Anda di halaman 1dari 7

“If tomorrow never comes, Will you know how much I loved you?

Skylar menghela nafas dalam-dalam seraya menikmati angin sore yang menghempas
tubuhnya dengan lembut. Disisinya terdapat seorang lelaki tampan yang tengah terduduk di
kursi roda. Keduanya memandang kearah senja di balik bebukitan kecil tak jauh dari rumah
sakit tempat lelaki itu dirawat.

“Aku rindu rumah.” Ucap lelaki itu lemah. Ia masih termangu memandang kosong
kearah langit kejinggaan. Tak terpacar semangat ataupun rasa senang pada mata birunya. Ia
tertunduk putus asa.

“Suatu saat nanti kau akan kembali kerumah. Percayalah padaku!” Skylar berucap
lembut, lalu menempatkan dirinya dibelakang pria itu dan memeluknya erat.

“Kalian sudah terlalu sering mengucapkan itu. Namun, apa buktinya? Kondisiku tak juga
kunjung membaik.”

“Biarkan waktu yang akan menjawabnya, Finn.” Skylar mengeratkan pelukannya pada
lelaki yang dicintainya itu, walaupun hanya ia sendiri yang harus memendam perasaan itu.

“Aku hanya lelah dihantui oleh kematian yang sewaktu-waktu bisa merenggutku.”
Gumam Finn lemah. Ia mengelus lembut punggung tangan Skylar yang melingkar dilehernya,
dan terdiam.

“Semuanya akan baik-baik saja, Finn.”

“Jika aku dihadapkan pada dua pilihan, kematianmu atau kematianku. Maka aku akan
memilih kematianku sendiri. Karena aku tak ingin merasakan sakitnya bagaimana aku
kehilanganmu di dunia.”

“Oh, Disini kalian rupanya?” seru sebuah suara memecahkan lamunan kedua orang
tersebut. seorang wanita berpakaian perawat datang menghampiri mereka dengan senyum
merekah. Wajah Finn seketika sumringah setelah melihat paras cantik perawat tersebut.

“Kami hanya sedang mencari udara segar, Helena.” Ujar Finn lembut. Ia mulai
melepaskan diri dari pelukan Skylar dan menyambut sentuhan lembut Helena, perawat pribadi
pujaannya itu.
“Well, sudah cukup bersenang-senangnya. Kau harus kembali untuk terapi lagi.” Helena
mulai menarik kursi roda Finn dan akan membawanya kembali kerumah sakit.

“Kau bisa mengunjungi temanmu ini nanti malam, Nona!”

“Yeah, tentu saja. Sampai nanti, Finn.”

“Sampai nanti, Skylar.”

Dan kemudian, perawat cantik itu berlalu bersama Finn, meninggalkan gadis itu seorang
diri termenung dibawah langit yang semakin gelap. Ia masih memandangi keduanya hingga
mereka lenyap dibalik megahnya bangunan rumah sakit. Matanya berair, dan beningan Kristal
itu mulai terjatuh membasahi pipinya.

“Seandainya aku bisa mengungkapkan perasaanku lebih cepat, Finn. Namun sayang,
hatimu telah ada orang lain disana.”

------------

Skylar terduduk di bawah pohon rindang tak jauh dari bebukitan tempat ia dan Finn
selalu menghabiskan waktu bersama untuk melihat matahari terbenam. Digenggamannya
terdapat beberapa lembar kertas dan pulpen merah favoritnya. Matanya terpaku pada kertas-
kertas bertorehkan tinta yang membentuk beberapa baris aksara indah yang ia tuliskan dari
lubuk hatinya. Sebuah curahan hati, tentang perasaan terpendamnya terhadap seseorang. Finn
Austin Sanchez, tentu saja!

“Jika aku bisa menjadi orang lain daripada diriku sendiri, maka aku akan memilih untuk
menjadi Helena. Wanita yang benar-benar kau cintai yang tanpa harus berkorban perasaan
sepertiku.”

“Tak cukupkah 6 tahun yang terjadi diantara kita membuat perasaan dihatimu tumbuh
dan berpihak padaku? Mengapa kebersamaan yang lama itu harus hancur hanya karena kau
baru mengenalnya tak lebih dari seperseratus kali waktu yang kuhabiskan bersamamu?”

“Aku tak pernah meminta kau akan membalas cintaku, Finn. Aku hanya ingin kau tahu
perasaanku, tanpa harus aku mengatakannya.”

“Karena, hanya dengan perasaan rinduku yang dalam padamu. Kupertahankan


hidupku…”
“Tapi… untuk apa aku terus berharap sedangkan aku takkan pernah menjadi wanita
yang kau rindukan dalam hatimu?”

“Skylar?” sebuah suara memanggil gadis itu sehingga membuatnya terjaga dari
lamunannya. Ia lalu menghentikan tulisannya dan menyembunyikan kertas-kertas itu
sembarang.

“Oh, Hi Arienne!” sapa Skylar canggung pada gadis yang baru saja memanggilnya itu.

“Apa yang kau lakukan disini?”

“Tidak ada, hanya menikmati udara segar!”

“Ugh!” Arienne menghela nafas, lalu terduduk disamping Skylar. Ia memandang gadis
itu khawatir.

“Jangan bohong. Dimana kau menyembunyikan kertas-kertas itu?” lanjut Arienne.

Skylar hanya bisa terdiam, tak mampu menjawab pernyataan Arienne sama sekali. Ia
menghela nafas, manatap kosong kearah air danau yang berkilauan karena pantulan cahaya
matahari. Senyuman getir perlahan terpancar dari wajah cantiknya. Senyuman yang
menadakan bahwa ia sudah lelah, bahwa ia ingin sekali menyerah pada keadaan.

“Inilah cara yang mudah untuk melampiaskan semuanya.” Ucap Skylar di sela-sela
lamunannya.

“Seharusnya kau ungkapkan saja perasaanmu, Sky?”

“Tidak, dia punya orang lain sekarang. Ia mencintai Helena!”

“Belum. Mereka belum menjadi pasangan kekasih. Kau masih punya kesempatan, Sky!”

“Aku tak yakin.” Skylar mulai memunguti kertas-kertas yang ada disampingnya.
Melipatnya rapi sehingga tak ada celah bagi Arienne untuk mengintipnya, walau hanya
sebentar. Ia memang selalu begitu, setiap saat, bersama kertas-kertas putih yang akan tertuang
banyak coretan setelah ia kembali dari tempat ini. ia tak pernah mau mengungkapkan isinya
pada siapapun.

“Aku juga tak mengerti, mengapa ia begitu memuja Helena!” ujar Arienne.

“Mudah saja! Dia cantik, anggun, dan perawat yang cekatan. Lelaki mana yang tak jatuh
hati padanya? Jika itu bisa disebut normal!”
“Tapi kau jauh lebih baik daripada dia. Kau adalah sahabat Finn yang tersabar yang
pernah kutemui. Dan kau, kau adalah sosok calon adik yang sempurna bagiku.”

“Yeah, namun tidak bagi Finn! Dia memendam rasa pada orang lain, Arienne. Dan ia
bahagia akan itu.”

“Aku mengerti, maafkan aku.”

“Tak masalah. Kau tahu, ia sudah cukup menderita dengan penyakit kanker hatinya. Dan
mungkin, Helena lah yang bisa memberinya kebahagiaan.” Tambah Skylar sekali lagi, kali ini
dengan mimik wajah tegarnya. Ia tersenyum tipis pada Arienne, sebelum ia kembali
memandang kearah hamparan danau yang luas.

“Omong-omong, mengapa kau kemari?”

“Finn mencarimu, ia ingin bertemu denganmu.” Jawab Arienne.

“Hmm, baiklah. Aku akan kesana setelah makan siang.”

Skip --->>>

“Finn?” panggil Skylar perlahan di balik pintu kamar pemuda itu yang sedikit terbuka.
Lelaki itu seketika melempar senyum, menyambut kedatangan sahabatnya itu dengan hangat.

“Ah, masuklah Sky!”

Gadis itu mulai memasuki ruangannya dan langsung menempatkan dirinya duduk
disamping tempat tidur Finn. Ia tersenyum tipis memandang pemuda itu penuh simpati.

“So, ada apa kau memanggilku?” tanya Skylar membuka percakapan.

“Well, hanya memberimu ini. Selamat ulang tahun, ya!” lelaki itu meraih sesuatu dari
kantong celananya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil dari sana. Skylar memandangnya
terkejut dengan sedikit keheranan menyelimuti benaknya.

“Aku bahkan tak ingat bahwa ini hari ulang tahunku!” serunya.

“Apa? Jadi kemana saja kau? Hahaha!”

“Tak kemana-mana, hanya disini menjagamu.” Skylar mulai membuka kotak itu dan
menemukan sebuah gelang manik-manik berkilauan berwarna kesukaannya, ungu.

“Ini indah sekali, Finn. Terima kasih banyak.”


“Senang kau menyukainya. Aku telah membuatnya susah payah selama beberapa hari
ini.” tambah Finn dengan senyum lebar merekah dari wajah tampannya.

“Well, aku tak tahu jika kau bisa merangkai manik-manik secantik ini.”

“Hmm, sebenarnya aku tak bekerja sendirian. Helena membantuku!”

Dan kembali, nama wanita itu terucap dari mulut Finn. Membuat gadis itu terdiam
dengan susah payah menahan sakit yang kembali muncul dihatinya. Segala kebahagiaan itu
sesaat pergi, tak ada yang tersisa selain senyuman getir yang ia pancarkan dari wajah cantiknya.

“Andai kau tahu, sebenarnya akan lebih baik jika kau tak mengucapkan nama itu lagi di
hari ulang tahunku ini, Finn. Aku sudah cukup terluka karena itu.”

“Sky, kau baik-baik saja?” tanya Finn memecahkan kegemingan yang seketika
menghampiri Skylar. Ia tak tahu sudah berapa lama ia terdiam, namun rasanya ini masih sesaat.

“Ah, iya! Aku baik-baik saja!”

“So, bagaimana hubunganmu dengannya?” pertanyaan itu terlontar begitu saja dari
mulut Skylar. Ia tak berfikir bahwa ia akan merasakan sakit yang lebih setelah ini.

“Kami baik-baik saja! Layaknya pasien dan perawat pribadi. Haha!” Finn berujar seraya
tertawa hambar.

“Jadi… kau belum mengungkapkan perasaanmu?”

“Belum, mungkin takkan pernah, Sky.”

“Mengapa?” tanya Skylar makin penasaran, yang justru itu akan membuatnya semakin
terluka. Namun rasa penasaran mengalahkan sakit yang ia pendam selama ini. Dan begitulah ia
bertahan hidup, bertahan dalam perasaan tak pasti yang selalu menghantuinya.

“Aku cukup nyaman seperti ini. Dan, apa yang akan ia harapkan dari lelaki lemah
sepertiku? Ia lebih baik tak tahu, bukan?”

“Kau tidak lemah, Finn! Justru kau kuat sehingga kau bisa bertahan sampai sekarang.”

“Aku tak yakin sampai berapa lama aku akan seperti ini, atau menghilang. Namun
kuharap, aku akan cepat mengakhiri ini semua. Aku sudah terlalu lelah.” Finn berujar lemah,
seraya kembali bersandar di tempat tidurnya. Merenung dalam diam.

“Begitu juga denganku, Finn. Aku sudah lelah selama 6 tahun memendam perasaan ini
padamu.”
----------

“I've always dreamed about this moment

And now it's here and I've turned to stone

I stand here petrified, as I look in your eyes

My head is ready to explode.”

Skylar hanya bisa tersungkur setelah melihat apa yang terjadi di dalam sana. Lidahnya
kelu, tubuhnya membeku. Dan sejenak ia tak tahu apa yang harus dilakukan selain menangis,
menangis begitu tersedu-sedu di bawah sana. Hatinya bagaikan ditusuk seribu pedang, namun
itu tak membuatnya mati. Ia sakit, dan ini lebih menyiksa daripada kematian. Hatinya begitu
hancur setelah mendapati bahwa Finn, tengah berciuman dengan Helena. Sesuatu yang tak
pernah ia kira sebelumnya, bahwa hari ini akan terjadi juga. Sekiranya ia ingin sekali
mengatakan yang sejujurnya pada Finn, namun pernyataan itu rasanya takkan pernah terucap
dari mulutnya secara langsung.

“Ku kira aku masih memiliki kesempatan itu, Finn. Namun ternyata aku salah.”

Dan sesaat kemudian, ia memutuskan untuk berlari, menjauh dari semua pasang mata
yang memandangnya penuh terheran. Menjauh dari Finn, menjauh kenyataan yang
menyakitkan itu.

Dan disinilah ia, kembali melanjutkan tangisnya yang tertunda. Ditempat ini, ia bisa
menangis sekeras-kerasnya, hingga air matanya habis. Ia tak peduli, ia sudah tak peduli pada
apapun. Ia benar-benar tak siap menghadapi saat ini tiba. Bahwa cintanya takkan pernah
terbalas untuk selamanya. Bahwa ia harus memendam rasa ini dan merasakan sakitnya lebih
lama lagi.

“Im dying here, cause I cant say what I want to. I bleed my heart out just for you.”

“Skylar?” panggil seseorang secara tiba-tiba. Sementara gadis itu hanya mendongak
tanpa respon yang berarti, menunjukkan kedua bola matanya yang basah karena air mata. Ia
tak berbicara apapun, hingga tubuhnya terhempas ke dalam pelukan hangat orang itu.

“Ya Tuhan, apa yang terjadi?”

“Aku sudah terlambat, Arienne! Aku takkan pernah bisa mengutarakan perasaanku pada
Finn!”

Anda mungkin juga menyukai