Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN

STABILISASI TANAH

Oleh :

Djuwadi, Drs., MT.

LABORATORIUM UJI TANAH


Jurusan Teknik Sipil - Politeknik Negeri Bandung
September - 2010
STABILISASI TANAH

KATA PENGANTAR

Stabilisasi tanah merupakan suatu metode perbaikan tanah agar terjadi


peningkatan kekuatan daya dukung tanah.
Pengujian dilakukan di Laboratorium yang terdiri dari tanah asli dan tanah
stabilisasi dengan bahan tambah tersebut dimana keduanya terdiri dari dua sifat
pengujian,yaitu:
1. Sifat fisis Laboratorium
2. Sifat Mekanis Laboratorium

Dari hasil-hasil diatas dapat disimpulkan bahwa bahan tambah tersebut dengan
dicampurkan pada suatu tanah dengan komposisi dan waktu peram tertentu dapat
meningkatkan daya dukung tanah yang besar.

Djuwadi, Drs., MT.

i
STABILISASI TANAH

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR I
DAFTAR ISI ii
I. POLCON
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Polcon 2
1.3. Prosedur Kerja 3

II. CLEAN SET CEMENT


2.1. Latar Belakang 7
2.2. Clean Set Cement 8
2.3. Prosedur Kerja 9

III. ASPAL CAIR JENIS SC60-70


3.1. Latar Belakang 10
3.2. Aspal cair jenis SC60-70 10
3.3. Prosedur Kerja 12

IV. KAPUR
4.1. Latar Belakang 13
4.2. Kapur 14
4.3. Prosedur Kerja 15

V. BITUMEN
5.1. Latar Belakang 16
5.2. Bitumen 16
5.3. Prosedur Kerja 19

ii
STABILISASI TANAH

LAPORAN
STABILISASI TANAH

I. POLCON
1.1. Latar Belakang
Dalam suatu konstruksi jalan terdapat lapisan tanah yang paling bawah atau
yang lebih dikenal dengan Tanah dasar. Tanah dasar atau sub-grade merupakan
bagian terpenting pada dasar konstruksi sebuah jalan karena bagian ini berfungsi
sebagai penahan beban lalu lintas. Pentingnya bagian ini, menyebabkan para peneliti
California membuat suatu standardisasi untuk nilai pemadatan subgrade ini, yang
dikenal dengan istilah CBR (California Bearing Ratio). Kekerasan tanah sub-grade
ini sangat mempengaruhi daya tahan jalan terhadap beban statik atau dinamik dari
kendaraan yang berhenti atau berjalan di atas jalan tersebut. Gaya berat kendaraan
akan tersebar lebih luas pada kedalaman beberapa puluh sentimeter dari permukaan
jalan yaitu di daerah subgrade ini. Akibatnya, lapisan sub-grade sangat menentukan
daya dukung jalan dan menentukan pula umur jalan.
Kebutuhan lahan untuk pembangunan terus bertambah, pembangunan
terkadang harus dilakukan di atas tanah yang kurang memenuhi syarat, antara lain
tanah expansif. Jadi tanah yang kurang baik tersebut harus distabilisasi dahulu baru
kemudian digunakan sebagi tanah yang memenuhi syarat.
Stabilisasi tanah adalah perbaikan mutu tanah yang tidak baik atau
meningkatkan mutu tanah yang sebenarnya sudah tergolong baik. Stabilisasi tanah
dibagi menjadi :
1.Stabilisasi tanah kimiawi ( chemical stabilization)
2.Stabilisasi tanah mekanis
3.Stabilisasi tanah dengan teknologi khusus :
 Cara thermal ( proses panas / dingin)
 Cara pengaliran listrik
 Cara penyuntikan bahan penguat ( grouting )
 Cara menambahkan penulangan penguat ( reinforce ) dan geotextile.
Stabilisasi tanah kimiawi merupakan salah satu pemecahan problem jalan raya
pada tanah-tanah lanau atau lempung lembek dan tanah-tanah yang mengembang.

1
STABILISASI TANAH

Stabilisasi tanah lanau dengan bahan kimia akan menghasilkan struktur tanah baru
yang mempunyai daya dukung lebih baik dan bersifat kedap air.

1.2. Polcon
Bahan tambah Polcon merupakan material campuran polimer lateks sintetis
berwarna putih yang didalamnya terdapat monomer berukuran diameter 0,005 µm
teremulsi secara merata dalama larutan surfaktan, inisiator, air dan mineral tertentu.
Material polimer ini dinamakan polimer JDB-CTPMC30 yang merupakan produk
LAPI-ITB. Lateks Polimer pada polcon merupakan suatu bahan yang terkandung
didalam polcon, yang dapat digunakan untuk meningkatkan California Bearing Rasio
(CBR). Bahan ini sudah banyak digunakan oleh negara-negara di dunia ini, seperti
Jepang, Amerika serikat, dan juga negara-negara di benua Eropa yang memiliki
persediaan logam dan kayu sangat terbatas sehingga bahan polimer perlu
dikembangkan. Indonesia pun sudah banyak menggunakan lateks polimer ini sebagai
penguat jalan. Bahan utama lateks polimer ini, menggunakan VAM (Vinyl Acetate
Monomer) dan MMA (Methacrylic Monomer) yang di kepolimerasasi. Di samping
monomer diperlukan juga surfaktan dan katalis. Proses polimerisasi di awali dengan
mendropping monomer-monomer dan katalis ke dalam emulsifier (reactor) yang sudah
mengandung surfaktan yang dilarutkan dalam air. Aging dilakukan untuk
menyempurnakan proses, dan pembuatan diakhiri dengan cooling yang bertujuan
untuk melepaskan monomer-monomer sisa.
Polimer emulsi yang sudah terbentuk diukur spectrum absorpsinya dengan FTIR
(Fourier Transform Infrared). Tes ini memberikan informasi apakah polimer sudah
terbentuk atau belum. Dalam penelitian menggunakan alat FTIR dari polimer lateks
dengan variasi Tg (Temperatur glass). Didapatkan polimer lateks ini ini memiliki
beberapa puncak absorpsi dan yang penting . Puncak-puncak dengan nilai tersebut
merupakan puncak yang menggambarkan terbentuknya ikatan C=O dan –C-O-C-
secara berturut-turut. Ikatan-ikatan tersebut merupakan ikatan khas dari gugus-gugus
yang bersifat perekat seperti PVAc.

2
STABILISASI TANAH

1.3. Prosedur Kerja


Pengujian terdiri dari tanah asli dan tanah stabilisasi (tanah asli+polcon).
Adapun penguian terdiri dari 2 (dua) sifat, yaitu sifat fisik dan sifat mekanis.
a. Pengujian sifat-sifat fisik :
 Berat Jenis Tanah
 Batas-batas Atterberg
 Analisa Ukuran Butir Tanah – Hidrometer
 Klasifikasi Tanah dengan sistem AASHTO
b. Pengujian sifat-sifat mekanis :
 Kuat Tekan Bebas
 Pemadatan
 CBR Laboratorium
Langkah-langkah Pelaksanaan Teknis Pengujian :
1. Mulai
2. Persiapan
3. Mengambil contoh/sampel tanah
4. Pengujian sifat-sifat fisik dan sifat-sifat mekanis tanah asli
5. Pengujian sifat-sifat mekanis tanah stabilisasi.
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam melaksanakan stabilisasi tanah
dengan bahan tambah polcon adalah dengan melakukan pengujian Kuat Tekan Bebas
(UCS) yang bertujuan untuk mendapatkan campuran Optimum, adapun Dosis Polcon
serta Waktu Pemeraman Kuat Tekan Bebas (UCS) adalah sebagai berikut:
 4 (empat) macam rasio campuran : 5%, 10%, 15%, 20%
(Persentase Campuran dihitung dari kadar air optimum).
 4 (empat) macam waktu peram : 0 jam, 1 jam, 6 jam, 24 jam.
Tabel 1.1 Persentase Polcon serta waktu peram untuk UCS

Kadar Air Optimum Waktu Peram

% Polcon % Air 0 JAM 1 JAM 6 JAM 24 JAM


5 95 √ √ √ √
10 90 √ √ √ √
15 85 √ √ √ √
20 80 √ √ √ √

3
STABILISASI TANAH

6. Diperoleh data Tanah Asli dan Campuran/hasil Stabilisasi


TANAH ASLI
Ε
I II III IV V
Σ Σ Σ Σ Σ
(%)
(kg/cm) (kg/cm) (kg/cm) (kg/cm) (kg/cm)
0 0.00 0 0.00 0.00 0.00
0.50% 0.68 1.22 0.76 1.19 1.08
1.00% 1.72 2.47 2.04 2.40 2.23
1.50% 2.78 3.53 3.10 3.53 3.29
2.00% 3.83 4.54 4.11 4.68 4.30
2.50% 4.90 5.36 5.04 5.61 5.24
3.00% 5.86 6.17 5.82 6.53 6.10
3.50% 6.70 6.88 6.60 7.29 6.91
4.00% 7.43 7.40 7.26 7.88 7.60
4.50% 7.94 7.74 7.77 8.19 8.19
5.00% 8.13 8.07 8.56
5.50% 8.27 8.65

Nilai Kuat Tekan Bebas


Nilai Kuat Tekan Bebas DOSIS
DOSIS (kg/cm2)
(kg/cm2) POLCON
POLCO 0 1 6 24
0 1 6 24 (%)
N (%) JAM JAM JAM JAM
JAM JAM JAM JAM
0 8.20 8.20 8.20 8.20
5 8.32 9.54 9.18 9.06
5 8.32 9.54 9.18 9.06
10 8.35 8.95 9.25 9.20
10 8.35 8.95 9.25 9.20
15 8.51 8.75 9.29 9.25
15 8.51 8.75 9.29 9.25
20 8.57 8.67 9.17 9.06
20 8.57 8.67 9.17 9.06

4
STABILISASI TANAH

7. Mengolah data hasil pengujian pada tanah asli dan tanah stabilisasi
8. Dibandingkan, dianalisa, lalu dibuat kesimpulan.

5
STABILISASI TANAH

Tanah Campuran
Tanah
No Data Penelitian (5% Polcon + 95%
Asli
Air)
Pemadatan :
maksimum (gr/cm3) 1.47 1.47
1.
Kadar Air Optimum (%)
27 27
(ω optimum)
Kuat Tekan Bebas :
Tegangan (qu) Kg/cm2 8.2 9.54
2.
Berat Isi Kering ( ) 1.47 1.47
Kadar Air (%) 27 27
CBR :
Berat Isi Kering ( ) 1.47 1.47
3. Kadar Air (%) 27 27
CBR Tanpa Rendaman
(%) 36.51 47.54
CBR Rendaman (%) 3.99 4.75

9. Selesai.

6
STABILISASI TANAH

II. CLEAN SET CEMENT (CS-10)


2.1. Latar Belakang
Dalam pengertian teknik secara umum, tanah didefisinikan sebagai material
yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi
(terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah mela-
puk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ru-
ang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut. Tanah berguna sebagai bahan
bangunan pada berbagai macam pekerjaan teknik sipil, Disamping itu tanah berfungsi
juga sebagai pendukung pondasi dari bangunan. Jadi seorang ahli teknik sipil harus
juga mempelajari sifat-sifat dasar dari tanah,
seperti asal usulnya, penyebaran ukuran butiran, kemampuan mengalirkan air,
sifat pemampatan bila dibebani (compressibility), kekuatan geser, kapasitas daya
dukung terhadap beban, dan lain-lain (Braja M. Das, 1988).. Parameter kuat geser
tanah diperlukan untuk analisis-analisis kapasitas dukung tanah, stabilitas lereng dan
gaya dorong pada dinding penahan tanah. Menurut teori Mohr (1910) kondisi kerun-
tuhan suatu bahan terjadi akibat adanya kombinasi keadaan antara tegangan normal
dan tegangan geser ( Hary Christady Hardiyatmo, 2006). Kekurangan dari tanah pasir
adalah pasir tidak memiliki daya ikat antar partikel satu sama yang lainnya. Pasir
merupakan jenis tanah non kohesif (cohesionless soil). Tanah non kohesif mempunyai
sifat antar butiran lepas (loose), hal ini ditunjukkan dengan butiran tanah yang akan
terpisah-pisah apabila dikeringkan dan hanya akan melekat apabila dalam keadaan
basah yang disebabkan oleh gaya tarik permukaan. Tanah non kohesif tidak mempun-
yai garis batas antara keadaan plastis dan tidak plastis, karena jenis tanah ini tidak
plastis untuk semua nilai kadar air. Tetapi dalam beberapa kondisi tertentu, tanah non
kohesif dengan kadar air yang cukup tinggi dapat bersifat sebagai suatu cairan kental
(Bowles, 1986). Oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan-perbaikan struktur yang
membutuhkan biaya yang besar dan seringkali perbaikan tersebut tidak dapat bertahan
lama sehinga harus dilakukan perbaikan berkala yang menghamburkan banyak biaya,
karena itu perlu dilakukan usaha perbaikan sifat-sifat tanah untuk memenuhi per-
syaratan yang ditentukan. Usaha perbaikan tanah itu disebut stabilisasi tanah. Stabil-
isasi tanah dapat dilakukan secara mekanis maupun menggunakan bahan-bahan aditif
(zat kimia). Secara mekanis stabilisasi tanah dilakukan dengan mengatur gradasi buti-

7
STABILISASI TANAH

ran tanah kemudian dilakukan proses pemadatan, sedangkan stabillisasi yang menggu-
nakan bahan aditif dapat dilakukan dengan menambah bahan aditif kemudian di-
lakukan pemadatan. Bahan-bahan aditif juga dapat diperoleh dari limbah-limbah in-
dustry yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan stabilisasi tanah seperti limbah
batubara, limbah gas karbit dan lain-lain.

2.2. Clean Set Cement (CS-10)


Sifat-sifat Clean set cement sebagai berikut :
1. Clean set cement dapat dipergunakan terhadap hampir seluruh jenis tanah.
2. Pada Clean set cement, retak-retak yang diakibatkan karena penyusutan
(shrinkage), jauh lebih kecil / kurang dari pada dalam hal semen portland.
3. Kekuatan yang tinggi dapat dicapai dalam waktu yang lebih awal dibanding
dengan umpamanya, kapur dan lainnya.
4. Clean set cement tidak mengandung senyawa yang berbahaya, maka clean set
tidak menyebabkan polusi sekunder (pencemaran ulang).
5. Pengawasan mutu yang ketat di pabrik cement, maka kualitas clean set cement
cukup stabil. (PT. Indo Clean Set Cement).
Clean set cement berbahan dasar cement. Oleh karena itu, reaksi kimia seperti
pada cement Portland juga terdapat dan berlangsung didalamnya. Sebagai tambahan,
beberapa sifat khusus diperoleh guna memperbaiki kelemahan-kelemahan yang terda-
pat pada treatment dengan cement biasa. Pada jangka pendek terjadi perbaikan dari
sifat-sifat physic yaitu absorpsi air, reaksi pertukaran ion dan terjadi peningkatan
kekuatan yaitu pembentukan Ettringite, dan reaksi hidrasi. Pada jangka panjang terjadi
reaksi pozzolan yaitu pembentukan senyawa-senyawa kimia terus menerus berlang-
sung untuk waktu yang lama, dan menyebabkan tanah menjadi keras serta kuat pula
awet. Pembentukan Ettringite adalah pembentukan senyawa-senyawa kimia yang
menyerap air dalam jumlah yang banyak sebagai hidrat air, maka kandungan air dalam
tanah menyusut (berkurang). Karena Ettringite berbentuk tiang-tiang atau seperti
jarum-jarum kristal, maka ia merupakan semacam anyaman yang berada antara buti-
ran-butiran tanah (soil particles), sehingga berfungsi meningkatkan atau menambah
daya kekuatan tanah yang bersangkutan. (PT. Indo Clean Set Cement).

8
STABILISASI TANAH

2.3. Prosedur Kerja


Pengujian dilakukan di Laboratorium yang terdiri dari tanah asli dan tanah
stabilisasi dengan bahan tambah tersebut dimana keduanya terdiri dari dua sifat
pengujian,yaitu:
1. Sifat fisis yang meliputi: Kadar air, berat jenis, berat volume tanah, dan analisis
butiran (Ayakan dan Hidrometer)
2. Sifat Mekanis yang meliputi: Pemadatan, sedangkan untuk mengetahui nilai pa-
rameter kuat geser tanah yaitu sudut gesek dalam (φ) dan kohesi (c) diperoleh
dengan Uji Geser Langsung dan Uji Triaksial Tipe UU.

9
STABILISASI TANAH

III. ASPAL CAIR JENIS SC60-70


3.1. Latar Belakang
Pada suatu lokasi konstruksi, tanah mempunyai peranan yang sangat penting karena
tanah adalah pondasi pendukung suatu bangunan atau bahan konstruksi dari bangunan itu
sendiri seperti tanggul, jalan raya, dsb. Kondisi tanah disetiap tempat sangatlah berbeda
karena tanah secara alamiah merupakan material yang rumit dan sangat bervariasi. Apa-
bila suatu tanah yang terdapat dilapangan bersifat sangat lepas atau sangat lunak sehingga
tidak sesuai untuk suatu pembangunan maka tanah tersebut sebaiknya distabilisasi. Tanah
pasir atau tanah berbutir kasar merupakan jenis tanah non kohesif (cohesionless soil),
mempunyai sifat antar butiran lepas (loose), hal ini ditunjukkan dengan butiran tanah yang
akan terpisah-pisah apabila dikeringkan dan hanya akan melekat apabila dalam keadaan
basah yang disebabkan oleh gaya tarik permukaan. Tanah non kohesif tidak mempunyai
garis batas antara keadaan plastis dan tidak plastis, karena jenis tanah ini tidak plastis un-
tuk semua nilai kadar air. Tetapi dalam beberapa kondisi tertentu, tanah non kohesif den-
gan kadar air yang cukup tinggi dapat bersifat sebagai suatu cairan kental (Bowless,
1986). Parameter kekuatan geser tanah ini terletak pada nilai kohesi dan sudut geser
dalam. Ukuran butir yang seragam dan nilai kohesi nol menyebabkan tingginya kuat geser
pada tanah ini. Stabilisasi tanah dapat dilakukan secara Mekanis, Kimiawi dan Elektris.
Secara Mekanis dilakukan dengan tujuan untuk menambah kekuatan dan daya dukung
tanah dengan mengatur gradasi butir tanah tersebut, secara Kimiawi dilakukan dengan pe-
nambahan bahan-bahan kimiawi sebagai stabilisator yang dapat mengubah, mengurangi
sifat-sifat tanah yang kurang menguntungkan didalamnya mencapai kestabilan yang bi-
asanya, secara Elektris yaitu dengan pemanasan atau menggunakan listrik. Salah satunya
distabilisasi dengan Aspal cair jenis SC60-70 terhadap kuat geser tanah.

3.2. Aspal Cair Jenis SC60-70


Aspal didefinisikan sebagai material berwarna hitam atau coklat tua yang berfungsi
sebagai bahan ikat suatu struktur perkerasan. (Silvia Sukirman, 1992) Sudah sejak 3000
SM aspal bukan material baru dalam sejarah manusia. Dalam catatan sejarah, orang
sumeria (3000 SM) sudah menggunakannya untuk perekat batu perhiasan kerang atau mu-
tiara. Selain itu, orang zaman dulu menggunakan pula untuk mengawetkan mayat, water
proofing (anti rembes/bocor) dikapal misalnya, dan juga untuk menggantikan fungsi se-
men dibangun. Aspal digunakan untuk melapisi permukaan jalan mulai tahun 1830 an.

10
STABILISASI TANAH

Sementara aspal hot mix mulai dikenal tahun 1900. Aspal didapat sebagai bahan alami,
seperti yang ada di Buton, Amerika Serikat, prancis, dll. Namun, secara global, hampir se-
mua aspal kini berasal dari bottom of barrel, intip, atau sisa-sisa penyulingan minyak.
1. Jenis Aspal
Berdasarkan cara memperolehnya aspal dibedakan menjadi :
1) Aspal Alam (Aspal Gunung – P. Buton dan Aspal Danau _ P. Bermuda,
Trinidad).
2) Aspal Buatan (Aspal Minyak : hasil penyulingan minyak bumi dan Tar : hasil
penyulingan batu bara).
Aspal minyak dengan bahan dasar aspal dapat dibedakan atas tingkat
kekerasannya, yaitu :
1) Aspal Keras/Asphalt Cement (AC) ; aspal ini digunakan dalam keadaan cair
dan panas. Dalam penyimpanan atau dalam kondisi dingin aspal memadat. Aspal semen
dibedakan berdasarkan penetrasinya, yaitu : AC 45/60, AC 60/80, AC 80/100, AC
120/150.
2) Aspal Cair/Cut Back Aspahalt ; aspal ini merupakan campuran antara aspal se-
men dengan bahan pencair hasil penyulingan minyak bumi.
Berdasarkan bahan pencairnya dapat dibedakan atas :
a) RC (Rapid Curring) ; aspal semen yang dilarutkan dengan bensin.
b) MC (Medium Curring) ; dilarutkan dengan minyak tanah.
c) SC (Slow Curring) ; aspal semen yang dilarutkan dengan solar.
2. Komposisi Aspal
Komposisi aspal terdiri dari aspaltenes dan maltnes. Aspaltnes merupakan mate-
rial berwarna hitam atau coklat tua yang tidak larut dalam heptane. Maltnes meru-
pakan cairan kental yang terdiri dari Resins dan Oil, yang larut dalam heptane. Resins
adalah cairan berwarna kuning atau coklat yang memberikan sifat adhesi dari aspal,
merupakan bagian yang mudah hilang atau berkurang selama masa pelayanan jalan.
Oil adalah cairan yang berwarna lebih muda merupakan media dari asphaltenes dan
resins. Proporsi dari asphaltenes, resins, dan oil berbeda-beda, tergantung dari banyak
faktor seperti kemungkinan beroksidasi, proses pembuatannya dan ketebalan lapisan
aspal dalam campuran (Silvia Sukirman, 1992). Aspal merupakan bahan yang sangat
kompleks dan secara kimia belum dikarakterisasi dengan baik. Kandungan utama as-
pal adalah senyawa karbon jenuh atau tak jenuh, alifatik dan aromatic yang senyawa
karbon jenuh samapi 150 per molekul. Atom-atom selain hydrogen dan karbon yang

11
STABILISASI TANAH

juga menyusun aspal adalah nitrogen, oksigen, belerang, dan beberapa atom lain. Se-
cara kuantitatif, biasanya 80% massa aspal adalah karbon, 10% hydrogen, 6% bel-
erang, dan sisanya oksigen dan nitrogen, serta sejumlah renik besi, nikel dan rana-
dium. Massa molekul aspal bervariasi, dari beberapa ratus sampai beberapa ribu.
Senyawa-senyawa ini sering dikelaskan atas aspalten (yang massa molekulnya kecil)
dan malten (yang massa molekulnya besar). Biasanya aspal mengandung 5 – 25% as-
platen. Sebagian besar senyawa di aspal adalah senyawa polar. (Sumber : Ismunandar,
Dosen kimia FMIPA ITB, id. Wikipedia.org). Pada rentang suhu 85 0C dan 1500C, as-
pal cukup encer dan dapat berperilaku seolah pelumas diantara kerikil atau agregat
dalam campuran hot mix dan Aspal mendingin dibawah suhu 850C.(Sumber : Ismu-
nandar, Dosen kimia FMIPA ITB, id. Wikipedia.org).

3.3. Prosedur Kerja


Pengujian dilakukan di Laboratorium yang terdiri dari tanah asli dan tanah
stabilisasi dengan bahan tambah tersebut dimana keduanya terdiri dari dua sifat
pengujian,yaitu:
1. Sifat fisis yang meliputi: Kadar air, berat jenis, berat volume tanah, dan analisis
butiran (Ayakan dan Hidrometer)
2. Sifat Mekanis yang meliputi: Pemadatan, sedangkan untuk mengetahui nilai pa-
rameter kuat geser tanah yaitu sudut gesek dalam (φ) dan kohesi (c) diperoleh
dengan Uji Geser Langsung dan Uji Triaksial Tipe UU.

12
STABILISASI TANAH

IV. KAPUR
4.1. Latar Belakang
Tanah tidak akan lepas kaitannya dalam pekerjaan Teknik Sipil, tanah berfungsi
sebagai bahan konstruksi maupun sebagai pondasi pendukung suatu bangunan. Oleh
karena itu dalam pekerjaan Teknik Sipil perlu adanya penguasaan yang lebih men-
dalam mengenai masalah Mekanika Tanah, baik itu secara analitis mengenai perilaku
tanah, sifat fisik dan mekanis tanah. Pengklasifikasian digolongkan kedalam beberapa
golongan diantaranya tanah dibagi menjadi empat macam yaitu; kerikil (Gravel), pasir
(Sand), lanau (Silt), dan lempung (Clay). Istilah pasir, lempung, lanau atau lumpur di-
gunakan untuk menggambarkan ukuran partikel pada batas ukuran butiran yang telah
ditentukan. Akan tetapi, istilah yang sama juga digunakan untuk menggambarkan sifat
tanah yang khusus. Sebagai contoh, lempung adalah jenis tanah yang bersifat kohesif
dan plastis sedang pasir digambarkan sebagai tanah yang tidak kohesif dan tidak plas-
tis (Hary Christady Hardiyatmo, 2002, hal. 1). Umumnya sebagian besar wilayah In-
donesia ini diliputi oleh tanah lempung dengan pengembangan yang cukup besar
(plastisitas tinggi), yaitu akan berubah volumenya (mengembang) bila bertambah
(berubah) kadar airnya. Volumenya akan membesar dalam kondisi basah dan akan
menyusut bila dalam kondisi kering. Sifat inilah yang menyebabkan kerusakan pada
konstruksi-kontruksi bangunan, khususnya pada bagian pondasi yang merupakan kon-
struksi pada bangunan yang menghubungkan bangunan dengan tanah. Pondasi inilah
yang berfungsi untuk mendistribusikan beban bangunan lansung ke tanah. Kerusakan
tersebut disebabkan adanya pertambahan volume tanah yang disebabkan bertambah-
nya volume air tanah tersebut yang biasanya terjadi hanya disatu titik pada bagian
pondasi. Pengertian plastisitas adalah sifat tanah dalam keadaan konsistensi, yaitu cair,
plastis, semi padat, atau padat bergantung pada kadar airnya. Kebanyakan dari tanah
lempung atau tanah berbutir halus yang ada di alam dalam keadaan plastis. Secara
umum semakin besar plastisitas tanah, yaitu semakin besar rentang kadar air daerah
plastis maka tanah tersebut akan semakin dalam kekuatan dan mempunyai kembang
susut yang semakin besar. Salah satu cara yg terbaik adalah mengganti tanah dasar
tersebut dengan tanah yang cukup baik, tetapi hal ini biasanya membutuhkan biaya
yang cukup besar. Para ahli geoteknik mencoba mengatasi dengan cara merubah sifat-
sifat fisiknya untuk menekan biaya. Perbaikan sifat-sifat fisik dari tanah kurang baik

13
STABILISASI TANAH

menjadi tanah yang baik dibidang rekayasa Tenik Sipil disebut sebagai STABILISASI
TANAH.

4.2. Kapur
Syarat kapur yang digunakan untuk stabilisasi ialah dari jenis hidroksida
(CaOH) ataupun bubuk gamping (CaO2). Bubuk gamping ini meskipun baik akan
tetapi menimbulkan pengaruh-pengaruh yang kurang baik terhadap kesehatan
manusia. Kapur yang didapat dalam pasaran bahan-bahan bangunan, sering dijumpai
“kotoran-kotoran" yang biasanya berupa batu-batu silica, karbonat, dan lainnya yang
tidak memberikan reaksi apa-apa terhadap tanah liat. Mutu kapur yang diperlukan
diukur pada jumlah % oksida (Ca atau Mg) yang ada di dalam massa kapur yang
dibeli. Kapur yang sudah “mati” karena terlalu lama dibiarkan dalam udara bebas atau
dikenakan air hujan harus dinyatakan sebagai tidak baik untuk keperluan stabilisasi
tanah dikarenakan bereaksi dengan CO2 dari udara dan menghasilkan CaCO3 yang
merupakan batu kapur biasa. Jumlah kapur yang diperlukan untuk mendapatkan
stabilisasi yang baik, tergantung dari fungsi lapisan stabilisasi itu di dalam struktur
konstruksi jalan, biasanya stabilisasi tanah liat dengan kapur hanyalah dibuat untuk
sub base course bagian bawah dengan tujuan untuk mengurangi jumlah bahan yang
perlu diangkut dari jarak jauh. Untuk lapisan-lapisan atas, maka penambahan kapur
hanyalah untuk keperluan “perbaikan” dari bahan yang sebenarnya sudah baik
mutunya.
Kapur sebagai bahan stabilisasi yang sering digunakan adalah pada umumnya
berbentuk Kalsium Oksida (CaO)/quicklime, kalsium hidroksida Ca(OH) 2
/Slake/hydrated lime, dan kalsium karbonat (CaCO3)/agricultural lime.
Tetapi untuk keperluan stabilisasi lapis pondasi yang biasa digunakan adalah
CaO dan Ca(OH)2 , CaCO3 dianggap kurang efektif kecuali hanya sebagai filler. Efek
yang terjadi adalah reaksi kimia antara mineral lempung dengan kapur sehingga
terbentuk cement-compound, dimana karbonat pada CaCO3 tiadak memberikan hasil
ini. CaO yang dihasilkan dari proses kimia memerlukan energi sebesar 4300 kalori,
memiliki panas hidrasi yang cukup tinggi sehingga sangat peka terhadap perubahan
cuaca serta sulit ditangani dan disimpan. Maka dari CaO tadi kemudian diproses lagi
menjadi Ca(OH)2 dengan reaksi dalam kondisi normal adalah sebagai berikut :

14
STABILISASI TANAH

CaO + Mg + H2O Ca(OH)2 + MgO


Yang kemudian ditransformasikan menjadi :
Ca(OH)2 + H2CO2 + 2H2O
Adapun reaksi yang terjadi antara kapur dengan tanah, yaitu :
1. Absorpsi Air
Kapur yang dicampur dengan tanah yang mengandung air, maka akan terjadi
reaksi sebagai berikut :
CaO + H2O Ca(OH)2 + 15,6 kcal/mol
2. Pertukaran Ion
Butiran lempung dalam kandungan tanah terbentuk halus dan bermuatan
negative, ion yang bermuatan positif, seperti ion hydrogen (H +), ion sodium
(NA+), ion kalium (K+) serta air yang berpolarisasi, semuanya melekat pada
permukaan butiran lempung. Jika kapur ditambahkan pada tanah yang
berkondisi tersebut, maka pertukaran ion sodium yang berasal dari larutan
kapur diserap oleh permukaan butiran lempung.
3. Reaksi Pozzolan
Dengan berlalunya waktu, silika (SiO2) dan alumina (AL2O3) yang
terkandung mineral relatif, akan bereaksi dengan kapur dan membentuk
kalsium silica hidrat. Pembentukan senyawa ini terus berlangsung untuk
waktu yang relatif lama, sehingga menyebabkan tanah menjadi keras, kuat
serta awet. Tanah-tanah dari golongan chlorite dan Illite tidak termasuk
golongan tanah liat yang bersifat pozzolanik, sedang golongan kaolinite dan
montmorillinit merupakan pozzolan baik.

4.3. Prosedur Kerja


Pengujian dilakukan di Laboratorium yang terdiri dari tanah asli dan tanah
stabilisasi dengan bahan tambah tersebut dimana keduanya terdiri dari dua sifat
pengujian,yaitu:
1. Sifat fisis yang meliputi: Kadar air, berat jenis, batas-batas atterberg, dan analisis
butiran (Ayakan dan Hidrometer)
2. Sifat Mekanis yang meliputi: Pemadatan dan CBR Laboratorium.

15
STABILISASI TANAH

V. BITUMEN
5.1. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang berpenduduk padat dengan laju per-
tumbuhan penduduk yang cepat. Semakin banyaknya jumlah penduduk yang ada di
negara kita, maka akan berpengaruh terhadap kebutuhan akan suatu pembangunan.
Semakin menungkatnya permintaan terhadap pembangunan, semakin ketat terhadap
pengawasan pembangunan .
Salah satu faktor utama yang harus diperhatikan dalam pembuatan pembangunan
adalah tanah. Diman tanah disini berfungsi sebagai landasan yang menerima beban se-
cara keseluruhan yang disalurkan melalui pondasi. Oleh karena itu tanah merupakan
unsur yang sangat penting di dalam suatu pembuatan pembangunan, dimana tanah
terebut harus mempunyai daya dukung tanah yang cukup tinggi untuk dapat menahan
beban yang ada diatasnya. Daya dukung ini sangat mempengaruhi terhadap bangunan
yang akan dibuat terutama terhadap pondasi yang berhubungan langsung dengan
tanah, baik dalam bentuk, dimensi, maupun jenis pondasi itu sendiri. Dengan kata lain
berapapun kuatnya bangunan yang dibuat, tidak akan berfungsi jika daya dukung
tanahnya tidak memadai.
Daya dukung tanah yang tidak memadai akan mengakibatkan suatu bangunan
mengalami settlement yang sangat besar dan apabila settlement tersebut terjadi secara
tidak bersamaan pada sebuah bangunan, maka akan mengakibatkan keruntuhan.

5.2. Kapur
Bitumen menurut pengertian The Asphalt Insitut adalah :
“ Suatu campuran dari senyawa-senyawa hidrokarbon yang berasal dari alam atau dari
suatu proses pemanasan, atau berasal dari kedua proses tersebut, kadang-kadang
disertai dengan sifat derivatnya yang bersifat non logam, yang dapat berbentuk gas,
cairan, setengah padat atau padat, yang campuran itu dapat larut dalam
karbondisulfida (CS2)”.
Bitumen merupakan bahan utama untuk pembuatan aspal, oleh karena itu bitumen
mempunyai sifat-sifat yang mirip dengan aspal.

16
STABILISASI TANAH

a. Sifat Kimia Bitumen


Bitumen atau aspal merupakan suatu campuran koloid, dimana butir-butir yang
merupakan bagian yang padat disebut asphalthene yang berada di dalam masa cair
yang disebut maltene. Maltene itu sendiri terdiri dari senyawa-senyawa : basa
nitrogen, acidaffin satu, acidaffin dua, dan paraffin. Senyawa basa nitrogen
merupakan jenis damar (resin) yang reaktif sehingga dapat mendispersikan
asphaltene. Acidaffin satu merupakan senyawa hidrokarbon yang juga bersifat
damar yang dapat melarutkan disperse dari asphaltene, sedangkan acidaffin dua
merupakan senyawa hidrokarbon yang agak kurang jenuh, yang juga dapat
melarutkan disperse dari asphaltene. Parrafin merupakan senyawa hidrokarbon
jenuh, yang berfungsi sebagai penyebab terjadinya semacam gel bagi bitumen atau
aspal. Senyawa-senyawa pembentuk asphaltene dan maltene, terutama juga
merupakan senyawa aromatis (dengan rantai melingkar) dari naptha, tercampur
alkana. Jadi dengan kata lain, dapat juga di artikan bahwa bitumen atau aspal
merupakan suatu bahan terbentuk dari senyawa hidrokarbon yang terbentuk
suspense koloidal dari asphaltene di dalam media minyak, dimana mengandung
senyawa damar yang menengah terjadinya penggumpalan dari asphaltene itu
sendiri. Maka sifat-sifat dari bahan campuran yang ada di dalam bitumen atau
aspal itu adalah :
1. Asphaltene merupakan bahan utama memiliki kekerasan.
2. Damar (resin) menyebabkan adanya sifat lekat serta liat (ductile)
3. Minyak menyebabkan sifat plastis sampai cair, sehingga bitumen atau aspal
memiliki sifat viskositet dan kelembekan.
b. Sifat Fisis Bitumen
 Bila bitumen terkena pengaruh cuaca dalam bentuk lapisan yang tipis, ia akan
berangsur-angsur hilang sifat plastisnya, dan akan menjadi regas, karena
perubahan kimia atau fisika. Perusakan oleh alam ini, disebut pelapukan.
Pelapukan aspal pada hamparan jalan terutama disebabkan oleh akibat
pengerasan yang cepat dari bitumen, sehingga menghasilkan retakan-retakan
yang kecil.
 Makin luas bidang permukaan suatu bitumen akan semakin cepat ia mengeras.
Dengan demikian pula kecepatan oksidasi dan penguapan, tergantung dari luas

17
STABILISASI TANAH

permukaan aspal yang berhubungan dengan udara. Oleh karena itu untuk
pembuatan konstruksi dari campuran bitumen agar lebih stabil, maka perlu
diusahakan agar konstruksi itu memiliki rongga –rongga udara (voice) sekecil
mungkin agar oksidasi akan terjadi lebih kecil
 Sinar matahari mempengaruhi terhadap ketahan lamaan bitumen. Sinar dengan
gelombang pendek atau sinar actinik, merusak/merubah molekul bitumen,
menjadi air dan senyawa yang larut dalam air. Reaksi tersebut disebut “photo
oksidasi” karena oksidasi ini dipercepat oleh adanya sinar. Tetapi untungnya
oksidasi akibat sinar ini, tidak dapat masuk jauh kedalam lapisan bitumen
(hanya lapisan tipis di permukaan).
 Bitumen mempunyai ketahanan terhadap gesekan/abrasi. Sifat ini dipengaruhi
oleh adanya senyawa maltene dalam bitumen.
 Bitumen yang telah pecah molekul-molekulnya, biasanya mempunyai
permukaan yang pudar (tidak mengkilap). Sebaliknya bitumen yang belum
pecah molekulnya, mengkilap permukaannya seperti cermin.
 Suatu bitumen cair bila dibiarkan terbuka diudara dalam lapisan tipis berangsur-
angsur akan mengental kembali menjadi bitumen padat. Waktu yang diperlukan
untuk mengental itu disebut derajat pengerasan (rate of curing). Rate of curing
ini dipengaruhi oleh :
1. Penguapan dari bahan pelarut/pengencer
2. Jumlah pelarut/pengencer dalam bitumen cair
3. Angka penetrasi dari bitumen dasar yang dicairkan
Makin kecil jumlah bahan pelarut/pengencer yang terkandung dalam bitumen
cair, akan semakin cepat ia mengental kembali. Lain daripada itu, waktu yang
diperlukan untuk pengerasan akan lebih lama bila angka penetrasi dari bitumen
tinggi. Faktor luar yang mempengaruhi kecepatan pengentalan adalah :
1. Suhu keliling
2. Luas permukaan penguapan
3. Kecepatan angin yang melalui permukaan

18
STABILISASI TANAH

5.3. Prosedur Kerja


Pengujian dilakukan di Laboratorium yang terdiri dari tanah asli dan tanah
stabilisasi dengan bahan tambah tersebut dimana keduanya terdiri dari dua sifat
pengujian,yaitu:
1. Sifat fisis yang meliputi: Kadar air, berat isi, berat jenis, batas-batas atterberg,
analisis butiran (Ayakan dan Hidrometer), dan uji permeabilitas.
2. Sifat Mekanis yang meliputi: Kuat Tekan Bebas, Pemadatan dan CBR Laborato-
rium.

19

Anda mungkin juga menyukai