Anda di halaman 1dari 6

NIKAH YANG DIPAKSA, SEBAB BERBUAT ZINA

KEPUTUSAN MUKTAMAR NU KE-10 DI SURAKARTA 1935 M.


Mata Kuliah: Fatawa Fiqhiyyah Mu’asiroh II

Muhadlir : K. Moh Nurun Nada, MA.

Disusun Oleh:
Alina Azkiya Mustafida
Humaira’ Almuyassarah

Ma’had Aly Pesantren Maslakul Huda fi Ushul al-Fiqh


Kajen Margoyoso Pati
Tahun 2023/2024
A. PENDAHULUAN
Allah swt. menetapkan perkawinan sebagai sarana untuk membangun rumah tangga
Islami, yang mana dengannya pergaulan antara pria dan wanita sebagai suami istri terjalin
dengan terhormat, tersalurkannya hasrat psikis biologis, kepuasan dan tercapainya
kebahagiaan psikis emosional sesuai fitrah dan kodrat insani. Perkawinan mempunyai
beberapa tujuan, diantaranya adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup jasmani (kebutuhan
biologis) dan rohani, sekaligus untuk membentuk keluarga yang merupakan sarana untuk
meneruskan dan memelihara keturunan yang jelas, karena Islam sangat menjaga kemurnian
keturunan1, bahkan menjadi salah satu maqashid syari’ah yaitu hifdzu an-nasl.
Namun pernikahan sebagai syarat pemenuhan kebutuhan biologis sering kali
terlewati, dalam kenyataanya telah marak hubungan seks pranikah (zina) dan mayoritas
dilakukan oleh para remaja. yang mana menurut data data yang ada menunjukkan
peningkatan selama abad ke-20 ini. 2 Berkaitan bahwa salah satu akibat dari seks pranikah
adalah kehamilan di luar nikah. Biasanya setelah wanita yang melakukan seks pranikah itu
hamil dan memunculkan masalah baru karena masyarakat Indonesia tidak seperti budaya
barat yang melegalkan seks pranikah melainkan menganggap tabu perbuatan zina dan
seorang wanita yang hamil tanpa adanya perkawinan sah sebelumnya.
Tentu saja dengan meningkatnya trend seks pra nikah (zina) menjadi problematika
tersediri baik bagi korban maupun masyakat, terutama dalam segi permasalahan sosiologis
yang mana pelaku akan mengalami banyak sanksi sosial salah satunya mengalami diskriminasi
kehormatan. Karena dalam prakteknya polisi atau aparatur bersangkutan bahkan warga
setempat sering melakukan oprasi untuk melakukan penggrebekan terhadap pelaku zina
tersebut. Setelah pelaku diringkus, tak jarang keduanya dipaksa untuk menikah sebagai
bentuk pertanggung jawaban atas pebuatan zina yang telah mereka lakukan. Lalu timbul
pertanyaan baru dapat dibenarkan tidaknya tindakan pemaksaan nikah sebab tertangkap zina
ini.
Sebelumnya Nahdlatul Ulama (NU) mengeluarkan keputusan muktamar ke-10 di
Surakarta pada April 1935 mengeluarkan rumusan terkait nikah paksa sebab zina. Rumusan
tersebut menyatakan bahwa nikah paksa tersebut tidak sah karena pada dasarnya pernikahan
harus didasarkan sama-sama ridlo. Dilihat dari waktu penyelenggaraan mukatamar tersebut
dapat disimpulkan bahwa pernikahan paksa sudah ada sejak sebelum indonesia dinyatakan
merdeka yang mana menimbulkan pertanyaan terkait relevansinya saat ini.
Makalah ini bertujuan untuk membahas hasil rumusan terkait hukum nikah paksa
sebab tertangkap zina. Makalah ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih
baik tentang fenomena nikah paksa sebab tertangkap zina.

1
Aladin, "Pernikahan Hamil di Luar Nikah dalam Perspektif Komplikasi Hukum Islam (KHI) dan Fikih Islam di
Kantor Urusan Agama", Masalah - Masalah Hukum, Jilid 46 No. 3, (Juli 2017), 239 - 248.
2
Komang Yuni Rahyani dkk "Perilaku Sexs Pranikah Remaja", kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional
Vol. 7 No. 4, (November 2012)
B. PEMBAHASAN
Sebelum membahas tentang pemaksaan menikah sebab zina perlu kita ketahui
pembahasan tentang paksa terlebih dahulu. Meninjau dari kata paksa itu sendiri, menurut
kamus bahasa Indonesia ada beberapa arti paksa (Ikrâh) di antaranya: Paksa: yaitu
mengerjakan sesuatu yang diharuskan walaupun tidak mau. Sedangkan makna terpaksa
adalah: berbuat di luar kemauan sendiri karena terdesak oleh keadaan; mau tidak mau harus;
tidak boleh tidak.3
Pemaksaan dalam islam telah dibahas dalam banyak literatur, seperti bahwasanya
Ikrâh atau paksa memiliki syarat syarat dan pembagiannya, salah satunya dalam kitab Imam
Suyuthi, Al-Asybah wan Nazhair, syarat- syarat Ikrâh yaitu :4

a. Si pelaku mampu merealisasikan apa yang diancamkannya, sedangkan orang yang


dipaksa tidak mampu menolaknya walaupun dengan cara melarikan diri.

b. Adanya dugaan kuat dari orang yang dipaksa bahwa jika dia menolak maka orang
yang memaksa pasti membahayakan dirinya.

c. Sesuatu yang diancamkan kepada orang yang dipaksa akan terjadi pada saat itu
juga, seandainya yang memaksa berkata: “Bila kamu tidak melakukan hal ini maka
aku akan memukulmu besok hari,” maka hal itu tidak dianggap sebagai Ikrâh.

d. Paksaannya telah ditentukan. Ketika ada seseorang yang memaksa dengan


mengatakan: “bunuh lah Zaid atau Amar”. Hal ini tidak termasuk kategori paksaan.

e. Paksaan bukan pada tempatnya (bukan pada yang hak). Apabila paksaan pada
tempatnya maka hal ini tidak termasuk Ikrâh. Seperti penagih hutang yang
memaksa orang yang berhutang untuk membayar hutangnya, paksaan penebusan
tanah untuk kepentingan umum seperti pelebaran jalan atau perluasan mesjid.
Menurut para Ulama, Ikrâh dapat dibagi kepada tiga bagian: 5
a. Ikrâh Tâm atau Mulji‘/al-ikrah Kaamil
Yaitu suatu kondisi Ikrâh yang sangat mengancam diri mukrah alaih (orang yang
dipaksa) dan ia sendiri tidak dapat menghindar. Seperti adanya ancaman yang
dapat menyebabkan kematian atau anggota tubuh yang akan terluka.

b. Ikrâh Naqîsh atau Ghairu Mulji’


Yaitu kondisi Ikrâh yang bentuknya berupa ancaman yang tidak menyebabkan
kematian atau cacat, seperti penahanan dan pemukulan yang tidak mematikan.

3
https://kbbi.web.id/paksa.
4
Mahmudin "Ikrah (Paksaan) dalam Perspektif Hukum Islam", Al-Falah : Jurnal Ilmiah Keislaman dan
Kemasyarakatan Vol. 20 No. 2, (2020).
5
Ibid
c. Ikrah ma’nawy
Yaitu kondisi Ikrâh yang bentuknya berupa ancaman berupa penahanan kepada
orangtuanya, anak, istri atau setiap orang yang berhubungan keluarga.
Lantas bagaimana pemaksaan ini bila terjadi dalam pernikahan sebab tertangkap zina?
Kami menyimpulkan bahwa pemaksaan pernikahan pelaku zina disini dalam posisi Ikrâh
Naqîsh atau Ghairu Mulji’ karena dia dalam kondisi pemaksaan oleh polisi yang bentuknya
berupa ancaman yang tidak menyebabkan kematian atau cacat.

C. KEPUTUSAN BAHSUL MASAIL MUKTAMAR


Soal: Apakah sah nikah yang dipaksa polisi karena berbuat zina? Atau tidak sah? Karena
nikahnya itu tidak dengan keinginannya sendiri. (Tegal)
Jawaban: Tidak sah nikahnya, apabila pemaksaannya memenuhi syarat, menurut ahli
fiqh, atau diperintah hakim, walaupun tidak ditakuti, karena syarat sahnya nikah, harus
dengan kemauan si calon suami.
Keterangan, dari kitab:
1. Tanwir al-Qulub
ْ ُ َ ُ َ ََ ً َ ْ ُ َ ْ ُ َ ْ ََ
‫اح ُمك َره‬ ‫وأن يكون مختارا فَل ي ِصح ِنك‬

”Maka si suami harus dalam keadaan bisa memilih. Tidak sah pernikahan orang yang dipaksa.”
2. Bughyah al-Mustarsyidin
ْ ُ ْ َ َ َ ْ ْ ُ َ‫َ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َ ْ َ ْ َ َ َ َّ ُ ُ َ َ َ ْ َ َ ْ ن‬ َّ ُ َ ْ ُ َ َ َ
‫ي قد َرِة ال َح ِاك ِم َعَل ِإ ْج َب ِاره ِح ّسا أ ْم َل ِإذ ه َو ِإك َر ُاه‬‫ وَل فرق ب‬.‫َلق فطلق لم يقع وِإن لم يتهدده‬ ِ ‫أمره الح ِاكم ِبالط‬
ْ ََ
.‫ش ًعا‬
”Jika seseorang diperintahkan hakim untuk thalaq lalu ia menjatuhkan thalaq, maka
thalaqnya tidak sah, meskipun hakim itu tidak mengintimidasinya. Dan tidak berbeda antara
hakim yang berkemampuan memaksa secara fisik atau tidak, karena yang kasus itu termasuk
pemaksaan syar'i.”
 Kesimpulan Soal
Berdasarkan soal tersebut dapat disimpulkan bahwa:
- Pelaku zina adalah orang yang melakukan tindakan itu atas dasar suka sama suka atau
sama-sama rela, bukan percobaan pemerkosaan.
- Pelaku laki laki bisa saja sudah mempunyai istri, sementara wanita tidak.
- Pemaksaan menikah dikarenakan tertangkap zina, bukan pernikahan paksa sebab
diketahui terjadi kehamilan sebab zina yang telah dilakukan sebelumnya.
 Analilisis Jawaban
Hasil rumusan (jawaban soal) mengatakan bahwa pernikahan yang dipaksa oleh polisi
tidak sah. Sampai disini redaksi jawaban masih bisa dengan jelas difahami, namun redaksi
setelahnya perlu ditelaah lebih lanjut, redaksi yang mengatakan bahwa ”apabila
pemaksaannya memenuhi syarat, menurut ahli fiqh, atau diperintah hakim, walaupun tidak
ditakuti” oleh kami, menyimpulkan bahwa yang dimaksudkan dengan pemaksaan memenuhi
syarat adalah pemaksaan yang telah dijelaskan sebelumnya baik tindakan pemaksaan
tersebut diperintahkan oleh hakim yang tidak ditakuti sekalipun, dia tidak berhak memaksa
pelaku yang tertangkap zina tersebut untuk menikah karena disebutkan dalam redaksi
setelahnya syarat sahnya nikah harus dengan kemauan si calon suami.
Pertama, keputusan muktamar tersebut mengambil keterangan dari kitab Tanwir al-
Qulub:
ْ ُ َ ُ َ ََ ً َ ْ ُ َ ْ ُ َ ْ ََ
‫اح ُمك َره‬ ‫وأن يكون مختارا فَل ي ِصح ِنك‬

Penggalan tersebut adalah rukun pertama dari kelima rukun yang ada dalam kitab
tersebut. Rukun pertama dari kitab tersebut berbunyi: 6
ً َ ) ‫( األول الزوج‬
: ‫ فإن كان كافرا والزوجة مسلمة بطل لقوله تعاىل‬، ‫وشط فيه أن يكون مسلما إذا كانت مسلمة‬
ً َ ُ
‫ وأن يكون مختارا‬،‫ فَل يصح نكاح محرم ولو بوكيله‬، ‫ وأن يكون حَلَل‬، ‫( َل ه َّن ِح َّل لهم) أى المسلمات َل تحل للكافرين‬
‫ن‬
‫ وأن يكون عالما باسم المرأة أو نسبها أو عينها وحلهاله‬، ‫الرجلي‬ ‫ وأن يكون معينا فَل يصح نكاح أحد‬، ‫فَل يصح نكاح مكره‬
‫ى‬ ً َ
.‫بشء من ذلك وأن يكون ذكرا يقينا فَل يصح نكاح خنث وإن بانت ذكورته بعد العقد‬ ‫فَل يصبح نكاح جاهل ي‬
”Suami harus muslim jika istri juga muslim, jika suami seorang kafir dan istri Islam maka
batal pernikahannya, suami harus halal sehingga pernikahan dengan mahram, istri orang dan
wanita iddah tidak sah, suami bisa menentukan pilihannya sendiri maka tidak sah apabila
dipaksa, harus ada suami dan istri, tidak suami-suami dan juga harus mengenal lebih dalam
istrinya agar tidak menjadi kesalahan pernikahan, harus berkelamin laki laki tidak berkelamin
ganda.”
Dalam kitab Fathul Wahab bi Syarhi Minhaj al-Thalab karya Syaikh Zakaria al-Anshari
juga disebutkan adanya keharusan laki-laki menikah berdasarkan kemauan sendiri di rukun
pertama dari 5 rukun yang terdapat di kitab tersebut:7
‫ن‬
‫وتعيي وعلم بحل المرأة له‬ ‫و َشط ن يف الزوج حل واختيار‬
“Syarat calon suami ialah halal menikahi calon istri (yakni Islam dan bukan mahram),
memilih (tidak terpaksa), ditertentukan, dan tahu akan halalnya calon istri baginya.”
Kedua, keputusan muktamar tersebut mengambil keterangan dari kitab Bughyah al-
Mustarsyidin bab ‫ إكره عَل الطَلق‬8 untuk dijadikan dasar atas jawaban yang mengatakan bahwa
tetap tidak sah apabila paksaan tersebut diperintahkan oleh hakim walaupun tidak ditakuti.

6
Tanwirul Qulub (Suriah: Dar al-Qalam al- Arabi) hal. 402 - 404
7
Fathul Wahab bi Syarhi Minhaj al-Thalab (Beirut: Dar al-Fikr), juz II, hal. 42
8
Bughyatul mustarsyidin (Bairut Lebanon: Daar al-Fikr) hal. 378
ْ ُ ْ َ َ َ ْ ْ ُ َ‫َ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َ ْ َ ْ َ َ َ َّ ُ ُ َ َ َ ْ َ َ ْ ن‬ َّ ُ َ ْ َََُ
‫ي قد َرِة ال َح ِاك ِم َعَل ِإ ْج َب ِاره ِح ّسا أ ْم َل ِإذ ه َو ِإك َر ُاه‬‫ وَل فرق ب‬.‫َلق فطلق لم يقع وِإن لم يتهدده‬ ِ ‫أمره الح ِاكم ِبالط‬
ْ ََ
.‫ش ًعا‬

“Jika seseorang diperintahkan hakim untuk thalaq lalu ia menjatuhkan thalaq, maka
thalaqnya tidak sah, meskipun hakim itu tidak mengintimidasinya. Dan tidak berbeda antara
hakim yang berkemampuan memaksa secara fisik atau tidak, karena yang kasus itu termasuk
pemaksaan syar'i.”

Hasil rumusan tersebut menyamakan antara hakim dalam ikrah thalaq dan hakim
dalam ikrah nikah yang sama-sama tidak mempunyai hak untuk memaksa.

Selanjutnya redaksi ”meskipun hakim tidak mengintimidasi” oleh kami,


menyimpulkan bahwa dalam keadaan hakim mengintimidasi dan memaksa secara fisik atau
tidak, pernikahan tersebut tidak sah, bukan berarti jika hakim tidak mengintimidasi lantas
pernikahan menjadi sah.

D. KESIMPULAN

Nikah paksa sebab zina tidak diperbolehkan berdasarkan banyak sumber dari kitab-
kitab yang mengatakan demikian. Kasus ini sekilas sama dengan persoalan tentang
pernikahan paksa karena hamil diluar nikah. Namun sebenarnya hukum kedua kasus tersebut
berbeda. Karena pada kasus nikah paksa sebab ketahuan zina itu tidak dikaitkan dengan
persoalan kehamilan, yang mana pertimbangan hukum belum merambah pembahasan
pertimbangan adanya anak sebab zina. Sementara nikah paksa sebab hamil diluar nikah
dibenarkan, sebagaimana telah diatur dalam KHI Bab VII pasal 53 9

Dari beberapa syarat dan pembagian ikrah yang dicantumkan, dapat disimpulkan
bahwa pemaksaan sesuai syarat atau bisa dikatakan sebagai suatu pemaksaan sesuai syari’at.
Sementara untuk pembagian ikrah pemaksaan pernikahan pelaku zina disini dalam posisi
Ikrâh Naqîsh atau Ghairu Mulji’ karena dia dalam kondisi pemaksaan oleh polisi yang
bentuknya berupa ancaman yang tidak menyebabkan kematian atau cacat.

Hasil rumusan kasus (nikah paksa sebab tertangkap zina) pada tahun 1935 tersebut
masih relevan untuk saat ini. Namun perlu diingat bahwa hasil rumusan hukum terbatas pada
persoalan yang memiliki penggambaran atau tashawwur tidak berbeda.

9
https://putusan3.mahkamahagung.go.id/peraturan/detail/11e9da0c8167c5c0b9c2313930343435.html
Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991

Anda mungkin juga menyukai