Anda di halaman 1dari 17

AKHLAK

BERNEGARA
KELOMPOK 8
Ahmad Ali Azani (2021D1B031)
Asrul Muslimin (2021D1B010)
Dandy Ferdiansyah (2021D1B013)
Arta Aditia Wardana (2021D1B034)
MUSYAWARAH
•  Musyawarah berasal dari bahasa Arab yaitu Syawara yang artinya
berunding, berdiskusi. Musyawarah bertujuan untuk mencapai mufakat
atau kesepakatan. Pada dasarnya asas musyawarah adalah bagian dari
demokrasi.
CIRI-CIRI MUSYAWARAH
Musyawarah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
• Dilakukan berdasarkan atas kepentingan bersama
• Hasil musyawarah dan keputusan dapat diterima berdasarkan akal sehat
dan hati nurani
• Pendapat yang dikemukakan selama musyawarah mudah dipahami dan
tidak akan membebani anggota musyawarah
• Mengutamakan faktor moral dan bersumber dari hati nurani yang luhur.
TUJUAN MUSYAWARAH
• Mencapai kesepakatan bersama agar keputusan akhir yang diambil dalam
musyawarah dapat diterima dan dilaksanakan oleh semua anggota dengan
penuh rasa tanggung jawab.
• Menyelesaikan kesulitan dan memberikan kesempatan untuk melihat
masalah dari berbagai sudut pandang sehingga keputusan yang dihasilkan
sesuai dengan persepsi dan standar musyawarah anggota. Keputusan yang
diambil dengan musyawarah akan lebih berbobot karena mengandung
pemikiran, pendapat dan pengetahuan anggota.
MANFAAT
• Melatih untuk mengemukakan pendapat (ide)
• Dalam proses musyawarah, setiap orang memiliki ide atau gagasan yang berbeda-beda, yang dapat diekspresikan
dalam menyelesaikan suatu masalah yang sedang dibahas. Dengan musyawarah, seseorang dapat dilatih untuk
mengutarakan pendapatnya yang nantinya akan menjadi bahan pertimbangan dalam mencari solusi atas masalah
yang sedang dibahas.
• Masalah dapat segera terpecahkan
• Dengan musyawarah, akan ada beberapa alternatif cara untuk menyelesaikan suatu masalah, yang dalam hal ini
merupakan kepentingan bersama. Pendapat yang berbeda dari orang lain bisa lebih baik dari kita, jadi dalam
membuat pertemuan penting untuk mendengarkan pendapat orang lain.
• Keputusan yang dihasilkan mempunyai nilai keadilan
• Musyawarah merupakan proses audiensi di mana keputusan diambil berdasarkan kesepakatan bersama di antara
anggota. Kesepakatan yang dihasilkan tentunya tidak mengandung unsur paksaan di dalamnya. Sehingga semua
anggota dapat menjalankan keputusan secara bertanggung jawab dan tanpa paksaan.
HIKAMAH DALAM MUSYAWARAH
• Memperkuat persahabatan dan memperkuat persaudaraan.
• Belajar dari satu sama lain.
• Bisa saling bertukar pikiran.
• Sadar akan kelemahan dan kekuatan orang lain.
• Pekerjaan menjadi keputusan kolektif dan ringan untuk dilakukan.
• Menghidupkan semangat warga untuk saling bersaing berbuat baik.
MENEGAKKAN KEADILAN
• Keadilan adalah kata kunci yang menentukan selamat tidaknya manusia di
muka bumi. Tanpa keadilan manusia pasti hancur. Karena itu tugas utama
pokok manusia adalah menegakkan keadilan. Adil terhadap diri, keluarga
dan masyarakatnya.
• “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak
keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan
janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu
untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih
dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah
Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Maidah: 8).
Amar Ma’ruf Nahi Munkar
• Dalam ilmu bahasa, amar ma’ruf nahi munkar ini memiliki arti
yakni menyuruh kepada yang baik, mencegah kejahatan. Amar
artinya: menyuruh, ma’ruf artinya: kebaikan, nahi artinya
mencegah, dan munkar artinya kejahatan.
Jika dipandang dari sudut syari’ah perkataan amar ma’ruf nahi
munkar tersebut sudah menjadi istilah yang menjadi ajaran
pokok dari agama islam, malahan sudah menjadi tujuan yang
utama.
• Kesimpulannya adalah, ma’ruf merupakan sesuatu yang sesuai dengan
watak manusia umumnya dan juga kebutuhan-kebutuhannya, sedangkan
munkarat sendiri yakni kebalikannya.

• Syariat telah memberikan kita satu pandangan yang jelas mengenai


ma’rufat serta munkarat tersebut dan juga telah menyatakannya sebagai
norma-norma yang apapun itu harus di sesuaikan dengannya, baik sesuatu
itu dari perilaku seseorang maupun masyarakat.
Ma’ruf : Syariat Telah Membagi Ma’ruf Menjadi 3 Kategori

Fardhu atau Wajib


• yaitu sesuatu yang apa bila dikerjakan akan mendapat pahala
dan apabila di tinggalakan kita akan mendapat dosa. Kategori
tersebut merupakan kategori yang menjadi kewajiban bagi
setiap masyarakat islam dan juga mengenai hal tersebut syariat
sudah memberikan petunjuknya yang jelas serta mengikat.
Sunat atau Matlub
Yaitu mendapat pahala apa bila kita kerjakan dan tidak berdosa
apabila kita tinggalakan. Kategori ini adalah kategori dari serangkaian
kebaikan-kebaikan yang di anjurkan oleh syariat agar di laksanakan.
Karena memang dianjurkan oleh syariat maka, sebaiknya kita
mengamalkan sesuatu yang sunat ini.
Mubah
yaitu suatu perkara yang apabila dikerjakan tidak mendapatkan pahala
dan apabila ditinggalakan tidak mendapat dosa. Kategori ini
mempunyai makna yang luas, sedangkan patokan dan juga ukurannya
yakni segala sesuatu yang tidak dilarang berarti masuk ke dalam
kategori ini.
KRITERIA PEMIMPIN DALAM
ISLAM
• Kepemimpinan dalam Islam merupakan perkara penting dalam kehidupan
beragama setiap muslim. Ia merupakan unsur yang sangat vital dalam
tegaknya agama Islam, sebab syari’at Islam hanya bisa ditegakkan secara
sempurna manakala kepemimpinan dalam sebuah negara atau wilayah
dikuasai oleh orang yang memiliki perhatian terhadap syariat itu sendiri.
Sebaliknya, tatkala kepemimpinan dipegang oleh mereka yang anti
terhadap syariat Islam dan tidak suka terhadap aturan-aturan Allah, maka
sulit sekali Islam akan tegak di dalamnya.
• Imam Al-Mawardi dalam kitabnya Al-Ahkam As-Sulthaniyyah mengatakan,
“Tidak ada agama yang kehilangan kekuasaan/kepemimpinan, kecuali
aturan-aturannya juga akan tergantikan dengan aturan yang lain dan simbol-
simbol dari agama tersebut juga akan dilenyapkan dari wilayah tersebut.”
• Oleh sebab itu, memilih pemimpin merupakan perkara yang sangat penting.
Ia tidak hanya sekedar untuk menentukan siapa yang berkuasa, akan tetapi
lebih dari itu, ia akan menentukan tegak atau tidaknya aturan Islam. Maka
dari itu, sebagai mukmin kita harus selektif dalam menentukan pemimpin
agar tidak salah dalam memilih. Kita harus mengetahui siapakah pemimpin
yang layak untuk dipilih dan bagaimana kriteria pemimpin yang diinginkan
oleh Allah dan Rasul-Nya?
• Kriteria pemimpin yang yang pertama ialah dia adalah seorang mukmin.
Sebab bagaimana mungkin seorang pemimpin akan membela agama Islam
kalau ia adalah orang yang kafir yang tidak percaya kepada aturan Allah?
Bagaimana mungkin ia akan memperhatikan ajaran-ajaran Rasulullah, jika ia
adalah orang yang tidak percaya akan kenabian Muhammad SAW?
• Oleh sebab itu, Allah secara tegas memerintahkan bahwa pemimpin yang
patut untuk ditaati adalah pemimpin dari kalangan kaum mukminin,
sebagaimana yang termaktub dalam Surat An-Nisa’ : “Wahai orang-orang
yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri
(pemegang kekuasaan) di antara kamu.” (QS. An-Nisa’: 59). Ayat ini tertuju
kepada orang-orang yang beriman. Dan kita perhatikan, kata-kata “minkum
(diantara kamu)” menunjukkan bahwa pemimpin yang wajib untuk ditaati
ialah pemimpin yang berasal dari kalangan orang-orang mukmin.
• Kritieria pemimpin menurut Islam yang kedua ialah adil. Selain ia adalah
seorang mukmin, ia juga adalah seorang yang adil. Adil dalam bersikap dan
menerapkan hukum dan peraturan kepada siapa saja. Tidak membeda-bedakan
apakah ia berasal dari kelompok atau kalangan manapun. Tidak
mengistimewakan kalangan tertentu dan mengucilkan yang lainnya.  Inilah yang
dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para khulafaur rasyidin. Bahkan
Rasulullah SAW pernah menegur keras Usamah bin Zaid yang ingin membela
salah satu kaum karena telah melakukan pencurian. Ia ingin meminta keringanan
hukuman kepada Rasulullah SAW. Namun, Rasulullah mengecam keras sikap
tersebut dengan berkata, “Sesungguhnya kehancuran umat-umat terdahulu
disebabkan karena mereka menegakkan hukuman bagi kalangan yang lemah
saja, namun ia tidak menerapkannya kepada orang-orang dari kalangan atas.
Demi Allah, seandainya Fatimah mencuri, pasti aku akan potong tangannya.”
• Kriteria yang ketiga ialah ia adalah seseorang yang memegang amanah
terhadap janji-janjinya. Amanah untuk menjaga dan mengatur kekuasaan,
hak dan kewajibannya sebagai seorang pemimpin. Sebab, kekuasaan yang telah
diserahkan kepadanya merupakan tanggung jawab yang harus ia jalankan secara
benar. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian
untuk menyerahkan amanah kepada yang berhak.” (QS. an-Nisa’: 58). Dalam
ayat yang lain Ia juga berfirman, “Sesungguhnya sebaik-baik orang yang kau
pilih ialah orang yang kuat dan amanah.” (QS. al-Qashash: 26).
• Yang keempat ialah kuat, baik secara fisik, mental, dan pikiran. Hal ini
penting agar kekuasaan tersebut berjalan dengan lancar. Ia tidak mudah jatuh
sakit dan lemah, sebab hal ini akan menjadikannya tidak fokus dalam
menjalankan kekuasaan. Ia juga tegas dalam bersikap, agar tidak dipermainkan
oleh rakyatnya. 

Anda mungkin juga menyukai