Anda di halaman 1dari 7

UAS TEKNOLOGI BAHAN BANGUNAN LANJUT

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL


UNIVERSITAS TADULAKO

1. Identitas Jurnal

Judul Artikel : Effect of binder content on the performance of alkali-activated slag concretes
Pengarang : Susan A. Bernal, Ruby Mejía de Gutiérrez, Alba L. Pedraza, John L. Provis, Erich D.
Rodriguez, Silvio Delvasto.
Nama Jurnal : Cement and Concrete Research
Volume : Vol. 41
Issue : Issue 1
Tahun : 2011
Halaman : 1-8
DOI : 10.1016/j.cemconres.2010.08.017

2. Tujuan Penelitian

Artikel ini menilai kinerja mekanis dan daya tahan beton yang diproduksi dengan AASC (Alkali-
Activated Slag Concrete). Status quo nya yaitu, AASC telah berkembang penggunaannya sebagai
material alternatif, dikarenakan oleh konsumsi energi yang rendah, dan emisi CO2 yang rendah pula
apabila dibandingkan dengan Beton Konvensional.

Namun, masih terdapat celah dalam pembahasan mengenai dampak jangka panjang produk dengan
AASC tersebut. Sehingga studi dalam artikel ini berfokus pada parameter mix design dari AASC, untuk
meningkatkan pemahaman terhadap kekuatan mekanis AASC dan sifat serapan dari parameter mix
design AASC tersebut, yang diharapkan dapat menghasilkan desain beton dengan daya tahan yang
lebih baik (meningkat).

3. Material yang digunakan

Material awal yang digunakan untuk memproduksi binder (pengikat) adalah Colombian Granulated
Blast Furnace Slag (GBFS) dari pabrik Acerías Paz del Río, dan juga tetap menggunakan OPC
(Ordinary Portland Cement) dengan kadar limestone 10%.
Alkali-aktivasi dari GBFS terbuat dari Komersial Sodium Silikat solution (Na2O.rSiO2 nH2O) yang
terdiri dari 32,4% SiO2, 13,5% Na2O, dan 54,1% H2O. Sedangkan modulus Silika (Ms) dari solution
tersebut adalah 2,4. (Ms=molar SiO2/Na2O ratio)

Dan material untuk campuran yaitu OPC, GBFS, Na Silikat, Air, Pasir, Kerikil, dan fraksi Pasta Segar.
Untuk kerikil dan pasir, digunakan sebagai agregat kasar dan agregat halus dalam pembuatan beton.
Agregat kasar berukuran maksimum 19 mm, berat jenis 2790 kg/m3, dan daya serap 1,23%.
Sedangkan berat jenis, daya serap, dan modulus kehalusan pasir masing-masing yaitu 2450 kg/m3,
3,75%, dan 2,57.

4. Metode Pengujian / Pengambilan Data

Dalam penelitian ini, dibuat 3 variasi kadar slag, yakni 300, 400, dan 500 kg/m3 campuran segar,
sesuai dengan total kandungan binder (slag + aktivator anhidrat) masing-masing sebesar 351, 468, dan
585 kg/m3.

Campuran diformulasikan untuk mencapai konsistensi slump awal sekitar 70 mm dan rasio air/slag
total 0,42. Aktivator alkali dimasukkan pada konsentrasi 5% NaOH (yaitu 5 g Na2O per 100 gr slag).

Spesimen kontrol beton OPC dirancang mengikuti prosedur standar ACI 211.1-91 (Praktik Standar
untuk memilih proporsi beton normal, berat, dan massa), menggunakan semen yang sama dan rasio
air/binder yang sama dengan yang digunakan pada AASC.

Spesimen beton OPC direndam dalam air pada kondisi laboratorium ambien (25 derajat Celcius),
sedangkan beton AASC disimpan dalam ruang yang kelembabannya dikontrol (kelembaban relatif 90%
RH) pada 25+5 derajat celcius untuk mencegah peluluhan AASC.

----------------------------------

Pengujian :

Sampel beton diuji untuk mengetahui kuat tekannya dengan mengikuti standar ASTM C 39/C39M-09a
(Standard Test Method for Compressive Strength of Cylindrical Concrete Specimens).

Total porositas dan daya serap juga dihitung dengan menggunakan standar ASTM C642-06 (Standard
Test Method for Density, Absorption, and Voids in Hardened Concrete), di mana sampel diuji setelah
melalui proses curing selama 28 dan 90 hari. Serapan kapiler juga ditinjau dengan mengaplikasikan
standar prosedur EMPA – SIA 162/1. Di mana air dibiarkan melewati sampel kering melalui proses
gradual dari suction kapiler, dan massa dari sampel ditinjau sebagai fungsi waktu.
Untuk ketahanan terhadap penetrasi ion klorida ditentukan sesuai standar prosedur ASTM C1202-05
(Standard Test Method for Electrical Indication of Concrete's Ability to Resist Chloride Ion Penetration),
menggunakan instrumen PROOVE'it yang disediakan oleh Germann Instruments.

Untuk mempelajari karbonasi benda uji, digunakan sistem pengujian karbonasi. Kondisi yang
diterapkan adalah : konsentrasi CO2 1,0±0,2%, suhu 25±2 °C, dan RH=65±5%. Sebelum pengujian,
sampel disimpan dalam ruang karbonasi selama 48 jam tanpa CO2, untuk menstabilkan kelembaban
sesuai dengan kondisi pengujian. Selama paparan CO2, spesimen beton dikeluarkan dari chamber
setelah 250, 500, 750 dan 1000 jam. Kedalaman karbonasi diukur dengan memperlakukan permukaan
spesimen yang baru dibelah dengan larutan 1% fenolftalein dalam alkohol. Dalam bagian spesimen
yang tidak berkarbonasi, di mana beton masih memiliki basa sangat tinggi, diperoleh warna ungu-
merah, sedangkan tidak ada warna diamati di daerah berkarbonasi. Setiap hasil kedalaman karbonasi
disajikan dihitung sebagai jarak dari tepi sampel ke titik perubahan warna, rata-rata antara 7 dan 14
pengukuran (7 poin per sampel pada satu atau dua sampel ulangan).

5. Hasil dan Pembahasan


a. Kuat Tekan
Penelitian ini membandingkan kuat tekan beton dengan AASC sebagai pengikat dan OPC
sebagai pengikat. Di antara keduanya peneliti membandingkan dengan variasi kadar pengikat
yang berbeda, yaitu 300 kg/m3, 400 kg/m3, dan 500 kg/m3.
Pengujian dilakukan pada hari ke 28 dan hari ke 90. Pada hari ke 28, AASC dan OPC dengan
kadar pengikat 400 kg/m3 dan 500 kg/m3 menunjukkan peningkatan kuat tekan yang signifikan,
dibandingkan sampel dengan kadar pengikat 300 kg/m 3.
Pada diagram batang di atas, terlihat kuat tekan beton AASC dan OPC dengan kadar masing-
masing sebesar 300 kg/m3, 400 kg/m3, dan 500 kg/m3 pada kondisi 28 hari dan 90 hari. Terlihat
bahwa semen dengan AASC mengalami peningkatan kuat tekan yang signifikan sejak hari ke
28 dan terus meningkat perlahan-lahan hingga hari ke 90. Serta dapat dilihat juga bahwa
AASC dengan kadar 500 kg/m 3 mengalami peningkatan yang tidak jauh berbeda dari AASC
dengan kadar 400 kg/m3 pada hari ke 28, namun mengalami peningkatan lebih besar dari pada
AASC dengan kadar tersebut pada hari ke 90. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin lama
waktu yang diberikan pada reaksi kimia menghasilkan kekuatan yang lebih baik.
Selain itu, terlihat bahwa kuat tekan AASC mencapai 60 MPa pada hari ke 90. Hal ini membuat
AASC dapat dikategorikan ke dalam High Performance Concrete (HPC).

Tingginya kekuatan mekanis dari material dasar AASC berasal dari karakteristik fisik dan
struktural komponen pengikat dalam sistem ini. Reaksi hidrasi dari Alkali-Activated Slag
dikendalikan oleh fenomena peleburan dan pengendapan, yang pergerakannya pada pH tinggi
lebih cepat daripada kontrol reaksi difusi proses reaksi hidrasi pada OPC. Hal ini
mengakibatkan peningkatan secara signifikan terhadap kuat tekan AASC pada umur awal
curing.

Penggunaan aktivator berbasis sodium silikat membentuk pengikat yang struktur utamanya
merupakan gel kalsium silikat hidrat (C-S-H), dan ini adalah reaksi utama produk yang

bertanggung jawab dalam pengembangan kekuatan. Seiring dengan reaksi aktivasi alkali,
yang keduanya terlarut dari terak (slag) dan dipasok oleh aktivator menyediakan spesies ke
sistem yang diperlukan untuk mendukung reaksi dengan Ca yang dilepaskan dari slag.

Bersamaan dengan berlangsungnya proses reaksi secara lebih lanjut, ion silika yang
dihasilkan oleh activator menjadi habis tetapi peleburan slag tetap berlanjut. Kondensasi dan
ikatan silang dari spesies ini membawa ke gelasi, menghasilkan jenis produk kalsium silika
hidrat dengan kadar rasio Ca/Si yang rendah, dengan beberapa substitusi Si oleh Al yang
dihasilkan oleh slag. Dan menggabungkan beberapa alkali ke dalam muatan situs
penyeimbang dan diserap ke dalam struktur gel.

Produk Secondary reaction yang dapat diserap dalam Alkali-activated slag termasuk dalam
fase aluminosilicate yang berhubungan dengan tipe fase zeolite dan hydrotalcite.
Setelah periode curing yang lebih Panjang, gel C-S-H dari AASC menunjukkan peningkatan
derajat polimerisasi dan pembentukan formasi produk yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan
adanya fase kristal dan fase crosslinked yang tinggi seperti gismodine dalam sampel, dan ini
diyakini memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan kekuatan mekanis yang lebih
tinggi pada umur curing yang lebih lama.

Dalam AASC dan pengikat berbasis alkali-activated lainnya, pengikat agregat antar muka
(interfacial transition zone) telah dilaporkan menjadi sangat padat dan seragam, fenomena ini
berkontribusi pada kekuatan mekanik yang tinggi pada AASC. Karakteristik interfacial
transition zone dalam AASC yang teraktivasi alkali silikat dapat dikaitkan dengan beberapa
faktor seperti penyempurnaan porositas dengan kondensasi kelebihan SiO 2 yang disuplai oleh
activator, dan juga berpotensi menghasilkan reaksi parsial dari permukaan agregat bersilika
dengan alkali-silikat solution untuk membentuk produk reaksi tambahan yang mengelilingi
partikel agregat. Hal ini mendorong ikatan yang lebih kuat antar fase makro melalui produk
reaksi yang terbentuk di sekitar agregat, dan peningkatan kekasaran partikel juga
meningkatkan sifat mekanis.

Penting untuk dicatat bahwa ini berbeda dari struktur mikro dalam OPC, di mana area antar
matriks dan agregat adalah bagian terlemah dari material dan dicirikan oleh porositas yang
tinggi.

b. Daya Serap Air


Sampel AASC dan OPCC dengan konten binder yang serupa nilai penyerapan air sebanding
pada 28 dan 90 hari. Pengurangan total porositas setelah 90 hari curing diidentifikasi dalam
semua sampel, dengan AASC menunjukkan pengurangan yang lebih nyata daripada referensi
OPCC. Porositas total dari konten pengikat 400 kg/m3 sampel jauh lebih rendah daripada
campuran dengan yang lebih tinggi atau lebih rendah isi pengikat, untuk seri sampel AASC
dan OPCC. Ini kemungkinan besar karena sebagian masalah pengepakan partikel di dalam
beton.
Sampel 300 kg/m3 mengandung pengikat yang tidak mencukupi untuk memungkinkan penuh
pemadatan, sedangkan sampel 500 kg/m3 adalah lebih mungkin menderita microcracking
karena panas yang berlebihan.
c. Uji Permeabilitas Klorida
Permeabilitas klorida dari sampel beton dinilai menurut ASTM C1202 dan nilai total muatan
yang ditransfer untuk sampel setelah curing pada hari ke 28 menunjukkan bahwa semua
sampel AASC yang diuji tergolong beton dengan permeabilitas sangat rendah terhadap klorida,
sedangakan sampel OPC termasuk dalam kategori beton dengan permeabilitas sedang
terhadap klorida.
6. Jelaskan Kesimpulan pada Paper !
 Berdasarkan analisis yang dibuat pada berbagai kandungan pengikat, baik AASC maupun
OPC, diperoleh hasil bahwa untuk kandungan pengikat yang sebanding dengan rasio
air/pengikat, AASC menghasilkan kekuatan yang lebih tinggi pada hari ke 28 dan ke 90.
 AASC juga menunjukkan penyerapan air yang lebih rendah, porositas total dan kapilaritas
menurun seiring dengan meningkatnya kandungan pengikat. Retak mikro pada AASC dengan
kandungan pengikat tinggi juga kurang terlihat, karena pelepasan panas yang lebih rendah.
 Ketahanan terhadap klorida juga tampak sangat tinggi di semua sampel AASC.

7. Jelaskan Keunggulan Paper


Paper ini menjelaskan dengan penjelasan yang sistematis dan dilengkapi dengan data dan grafik
yang mudah dipahami.

8. Jelaskan Kekurangan Paper


Tata Bahasa yang kurang dapat dipahami mengurangi kesempurnaan paper ini. Data dan grafik
yang tersaji tidak dibarengi dengan penggunaan tata Bahasa yang baik. Saya menemukan
pernyataan yang kontradiktif dalam paper ini. Di mana di satu sisi menyebutkan bahwa Beton
dengan kadar pengikat yang lebih banyak memiliki kekuatan yang lebih tinggi. Sedangkan di sisi
lain menyatakan bahwa peneliti setuju dengan pendapat Wassermann et al yang menyatakan
bahwa kekuatan beton tidak bergantung pada kadar pengikat beton tersebut.

Anda mungkin juga menyukai