Sejarah Arsitektur
Sejarah Arsitektur
Disusun Oleh:
Zona komplek keraton terbagi menjadi empat zona, yaitu zona publik (alun-alun
utara, alun-alun selatan), semi publik seperti (pagelaran Sasana Sumewa, Siti Hinggil)
zona semi private (pelataran Kedhaton), dan yang terakhir zona private (Kedhaton atau
inti Keraton).
Nilai arsitektur yang bisa didapat dari bangunan Pagelaran Sasana Sumewa
adalah bangunan ini menggunakan sistem sumbu pada susunannya, deretan tiang
tanpa tembok mengartikan keterbukaan, kolom-kolom yang besar melambangkan
kekuatan, dan juga pada atap yang memiliki 3 buah pelana menjadi penanda arsitektur
tradisional Jawa.
Suasana ruang Pagelaran Sasana Sumewa terbentuk dari deretan tiang kolom
yang besar dan juga bidang atap dengan ruang kosong yang tertutup menyebabkan
kita merasa kecil. Gambaran tersebut menjelaskan juga bahwa manusia lebih kecil dari
raja dan juga sangat kecil dibanding tuhan.Raja merupakan wakil tuhan yang dimana
disebutkan Sayidin Panatagama.
Pada kolom utama menggunakan motif batik kawung, motif tersebut yang
terkenal di kalangan masyarakat,dan juga digunakan pada penggambaran
Semar,gareng,Petruk,dan Bagong.Makna penggunaan simbolis batik kawung yaitu Raja
Susuhunan menjadi wakil tuhan untuk mengayomi dan juga melindungi rakyat.
Pada list plank menggunakan motif banyu tetes dan makutha.Banyu tetes
menggambarkan bahwa tiada kehidupan tanpa adanya air,dan juga hidup itu diperlukan
tolong menolong seperti tetesan air yang memberikan kesegaran.Makutha pada
bangian tengah bubungan menggambarkan agar Raja Susuhunan sebagai wakil tuhan
diharapkan dapat melindungi negara dan segenap rakyatnya.