Ajaran Sesat Arianisme
Ajaran Sesat Arianisme
1
207
2
208
3
Maurice Wiles, Warisan Sejarah Arianiasme, [tanpa tempat], Pustaka Matahari, [tanpa tahun], hlm. 35-37.
4
Maurice Wiles, Warisan …, hlm. 41-42.
Pada zaman itu munculah tokoh bidaah baru, yakni Sabillius, yang berpandangan bahwa
Allah hanya satu pribadi, dan Logos hanyalah atribut-Nya. Sabillius menganggap Logos/Putera
hanya sebagai cipataan Allah; sama seperti manusia. Arianisme sangat setuju dengan ajaran
Sabillius, dan memakai ajaran tersebut untuk mendukung ajaran sesatnya. Kaum Arian hanya
mengakui sebagian pengaruh Logos Ilahi pada kodrat malaikat supernatural. Yang dimaksud
dengan Logos Ilahi adalah Anak Allah. Mereka Mereka mengatakan bahaw Logos yang
berikarnasi bukanlah kebijaksanaan dan Firman Allah yang asli, melainkan Logos hanyalah
sesuatu yang mirip dengan-Nya. Arius mengajarkan ajaran sesatnya dengan menggunakan
pemikiran filosofis. Ia memulainya dengan memakai pendapat Sokrate, “Jika Bapa melahirkan
Anak, maka Dia yang dilahirkan memiliki asal-usul keberadaan”. Maksud dari dari keberadaan
di sini adalah bahwa Anak pada mulanya tidak ada. Ia memakai kata Anak dalam kesimpulan
doktrinnya. Artinya bahwa Anak/Logoslah yang dipersoalkan oleh Arius dan para pengikutnya.5
Arius dan para pengikutnya sebenarnya tidak konsiten dengan pendapat mereka tentang
Logo/Anak. Di satu pihak mereka mengatakan bahwa Tuhan adalah bernar-benar Anak. Akan
tetai di lain pihak mereka mengatakan bahwa Dia diciptakan. Mereka secara implisit mengatakan
bahwa Logos bukanlah Anak. Mereka memasukan ayat-ayat Kitab Suci di dalam teori mereka,
guna untuk mempertahankan teori mereka. Karya ilahi yang mereka adopsi sama sekali tidak
menutupi kesalahan yang mereka lakukan. Kaum Arian dengan penuh semangat menyodorkan
diri dalam argumen yang lebih halus. Di balik semua itu, ada sesuatu yang hendak mereka capai,
yakni berusaha meyakinkan orang untuk megikuti ajaran sesat mereka. Argumen yang
dikemukakan oleh kaum Arian adalah, “Apaka Bapa melahirkan Anak?” Akan tetapi pertanyaan
mereka ini ditanggapi oleh umat Katolik dengan sangat teliti dan bijak. Mereka memberi
jawaban dengan mengajukan pertanyaan kembali. Gregorius dari Nazianzus bertanya kembali
kepada mereka, “Apakah Bapa adalah Allah?” Walaupun demikian, kaum Arian berusaha mati-
matian menarik kesimpulan tentang perbedaan antara Bapa dan Anak. Mereka mencri cara yang
lebih etnis, ide mereka tentang ketidaksamaan Bapa dan Logos/Anak mendapat pembenaran dari
banyak orang.6
Dalam debat antara kaum Arian dan Gregorius dari Nazianzus memperlihatkan
ketidakkonsistenan kamu Arian. Ketidakkonsistenan mereka itu tampak pada argumen asli arius,
yang berpendapat bahwa kata Anak secara harafiah menjelaskan tentang permulaan eksistensi.
Maka Anak Allah adalah seorang ciptaan Allah. Oleh karena itu, Anak bereksistensi, dengan
maksud lain Anak terbatas. Oleh karena mereka labil dalam berargumen, Athannasius dan
Alexander memberi julukan nama kepada mereka, yang dikenal dengan sebutan bunglon
(berubah-ubah).
5
210-211
6
213-214