TAHUN 2023
KERANGKA ACUAN PROGRAM KESEHATAN JIWA
1. PENDAHULUAN
Pasien dengan gangguan jiwa berat sering memiliki gejala yang dapat
menjadi ancaman, baik terhadap keluarga, diri sendiri, maupun orang lain. Keluarga
dan masyarakat di sekitar lingkungannya cenderung melakukan tindakan paksa
untuk mengurangi atau membatasi ancaman tadi. Bentuk pemaksaan itu dapat
berupa pemasungan, yaitu mengikat tangan dan/atau kaki dengan rantai atau seutas
tali atau menguncinya pada sebuah batang kayu, atau mengurungnya dalam sebuah
ruangan yang sangat sempit. Pembatasan gerak ini atau pemasungan acapkali juga
disertai dengan penelantaran termasuk kebutuhan hidupnya yang sangat mendasar
tidak diperhatikan. Kebutuhan makan minum, buang air besar dan buang kecil,
kebersihan diri dan berpakaian yang pantas menjadi sangat sulit ia dapatkan. Pada
kondisi ini sebenarnya penderita gangguan jiwa yang dipasung adalah individu
terlantar dan miskin, yang seharusnya ditanggung oleh pemerintah.
Pemasungan di Indonesia telah dilarang sejak tahun 1977 dengan surat
Menteri Dalam Negeri No: PEM.29/6/15 tanggal 11 Nopember 1977. Surat ini
ditujukan kepada Gubernur seluruh Indonesia yang meminta kepada masyarakat
untuk tidak melakukan pemasungan terhadap penderita gangguan jiwa dan
menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menyerahkan perawatan penderita di
Rumah Sakit Jiwa. Hal ini juga agar diinstruksikan kepada para Camat dan Kepala-
Kepala Desa agar secara aktif mengambil prakarsa dan langkah-langkah dalam hal
penanggulangan pasien yang ada di daerah masing-masing.
Berbagai alasan dikemukakan mengenai mengapa mereka dipasung.
Sebagian masyarakat memasung anggota keluarganya untuk melindungi dari
kecelakaan. Sebagian lagi memasung karena takut membahayakan orang lain. Ibu
yang lain memasung putranya karena malu sebab putranya sering mencuri rokok di
warung tetangga.
Upaya kesehatan jiwa adalah setiap kegiatan untuk mewujudkan derajat
kesehatan jiwa yang optimal bagi setiap individu, keluarga, dan masyarakat dengan
pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang diselenggarakan
secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan oleh pemerintah daerah, dan /
masyarakat.
Survei data kesehatan jiwa di masyarakat, pelatihan kesehatan jiwa,
penyediaan obat-obatan esensial untuk gangguan jiwa, pengembangan program
sesuai kebutuhan daerah setempat, penggunaan posyandu, pemberdayaan keluarga
pasien gangguan jiwa dan dukungan pemerintah baik daerah maupun pusat baik
dalam hal anggaran maupun kegiatan, adalah hal yang harus dipertimbangkan
dalam mengintergrasikan pelayanan kesehatan jiwa di pelayanan primer (Carla R.
Machira,2011)
.
2. TUJUAN
A. Tujuan Umum
Tujuan dari program jiwa ini adalah mendukung dalam “Mewujudkan
Waigete Bebas Pasung ”
B. Tujuan Khusus
a. Mengetahui jumlah penderita gangguan jiwa yang berada di wilayah
kerja puskesmas Waigete
b. Merumuskan langkah-langkah penanganan pasien gangguan jiwa di
wilayah kerja puskesmas Waigete
c. Melakukan kegiatan pencegahan munculnya penderita gangguan jiwa
baru di wilayah kerja puskesmas Waigete
3. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN