DAN DEMOKRASI”
1. Pertanyaan dari Khaerani (082)
Pada paparan materi disebutkan bahwa salah satu prinsip dalam politik islam adalah
Hak menghisab pihak pemerintah, bisa di berikan contoh penerapannya baik pada
zaman kerajaan islam dan pada masa sekarang?
Jawaban :
Regita Pramestia N.M.N (094)
Hak rakyat untuk menghisab pihak pemerintah dan hak mendapat penjelasan terhadap
tindak tanduknya. Prinsip ini berdasarkan kepada kewajipan pihak pemerintah untuk
melakukan musyawarah dalam hal-hal yang berkaitan dengan urusan dan pentadbiran
negara dan ummah. Hak rakyat untuk disyurakan adalah bererti kewajiban setiap
anggota dalam masyarakat untuk menegakkan kebenaran dan menghapuskan
kemungkaran. Dalam pengertian yang luas, ini juga bererti bahawa rakyat berhak untuk
mengawasi dan menghisab tindak tanduk dan keputusan-keputusan pihak pemerintah.
Kurniawati Rachmat (072)
Prinsip dari hak menghisab pihak pemerintah berdasarkan kepada firman Allah:
Artinya: “Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan
kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak
menyukai kebinasaan.” (QS. Al-Baqarah: 205).
Artinya: “Hai Daud, sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka
bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.
Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat,
karena mereka melupakan hari perhitungan”. (QS. Shaad : 26).
Maksudnya: Ungkapan Ini adalah ibarat dari orang-orang yang berusaha
menggoncangkan iman orang-orang mukmin dan selalu mengadakan pengacauan,
karena sesungguhnya kerusakan itu datang dan di undang oleh manusia itu sendiri, lalu
kemudian Allah memenuhi undangan hambanya tersebut, sehingga Allah pun mengirim
angin topan, gunung meletus, pesawat jatuh, dll. Kemudian ketika kita manusia
memberikan keputusan berdasarkan hawa nafsu kita, maka kita telah melakukan
kesalahan besar, kita melakukan kesalahan besar berarti kita telah melupakan
perhitungan dari Allah. Jadi apa saja yang terjadi dimuka bumi ini, bukan kirimin Allah
semata, tetapi kejadian-kejadian tersebut, atas dasar undangan kita kepada Allah,
dengan kita melakukan kerusakan, di darat, dilaut dan diudara.
Muhammad Fauzan Lukman (D041191044)
Hak rakyat untuk menghisab pihak pemeriritah dan hak mendapat penjelasan terhadap
tindak tanduknya
Terkait dgn ayat di atas dan sistem pemilihan presiden dan sejenisnya umumnya di
lakukan dengan cara voting atau pemungutan suara, sedangkan yang memberikan suara
umunya tidak mengetahui kriteria pemimpinya, apakah ia berhak menerima amanah
atau tidak. maka (sesuai ayat diatas)
bagaimana pendapat anda tentang sistem pemilihan pemimpin (pemimpin negara dan
sejenisnya) di indonesia apakah sudah sesuai dgn hukum islam atau tidak ?
Jawaban :
Pati Rezkyanti Parakkasi (120)
Dalam konteks Pemilu di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun telah
mengeluarkan fatwa atas wajibnya memilih pemimpin dalam Pemilu.29 Hal ini tertuang
dalam keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia di Padang Panjang pada 26
Januari 2009 / 29 Muharram 1430 H, yang menyatakan sebagai berikut30:
1. Pemilihan umum dalam pandangan Islam adalah upaya untuk memilih pemimpin atau
wakil yang memenuhi syarat-syarat ideal bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai
dengan aspirasi umat dan kepentingan bangsa;
2. Memilih pemimpin dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan Imamah dan
Imarah dalam kehidupan bersama;
3. Imamah dan Imarah dalam Islam menghajatkan syarat-syarat sesuai dengan
ketentuan agama agar terwujud kemaslahatan dalam masyarakat;
4. Memilih pemimpin yang beriman dan bertaqwa, jujur (shiddiq), terpercaya (amanah),
aktif dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan (fathonah), dan memperjuangkan
kepentingan umat Islam, hukumnya adalah wajib;
5. Memilih pemimpin yang tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana disebutkan
dalam butir 4 (empat) atau tidak memilih sama sekali padahal ada calon yang memenuhi
syarat, hukumnya adalah haram.
Seorang pemimpin harus amanah dan bertanggung jawab penuh terhadap masyarakat
yang dipimpinnya. Pemimpin yang amanah adalah pemimpin yang tidak hanya
bertanggung jawab tetapi juga jujur. Pemimpin yang amanah adalah pemimpin yang
bisa diandalkan dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan
kepadanya. Pemimpin yang membawa perubahan, pencerahan dan kebaikan. Itu
sebabnya seorang pemimpin harus betul-betul waspada dan amanah terhadap tugas
kepemimpinannya. Rasulullah SAW mengingatkan para pemimpin, “Siapa saja yang
dianugerahkan Allah sebagai pemimpin, tetapi dia tidak berbuat sesuatu untuk kebaikan
umatnya (malah sebaliknya menipu dan menzalimi umatnya ), Allah akan
mengharamkan surga untuknya.”(HR. Bukhori). Dalam Hadistlain, Rasulullah SAW
bersabda, “Orang yang paling sakit siksaan di hari kiamat adalah pemimpin yang dhalim
(curang).”(HR. Thabrani).
Oleh karena itu, Umat Islam Indonesia lebih mudah menerima Demokrasi, karena
demokrasi tidak berkaitan dan tidak bertentangan dengan aturan-aturan Fiqih dan
tasawuf. Fenomena tersebut berbeda dengan kondisi Negara-negara Islam terutama di
Timur Tengah. Negara-negara tersebut agak sulit menerima Demokrasi, mungkin
disebabkan beberapa faktor antara lain: pertama, Demokrasi adalah faham Barat,
dimana negara-negara Barat dianggap sebagai biang keladi kehancuran Khilafah
Islamiyah di Turki sekitar tahun 1923, sehingga sampai sekarang masih banyak gerakan
politik Islam yang ingin mengembalikan Khilafah Islamiyah seperti Ikhwanul Muslimin
dan Hizbut Tahrir. Kedua, ada gesekan peradaban dimana negara-negara Islam semasa
berdiri Khilafah Islamiyah pernah berjaya, sehingga ilmuwan politik Amerika yakni
Samuel Huntington mengeluarkan tesis perlu adanya dialog peradaban dan yang
dimaksud adalah peradaban Timur dan Barat (Islam vs Barat).[1] Ketiga, belum
selesainya masalah Palestina dan Israel. Gerakan Palestina melahirkan solidaritas
negara-negara Islam Timur Tengah, sedangkan Israel melahirkan solidaritas negara-
negara Barat.
Mayang Azkiah (004)
Agama punya beberapa sisi, yaitu nilai moral, perangkat aturan, serta semangat
emosional. Nilai moral universal tentu sangat diharapkan kehadirannya dalam politik.
Politik tanpa moral, tentu akan sangat berbahaya. Persoalannya, yang memicu hiruk
pikuk bukanlah soal moral, tapi lebih cenderung soal semangat emosionalnya. Orang-
orang dikelompokkan dalam sekat-sekat agama dalam berpolitik, dan memandang
kelompok politik lain sebagai kelompok lawan terhadap agama yang mereka anut. Tidak
hanya itu. Lawan dalam hal ini bukan sekadar saingan untuk memenangkan suatu posisi
politik. Lawan juga digambarkan sebagai musuh yang hendak menguasai, menjajah,
menyingkirkan, bahkan menghancurkan kelompok kita. Ini pandangan yang sangat
berbahaya. Dengan semangat ini, orang tak segan melakukan apapun untuk
mengalahkan lawan, termasuk melakukan hal-hal yang melawan hukum. Kalau sudah
begitu, alih-alih menjadi sandaran moral, agama justru mendorong orang untuk
mengabaikan moral dalam berpolitik. Kita hidup dinegara yang sangat heterogen. Oleh
karena itu, Seorang pemimpin melaksanakan tugas untuk kepentingan rakyat banyak,
tidak untuk kelompok-kelompok tertentu, tak peduli bahwa kelompok itu mayoritas.
Politik kita bukanlah pertarungan antar umat beragama. Ini hanyalah persaingan orang-
orang dengan berbagai preferensi politik belaka. Tujuannya pun bukan untuk saling
mendominasi, melainkan untuk bersinergi. Bila satu kelompok menang, mereka harus
menjalankan politik untuk kepentingan bersama, bukan sekedar untuk golongan mereka
saja. Lebih penting lagi, politik mereka tidak untuk merugikan atau menghancurkan
kelompok lain. Politik itu untuk membangun negara, menjadikannya lebih baik. Semua
pihak harus menikmati hasilnya. Itulah yang dipesankan oleh Presiden.
Afdal (100)
maksud demokrasi islam adlaah penerapan prinsip islam dalam kerangka demokrasi,
yaitu dalam penentuan hukum dan kebijakan publik. Dalam demokrasi islam ada tiga
syarat yang harus dipenuhi yaitu : pemimpin dipilih oleh rakyat, penggunaan hukum
ALLAH sebagai dasar kebijakan dan membentuk dewan syura, atau kelomopok yang
mewakili rakyat.
Contoh demokrasi Islam ada dalam kisah nabi ketika beliau bermusyawarah kepada para
sahabat mengenai tawanan perang. Maka saat itu Abu bakar mengusulkan untuk
meminta tebusan dan Umar mengusulkan untuk memenggal para tawana perang. Maka
Rasulullah mengambil keputusan dari usul para sahabat. bukan apa yang ia anggap baik
namun apa yang sesuai dengan syariat dan asas islam.
Jadi perbedaan demokrasi islam dan demokrasi modern pada dasarnya dalah
penggunaan hukum dalam demokrasi islam adalah mutlak hukum ALLAH dan
Musyawarah dilakukan untuk mengambil pendapat terbaik bukan pendapat terbanyak,
dan Pentingnya demokrasi dalam islam adalah untuk menentukan perkara sesuai
dengan syariat yang paling menguntungkan bagi Rakyat itu sendiri.
Muh. Rizal (106)
Pentingnya demokrasi dalam islam adalah untuk dijadikan sebagai media dalam
menyelesaikan suatu masalah atau perkara sesuai dengan syariat-syariat islam.
Kemudian untuk permasalahan apakah demokrasi di Indonesia sudah sesuai dengan
demokrasi islam, menurut saya bisa dikatakan bahwa sebagian memang sudah sesuai.
Namun masih banyak terdapat perbedaan di antara keduanya. Misalnya, di dalam
sistem demokrasi Indonesia, tujuan demokrasi hanya bersifat lahiriah dan materiil.
Demokrasi diarahkan sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat dan pemenuhan atas
segala kebutuhan masyarakat. Rakyat merupakan pemegang kendali penuh. Suatu
undang-undang disusun dan diubah berdasarkan opini atau pandangan masyarakat.
Setiap peraturan yang ditolak oleh masyarakat, maka dapat dibuang, demikian pula
dengan peraturan baru yang sesuai keinginan dan tujuan masyarakat itu sendiri dapat
disusun dan diterapkan. Berbeda halnya dengan demokrasi dalam sistem Islam, seluruh
kendali maupun hasil keputusan berpatokan pada hukum Allah SWT. Masyarakat
tidaklah diberi kebebasan menetapkan suatu peraturan apapun kecuali peraturan
tersebut sesuai dengan hukum Islam. Selain itu, demokrasi islam sangat transenden
yang mendasari semua aktivitasnya pada akhirat, dengan dasar bahwa akhirat
merupakan tujuan akhir.
Akan tetapi terkadang kemaslahatan Syari’at itu mengarah dan menuntun untuk
memberikan hak suara karena akan mengurangi kejahatan dan meminimalisir
keburukan, sebagaimana jika salah satu dari mereka para calon yang non Muslim itu ada
yang lebih minim permusuhannya terhadap ummat Islam dari pada yang lainnya,
sehingga pemberian hak suara kaum Muslimin berdampak dalam pemilihan. Maka
dalam kondisi semacam ini dibolehkan memberikan hak suara dan tidak jadi masalah.
Dan dalam segala kondisi, maka hal semacam ini merupakan permasalahan ijtihadiyyah
yang berlandaskan kaidah maslahah dan mafsadah (kebaikan dan keburukan) yang
patut dibicarakan dengan para pakar yang mengerti tentang seluk beluk dan landasan-
landasan perkara ini.
Annisa Salsabila (056)
Allah Swt dalam banyak ayat Alquran dan dalam berbagai versi melarang umat Islam,
khususnya orang-orang beriman memilih orang-orang kafir menjadi pemimpin bagi
muslim dan mukminin, sebagaimana satu firman-Nya, “Janganlah orang-orang mukmin
mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin.
Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali
karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah
memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allahlah kamu
kembali.” (QS. Ali Imran: 28).
Ada peluang bagi seorang beriman memilih nonmuslim menjadi pemimpin adalah ketika
berada dalam keadaan darurat, sehingga ia harus bersiasat untuk kemuslihatan Islam
dan dirinya, seperti orang-orang muslim yang berada di Negara kafir yang tidak ada
peluang sedikit pun bagi muslim untuk menentukan pilihannya
Arjun (052)
dalil yang melarang memilih orang kafir sebagai pemimpin.
Firman Allah,
َولَ ْن يَجْ َع َل هَّللا ُ لِ ْل َكافِ ِرينَ َعلَى ْال ُم ْؤ ِمنِينَ َسبِياًل
“Allah tidak akan memberikan jalan kepada orang kafir untuk menguasai kaum
mukminin.” (QS. an-Nisa: 141).
Sesungguhnya pemimpin dilengserkan karena kekufuran yang meraka lakukan, dengan
sepakat ulama. wajib kaum muslimin untuk melengserkannya. Siapa yang mampu
melakukan itu, maka dia mendapat pahala. Dan siapa yang basa-basi dengan mereka,
maka dia mendapat dosa. Dan siapa yang tidak mampu, wajib baginya untuk hijrah dari
daerah itu. (Fathul Bari, 13/123)
Hanya saja, perlu diperhatikan, untuk masalah melengserkan pemimpin non muslim,
para ulama memberi catatan, bahwa upaya itu tidak boleh dilakukan jika memberikan
madharat yang besar bagi masyarakat. Jika upaya menggulingkan pemerintah bisa
menimbulkan madharat yang besar, menimbulkan kekacauan bahkan banyak korban, ini
jelas tidak diperkenankan. Namun, setidaknya kalimat ini, menjadi peringatan, kita tidak
boleh memilih pemimpin yang non muslim.
3. Afdal (100)
Tanggapan untuk jawaban dari Pati Rezkyanti Parakkasi untuk pertanyaan Nurkholik
Katu
Ulama intelektual, dan aktivis secara terang menyatakan keharaman atas
penggunaan istilah dan konsep demokrasi. Demokrasi dengan penitikberatan utama
pada kedaulatan rakyat, termasuk di dalamnya perihal pemilihan pemimpin melalui
prosedur suara terbanyak, dipandang meniadakan kedaulatan Allah atas manusia.
Istilah demokrasi pun tidak berasal dari kosakata Islam sehingga tidak layak untuk
digunakan. Pendapat ini dikemukakan oleh Hafizh Shalih16 dan Adnan Ali Ridha17.
Dalam cakupan yang lebih luas, kelompok Hizbut Tahrir dan sebagian Salafi secara
lantang menyuarakan penolakan terhadap demokrasi. Bagaiamana Kita dalam
menyikapi hal tersebut.?
Jawaban :
Siti Ainun Sri Rezky (088)
Dari segi kekuasaan atau pemerintahan, islam memang memberikan kekuasaan itu
menjadi milik umat. Inilah yang disebut prinsip as-sulthan lil al-ummah. Memang ini
sekilas mirip dengan prinsip demokrasi yaitu pemerintahan dari rakyat. Namun tetap
ada bedanya karena dlm islam rakyat memilih penguasa untuk menjalankan syariah.
Sebaliknya, dalam demokrasi rakyat memilih penguasa untuk menjalankan hukum
buatan rakyat, bukan hukum syariah. Namun jika ditinjau lebih dalam yaitu prinsip
demokrasi kedaulatan rakyat yg justru bertolak belakang dengan islam. Kalau
kedaulatan dikatakan ada di tangan rakyat, artinya kewenangan tertinggi untuk
menetapkan hukum ada di tangan manusia. Ini jelas sekali bertentangan dengan islam,
karena dalam islam yg berhak menetapkan hukum bukan manusia, melainkan hanya
Allah saja. Jadi dalam islam, kedaulatan bukan di tangan rakyat tetapi di tangan syariah
karena syariah itu adalah wujud konkret dari hak Allah membuat hukum. Dalam
demokrasi, kriterianya adalah suara mayoritas utk semua persoalan. Dalam islam,
kriterianya tidak selalu suara mayoritas. Untuk persoalan teknis yg hukumnya mubah
kriterianya memang suara mayoritas, namun utk persoalan normatif yang menyangkut
hukum kriterianya bukan mayoritas melainkan dalil syar’i yang paling kuat. Untuk
persoalan strategis yg memerlukan keahlian juga kriterianya bukan mayoritas melainkan
pendapat yg paling benar yg datang dari para ahlinya.
4. Khaerani (082)
Sesuai dengan jawaban atas pertanyaan saya sebelumnya yang saya tanyakan
adalah contoh penerapan prinisip " hak menghisab pihak pemerintah" apakah di
pada masa kerjaan islam baik di jazirah arab maupun di indonesia pernah ada rakyat
yang menggunakan haknya untuk menhisab pemerintah sebelumnya?
Jawaban :
Regita Pramestia N.M.N (094)
Pada zaman pra-Islam (Jahiliyyah) muncul kelas sosial yang timpang, yaitu kelas elit-
penguasa dan kelas bawah yang tertindas. Kelas bawah ini seringkali menjadi ajang
penindasan dari kelompok elit. Pada masa jahiliyah kekuasaan dan konsep kebenaran
milik penguasa. Konsentrasi kekuasaan dan kebenaran di tangan penguasa tersebut
mengakibatkan terjadinya manipulasi nilai untuk memperkuat dan memperkokoh posisi
mereka sekaligus menindas yang lemah. Proses seperti ini berlangsung cukup lama
tanpa ada perubahan yang berarti. Dalam kondisi seperti itu, terdapat dua stratifikasi
sosial yang berbeda, yaitu maysarakat kelas atas (elit) yang hegemonik, baik sosial
maupun ekonomi bahkan kekerasan fisik sekalipun, dan kelas bawah (subordinate) yang
tak berdaya. Demikianlah setting sosial-politik yang terjadi pada masyarakat Arab
(Makkah-Madinah) pra-Islam. Dan seperti kata Guillaume13, komunitas Yahudilah yang
telah mendominasi kekuasaan politik dan ekonomi saat itu, hingga kemudian nabi
Muhammad datang merombak struktur masyarakat yang korup tersebut. Jadi menurut
saya pada zaman kerajaan islam belum diterapkan karena hal yang sa jelaskan di atas
Dari apa yg pemateri jawab saya mengambil kesimpulan siapa saja berhak dan layak
menjadi pemimpin jika memiliki kriteria yg disebutkan, akan tetapi tdk ada yg
menyinggung soal kafir atau tidaknya orang tersebut.
Pada surah (QS: Ali Imron [3]: 28), (QS: An Nisa’ [4]: 144), (QS: Al-Ma’aidah [5]: 57),
dan masih ada lagi rata" menyebutkan larangan memilih pemimpin orang kafir. Bila
ada yg keliru mohon dikoreksi
Jawaban :
Siti Ainun Sri Rezky (088)
kami menyebutkan "Memilih pemimpin yang beriman dan bertaqwa, jujur (shiddiq),
terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan (fathonah),
dan memperjuangkan kepentingan umat Islam, hukumnya adalah wajib;"
Tidak diperbolehkan memilih non mulim dalam pemilihan presiden ketika ada calon
muslim. Karena memberikan kekuasaan kepada orang kafir atas orang Islam itu
diharamkan sesuai konsensus (ijma’) berdasarkan firman Ta’ala:
141/النساء
“Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk
memusnahkan orang-orang yang beriman.” QS. AN-Nisa’: 141.
7. Afdal (100)
Mengapa di Jakarta memilih Ahok (Non Muslim) sebagai pemimpin, Bukan Kah di
Jakarta Mayoritas Penduduknya beragama Muslim.??
Jawaban :
Andi Nur Aulia Azhar Mangkona (086)
Mungkin banyak dari kaum muslim sendiri belum memahami betul bagaimana islam
dalam memilih pemimpin.. Sebagian orang juga berpandangan bahwa hasil kerja lah
yang mereka lihat.
Zity Aida Bahtiar (108)
Mereka belum paham dan kurang mencari tahu tentnag masalah memilih pemimpin
yg baik
Pati Rezkyanti Parakkasi (120)
Sepanjang seorang pemimpin tersebut tidak memerintahkan untuk melakukan
kemaksiatan kepada penduduk nya yang mayoritas islam. Tapi alangkah baiknya
ketika kita yang mayoritas islam dipimpin sma pemimpin Islam jg
Sahid Pangampe (090)
Jika ada non muslim yg lebih baik dri pda yg muslim kenapa tidak?
Kalau ada perempuan yg lebih baik dri lelaki, kenapa tidak? Tidak selamanya bahwa
jika yang memimpin kita adalah nonmuslim, otomatis kita akan mengikuti
nonmuslim atau murtad.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemaparan materi maka dapat disimpulkan bahwa di setiap masa
dalam kondisi perpolitikan bangsa Indonesia, Islam memiliki pengaruh yang
besar.Sejak bangsa ini belum bernama Indonesia, pada era berdirinya kerajaan-
kerajaan hingga saat ini, pengaruh perpolitikan bangsa kita tidak lepas dari pengaruh
umat Islam.Karena itu tidak seharusnya kita melupakan bentuk-bentuk peranan dan
kontribusi tersebut apalagi memandang sebelah mata. Hal tersebut disebabkan
karena ajaran Islam meliputi segala aspek kehidupan dan menjalankan sistem
perpolitikan yang sesuai dengan syariat.Dalam ajaran Islam sangat dianjurkan agar
penganutnya senantiasa memberikan kontribusi sebesar-besarnya bagi orang
banyak, bangsa, bahkan dunia Penguasaan wilayah politik menjadi sarana penting
bagi umat Islam agar bisa memberikan kontribusi bagi bangsa ini.Politik merupakan
pemikiran yang mengurus kepentingan masyarakat. Pemikiran tersebut berupa
pedoman, keyakinan hokum atau aktivitas dan informasi. Beberapa prinsip politik
islam berisi: mewujudka persatuan dan kesatuan bermusyawarah, menjalankan
amanah dan menetapkan hukum secara adil atau dapat dikatakan bertanggung
jawab, mentaati Allah, Rasulullah dan Ulill Amr (pemegang kekuasaan) dan menepati
janji. Korelasi pengertian politik islam dengan politik menghalalkan segala cara
merupakan dua hal yang sangat bertentangan. Islam menolak dengan tegas
mengenai politik yang menghalalkan segala cara. Pemerintahan yang otoriter adalah
pemerintahan yang menekan dan memaksakn kehendaknya kepada rakyat. Setiap
pemerintahan harus dapat melindungi, mengayomi masyarakat. Sedangkan
penyimpangan yang terjadi adalah pemerintahan yang tidak mengabdi pada
rakyatnya; menekan rakyatnya. Sehingga pemerintahan yang terjadi adalah otoriter.
Yaitu bentuk pemerintahan yang menyimpang dari prinsip-prinsip islam. Dalam
politik luar negerinya islam menganjurakan dan menjaga adanya perdamain.
Walaupun demikan islam juga memporbolehkan adanya perang, namun dengan
sebab yang sudah jelas karena mengancam kelangsungan umat muslim itu sendiri.
Dan perang inipun telah memiliki ketentuan-ketentuan hukum yang mengaturnya.
Jadi tidak sembarangan perang dapat dilakukan. Politik islam menuju kemaslahatan
dan kesejahteraan seluruh umat. Namun meski pada akhirnya pada zaman sekarang
ini justru malah sistem politik Islam di Indonesia dianggap tidak kompeten.Umat
Islam memang pemeluk mayoritas agama di Indonesia, namun dalam hal politik
masih menjadi minoritas, karena para elit politikus yang berkuasa sekarang
umumnya hanya menjadikan agama sebagai alat politisasi saja sesuai selera,
sedangkan para politikus muslim cenderung dianggap tidak memiliki kompeten
dalam mengatur perpolitikan di Indonesia.Karena itu untuk memiliki kontribusi yang
unggul pada zaman ini maka perlu meng-update kembali pemahaman
kaum muslimin tentang integrasi Islam dan politik dalam realitas bernegara.