Sistem ekonomi Pancasila didasarkan pada nilai-nilai Pancasila sebagai panduan dalam mengatur
kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu nilai Pancasila yang relevan dengan sistem ekonomi
adalah "keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia". Sistem ekonomi kerakyatan juga mengedepankan
nilai-nilai keadilan dan kesejahteraan yang sejalan dengan nilai-nilai Pancasila.
Sistem ekonomi Pancasila dan sistem ekonomi kerakyatan sama-sama mendorong pemerataan
ekonomi dan partisipasi aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan ekonomi. Kedua sistem ini
mengutamakan peran aktif masyarakat dalam mengelola sumber daya ekonomi dan mengambil
keputusan yang berdampak pada kesejahteraan bersama.
Sistem ekonomi kerakyatan menekankan pentingnya pengembangan UMKM sebagai salah satu pilar
ekonomi yang kuat. Hal ini sejalan dengan prinsip sistem ekonomi Pancasila yang juga mendorong
pengembangan UMKM sebagai upaya untuk mencapai pemerataan ekonomi dan mengurangi
kesenjangan sosial.
Sistem ekonomi Pancasila dan sistem ekonomi kerakyatan mendorong kerjasama dan gotong royong
antara pelaku ekonomi, baik itu antara pemerintah, swasta, maupun masyarakat. Kedua sistem ini
mengakui pentingnya kolaborasi dalam mencapai tujuan ekonomi yang lebih besar, seperti menciptakan
lapangan kerja, meningkatkan kesejahteraan, dan mengurangi kemiskinan.
Negara-negara Asia yang terkena krisis memiliki ketergantungan yang tinggi pada modal asing.
Mereka mengandalkan investasi asing dan pinjaman luar negeri untuk membiayai pertumbuhan
ekonomi mereka. Namun, ketika investor kehilangan kepercayaan terhadap ekonomi negara tersebut,
modal asing pun ditarik kembali secara massal, menyebabkan tekanan pada mata uang dan keuangan
negara tersebut.
Beberapa negara Asia pada saat itu menerapkan kebijakan moneter yang longgar, yaitu suku bunga
rendah dan kredit yang mudah diperoleh. Hal ini menyebabkan terjadinya gelembung ekonomi, di mana
harga aset seperti tanah dan saham menjadi terlalu tinggi. Ketika gelembung ini pecah, banyak
perusahaan dan bank mengalami kesulitan keuangan, memicu krisis.
3. Krisis keuangan dan perbankan
Beberapa negara Asia mengalami masalah dalam sektor perbankan mereka. Bank-bank mengalami
kualitas aset yang buruk dan terlalu banyak memberikan pinjaman yang tidak mampu dibayar. Ketika
krisis pecah, banyak bank mengalami kebangkrutan atau kesulitan keuangan, yang kemudian
mempengaruhi stabilitas sistem keuangan negara tersebut.
Negara-negara Asia yang terkena krisis memiliki ketidakseimbangan neraca pembayaran yang
signifikan. Mereka mengimpor lebih banyak barang dan jasa daripada yang mereka ekspor,
menyebabkan defisit neraca pembayaran. Ketika investor kehilangan kepercayaan terhadap negara
tersebut, mereka menarik kembali investasi mereka, memperburuk ketidakseimbangan neraca
pembayaran dan melemahkan mata uang negara tersebut.
5. Krisis politik
Beberapa negara Asia juga mengalami krisis politik pada saat yang hampir bersamaan dengan krisis
moneter. Ketidakstabilan politik ini memperburuk ketidakpastian ekonomi dan mengurangi kepercayaan
investor terhadap negara tersebut.
Pemerintah dapat memberikan subsidi untuk pupuk dan benih kepada petani. Hal ini akan membantu
mengurangi biaya produksi dan meningkatkan hasil panen.
Pemerintah dapat membangun infrastruktur yang memadai untuk mempermudah petani mengakses
pasar. Ini termasuk pembangunan jalan, gudang penyimpanan, dan fasilitas transportasi.
Pemerintah dapat menyediakan pendidikan dan pelatihan kepada petani untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan mereka dalam mengelola pertanian. Ini akan membantu mereka
meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
4. Asuransi pertanian
Pemerintah dapat menyediakan asuransi pertanian untuk melindungi petani dari risiko kerugian
akibat bencana alam atau penyakit tanaman. Ini akan memberikan perlindungan finansial kepada petani
dan mendorong mereka untuk mengembangkan usaha pertanian.
4. Dampak Krisis Moneter 1997/1998 terhadap Perbankan
Bank Indonesia menghentikan transaksi SBPU untuk mengurangi tekanan pada nilai tukar rupiah. Hal
ini berdampak pada perbankan karena mereka memiliki investasi dalam SBPU yang menjadi tidak likuid.
Bank Indonesia menarik dana dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengurangi tekanan
pada cadangan devisa negara. Hal ini berdampak pada perbankan karena mereka kehilangan sumber
pendanaan yang penting.
Bank Indonesia meningkatkan suku bunga SBI untuk menarik investor asing dan menjaga stabilitas
nilai tukar rupiah. Hal ini berdampak pada perbankan karena mereka harus membayar bunga yang lebih
tinggi untuk meminjam dari Bank Indonesia.
1. Akses ke modal
Lembaga keuangan mikro menyediakan akses ke modal bagi UMKM yang sulit mendapatkan
pinjaman dari bank konvensional. Mereka memberikan pinjaman dengan jumlah yang lebih kecil dan
persyaratan yang lebih fleksibel.
2. Pendidikan keuangan
Lembaga keuangan mikro juga memberikan pendidikan keuangan kepada UMKM. Mereka membantu
UMKM dalam mengelola keuangan mereka dengan baik, termasuk pembukuan, perencanaan keuangan,
dan pengelolaan risiko.
3. Peningkatan produktivitas
Dengan akses ke modal dan pendidikan keuangan, UMKM dapat meningkatkan produktivitas dan
efisiensi usaha mereka. Mereka dapat memperluas usaha, meningkatkan kualitas produk, dan
meningkatkan daya saing.
UMKM merupakan salah satu sektor yang paling banyak menciptakan lapangan kerja. Dengan
dukungan lembaga keuangan mikro, UMKM dapat tumbuh dan mempekerjakan lebih banyak tenaga.