Ruth Loyde - 105 - Laporan Akhir THT
Ruth Loyde - 105 - Laporan Akhir THT
RUTH LOYDE
200110210105
LEMBAR PENGAMATAN
PRAKTIKUM TEKNOLOGI DAGING
HASIL PENGAMATAN
1. Pemotongan dan Perecahan Karkas (Ayam Dilelahkan)
a. Bobot Hidup : 1,4 kg
b. Berat Darah : 50 gram
c. Berat Bulu : 55 gram
d. Berat Kaki, Kepala, dan Jeroan : 230 gram
e. Berat Karkas : 1060 gram
f. Persentase Karkas (Perhitungan) : 75,5 %
g. Parting
- Dada : 360 gram
- Paha Atas : 160 gram
- Paha Bawah : 135 gram
- Sayap : 125 gram
- Punggung : 230 gram
h. Berat Daging yang diperoleh : 348 gram
i. Berat Tulang Yang diperoleh : 305 gram
2. Keempukan Daging
Hasil Pengukuran ke-1 : 43 mm/detik/gram
Hasil Pengukuran ke-2 : 47 mm/detik/gram
Hasil Pengukuran ke-3 : 62,5 mm/detik/gram
Hasil Pengukuran ke-4 : 77 mm/detik/gram
Hasil Pengukuran ke-5 : 28 mm/detik/gram
Rataan Nilai Keempukan Daging : 51,5 mm/detik/gram
3. Susut Masak
a. Berat Sebelum Dimasak : 30,45 gram
b. Berat Setelah Dimasak : 22,34 gram
c. Susut Masak (Perhitungan) : 22,63 %
LEMBAR PENGAMATAN
PRAKTIKUM KERUSAKAN PANGAN
HASIL PENGAMATAN
Pembahasan
Uji Fisik Daging
Pengujian fisik daging dilakukan dengan membandingkan daging ayam yang
dilelahkan dan daging ayam yang tidak dilelahkan. Parameter pengukuran terdiri dari
bobot karkas, keempukan daging, susut masak, dan daya ikat air. Berdasarkan hasil
pengamatan, daya ikat air pada daging yang tidak dilelahkan lebih tinggi, susut masak
daging yang dilelahkan lebih besar, dan daging ayam yang tidak dilelahkan lebih
empuk.Persentase bobot karkas ayam broiler bervariasi dengan rentang 65-75% dari bobot
badan ayam. Semakin berat bobot ayam yang dipotong, semakin tinggi juga karkasnya.
Persentase karkas pada ayam yang tidak dilelahkan adalah 75,7%.
Berdasarkan uji keempukan daging, daging ayam yang tidak dilelahkan memiliki
nilai rataan nilai keempukan 51,5 mm/detik/gram, Jadi semakin rendah nilai keempukan suatu
daging, maka daging akan semakin alot dan kualitasnya akan semakin rendah. Keempukan
daging dapat dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu antemortem dan postmortem
(Soeparno; Gumilar, 2011). Faktor-faktor antemortem terdiri dari faktor genetik, fisiologi,
spesies, umur, jenis kelamin, dan manajemen, sedangkan faktor antemortem terdiri dari
metode chilling, pelayuan, pembekuan, refrigerasi, penambahan enzim, pemasakan,
maupun stimulasi listrik.
Keempukan daging paling dipengaruhi oleh jaringan pengikat. Banyaknya tenunan
pengikat sangat bergantung pada aktivitas bagian daging tersebut sehingga daging yang
tidak banyak bergerak (tidak dilelahkan) lebih sedikit tenunan pengikatnya.
Berdasarkan uji susut masak, daging ayam yang tidak dilelahkan didapati
presentase susut masak 22,63 %. Umumnya susut masak memiliki nilai bervariasi, yaitu
berada di nilai 1,5% hingga 54,5% dengan kisaran 15% hingga 40% (Gumilar, 2011).
Susut masak suatu daging dipengaruhi oleh pH, panjang potongan serabut otot, panjang
sarkomer serabut otot, status kontraksi miofibril, ukuran dan berat sampel daging, dan
penampang lintang daging. Ketika pH daging menurun, terjadi pelepasan enzim protease
yang mengakibatkan pecahnya fibriliar- fibriliar otot. Pecahnya fibriliar-fibriliar otot ini
mengakibatkan rendahnya kemampuan daging untuk mengikat air sehingga nilai
persentase susut masak daging meningkat. Daging yang memiliki susut masak yang lebih
rendah menandakan kualitasnya relatif lebih baik dibandingkan daging dengan susut
masak lebih besar sebab kehilangan nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit
(Soeparno; Gumilar, 2011).
Berdasarkan uji daya ikat air, daging ayam yang tidak dilelahkan memiliki
persentase DIA 16,69 %, Daya ikat air merupakan kemampuan daging untuk mengikat air
atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari lingkungan. Kemampuan
daging menahan air daging dengan baik dipengaruhi keutuhan protein daging yang baik.
Semakin tinggi jumlah air yang keluar maka daya ikat airnya makin rendah.
Faktor-faktor yangmemengaruhi daya ikat air adalah protein, pH, stress, bangsa,
rigormortis, suhu dan kelembaban, pelayuan karkas dan aging lokasi otot, tipe otot,
fungsi otot, umur, spesies, pakan, dan lemak intramuskular (marbling). Adanya lemak
intramuskular mengakibatkan ikatan mikrostruktur serabut otot daging longgar sehingga
tersedia banyak ruangan bagi protein daging untuk mengikat air (Riyanto; Methayasa,
dkk., 2015).
Kesimpulan
Berdasarkan pengamatan mutu fisik, dapat disimpulkan daging ayam yang tidak
dilelahkan memiliki kualitas yang lebih baik. Dan terbukti dari hasil pengamatan, daging
ayam tidak dilelahkan memiliki persentase karkas lebih tinggi, susut masak lebih rendah,
dan persentase DIA lebih tinggi.
Daftar Pustaka
Antika, D., Sukamto, R., Estopangestie, A. (2013). Pengaruh Cara Pengemasan dan Suhu
Penyimpanan terhadap Awal Pembusukan Daging Sapi. Veterinaria Medika, 6 (1),
15-20.
Apriyanti, A., Sudiarta, I., Singapurwa, N. Analisis Cemaran Mikrobiologi pada Daging
Ayam Broiler yang Beredar di Pasar Tradisional Kecamatan Denpasar Barat.
Jurnal Gema Agro, 25 (2), 115-127.
Chrismanuel, A., Pramono, Y., Setyani, B. (2012). Efek Pemanfaatan Karaginan Sebagai
Edible Coating Terhadap pH, Total Mikroba dan H2S pada Bakso Selama
Penyimpanan 16 Jam. Animal Agriculture Journal, 1 (2), 286-292.
Gumilar, Jajang. (2011). Pengaruh Pelayuan Daging yang Berasal dari Bangsa, Sex, dan
Musim Pemotongan Berbeda Terhadap Kualitas Daging. Sumedang: Universitas
Padjadjaran.
Merthayasa, J., Sauda, I., Agustina, K. (2015). Daya Ikat Air, pH, Warna, Bau dan Tekstur
Daging Sapi Bali dan Daging Wagyu. Indonesia Medicus Veterinus, 4 (1), 16-24.
Subekti, K., Bbas, H., Zura, K., (2012). Kualitas Karkas (Berat Karkas, Persentase Karkas
Dan Lemak Abdomen) Ayam Broiler yang Diberi Kombinasi CPO (Crude Palm Oil) dan
Vitamin C (Ascorbic Acid) dalam Ransum sebagai Anti Stress. Jurnal Peternakan
Indonesia, 14 (3), 447-453.
LEMBAR PENGAMATAN
PRAKTIKUM TEKNOLOGI TELUR
HASIL PENGAMATAN
2. Kualitas Telur Segar Setelah Disimpan Satu Minggu pada Suhu Ruang
Uji Kualitas Eksterior
a. Warna Kerabang : Coklat terang tidak berbintik ; Coklat Normal
b. Bentuk : Oval ; Oval
c. Panjang : 57,2 mm ; 58,1 mm
d. Lebar : 40,1 mm ; 43,6
e. Tekstur
- Hasil Perabaan : Halus ; Halus
- Kelas Mutu :I;I
f. Keutuhan
- Hasil Pengamatan : Utuh ; Utuh
- Kelas Mutu :I;I
g. Kebersihan
- Hasil Pengamatan : Bersih ; Kurang Bersih
- Kelas Mutu : I ; III
LEMBAR PENGAMATAN
PRAKTIKUM SIFAT FUNGSIONAL TELUR
Hari/Tanggal : 29 Maret 2023
Nama : Ruth Loyde
NPM : 200110210105
Kelas : F
Dosen Pengampu : Dr.Wendry Setiyadi Putranto S.Pt.,M.Si
HASIL PENGAMATAN
Lama
Kualitas Daya Kestabilan Buih Kestabilan emulsi
Penyimpanan
Telur Buih (%) (%) (%)
Telur (hari)
0
4,46 93,6 -
7
4,4 85 -
7 (Dipping minyak)
5,42 95,27 -
Pembahasan
Uji Kualitas Eksterior Telur
Pengujian kualitas telur secara eksterior dilakukan pada tiga telur dengan berbagai
perlakuan, yakni telur segar, telur setelah disimpan seminggu dalam suhu ruang, dan telur
yang telah di-dipping minyak kelapa. Pengujian yang dilakukan meliputi warna kerabang,
bentuk telur, tekstur, keutuhan, dan kebersihan. Ketiga telur yang diberi perlakuan berbeda
memiliki kerabang berwarna cokelat yang mana artinya kerabang tersebut tebal. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Jazil (2013) yang mengatakan bahwa semakin muda warna
coklat pada kerabang maka semakin tipis kerabang tersebut.
Pada pengamatan ini, bentuk telur diamati melalui indeks perbandingan antara
lebar dan panjang, lalu dikalikan 100. Telur pada pengamatan ini memiliki bentuk oval.
Indeks bentuk telur terbagi menjadi tiga, yaitu lonjong (68,78 – 78,93), normal (78,94 –
86,45), dan bulat (86,46 – 98,59) (Suselowati, dkk., 2019). Bentuk telur unggas bermacam-
macam, namun pada umumnya berbentuk hampir bulat sampai lonjong (Widyantara, dkk.,
2017). Variasi bentuk telur ini dipengaruhi oleh sifat genetik, umur unggas saat bertelur,
jenis unggas,berat tubuh induk, pakan yang diberikan, dan sifat-sifat fisiologi dari dalam
tubuh induk.
karena lama penyimpanan. Semakin lama telur disimpan, maka kekentalan lapisan putih
telur akan menurun cepat dan seterusnya penurunan tersebut akan melambat. Perubahan
pada putih telur disebabkan oleh pertukaran gas dari luar dengan udara di dalam telur
melalui pori-pori kerabang dan penguapan air akibat lama penyimpanan dan pengaruh
suhu. Suhu yang tinggi dan waktu penyimpanan yang lama menurunkan indeks putih telur
lebih cepat.
HU (Haugh Unit) merupakan satuan yang memberi kolerasi antara tinggi putih
telur dengan berat telur. Semakin tinggi nilai haugh unit, maka kualitas telur semakin baik
(Purwati, dkk., 2017). Nilai HU yang berada di bawah 50 menandakan bahwa telur tersebut
sudah rusak. Hasil pengamatan interior nilai HU pada telur segar, telur suhu ruang
berturut-turut adalah 99,35 dan 101,8 Berdasarkan SNI 01- 3926-2006, kesegaran telur
dibedakan menjadi 3 mutu, yakni 1) Mutu I, memiliki nilai HU > 72, 2) Mutu II, memiliki
nilai HU 62-72, dan 3) Mutu III, memiliki nilai HU < 60. Dalam hal ini, telur segar
mempunyai mutu I.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan, dapat disimpulkan bahwa. Telur yang disimpan
selama 7 hari pada suhu ruang mengalami penurunan sifat fungsional yaitu daya buih,
kestabilan buih serta penurunan stabilitas emulsifikasi pada produk mayonnaise
Daftar Pustaka
Aulia, E., Dihansih, E., Kardaya, D. (2016). Kualitas Telur Itik Alabio (Anas Plathyryncos
Borneo) yang Diberi Ransum Komersil dengan Tambahan Kromium (Cr) Organik.
Jurnal Peternakan Nusantara, 2 (2), 79-85.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2008. SNI 3926:2008. Telur Ayam Konsusmi. Badan
Standarisasi Nasional: Jakarta.
Djaelani, M. (2016). Ukuran Rongga Udara, pH Telur dan Diameter Putih Telur, Ayam
Ras (Gallus L.) Setelah Pencelupan dalam Larutan Rumput Laut dan Disimpan
Beberapa Waktu. Buletin Anatomi dan Fisiologi, 1 (1), 19-23.
Evanuraini, H. Nurliyani. Indratiningsih. Hastuti, P. (2016). Kestabilan Emulsi dan
Karakteristik Sensoris Low Fat Mayonnaise dengan Menggunakan Kefir sebagai
Emulsifier Replace. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, 11 (2), 53-59.
Jazil N, Hintono A, Mulyani, S. (2013). Penurunan kualitas telur ayam ras dengan
intensitas warna coklat kerabang berbeda selama penyimpanan. J Apl Teknologi
LEMBAR PENGAMATAN
PRAKTIKUM TEKNOLOGI SUSU
HASIL PENGAMATAN
Keadaan Susu
1. Uji Fisik
a. Warna :1
b. Bau :1
c. Rasa :1
d. Konsistensi :1
e. Nilai Uji Fisik :1
2. Uji Kebersihan
a. Rincian Keadaan : Bersih
b. Nilai Uji Kebersihan :2
3. Uji Alkohol
a. Rincian Keadaan : Tidak ada gumpalan
b. Nilai Uji Alkohol :1
4. Uji Didih
a. Rincian Keadaan : Normal
b. Nilai Uji Didih :1
5. Uji Reduktase
a. Waktu Reduktase : 30 Menit,Tinggi Awal =13 cm
b. Nilai Uji Reduktase :2
6. Penetapan Derajat Asam
a. Derajat Asam : 2,8 × 4 = 11,2
b. Nilai Derajat Asam :0
2. Susu Pasteurisasi
Lakukan pengamatan terhadap cita rasa, bau, dan warna susu pasteurisasi tersebut.
• 72oC ,15 Menit
• Rasa = Susu (Khas susu)
• Bau = Khas susu s
• Warna = Putih susu
• 63 oC,30 Menit
• Rasa = Khas Susu
• Bau = Khas susu
• Warna = Putih susu
3. Susu Sterilisasi
Lakukan pengamatan terhadap cita rasa, bau, dan warna susu sterilisasi tersebut
• 110-115 oC, 20-30 Menit
• Rasa = Khas susu
• Bau = Khas susu
• Warna = Putih susu
LEMBAR PENGAMATAN
PRAKTIKUM MUTU INDERAWI
HASIL PENGAMATAN
ANALISIS STATISTIK PENGARUH RASA TERHADAP TINGKAT KESUKAAN
PANELIS
Lakukan perhitungan untuk keempat parameter pengamatan (warna, rasa, aroma dan total
penerimaan)
Warna
SUSU RASA
Panelis
463 394 158 792
1 5 5 4 4
2 4 3 4 3
3 5 4 3 4
4 5 3 4 4
5 5 2 4 4
6 2 4 3 3
7 3 3 2 4
8 4 5 4 5
9 5 5 4 3
10 4 4 4 3
11 5 4 5 5
12 5 4 5 3
13 4 3 5 5
14 4 4 4 4
15 4 5 3 3
16 3 3 4 5
17 3 2 5 5
18 5 3 4 5
19 3 2 4 4
20 5 3 3 3
Jumlah 83 71 78 79
Rata-rata 4,15 3,55 3,9 3,95
Rasa
SUSU RASA
Panelis
463 394 158 792
1 4 5 4 5
2 5 3 4 4
3 4 5 5 5
4 5 3 5 3
5 5 2 4 4
Aroma
SUSU RASA
Panelis
463 394 158 792
1 4 5 3 3
2 5 3 4 4
3 3 5 4 4
4 4 2 3 4
5 5 2 4 4
Total Penerimaan
SUSU RASA
Panelis
463 394 158 792
1 4 5 4 4
2 4 5 4 4
3 5 5 4 4
4 5 2 4 3
5 5 2 4 4
Pembahasan
Penilaian Susu Berdasarkan Susunan Susu
Penilaian susu berdasarkan susunannya terdiri dari pengukuran berat jenis (BJ),
kadar lemak susu, penentuan bahan kering tanpa lemak (BKTL), dan angka refraksi. Hasil
pengamatan susunan susu yang diuji memiliki berat jenis 1,0265 dengan suhu 20oC, kadar
lemak 3 %, dan bahan kering tanpa lemak 3,8%. Berdasarkan SNI 3141.1 (2011), susu
segar harus memiliki berat jenis minimum 1,027 g/ml, kadar lemak minimum 3%, bahan
kering minimum 10,8%, dan kadar lemak minimum 7,8%. Hal ini berarti susu yang
dilakukan pengujian telah memenuhi syarat mutu susu segar.
Penilaian Susu Berdasarkan Keadaan Susu
Pengujian keadaan susu terdiri dari uji fisik, uji kebersihan, uji alkohol, uji didih,
uji reduktase, dan derajat asam. Pengujian fisik yang dilakukan pada susu menghasilkan
warna putih kekuningan, bau normal, rasa manis asin, dan konsistensi normal. Warna susu
yang putih dipengaruhi oleh warna kasein, sedangkan warna kekuningan pada susu
disebabkan oleh karoten, yakni pigmen kuning dari lemak susu (Diastari dan Agustina,
2013). Perbedaan warna ini dapat dipengaruhi oleh adanya perbedaan sifat pakan,
pemerahan sore hari, kandungan lemak susu, dan padatan susu (Islam, et al., 2013). Bau
khas pada susu sapi dapat mengindikasikan bahwa peternak mengambil tindakan higienis
selama pemerahan dan tidak memperbolehkan sapi untuk mengonsumsi beberapa jenis
pakan berasa sebelum atau selama pemerahan (Islam, et al., 2013). Rasa susu yang normal
adalah manis asin. Rasa susu yang menyimpang atau aneh dapat disebabkan karena kondisi
yang tidak higienis selama pemerahan. Kemudian, konsistensi susu yang baik adalah
encer. Konsistensi susu yang kental atau menggumpal dapat terjadi akibat kegiatan enzim
ataupun penambahan asam.
Berdasarkan hasil uji kebersihan, susu berada pada kondisi bersih. Uji alkohol dan
uji didih pada susu menunjukkan tidak adanya butir-butir pada dinding. Uji alkohol
dinyatakan positif ditandai dengan adanya butiran susu yang melekat di dinding tabung
reaksi (Suardana dan Swacita; Nababan, dkk., 2015). Uji didih dinyatakan positif (kualitas
susu tidak baik) jika terdapat gumpalan susu yang melekat pada dinding tabung reaksi. Hal
ini menandakan mutu susu segar masih dalam keadaan baik. Uji reduktase pada susu yang
diamati adalah selama lebih dari 5 jam. Uji reductase ini digunakan guna memprediksi
jumlah bakteri dalam susu menggunakan zat Methylen Blue yang akan menghasilkan
warna biru pada susu sehingga nantinya dapat direduksi oleh bakteri-bakteri yang ada
di dalam susu. Makin cepat waktu reduksi, maka makin banyak jumlah bakteri dalam
susu (Lugowo, dkk., Arjadi, 2016).
Mutu Inderawi
Uji organoleptik atau mutu inderawi pada susu dapat memastikan bahwa susu dan
produk susu tidak rusak dalam tahap penyimpanan dan distribusi. Uji ini berperan penting
dalam mengetahui umur simpan susu sebab umur simpan sangat penting bagi industri. Hal
ini disebabkan umur susu menentukan seberapa cepat rantai pasokan harus memungkinkan
pengiriman stok dari pabrik ke konsumen (Nath dan Aravindkumar, 2021). Uji mutu
inderawi dilakukan dengan penilaian dari panelis mengenai empat parameter susu, yakni
rasa, aroma, warna, dan total penerimaan. Berdasarkan aspek aroma dan warna, panelis
lebih menyukai sampel susu 1 dibandingkan sampel susu 1,2,dan 4, sedangkan dari aspek
rasa panelis memiliki tingkat kesukaan yang sama. Total penerimaan panelis memiliki
tingkat kesukaan yang sama dibandingkan keempat sampe susu rasa tersebut dengan skala
hedonik.
Kesimpulan
Penilainan susu berdasarkan susunan dan kondisi susu menunjukkan bahwa susu yang diteliti
merupakan susu dengan kualitas baik. Berdasarkan penilaian mutu inderawi, Dari aspek
aroma dan warna panelis lebih menyukai sampel susu 1 dibandingkan sampel susu 1,2,dan
4, sedangkan dari aspek rasa panelis memiliki tingkat kesukaan yang sama. Total penerimaan
panelis memiliki tingkat kesukaan yang sama dari keempat sampel susu rasa tersebut dengan
skala hedonik (netral-agak suka).
Daftar Pustaka
Arjadi, L., Nurwantoro., Harjanti, D., (2017). Evaluasi Cemaran Bakteri Susu yang
Ditinjau Melalui Rantai Distribusi Susu dari Peternak Hingga Kud di Kabupaten
Boyolali. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian MEDIAGRO, 13 (1), 1-10.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2011. SNI 3141.1: 2011. Susu Segar Bagian 1: Sapi.
Badan Standarisasi Nasional: Jakarta.
Dwitania, D., Swacita, I. (2013). Uji Didih, Alkohol dan Derajat Asam Susu Sapi Kemasan
yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Denpasar. Indonesia Medicus Veterinus, 2
(4), 437-444.
Islam, M., et al. (2013). Quality of Milk Available at Local Markets of Muktagacha
Upazila in Mymensingh District. J. Bangladesh Agrii. Univ. 11 (1), 119-124.
Nababan, M., Suada, I., Swacita, I. (2015). Kualitas Susu Segar pada Penyimpanan Suhu
Ruang Ditinjau dari Uji Alkohol, Derajat Keasaman dan Angka Katalase.
Indonesia Medicus Veterinus, 4 (4), 374-382.
LEMBAR PENGAMATAN
PRAKTIKUM TEKNOLOGI KULIT
HASIL PENGAMATAN
a. Berat Kulit
- Berat Kulit : 165 gram
b. Tebal Kulit
- Croupon : 1,8 mm
- Kepala : 1,39 mm
- Perut : 0,18 mm
- Ekor : 2,34 mm
- Rata-rata Ketebalan Kulit : 1,41 mm
c. Luas Kulit
- Panjang Kulit : 27 cm
- Lebar Kulit : 22 cm
- Luas Kulit : 594 cm2
Pembahasan
Pada pengamatan kulit, dilakukan penimbangan berat beberapa kulit kelinci,
pengukuran ketebalan kulit, luas kulit, dan pengawetan kulit dengan garam. berat kulit
hasil pengamatan adalah seberat 165 gram.Pengukuran ketebalan kulit dilakukan
berdasarkan bagian-bagian daerah kulit, yaitu croupon (punggung), kepala, perut, dan
ekor. Berdasarkan hasil penelitian, bagian croupon lebih tebal dibandingkan bagian kulit
yang lain. Selain lebih tebal, ketebalan croupon lebih seragam karena struktur kepadatan
kolagennya yang sama.
Pengukuran luas kulit dilakukan dengan membentangkan kulit secara merata
dengan bagian kulit dalam menghadap atas, sedangkan bagian kulit berbulu menghadap
ke bawah. Pada bagian bawah dan atas kulit dialasi kertas pelapis, dipastikan kulit dalam
keadaan rata dan tidak ada yang tergulung. Kemudian dilakukan pengukuran dengan
membentuk garis diagonal dari kaki kiri atas ke kaki kanan bawah dan dari kaki kanan atas
ke kaki kiri bawah, maka didapatkanlah titik potong antar garis diagonal. Dari garis potong
tersebut, ditarik panjang dan lebar kulit, lalu ukur luasnya sesuai rumus luas permukaan.
Penggaraman
Penggaraman merupakan salah satu metode pengawetan kulit. Adanya garam dapat
membuat ruang antar serat kolagen semakin lebar sehingga bahan penyamak menjadi lebih
mudah masuk ke dalam kulit (Wei, et al.; Priatni, dkk., 2021). Selain itu, penambahan
garam pada proses pengasaman mengakibatkan molekul kolagen kulit terhidrasi dan
menjadi serat. Kehadiran garam pun memudahkan penetrasi bahan samak ke dalam sulit
dan berperan kepada sifat mekanis dan estetika kulit.
Kesimpulan
Kulit merupakn baian terluar dari lapisa tubuh hewan yan dapat menjadi suatu
bentuk banyak produk.kulit mempunyai banyak fungsi dapat menjadi olahan pangan.
Berdasarkan hasil pengamatan, didapatkan berat adalah 165 gram dan adapun pengawetan
kulit dengan metode penggaraman kering bertujuan menciptakan kondisi yang tidak cocok
bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme penyebab kulit. Garam sebagai
bahan pengawet harus sesuai dengan syarat pengawetan dan tidak merusak kulit.
Daftar Pustaka
Juliyarsi, dkk. (2019). Kulit: Ilmu, Teknologi, dan Aplikasi. Padang: Universitas Andalas.
Priatni, A., dkk. (2021). Penggunaan Garam Berkualitas untuk Peningkatan Mutu
Kulit Wetblue Kambing dan Sapi. Jurnal Riset Teknologi Industri, 15 (2), 362-371.