1. Pada Akhir Tahun 2021, Konsensus Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan bahwa
pendapatan dan dividen PT Hanan akan tumbuh sebesar 20% selama lima tahun dan
setelah itu akan turun menjadi 7% seperti pasar. Analisis juga memproyeksi tingkat
pengembalian yang diperlukan sebesar 10% untuk pasar ekuitas di Indonesia. Berikut
ini merupakan datadata yang dibutuhkan dari PT Hanan.
Equity 2021
1. Hitunglah model diskon dividen bertingkat, nilai saham intrinsik PT Hanan pada Akhir
tahun 2021. Asumsikan tingkat rasio atas PT Hanan sama dengan saham di Indonesia
pada umumnya.
Diketahui: D0
= $ 1,91
P0 * = ……
Dihitung:
E = $16,29 Ditanya:
PER = ……..
Dihitung:
P0 * = PER × E
PBV = 2,589
2. PT Zaing memperoleh $10 /lembar saham tahun lalu dan membayar dividen $6
/lembarnya. Tahun depan, Anda mengharapkan PT Zaing mendapatkan $11 dan
melanjutkan payout ratio-nya.
1. Asumsikan bahwa anda berharap untuk menjual saham seharga $132 setahun dari
sekarang. Jika anda membutuhkan 12% untuk saham ini, berapa banyak yang akan
anda bayar untuk pembayaran tersebut?
3. Berikut ini merupakan informasi terkait kurva yield treasury note Indonesia.
Years to Par Coupun yield to Calculated Spot Calculated Forward
Maturity maturity Rate Rate
5 7,0 ? ?
Pertanyaan:
1. Berdasarkan tabel di atas, hitunglah spot rate dan forward rate pada tahun ke 5
dengan asumsi annual compounding. Kt = 1.000 × 7,0 = 70
NJTN = 1.000 + 70 = 1070
* K K K K NJTN
NO = (1 1 (1 i)2 (1 i)3 (1 i)4 (1 i)5
i)
1.000 =
1.000 =
755,28 =
(1 + y5)5 =
y5 = (1,4167) - 1 y5 =
1,072 – 1 = 0,072
NO
* = NJTN5 (110700,072)5 (11070,072)5 10701,42 753,52
(1 i)
Jadi, forward ratenya adalah 753,52
4. Jelaskan kelebihan dan kelemahan dari metode nilai sekarang berikut ini:
1. Constant growth model
Model ini dapat digunakan untuk mengetahui pembayaran dividen yang bertumbuh
secara konstan sehingga manajer dapat mengetahui seberapa besar pertumbuhan
dividen yang terjadi di tiap tahunnya. Akan tetapi, ketika menghitung dividen ini, kita
harus mengetahui secara rinci perbedaan dividen dan required rate of returnnya.
2. Dividend Discount Model
Dividend Discount Model dapat membantu manajer untuk mengetahui dengan lebih
rinci mengenai nilai arus kas masa depan. Untuk inverstor, nilai arus kas masa depan
lebih sulit diperoleh dibandingkan dengan data dividen yang nilainya diumumkan dan
diterima oleh investor. Secara teori, asumsi dari model ini mudah untuk ditentukan.
akan tetapi, dalam realitanya tidak demikian karena jumlah dividen berbeda-beda
begitu pula required rate of return. Selain itu, dividen pun ada yang tidak dibayarkan
per tahun.
3. Absolute and relative price earnings ratio
Price Earning Ratio (PER) adalah perbandingan antara harga saham dengan laba
bersih perusahaan, dimana harga saham sebuah emiten dibandingkan dengan laba
bersih yang dihasilkan oleh emiten tersebut dalam setahun. Karena yang menjadi
fokus perhitungannya adalah laba bersih yang telah dihasilkan perusahaan, maka
dengan mengetahui PER sebuah emiten, kita bisa mengetahui apakah harga sebuah
saham tergolong wajar atau tidak secara real dan bukannya secara future alias
perkiraan. Namun, karena harga saham sebuah emiten senantiasa berubah-ubah setiap
saat, maka PER-nya pun dapat berubah-ubah setiap saat. Setiap kali perusahaan
menerbitkan laporan keuangan terbaru, maka EPS yang dijadikan dasar perhitungan
pun harus diganti.
4. Absolute and relative price book ratio
PBV berfokus pada nilai ekuitas perusahaan. PBV merupakan harga saham
dibandingkan nilai ekuitas per saham. Konsep penggunaannya sama dengan PER:
semakin tinggi nilai PBV, maka semakin mahal harga sahamnya. PBV sering
dijadikan acuan oleh para investor saham, karena rasio ini dapat menunjukkan apakah
harga saham sebuah perusahaan tergolong murah atau mahal. Data PBV dapat
ditemukan dengan mudah bagi perusahaan publik manapun, sehingga peneliti dan
investor dapat menganalisa angkanya tanpa mencari dengan sulit. PBV tidak mudah
dipengaruhi oleh laba negatif (rugi) karena tidak banyak perusahaan yang memiliki
nilai buku negatif. Namun, kelemahan PBV dapat dilihat dari kondisi yang hanya
berguna untuk perusahaan padat modal (capital intensive), seperti transportasi,
manufaktur, dan energi, karena aset berwujudnya yang tinggi. Selain itu, PBV kurang
relevan bagi perusahaan dengan hutang yang tinggi karena perusahaan dengan hutang
yang tinggi dapat memiliki PBV yang sangat tinggi, namun bukan berarti bahwa
perusahaan tersebut memiliki kinerja keuangan yang baik. Selanjutnya, PBV mudah
dipengaruhi nilai aktiva. Perusahaan yang mencatat aktivanya berdasarkan harga
pembelian dapat memiliki PBV yang lebih tinggi dari seharusnya, terutama apabila
aktiva tersebut telah berumur dan harga pembeliannya cukup murah di masa lalu.
Selain itu, perusahaan juga dapat memiliki PBV yang lebih tinggi dari seharusnya
apabila perusahaan menggunakan uang tunainya untuk dana pensiun, sehingga aktiva
perusahaan tersebut berkurang.
Referensi:
Hartono, Jogiyantoi. 2022. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Tangerang Selatan:
Universitas Terbuka