TEORI BUDAYA
Karya David Kaplan dan Robert A. Manners
Teori Kebudayaan
Oleh:
NIM/23/527626/PSA/20562
A. RINGKASAN
Bagi saya buku Teori Budaya menjadi buku yang sangat padat dan komperhensif
dalam mengulas “teorisasi” kebudayaan. Buku ini menjelaskan dengat sangat lengkap
bukan hanya jenis dan pembahasan suatu teori budaya dari berbagai tokoh melainkan
juga menjelaskan standar-standar yang harus dipenuhi suatu teori, konteks
kemunculannya sampai dialektika yang kemudia muncul dari suatu teori. Buku ini
merupakan persembahan penulisanya David Kaplan dan Robert A Manners pada sang
guru yaitu Julian H. Steward dan Leslie White. Secara ringkas buku ini terdiri dari lima bab
yang terdiri dari; 1) Metode dan pokok soal dalam penyusuan teori antropologi 2) Orientasi
Teoritik 3) Tipe-tipe teori budaya 4) Analisis Formal 5) Epilog yang mengandung
perbincangan lama dan arah baru terkait teori antropologi. Isi dari bab-bab tersebut akan
saya uraikan lebih lanjut di bawah.
Seperti yang sudah disinggung di atas mengenai garis besar dari bab pertama ini
berkaitan dengan hal-hal yang menjadi persoalan dalam analisis kajian Antropologi yang
dirumuskan menjadi sebuah teori. Sementara itu kemunculan teori tergantung pada
metode yang digunakan oleh seorang antropolog. Tidak luput setelah penjelasan
mengenai cakupan Antropologi ilmu yang mengkaji manusia baik secara fisik (ragawi)
maupun sosial-budayanya, Kaplan & Manners menuliskan bahwa masalah utama dalam
antropologi adalah menjelaskan kesamaan dan perbedaan budaya, pemeliharaan budaya
maupun perubahannya dari masa ke masa. Oleh karena itu pertanyaan yang harus
dijawab antroplog menurut keduanya terdapat dua hal yaitu; (1) bagaimanakah bekerjanya
berbagai sistem budaya yang berbeda-beda? Dan (2) bagaimakah maka sistem-sistem
budaya yang beraneka ragam itu menjadi seperti yang sekarang ini?.
Kaplan & Manners kemudian membahas mengenai dua sikap antropologi dalam hal
teori dan metodologi, yaitu relativistik dan komparatif. Pada dasarnya, relativisme adalah
aliran yang menekankan bahwa setiap budaya itu berbeda dan unik, sedangkan
komparatif melihat perbedaan dan persamaan antar budaya. Meski keduanya
bertentangan namun tetap memiliki titik temu dan sepakat bahwa tidak ada dua
budayapun yang persis sama. Berlanjut pada batasan-batasan definisi teori, Kaplan &
Manners kemudian menguraikan dengan rinci unsur-unsur dalam proses teori yang
1
meliputi pernyataan deskriptif-generalisasi empirik-generalisasi teoritik. Secara pribadi
penjelasan ini sangat brilian karena teori yang biasa terkesan muncul sebagai satu
kesatuan beku kemudian diuraikan dengan sangat sistematis. Teori sebenarnya adalah
salah satu jenis dari generalisasi. Menurut keduanya, generalisasi teoretik adalah
generalisasi yang mengacu pada hubungan-hubungan yang sangat abstrak. Berdasarkan
penjelasan keduanya, teori dalam ilmu-ilmu sosial, terutama antropologi, bersifat deduktif,
probabilistik, dan menggunakan teori konkatenasi. Setelah itu, Kaplan dan Manners
menjelaskan hubungan antara teori etnologi dan fakta entografi. Mereka berpendapat,
berdasarkan pernyataan Julian Steward, bahwa fakta hanya ada sehubungan dengan
teori, dan teori tidak dirusak oleh fakta, melainkan akan digantikan oleh teori-teori baru
yang memberikan penjelasan yang lebih baik tentang fakta.
2
2. Orientasi Teoritik
Pada bab kedua, Kaplan dan Manners menerangkan empat pendekatan atau yang
mereka sebut, orientasi teoritik, yaitu evolusionisme, fungsionalisme, sejarah, dan ekologi
budaya. Menurut mereka, orientasi teoritik adalah cara seleksi, konseptualisasi, dan
penataan data dalam menanggapi jenis pertanyaan atau permasalahan tertentu, yang
memungkinkan pada pembentukan teori. Mereka kemudian memberikan gambaran
singkat tentang latar belakang historis pemikiran antropologi dari abad ke-19. Berikutnya
tulisan ini akan mengulas secara singkat orientasi teoritik yang dimaksud dalam buku ini.
• Evolusionisme
Evolusionisme menjadi orientasi teoritik yang dibahas oleh Kaplan dan Manners.
Mereka memberikan konteks historis pada pemikiran-pemikiran evolusionis sehingga kita
tidak serta merta mengkritiknya habis-habisan seperti yang dilakukan para fungsionalis di
abad ke-20. Beberapa tokoh yang mereka singgung adalah Tylor dan Morgan. Mereka
menganggap bahwa para tokoh evolusionis abad ke-19 adalah peletak landasan bagi
suatu disiplin yang tertata, yang sebelumnya tidak memiliki landasan apapun. Ada tiga
asumsi dasar dari pemikiran di abad itu, yaitu diktum bahwa fenomen kebudayaan harus
dikaji dengan cara naturalistik, premis bahwa perbedaan budaya disebabkan perbedaan
pengalaman sosial-budaya, dan penggunaan metode komparatif sebagai ganti teknik
eksperimen dan laboratoris. Aliran evolusi klasik kemudian mendapat kritikan yang masih
diingat hingga saat ini yakni sebagai aliran yang etnosentris. Namun, terlepas dari hal
tersebut aliran ini menyumbangkan pijakan sebagai landasan bagi suatu disiplin baru
sehingga lebih tertata.
• Fungsionalisme
Orientasi teoritik fungsionalisme yang dijelaskan oleh Kaplan & Manners memiliki
diktum metodologis bahwa eksplorasi yang disoroti adalah ciri sistemik budaya dan saling
ketergantungan di antara unsur-unsur budaya. Selain ketergantungan, fugsionalisme juga
berupaya menjelaskan mengapa undur-unsur tersebut berhubungan secara tertentu
hingga membentuk pola atau paling tidak memberi penjelasan mengapa pola tersebut
bertahan. Dasar penjelasan dari fungsionalisme adalah sistem budaya memiliki syarat-
syarat fungsional tertentu untuk memungkinkan eksistensianya. Orientasi fungsional terus
disempurnakan oleh pendukungnya seperti Merton yang menyebut dua konsep fungsi,
yaitu fungsi manifes (tampak) dengan konsekuensi objektif yang memberikan sumbangan
pada penyesuaian atau adaptasi sistem yang dikehendaki dan disadari oleh partisipan
sistem tersebut dan fungsi laten (terselubung) yang tidak berbeda jauh dengan fungsi
manifes, hanya bedanya fungsi ini tidak disadari maupun dikehendaki.
4
dalam verifikasi teori budaya. Sejarah mampu memberikan data yang tepat untuk
merumuskan kondisi-kondisi pembatas yang relevan bagi perumusan teori yang
dimaksudkan adalah bagian periodisasinya. Kaplan & Manners kemudian memberikan
contoh Franz Boas dengan pandangan partikularis-historisnya. Kaplan dan Manners
menegaskan bahwa penggunaan sejarah telah memberikan sebuah fokus metodologis
untuk memungkinkan pengamat melihat, mengulas, dan menganalisis data perubahan
suatu budaya atau Masyarakat dengan kejelasan wawasan yang tidak ditawarkan
pendekatan sinkronis-fungsional yang kaku.
Pada bagian selanjutnya Kaplan dan Manners membahas orientasi teoritik ekologi
budaya. Hal penting dari bagian ini adalah pernyataan ekologi-budaya yang
menitikberatkan melihat proses-proses adaptasi akan memungkinan tampaknya cara
kemunculan, pemeliharaan, dan transformasi berbagai budaya. Ekologi-budaya memiliki
pandangan bahwa budaya memungkinkan kita untuk beradaptasi dengan peran “aktif”.
Kaplan dan Manners lalu menjelaskan konsep lingkungan dan adaptasi menurut ekologi-
budaya. Konsep lingkungan yang sering muncul bagi ekologi-budaya adalah lingkungan
yang telah mengalami modifikasi kultural yang kemudian menyebabkan elemen
sirkularitas antara lingkungan dengan budaya. Sedangkan konsep adaptasi menurut
Kaplan dan Manners adalah proses yang menghubungkan sistem budaya dengan
lingkungannya. Hal yang terutama mencolok dari pembahasan mereka pada bagian ini
adalah istilah-istilah adaptasi dan lingkungan ternyata tidak memiliki ketepatan definisi
yang seharusnya dimiilikinya, namun tetap dirasa sangat berguna sebagai konsep
metodologis.
Abstraksi untuk konsep-konsep praktis seperti status sosial, stratifikasi dan fungsi
perlu dibuat menurut Kaplan & Manners agar dapat golongkan pada subsistem. Subsistem
yang dimaksud disini adalah seperangkat variabel yang analisisnya dapat disendirikan
untuk memberikan penjelasan mengenai suatu perubahan atau fenomena dalam
Masyarakat. Subsistem yang ditetapkan dalam buku ini akan dijelaskan lebih lanjut di
bawah.
• Teknoekonomi
5
teori ekonomi tertentu kemudian ditinjau kembali dengan tujuan membedakan antara
ekologi budaya sebagai orientasi teoretik. Kaplan dan Manner lalu menerangkan
determinan teknoekonomi, yaitu suatu pandangan yang menganggap faktor teknoekonomi
adalah faktor yang terpenting yang mengakibatkan perubahan budaya. Mereka juga
menyebutkan bahwa faktor-faktor teknoekonomi adalah yang paling kelihatan dan paling
mudah dipahami untuk memberikan penjelasan. Oleh karena gejala budaya yang
mengarah pada aspek teknoekonomi dapat dilihat secara langsung dan dipastikan dimiliki
oleh seluruh masyarakat sehingga teori-teori teknoekonomi paling gampang dibuktikan
ataupun disanggah.
• Struktur Sosial
Kaplan & Manners menerangkan bahwa dalam usaha menyikapi hal tersebut, telah
dilakukan upaya untuk memasukkan unsur dinamis dalam analisis struktur sosial. Unsur
dinamis yang terutama adalah mengenai faktor individu “menyimpang” beserta keputusan-
keputusan yang dipilihnya serta dilaksanakan. Namun, hal tersebut mengantar pada
kesulitan dalam teori-teori aksi-interaksi sosial, sehingga pada uumnya para tokoh struktur
sosial melangkah keluar dari basis utamanya (struktur sosial) untuk menemukan variabel
yang sanggup menjelaskan strukutr sosial dan pengaturan sosial-budaya, terutama
restrukturasi perilaku peran. Kaplan & Manners kemudian membahas hubungan
konseptualisasi struktur sosial dengan tindakan sosial, interaksi sosial, dan perilaku peran.
Mereka kemudian menyebutkan beberapa contoh studi yang menyatakan bahwa struktur
sosial suatu masyarakat dapat memberikan pengaruh signifikan bagi upaya reorganisasi
masyarakat tersebut. Pernyataan tersebut tergambar dalam karya Marion Levy tentang
perbedaan struktur keluarga Cina & Jepanga serta dan karya Daniel Moynihan tentang
6
struktur keluarga kulit hitam dan gaya hidupnya. Kaplan dan Manners melanjutkan dengan
membahas insitusi politik sebagai variabel struktural yang memiliki dampak penentu bagi
infrastruktur yang bersangkutan.
• Ideologi
Kaplan & Manners menggunakan istilah ideologi dengan batasan pengertian lama,
yaitu yang netral dan tak bersifat menilai baik-buruk, hanya sebatas sautu kawasan
ideasional dalam suatu budaya. Kaplan dan Manners kemudian menerangkan masalah
metodologis yang ditemui ketika menetapkan batasan subsistem ideologi. Intinya,
masalah yang tersulit adalah karena konseptualisasi ideologi seringkali sulit sekali
diketahui secara empirik, seringkali ideologi dipunyai secara tidak sadar dan di bahwa
sadar.
7
Pada aliran lama, pengaruh psikologis Freud yang menekankan sifat afektif dan
irasional dari kepribadian sangat mempengaruhi banyak antropolog, sehingga tercipta
mazhab lama, yang oleh Kaplan & Manners dinyatakan terdapat dua pemikiran yang
terkandung, yaitu struktur kepribadian dasar dan struktur kepribadian modal. Sebagian
besar menekankan pada pentingya sosialisasi yang berasal dari pola dan teknik
perawatan anak yang berpengaruh pada pembentukan struktur kepribadian dasar. Pada
aliran budaya-kepribadian yang baru, aspek kognisi menjadi perhatian utama. Analisis
kajiannya dimulai dari linguistik. Aliran ini kemudian disebut sebagai antropologi kognitif.
Hal yang coba diulas dari antrropologi kognitif adalah mengetahui alat konseptual yang
digunakan sesuatu bangsa dalam mengklasisikasi, menata, dan menafsir semesta sosial
serta alaminya. Anggapan lain yang mendasari banyak dari karya antropologi kognitif
adalah bahwa kategori itu terkodekan dalam strukutr dan ciri-ciri pembeda kebahasaan
yang digunakan oleh suatu bangsa.
Pada akhir bab ini, Kaplan & Manners menyampaikan bahwa dalam praktiknya
para antorpolog budaya dari aliran apapun cenderung menggunakan variabel-variabel dari
dua subsistem atau lebih ketika menganalisis atau menjelaskan. Mereka kemudian
menyatakan untuk tidak menunjuk suatu subsistem tertentu sebagai dampak kausal
utama dalam segala situasi, dan lebih memilih mempertimbangkan keempat subsistem
tersebut secara bersamaan dan berhubungan satu sama lain.
4. Analisis Formal
Pada bab ini, Kaplan & Manners membahas tentang strukturalisme, terutama
strukturalisme Levi-Strauss, dan entografi-entografi baru. Mereka menggunakan bagian
strukturalisme Levi-Strauss tentang sifat logis pikiran manusia itu sendiri sebagai fokus
telaah, sedangkan pada etnografi-baru, kaidah konseptual, aturan kognitif, dan kategori
yang digunakan di berbagai masyarakat untuk menata pengalamannya, dianggap
menjelaskan perilaku serta pengaturan sosial-budayanya. Kedua pemikiran ini baik Levi-
Strauss maupun para etnograf-baru pada hakekatnya memandang budaya sebagai
bahasa dalam arti seluas-luasnya. Bagi Levi-Strauss, budaya pada hakikatnya adalah
suatu sistem simbolik atau konfigurasi sistem perlambangan. Kemudian Kaplan &
Manners menyebutkan bahwa para strukturalis memiliki pandangan bahwa jika seseorang
telah memahami sistem-sistem budaya yang pada hakikatnya bersifat berpola, segala
macam hubungan logis antara fenomena-fenomena budaya pun menjadi dapat
disingkapkannya.
8
Kaplan & Manners menyebutkan bahwa pendekatan formal terbaru dalam materi
entografi, seperti etnosains, entosemantik, analisis komponen, dan sebagainya, disebut
sebagai entografi-baru. Tujuan etnografi-baru adalah untuk membuat pemaparan
entografis menjadi lebih akurat dan lebih replikabel daripada yang sebelumnya. Sasaran
yang lainnya adalah eliminasi atau netralisasi bias yang berpotensi menimbulkan
kesenjangan di pihak etnograf. Kaplan & Manners kemudian mencermati bahwa para
entograf-baru seperti kehilangan arah ketika mengahadapi persoalan penggunaan titik
pandang warga-budaya setempat, karena umumnya mereka cenderung
menggeneralisasikan pereapan metode linguistik pada telaah etnografis. Pada akhir bab,
Kaplan dan Manners menekankan perihal keterbatasan model-model linguistik sebagai
yang diterapkan pada kajian mengenai budaya yang cukup komplek untuk saya paparkan
lebih jauh.
Pada bab terakhir ini, Kaplan & Manners mengawali dangan cara pandang
antropolog dalam memandang tineliti dan ruang lingkup kajiannya. Pandangan bagi
Antropologi yang selalu berobsesi mengkaji masyarakat eksotis mendapat banyak
tanggapan. Tanggapan tersebut berupa cara perlakuan antropolog terhadap tineliti yang
justru tetap menempatkan mereka pada posisi yang terisolir karena sasaran utamanya
banyak berbentuk catatan yang ‘melestarikan’ cara hidup asli pribumi yang hidup dalam
lingkup kecil dan bercorak eksotis. Selain itu orientasi penyajian dalam karya-karya
antroplogi juga masih berkutat pada variasi menjelaskan dan pola kinerja budaya di
seluruh dunia. Mengutip istilah Kaplan & Manners bahwa antropolog berlarut-larut
menjelaskan arti dan Pelajaran yang dapat dipetik dari realitivitas budaya. Maka apa yang
terjadi kemudian, ketika semakin kesini dengan masifnya akulturasi dan globalisasi
membuat perubahan budaya yang terjadi mengarah pada titik temu satu tipe tunggal?
Inilah krisis bagi antropologi lama yang dimaksud oleh Kaplan & Manners ketika
dunia ‘primitif’ kian lenyap. Mereka menyebut terobosan yang dapat dilakukan dengan
cara mengubah pandangan tradisional akan lapangan kerja antropologi. Perubahan
pandangan terhadap cara kerja antropologi ini disikapi dengan beralih pada unit analisis
yang lebih rumit seperti aglomerasi praindustri atau Masyarakat industri. Pendekatan
komparatif dan holistiknya tetap berusaha dipertahankan meski idealnya hal tersebut
cukup sulit dilakukan pada unit analisis yang berskala besar. Berbanding terbalik dengan
kegundahan dalam antropologi, ilmu-ilmu sosial lainnya seperti sosiologi dan ekonomi
9
mengatasi krisisnya dengan menekankan unit analisis yang kecil agar data makronya
dapat dikonfirmasi lebih jauh. Di sinilah yang Kaplan & Manners sebut ilmu-ilmu sosial
pada kahirnya memiliki titik temu. Masing-masing ilmu-ilmu sosial menipiskan ciri khas dan
spesialisasi metodologi masing-masing.
Arah baru laiinya adalah tuntutan moral antropologi yang seharusnya tidak lagi
bersifat keilmuan namun harus berimplikasi dan memiliki relevansi dalam menanggapi
atau bahkan mengatasi permasalah sosial yang muncul dalam Masyarakat. Oleh
karenanya arah baru antropologi dan ilmu-ilmu sosial lainnya menjadi lebih bersifat
terapan serta lebih berorientasi pada kegiatan nyata (activist-oriented).
B. TANGGAPAN KRITIS
Sesungguhnya mengkritisi buku Kaplan & Manners inicukup sulit bagi saya. Oleh
karena mengkritisi berbagai penjelasan teoritik yang juga terkadang dikritisi oleh penulis
buku seperti membuat penjelasan yang kemudian hilang arah kejelasannya. Sehingga
tanggapan saya lebih pada kelebihan dan kekurangan buku ini.
Kelebihan buku teori budaya ini adalah penjelasanya yang sangat padat dan detail
dalam menyampaikan teori-tori budaya, terkhusus dalam konteks antropologi. Kritik-kritik
yang diajukan oleh Kaplan & Manners pada setiap bagian penjelasan yang dilengkapi
dengan footnote lengkap juga cukup membantu mengambil gambaran besar mengenai
teori tersebut. Kepadatan isi buku yang merupakan kelebihan ternyata juga menjadi
kelemahannya. Sebenarnya buku ini tidak begitu sulit dipahami, namun karena intisari
kalimat hampir tertulis dalam setiap paragraf dan tersusun dalam paragraf yang panjang
sehingga terasa cukup membosankan. Hal ini ditambah lagi begitu banyaknya kosakata
ilmiah yang sama sekali belum pernah didengar penulis, seperti tautologi. Kemudian
Kaplan & Manners terkesan mengulang satu pendapat beberapa kali pada suatu
deskripsi. Sehingga bagi saya pribadi perlu memiliki waktu yang cukup memadai untuk
benar-benar meresapi semua konsepsi dan teori yang dijelaskan oleh Kaplan & Manners.
10