Anda di halaman 1dari 7

Soil Improvement Technique for Liquefaction Prevention

Keynote Speaker : Prof. Hideaki Yasuhara (Ehime University, Japan)

The 1st International Seminar on Civil and Environmental Engineering (ISCEE) 2020
Resumed by : Irgie Yudhistira (F44180051)

 Latar Belakang
Likuifaksi merupakan peristiwa meningkatnya tekanan air pori tanah akibat
tegangan siklik dalam getaran tanah yang diakibatkan oleh gempa. Likuifaksi
merupakan gejala peluluhan pasir lepas yang bercampur dengan air akibat goncangan
gempa dimana gaya pemicu melebihi gaya yang dimiliki oleh litologi setempat dalam
menahan guncangan. Hal ini bisa menyebabkan beberapa kejadian seperti penurunan
cepat (quick settlement), pondasi bangunan menjadi miring (tilting) atau penurunan
sebagian (differential settlement). Banyak metode yang dikembangkan dalam
melakukan perbaikan taah seperti pemadatan tanah (densifikasi) untuk meningkatkan
kekuatan geser dan ketahanan likuifaksi, pemanfaatan bahan sintetis, grouting atau
deep-mixing method (DMM), dan perbaikan tanah dengan penambahan kolom
vertikal (stone column) Metode – metode tersebut sebagian besar membutuhkan
upaya yang besar dalam persiapan, produksi, dan penggunaannya di lapangan, Selain
itu, biasanya metode perbaikan tanah yang telah diaplikasikan membutuhkan biaya
yang besar.
Metode dalam melakukan perbaikan tanah perlu dikembangkan dengan
memperhatikan aspek lingkungan dan tidak membutuhkan biaya besar (inexpensive
and environ-friendly method). Metode grouting sering digunakan untuk
meningkatkan kekuatan tanah dengan injeksi material tambahan ke dalam formasi
tanah untuk mengubah karakteristik fisik dari tanah tersebut. Kombinasi dari bidang
geoteknik, biologi, dan kimia mengembangkan metode calcite-induced precipitation
method (CPIM) . Metode tersebut telah diteliti menjadi metode yang memungkinkan
untuk meningkatkan kekuatan dan kekauan serta mengurangi permeabilitas tanah.
Precipiitated Calcite sebagai material kohesif yang diinduksi dengan proses
enzimatis.
Endapan kalsit di dalam tanah dapat mengikat partikel tanah, membatasi
pergerakan dan meningkatkan propertis tanah. Kalsit yang diendapkan menghalangi
rongga, menurunkan porositas dan permeabilitas .Metode efektif yang berkaitan
dengan presipitasi kalsit, yang menggunakan enzim untuk menghasilkan karbonasi
dan tidak menggunakan mikroorganisme, disebut presipitasi kalsit yang diinduksi
enzim (EICP). Enzim-Induced Calcite Precipitation (EICP) adalah metode grouting
yang menghasilkan mineral kalsit setelah proses hidrolisis menggunakan bio-katalis
dari enzim urease. Jumlah kalsit yang diendapkan dalam tanah tergantung pada
konsetrasi reagen urea-CaCl2. Dengan konsentrasi reagen yang rendah, endapan
kalsit ditemukan didistribusikan secara seragam. Sebaliknya, dengan konsentrasi
reagen urea-CaCl2 yang tinggi, endapan kalsit terakumulasi pada permukaan.
 Konsep Enzym Induced Calcite Precipitation Method (EICP)
Material yang digunakan dalam CPIM untuk menghasilkan Kalsit yang akan
diendapakan pada tanah adalah sebagai berikut.
1. Urea (CH4N2O)
2. Urease (Enzime Catalyst)
3. Kalsium klordia (CaCl2)
4. Air
Pada metode presipitasi kalsit, material grouting yang menghasilkan CaCO3
diaplikasikan pada tanah. Proses kimia yang terjadi dari material – material tersebut
hingga menghasilkan kalsit adalah sebagai berikut.

Urea + Urease Ca source Urea + Urease

CO3 2- + Ca2+
2- 2+
CO3 Ca
Calcite Precipitated

Byproducts Cohesion
enhanced
Soil Calcite Soil be strengthened

Gambar 1 Skema penggunaan material pada EICP

Gambar 2 Proses pembentukan CaCO 3 pada EICP


Pembahasan Hasil Eksperimen
Jumlah CaCO3 yand diendapkan berkisar ±0.4 mol = 40 g dengan beberapa
kondisi yang berbeda untuk analisis uji kuat tekan uniaxial dan uji permeabilitas
dengan metode head tetap (constant head). Kondisi penerapan endapan CaCO 3 yang
dilakukan dapat dilihat sebagai berikut.

Tabel 1 Penerapan endapan CaCO3 dengan kondisi yang berbeda

Berdasarkan tabel satu penerapan endapan CaCO3, dengan beberapa kondisi yang
berbeda, pada kondisi 1 konsentrasi CaCO 3 yang diendapkam sebesar 0.5 mol/L
dengan jumlah injeksi 8 kali dalam interval 2 jam, dan jumlah enzim urease yang
digunakan sebesar 1 gr / (300 gr pasir). Selanjutnya, pada kondisi dua, konsentrasi
CaCO3 yang diendapkan sebesar 1.0 mol/L dengan jumlah injeksi 4 kali dalam
interval 2 jam, dan jumlah enzim urease yang digunakan sebesar 1gr/ (300 gr pasir).
Pada kondisi tiga, konsentrasi CaCO 3 yang diendapkan sebesar 0.5 mol/L dengan
jumlah injeksi 8 kali dalam interval 2 jam, dan jumlah enzim urease yang digunakan
sebesar 0.5gr/ (300 gr pasir). Hasi uji kuat tekan Uniaxial, yaitu pengujian dengan
penyebaran tegangan pada sampel searah dengan gaya dikenakan pada sampel
tersebut. Hasil pengujian Uniaxial dapat dilihat sebagai berikut.

Gambar 3 Hasil pengujian Uniaxial pada sampel uji


Berdasarkan hasil uji tekan Uniaxial pada sampel uji diperoleh bahwa kuat tekan
yang dihasilkan dari tiga kondisi yang telah diterapkan menhasilkan kuat tekan 400
kPa – 1.6 MPa. Hasil pengujian menunjukan bahwa dengan kondisi kondisi dua,
menggunakan CaCO3 yang diendapkan sebesar 1.0 mol/L dengan jumlah injeksi 4
kali dalam interval 2 jam, dan jumlah enzim urease yang digunakan sebesar 1gr/ (300
gr pasir) dapat mencapai kuat tekan 1.6 MPa, sedangkan pada kondisi kondisi tiga,
konsentrasi CaCO3 yang diendapkan sebesar 0.5 mol/L dengan jumlah injeksi 8 kali
dalam interval 2 jam, dan jumlah enzim urease yang digunakan sebesar 0.5gr/ (300 gr
pasir) mencapai kuat tekan sebesar 400 kPa. Berdasarkan hasil tersebut menunjukan
bahwa dengan kondisi dua, kuat tekan dapat mencapai 1.6 MPa dan efektif jika
diterapkan. Analisis selanjutnya yaitu hubungan antara prsentase endapan CaCO 3
dengan uji kuat tekan Uniaxial adalah sebagai berikut.

Gambar 4 Hubungan antara prsentase endapan CaCO 3 dengan uji kuat tekan
Uniaxial
Hubungan presentase prsentase endapan CaCO 3 dengan uji kuat tekan Uniaxial
berdasarkan gambar 4 diperoleh bahwa kuat tekan sampel uji meningkat pada
presentase endapan CaCO 3 > 2%. Seanjutnya analisis pengujian permeabilitas
dengan metode constant head dilakukan terhadap sampel uji. Metode constant head
merupakan metode pengujian permeabilitas yang biasanya digunakan untuk tanah
yang memiliki butiran kasar dan memiliki koefisien permeabilitas yang tinggi. Hasil
pengujian permeabilitas pada sampel uji dilakukan dengan 6 kondisi sebagai berikut.
Tabel 2 Variasi beberapa kondisi pada pengujian permeabilitas
Tabel 2 variasi beberapa kondisi pada pengujian permeabilitas dengan metode
constant head menunjukan adanya variasi pada konsentrasi CaCO 3 yang diendapkan,
jumlah injeksi, jumlah enzim urease yang digunakan dan nilai maksimal presipitasi.
Hasil pengujian permeabilitas pada sampel uji dibuat pada grafik hubungan antara
waktu pengujian (jam), jumlah injeksi CaCO 3 dengan konduktivitas hidrolik
(cm/detik) sebagai berikut.

Gambar 5 Hasil pengujian permeabilitas dengan metode constant head

Gambar 6 Hubungan antara jumlah injeksi CaCO 3 dengan konduktivitas hidrolik


Berdasarkan gambar 4 hasil pengujian permeabilitas dengan metode constant head,
nilai permeabilitas tanah yang diperoleh berupa nilai rata – rata permeabilitas
pengujian setelah konstan dan setelah 5 jam nilai konstan tersebut tercapai.
Selanjutnya, berdasarkan gambar 6, semakin CaCO3 yang diinjeksi maka
permeabilitas semakin menurun. Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa CaCO3 dapat
menstabilisasi tanah menyebabkan ruang pori makro terisi dan semakin berkurang,
sehingga air tidak bisa melewati tanah tersebut. Implikasi dari metode yang
diterapkan di atas dapat dibuat dalam skala yang lebih besar dengan :
1. Viskositasnya rendah, sama dengan air
2. Penampang dapat ditingkatkan dengan grout
3. Diameter dapat dibuat berkisar 1-2 meter.
Eksperimen dilakukan dengan uji aliran 1-D untuk mengevaluasi distribusi kalsit,
2 tipe pasir yaitu keisa #6 dan keisa #8 dengan spesimen yang diinjeksi berupa urea,
urease, dan CaCl2 dengan variasi kondisi konsentrasi dan jumlah injeksi volume
sebagai berikut..

Tabel 3 Variasi kondisi pada uji aliran 1-D

Berdasarkan tabel 3 variasi kondisi pada uji aliran 1-D diperoleh hasil sebagai
berikut.

(a)

(b)

Gambar 6 Hasil uji aliran 1-D

Berdasarkan gambar 6, bagian a menunjukan hasil uji aliran 1-D berupa distribusi
vertikal dari urea yang diinjeksi pada pasir, sedangkan bagian b menunjukan disribusi
vertikal dari CaCl2 yang diinjeksi pada pasir.
 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji tekan Uniaxial pada sampel uji diperoleh bahwa kuat
tekan yang dihasilkan dari tiga kondisi yang telah diterapkan menhasilkan kuat tekan
400 kPa – 1.6 MPa. Hasil pengujian menunjukan bahwa dengan kondisi kondisi dua,
menggunakan CaCO3 yang diendapkan sebesar 1.0 mol/L dengan jumlah injeksi 4
kali dalam interval 2 jam, dan jumlah enzim urease yang digunakan sebesar 1gr/ (300
gr pasir) dapat mencapai kuat tekan 1.6 MPa. Hubungan presentase prsentase
endapan CaCO3 dengan uji kuat tekan Uniaxial berdasarkan gambar 4 diperoleh
bahwa kuat tekan sampel uji meningkat pada presentase endapan CaCO 3 > 2%. Hasil
pengujian permeabilitas dengan metode constant head, nilai permeabilitas tanah yang
diperoleh berupa nilai rata – rata permeabilitas pengujian setelah konstan dan setelah
5 jam nilai konstan tersebut tercapai. Berdasarkan hasil pengujian, semakin CaCO3
yang diinjeksi maka permeabilitas semakin menurun.

Rekomendasi:
1. Keunggulan metode Enzym Induced Calcite Precipitation Method (EICP)
untuk meningkatkan kualitas fisik dan sifat mekanik tanah yang selanjutnya
mengurangi likuifaksi telah teruji.
2. Uji aliran 1-D: Metode ini harus diterapkan untuk tanah berpasir, tetapi
prosedur tambahan lain mungkin diperlukan untuk tanah yang memiliki
permeabilitas relatif rendah, contohnya pasit berlumpur.
3. Analisis biaya secara mendalam diperlukan untuk aplikasi lapangan, karena
enzim urease relatif mahal.

Anda mungkin juga menyukai