Anda di halaman 1dari 9

TUGAS

STRUKTUR BETON PRATEGANG

OLEH :

ANDRIAN DWI HAKMAR D011181008

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2020/2021
1. Acuan Normative Untuk Penetuan Klasifikasi Retak Struktural Dan Non-
Struktural

Retak dapat secara luas diklasifikasikan sebagai retak struktural


maupun non – struktural. Retak struktural dapat terjadi karena adanya
kesalahan desain atau juga bisa terjadi karena beban yang melebihi
kapasitas sehingga dapat membahayakan bangunan. Retak yang
ekstensif/menyebar dari balok beton bertulang adalah salah satu contoh
retak struktural. Retak non – struktural sebagian besar terjadi karena
adanya tegangan yang diinduksi secara internal dalam material bangunan
dan umumnya hal ini tidak langsung mengakibatkan melemahnya struktur.

Menurut Ghafur (2009), retak dapat dikenali dengan tiga parameter


yaitu lebarnya, panjangnya dan pola umumnya, lebar retak ini sulit diukur
karena bentuknya yang tidak teratur (irregular shape). Pada fase
pengerasan beton terdapat retak mikro, retak ini sulit dideteksi karena
terlalu kecil.

Untuk melihat lebar retak mikro biasanya dipergunakan Crack


Microscope yang lebarnya bervariasi antara 0,125 – 1,0 μm (8 jam
pertama setelah pencetakan). Lebar retak minimum yang dapat dilihat oleh
mata sebesar 0,13 mm (0,005 in), dikenal dengan retak mikro. Retak
mikro apabila dibebani akan menjadi retak mayor atau retak yang lebih
besar. Lebar retak maksimum yang diijinkan dapat dilihat pada Tabel
berikut :
Jenis-Jenis Retak :

a. Retak Plastis Akibat Penyusutan


Retak ini terjadi dalam waktu 1 sampai 8 jam setelah
penempatan campuran beton, ketika beton dengan sangat cepat
mengalami kehilangan air yang disebabkan beberapa faktor
meliputi udara, suhu beton, kelembapan, dan kecepatan angin
di permukaan beton. Ketika air menguap dari permukaan beton
yang baru saja ditempatkan lebih cepat daripada bleed water,
permukaan beton akan menyusut. Beton yang tidak mengalami
bleeding akan menyusut karena tahanan yang diberikan oleh
beton dibawah lapisan permukaan yang mengering. Tegangan –
tegangan tarik berkembang di beton yang lemah
mengakibatkan terjadinya retak-retak dangkal dengan berbagai
kedalaman yang dapat membentuk retak yang acak, bentuk
polygon (RDSO, 2004).
b. Retak Plastis Akibat Penurunan
Setelah pengecoran, penggetaran, dan sampai beton selesai
dicor, beton yang memiliki kecenderungan untuk terus
mampat. Selama periode ini, beton plastis mungkin ditahan
oleh tulangan, beton keras yang ditempatkan lebih dahulu, atau
bekisting. Perletakan setempat ini dapat menyebabkan rongga
di bawah tulangan dan retak di atas tulangan. Ketika
berhubungan dengan tulangan, retak plastis akibat penurunan
meningkat seiring dengan meningkatnya diameter tulangan,
meningkatnya nilai slump, dan berkurangnya selimut beton
(Dakhil, et al., 1975)
c. Drying Shrinkage Cracking
Susut akibat pengeringan disebabkan dari kehilangan kadar air
dari campuran semen, yang dapat menyusut hingga 1%.
Untungnya, partikel agregat memberikan tahanan internal yang
mereduksi besarnya perubahan volume sekitar 0.06%. Pada sisi
lain, beton cenderung mengembang ketika dibasahi
(peningkatan volume bisa sebanding dengan besarnya
penyusutan beton). Perubahan volume akibat perubahan kadar
air ini adalah karakteristik dari beton. Kalau susut pada beton
dapat terjadi tanpa batasan, beton tidak akan retak. Akibat
kombinasi dari susut dan batasan (diberikan oleh bagian lain
dari struktur, dari tanah dasar, atau dari kelembapan interior
beton itu sendiri) yang menyebabkan berkembangnya
tegangan-tegangan tarik. Ketika batasan tegangan tarik dari
material sudah dilewati, beton akan retak
d. Concrete Crazing
Crazing adalah pengembangan jaringan retak acak halus atau
celah pada permukaan beton yang disebabkan oleh penyusutan
lapisan permukaan. Retak ini jarang lebih dalam dari 3mm, dan
lebih terlihat pada permukaan yang tergenang secara
berlebihan. Umumnya, retak craze berkembang pada usia dini
dan terlihat jelas sehari setelah penempatan atau setidaknya
pada akhir hari pertama. Seringkali mereka tidak mudah
terlihat sampai permukaan telah dibasahi dan mulai kering.
Mereka tidak mempengaruhi integritas struktural beton dan
jarang mereka mempengaruhi daya tahan. Namun permukaan
craze tak sedap di pandang (RDSO, 2004).
e. Thermal Cracking
Perbedaan suhu dalam struktur beton dapat disebabkan oleh
bagian dari struktur kehilangan panas hidrasi pada tingkat yang
berbeda, kondisi cuaca yang dingin, panas dari suatu bagian
struktur yang berubah. Perbedaan suhu ini menghasilkan
perubahan volume yang berbeda-beda, yang menyebabkan
retak. Perubahan suhu mungkin disebabkan oleh salah satu
pusat beton lebih panas dari bagian luar karena pembebasan
panas selama hidrasi semen atau pendinginan yang lebih cepat
yang relatif antara eksterior ke interior. Kedua kasus
mengakibatkan tegangan tarik pada eksterior dan, jika kekuatan
tarik terlampaui, retak akan terjadi
f. Cracking due to Chemical Reaction
Reaksi kimia yang merusak dapat menyebabkan retak pada
beton. Reaksi ini mungkin terjadi karena bahan yang digunakan
untuk membuat beton atau material lain yang bertemu dengan
beton setelah beton kering. Beton dapat pecah seiring dengan
waktu akibat reaksi ekspansif yang berkembang secara
perlahan antara agregat yang mengandung silika aktif dan basa
yang berasal dari hidrasi semen, admixture atau sumber
eksternal (misalnya air curing, air tanah, dan alkaline yang
ditaruh atau digunakan pada pada permukaan beton yang sudah
kering).
g. Teori Voids dan Honeycomb
Lubang-lubang yang relatif dalam dan lebar pada beton,
dikenal dengan sebutan voids atau honeycomb (Isnaeni, 2009).
Voids terbentuk ketika beton gagal untuk mengisi daerah-
daerah dalam bekisting , biasanya voids terjadi karena adanya
beton yang tertahan diakibatkan penempatan beton yang terlalu
dalam, atau di daerah yang jarak tulangannya terlalu dekat.
Honeycomb terbentuk ketika mortar gagal untuk mengisi
rongga antara partikel kasar agregat. Penyebab honeycomb dan
voids antara lain slump beton yang terlalu rendah, segregasi,
jarak antar tulangan yang terlalu dekat, pelaksanaan pemadatan
yang kurang baik, dan pelaksanaan penuangan yang tidak tepat.
Hampir semua kerusakan kerusakan voids mengakibatkan
kerusakan struktural sedangkan kerusakan honeycomb bisa
kerusakan struktural maupun non struktural tergantung lokasi
dan luasnya honeycomb (Concrete Construction, 2000).

2. Standar Pemasangan Baut untuk Steel Structure


Baut adalah alat sambung dengan batang bulat dan berulir, salah
satu ujungnya dibentuk kepala baut ( umumnya bentuk kepala segi enam )
dan ujung lainnya dipasang mur/pengunci. Dalam pemakaian di lapangan,
baut dapat digunakan untuk membuat konstruksi sambungan tetap,
sambungan bergerak, maupun sambungan sementara yang dapat
dibongkar/dilepas kembali.
Ada dua jenis baut mutu tinggi yang ditetapkan ASTM yaitu A325
dan A490. Baut A325 terbuat dari baja karbon sedang dengan kekuatan
leleh (yield strength) dari 560 sampai dengan 630 MPa, sedangkan baut
A490 terbuat dari baja alloy yang mempunyai kekuatan leleh mendekati
790 sampai dengan 900 MPa (Catatan : tergantung juga ukuran diameter).
Ukuran diameter baut berkekuatan tinggi berkisar ½” sampai
dengan 1 ½” khusus baut A449 sampai dengan 3”. Ukuran baut yang
sering digunakan pada struktur bangunan adalah ¾” dan 7/8”, sedangkan
untuk struktur jembatan 7/8” sampai dengan 1”. Baut kekuatan tinggi
dikencangkan untuk menimbulkan tegangan tarik yang ditetapkan pada
baut sehingga terjadi gaya jepit (clamping force) pada sambungan. Oleh
karena itu beban kerja sesungguhnya dipikul oleh gaya gesekan antara
pelat atau batang yang disambung. Gaya ini disebut Proof Load.

Pada baut tipe friksi (friction type), kekuatan baut didapat dari
gesekan (friction) yang terjadi antar pelat atau batang yang disambung.
Baut tipe ini sering dikenal dengan istilah slip-critical connections, yaitu
baut yang mengandalkan kekuatan slip antara permukaan batang yang
disambung. Agar baut tipe ini bekerja maka diperlukan suatu alat yang
dapat mengencangkan baut atau memberikan momen torsi pada baut
sedemikian hingga baut mengalami prategang tarik.

Kegagalan Sambungan Baut:

Kekuatan sambungan dengan baut atau paku keling dievaluasi


dengan meninjau beberapa kemungkinan kegagalan (failure). Kekuatan
biasanya dihitung dengan mempertimbangkan jumlah lapis pelat/batang
yang disambung. Ada 6 (enam) tipe kegagalan yang mungkin terjadi pada
sambungan, yaitu :

a. Pelat robek pada daerah sambungan (tearing failure of plates).


b. Keruntuhan geser pada baut/paku keling (shear failure of bolts/ rivets).
c. Keruntuhan geser pada pelat yang disambung (shear failure of plate).
d. Keruntuhan tumpu pada pelat (bearing failure of plate).
e. Keruntuhan blok geser pada pelat (shear block failure of plate).
f. Keruntuhan tumpu pada baut (bearing failure of bolt).

3. Pengencangan Menggunakan Kunci Torque


Torque Wrench merupakan alat yang digunakan untuk
mengencangkan baut dan mur dengan torque. Cara menggunakan torque
wrench sedikit lebih sulit jika dibandingkan dengan wrench pada
umumnya, supaya bisa menggunakannya dengan baik mari kita pahami
terlebih dahulu mekanismenya. Di artikel kali ini, kami akan
memperkenalkan torque wrench yang umum dipakai, cara penggunaannya,
poin-poin penting pada saat menggunakannya, dan lain sebagainya.
Torque wrench digunakan untuk mengukur nilai torque pada saat
mengencangkan baut dan mur, digunakan juga untuk mengencangkan
dengan nilai torque Torque wrench adalah alat yang sangat diperlukan
untuk perawatan mesin dan perawatan mobil, arsitektur, kereta api, dan
lain sebagainya dimana kontrol torque baut dan mur diperlukan.
Gunakanlah pada saat Anda perlu mengencangkan baut dan mur dengan
nilai torque tertentu, atau ketika Anda harus mengencangkan beberapa
baut dan mur dengan torque yang seragam.
Cara menggunakan torque wrench itu memerlukan sedikit trik.
Kami akan memperkenalkan beberapa tipe yang umum, dan akan
menjelaskan secara singkat bagaimana cara menggunakan masing-masing
tipe. Saat menggunakan torque wrench, bacalah buku instruksi pemakaian
dan manual perakitan untuk menetapkan nilai torque, setelah itu ikutilah
instruksi yang ditentukan.
a. Preset Type
Preset type adalah jenis torque wrench yang digunakan setelah
menetapkan nilai torque yang ingin Anda atur pada mesin terlebih
dahulu. Setelah mengatur nilai torque, pasang wrench pada baut atau
mur kemudian putarlah. Akan ada terdengar suara atau sejenisnya yang
merupakan sebuah mekanisme untuk memberi tahu kalau torque sudah
mencapai nilai yang diatur. Ada 2 cara untuk mengatur nilai torque
yaitu pengaturan digital dan pengaturan mekanik.
b. Plate Type
Jenis torque wrench yang menunjukkan nilai torque dimana
penunjuk yang melekat pada wrench bengkok pada skala tertentu
karena gaya/tenaga pengencangannya. Sebelum digunakan aturlah
skala di titik nol dalam keadaan tanpa beban terlebih dahulu. Jenis ini
memiliki struktur yang sederhana dan mudah dipahami, akan tetapi
jika digunakan secara salah, tidak akan mendapatkan nilai pengukuran
yang benar. Untuk menjadi mahir dalam menggunakannya perlu
sedikit latihan, gunakanlah setelah benar-benar memahami posisi
memegang dan bagaimana cara memberikan tenaganya.
c. Dial Type
Jenis ini mirip dengan plate type, jenis torque wrench yang
menampilkan nilai torque pada dial yang dipasang pada pegangan.
Sama dengan plate type, gunakanlah setelah menyesuaikan skala di
titik nol dalam keadaan tidak ada beban
d. Unipotent Type
Jenis torque wrench yang hanya digunakan dengan nilai torque
tertentu yang sudah diatur. Karena memiliki mekanisme yang
sedemikian rupa, membuat nilai torque yang sudah diatur tidak dapat
diubah dengan mudah. Anda memerlukan alat khusus, jika ingin
mengubah nilai torque yang sudah di atur tersebut.
Jenis ini cocok untuk tempat perakitan produksi dalam jumlah banyak
dimana pekerjaan sama akan terus dilakukan tanpa khawatir bahwa
nilai torque yang sudah diatur akan berubah tanpa disadari pada saat
digunakan.

Saat Anda menggunakan torque wrench, terdapat beberapa hal yang


perlu diperhatikan untuk mendapatkan nilai pengukuran yang benar.
Berikut di bawah ini kami akan memberitahu hal-hal yang perlu
diperhatikan pada saat penggunaan dalam bentuk poin-poin.

a. Simpan di tempat yang aman


Torque wrench adalah salah satu alat untuk mengukur.
Terbentur/terbanting, karat, debu/kotoran, air , dan lain-lain dapat
menyebabkan mekanisme pengukuran menjadi rusak, atau Anda
mungkin akan mendapatkan pengukuran yang tidak tepat. Sebisa
mungkin simpan di tempat yang aman, dan jangan lupa untuk
melakukan pemeliharaan dan juga pengecekan.
b. Pakailah sesuai fungsinya sebagai alat ukur
Pergunakanlah sesuai dengan fungsinya yaitu sebagai alat ukur.
Penggunaan berlebihan diluar fungsi nya sebagai alat ukur, akan
menyebabkan kekacauan atau kerusakan.
c. Pelajari terlebih dahulu cara penggunaan yang sudah ditetapkan
Jika torque wrench tidak digunakan sesuai cara yang ditentukan seperti
posisi memegang dan bagaimana cara memberikan tenaganya, akan
menyebabkan nilai pengukuran menjadi salah. Pergunakanlah setelah
cukup mengerti bagaimana cara menggunakannya. Jika
memungkinkan pelajarilah terlebih dahulu cara penggunaannya dari
orang yang sudah ahli
d. Perhatikan instruksi nilai torque

Anda mungkin juga menyukai