STABILISASI TANAH
Oleh :
KATA PENGANTAR
Dari hasil-hasil diatas dapat disimpulkan bahwa bahan tambah tersebut dengan
dicampurkan pada suatu tanah dengan komposisi dan waktu peram tertentu dapat
meningkatkan daya dukung tanah yang besar.
i
STABILISASI TANAH
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR I
DAFTAR ISI ii
I. POLCON
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Polcon 2
1.3. Prosedur Kerja 3
IV. KAPUR
4.1. Latar Belakang 13
4.2. Kapur 14
4.3. Prosedur Kerja 15
V. BITUMEN
5.1. Latar Belakang 16
5.2. Bitumen 16
5.3. Prosedur Kerja 19
ii
STABILISASI TANAH
LAPORAN
STABILISASI TANAH
I. POLCON
1.1. Latar Belakang
Dalam suatu konstruksi jalan terdapat lapisan tanah yang paling bawah atau
yang lebih dikenal dengan Tanah dasar. Tanah dasar atau sub-grade merupakan
bagian terpenting pada dasar konstruksi sebuah jalan karena bagian ini berfungsi
sebagai penahan beban lalu lintas. Pentingnya bagian ini, menyebabkan para peneliti
California membuat suatu standardisasi untuk nilai pemadatan subgrade ini, yang
dikenal dengan istilah CBR (California Bearing Ratio). Kekerasan tanah sub-grade
ini sangat mempengaruhi daya tahan jalan terhadap beban statik atau dinamik dari
kendaraan yang berhenti atau berjalan di atas jalan tersebut. Gaya berat kendaraan
akan tersebar lebih luas pada kedalaman beberapa puluh sentimeter dari permukaan
jalan yaitu di daerah subgrade ini. Akibatnya, lapisan sub-grade sangat menentukan
daya dukung jalan dan menentukan pula umur jalan.
Kebutuhan lahan untuk pembangunan terus bertambah, pembangunan
terkadang harus dilakukan di atas tanah yang kurang memenuhi syarat, antara lain
tanah expansif. Jadi tanah yang kurang baik tersebut harus distabilisasi dahulu baru
kemudian digunakan sebagi tanah yang memenuhi syarat.
Stabilisasi tanah adalah perbaikan mutu tanah yang tidak baik atau
meningkatkan mutu tanah yang sebenarnya sudah tergolong baik. Stabilisasi tanah
dibagi menjadi :
1.Stabilisasi tanah kimiawi ( chemical stabilization)
2.Stabilisasi tanah mekanis
3.Stabilisasi tanah dengan teknologi khusus :
Cara thermal ( proses panas / dingin)
Cara pengaliran listrik
Cara penyuntikan bahan penguat ( grouting )
Cara menambahkan penulangan penguat ( reinforce ) dan geotextile.
Stabilisasi tanah kimiawi merupakan salah satu pemecahan problem jalan raya
pada tanah-tanah lanau atau lempung lembek dan tanah-tanah yang mengembang.
1
STABILISASI TANAH
Stabilisasi tanah lanau dengan bahan kimia akan menghasilkan struktur tanah baru
yang mempunyai daya dukung lebih baik dan bersifat kedap air.
1.2. Polcon
Bahan tambah Polcon merupakan material campuran polimer lateks sintetis
berwarna putih yang didalamnya terdapat monomer berukuran diameter 0,005 µm
teremulsi secara merata dalama larutan surfaktan, inisiator, air dan mineral tertentu.
Material polimer ini dinamakan polimer JDB-CTPMC30 yang merupakan produk
LAPI-ITB. Lateks Polimer pada polcon merupakan suatu bahan yang terkandung
didalam polcon, yang dapat digunakan untuk meningkatkan California Bearing Rasio
(CBR). Bahan ini sudah banyak digunakan oleh negara-negara di dunia ini, seperti
Jepang, Amerika serikat, dan juga negara-negara di benua Eropa yang memiliki
persediaan logam dan kayu sangat terbatas sehingga bahan polimer perlu
dikembangkan. Indonesia pun sudah banyak menggunakan lateks polimer ini sebagai
penguat jalan. Bahan utama lateks polimer ini, menggunakan VAM (Vinyl Acetate
Monomer) dan MMA (Methacrylic Monomer) yang di kepolimerasasi. Di samping
monomer diperlukan juga surfaktan dan katalis. Proses polimerisasi di awali dengan
mendropping monomer-monomer dan katalis ke dalam emulsifier (reactor) yang sudah
mengandung surfaktan yang dilarutkan dalam air. Aging dilakukan untuk
menyempurnakan proses, dan pembuatan diakhiri dengan cooling yang bertujuan
untuk melepaskan monomer-monomer sisa.
Polimer emulsi yang sudah terbentuk diukur spectrum absorpsinya dengan FTIR
(Fourier Transform Infrared). Tes ini memberikan informasi apakah polimer sudah
terbentuk atau belum. Dalam penelitian menggunakan alat FTIR dari polimer lateks
dengan variasi Tg (Temperatur glass). Didapatkan polimer lateks ini ini memiliki
beberapa puncak absorpsi dan yang penting . Puncak-puncak dengan nilai tersebut
merupakan puncak yang menggambarkan terbentuknya ikatan C=O dan –C-O-C-
secara berturut-turut. Ikatan-ikatan tersebut merupakan ikatan khas dari gugus-gugus
yang bersifat perekat seperti PVAc.
2
STABILISASI TANAH
3
STABILISASI TANAH
4
STABILISASI TANAH
7. Mengolah data hasil pengujian pada tanah asli dan tanah stabilisasi
8. Dibandingkan, dianalisa, lalu dibuat kesimpulan.
5
STABILISASI TANAH
Tanah Campuran
Tanah
No Data Penelitian (5% Polcon + 95%
Asli
Air)
Pemadatan :
maksimum (gr/cm3) 1.47 1.47
1.
Kadar Air Optimum (%)
27 27
(ω optimum)
Kuat Tekan Bebas :
Tegangan (qu) Kg/cm2 8.2 9.54
2.
Berat Isi Kering ( ) 1.47 1.47
Kadar Air (%) 27 27
CBR :
Berat Isi Kering ( ) 1.47 1.47
3. Kadar Air (%) 27 27
CBR Tanpa Rendaman
(%) 36.51 47.54
CBR Rendaman (%) 3.99 4.75
9. Selesai.
6
STABILISASI TANAH
7
STABILISASI TANAH
ran tanah kemudian dilakukan proses pemadatan, sedangkan stabillisasi yang menggu-
nakan bahan aditif dapat dilakukan dengan menambah bahan aditif kemudian di-
lakukan pemadatan. Bahan-bahan aditif juga dapat diperoleh dari limbah-limbah in-
dustry yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan stabilisasi tanah seperti limbah
batubara, limbah gas karbit dan lain-lain.
8
STABILISASI TANAH
9
STABILISASI TANAH
10
STABILISASI TANAH
Sementara aspal hot mix mulai dikenal tahun 1900. Aspal didapat sebagai bahan alami,
seperti yang ada di Buton, Amerika Serikat, prancis, dll. Namun, secara global, hampir se-
mua aspal kini berasal dari bottom of barrel, intip, atau sisa-sisa penyulingan minyak.
1. Jenis Aspal
Berdasarkan cara memperolehnya aspal dibedakan menjadi :
1) Aspal Alam (Aspal Gunung – P. Buton dan Aspal Danau _ P. Bermuda,
Trinidad).
2) Aspal Buatan (Aspal Minyak : hasil penyulingan minyak bumi dan Tar : hasil
penyulingan batu bara).
Aspal minyak dengan bahan dasar aspal dapat dibedakan atas tingkat
kekerasannya, yaitu :
1) Aspal Keras/Asphalt Cement (AC) ; aspal ini digunakan dalam keadaan cair
dan panas. Dalam penyimpanan atau dalam kondisi dingin aspal memadat. Aspal semen
dibedakan berdasarkan penetrasinya, yaitu : AC 45/60, AC 60/80, AC 80/100, AC
120/150.
2) Aspal Cair/Cut Back Aspahalt ; aspal ini merupakan campuran antara aspal se-
men dengan bahan pencair hasil penyulingan minyak bumi.
Berdasarkan bahan pencairnya dapat dibedakan atas :
a) RC (Rapid Curring) ; aspal semen yang dilarutkan dengan bensin.
b) MC (Medium Curring) ; dilarutkan dengan minyak tanah.
c) SC (Slow Curring) ; aspal semen yang dilarutkan dengan solar.
2. Komposisi Aspal
Komposisi aspal terdiri dari aspaltenes dan maltnes. Aspaltnes merupakan mate-
rial berwarna hitam atau coklat tua yang tidak larut dalam heptane. Maltnes meru-
pakan cairan kental yang terdiri dari Resins dan Oil, yang larut dalam heptane. Resins
adalah cairan berwarna kuning atau coklat yang memberikan sifat adhesi dari aspal,
merupakan bagian yang mudah hilang atau berkurang selama masa pelayanan jalan.
Oil adalah cairan yang berwarna lebih muda merupakan media dari asphaltenes dan
resins. Proporsi dari asphaltenes, resins, dan oil berbeda-beda, tergantung dari banyak
faktor seperti kemungkinan beroksidasi, proses pembuatannya dan ketebalan lapisan
aspal dalam campuran (Silvia Sukirman, 1992). Aspal merupakan bahan yang sangat
kompleks dan secara kimia belum dikarakterisasi dengan baik. Kandungan utama as-
pal adalah senyawa karbon jenuh atau tak jenuh, alifatik dan aromatic yang senyawa
karbon jenuh samapi 150 per molekul. Atom-atom selain hydrogen dan karbon yang
11
STABILISASI TANAH
juga menyusun aspal adalah nitrogen, oksigen, belerang, dan beberapa atom lain. Se-
cara kuantitatif, biasanya 80% massa aspal adalah karbon, 10% hydrogen, 6% bel-
erang, dan sisanya oksigen dan nitrogen, serta sejumlah renik besi, nikel dan rana-
dium. Massa molekul aspal bervariasi, dari beberapa ratus sampai beberapa ribu.
Senyawa-senyawa ini sering dikelaskan atas aspalten (yang massa molekulnya kecil)
dan malten (yang massa molekulnya besar). Biasanya aspal mengandung 5 – 25% as-
platen. Sebagian besar senyawa di aspal adalah senyawa polar. (Sumber : Ismunandar,
Dosen kimia FMIPA ITB, id. Wikipedia.org). Pada rentang suhu 85 0C dan 1500C, as-
pal cukup encer dan dapat berperilaku seolah pelumas diantara kerikil atau agregat
dalam campuran hot mix dan Aspal mendingin dibawah suhu 850C.(Sumber : Ismu-
nandar, Dosen kimia FMIPA ITB, id. Wikipedia.org).
12
STABILISASI TANAH
IV. KAPUR
4.1. Latar Belakang
Tanah tidak akan lepas kaitannya dalam pekerjaan Teknik Sipil, tanah berfungsi
sebagai bahan konstruksi maupun sebagai pondasi pendukung suatu bangunan. Oleh
karena itu dalam pekerjaan Teknik Sipil perlu adanya penguasaan yang lebih men-
dalam mengenai masalah Mekanika Tanah, baik itu secara analitis mengenai perilaku
tanah, sifat fisik dan mekanis tanah. Pengklasifikasian digolongkan kedalam beberapa
golongan diantaranya tanah dibagi menjadi empat macam yaitu; kerikil (Gravel), pasir
(Sand), lanau (Silt), dan lempung (Clay). Istilah pasir, lempung, lanau atau lumpur di-
gunakan untuk menggambarkan ukuran partikel pada batas ukuran butiran yang telah
ditentukan. Akan tetapi, istilah yang sama juga digunakan untuk menggambarkan sifat
tanah yang khusus. Sebagai contoh, lempung adalah jenis tanah yang bersifat kohesif
dan plastis sedang pasir digambarkan sebagai tanah yang tidak kohesif dan tidak plas-
tis (Hary Christady Hardiyatmo, 2002, hal. 1). Umumnya sebagian besar wilayah In-
donesia ini diliputi oleh tanah lempung dengan pengembangan yang cukup besar
(plastisitas tinggi), yaitu akan berubah volumenya (mengembang) bila bertambah
(berubah) kadar airnya. Volumenya akan membesar dalam kondisi basah dan akan
menyusut bila dalam kondisi kering. Sifat inilah yang menyebabkan kerusakan pada
konstruksi-kontruksi bangunan, khususnya pada bagian pondasi yang merupakan kon-
struksi pada bangunan yang menghubungkan bangunan dengan tanah. Pondasi inilah
yang berfungsi untuk mendistribusikan beban bangunan lansung ke tanah. Kerusakan
tersebut disebabkan adanya pertambahan volume tanah yang disebabkan bertambah-
nya volume air tanah tersebut yang biasanya terjadi hanya disatu titik pada bagian
pondasi. Pengertian plastisitas adalah sifat tanah dalam keadaan konsistensi, yaitu cair,
plastis, semi padat, atau padat bergantung pada kadar airnya. Kebanyakan dari tanah
lempung atau tanah berbutir halus yang ada di alam dalam keadaan plastis. Secara
umum semakin besar plastisitas tanah, yaitu semakin besar rentang kadar air daerah
plastis maka tanah tersebut akan semakin dalam kekuatan dan mempunyai kembang
susut yang semakin besar. Salah satu cara yg terbaik adalah mengganti tanah dasar
tersebut dengan tanah yang cukup baik, tetapi hal ini biasanya membutuhkan biaya
yang cukup besar. Para ahli geoteknik mencoba mengatasi dengan cara merubah sifat-
sifat fisiknya untuk menekan biaya. Perbaikan sifat-sifat fisik dari tanah kurang baik
13
STABILISASI TANAH
menjadi tanah yang baik dibidang rekayasa Tenik Sipil disebut sebagai STABILISASI
TANAH.
4.2. Kapur
Syarat kapur yang digunakan untuk stabilisasi ialah dari jenis hidroksida
(CaOH) ataupun bubuk gamping (CaO2). Bubuk gamping ini meskipun baik akan
tetapi menimbulkan pengaruh-pengaruh yang kurang baik terhadap kesehatan
manusia. Kapur yang didapat dalam pasaran bahan-bahan bangunan, sering dijumpai
“kotoran-kotoran" yang biasanya berupa batu-batu silica, karbonat, dan lainnya yang
tidak memberikan reaksi apa-apa terhadap tanah liat. Mutu kapur yang diperlukan
diukur pada jumlah % oksida (Ca atau Mg) yang ada di dalam massa kapur yang
dibeli. Kapur yang sudah “mati” karena terlalu lama dibiarkan dalam udara bebas atau
dikenakan air hujan harus dinyatakan sebagai tidak baik untuk keperluan stabilisasi
tanah dikarenakan bereaksi dengan CO2 dari udara dan menghasilkan CaCO3 yang
merupakan batu kapur biasa. Jumlah kapur yang diperlukan untuk mendapatkan
stabilisasi yang baik, tergantung dari fungsi lapisan stabilisasi itu di dalam struktur
konstruksi jalan, biasanya stabilisasi tanah liat dengan kapur hanyalah dibuat untuk
sub base course bagian bawah dengan tujuan untuk mengurangi jumlah bahan yang
perlu diangkut dari jarak jauh. Untuk lapisan-lapisan atas, maka penambahan kapur
hanyalah untuk keperluan “perbaikan” dari bahan yang sebenarnya sudah baik
mutunya.
Kapur sebagai bahan stabilisasi yang sering digunakan adalah pada umumnya
berbentuk Kalsium Oksida (CaO)/quicklime, kalsium hidroksida Ca(OH) 2
/Slake/hydrated lime, dan kalsium karbonat (CaCO3)/agricultural lime.
Tetapi untuk keperluan stabilisasi lapis pondasi yang biasa digunakan adalah
CaO dan Ca(OH)2 , CaCO3 dianggap kurang efektif kecuali hanya sebagai filler. Efek
yang terjadi adalah reaksi kimia antara mineral lempung dengan kapur sehingga
terbentuk cement-compound, dimana karbonat pada CaCO3 tiadak memberikan hasil
ini. CaO yang dihasilkan dari proses kimia memerlukan energi sebesar 4300 kalori,
memiliki panas hidrasi yang cukup tinggi sehingga sangat peka terhadap perubahan
cuaca serta sulit ditangani dan disimpan. Maka dari CaO tadi kemudian diproses lagi
menjadi Ca(OH)2 dengan reaksi dalam kondisi normal adalah sebagai berikut :
14
STABILISASI TANAH
15
STABILISASI TANAH
V. BITUMEN
5.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang berpenduduk padat dengan laju per-
tumbuhan penduduk yang cepat. Semakin banyaknya jumlah penduduk yang ada di
negara kita, maka akan berpengaruh terhadap kebutuhan akan suatu pembangunan.
Semakin menungkatnya permintaan terhadap pembangunan, semakin ketat terhadap
pengawasan pembangunan .
Salah satu faktor utama yang harus diperhatikan dalam pembuatan pembangunan
adalah tanah. Diman tanah disini berfungsi sebagai landasan yang menerima beban se-
cara keseluruhan yang disalurkan melalui pondasi. Oleh karena itu tanah merupakan
unsur yang sangat penting di dalam suatu pembuatan pembangunan, dimana tanah
terebut harus mempunyai daya dukung tanah yang cukup tinggi untuk dapat menahan
beban yang ada diatasnya. Daya dukung ini sangat mempengaruhi terhadap bangunan
yang akan dibuat terutama terhadap pondasi yang berhubungan langsung dengan
tanah, baik dalam bentuk, dimensi, maupun jenis pondasi itu sendiri. Dengan kata lain
berapapun kuatnya bangunan yang dibuat, tidak akan berfungsi jika daya dukung
tanahnya tidak memadai.
Daya dukung tanah yang tidak memadai akan mengakibatkan suatu bangunan
mengalami settlement yang sangat besar dan apabila settlement tersebut terjadi secara
tidak bersamaan pada sebuah bangunan, maka akan mengakibatkan keruntuhan.
5.2. Kapur
Bitumen menurut pengertian The Asphalt Insitut adalah :
“ Suatu campuran dari senyawa-senyawa hidrokarbon yang berasal dari alam atau dari
suatu proses pemanasan, atau berasal dari kedua proses tersebut, kadang-kadang
disertai dengan sifat derivatnya yang bersifat non logam, yang dapat berbentuk gas,
cairan, setengah padat atau padat, yang campuran itu dapat larut dalam
karbondisulfida (CS2)”.
Bitumen merupakan bahan utama untuk pembuatan aspal, oleh karena itu bitumen
mempunyai sifat-sifat yang mirip dengan aspal.
16
STABILISASI TANAH
17
STABILISASI TANAH
permukaan aspal yang berhubungan dengan udara. Oleh karena itu untuk
pembuatan konstruksi dari campuran bitumen agar lebih stabil, maka perlu
diusahakan agar konstruksi itu memiliki rongga –rongga udara (voice) sekecil
mungkin agar oksidasi akan terjadi lebih kecil
Sinar matahari mempengaruhi terhadap ketahan lamaan bitumen. Sinar dengan
gelombang pendek atau sinar actinik, merusak/merubah molekul bitumen,
menjadi air dan senyawa yang larut dalam air. Reaksi tersebut disebut “photo
oksidasi” karena oksidasi ini dipercepat oleh adanya sinar. Tetapi untungnya
oksidasi akibat sinar ini, tidak dapat masuk jauh kedalam lapisan bitumen
(hanya lapisan tipis di permukaan).
Bitumen mempunyai ketahanan terhadap gesekan/abrasi. Sifat ini dipengaruhi
oleh adanya senyawa maltene dalam bitumen.
Bitumen yang telah pecah molekul-molekulnya, biasanya mempunyai
permukaan yang pudar (tidak mengkilap). Sebaliknya bitumen yang belum
pecah molekulnya, mengkilap permukaannya seperti cermin.
Suatu bitumen cair bila dibiarkan terbuka diudara dalam lapisan tipis berangsur-
angsur akan mengental kembali menjadi bitumen padat. Waktu yang diperlukan
untuk mengental itu disebut derajat pengerasan (rate of curing). Rate of curing
ini dipengaruhi oleh :
1. Penguapan dari bahan pelarut/pengencer
2. Jumlah pelarut/pengencer dalam bitumen cair
3. Angka penetrasi dari bitumen dasar yang dicairkan
Makin kecil jumlah bahan pelarut/pengencer yang terkandung dalam bitumen
cair, akan semakin cepat ia mengental kembali. Lain daripada itu, waktu yang
diperlukan untuk pengerasan akan lebih lama bila angka penetrasi dari bitumen
tinggi. Faktor luar yang mempengaruhi kecepatan pengentalan adalah :
1. Suhu keliling
2. Luas permukaan penguapan
3. Kecepatan angin yang melalui permukaan
18
STABILISASI TANAH
19