Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

KETERKAITAN PERINTAH BERKOMPETISI DALAM KEBAIKAN DENGAN KEPATUHAN TERHADAP PERINTAH


ALLAH.SWT

DISUSUN OLEH :

MUH REZKY BUSRIADI

XI-MIPA 2

SMAN 3 WAJO

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah.SWT. berkat rahmat dan karunianya yang telah
melimpahkan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang
“Keterkaitan Antara Perintah Untuk Berkompetisi Dalam Kebaikan Dengan Kepatuhan Terhadap
Perintah Allah.SWT.”.

Makalah ini telah kami susun dengan sebaik mungkin dan mendapatkan bantuan dari berbagai sumber
sehingga dapat mempermudah pembuatan makalah ini. Untuk itu, kami menyampaikan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua
itu, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasa yang kami gunakan. Oleh karena itu, dengan senang hati kami menerima segala saran dan kritik
dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan juga dapat menginspirasi
pembaca untuk menjalankan perintah Allah di kehidupan sehari -hari.

Sengkang,21 Agustus 2021

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

RUMUSAN MASALAH

TUJUAN

MANFAAT

BAB 2 PEMBAHASAN

STANDAR KOMPETENSI :

Memahami ayat – ayat Al-Qur’an tentang berkompetisi dalam kebaikan.

KOMPETENSI DASAR :
Menjelaskan arti Q.S. Al – Baqarah :148 dan Q.S. Fathir:32.

Menampilkan dan mencerminkan perilaku berkompetisi dalam kebaikan.

BAB 3 PENUTUP

KESIMPULAN

SARAN

DAFTAR PUSTAKA

BAB I :

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai seorang muslim, tentu kita tahu tentang seberapa pentingnya untuk menjalani perintah-
perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Allah menurunkan ketentuan-Nya semata-mata agar kita
seorang muslimin dapat hidup dengan teratur.

Pada materi kali ini, kami mengaitkan berkompetisi dalam kebaikan dengan taat pada perintah Allah.
Berkompetisi dalam kebaikan itu sendiri berarti apabila orang berbuat baik kepada siapapun, maka kita
harus berbuat lebih baik lagi darinya. Pada dasarnya, berlomba dalam kebaikan berarti kita
memperbanyak kebaikan kita dari orang lain. Tetapi hal yang kita lakukan tidak boleh merugikan orang
lain, terlebih lagi jika kita menghalalkan segala cara agar dipandang oleh orang lain.

Berkompetisi dalam kebaikan termasuk dalam ibadah apabila niat kita positif. Yang nantinya akan
berdampak baik juga terhadap kita. Oleh karena itu, berkompetisi dalam kebaikan sama saja seperti kita
menimba pahala. Terlebih lagi jika kita melakukannya sesuai dengan perintah Allah. Contoh yang dapat
kita ambil adalah berbuat baik terhadap sesama umat, mencintai anak yatim, maupu menjalankan
ibadah wajib dan sunnah-Nya. Pada masa ini, sudah mulai jarang orang yang berlomba dalam
kebaikan. Biasanya saat mereka berkompetisi, mereka menghalalkan segala cara untuk menjatuhkan
lawannya. Maka dari itu, materi ini sangatlah penting utuk kita bahas, agar ke depannya orang-orang
dapat sadar bahwa berkompetisi juga harus mengikuti aturan Allah, agar bermanfaat bagi pelakunya.
1.2 Rumusan Masalah

Sebenarnya apa yang harus kita ketahui mengenai berlomba dalam kebaikan ? Seperti yang sudah kami
jelaskan sebelumnya, berlomba dalam kebaikan artinya kita melakukan lebih dari apa yang orang lain
lakukan. Artinya jika orang melakukan 1 kebaikan, maka kita melakukan 2 kebaikan. Dan begitu
seterusnya. Hanya saja dalam pelaksanaannya kita tidak boleh ada rasa ingin riya atau dipuji oleh orang
lain. Lalu, apa kaitannya dengan taat terhadap perintah Allah

Allah telah menjelaskan dengan menurunkan Q.S Al-Baqarah : 148.

“Wa likulli wijhatin huwa muwaliihaa fastabiqul khoirooti ainamaa takuunuu ya ti bikumul laahu
jamii’an innallaha ‘aala kulli syai’in khodir.”

Artinya :

“Dan bagi tiap – tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepada-Nya. Maka berlomba –
lombalah kamu dalam berbuat kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan
kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Bagaimana jika kita berlomba dalam kebaikan tetapi ada rasa ingin dipuji ?

Atau pamrih ?

Sebagaimana yang telah Allah ajarkan kepada umatnya, kita tidak boleh melakukan suatu hal karena
ingin dipuji. Karena nantinya, hal yang kita lakukan tidak akan bermanfaat bagi kita. Dengan kata lain,
jika kita pamrih dalam melakukan suatu hal, kita sama saja melanggar ketentuan Allah.

Dan apa manfaatnya jika kita berlomba dalam kebaikan ?

Tentu saja manfaatnya kita dapat mendekatkan diri kepada Allah. Kita juga memperbanyak pahala. Kita
juga semakin sadar akan pentingnya berbuat baik. Tanpa sadar, kita juga menjalankan perintah Allah,
sebagaimana yang dicantumkan dalam Q.S An-Nisa ayat 59 dan At-Taubah ayat 105.

· Q.S. An - Nisa : 59

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
· Q.S. At – Taubah : 105

“Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu,
dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu
diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.

1.3 TUJUAN

Untuk menyadarkan muslimin, bahwa kompetisi harus dilakukan sesuai dengan perintah Allah, yaitu
dengan baik, agar hasilnya baik juga kepada kita. Juga jangan sampai membahayakan orang lain, dan
menghalalkan segala cara.

1.4 MANFAAT

- Berkesempatan untuk menjadi sorang hamba yang dimuliakan ALLAH.swt.

- Berpeluang menjadi seorang hamba yang terbaik seperti yang diungkapkan ALLAH.swt.

- Berpeluang untuk menjadi seorang hamba yang bermanfaat.

- Berpeluang untuk menjadi orang yang paling dicintai ALLAH.swt.

BAB II :

PEMBAHASAN

Pengertian Berkompetisi

Kompetisi adalah kata kerja intransitive yang berarti tidak membutuhkan objek sebagai korban kecuali
ditambah dengan pasangan kata lain seperti against (melawan), over (atas), atau with (dengan).
Tambahan itu pilihan hidup dan bisa disesuaikan dengan kepentingan keadaan menurut versi tertentu.

Menurut Deaux, Dane dan Wrightsman (1993), kompetisi adalah aktivitas mencapai tujuan dengan cara
mengalahkan orang lain atau kelompok. Individu atau kelompok memilih untuk bekerja sama atau
berkompetisi tergantung dari struktur reward dalam suatu situasi.

Pengertian Kebaikan
Secara umum kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan, yang diusahakan dan menjadi tujuan manusia.
Tingkah laku manusia adalah baik dan benar, jikalau tingkah laku tersebut menuju kesempuranan
manusia. Kebaikan disebut nilai, apabila kebaikan itu bagi seseorang menjadi kebaikan yang konkrit.
Manusia menentukan tingkah lakunya untuk tujuan dan memilih jalanyang ditempuh. Pertama kali yang
timbul dalam jiwa adalah tujuan itu, dalam pelaksanaanya yang pertama diperlukan adalah jalan-jalan
itu. Jalan yang ditempuh mendapatkan nilai dari tujuan akhir. Manusia harus mempunyai tujuan akhir
untuk arah hidupnya

Dalam Q.S Al-Baqarah : 148 yang berbunyi:

‫َوِلُك ٍّل ِوْج َهٌة ُهَو ُمَو ِّليَها ۖ َفاْسَتِبُقوا اْلَخ ْيَر اِت ۚ َأْيَن َم ا َتُك وُنوا َيْأِت ِبُك ُم ُهَّللا َج ِم يًعا ۚ ِإَّن َهَّللا َع َلٰى ُك ِّل َش ْي ٍء َقِد يٌر‬

Artinya:

“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-
lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu
sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Isi Kandungan:

Masing-masing umat memiliki kiblat sendiri dalam ibadahnya. Hal ini menunjukkan bahwa yang menjadi
tujuan utama adalah menta'ati perintah Allah Subhaanahu wa Ta'aala dan menjauhi larangan-Nya serta
mendekatkan diri kepada-Nya, inilah tanda kebahagiaan. Perintah berlomba-lomba dalam kebaikan
lebih dalam daripada sebatas perintah mengerjakan kebaikan. Dalam perintah ini mengandung perintah
mengerjakannya, melakukannya sebaik mungkin dan bersegera kepadanya. Barangsiapa yang bersegera
kepada kebaikan ketika di dunia, maka dia adalah orang yang lebih dulu ke surganya. Oleh karena itu,
mereka yang berlomba-lomba dalam kebaikan adalah orang yang paling tinggi derajatnya. Dan kata
"kebaikan" di sini mencakup semua amalan fardhu maupun sunat, baik berupa shalat, puasa, zakat, hajji,
Umrah, jihad, manfa'at bagi orang lain maupun sebatas untuk diri sendiri.

Karena pendorong yang paling kuat agar seseorang dapat menuju kepada kebaikan dan bersemangat
kepadanya adalah pahala yang dijanjikan Allah Subhaanahu wa Ta'aala, maka Dia berfirman seperti yang
disebutkan di atas; yakni Allah Subhaanahu wa Ta'aala akan mengumpulkan kita semuanya di mana saja
kita berada dengan kekuasaan-Nya, dan Dia akan memberikan balasan kepada setiap orang yang
beramal, jika amalnya buruk, maka Dia akan membalas sesuai amal yang dikerjakannya dan jika baik,
maka Dia akan membalas dengan berlipat ganda dan memberikan balasan yang terbaik (surga). Ayat
yang mulia ini juga mengandung perintah untuk segera melaksanakan kewajiban seperti shalat di awal
waktu, segera membayar hutang puasa dan segera berhajji serta anjuran untuk melaksanakan amalan-
amalan sunat
Dalam Q.S. Fathir:32 yang berbunyi:

‫ُثَّم َأْو َر ْثَنا اْلِكَتاَب اَّلِذ يَن اْص َطَفْيَنا ِم ْن ِع َباِد َنا ۖ َفِم ْنُهْم َظاِلٌم ِلَنْفِس ِه َوِم ْنُهْم ُم ْقَتِص ٌد َوِم ْنُهْم َس اِبٌق ِباْلَخ ْيَر اِت ِبِإْذ ِن ِهَّللا ۚ َٰذ ِلَك ُهَو اْلَفْض ُل اْلَك ِبيُر‬

Artinya:

“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami,
lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang
pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang
demikian itu adalah karunia yang amat besar.”

Isi Kandungan

Berdasarkan surat dan ayat di atas Ibnu Taimiyyah membagi manusia kedalam tiga derajat kedudukan
manusia :

1. Golongan Dholimun Linafsih, ialah golongan yang selalu mendholimi dan menganiaya diri sendiri.
Mereka merupakan golongan yang durhaka kepada Allah SWT, dengan meninggalkan perintaNya dan
mengerjakan Larangan laranganNya.

2. Golongan Mukhtasid, ialah golongan dari kelompok manusia yang derajatnya berada pada
pertengahan, bersifat cermat dan senantiasa berhati hati dengan melaksanakan kewajiban dan
menjauhi larangan laranganNya.

3. Golongan Sabiqun Bil Khairat, ialah golongan dari manusia yang senantiasa aktif dalam melakukan
kebaikan. Golongan ini memiliki ruhiyyah yangtinggi dengan senantiasa melaksanakan yang wajib dan
mengerjakan amalan amalan yang sunat. Hidupnya istiqomah dan menjauhi dari perkara perkara yang
syubhat dan ragu ragu dalam kehidupan sehari hari.

Allah swt mewariskan kitab kepada hamba hambanya yang terpilih untuk diamalkan dan dikerjakan apa
yang diperintahkan dan dilarang dalam kitab tersebut. Dalam kenyataanya manusia memiliki berbagai
ragam bentuk aktifitas untuk menerima dan mewarisi kitab yang telah Allah wariskan. Ada diantara
mereka menanggapi kitab Allah dengan sungguh sungguh dan mengerjakanya dengan amal amal
perbuatan baik karena mendapatkan ridho dan izin Allah, adapula yang menerima dengan seenaknya
tanpa mau mengerjakan apalagi mentaati isi dan ajaran kitab Allah tersebut sehingga apa yang
dilakukanya sesungguhnya seperti menganiaya diri sendiri. Karena manusia yang tidak mau beramal baik
sesuai dengan kitab Allah sesungguhnya amal perbuatan itu akan kembali pada dirinya sendiri. Dan yang
lebih banyak manusia itu ada di pertengahan yang terkadang taat namun dilain waktu manusia itu
melanggar.

Kitab Allah ( Al-Quran ) merupakan satu pedoman hidup manusia baik untuk kebahagiaan di dunia
maupun kebahagiaan hidup di akhirat. Agar manusia mampu meraih kedua hal tersebut maka manusia
dituntut untuk mampu memahami, membaca, dan mengamalkan apa yang terkandung dalam kitab
Allah tersebut. Orang Islam mempunyai kewajiban untuk mampu dan dapat membaca Al-quran dengan
baik dan benar, memahami arti dan maknanya, serta mengamalkan apa yang ada didalamnya.

Sayid Sabiq dalam kitabnya telah membagi akhlak manusia kedalam tiga tingkatan :

1. Nafsu Amarah, ialah nafsu manusia yang tingkatanya paling rendah dan sangat hina karena senantiasa
mengutamakan desakan dan bisikan hawa nafsu yang merupakan godaan syaitan.

2. Nafsu Lawwammah, ialah nafsu yang senantiasa menjaga amal manusia untuk berbuat salih dan
berhati hati serta instropeksi terhadap kesalahan kesalahan apabila terperosok kedalam kemungkaran.

3. Nafsu Muthmainah, ialah akhlak manusia yang paling tinggi derajatnya karena memiliki ruhani dan
jiwa yang tenang, suci, dalam keadaan selalu melakukan kebaikan kebaikan dan beramal shalih.

Dari dua ayat tersebut dan kandungan isinya, didapatkan kita harus berusaha untuk menjadi pribadi
yang selalu berusaha untuk berbuat kebaikan dan Senang berbuat baik terhadap diri sendiri dan orang
lain serta alam sekitarnya sebagai bukti dari keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah swt. Sebagai
hamba Allah kita harus memiliki sikap tersebut karena dapat membawa kita ke surga. Saling
berkompetisi tidaklah selalu di kaitkan dengan hal negatif karena selama hal yang dilakukan itu baik
dapat menjadikan kita sebagai pribadi yang khusyu, teguh dan pantang menyerah. Namun kadang yang
kita waspadai adalah sikap riya yang terkadang menghantui. Oleh karena itu sudah seharusnya di
dahulukan dengan ikhtiar dan keadaan mawas diri. Pada dasarnya itu juga sifat tamak manusia yang
berawal dari nafsu. Untuk mencapainya kita mulai dari kehidupan sehari-hari seperti:

· Belomba-lomba menjadi yang terbaik dalam menolong sesama dan tanpa pamrih.

· Saling membantu sesama di saat senang maupun susah.

· Menahan amarah dan menekankan pelampiasan pada kebaikan seperti membantu teman,
menolong sesama dan lainnya.

· Sebagai seorang muslim kita harus memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya, contohnya,
adalah menggunakan waktu luang untuk memperbanyak ibadah kepada Allah swt.

· Bertaubat apabila melakukan suatu kejahatan, dan berusaha untuk tidak mengulanginya lagi
BAB 3 :

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari penjabaran diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa kita sebagai manusia sudah seharusnya
berlomba dalam kebaikan dimanapun berada karena pahalnya amat besar. Hal itu bisa dimulai dari
kehidupan sehari-hari. Perbuatan baik di lakukan dengan tulus dan menjauhi perasaan riya.

Dimanapun kaki ini menginjak dan dimanapun nafas ini masih menghembus, jalankanlah perintah
berlomba-lombalah dalam kebaikan sesuai dengan maksud yang ada. Berikanlah yang terbaik untuk
sesama dan pahami bagaimana keadaannya terlebih dahulu agar kita terhindar dari rasa
kesalahpahaman antar sesama serta tidak ada yang dirugikan atas semua tindakan baik kita.

B. SARAN

Berbuat baiklah dimanapun berada dan jauhilah riya agar tidak sia-sia amalan nanti. Brlomba-lomba
dalam kebaikan selagi nafas dan nyawa masih melekat dalam ruh. Agar kita bisa menjadi hambanya
yang ikhlas.

Anda mungkin juga menyukai