Anda di halaman 1dari 16

BAB 6

PAI & Budi Pekerti Kelas XI


Guru Pengampu: Shopya Khoerun Nisa, S.Pd., M.Pd
Membangun Bangsa melalui Perilaku Taat,
Kompetisi dalam Kebaikan, dan Etos Kerja


Q.S. An-Nisa/4: 59 Q.S. Al-Māidah/5: 2 Q.S. At-Taubah/9: 105

Kompetisi dalam
Taat pada Aturan Kebaikan Etos Kerja

Menganalisis perilaku
Terbiasa Berperilaku ketaatan, kompetisi, dan
Taat
Aturan, Kompetisi,
etos kerja dengan doktrin
dan Etos Kerja agama
A. Pentingnya Taat kepada Aturan


 Taat memiliki arti tunduk /patuh (kepada Allah Swt., Nabi, Pemerintah, dsb.) tidak
berlaku curang, dan setia. Aturan adalah tindakan atau perbuatan yang harus
dijalankan. Taat pada aturan adalah sikap tunduk /patuh kepada tindakan atau
perbuatan yang telah dibuat baik oleh Allah Swt., nabi, pemimpin, atau yang lainnya.
 Di sekolah terdapat aturan, di rumah terdapat aturan, di lingkungan masyarakat
terdapat aturan, di mana saja kita berada, pasti ada aturannya. Aturan dibuat tentu saja
dengan maksud agar terjadi ketertiban dan ketentraman. Mustahil aturan dibuat tanpa
ada tujuan. Oleh karena itu, wajib hukumnya kita menaati aturan yang berlaku (selama
masih sesuai dengan norma-norma agama).
 Aturan yang paling tinggi adalah aturan yang dibuat oleh Allah Swt., yaitu terdapat
pada Al-Qur’ān. Sementara di bawahnya ada aturan yang dibuat oleh Nabi Muhammad
saw., yang disebut sunah atau hadis. Di bawahnya lagi ada aturan yang dibuat oleh
pemimpin, baik pemimpin pemerintah, negara, daerah, maupun pemimpin yang lain,
termasuk pemimpin keluarga.
 Oleh karena itu, Islam memerintahkan umatnya untuk taat kepada pemimpin karena
dengan ketaatan rakyat kepada pemimpin (selama tidak maksiat), akan terciptalah
keamanan, ketertiban dan kemakmuran. Jika kita melanggar peraturan, maka kita akan
mendapatkan sanksi seperti dosa, hukuman atau yang lain.
Menerapkan Perilaku Taat pada Aturan


 Taat pada Allah (di antara disiplin dan beragama yang baik): melaksanakan ibadah
secara tertib (shalat 5 waktu, melaksanakan shalat tepat pada waktunya, dsb.)
 Taat pada Rasul: mengamalkan sunah Rasul (berpuasa sunah, makan-minum sambil
duduk, dsb.)
 Taat pada Ulil Amri (pemegang kekuasaan): menjalankan kebijakan yang dibuat
pemerintah, mentaati aturan lalulintas, dsb.
 Taat pada Orangtua: melaksanakan perintah orangtua (selama tidak bertentangan
dengan ajaran agama) diantaranya selalu menjaga nama baik keluarga, setiap anggota
keluarga harus saling menghormati satu sama lain, dsb.
 Taat pada Sekolah: datang sekolah tepat waktu, memakai seragam lengkap, bersikap
sopan kepada guru, menjalin kerjasama dan hubungan baik dengan teman, menjaga
kebersihan lingkungan sekolah, disiplin dalam melakukan kegiatan belajar mengajar,
dsb.
 Taat pada Orang Lain: menerima saran/masukan yang baik, dsb.
 Taat pada Diri Sendiri; konsekuen terhadap keputusan yang diambil, menjaga pola
makan dengan baik/tertib, berolahraga, istirahat cukup, dsb.
Bacaan Q.S. An-Nisã/4 : 59 tentang Taat pada Aturan

“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul


(Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu.
Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika
kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Q.S. An-Nisā/4: 59)
Asbabun-Nuzul Q.S. An-Nisã/4 : 59 tentang Taat pada Aturan


 Menurut Ibnu Abbas adalah berkenaan dengan Abdullah bin Huzaifah bin Qays as-
Samhi ketika Rasulullah saw. mengangkatnya menjadi pemimpin dalam sariyyah
(perang yang tidak diikuti oleh Rasulullah saw.)
 As-Sady berpendapat bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Amr bin Yasir dan Khalid
bin Walid ketika keduanya diangkat oleh Rasulullah saw. sebagai pemimpin dalam
sariyyah. Q.S. An-Nisā/4: 59 memerintahkan kepada kita untuk menaati perintah Allah
Swt., perintah Rasulullah saw., dan ulil amri.
 Imam al-Bukhari meriwayatkan bertalian dengan turunnya Q.S. An-Nisa/4:59 ini, yakni
terkait dengan penolakan para prajurit untuk masuk ke dalam api atas perintah
Abdullah bin Hudzafah bin Qais, selaku komandan dalam suatu sariyyah (perang yang
tak diikuti Nabi). Mereka kemudian mengadu kepada Nabi Muhammad Saw. tentang
batasan taat kepada ulil amri, maka turun ayat ini, sebagai jawaban atas problema yang
mereka hadapi.
 Umat Islam wajib menaati perintah Allah Swt. dan rasul-Nya dan diperintahkan pula
untuk mengikuti atau menaati pemimpinnya. Tentu saja, apabila pemimpinnya
memerintahkan kepada hal-hal yang baik. Apabila pemimpin tersebut mengajak kepada
kemungkaran, wajib hukumnya untuk menolak.

Kita memang diperintah oleh Allah Swt. untuk taat kepada ulil amri (apa pun pendapat yang kita
pilih tentang makna ulil amri). Namun, perlu diperhatikan bahwa perintah taat kepada ulil amri
tidak digandengkan dengan kata “taat”; sebagaimana kata “taat” yang digandengkan dengan
Allah Swt. dan rasul-Nya. Quraish Shihab, Mufassir Indonesia, memberi ulasan yang menarik:
“Tidak disebutkannya kata “taat” pada ulil amri untuk memberi isyarat bahwa ketaatan kepada
mereka tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan atau bersyarat dengan ketaatan kepada Allah Swt.
dan rasul-Nya. Artinya, apabila perintah itu bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Allah dan rasul-
Nya, tidak dibenarkan untuk taat kepada mereka.
Hadist tentang Taat pada Aturan

“Dari Abi Abdurahman, dari Ali sesungguhnya Rasulullah bersabda...


Tidak boleh taat terhadap perintah bermaksiat kepada Allah,
sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam hal yang makruf.” (H.R.
Muslim)
B. Kompetisi dalam Kebaikan


 Kompetisi dalam kebaikan adalah melakukan persaingan atau berlomba untuk
melakukan kebaikan atau amal sholeh. Secara terminologis, amal sholeh adalah segala
perbuatan yang tidak merusak atau menghilangkan kerusakan. Amal sholeh juga adalah
perbuatan yang mendatangkan maslahat atau sesuatu yang mendatangkan kebaikan
bagi diri sendiri dan orang lain.
 Berkompetisi dalam kebaikan termasuk ibadah karena itu merupakan hal positif yang
berdampak kebaikan atau manfaat, setiap kompetisi dalam kebaikan pasti akan selalu
ada manfaat, dengan kerja keras untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam
memperoleh kebaikan sama saja berusaha keras yang terbaik.
 Namun sayang, banyak orang terjebak pada kompetisi semu yang hanya
memperturutkan syahwat hawa nafsu duniawi dan jauh dari suasana robbani. Kompetisi
harta-kekayaan, kompetisi usaha-pekerjaan, kompetisi jabatan-kedudukan dan kompetisi
lainnya, yang semuanya bak fatamorgana. Indah menggoda, tetapi sesungguhnya tiada.
Itulah kompetisi yang menipu. Bahkan, hal yang sangat memilukan ialah tak jarang
dalam kompetisi selalu diiringi “suuẓan” buruk sangka, bukan hanya kepada manusia,
tetapi juga kepada Allah Swt. Lebih merugi lagi jika rasa iri dan riya ikut bermain dalam
kompetisi tersebut.
Menerapkan Perilaku Kompetisi dalam Kebaikan


 Contoh Perilaku Berlomba-lomba dalam Kebaikan: Suka membantu tetangga yang
sedang kesusahan, semangat shalat berjamaah di masjid, menolak jika di ajak bolos oleh
teman, melaksanakan kewajiban di sekolah dengan sungguh-sungguh, memberikan
sedikit rezeki pada orang yang membutuhkan, memberikan baju-baju bekas (yang masih
layak pakai) kepada yang membutuhkan.
 Mengapa kita diperintahkan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan? Paling tidak
ada beberapa alasan, antara lain sebagai berikut. Pertama, bahwa melakukan kebaikan
tidak bisa ditunda-tunda, melainkan harus segera dikerjakan. Kedua, bahwa untuk
berbuat baik hendaknya saling memotivasi dan saling tolong-menolang, di sinilah
perlunya kolaborasi atau kerja sama. Ketiga, bahwa kesigapan melakukan kebaikan
harus didukung dengan kesungguhan.
 Hikmah dari kompetisi dalam kebaikan: Menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan
disiplin, akan mendapatkan hasil yg baik dan maksimal jika kita berlomba lomba dalam
kebaikan dan kerja keras, energi positif akan menghiasi hidupmu.
Bacaan Q.S. Al-Māidah/5: 2
tentang Kompetisi dalam Kebaikan

“…Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan


dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
permusuhan...”(Q.S.Al-Māidah/5:2).

 Langkah awal untuk menciptakan lingkungan yang baik adalah dengan memulai
dari diri sendiri, dari yang terkecil, dan dari sekarang. Mengapa? Sebab inilah
jalan terbaik dan praktis untuk memperbaiki sebuah bangsa. Kita harus memulai
dari diri sendiri dan keluarga. Sebuah bangsa, apa pun hebatnya secara teknologi,
tidak akan pernah bisa tegak dengan kokoh jika pribadi dan keluarga yang ada di
dalamnya sangat rapuh.
Hadist tentang Kompetisi dalam Kebaikan

Dari Abu Hurairah r.a., bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda:


“Segeralah beramal sebelum datangnya fitnah-fitnah seperti malam yang
gelap gulita. Di pagi hari, seorang laki-laki dalam keadaan mukmin, lalu
kafir di sore harinya. Di sore hari, seorang laki-laki dalam keadaan
mukmin, lalu kafir di pagi harinya. Dia menjual agamanya dengan
kenikmatan dunia.” (H.R. Muslim)
C. Etos Kerja


 Beda etos kerja dengan etos kerja Islami:
 -Etos kerja adalah semangat dan sikap kerja yang total.
 -Etos Kerja Islami merupakan semangat dan sikap kerja yang total dan dilandasi
dengan niatan Lillahita’ala sehingga pekerjaanya tersebut selain mendatangkan materi
juga menjadi amal.
 Etos kerja menurut Mochtar Buchori (dalam Asifudin, 2004) dapat diartikan sebagai
sifat dan pandangan terhadap kerja, kebiasaan kerja, ciri-ciri atau sifat-sifat mengenai
cara kerja yang dimiliki seseorang, suatu kelompok manusia atau suatu bangsa.
 Sudah menjadi kewajiban manusia sebagai makhluk yang memiliki banyak kebutuhan
dan kepentingan dalam kehidupannya untuk berusaha memenuhinya. Seorang muslim
haruslah menyeimbangkan antara kepentingan dunia dan akhirat. Tidaklah semata
hanya berorientasi pada kehidupan akhirat saja, melainkan harus memikirkan
kepentingan kehidupannya di dunia. Untuk menyeimbangkan antara kehidupan dunia
dan akhirat, wajiblah seorang muslim untuk bekerja.
 Bekerja adalah kodrat hidup, baik kehidupan spiritual, intelektual, fisik biologis,
maupun kehidupan individual dan sosial dalam berbagai bidang.
Prinsip Etos Kerja menurut Islam,
dapat diuraikan sebagai berikut:


 Bekerja, Beraktivitas, dan Beramal karena Allah: yaitu seluruh kegiatan hidupnya
dilakukan sebagai perwujudan rasa syukur kepada nikmat Allah Swt.
 Berorientasi Akhirat: yaitu menetapkan sasaran pencapaian hasil kerjanya kepada
kesuksesan dunia dan akhirat.
 Berkarakter Kuat: yaitu memiliki reliability, dapat diandalkan, dan juga memiliki
kekuatan fisik, mental dan spiritual.
 Berkarakter Amanah: yaitu memiliki integritas, jujur, dan dapat memegang amanah.
 Bekerja Keras: yaitu Bekerja sekuat tenaga untuk mencapai hasil yang memuaskan, sikap
pantang menyerah; terus mencoba sampai berhasil.
 Bekerja Cerdas: yaitu memiliki pengetahuan dan keterampilan; terencana; memanfaatkan
segala sumber daya.
 Jika etos kerja dimaknai semangat kerja, maka etos kerja seorang muslim bersumber dari
visinya: meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Jika etos kerja dipahami sebagai etika
kerja; sekumpulan karakter, sikap, mentalitas kerja, maka dalam bekerja, seorang muslim
senantiasa menunjukkan kesungguhan.
Menerapkan Perilaku Etos Kerja


 Sikap yang Mencerminkan Perilaku Bekerja Keras:
• Ikut melaksanakan kerja bakti. (Lingkungan Masyarakat)
• Bersama-sama membangun jembatan yang rusak. (Lingkungan Masyarakat)
• Belajar dengan sungguh-sungguh / tekun di kelas. (Lingkungan Sekolah)
• Mengerjakan tugas dari guru selalu tepat waktu. (Lingkungan Sekolah)
• Membantu orangtua berjualan. (Lingkungan Keluarga)
• Membantu orangtua membereskan rumah, mencuci, dll. (Lingkungan Keluarga)

 Hikmah /Manfaat Bekerja Keras:


• Mengembangkan kemampuan diri, baik bakat, minat ataupun hal lain.
• Membentuk diri yang bertanggung jawab dan disiplin.
•Menjaga kehormatan diri, karena dengan bekerja keras, hidup akan menjadi mandiri
dan bermartabat.
Bacaan Q.S. At-Taubah/9: 105
tentang Etos Kerja Unggul

“Dan katakanlah, “Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu,


begitu juga rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan
dikembalikan kepada (Allah) yang maha mengetahui yang gaib dan yang
nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”
(Q.S. At-Taubah/9: 105)
 Q.S. at-Taubah/9: 105 menjelaskan, bahwa Allah Swt. memerintahkan
kepada kita untuk semangat dalam melakukan amal saleh
sebanyakbanyaknya. Allah Swt. akan melihat dan menilai amal-amal
tersebut. Pada akhirnya, seluruh manusia akan dikembalikan kepada Allah
Swt.

Anda mungkin juga menyukai