Anda di halaman 1dari 9

Tugas 1

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL


UNIVERSITAS TADULAKO
2022
PENDAHULUAN
Forensic Engineering adalah seseorang atau team yang harus sesuai dengan bidangnya seperti
teknik struktur, teknik geoteknik, teknik hidro, teknik transportasi dan lain sebagainya yang
mampu memberikan saran-saran perbaikan. Oleh karena itu agar dapat diperoleh dan diketahui
penyebab suatu kerusakan bangunan ataupun sturktur konstruksinya maka perlu dikembangkan
suatu bidang ilmu yang tampaknya sangat diperlukan diamasa-masa mendatang yaitu Teknik
Forensic dan repair pada bangunan dan konstruksi bangunan yang disebabkan oleh kerusakan
akibat bencana alam murni (natural disaster) atau kerusakan diakibatkan oleh tangan manusia
(artificial disaster).
Tujuan bidang ilmu Forensik ini adalah untuk membuka wawasan pemerintah, masyarakat,
praktisi dalam bidang asuransi, lembaga pengambil keputusan dalam permasalahan yang
terjadi berdasarkan teknik Forensik.
Faktor Penyebab Kerusakan Bangunan
Bangunan sejak awal perencanaan, pelaksanaan, hingga masa pemakaiannya berkemungkinan
untuk mengalami kerusakan akibat beberapa faktor :

1. Faktor Umur Bangunan


2. Faktor Kondisi Tanah dan Air Tanah
3. Faktor Angin
4. Faktor Gempa
5. Faktor Longsor
6. Faktor Petir
7. Faktor Kualitas Bangunan
8. Faktor Hama
9. Faktor Kualitas
10. Faktor Kesalahan Perencana
11. Faktor Perubahan Fungsi
12. Faktor Kebakaran

Jenis dan Tipe Kerusakan Bangunan


Jenis kerusakan yang terjadi pada bangunan sangat bervariasi, tergantung pada penyebab
kerusakan yang mempengaruhi. Dari setiap klasifikasi jenis kerusakan, masih dapat dibedakan
atas berapa penyebab. Dari satu penyebab kerusakan masih dapat menghasilkan lebih dari satu
tipe kerusakan, maka secara kelompok besar dapat dibagi beberapa tipe kerusakan menurut
Syafei Amri, 2006 :
• Kerusakan komponen arsitektur
• Kerusakan komponen atas (Upper Structure) dan struktur bawah (Sub Structure )
• Kerusakan komponen mekanikal dan elektrikal

Menurut Skempton dan Mc Donald 1956; Bromhead 1984; Boscardin & Cording 1989; Fed &
Carper 1997 type kerusakan adalah sebagai berikut :
• Kerusakan arsitektural. Tipe kerusakan ini sangat berkaitan dengan retak-retak pada
bangunan gedung, lantai dan cat penutup. Retakan pada plester dinding > 0,5 mm lebar,
retak pada dinding pasangan batu > 1 mm lebar, perlu dipertimbangkan sebagai nilai
ambang untuk bangunan berpenghuni ( Burland dkk, 1997 ).
• Kerusakan fungsional. Berkaitan dengan penggunaan bangunan (pintu dan jendela macet,
retakan dinding luas dan plester berjatuhan, dinding atau lantai miring). Gerakan tanah
dapat sebagai penyebab kerusakan ini.
• Kerusakan struktural, merupakan kerusakan yang berkaitan dengan stabilitas bangunan (
runtuh dalam mendukung beban ), termasuk kerusakan total dari struktur.
• Kerusakan tersembunyi. Berkaitan dengan tidak dapat dilihat secara visual. Misalnya
penurunan mutu material pekerjaan. Hal ini baru dapat diketahui kalau ada review design,
uji standar bahan, dan lain-lain. Contoh pengaruh piping, creep yang terjadinya dalam
waktu cukup lama dan sulit untuk diteksi ( Greenspan dkk, 1989 ).
• Kerusakan yang terjadi berkaitan dengan membengkaknya biaya, biaya yang dikeluarkan
terlalu besar untuk kegiatan pekerjaan tersebut, kegagalan menyelesaikan pekerjaan
proyek tepat waktu. Tampak kegagalan struktur geoteknik dapat masuk kerusakan
fungsional dan struktural, namun tidak menutup kemungkinan pada kerusakan
tersembunyi ( latent ) dan membengkaknya biaya.
• Keperluan Ahli. Dari kondisi kerusakan yang terjadi perlu dicari penyebab kerusakan,
siapa yang bertanggung jawab, apakah dapat diajukan kepengadilan, ganti rugi yang
menjadi korban. Oleh karena itu dibutuhkan seorang Ahli sesuai dengan bidan keahliannya
guna memberikan jawaban tentang sebab terjadinya kerusakan akibat bencana, atau sebab-
sebab lain, dan siapa yang bertanggung jawab, serta memberikan rekomendasi
penanggulangan atau perbaikannya. Ahli ini harus mempunyai pengalaman, keahlian
dalam bidangnya atau dikeanal sebagai Ahli Teknik Forensik (Foren-sic Engineer).
Seorang Forensik Engineer mempunyai tugas :
a) Menyelidiki kerusakan, kekurangan atau keruntuhan suatu konstruksi,
b) Menentukan penyebab masalah tersebut (kerusakan, keruntuhan dsb),
c) Dalam banyak kasus memberikan rekomendasi tentang perbaikannya,
d) Menentukan siapa yang harus bertanggung jawab akan kerusakan atau kemunduran
suatu konstruksi.

Menurut ASCE (Greespan dkk, 1989) kualifikasi seorang Forensic Engineer adalah :
• Seorang expert dalam bidangnya,
• Mempunyai pengetahuan yang seksama pada subject yang diselidiki,
• Pengetahuan sebagai expert dapat juga bagi ahli teknik yang berpengalaman di bidangnya,
• Bila subject yang diselidiki tidak sesuai dengan bidangnya, pekerjaan tersebut harus
ditolak,
• Dan perlu dihindari sebagai seorang Forensic Engineer adalah konflik kepentingan,
prasangka, pembelaan (Carper, 1989)
• Seorang Forensic Engineering (FE) harus sampai pada final konklusi.
PEMBAHASAN
Jenis-Jenis Kerusakan Dini pada Bangunan
Adapun kerusakan pada bangunan dapat diketahui sedini mungkin pada beberapa bagian
seperti berikut :
a. Atap Bocor dan Bergeser
Umumnya, atap dirancang untuk bisa bertahan 15-20 tahun, jika menggunakan material
baha ringan bahkan mampu bertahan hingga 50 tahun. Sehingga jika ada masalah pada
atap sebelum waktunya, harus segera diperbaiki.

b. Retak Dinding dan Plafon


Walaupun tidak semua retakan dinding dan plafon adalah kerusakan struktural, namun
Anda perlu berhati-hati dalam mendiagnosis retakan tersebut. Penting untuk memahami,
apakah retakan tersebut berpotensi menjadi masalah besar. Umumnya, retakan pada
dinding di atas pintu atau jendela harus diwaspadai karena rawan roboh.

c. Beton Atau Kolom Rusak


Penyebab utama runtuhnya beton atau kolom adalah karena kurangnya kemampuan
menahan beban akibat kerusakan kecil, kelebihan beban, atau melemahnya kekuatan
komponen. Misalnya, kolom atau dinding bisa mengalami retak diagonal karena gempa,
atau paparan kelembaban tinggi dan atau bahan kimia. Reaksi tersebut mampu
menyebabkan korosi pada baja tulangan didalamnya dan memutus ikatan material yang
kokoh.

d. Penurunan Pondasi dan Lantai Yang Tidak Rata


Pondasi dan lantai adalah komponen bangunan yang terletak di bagian bawah dan
berfungsi menopang bobot bangunan. Pondasi hingga lantai yang tidak rata sangat
berbahaya karena artinya tanah kehilangan gaya topangnya. Kerusakan ini sangat berat
dan berpotensi longsor atau kerobohan yang mendadak akibat penyangga beban yang tidak
seimbang.

Dinding Struktural dan Non-Struktural


Secara umum, dinding dapat dilihat dari material penyusunnya, di antaranya :
1. Dinding Bata
Dinding bata merah terbuat dari tanah liat/lempung yang dibakar. Dalam
pengolahannya, harus memenuhi standar peraturan bahan bangunan Indonesia NI-3 dan
NI-10.
2. Dinding Batako
Batako merupakan material untuk dinding yang terbuat dari batu buatan atau cetakan
yang tidak dibakar terdiri dari campuran kapur dan terkadang ada yang ditambahkan
Portland Cement.

3. Dinding Beton Bertulang


Dinding yang terbuat dari campuran agregat, pasir, semen, dan tulangan.
4. Dinding Kayu
Dinding kayu dapat terbuat dari barbagai macam kayu dengan model yang beragam. Di
antaranya dinding kayu lag/batang tersusun, dinding papan, maupun dinding sirap.

5. Dinding Batu Alam


Dinding batu alam biasanya terbuat dari batu kali utuh atau pecahan batu cadas. Prinsip
pemasangannya hamper sama dengan batu bata, di mana harus dipasang selang-seling.

Sedangkan berdasarkan fungsinya, dapat dibedakan menjadi dinding struktural dan non
struktural. Dinding struktural merupakan bagian bangunan yang menjadi struktur tetap, kokoh,
dan stabil dalam menanggung beban. Dinding struktural itu sendiri dibagi menjadi tiga jenis.
Yaitu dinding bangunan, dinnding oembatas (boundary), serta dinding penahan (retairing).
Jika sebuah dinding struktural memikul beban, bahan harus cukup kaku dan kokoh. Sedangkan
dinding non struktural merupakan bagian bangunan yang tidak terkait secara langsung dengan
kekuatan struktur bangunan dan menjadi beban bagi elemen struktur. Biasanya dinding non
struktural akan mengalami kegagalan lebih awal dari struktur lain. Dinding non struktural
hanya mampu menahan beban sendiri, tidak dengan beban lain. Biasanya terbuat dari batu
alam, seng, aluminium, kayu (papan, triplek), atau kaca.
Dinding struktural mempunyai kekuatan yang diperlukan dalam menahan dan melawan gaya
lateral. Ketika dinsing struktural kuat, maka gaya akan ditransfer ke elemen struktur
selanjutnya. Kekakuan lateral yang diberikan oleh dinding struktural akan mencegah
pergerakan atau pergoyangan tidak seragam yang akan menyebabkan kerusakan pada struktur.
Serta dinding non struktural yang hanya dapat menahan beban sendiri dan tidak dapat menahan
beban dari luar, maka kekuatan dalam menahan gaya lateral akan sangat kecil dan akan
mengalami kegagalan jika terkena gaya lateral yang signifikan.
Dalam peranannya terhadap kekuatan struktur, dinding merupakan salah satu cara menambah
massa untuk menahan gaya lateral. Karena jika gaya lateralnya besar, dapat menyebabkan
perpindaha pada suatu bangunan. Untuk mengurangi kerusakan berlebih, maka harus dipasang
sistem penahan gaya lateral yang sesuai dengan keadaan daerahnya.
Dinding struktural termasuk ke dalam sistem aktif, yaitu instalasi penahan gaya gempa yang
terletak di dalam struktur dan menjadi suatu kesatuan yang menahan gaya lateral. Dinding yang
masuk dalam kategori sistem aktif berbentuk dinding struktural yang memiliki tebal lebih dan
lebih kaku serta lebih kuat. Contohnya shear wall, core wall, dan outtrugger.
Shear wall adalah suatu elemen struktur berupa dinding vertikal menerus dari beton bertulang
yang memiliki fungsi ganda yaitu pemikul beban lateral dan beban gravitasi. Core wall adalah
dinding geser yang terletak di wilayah inti pusat dalam gedung, yang biasanya diisi tangga atau
poros lift. Sedangkan outtrigger adalah sistem dinding geser yang memiliki bracing pada lantai
tertentu.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan dinding dalam sistem aktif bertujuan untuk
menambah massa struktur, mengurangi periode natural, dan menambah kekakuan bangunan.
Setelah mengetahui pentingnya peranan dinding struktural, kita juga perlu mengetahui potensi
kerusakan pada dinding tersebut. Sebab ada kalanya dinding sebagai salah satu elemen penting
dari sebuah rumah atau bangunan mengalami masalah antara lain munculnya keretakan pada
bagian tertentu dari dinding tersebut. Keretakan struktur pada dinding mengurangi kualitas dan
kekuatan bangunan sekaligus mengurangi estetika dari rumah atau bangunan tersebut. Secara
umum ada 2 jenis retakan yang terjadi pada dinding yaitu retak stuktur dan retak non struktur.

Retak struktur pada dinding


Retak struktur berbahaya terhadap kekokohan dan kestabilan sebuah rumah atau bangunan.
Retak struktur membutuhkan penanganan serius dan biaya yang cukup besar untuk
memperbaiki dan memperkuat kembali struktur bangungan tersebut.
Ciri umum retak struktur: adanya keretakan dengan lebar lebih dari 2mm dan menembus
hingga dinding sisi yang lainya.

Faktor penyebab terjadinya retak struktur:


• Ada pergerakan tanah, pergeseran atau penurunan pada struktur pondasi. Hal ini
disebabkan karena perubahan karakteristik tanah akibat banjir, gempa, atau bencana
alam lainnya.
• Kesalahan perhitungan beban yang akan dipikul oleh pondasi saat proses pembangunan
dan tidak sempurnanya proses pengerjaan struktur bangunan tersebut.
• Ada kerusakan pada struktur bangunan utama seperti kolom yang retak atau bengkok,
atau karena kurangnya jumlah atau ukuran tulang besi utama dan besi pengikat yang
tidak sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan oleh bangunan tersebut. Sehingga secara
perhitungan, kekuatan bangunan tersebut tidak terpenuhi.
Solusi dalam memperbaiki retak struktur

Dalam memperbaiki dinding retak struktur perlu memperhatikan dan mempertimbangkan dari
berbagai faktor agar pada saat proses perbaikan tidak timbul masalah baru. Berikut cara-
caranya:
1. Retak struktur akibat pondasi turun
• Membuat pondasi baru yang berdekatan.
• Melakukan pemadatan tanah di bawah pondasi baru tersebut.
• Buatlah kolom/tiang baru agar penyaluran beban dari sloff dan ringbalk dapat
terdistribusi dengan sempurna.

2. Retak struktur pada balok


• Jika kondisinya memungkinkan > tambahkan kolom/tiang dibawahnya sehingga
penyaluran beban balok menjadi berkurang.
• Jika kondisinya tidak memungkinkan > balok dapat disuntik atau di grouting dengan
epoxy sebagai pengikat keretakan. Selanjutnya lakukan pembesaran ukuran balok
dengan perkuatan dari luar.

3. Retak struktur pada kolom penyangga bangunan


• Membuat kolom tambahan untuk membagi beban yang ada pada kolom yang rusak.
• Memperkuat kolom dengan menyuntiknya dengan cairan epoxy untuk memperkuat
kolom kemudian memperlebar ukuran kolom.

4. Retak struktur minor pada balok atau kolom


• Menutup retakan dengan plesteran agar tulangan besi di dalamnya tidak terkena udara
luar yang dapat menyebabkan karat.

5. Kontrol aliran air


• Lakukan kontrol terhadap aliran air di sekitar pondasi bangunan untuk mencegah
terjadinya di bawah pondasi yang bisa menimbulkan keretakan pada dinding.
PENUTUP
Kesimpulan
Peranan dinding ternyata sangat penting dalam struktur suatu bangunan. Olehnya perlu
diperhatikan perencanaan, pemeliharaan, hingga perawatan dan perbaikannya. Terlebih
dinding-dinding struktural yang termasuk dalam sistem aktif penahan gaya gempa.

Saran
Meskipun dinding sering diperhitungkan sebagai komponen non struktural pada bangunan
sederhana, akan lebih baik untuk tetap mengikuti standar yang mengatur spesifikasi dan hal-
hal fundamental yang berlaku. Karena sebagai tempat bernaung, bangunan harus dibuat
seefisien mungkin.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.99.co/blog/indonesia/cara-memperbaiki-tembok-retak/, diakses 11 September


2022.

https://www.slideshare.net/jagy222/dinding-struktural-dan-non-struktural, diakses 13
September 2022.

https://www.klopmart.com/article/detail/atasi-retak-struktur-bangunan, diakses 13 September


2022.

https://www.blkp.co.id/blogs/detail/jenis-kerusakan-pada-bangunan, diakses 11 September


2022.

Anda mungkin juga menyukai