Anda di halaman 1dari 7

Prosiding Seminar Nasional dan Konsultasi Teknologi Lingkungan

Jakarta, 20 September 2018

KARAKTERISTIK KARBONAT DALAM TANAH UNTUK


MENDUKUNG PROSES BIOGROUTING
Tia Agustiani1), Wahyu Adhy Kuncoro2), Aflakhur Ridlo1) dan Hanies Ambarsari1)
1)
Pusat Teknologi Lingkungan Kedeputian Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Gedung 820 (Gedung GEOSTEK) Kawasan Puspiptek Serpong 15314 Tangerang Selatan Banten
2)
Departemen Kimia, FakultasIlmuAlam, InstitutTeknologi Sepuluh Nopember, Surabaya

Abstrak
Struktur tanah memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan kestabilan tanah. Dalam beberapa
kasus, rendahnya kestabilan tanah dapat mengarah pada kegagalan struktur. Metode alternatif
dalam penguatan struktur tanah ialah biogrouting atau biosementasi yakni penguatan struktur
tanah dengan bantuan mikroba. Bakteri yang berperan dalam proses ini menghasilkan enzim urease
yang berfungsi memecah urea menjadi karbonat dan mengendapkan kalsium menjadi kalsium
karbonat. Untuk menunjang penelitian mengenaibiogrouting ini maka dibutuhkan informasi
mengenai karakteristik tanah, maka dariitu dilakukan beberapa pengujian untuk mengetahui
karakteristik sifat tanah tersebut. Penelitian dilakukan melalui tahapan preparasi sampel tanah, uji
pH tanah, dan pengukuran kadar karbonat dalam tanah.Preparasi sampel dilakukan dengan proses
homogenisasi. Kemudian dilakukan uji pH tanah pada dua pelarut yaitu perendaman aqudes dan
KCl 1 M. Tahap akhir dilakukan pengukuran kadar karbonat dengan metode titrimetri (titrasi asam-
basa). Tanah yang digunakan terdiri dari 4 jenis yaitu tanah teras, tanah pasir, tanah kapur, dan
tanah latosol. Hasil uji pH (pelarutan akuades) pada tanah teras, tanah pasir, tanah kapur, dan
tanah latosol secara berurutan ialah 6,35; 6,38; 7,96; dan 5,35. Berdasarkan hasil pengukuran pH
pada masing-masing sampel tanah dapat diketahui bahwa karbonat hanya terkandung pada sampel
tanah kapur karena memiliki pH sebesar 7,96-8,95. Hasil uji kadar karbonat pada tanah kapur
diketahui sebesar 11, 41%. Semakin tinggi kandungan karbonat dalam tanah maka proses
biogrouting semakin baik. Hal ini sesuai dengan karakteristik karbonat pada tingkat mikroskopik
ialah perekat butir, cappings, dan Pedofeatures coating lain.

Kata Kunci: biogroutin, karbonat, karakteristik, tanah

1. PENDAHULUAN
Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan
lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibatnya Indonesia rawan terhadap bencana letusan
gunungapi dan gempabumi. Jenis tanah pelapukan yang sering dijumpai di Indonesia adalah hasil letusan
gunungapi. Tanah ini memiliki komposisi sebagian besar lempung dengan sedikit pasir dan bersifat subur.Tanah
pelapukan yang berada di atas batuan kedap air pada perbukitan/punggungan dengan kemiringan sedang hingga
terjal berpotensi mengakibatkan tanah longsor pada musim hujan dengan curah hujan berkuantitas tinggi. Jika
perbukitan tersebut tidak ada tanaman keras berakar kuat dan dalam, maka kawasan tersebut rawan bencana
tanah longsor. Longsoran didefinsikan sebagai proses yang menghasilkan pergerakan kebawah maupun
kesamping dari lereng alam maupun buatan yang memiliki kandungan material tanah, batu, tanah timbunan
buatan atau gabungan dari tanah dan batu. Secara teknis dapat dikatakan longsoran terjadi jika kondisi lereng
yang stabil berubah menjadi tidak stabil. Ketidak stabilan terjadi karena gaya pendorong pada lereng lebih besar
dari gaya penahan. Gaya pendorong diakibatkan oleh oleh besarnya sudut kemiringan lereng, air, beban yang
membebani tanah diatasnya serta berat jenis tanah batuan. Sedangkan penyebab gaya penahan adalah kekuatan
batuan dan kepadatan tanah (Ilyas, 2011).
Struktur tanah memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan kestabilan tanah. Dalam beberapa kasus,
rendahnya kestabilan tanah dapat mengarah pada kegagalan struktur. Metode konvensional yang biasa dilakukan
dalam upaya perbaikan struktur tanah adalah dengan grouting. Grouting adalah salah satu metode perbaikan
struktur tanah yang dilakukan dengan cara menginjeksikan cairan bertekanan tinggi yang terdiri dari campuran
semen dan bahan kimia ke dalam tanah sehingga kestabilan tanah dapat terjaga. Namun metode ini memiliki
beberapa kekurangan salah satunya ialah tidak ramah lingkungan. Maka dari itu ilmuwan-ilmuwan
mengembangkan metode alternatif lain yaitu penguatan struktur tanah dengan bantuan mikroba yang dinamakan
biogrouting atau biosementasi. Bakteri yang berperan dalam proses ini menghasilkan enzim urease yang
berfungsi memecah urea menjadi karbonat dan mengendapkan kalsium menjadi kalsium karbonat. Aplikasi

182
Prosiding Seminar Nasional dan Konsultasi Teknologi Lingkungan
Jakarta, 20 September 2018

bakteri laut sebagai material grout telah banyak dilakukan. Keterbatasan faktor abiotik, seperti pH dan suhu
menyebabkan kurang optimalnya proses biogrouting (Ainiyah dkk, 2014).
Karbonat dalam tanah dilarutkan oleh air, mengubahnya menjadi bikarbonat yang akan terbawa larut
dalam tanah dan kemudian diendapkan, menghasilkan penimbunan karbonat. Hal ini biasanya terkandung dari
kalsit. Translokasi karbonat dikendalikan oleh kesetimbangan reaksi antara karbonat (mengendap) dan
bikarbonat (larut) menurut rumus berikut ini (Dorronsoro et.all, 2006):

dekarbonatisasi --------------------------------------------->

CaCO3 (mengedap) + CO2 + H2O <-----> Ca++ + 2HCO3-

<------------------------------------------------ karbonatisasi

Parameter-parameter yang mempengaruhi reaksi tersebut ialah air, CO2, pH, temperatur, dan garam-garam. Pada
tingkat mikroskopik beberapa karakteristik karbonat antara lain:
 Perekat butir: sebagai hasil pemekatan, larutan tanah meningkat konsentrasinya dalam menics antara
butir, dan karbonat mengendap membentuk perekat
 Cappings : membentuk capping merupakan coating di atas butir atau agregat
 Pedofeatures coating lain : dalam beberapa kasus kehadiran karbonat menutup pedofeatures yang lain
(misal, coating lempung)
Berdasarkanuraian di atasmakapentingdilakukannyapenelitianuntukmengetahuikarakteristiktanah guna
meningkatkan proses biogroutingmelaluibeberapapengujian. Salah satu kandungan tanah yang mempengaruhi
proses biogrouting yaitu kadar karbonat. Semakin tinggi kadar karbonat dalam tanah maka proses biogrouting
akan semakin efektif.

1.1 Tujuan dan Sasaran


Dengan latar belakang sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, maka tujuan melakukan studi ini
ialahmengobservasi peran karbonat dalam proses biogrouting. Sasaran penelitian ini antara lain:
1. Mengetahui jenis tanah yang mengandung karbonat
2. Mengetahui kadar karbonat dalam tanah tersebut
3. Mengetahui karakteristik karbonat

1.2 Biogrouting
Untuk mencegah dan mengatasi beberapa bencana alam di Indonesia, maka dapat dilakukan teknik
biogrouting untuk menguatkan struktur tanah. Menurut Dwiyanto (2005), grouting adalah penyuntikan bahan
semi kental (slurry material) ke dalam tanah atau batuan melalui lubang bor dengan tujuan menutup
diskonstruksi terbuka, rongga-rongga dan lubang pada lapisan yang dituju untuk meningkatkan kekuatan tanah.

Gambar 1. Gambaran tentang presipitasi kalsit dengan


media mikrrorganisme menggunakan ureolysis

183
Prosiding Seminar Nasional dan Konsultasi Teknologi Lingkungan
Jakarta, 20 September 2018

Secarasingkatnya, proses reaksi presipitasi kalsium karbonat dituliskan dalam persamaan sebagai berikut:

Ca2+ + 2HCO3- CaCO3 + CO2 + H2O

Molekul-molekul kimia ini akan berdifusi menembus dinding sel bakteri yang bermuatan positif dan memasuki
solusi (cairan kental) di sekeliling bakteri. Selanjutnya, reaksi yang spontan akan terjadi dengan adanya air,
yaitu ammonia yang dikoneversi menjadi ammonium (NH4+) dan karbon dioksida akan menyeimbangkan reaksi
kimia menjadi asam karbonat, ion karbonat dan ion bikarbonat, sesuai dengan pH lingkungannya. Kenaikan pH
lingkungan disebabka nkarena ion hidroksil (OH-) yang terbentuk dari produksi NH4+ yang melebihi
ketersediaan Ca2+ di solusi (cairan kental) untuk presipitasi kalsit (CaCO3). Sel bakteri yang bermuatan negative
akan tertarik menuju permukaan partikel tanah karena konsentrasi nutrient yang lebih tinggi pada permukaan
sel. Selain juga karena karakteristik fisiko kimia dari sel bakteri maupun partikel tanah itu sendiri (Tronics,
2011).
Di sisi lain, berbagai mineral termasuk kalsium karbonat, kalsium fosfat, kalsium oksalat, silikat, dan
oksida besi diendapkan di alam oleh organisme hidup (Mann, 1993). Biomineral ini mempunyai potensi untuk
dijadikan bahan rekayasa karena memberikan kekuatan yang memadai dan dampak pencemaran lingkungan
yang rendah. Untuk mengurangi dampak pencemaran lingkungan dan biaya di masa depan, metode grout baru
yang memanfaatkan kalsium karbonat yang diendapkan oleh sel bakteri telah diteliti baru-baru ini. Hal semacam
ini disebut "biogrout," produk biomineralisasi yang memiliki potensi untuk menjadi bahan grout alternatif yang
lebih baik. Bahan grout harus memiliki perilaku self-leveling selain kekuatan tekan yang tinggi dan penyusutan
rendah, mudah disuntikkan, dan memiliki daya tahan yang baik (Bras, dkk., 2013), hal inidapat diwujudkan
dengan biogrouting. Teknologi biogrouting mirip dengan grouting kimia di mana kedalaman penetrasi
tergantung pada ukuran bakteri yang digunakan, di samping kondisi optimal untuk aktivitas bakteri seperti pH,
salinitas, potensi oksidasi-reduksi, konsentrasi nutrisi, dan kandungan air (Achal, dkk., 2009).

2. METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di (Balitan, 2005) melalui tahapan preparasi sampel tanah, uji pH tanah, dan
pengukuran kadar karbonat dalam tanah tersebut. Tanah yang digunakan terdiri dari 4 jenis yaitu tanah
terasering, tanah pasir, tanah kapur, dan tanah latosol. Preparasi sampel diawali dengan pensortiran,
pengayakan, dan pengeringan. Kemudian uji pH tanah dilakukan pada dua pelarut yaitu perendaman aqudes dan
KCl 1 M. Tahap akhir dilakukan pengukuran kadar karbonat dengan metode titrasi kembali oleh piper, tanah
diberi larutan asam berlebih, kelebihan asam dititar dengan larutan basa baku menggunakan PP sebagai
indikator. Kadar karbonat yang diperoleh setara dengan kalsium karbonat (CaCO 3).

2.1 Alat Dan Bahan


Alat- alat yang digunakan dalam penelitian ini ialah ayakan 50 mikron, oven, spatula, neraca analitik, pH
meter, corong, batang pengaduk, gelas kimia 500 mL, magnetic stirer, buret 25 mL, labu ukur 1000 mL dan 500
mL, botol kocok 250 mL, Erlenmeyer 250 mL, dan pipet volumetrik 10 mL.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penilitan ialah tanah terasering, tanah pasir, tanah kapur, tanah latosol,
alumunium foil, kertas saring, aquades, KCl 1 M, HCl 0,2 N; 1 N; 0,1 N, NaOH 1N dan 0,1 N, Indikator PP,
dan CaCO3.

2.2 Prosedur Analisis


Preparasi Tanah
Pada proses pensortiran, tanah diletakkan dalam wadah secara merata. Sampel digerakan kekanan kekiri
sehingga pengotornya berkumpul ditengah kemudian pengotor-pengotor seperti batuan, tanaman, kerikil
dipisahkan. Selanjutnya sampel tanah yang telah disortir diayak menggunakan ayakan 50 mikron. Sampel tanah
kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 40 oC. Sampel yang telah kering disimpan dalam wadah dan
diberi label.

Uji pH Tanah
Sampel tanah masing-masing ditimbang 10 g sebanyak dua kali, masing-masing dimasukan ke dalam
botol kocok, ditambahkan 50 mL air bebas ion ke botol yang satu (pH H 2O) dan 50 mL KCl 1 M ke dalam botol
lainnya (pH KCl 1 M). Kocok dengan mesin pengocok selama 30 menit. Suspensi tanah diukur dengan pH
meter yang telah dikalibrasi sebelumnya dengan larutan buffer pH 7,0 dan pH 4,0.

Uji Kadar Karbonat


 Pembuatan Pereaksi
1) Air bebas ion dan CO2

184
Prosiding Seminar Nasional dan Konsultasi Teknologi Lingkungan
Jakarta, 20 September 2018

Didihkan air bebas ion dan dibiarkan dingin kembali.


2) HCl 0,2 N
Dimasukkan sekitar 800 ml air bebas ion ke dalam labu ukur 1000 ml. Lalu dambahkan 17 ml HCl
37% secara perlahan dan sambil diaduk. Diimpitkan sampai tanda tera dengan air bebas ion, kocok.
3) HCl 1 N
Dimasukkan isi ampul titrisol HCl 1N ke dalam labu ukur 1000 ml lalu diimpitkan sampai dengan
tanda tera dengan air bebas ion, kocok.
4) HCl 0,1 N
Dipipet 100 ml titrisol HCl 1N ke dalam labu ukur 1000 ml lalu diimpitkan sampai dengan tanda
tera dengan air bebas ion, kocok.
5) NaOH 1 N
Dimasukkan titrisol NaOH 1N ke dalam labu ukur 1000 ml lalu impitkan sampai dengan tanda tera
dengan air bebas ion, kocok.
6) NaOH 0,1 N
Dipipet 10 ml NaOH 1 N ke dalam labu 100 ml lalu impitkan sampai dengan tanda tera dengan air
bebas ion, kocok. Normalitas larutan ini ditetapkan dengan larutan HCl 0,1 N setiap kali akan
digunakan.
7) Indikator PP
Ditimbang masing-masing 5,00 gram pp dimasukan ke dalam labu ukur 100 mL lalu diencerkan
menggunakan alkohol sampai dengan 100 mL, kocok.

 Cara Kerja
Ditimbang masing-masing contoh tanah dan 0,500 gram serbuk CaCO3 (sebagai contoh standar) ke
dalam botol kocok. Ditambahkan 100 ml HCl 0,2 N dan dikocok dengan tangan. Tutup botol dipasang
longgar (keluar CO2 ) dan dibiarkan semalam. Esok harinya, tutup botol dikencangkan dan dikocok
selama 2 jam dengan mesin kocok. Disaring larutan untuk mendapatkan larutan jernih. Ekstrak jernih
dipipet 10 ml ke dalam erlenmeyer 100 ml. Ditambahkan sekitar 25 ml bebas ion dan 3 tetes indikator
PP, lalu dititar dengan NaOH 0,1 N hingga berwarna merah muda. Hasil penitaran dicatat dan dilakukan
juga penitaran pada standar CaCO3 dan blanko.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Kemasaman tanah adalah sifat tanah yang perlu diketahui, karena menunjukkan adany ahubungan pH
dengan ketersediaan unsur hara dan juga hubungan antara pH dengan sifat-sifat tanah. Pengukuran pH pada
penelitian ini dilakukan pada 2 pelarut yaitu pada akuades dan KCl 1 M. Berikut ialah hasil dari pengukuran
tersebut:

Tabel 1. Pengukuran pH dalam Sampel Tanah


Sampel Tanah Tanah Tanah Tanah
Pelarut Teras Pasir Kapur Latosol

Pelarut 1 6,35 6,38 7,96 5,35


Pelarut 2 5,17 5,36 8,95 5,07
Ket: Pelarut 1 = akuades, pelarut 2 = KCl 1 M

Dari hasil pengamatan diatas umumnya pH sampel dalam pelarut KCl lebih rendah jika dibandingkan
dengan pelarut H2O (akuades) tapi berbeda dengan hasil pengukuran tanah kapur. Pengukuran pH dengan
larutan pengekstrak KCl akan memberikan nilai lebih rendah 0,5-1,5 satuan pH dibanding jika menggunakan
H2O (akuades), teori tersebut sesuai dengan pengukuran yang telah dilakukan.Ini terjadi dikarenakan garam KCl
akan melepaskan H+ dari kompleks serapan sehingga tanah akan lebih masam (Karamina, 2017). Ditinjau dari
kondisi tanah pH tertentu, cenderung dikaitkan dan dihubungkanantara tanah dengan pH 8 dan diatasnya
biasanya didominasi oleh hidrolisa karbonat. Maka diketahui bahwa karbonat terkandung pada tanah kapur
karna memiliki pH dengan kisaran 7,96-8,95.
Karbonat dalam tanah dilarutkan oleh air, mengubahnya menjadi bikarbonat yang akan terbawa larut
dalam tanah dan kemudian diendapkan, menghasilkan penimbunan karbonat. Hal ini biasanya terkandung dari
kalsit. Translokasi karbonat dikendalikan oleh kesetimbangan reaksi antara karbonat (mengendap) dan
bikarbonat (larut) menurut rumus berikut ini:

185
Prosiding Seminar Nasional dan Konsultasi Teknologi Lingkungan
Jakarta, 20 September 2018

dekarbonatisasi --------------------------------------------->

CaCO3 (mengedap) + CO2 + H2O <-----> Ca++ + 2HCO3-

<------------------------------------------------ karbonatisasi

Parameter-parameter yang mempengaruhi reaksi tersebut ialah air, CO2, pH, temperatur, dan garam-
garam.
Dalam penelitian ini digunakan metode titrasi kembali dalam penentuan kadar karbonat di dalam tanah. Tanah
diberi larutan asam berlebih, kelebihan asam dititar dengan larutan basa baku menggunakan PP sebagai
indikator. Kadar kapur dinyatakan sebagai setara kalsium karbonat (CaCO3). Penetapan karbonat hanya
dilakukan pada tanah kapur.Penentuan kadar kapur dalam tanah setara kalsium karbonat dapat diketahui dengan
perhitungan sebagai berikut:

Data hasil uji :


- VolumeNaOH = 0,1N
- VolumestandarCaCO3 = 4,5ml
- Volume sampeltanah3 = 0,1ml

Kadar Air (%) = (Kehilangan bobot / Bobot Sample) x100%


= (0,3589 / 10,0111) x 100%
= 3,585 %

Faktor Koreksi KadarAir (fk) = 100 / (100 – kadarair)


= 100 / (100 – 3,585)
= 1,0372

Setara CaCO3 (%) = (ml blanko–ml contoh) x N NaOH x 50 x 100ml/10 ml x 100/mg contoh x fk
= (4,5 – 0,1) x 0,1 x 50 x 10 x 100/500 x 1,0372
= 4,4 x 0,1 x 50 x 10 x 0,5 x 1,0372
= 11,4092 %

Keterangan:
ml blanko = ml NaOH 0,1 N yang digunakanuntuktitrasiblanko
ml contoh = ml NaOH 0,1 N yang digunakanuntuktitrasicontoh
50 = beratsetaraCaCO3
100 = konversike %
fk = faktorkoreksikadar air

Kadar kapur dalam sampel tanah 3 sebesar 11,4092 % yang mana relative tinggi. Hal ini disebabkan
karena sampel tanah kapur berasal dari bahan kapur dan mineral alkali. Sampel tersebut bertekstur lempung
stukturnya menggumpal banyak mengandung konkresi kapur batuan,kapurnapal dan dolomite.

Gambar 2. Sampel Kapur

Semakin tinggi kandungan karbonat dalam tanah maka proses biogrouting akan semakin baik. Hal ini
sesuai dengan karakter karbonat (Dorronsoro et.al, 2006) antara lain:

186
Prosiding Seminar Nasional dan Konsultasi Teknologi Lingkungan
Jakarta, 20 September 2018

1. Perekat butir : Sebagai hasil pemekatan, larutan tanah meningkat konsentrasinya dalam meniscs antara
butir, dan karbonat mengendap, membentuk perekat

Gambar 3. Karbonat sebagai perekat butir

2. Capping : Kadang-kadang karbonat membentuk capping, adalah coating diatas butir atau agregat.

Gambar 4. Karbonat membentuk agregat

3. Pedofeatures coating lain: Dalam beberapa kasus kehadiran karbonat menutup pedofeatures yang lain
(misal, coating lempung) adalah bukti asal pedogenik).

Gambar 5. Karbonat membentuk coating

4. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian dapat disimpulkan bahwa tanah teras, tanah pasir, dan tanah latosol memiliki pH
masam sedangkan tanah kapur memiliki pH basa. Hal ini menunjukkan bahwa karbonat hanya terkandung
dalam tanah kapur. Kadar karbonat dalam tanah kapur sebesar 11,41%. Semakin tinggi kandungan karbonat
dalam tanah maka proses biogrouting semakin baik, hal ini sesuai dengan karakter karbonat antara lain perekat
butir, capping, dan psedofeatures coating.

UCAPAN TERIMA KASIH


Penelitian ini didanai oleh Kegiatan INSINAS 2018 yang dipimpin oleh Dr. Aflakhur Ridho, M.Sc
dengan judul “Penerapan Teknologi Biogeoteknik dengan Mikroba untuk Penguatan Struktur Tanah dalam
Rangka Mendukung Analisa Kebijakan Mitigasi Bencana Pemerintahan Daerah di Indonesia.

187
Prosiding Seminar Nasional dan Konsultasi Teknologi Lingkungan
Jakarta, 20 September 2018

DAFTAR PUSTAKA
Achal, V., Mukherjee, A., Basu, P. C., &Reddy, M. S. 2009. Strain improvement of Sporosarcina pasteurii for
enhanced urease and calcite produc-tion. Journal of Industrial Microbiology & Biotechnology, 36(7), 981-
988
Tronics, A. 2011. StudiAwalPemanfaatan Teknik Biogrouting Pada Tanah Pasiruntuk Proses Sementasi.
Fakultas Teknik: UI. Depok
Balai Penelitian Tanah. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Departemen
Tanah.
Bras, A., Gião, R., Lúcio, V., and Chastre, C. 2013. Development of an injectable grout for concrete repair and
strengthening. Cem. Concr. Comp. 37, 185–195
C. DorronsoroFdez, G. Stoops, J. Aguilar, C.Dorronsoro-Diaz, J. Fernández, M. Diez, B. Dorronsor0. 2006.
Carbonate in Soil. Curso de Edafologia. Universidad de Granada. Webpage:http://edafologia.ugr.es [06
september 2018]
Dwiyanto, J.S. 2005. Hand Out Geotehnik. Bandung: DepartemenPekerjaanUmum.
Karamina, H. ∙ W. Fikrinda ∙ A.T. 2017. Murti Kompleksitas pengaruh temperatur dan kelembaban tanah
terhadap nilai pH tanah di perkebunan jambu biji varietas kristal (Psidium guajava l.) Bumiaji, Kota Batu.
Jurnal Kultivasi Vol. 16 (3)
Mann, S.1993. Molecular tectonics in biomineralization and biomimetic materials chemistry. Nature 365, 499–
505. doi: 10.1038/365499a0
Ainiyah, S, Prasetyo, E N, Lisdiyanti, P dan Koentjoro, M P. 2014. BIOGROUTING: Produksi Urease Dari
BakteriLaut (Oceanobacillus sp.) Pengendap karbonat. Jurnal Sains dan Semi Pomits Vol. 3 (2). LIPI,
Cibinong.
Ilyas, T. 2011. Tanah Longsor (landslide). Bahan ajar MPKT-B

188

Anda mungkin juga menyukai