiskan di tempat tidur, waktu yang dipakai tidur
menurun sejam atau lebih (Evans dan Rogers, 1994). Perubahan pola tidur pada lansia
disebabkan perubahan SSP yang mempengaruhi pengaturan tidur. Kerusakan
sensorik, umum dengan penuaan, dapat mengurangi sensitivitas terhadap waktu yang
mempertahankan irama sirkadian.

Anda mungkin juga menyukai