Anda di halaman 1dari 68

MATA PELATIHAN INTI 3

PENGORGANISASIAN SKRINING BAYI


BARU LAHIR
DAFTAR ISI

Daftar isi ……………………………………...…………… i

A. Tentang Modul Ini ………………………..…………… 1

Deskripsi Singkat …………………..….………… 2

Tujuan Pembelajaran ……..…...…….…………. 4

Materi Pokok …………………....……….………. 5

B. Kegiatan Belajar ………………………………………. 6

Materi Pokok 1. Algoritma Skrining PJB Kritis dan HK 7

Materi Pokok 2. Mekanisme Kerja Jejaring Skrining PJB 30


Kritis dan HK

Materi Pokok 3. Logistik Skrining PJB Kritis dan HK 44

Materi Pokok 4. Pencatatan dan Pelaporan Skrining PJB 53


Kritis dan HK

C. Tes Formatif 61

D. Kunci Jawaban 62

E. Daftar Pustaka 64

F. Daftar Istilah 66
A Tentang Modul Ini
DESKRIPSI SINGKAT

Untuk mewujudkan pelayanan kesehatan anak yang


komprehensif meliputi Promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
sesuai amanat Undang-undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009
tentang kesehatan dan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002
tentang Perlindungan Anak, maka kegiatan screening terhadap
bayi baru lahir terhadap penyakit jantung bawaan dan hipotiroid
kongenital perlu ditingkatkan demi generasi Indonesia yang
sehat dan tangguh. Skrining atau uji saring pada neonatus
(Neonatal Screening) adalah istilah yang menggambarkan
berbagai cara tes yang dilakukan pada beberapa hari pertama
kehidupan bayi yang dapat memisahkan bayi-bayi yang mungkin
menderita kelainan dari bayi-bayi yang tidak menderita kelainan.
Pelaksanaan kegiatan skrining selaras dengan program SDGs
terkait peningkatan kualitas hidup anak.

Deteksi dini melalui Skrining Neonatus merupakan Upaya


untuk mendapatkan generasi yang sehat. Bilamana dari skrining
dijumpai kelainan pada anak sedini mungkin dimana gejala klinis
belum muncul, maka pemberian intervensi sedini mungkin dapat
mencegah kecacatan atau kematian bayi sehingga tumbuh
kembang anak dapat optimal. Pelaksanaan skrining PJB kritis
diharapkan dapat menurunkan angka kematian pada bayi
dengan diagnosis PJB. Tenaga kesehatan di Puskesmas dokter,
bidan dan atau perawat diharapkan mampu memberikan
pelayanan kesehatan kepada bayi baru lahir dengan deteksi dini
skrining penyakit jantung bawaan (PJB) kritis sesuai algoritme
yang berlaku.
Deteksi dini dengan skrining hipotiroid kongenital bisa
dilakukan dengan skrining pada bayi baru lahir dengan
pengambilan darah di tumit bayi untuk selanjutnya dikirim ke
laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan TSH. Bilamana
dijumpai diagnosis hipotiroid kongenital maka bayi akan
mendapatkan pengobatan lebih awal sehingga kecacatan
intelektual pada anak dapat dicegah.
Modul ini disusun untuk mengajak peserta latih lebih paham
tentang pengorganisasian skrining bayi baru lahir melalui
pemahaman lebih lanjut tentang algoritma kerja skrining bayi
baru lahir PJB dan Hipotiroid Kongenital, mekanisme jejaring
kerja skrining bayi baru lahir PJB dan Hipotiroid Kongenital,
mekanisme jejaring kerja skrining bayi baru lahir PJB dan
Hipotiroid Kongenital, logistik skrining bayi baru lahir PJB dan
Hipotiroid Kongenital dan pencatatan skrining bayi baru lahir PJB
dan Hipotiroid Kongenital
TUJUAN PEMBELAJARAN

Hasil Belajar

Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu melakukan


Pengorganisasian Skrining Bayi Lahir.

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat:

1. Menjelaskan algoritma kerja skrining bayi baru lahir.


2. Menjelaskan mekanisme kerja jejaring skrining bayi baru
lahir

3. Menjelaskan logistik skrining bayi baru lahir skrining bayi


baru lahir

4. Melakukan pencatatan dan pelaporan skrining bayi baru lahir


MATERI POKOK

Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:

1. Algoritma kerja skrining bayi baru lahir

2. Mekanisme kerja jejaring skrining bayi baru lahir

3. Logistik skrining bayi baru lahir

4. Pencatatan dan pelaporan skrining bayi baru lahir


B Kegiatan Belajar
MATERI POKOK 1
Algoritma kerja skrining bayi
baru lahir

Pendahuluan

Untuk melaksanakan deteksi dini atau skrining bayi baru lahir kita
memiliki panduan Langkah yang sistematis yang dikenal sebagai
algoritma. Merujuk dari KBBI algoritma adalah prosedur
sistematis untuk memecahkan masalah matematis dalam
langkah-langkah terbatas. Alur ini sebagai urutan logis
pengambilan keputusan untuk pemecahan masalah. Unsur yang
harus dipenuhi dari sebuah algoritma yakni presisi (tepat),
keteraturan langkah dan tertentu, efektif(semua instruksi dapat
dikrjakan pemroses), terminate (harus ada kriteria berhenti), dan
output yang dihasilkan akan sesua dengan yang di harapan bila
alur langkahnya di ikuti seksama.
Pemeriksaan bayi baru lahir dilaksanakan untuk
mengetahui adanya ganngguan sejak awal kelahiran sehingga
bila dijumpai kelainan dapat di antisipasi sedini mungkin.
Kegiatan ini sebagai bagian preventif untuk kondisi penyakit yang
dapat mengganggu tumbuh kembang anak sehingga anak akan
tumbuh sesuai harapan dan berkualitas. Merujuk angka kejadian
WHO 2018 terkait angka kematian kematian neonatal akibat PJB
Kritis 15/1000 kelahiran hidup dengan cacat lahir sebagai
penyebab ke-empat terbanyak. Angka kematian neonatal akibat
PJB kritis di RSUP Dr.Sardjito yaitu 35,6%, mirip dengan angka
kematian PJB kritis di Malaysia yaitu 34,8%. Kematian PJB kritis
didapatkan lebih tinggi pada kelompok yang terlambat
didiagnosis dibandingkan yang didiagnosis awal. Untuk itu
ketrampilan skrining terhadap PJB kritis dengan oksimeter perlu
kita tingkatkan kiranya dapat berkontibusi untuk menurunkan
angka kematian akibat PJB kritis. Kondisi klinis PJB kritis
sebagian besar adalah PJB yang sianosis, yang akan tampak
kasat mata bila saturasi oksigen <80% pada bayi baru lahir.
Sehingga kemampuan skrining PHB kritis dengan oksimeter
harus kita tingkatkan dengan merujuk algoritma kerja skrining
bayi baru lahir PJB kritis dengan oksimeter.
Algoritma skrining bayi baru lahir untuk mendeteksi
hipotiroid kongenital secara garis besar meliputi 3 tahapan yakni
Pra-Skrining, Skrining dan Paska Skrining. Untuk kelancaran
proses Skrining Hipotiroid Kongenital diperlukan Kerjasama yang
erat antara orangtua, penanggung jawab program,
puskesmas/rumah sakit, petugas kesehatan, pemerintah daerah, dan
laboratorium pemeriksaan. Deteksi dini HK melalui SHK merupakan
strategi paling baik dalam mendeteksi bayi dengan HK melalui
pemeriksaan kadar thyroid stimulating hormone (TSH).
Alur yang akan tercantum dari materi ini merupakan penguatan
lebih lanjut dari materi sebelumnya.
Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi pokok ini, peserta dapat menjelaskan


algoritma kerja skrining bayi baru lahir

Sub Materi Pokok

Berikut ini adalah sub materi pokok 1:

a. Alogaritma skrining PJB


b. Alogaritma skrining hipotiroid kongenital
Uraian Materi Pokok 1

Apa anda sudah paham tentang algoritma skrining PJB dan SHK?
Untuk memahami lebih lanjut tentang algoritma skrining PJB dan
SHK, silahkan kita simak bersama materi dibawah ini ya,..
yuk semangat
A. Algoritma Skrining PJB
Pemeriksaan skrining bayi baru lahir untuk deteksi dini
PJB kritis menggunakan pulse oksimeter yang tersedia di
fasilitas kesehatan terbatas. Pemeriksaan pulse oksimeter
dilakukan di tangan kanan (preductal) dan salah satu kaki
(postductal).
Langkah-Langkah :
Persiapan :
1. Pemberitahuan kepada orang tua tentang pemeriksaan pulse
oksimeter yang dilakukan di tangan kanan (preductal) dan
salah satu kaki (postductal) jari dan kaki bayi.
2. Pastikan bayi tenang dan hangat. Selimuti bayi saat
pengukuran dilakukan. Kedinginan, menangis dan gerakan
akan mempengaruhi pengukuran.
3. Bila bayi sedang menjalani fototerapi, matikan fototerapi saat
dilakukan pengukuran.
4. Pastikan kulit bayi kering
5. Tidak boleh melakukan pengukuran tekanan darah
bersamaan dengan pengukuran pulse oximetry
Pemeriksaan :
1. Nyalakan alat
2. Pasang probe yang sesuai di tangan kanan dan atau kaki
3. Pilih area yang bersih dan kering pada telapak tangan
atau kaki untuk pemasangan fotodetektor.

Gambar 1. Lokasi pemeriksaan Pulse Oksimeter Bayi

4. Pasang bagian probe dengan emitter cahaya pada


punggung tangan kanan atau kaki tegak lurus dengan
bagian probe yang terdapat fotodetektor
5. Pastikan probe terpasang dengan baik
6. Pastikan sensor menempel pada kulit bayi, tidak boleh
ada celah di antaranya. Sambungkan kabel probe ke alat
pulse oximetry.
7. Periksa indikator untuk untuk memastikan alat bekerja
dengan baik. Pasang dalam waktu 30 detik untuk
mendapatkan hasil pengukuran saturasi.
8. Baca dan catat hasil pengukuran pada formulir hasil dan
rekam medis
9. Putuskan kabel dengan alat, alat tidak perlu dimatikan
10. pengukuran dapat diulang
11. Sampaikan hasil kepada orang tua secara langsung
(verbal) dan tercatat
Cara melakukan skrining pulse oksimeter menggunakan alur
berikut:
DO == Kewajiban === DON’T == Larangan ==

1. Setiap merk pulse 1. Jangan menggunakan


oximetry memiliki probe dewasa untuk
perbedaan confidence bayi karena
indicators sehingga menghasilkan hasil
confidence indicators yang tidak akurat
dari alat yang akan 2. Aliran darah
digunakan untuk hasil dibutuhkan saat
yang lebih akurat melakukan
2. Pergerakan, menggigil pemeriksaan sehingga
dan menangis dapat disarankan untuk tidak
mempengaruhi hasil melakukan
pemeriksaan sehingga pengecekan pulse
pastikan bayi dalam oximetry saat
keadaan hangat dan terpasang manset
nyaman. Jika tekanan darah
memungkinkan ukur 3. Lampu infrared,
saat bayi terbangun fototerapi, lampu
3. Jika dibutuhkan bedah dapat
monitor dalam waktu mempengaruhi akurasi
yang lama, pastikan dari hasil sehingga
tidak adanya iritasi matikan lampu terlebih
ataupun sensasi dahulu ataupun tutupi
terbakar pada kulit dengan handuk saat
bayi. melakukan
pemeriksaan
4. Jangan menggunakan
plester untuk
merekatkan probe
pada kulit bayi

CAUTION
1. Denyut nadi dibutuhkan saat melakukan pemeriksaan
sehingga pasien dengan gangguan irama jantung dapat
mempengaruhi hasil.
2. Yang perlu diingat: Tanpa nadi, tidak bisa diperiksa
3. Perlu diingatkan bahwa pembacaan pulse oximetry tidak
sekali waktu sehingga pastikan cek dalam beberapa detik
untuk dilihat yang paling tinggi.
Hasil pemeriksaan saturasi oksigen juga dapat diplot ke bagan
pemeriksaan pulse oksimeter berikut:

Gambr 2. Bagan Pemeriksaan PJB Kritis.


Hasil skrining
Hasil skrining terbagi menjadi 3 yaitu lolos, ulang dan positif.

•SpO2 ≥ 95% di tangan kanan atau kaki DAN


perbedaan ≤ 3 % di tangan kanan dan kaki
Lolos •Tidak ada pemeriksaan lanjutan. Memberi tahu
hasil pemeriksaan ke orang tua pasien

•SpO2l 90%- <95% di tangan kanan dan kaki ATAU


perbedaan >3% di tangan kanan dan kaki.
•Pemeriksaan dapat diulang sebanyak 2 kali dengan
Ulang total 3 kali pemeriksaan. Setelah diulang sebanyak 3
kali, maka tentukan hasil pemeriksaan termasuk
lolos atau gagal sesuai dengan algoritma.

•Saturasi oksigen dengan hasil <90% di tangan


kanan atau kaki ATAU saturasi oksigen dengan
Gagal hasil 90% - <95% ATAU perbedaan >3% di tangan
kanan dan kaki sebanyak 3 kali pemeeriksaan
dengan setiap pemeriksaan berjarak 1 jam.

Tatalaksana skrining positif.


Dokter segera melakukan penilaian dalam 6-8 jam setelah
hasil skrining positif. Pemeriksaan lanjutan antara lain
pemeriksaan tekanan darah di empat ekstremitas, penilaian
kekuatan pulsasi nadi di empat ekstremitas, dan pemeriksaan
penunjang foto toraks dan EKG untuk menyingkirkan penyebab
di luar jantung.
Jika hasil skrining positif, segera rujuk pasien ke dokter
anak subspesialis kardiologi untuk dilaukan pemeriksaan
ekokardiografi (baku emas). Pasien harus di rujuk apabila skrining
pulse oksimeter gagal atau positif yaitu saturasi oksigen dengan
hasil <90% di tangan kanan atau kaki ATAU saturasi oksigen
dengan hasil 90% - <95% ATAU perbedaan >3% di tangan kanan
dan kaki sebanyak 3 kali pemeriksaan dengan setiap
pemeriksaan berjarak 1 jam.
Jika hasil skrining negatif atau lolos, artinya bayi mungkin tidak
menderita PJB kritis. Namun, bukan berarti tidak mengalami PJB
karena PJB kritis hanya sekitar 25% dari seluruh PJB pada bayi.
Sekitar 75% PJB pada bayi adalah PJB yang tidak kritis, sebagian
besar tidak sianosis, sehingga tidak bisa dideteksi menggunakan
alat pulse oksimeter dan belum menimbulkan gejala segera
setelah lahir. PJB asianosis ini menimbulkan gejala sekitar usia
1-2 bulan saat tahanan vaskuler paru menurun pada bayi. Oleh
karena itu, pada saat bayi kontrol, petugas kesehatan perlu
memonitor dan evaluasi gejala dan tanda PJB. Gejala dan tanda
PJB pada bayi usia 1-2 bulan saat tahanan vaskuler paru turun,
yaitu berat badan tidak naik atau tidak sesuai kurva pertumbuhan,
batuk lebih dari 2 minggu, napas cepat, sesak napas atau
bengkak.
Skrining PJB kritis merupakan standar pelayanan medis,
pemeriksaan skrining pulse oksimeter dapat mendeteksi PJB
kritis sebelum munculnya tanda-tanda kelainan jantung.
Meskipun demikian, pasien yang terskrining negatif bukan berarti
tidak memiliki PJB (yang tidak kritis).
Berikut adalah:
FORMULIR HASIL SKRINING PJB

Nama :
Nomor rekam medis :
Tanggal lahir :
Hasil Pengukuran :
Skrining Tanggal Umur Saturasi Saturasi Perbedaan Hasil Nama
/jam bayi Tangan Kaki saturasi tangan pemeriksa
(jam) Kanan kanan dan kaki Tanda
tangan
#1
#2
#3
KESIMPULAN LOLOS / GAGAL
TINDAKAN Memberi informasi kepada orang tua, Transfer NICU,
Konsul Dokter subspesialis/konsultan Jantung Anak

Tanggal /Jam :
Tanda tangan :
Nama :
Catatan :

 Jika saturasi 89% atau lebih rendah di tangan kanan atau


kaki catat sebagai positif/gagal.
 Jika saturasi 90-94% di tangan kanan dan kaki, atau
perbedaan keduanya 4% atau lebih dan sudah dilakukan
pengukuran tiga kali catat sebagai positif/gagal.
 Jika saturasi 95% atau lebih di tangan kanan atau kaki
dengan perbedaan kurang dari 4% catat sebagai
negative/lolos.
Nah, sekarang Anda telah memhami tentang algoritma
skrining PJB Materi selanjutnya akan membahas tentang
Algoritma Skrining Hipotiroid Kongenital

B. Algoritma skrining hipotiroid kongenital


Untuk dapat melakukan skrining hipotiroid kongenital kita
perlu paham dan mampu melakukan sesuai Langkah dalam
algoritma SHK. Kita harus mampu mulai dari pra skrining,
skrining dan paska skrining. Mari kita pahami secara
saksama materi ini sehingga kita mampu melakukan
SHK...Semangat..yuks..

1. Persiapan Sebelum Skrining (Pra-Skrining)


a. Persetujuan orang tua tentang Tindakan yang telah
tercantum dalam lembar persetujuan pemeriksaan dan
Tindakan medis
b. Peralatan : Alat yang digunakan untuk SHK adalah:
1) Sarung tangan steril
2) Lancet pediatrik (ukuran kedalaman 2 mm, dengan
ujung berbentuk pisau/blade tip lancet)
3) Kotak limbah tajam/safety box
4) Kertas saring
5) Kapas
6) Alcohol swab atau kapas alcohol 70%
7) Kassa steril
8) Rak pengering
9) Kartu SHK
Gambar. 3 Peralatan SHK

2. Skrining.
a. Lengkapi kertas saring dengan identitas Bayi
Pengisian data lengkap dengan pulpen warna biru
/hitam huruf kapital. Penulisan tanggal bulan dan
tahun dengan 2 digit. (contoh 1 September 2023
ditulis 01/09/23). Hindari pencemaran di kertas
saring dari kotoran/ cairan sehingga basah. Lihat
detil di gambar 4.
Gambar 4. Kertas Saring

b. Pemeriksaan SHK untuk bayi baru lahir usia 48-72


jam untuk selanjutnya diperiksa hormon
pemeriksaan thyroid stimulating hormone (TSH) di
laboratorium. Catatan untuk bayi Berat badan <
2000 gram dilakukan pemeriksaan ulangan 1 bulan
setelah lahir karena pemeriksaan pertama bisa
memberikan hasil negatif palsu.
c. Lokasi pengambilan darah untuk SHK. Teknik
pengambilan darah adalah melalui metode heel prick
(tumit bayi) pada sisi lateral kanan atau kiri tumit
bayi. Darah yang keluar diteteskan pada kertas
saring sampai bulatan penuh terisi darah.
Gambar 5. Lokasi pegambilan specimen darah (heel
prick)

d. Prosedur Langkah Pengambilan specimen


1. Pemeriksa skrining mencuci tangan di bawah air
bersih mengalir dan menggunakan sarung tangan
2. Posisikan bayi dengan posisi kaki lebih rendah
daripada kepala bayi
3. Tumit bayi yang akan ditusuk dihangatkan terlebih
dahulu dengan cara menggosok-gosok dengan jari
atau bayi diletakkan di tempat penghangat
bayi/infant warmer
4. Tentukan lokasi penusukan yaitu bagian lateral
kanan atau kiri dari tumit bayi
5. Lokasi yang akan ditusuk dibersihkan dengan
alcohol swab atau kapas alkohol 70%, tunggu
sampai kering
6. Tusuk tumit dengan lanset steril sekali pakai
dengan ukuran kedalaman 2 mm
Gambar 6. Antiseptik dengan alcohol swab dan penusukan dengan lanset

7. Setelah tumit ditusuk, usap tetes darah pertama dengan


kassa steril
8. Lakukan pijatan lembut hingga terbentuk tetes darah yang
cukup besar (Hindari gerakan memeras karena dapat
menyebabkan hemolisis atau darah tercampur cairan
jaringan)
9. Teteskan ke tengah bulatan kertas saring sampai bulatan
terisi penuh dan tembus kedua sisi. Ulangi menetekaskan
darah ke atas bulatan lain. Jika darah tidak cukup, dapat
dilakukan penusukan di tempat terpisah dengan lanset
baru
Gambar 7. Meneteskan darah ke bulatan kertas saring

10. Setelah seluruh bulatan kertas saring terisi penuh, tekan


bekas tusukan dengan kassa steril sambil mengangkat
tumit bayi sampai berada diatas kepala bayi.

Gambar 8. Contoh spesimen yang benar


11. Pengeringan specimen darah di kertas saring, segera
diletakkan di rak pengering dengan posisi horizontal atau
diletakkan di permukaan datar yang kering, disusun
berselang seling. Spesimen dibiarkan mengering selama
3-4 jam sampai warna darah merah gelap. Spesimen
harus diletakkan di tempat yang tidak langsung terpapar
matahari dan jangan letakkan pengering dengan bahan
yang mengeluarkan uap seperti cat atau aerosol.

Gambar 9. Proses pengeringan spesimen pada rak pengeringan


Perhatikan Spesimen yang Salah

Berikut merupakan contoh dari spesimen yang salah.

Spesimen tidak baik Penyebab


 Tetes darah kurang
 Meneteskan darah dengan tabung kapiler
 Kertas tersentuh tangan/sarung tangan

 Kertas rusak
 Meneteskan darah dengan tabung kapiler

 Mengisim spesimen sebelum kering

 Meneteskan terlalu banyak darah


 Meneteskan darah di kedua sisi bulatan
kertas

 Darah diperas dari tempat tusukan


 Kontaminasi
 Terpapar panas

 Alkohol tidak dikeringkan


 Darah diperas
 Pengeringan tidak baik

Gambar 10. Spesimen yang salah


Jika terjadi kesalahan spesimen, maka harus dilakukan pengambilan
spesimen ulang sebelum dikirim ke laboratorium SHK.
3. Pengiriman Spesimen
1. Setelah spesimen kering dan siap untuk dikirim, spesimen perlu
dimasukkan ke dalam plastik zip lock. Satu plastik zip lock hanya
untuk satu lembar kertas saring.
2. Masukkan plastik kerisi kertas saring ke dalam amplop dan
sertakan daftar spesimen yang dikirim. Amplop kemudian
dimasukkan ke dalam kantong plastik agar tidak tertembus cairan
selama perjalanan.
3. Pengiriman dapat dilakukan oleh petugas yang mengambil
spesimen atau dikirim melalui layanan jasa pengiriman. Tujuan
pengiriman adalah laboratorium SHK yang sudah ditentukan oleh
kementerian kesehatan.
4. Pengiriman tidak boleh lebih dari 7 hari sejak spesimen diambil
dan perjalanan pengiriman tidak boleh lebih dari 3 hari.

Nah, sekarang Anda telah mengetahui tentang algoritme


kerja skrining PJB Kritis dan SHK. Materi selanjutnya akan
membahas tentang mekanisme jejaring kerja skrining PJB
kritis dan SHK. Tetap semangat ya....
SEKARANG SAYA TAHU

1. Algoritme kerja skrining PJB kritis di awali penyampaian


informasi kepada orang tua tentang pemeriksaan dengan
pulse oksimeter bayi. Pemeriksaan dilaksanakan pada bayi
yang tenang sesuai dengan SOP. Hasil skrining yakni lolos,
ulang dan rujuk sesuai hasil saturasi pemeriksaaan pulse
oksimeter.

2. Algoritme kerja skrining hipotiroid kongenital kritis di awali


adanya pemberitahuan kepada orang tua melalui lembar
persetujuan pemeriksaan dan tindakan medis. Pemeriksaan
darah di tumit bayi untuk di letakkan di kertas saring SHK.
Proses pengeringan specimen darah dengan di anginkan
pada tempat tersedia dan disimpan dalam plastic zip untuk
selanjutnya di kirim ke laboratorim Kesehatan yang di tunjuk
kemenkes RI
MATERI POKOK 2
Mekanisme kerja jejaring
Skrining bayi baru lahir.

Pendahuluan

Pelaksanaan skrining bayi baru lahir merupakan deteksi dini


terhadap kelainan yang mungkin terjadi pada bayi baru lahir. Bila
hasil skrining menunjukkan adanya kelainan tindak lanjut dan
tata laksana akan segera di ambil untuk perbaikan tumbuh
kembang anak. Sebagai informasi terkait PJB Kritis. Angka
kematian neonatal akibat PJB kritis di RSUP Dr.Sardjito yaitu
35,6%, sedikit lebih tinggi dari angka kematian PJB kritis di
Malaysia yaitu 34,8%. Kematian PJB kritis didapatkan lebih tinggi
pada kelompok yang terlambat didiagnosis dibandingkan yang
didiagnosis awal.
Pencegahan melalui deteksi dini tidak mungkin bisa
dilaksanakan bila mengabaikan para pihak yang terlibat untuk
pelaksanaan skrining bayi baru lahir..Terdapat Lebih dari 95 %
bayi dengan HK tidak memperlihatkan gejala saat dilahirkan.
Kalaupun ada sangat samar dan tidak khas. Untuk itu salah satu
kunci keberhasilan pengobatan anak dengan HK adalah deteksi
dini dan pengobatan sebelum anak berumur 1- 3 bulan.
Merujuk kelompok kerja Nasional Program Skrining Bayi baru
Lahir yang tertuang pada Kepmenkes No.
829/Menkes/SK/IX/2009 yang bertugas antara lain untuk
melakukan kajian-kajian yang berkaitan dengan kebijakan
operasional dan strategis mengenai Skrining Bayi Baru Lahir
hinggga melakukan advokasi, sosialisasi, edukasi dan koordinasi
kepada masyarakat, lintas program, lintas sektor dan organisasi
profesi, termasuk organisasi pemerintah daerah provinsi
dan/atau Kabupaten/Kota. Tentunya kegiatan skrining PJB Kritis
dan SHK tidak bisa hanya dilakukan oleh tenaga Kesehatan di
Fasyankes tanpa melibatkan para pihak yang bisa mendukung
kegiatan Skrining bayi baru lahir.

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi pokok ini, peserta dapat menjelaskan


mekanisme kerja jejaring skrining bayi baru lahir

Sub Materi

Berikut ini adalah sub materi pokok 2:

a. Mekanisme kerja jejaring skrining PJB


b. Mekanisme kerja jejaring skrining hipotiroid kongenital
Uraian Materi Pokok 2

Apa yang Anda ketahui mekanisme jejaring kerja skrining bayi baru
lahir ? Untuk mengetahui lebih lanjut tentang mekanisme jejaring
kerja skrining bayi baru lahir, silahkan kita simak bersama materi
dibawah ini ya, yuk semangat

A. Mekanisme jejaring kerja skrining bayi baru lahir PJB kritis


Pemeriksaaan skrining bayi baru lahir PJB dengan Pulse
oksimeter oleh tenaga kesehatan dilaksanakan untuk
menurunkan angka kematian akibat PJB kritis di Indonesia. PJB
Kritis biasanya ditandai dengan sianosis, namun sianosis akan
tampak kasat mata bila saturasi oksigen < 80% pada bayi baru
lahir. Pemeriksaan pulse oksimeter dilakukan kepada bayi baru
lahir 24-48 jam pada tangan kanan (preductal) dan salah satu
kaki (postductal). Jika bayi dipulangkan sebelum 24 jam, maka
bisa langsung diperiksa sesaat sebelum pulang. Jika ditemukan
hasil positif, maka lakukan pemeriksaan di usia 24 jam dan
dirujuk.
Siapa saja yang akan terlbat dalam pemeriksaan skrininng
bayi baru lahir PJB Kritis ? Tentunya orang tua bayi, Petugas
pelayanan kesehatan (dokter, bidan, perawat) dokter Spesialias
anak sebagai konsulen atau Fasilitas Rujukan RS.
Pelaksanaan skrining bayi baru lahir PJB Kritis tentunya di
awali dari edukasi pada masa ANC atau sesaat sebelum
bersalin sehingga orang tua dapat menerima dan berkenan
dalam pemeriksaan dan tindakan medis termasuk pulse
oksimeter. Sesuai Hasil pemeriksaaan akan menjadi tindak
lanjut dalam melaksanakan mekanisme jejaring kerja. Bila hasil
Lolos Orangtua mendapatkan informasi terkait kondisi
tersebut. Hasil ulang dilakukan pemeriksaan ulang dan bila
hasil Rujuk maka fasyankes segera melakukan rujukan ke dr
Spesialis anak di Fasyankes rujukan. Hasil pemeriksaan pulse
oksimeter di catat dan dilaporkan kepada Dinas Kesehatan
setempat untuk bahan monitoring dan evaluasi lanjutan.
Nah, sekarang Anda telah mengetahui tentang Mekanisme
jejaring kerja skrining bayi baru lahir Skrining PJB
Materi selanjutnya akan membahas tentang Mekanisme
jejaring kerja skrining bayi baru lahir Skrining SHK

B. Mekanisme jejaring kerja skrining bayi baru lahir skrining


hipotiroid kongenital
Rekan-rekan mari bersama kita pahami dan kenali jejaring
yang perlu dibangun dalam rangka skrining hipotiroid
kongenital. Tetap semangat ya...

Kilas balik sesaat tentang Pemeriksaan SHK. Pemeriksaan SHK


dianjurkan pada bayi baru lahir 48 - 72 jam atau hari ketiga. Ini
berarti ibu dapat dipulangkan setelah 48 jam pasca melahirkan
(perlu koordinasi dengan penolong persalinan). Namun, pada
keadaan tertentu pengambilan darah masih bisa ditolerir antara
24–48 jam. Sebaiknya darah tidak diambil dalam 24 jam pertama
setelah lahir karena pada saat itu kadar TSH masih tinggi,
sehingga akan memberikan sejumlah hasil tinggi/positif palsu
(false positive). Jika bayi sudah dipulangkan sebelum 24 jam,
maka spesimen perlu diambil pada kunjungan neonatal
berikutnya melalui kunjungan rumah atau pasien diminta datang
ke fasyankes.
Keterlibatan Sumber daya manusia yang menjadi bagian jejaring
dari Skrining bayi baru lahir meliputi Bidan, Dokter Umum,
Perawat, analisis kesehatan dokter spesialias anak, spesialis
patologi klinik. Adapun keterlibatan Fasilitas pelayanan meliputi
puskesmas, rumah sakit, laboratorium, praktek bidan, klinik,
RB/RSB. Tindak lanjut bila mana dijumpai hasil positif dari
Skrining Hipotiroid Kongenital tentunya menjadi tanggung jawab
dari pengelola program kesehatan anak dan laboratorium di
dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota, Rumah Sakit
rujukan, laboratorium rujukan dan Kementerian Kesehatan.
Dalam mendukung kelancaran pelaksanaan SHK, perlu ada
jejaring kemitraan yang merupakan jejaring kerjasama. Oleh
karena itu, pada tahap pengembangan program, perlu dibuat
Kelompok Kerja (pokja) SHK baik di tingkat pusat maupun di
daerah. Pokja bersifat adhoc (waktu sementara saja) berfungsi
untuk mendukung kelancaran pelaksanaan program SHK di
fasilitas pelayanan kesehatan dan di laboratorium SHK serta
memperkuat upaya peningkatan program SHK sampai menjadi
program nasional. Jika SHK secara nasional telah dilaksanakan,
maka semua komponen manajemen program seperti pencatatan
dan pelaporan SHK akan masuk dalam sistim yang sudah
berjalan (existing).
Di tingkat pusat, Subdit Kewaspadaan Balita Berisiko dibawah
Direktorat Bina Kesehatan Anak, Kementerian Kesehatan
menjadi penanggung jawab program SHK. Di tingkat provinsi,
bidang yang menangani program kesehatan anak di dinas
kesehatan menjadi penanggung jawab program SHK. Demikian
halnya di tingkat kabupaten/kota, tanggung jawab sebagai
koordinator diserahkan kepada bidang yang menangani program
kesehatan anak di dinas kesehatan kabupaten/kota.
Di Tingkat Pusat Pokja SHK ditingkat pusat disebut Pokja
Nasional SHK, dibentuk melalui Surat Keputusan Menteri
Kesehatan, dan keanggotaannya terdiri dari perwakilan yang
berasal dari lintas program terkait, organisasi profesi (IDAI,
POGI, IDI, IBI) dan akademisi.
Peran Pokja Nasional SHK adalah sebagai pusat pengkajian dan
pengembangan kebijakan program SHK. Kementerian
Kesehatan melalui Direktorat Bina Kesehatan Anak Cq. Subdit
Kewaspadaan Balita Berisiko sebagai pusat koordinasi dan
konsultasi pelaksanaan program SHK yang bertanggung jawab
penuh terhadap implementasi kebijakan program SHK secara
nasional. Dalam implementasi kebijakan program, maka Subdit
Kewaspadaan Balita Berisiko menjalankan kegiatan sesuai
dengan tupoksinya, antara lain : mengkoordinasikan
pelaksanaan SHK dengan Laboratorium Rujukan dan Dinas
Kesehatan Propinsi melalui kerjasama dengan Pokja SHK
Nasional.
Kegiatan yang dilakukan meliputi :
a. Pengadaan anggaran dan fasilitas sesuai kebutuhan
program SHK melalui APBN atau sumer dana lainnya.
b. Pelatihan (ToT) fasilitator SHK untuk tenaga kesehatan
daerah.
c. Melakukan monitoring dan Evaluasi program SHK
d. Bekerjasama dengan Pokja SHK Nasional untuk
mendukung pelaksanaan program SHK, jika program
SHK belum terbentuk menjadi program nasional.
e. Menyiapkan data dan informasi tentang SHK dan
berkontribusi dalam mengembangkan dan menetapkan
kebijakan nasional program SHK.
f. Analisis data hasil pencatatan dan pelaporan serta hasil
monitoring dan evaluasi pelaksanaan program SHK di
daerah.
g. Melakukan koordinasi dengan laborarium; analisa data
untuk menetapkan/memperbaiki kebijakan nasional;
perencanaan kebutuhan, pelaksanaan serta monitoring
dan evaluasi program SHK secara nasional.
Di Tingkat Provinsi Pokja SHK ditingkat propinsi disebut
Pokjada, dibentuk melalui Surat Keputusan, dan
keanggotaannya terdiri dari perwakilan yang berasal dari
lintas program terkait dan organisasi profesi (cabang
IDAI,POGI, IDI, IBI) serta akademisi. Peran Pokjada adalah
sebagai pusat konsultasi dan koordinasi pelaksanaan
program SHK di wilayah propinsi yang bersangkutan.
Mekanisme kerjasama jejaring dalam Pokja SHK di tingkat
propinsi dibawah koordinasi Dinas Kesehatan Propinsi Cq
Bidang yang mempunyai tupoksi terkait langsung dengan
program kesehatan anak, selaku penanggung jawab
program SHK.
Kegiatan yang dilakukan oleh penanggung jawab program
SHK di Dinas Kesehatan Propinsi, meliputi :
a. Penyediaan fasilitas berdasarkan kebutuhan program
SHK melalui APBN, APBD atau sumer dana lainnya.
b. Mendukung penyiapan fasilitator SHK dan tenaga
kesehatan di kabupaten/kota untuk pelatihan SHK.
c. Melakukan monitoring dan Evaluasi program SHK.
d. Bekerjasama dengan Pokjada untuk mendukung
pelaksanaan program SHK di tingkat propinsi (untuk
sementara) yaitu : 1) Advokasi program SHK kepada
penentu kebijakan 2) Sosialisasi program SHK 3)
Koordinasi kegiatan pelacakan pada kasus yang
memerlukan test konfirmasi ulang laboratorium,
e. Melakukan kompilasi dan pengolahan data
pelaksanaan program SHK dari kabupaten/kota untuk
dilaporkan kepada Kementerian Kesehatan
Cq.Direktorat Bina Kesehatan Anak.
Di Tingkat Kabupaten/Kota Pokja SHK ditingkat kabupaten/kota
disebut sebagai Koordinator Daerah, dibentuk melalui Surat
Keputusan, dan keanggotaannya terdiri dari perwakilan yang
berasal dari Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik/Rumah Bersalin
dan Organisasi Cabang IBI. Koordinator ini bersifat sementara,
sampai terbentuk program SHK secara Nasional. Peran
Koordinator Daerah adalah sebagai pusat konsultasi dan
koordinasi pelaksanaan program SHK di wilayah kabupaten/kota
yang bersangkutan. Mekanisme kerjasama Kordinator Daerah
dalam program SHK dibawah koordinasi dan tanggung jawab
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Cq. Bidang yang mempunyai
tupoksi terkait langsung dengan program kesehatan anak.
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bertanggung jawab atas
pelaksanaan seluruh kegiatan program SHK di wilayah
kabupaten/kota. Kegiatan yang dilakukan untuk mendukung
program SHK di tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, yang
meliputi :
a. Merencanakan penyediaan fasilitas berdasarkan
kebutuhan program SHK melalui dana APBN/Dekon,
APBD atau sumber dana lainnya.
b. Mendukung pelatihan SHK bagi tenaga kesehatan di
fasilitas pelayanan kesehatan yang berada diwilayah
kerjanya.
c. Melakukan monitoring dan Evaluasi program SHK.
d. Bekerjasama dengan Koordinator Daerah untuk
mendukung pelaksanaan program SHK di tingkat
kabupaten/kota yang yaitu 1) advokasi program SHK
kepada penentu kebijakan 2) sosialisasi program SHK
3) koordinasi kegiatan pelacakan pada kasus yang
memerlukan test konfirmasi ulang laboratorium.
e. Melakukan kompilasi dan pengolahan data
pelaksanaan program SHK dari fasilitas pelayanan,
untuk dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Propinsi.
Fungsi utama Koordinator Daerah adalah melakukan koordinasi
dan konsultasi seluruh kegiatan program SHK dengan semua
unsur terkait di tingkat kabupaten/kota dengan Pokja propinsi
dan Laboratorium Rujukan di rumah sakit.
Kegiatan yang dilakukan dalam menjalankan fungsi tersebut
adalah :
a. melaporkan hasil pelaksanaan SHK di wilayah kerjanya
kepada Laboratorium Rujukan di Rumah Sakit yang sudah
ditententukan;
b. merencanakan kebutuhan program SHK; melakukan
advokasi dan sosialisasi tentang SHK di willayah
kabupaten/kota;
c. melatih tenaga kesehatan difasilitas pelayanan kesehatan
tentang program SHK;
d. melakukan pelacakan pada kasus HK yang memerlukan
test konfirmasi ulang dan mengirimkan ke laboratorium
Rujukan di Rumah Sakit;
e. mencatat dan melaporkan seluruh pelaksanaan kegiatan
program SHK dari fasilitas pelayanan kesehatan ke Pokja
Provinsi serta
f. melakukan monitoring dan evaluasi program SHK di
wilayah kerjanya. Di Tingkat Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
Peranan tenaga kesehatan di tingkat fasilitas pelayanan
kesehatan yaitu melakukan KIE tentang SHK secara perorangan
kepada ibu hamil atau ibu yang melahirkan. Selain itu, melakukan
KIE tentang SHK secara kelompok pada Kelas Ibu, kelompok
PKK, TOMA dan TOGA.

Tenaga Kesehatan bertugas untuk membuat :


a. perencanaan kebutuhan program SHK;
b. melaksanakan SHK;
c. mencatat dan melaporkan hasil SHK kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota melalui Koordinator; selain
itu,
d. melakukan pelacakan kasus dan pengambilan sampel
ulang pada kasus SHK dengan hasil laboratorium positif;
e. Pengiriman sampel ke laboratorium rujukan di rumah sakit
yang telah ditentukan.

Gambar 11. Skema Koordinasi SHK

Penjelasan gambar:
1. Fasilitas kesehatan berkoordinasi dengan laboratorium
SHK untuk pengiriman spesimen dan umpan balik hasil
pemeriksaan SHK.
2. Fasilitas kesehatan berkoordinasi dengan dinkes
kabupaten/kota terkait pelaporan data hasil pemeriksaan SHK
dan pelacakan kasus dengan hasil pemeriksaan tinggi. Utk
faskes vertikal, tetap berkoordinasi dengan dinkes kab/kota,
sebagai tembusan koordinasi/surat ke dinkes provinsi
3. Dinkes kabupaten/kota berkoordinasi dengan dinkes
provinsi terkait pelaporan data hasil pemeriksaan SHK dan
pelacakan kasus dengan hasil pemeriksaan tinggi
4. Dinkes provinsi berkoordinasi dengan POKJADA terkait
pelaksanan dan pengembangan SHK
5. POKJADA berkoordinasi dengan POKJANAS terkait
pelaksanaan dan pengembangan SHK di wilayah kerjanya.
6. Dinkes provinsi berkoordinasi dengan kementerian
kesehatan terkait pelaksanaan SHK dan pencatatan dan
pelaporan hasil SHK
7. Kementerian Kesehatan berkoordinasi dengan POKJANAS
dan Laboratorium SHK terkait pengembangan dan
pelaksanaan SHK di Indonesia, termasuk pengambilan
kebijakan secara nasional.

Selamat rekan -rekan telah memahami mekanisme jejaring


kerja SHK. Semoga pemahaman ini akan bermanfaat di
lapangan bilamana dijumpai kasus SHK positif.
Tetap semangat ya...
SEKARANG SAYA TAHU

1. Mekanisme jejaring kerja skrining bayi baru lahir PJB kritis


melibatkan pihak dari orang tua bayi, petugas kesehatan di
fasyankes pelayanan pertama, dr Spesialis anak di
Fasyankes Rujukan dan Pemegang program di Dinas
Kesehatan setempat.
2. Hal serupa namun tak sama terkait mekanisme jejaring
kerja skrining bayi baru lahir SHK. Para pihak yang terlibat
meliputi orang tua bayi, petugas kesehatan di fasyankes
pelayanan pertama (dokter, bidan, perawat), analisis
laboratorium kesehatan, dr Spesialis Patologi Klinik dan dr
Spesialis anak di Fasyankes Rujukan beserta Pemegang
program di Dinas Kesehatan secara berjenjang sampai
dengan Kementerian Kesehatan sehingga terdapat istilah
POKJADA dan POKJANAS Untuk SHK
MATERI POKOK 3
Logistik Skrining bayi baru lahir.

Pendahuluan

Untuk mewujudkan generasi yang berkualitas dalam


kelangsungan hidupnya melalui peningkatan derajat kesehatan.
Pelaksanaan Skrining bayi baru lahir PJB kritis dan Hipotiroid
Kongenital sebagai salah satu upaya deteksi dini sehingga
mendapatkan tata laksana optimal pencegahan terhadap
peningkatan kesakitan dan kematian anak. Pelaksanaan skrining
PJB Kritis dan Hipotiroid Kongenital memerlukan dukungan dari
pihak pihak yang ada beserta adanya peralatan medis maupun
bahan habis pakai dalam pelaksanaan skrining. Ketersediaan
peralatan dan daya dukung merupakan bagian dari strategik
logistik skrining PJB Kritis dan Hipotiroid Kongenital.

Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi pokok ini, peserta dapat menjelaskan


logistik skrining bayi baru lahir

Sub Materi Pokok

Berikut ini adalah sub materi pokok 3.

a. Logistik skrining PJB kritis


b. Logistik skrining hipotiroid kongenital
Uraian Materi Pokok 3

Apa yang Anda ketahui tentang logistik skrining PJB dan SHK ?
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang logistik skrining PJB dan SHK

silahkan kita pahami bersama materi dibawah ini ya, yuk semangat

A. Logistik Skrining PJB


Logistik skrining hipotiroid kongenital meliputi peralatan pulse
oksimeter beserta bahan habis pakai dan pendukung dalam
pelayanan skrining PJB Kritis di fasilitas pelayanan kesehatan.
Berikut peralatan yang digunakan :
1. Pulse oksimeter bayi
2. Alat penghitung waktu (timer, HP, Jam Tangan, Jam Dinding)
3. Bagan Pemeriksaan PJB Kritis
4. Form Pencatatan dan peralatan tulis
Adanya logistik tersebut sebagai dukungan sarana dalam
layanan kesehatan untuk pemeriksaan skrining PJB Kritis.
Nah, sekarang Anda telah mengetahui tentang logistik
skrining PJB Materi selanjutnya akan membahas tentang
logistik Skrining HK

B. Logistik skrining hipotiroid kongenital


Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal
dibutuhkan Ketersediaan peralatan kesehatan
sebagai bagian dari logistik.
Mari kita pahami terkait logistik skrining hipotiroid
kongenital.
Logistik skrining hipotiroid kongenital meliputi obat dan alat
kesehatan serta sarana penunjang yang dibutuhkan dalam
melaksanakan skrining hipotiroid kongenital di fasilitas
pelayanan kesehatan. Obat dan Alat kesehatan yang
dipergunakan dalam skrining hipotiroid kongenital adalah :
1. Kertas saring dengan plastik zip lock -5
2. Lanset,
3. Kapas alkohol 70%, alcohol swab
4. Kasa steril
5. Sarung tangan
6. Rak pengering spesimen darah
7. safety box/kotak limbah tajam

Adapun Sarana penunjang untuk skrining hipotiroid


kongenital adalah:
a. Amplop untuk mengirim spesimen darah
b. Formulir pencatatan dan pelaporan

Untuk menjamin ketersediaan logistik SHK diperlukan


kegiatan pengelolaan yang terstruktur. Pengelolaan tersebut
adalah perencanaan kebutuhan, pemeliharaan,
pemantauan, pencatatan, dan evaluasi penggunaannya.
Secara singkat bisa kita pahami sebagai berikut :
1. Perencanaan

Perencanaan kebutuhan logistik dilaksanakan sesuai


dengan sifat logistik, termasuk dalam barang habis pakai
atau dapat digunakan dalam jangka panjang. Untuk logistik
yang masuk dalam kriteria barang habis pakai maka
penghitungan kebutuhan dilakukan sesuai dengan jumlah
sasaran bayi baru lahir di fasilitas pelayanan kesehatan
ditambah dengan sejumlah 10% sebagai cadangan.
Cadangan diperhitungkan berdasarkan peluang
kemungkinan kerusakan kertas saring/alat akibat
kesalahan/kegagalan dalam pengambilan spesimen darah.
Kebutuhan kertas saring, dan lancet dalam satu tahun
dihitung dengan rumus :

A= B+ (10%*B)
A= Jumlah kertas saring dan lancet

B= Jumlah target sasaran bayi akan dilakukan skrining di


fasilitas pelayanan kesehatan dalam satu tahun.

Target sasaran bayi yang akan dilakukan skrining dalam satu


tahun di fasilitas pelayanan kesehatan dihitung berdasarkan
rata rata bayi yang diskrining dalam satu tahun di fasilitas
pelayanan kesehatan tersebut, dalam tiga tahun terakhir.
Contoh : jumlah bayi baru lahir pada tahun 2020 di
fasyankes A adalah 75 orang, tahun 2021 adalah 69 orang
dan tahun 2022 adalah 88 orang.
Maka target sasaran bayi baru lahir fasyankes A tahun 2023
adalah(75 + 69 + 88) : 3 = 77,3. Karena hasil rata-rata adalah
pecahan, maka dilakukan pembulatan ke atas. Sehingga
target sasaran fasyankes adalah 74 orang.

Masa Kadaluarsa
Perhitungan kebutuhan juga memperhatikan jumlah kertas
saring dan lancet yang masih bersisa dari tahun
sebelumnya.dan masa pakai (kadaluarsa) alat kesehatan.
Masa kadaluarsa kertas saring dan lancet rata-rata dua
tahun Misalnya :kertas saring yang tersisa dari tahun 2022
adalah sebanyak 12 dengan masa kadaluarsa masih 3 bulan
kedepan. Maka penghitungan jumlah kebutuhan kertas
saring tahun 2023 bila memperhatikan sisa kertas saring
tahun 2022 adalah 74 – 12 = 62 buah. Namun bila
memperhatikan kadaluarsa sisa kertas saring, maka harus
dihitung pula kemungkinan sisa kertas saring tersebut dapat
dipergunakan sebelum habis masa pakainya.Yaitu dengan
menghitung rata-rata bulanan penggunaan kertas saring =
74 : 12 = 6,16.

Jadi penggunaan rata-rata kertas saring perbulan 6-7 buah.


Bila masa kadaluarsa masih 3 bulan kedepan maka ke 12
kertas saring tersebut masih tetap dapat dipergunakan
sebelum habis masa pakai apabila dalam penggunaan
kertas saring dengan menggunakan prinsip “First In First Out
dan Early Expired First Out” (FIFO dan EEFO). Yang lebih
dulu masuk dan lebih dulu kadaluarsa, lebih dulu
dipergunakan.
Kapas alkohol, kassa steril dan sarung tangan dihitung
sesuai dengan pedoman penghitungan kebutuhan alat
kesehatan.
Rak pengering specimen darah, termasuk dalam alat yang
dapat dipergunakan dalam jangka waktu lama. Maka
penghitungan kebutuhannya sesuai dengan rata-rata masa
pakai, yaitu 1 tahun. Rak pengering dapat dipergunakan
untuk mengeringkan specimen darah secara bersamaan
sebanyak 10 specimen darah. Kebutuhan rak pengering
dihitung berdasarkan jumlah kelahiran di fasyankes dengan
memperhatikan maksimal jumlah kertas saring di dalam rak
pengering Kantong plastik pembungkus specimen darah
dibutuhkan untuk mengirim specimen darah kelaboratorium
SHK, agar tidak rusak bila terkena air/cairan saat proses
transportasi.
Jumlah kebutuhan kantong plastik sama dengan jumlah
kebutuhan amplop pengirim specimen darah. Satu amplop
untuk satu kali pengiriman berisi paling banyak 10 kertas
saring.
2. Formulir Pencatatan Dan Pelaporan
Kegiatan pencatatan dan pelaporan SHK membutuhkan
formulir berupa :
1) Register bayi yang mendapat pelayanan SHK
2) Data individu, hasil SHK, tindak lanjut
3) Pencatatan logistik
4) Jumlah stok, pemakaian, sisa, masa kadaluarsa
5) Laporan penyelenggaraan SHK ke Dinas Kesehatan.
6) Jumlah bayi yang mendapat SHK, jumlah yang positif,
jumlah yang gagal dilacak, jumlah specimen darah yang
rusak/tidak dapat diperiksa.
Formulir pencatatan dan pelaporan dapat dipergunakan lebih
dari satu tahun, tergantung banyaknya bayi yang mendapat
layanan SHK di fasyankes tersebut.
3. Pemeliharaan Alat kesehatan umumnya mempunyai masa
habis pakai (kadaluarsa). Bila alat kesehatan tidak disimpan
dengan baik sesuai dengan aturan pemeliharaan produk,
maka kemungkinan alat kesehatan dapat rusak sebelum
masa kadaluarsa. Tentunya akan terjadi pemborosan bila hal
ini terjadi, dan bila menggunakan kertas saring yang sudah
rusak, kemungkinan dapat terjadi hasil normal palsu.
Oleh karena itu perlu kedisiplinan dan hati-hati dalam
pemeliharaan alat kesehatan. Alat dan bahan disimpan di rak
tertutup dengan kaca agar mudah dilihat dan terpisah dari
bahan lain yang dapat mengontaminasi. Dalam rak tersebut
dimasukkan juga silica gel atau pengering lainnya.
Aturan penyusunan alat dan bahan berdasarkan urutan
masa kadaluarsa. Alat dan bahan dengan masa kadaluarsa
yang lebih pendek, diletakkan paling atas/paling mudah
dijangkau supaya dapat dipergunakan lebih dahulu.
Demikian juga dengan penyimpanan lanset. Kertas saring
dapat disimpan dalam suhu ruangan, tidak boleh disimpan
pada tempat yang lembab, dan mudah terkontaminasi bahan
kimia lain.
4. Pemantauan dan Evaluasi Logistik Pemantauan logistik
dilakukan untuk menjamin agar logistik selalu tersedia dalam
kondisi baik. Evaluasi logistik dilakukan agar kesalahan-
kesalahan dalam pengelolaan logistik tidak terulang.
Tujuannya adalah logistik tersedia dalam kondisi baik, jumlah
cukup, tidak terjadi kelebihan pasokan, dan tidak terjadi
kerusakan logistik sebelum masa kadaluarsa berakhir serta
meminimalkan logistik yang terbuang akibat
kesalahan/kegagalan dalam pengambilan spesimen darah .
Selamat...

Rekan - rekan telah melalui materi pokok tentang logistik


pemeriksaan skrining PJB Kritis dan Hipotiroid Kongenital.
SEKARANG SAYA TAHU

1. Peralatan pemeriksaan skrining PJB Kritis harus tersedia


dan layak pakai sesuai ketentuannya. Ketersediaan ini
merupakan bagian dari logistik beserta pengelolaannya
yang efektif dan efisien.
2. Logistik dari SHK meliputi peralatan kesehatan, bahan
habis pakai, kertas saring beserta penunjangnya.
Pengelolaan logistik SHK perlu dicermati disesuaikan
target capaian dari masing masing fasyankes.
Pengelolaan logistik meliputi perencanaan kebutuhan,
pemeliharaan, pemantauan, pencatatan, dan evaluasi
penggunaannya
MATERI POKOK 4
Pencatatan dan Pelaporan

Pendahuluan

Pencatatan merupakan kegiatan atau proses pendokumentasian


kegiatan dalam bentuk tulisan. Sajian dari kegiatan dapat berupa
tulisan, grafik, gambar dan suara yang menunjukkan proses atau
hasil dari kegiatan tersebut. Pelaporan merupakan catatan dari
akhir kegiatan tertentu sehingga dapat disampaikan kepada
pihak yang berwenang. Pelaporan merupakan salah satu
komunikasi petugas kesehatan yang dapat disampaikan secara
lisan ataupun tulisan tentang hasil atau intervensi sebuah
kegiatan. Pencatatan dan pelaporan merupakan alat bantu untuk
melihat keberhasilan kegiatan. Bila kegiatan tanpa pencatatan
dan pelaporan niscaya akan kesulitan melihat hasil atau
hambatan dari sebuah kegiatan.
Pencatatan dan pelaporan skrining PJB Kritis dan Hipotiroid
Kongenital merupakan kegiatan yang melekat dari pelaksanaan
skrining terhadap bayi baru lahir. Data dan informasi hasil
skrining kiranya akan menjadi hasil sekaligus bahan kajian untuk
tata laksana berikutnya terhadap skrining PJB Kritis dan
Hipotiroid Kongenital. Materi pokok 4 akan mengupas lebih
dalam terkait pencatatan dan pelaporan dalam skrining PJB Kritis
dan Hipotiroid Kongenital..
Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti materi pokok ini, peserta dapat menjelaskan


pencatatan dan pelaporan

Sub Materi Pokok

Berikut ini adalah sub materi pokok 4:

a. Pencatatan dan Pelaporan skrining PJB


b. Pencatatan dan Pelaporan skrining Hipotiroid Kongenital.
Uraian Materi Pokok 4

Apa yang Anda ketahui tentang pencatatan dan pelaporan skrining


PJB dan hipotiroid Kongenital ? Untuk mengetahui lebih lanjut
tentang pencatatan dan pelaporan skrining PJB dan hipotiroid
Kongenital , silahkan kita simak bersama materi dibawah ini ya, yuk
semangat

A. Pencatatan dan Pelaporan Skrining PJB


Pemeriksaan skrining bayi baru lahir PJB Kritis telah
dilaksanakan oleh petugas kesehatan yakni dokter, perawat
dan atau bidan di Fasyankes. Hasil dari pemeriksaan di sajikan
dalam tulisan sebagai pencatatan yang tercantum dalam form
tersebut dibawah ini ( Gambar 12 )
Selanjutnya rekapan dari hasil pemeriksaan skrining PJB kritis
akan dituliskan dalam format (gambar 13)

Gambar 13. Format Pencatatan Skrining PJB Kritis


Gambar 12. Formulir Hasil Skrining PJB

Nah, sekarang Anda telah mengetahui tentang pencatatan


dan pelaporan skrining PJB Materi selanjutnya akan
membahas tentang pencatatan dan pelaporan hipotiroid
kongenital
B. Pencatatan dan Pelaporan skrining hipotiroid kongenital
Hasil dari pemeriksaan skrining hipotiroid Kongenital yang
tercatat akan menjadi bahan pelaporan yang nantinya akan
menjadi bahan pertimbangan tata laksana sesuai hasil
SHK. Mari pahami sehingga mampu melakukan pencatatan
dan pelaporan SHK

Pencatatan SHK oleh tenaga kesehatan perlu memperhatikan


dan mempersiapkan data yang akan dimanfaatkan dalam
melakukan evaluasi program SHK dan sebagai bahan untuk
kebijakan program SHK.Pencatatan program SHK dibagi atas:

a. Pencatatan Pengambilan dan Hasil Spesimen Darah di


Fasilitas Pelayanan Kesehatan seperti di Puskesmas,
Rumah Sakit, Klinik/Rumah Bersalin, Praktik dokter atau
bidan swasta.
Hasil dari pemeriksaan SHK di catat dalam format berikut

Selanjutnya dilakukan Pencatatan pemantauan status


kesehatan dan pelayanan kesehatan setiap bayi
menggunakan kohort bayi. Pencatatan pengambilan dan
hasil spesimen darah SHK dimasukkan pula dalam kohort
bayi di puskesmas. Data yang dimasukkan adalah tanggal
pengambilan spesimen SHK, hasil SHK (normal, perlu tes
konfirmasi, tes gagal), hasil tes konfirmasi diagnostik
(normal, tinggi), tanggal mendapatkan pengobatan HK, pada
kolom keterangan dapat diisi keterangan bila bayi tidak
berhasil sesuai format berikut

Format
Pencatatan Skrining Bayi Baru Lahir
di Fasilitas Kesehatan

Format pencatatan skrining terlampir di atas merupakan rekapan


gabungan dari hasil pemeriksaan skrining PJB Kritis dan
Hipothyroid Kongenital di Fasyankes.

Hasil pencatatan selanjutnya dilaporkan secara berjenjang


kepada pemegang program skrining bayi baru lahir di Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, Provinsi dan Kementerian
Kesehatan. Laporan hasil pelaksanaan program SHK Hasil
pelaksanaan program SHK secara keseluruhan akan dilakukan
oleh Kordinator SHK di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi program SHK di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang berada di wilayah kerjanya.
Data hasil monitoring dan evaluasi ini selanjutnya diolah dan
dikirim ke Dinas Kesehatan Propinsi Cq. Pokja SHK Propinsi.
Selanjutnya, Dinas Kesehatan Propinsi melakukan kompilasi
hasil laporan pelaksanaan program SHK dari masing-masing
Kabupaten/Kota kemudian mengirim ke Kementerian
Kesehatan. Hasil laporan tersebut akan diolah untuk menjadi
bahan kebijakan dalam rangka peningkatan program SHK.

Selamat rekan -rekan peserta latih, materi Inti 3


Pengorganisasian Skrining Bayi Baru Lahir PJB Kritis dan
HK telah selesai di baca, di pahami dan kiranya nanti
mampu dilaksanakan saat memberikan pelayanan skrining
bayi baru lahir di masing -masing Fasyankes.

Tetap semangatss,,

Untuk Generasi Indonesia yang sehat dan cemerlang 😊


SEKARANG SAYA TAHU

1. Pencatatan Skrining PJB Kritis untuk menjadi bahan


laporan hasil kegiatan dan dilaporkan untuk evaluasi
dan tindak lanjut terhadap hasil skrining PJB Kritis di
Fasyankes. Pencatatan dan Pelaporan merujuk
format yang tersedia.

2. Pencatatan dan Pelaporan SHK secara berjenjang


disampaikan dari Fasyankes kepada pemegang
program di Dinas Kesehatan Kabupaten /Kota
dilanjutkan ke Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kementerian Kesehatan.

Selamat.. Tabik... !!!

Anda telah menyelesaikan Materi Inti 3 : Pengorganisasian


Skrining Bayi Baru Lahir. Jika Anda belum sepenuhnya
memahami materi, silakan pelajari modul dari awal
C TES FORMATIF

1. Kapan waktu yang tepat untuk pemeriksaan skrining bayi baru


lahir PJB Kritis?
2. Kapan kondisi yang paling tepat saat pengukuran pulse
oksimeter dalam rangka skrining PJB Kritis?
3. Kapan waktu yang tepat untuk pemeriksaan skrining bayi baru
lahir Hipotiroid Kongenital?
4. Dimanakah lokasi pengukuran pulse oksimeter pada skrining
PJB Kritis?
5. Dimana lokasi pengambilan spesimen yang tepat untuk
skrining bayi hipotiroid kongenital?
6. Siapa yang termasuk jejaring dalam pemeriksaan pulse
oksimeter PJB Kritis ?
7. Siapa yang termasuk jejaring dalam pemeriksaan Hipothyroid
Kongenital ?
8. Apa yang perlu dipersiapkan dalam logistik skrining PJB Kritis
?
9. Apa yang perlu dipersiapkan dalam logistik skrining Hipotiroid
Kongenital ?
10. Mengapa ada pencatatan dan pelaporan skrining PJB Kritis
dan SHK ?
1. Waktu optimal pemeriksaan pulse oxymeter adalah 24-48
jam.
2. Pemeriksaan dilakukan saat bayi dalam keadaan tenang,
hangat, nyaman dan tidak sedang menangis dan tidak
saat tidur.
3. Pemeriksaan TSH dilakukan pada bayi di usia 48-72 jam.
Karena skrining sebelum 48 Jam akan memberikan positif
palsu akibat TSH surge (kadar TSH tinggi) pada bayi baru
lahir
4.. Pemeriksaan pulse oksimeter dilakukan di tangan kanan
(preductal) dan salah satu kaki (postductal).
5. Pada heel prick (tumit bayi) pada sisi lateral kanan atau
kiri tumit bayi.
6. Orang tua bayi, petugas kesehatan di fasyankes
pelayanan pertama, dr Spesialis anak di Fasyankes
Rujukan dan Pemegang program di Dinas Kesehatan
setempat.
7. Orang tua bayi, petugas kesehatan di fasyankes
pelayanan pertama (dokter, bidan, perawat), analisis
laboratorium kesehatan, dr Spesialis Patologi Klinik dan
dr Spesialis anak di Fasyankes Rujukan beserta
Pemegang program di Dinas Kesehatan secara
berjenjang sampai dengan Kementerian Kesehatan.
8. Logistik dalam skrining PJB kritis adalah : Pulse oksimeter
bayi, Bagan Pemeriksaan PJB Kritis dan Form Pencatatan
dan peralatan tulis.
9. Logistik skrining hipotiroid kongenital adalah :
a. Kertas saring dengan plastik zip lock -5
b. Lanset,
c. Kapas alkohol 70%, alcohol swab
d. Kasa steril
e. Sarung tangan
f. Rak pengering spesimen darah
g. safety box/kotak limbah tajam
Adapun Sarana penunjang untuk skrining hipotiroid
kongenital adalah:
a. Amplop untuk mengirim spesimen darah
b. Formulir pencatatan dan pelaporan
10. Data dan informasi hasil skrining akan menjadi hasil
sekaligus bahan kajian untuk tata laksana berikutnya
terhadap skrining PJB Kritis dan Hipotiroid Kongenital.
1. American Academy of Pediatrics, Rose SR; American
Thyroid Association, Brown RS; Lawson Wilkins Pediatric
Endocrine Society. Clinical report: Update of Newborn
Screening and Therapy for Congenital Hypothyroidism,
Pediatrics, 1172006.
2. Finnemore A, Groves A. Physiology of the fetal and
transitional circulation Semin Fetal Neonatal Med.
2015;20:210-6.
3. Mahle WT, Newburger JW, Matherne GP, dkk. Role of
pulse oximetry in examining newborns for congenital heart
disease: a scientific statement from the American Heart
Association and American Academy of Pediatrics.
Circulation. 2009;120:447-58.
4. Modul Pelatihan Skrining Hipotiroid Kongenital, 2014
5. Pasquali M, Longo N. Newborn Screening and Inborn
Erroros of metabolism. In Rifai N, Horvarth AR, Wittwer CT
(Eds) Tietz Fundamentals of Clinical Chemistry and
molecular diagnostics. Elsevier St Louis 8th ed 2019:pp.
882-97
6. Algoritma: Pengertian, Ciri-Ciri, dan Jenis-jenisnya"
selengkapnya https://www.detik.com/edu/detikpedia/d62
60104/algoritma-pengertian-ciri-ciri-dan-jenis-jenisnya
7. Permenkes No. 25 Tahun 2014 tentang Upaya Pelayanan
Kesehatan Anak dan Permenkes No. 78 Tahun 2014
tentang Skrining Hipotiroid Kongenital.
8. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Kamus versi
online/daring (dalam jaringan) https://kbbi.web.id/
F DAFTAR ISTILAH

1. Algoritme : prosedur sistematis untuk memecahkan


masalah matematis dalam langkah-langkah terbatas.
2. EEFO : Early Expired First Out
3. Fasyankes : Fasilitas Pelayanan Kesehatan
4. FIFO : First In First Out
5. IBI : Ikatan Bidan Indonesia
6. IDI: Ikatan Dokter Indonesia
7. IDAI : Ikatan dokter Anak
8. Jejaring : jaring-jaring:
9. KIE : Komunikasi Informasi Edukasi
10. Logistik : pengadaan, perawatan, distribusi, dan
penyediaan (untuk mengganti) perlengkapan,
perbekalan, dan ketenagaan
11. Mekanisme : cara kerja suatu organisasi (perkumpulan
dan sebagainya)
12. Pencatatan : proses, cara, perbuatan mencatat
13. Pelaporan : proses, cara, perbuatan melaporkan
14. PJB : Penyakit Jantung Bawaan
15. SHK : Skrining Hypotiroid Kongenital
16. TSH : Thyroid Stimulating Hormon
17. POGI : Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia
18. POKJADA : Kelompok Kerja Daerah
19. POKJANAS : Kelompok Kerja Nasional

Anda mungkin juga menyukai