Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN BHINEKA TUNGGAL IKA

MENGANALISIS PAKAIAN ADAT NUSA TENGGARA TIMUR


Disusun untuk memenuhi tugas Project Penguatan
Profil Pelajar Pancasila

Disusun oleh:
KELOMPOK 2

1. Ari Janu Astuti NIS: 10059


2. Eggy Cahya Kumara NIS: 9958
3. Iguesti Retno S.M.A NIS: 9965
4. Ikhsan Abiansyah NIS: 9890
5. Intan Ramadani NIS: 9996
6. Maylan Ocha Alecya NIS: 10109

KELAS XII J
SMA NEGERI 3 SRAGEN
TAHUN AJARAN 2023/2024
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN BHINEKA TUNGGAL IKA
Laporan ini telah disetujui dan disahkan oleh pembimbing projek bertema
Bhinneka Tunggal Ika dengan subtema Menganalisis Pakaian Adat Nusa
Tenggara Timur pada :
Hari :
Tanggal :

Pembimbing 1 Pembimbing 2

SRI ISWATI, S.Pd ROHMADI S.Ag


NIP. 19721212 200701 2 013 NIP.19750621 202121 1 003

Mengetahui,
Kepala Sekolah

SINGGIH SANTOSO, S.Pd., M.Pd.Si


NIP. 19681210 199201 1 001

ii
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT. Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan Laporan Kegiatan Proses analisis Pakaian adat dari Nusa
Tenggara Timur.

Laporan ini ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan Laporan . Untuk itu
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Singgih Santoso, S.Pd., M.Pd.Si selaku bapak kepala sekolah SMA
Negeri 3 Sragen
2. Ibu Sri Iswati, S.Pd dan Bapak Rohmadi S.Ag selaku pembimbing dalam
menyusun laporan ini
3. Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
laporan.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala kritik dan saran dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki laporan ini.

Akhir kata kami berharap semoga laporan yang berjudul “Menganalisis


Pakaian Adat Nusa Tenggara Timur” ini dapat memberikan maanfaat maupun
informasi terhadap pembaca

Penulis

Tim 2

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.......................................................................................... i
Pengesahan............................................................................................... ii
Kata Pengantar......................................................................................... iii
Daftar Isi................................................................................................... iv
Daftar Gambar.......................................................................................... v
Bab I : Pendahuluan................................................................................. 1
A. Latar Belakang...................................................................... 1
B. Tujuan.................................................................................... 2
C. Rumusan Masalah................................................................. 2
Bab II : Kajian Teori................................................................................ 3
A. Nusa Tenggara Timur............................................................ 3
B. Pakaian Adat Nusa Tenggara Timur..................................... 4
C. Jenis Pakaian Adat Nusa Tenggara Timur............................ 4
Bab III : Metode Penelitian...................................................................... 17
A. Waktu dan Tempat................................................................ 17
B. Jenis Metode.......................................................................... 17
Bab IV : Kesimpulan................................................................................ 18
Daftar Pustaka.......................................................................................... 20
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Nusa Tenggara Timur................................................... 3


Gambar 2.2 Pakaian adat suku Rote......................................................... 5
Gambar 2.3 Pakaian adat suku Dawan..................................................... 7
Gambar 2.4 Pakaian adat suku Helong.................................................... 8
Gambar 2.5 Pakaian adat suku Sabu........................................................ 9
Gambar 2.6 Pakaian adat suku Sumba..................................................... 10
Gambar 2.7 Pakaian adat suku Lio........................................................... 12
Gambar 2.8 Pakaian adat suku Manggarai............................................... 13
Gambar 2.9 Pakaian adat suku Sikka....................................................... 14
Gambar 4.1 Merevisi laporan................................................................... 20
Gambar 4.2 Konsultasi ke pihak pembimbing......................................... 20
Gambar 4.3 Merevisi & berdiskusi bersama............................................ 20
Gambar 4.4 Pemakaian pakaian adat rote laki laki ................................. 21
Gambar 4.5 Pemakaian pakaian adat rote perempuan ............................ 21

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan nasional Indonesia.
Bhinneka Tunggal Ika memiliki arti berbeda-beda tetapi tetap satu ( Dalam
perbedaan, tetap ada persatuan) Bhinneka Tunggal Ika merupakan suatu hal
yang dapat mencerminkan bangsa Indonesia. Lambang Bhinneka Tunggal
Ika dapat kita temui pada cakar burung garuda Indonesia. Berikut makna
dari semboyan Bhinneka Tunggal Ika:
1. Keberagaman yang Bersatu.
2. Toleransi dan saling menghormati.
3. Persatuan dalam perbedaan.
4. Kekayaan budaya dan keunikan.
Bhinneka Tunggal Ika memiliki beberapa fungsi dari semboyannya,
yaitu sebagai berikut:
1. Mempertahankan kerukunan sosial.
2. Menghormati perbedaan.
3. Membangun persatuan.
4. Menghargai keanekaragaman budaya
5. Memperkuat identitas nasional.
Sejarah Bhinneka Tunggal Ika bermula pada abad ke-14 Masehi di
pulau Jawa, Indonesia. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika ini pertama kali
ditemukan dalam prasasti Tugu yang ditemukan di desa Ciaruteun Ilir,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Prasasti ini berasal dari masa pemerintahan
Raja Hayam Wuruk dari Kerajaan Majapahit pada tahun 1356 Masehi.
Prasasti Tugu memberikan pesan tentang persatuan dan kerukunan
di tengah perbedaan dalam beragama. Prasasti ini berisi kutipan dari kitab
Sutasoma, salah satu karya sastra dari pengarang Jawa Kuno, Mpu Tantular.
Kutipan tersebut berbunyi “Wan wengi, windu sinunggal, winuwus

1
bhinneka tunggal ika” yang berarti “Walaupun berbeda-beda, dalam
perbedaan itu tetap ada kesatuan”.
Pada saat itu, pesan Bhinneka Tunggal Ika dalam prasasti Tugu
menegaskan pentingnya toleransi dan persatuan di antara berbagai
kepercayaan dan keyakinan yang ada di Nusantara. Semboyan ini berisi
nilai-nilai pluralisme dan harmoni dalam kehidupan beragama.
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika
dijadikan sebagai semboyan nasional. Pada 18 Agustus 1950, semboyan ini
secara resmi dijadikan semboyan negara dan dituangkan dalam pasal 36A
Undang-Undang Dasar 1945. Bhinneka Tunggal Ika menjadi prinsip yang
melandasi kerukunan dan persatuan di Indonesia, menghargai keberagaman
suku, agama, ras, dan budaya sebagai sumber kekayaan bangsa, salah
satunya adalah keberagaman yang ada diwilayah Nusa Tenggara Timur.

B. Tujuan
Berikut tujuan dari dibuatnya laporan ini:
1. Untuk mengetahui lebih banyak informasi atau ilmu mengenai
kebudayaan yang ada dalam suku Nusa Tenggara Timur.
2. Mempelajari tentang kebudayaan suku Nusa Tenggara Timur, terutama
tentang Pakaian Adat Nusa Tenggara Timur.

C. Rumusan Masalah
1. Apa nama pakaian adat Nusa Tenggara Timur?
2. Ada berapa jenis pakaian adat Nusa Tenggara Timur?

2
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Nusa Tenggara Timur

(Gambar 2.1 Peta Nusa Tenggara Timur)

Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah sebuah provinsi di Indonesia


yang meliputi bagian timur Kepulauan Nusa Tenggara. Provinsi ini
memiliki ibu kota di Kota Kupang dan memiliki 22 kabupaten/kota.
Provinsi ini berada di Kepulauan Sunda Kecil.
Tahun 2022, penduduk provinsi ini berjumlah 5.446.285 jiwa,
dengan kepadatan 114 jiwa/km2. Setelah pemekaran, Nusa Tenggara Timur
adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian tenggara
Indonesia. Provinsi ini terdiri dari beberapa pulau, antara lain pulau Flores,
pulau Sumba, pulau Timor, pulau Alor, pulau Lembata, pulau Rote, pulau
Sabu, pulau Adonara, pulau Solor, pulau Ende, pulau Komodo dan pulau
Palue.
Provinsi ini terdiri dari kurang lebih 1.200 pulau, tiga pulau utama di
Nusa Tenggara Timur adalah Pulau Flores, Pulau Sumba dan Pulau Timor
(bagian barat). Provinsi Nusa Tenggara Timur yang memiliki luas 47.932
km² dengan jumlah pulau kurang lebih 1.200 pulau. Suku-suku di Nusa
Tenggara Timur, di antaranya: Suku Sabu, Suku Dawan, Suku Sumba, Suku

3
Rote, Suku Riung, Suku Timor, Suku Lamaholot, Suku Manggarai, Suku
Sikka, Suku Ende dan Suku Flores.
B. Pakaian adat Nusa Tenggara Timur
Secara tradisional, pakaian adat yang dipakai penduduk Provinsi
Nusa Tenggara Timur dikelompokkan menjadi 2 macam, yaitu pakaian adat
pria dan wanita.
1. Pakaian adat pria Nusa Tenggara Timur
Pakaian adat yang dipakai kaum pria, meliputi: Topi bentuk khas sebagai
hiasan kepala, baju jas tutup, selempang kain dan bersarung kain tenun
sebilah golok terselip di depan perut serta perhiasan berupa kalung dan
pending.
2. Pakaian adat wanita Nusa Tenggara Timur
Pakaian adat yang dipakai kaum wanita, meliputi: Hiasan kepala berbentuk
bulan sabit, Kain tenun yang menyelempang di bahu, Kain tenun yang
menutup dada hingga kaki serta dilengkapi perhiasan subang, kalung,
pending, dan gelang tangan.

C. Jenis Pakaian Adat Nusa Tenggara Timur


Nusa Tenggara Timur adalah provinsi yang terletak di bagian timur
Kepulauan Nusa Tenggara. Di provinsi ini, ada sekitar 8 suku, yaitu suku Sabu,
Suku Helong, Suku Sumba, Suku Dawan, Suku Rote, Suku Manggarai dan
Suku Lio.
Dengan adanya tujuh suku yang berbeda, tak heran jika NTT
menjadi salah satu provinsi yang kaya akan kebudayaan. Salah satunya adalah
beragam jenis pakaian adat dari setiap suku.
Berdasarkan sukunya, beberapa pakaian adat NTT bahkan
mempunyai latar belakang, keanekaragaman, serta dihiasi dengan komponen
yang berbeda. Berikut ini merrupakan jenis-jenis pakaian adat Nusa Tenggara
Timur disertai dengan ciri khasnya masing-masing:

4
1. Pakaian Adat Suku Rote

(Gambar 2.2 Pakaian adat suku Rote)

Suku Rote merupakan suku yang bermigrasi dari pulau


Seram, Maluku, menuju ke pulau Rote. Sekarang mereka menjadi
penduduk asli pulau tersebut. Selain itu, suku Rote juga mendiami
beberapa pulau lain seperti pulau Timor, pulau Pamana, pulau Ndao,
pulau Manuk, pulau Heliana dan pulau Landu.
Suku Rote memiliki pakaian adat yang disebut tenun ikat.
Pakaian ini mempunyai model yang unik serta sejarah dan nilai
filosofis yang tinggi. Karena itu, pakaian adat suku Rote digunakan
sebagai ikon daerah Nusa Tenggara Timur. Awalnya, pakaian adat
suku Rote terbuat dari serat-serat pohon. Namun, seiring dengan
perkembangan zaman, masyarakat suku Rote mengganti bahan
pakaian mereka dengan kain kapas.
Mereka memanfaatkan lahan-lahan di sekitar rumah untuk
menghasilkan kapas yang kemudian diolah menjadi kain kapas.
Keunikan dan ciri khas pakaian adat suku Rote terdapat pada penutup
kepala atau topi yang disebut Ti’i Langga.

5
Ti’i Langga ini bentuknya mirip seperti topi Sombrero yang
dipakai oleh masyarakat Meksiko. Selain itu, topi yang terbuat dari
daun lontar ini lebih tahan lama dan memiliki variasi bentuk yang
menarik. Alasannya karena daun lontar dapat berubah warna menjadi
kekuningan atau coklat jika sudah kering kering.
a) Pakaian adat Pria Suku Rote
Bagi kaum pria Suku Rote, daun lontar ini dianggap sebagai
simbol kewibawaan dan kepercayaan diri. Ti’i Langga juga
menjadi salah satu aksesoris utama dalam pakaian adat suku Rote.
Pakaian adat Tenun Ikat dari suku Rote terdiri dari kombinasi
kemeja putih lengan panjang dan sarung tenun ikat berwarna gelap.
Nantinya sarung tersebut dipakai di bagian bawah. Para laki-laki
biasanya menambahkan selendang kain bermotif di bagian dada
dan bahu.
b) Pakaian adat wanita Suku Rote
Para perempuan biasanya memakai aksesoris khas, yaitu
perhiasan berbentuk bulan sabit. Lalu ada juga beberapa jenis
aksesoris lain seperti kain selempang, pendi atau ikat pinggang
yang terbuat dari emas/perak, serta Habas atau perhiasan yang
dipakai di bagian leher. Biasanya, masyarakat suku Rote
menggunakan pakaian ini dalam acara-acara besar dan penting,
seperti pernikahan keluarga mereka. Selain pakaian adat, pulau
Rote juga menyimpan keindahan alam eksotis yang menarik untuk
dikunjungi. Kamu bisa melihat beberapa contohnya dalam buku
NTT Hidden Paradise: Kupang, Soe, Rote, Alor yang ditulis oleh
Rita Harahap.

6
2. Pakaian Adat Suku Dawan

(Gambar 2.3 Pakaian adat suku Dawan)

Suku Dawan merupakan suku yang tinggal di beberapa


wilayah di Nusa Tenggara Timur seperti Kupang, Timor dan Belu.
Masyarakat suku Dawan mempunyai pakaian adat yang bernama
Amarasi.
Baju Amarasi ini terdiri dari beberapa komponen, mulai dari
kebaya, selendang yang dipakai untuk menutupi bagian dada serta
sarung tenun untuk bawahan.
a) Pakaian adat pria Suku Dawan
Baju Amarisi khusus pria terdiri dari kemeja bodo dan sarung
tenun yang diikatkan pada pinggang. Umumnya para pria suku
Dawan juga menggunakan beberapa aksesoris seperti kalung habas,
gelang timor, kalung muti salak dan hiasan tara pada bagian kepala.
b) Pakaian adat wanita Suku Dawan
Para wanita memakai baju Amarasi dalam perayaan besar.
Tak hanya itu saja, para wanita suku Dawan menambahkan
beberapa macam aksesoris seperti tusuk konde yang berhiaskan
emas, sepasang gelang berbentuk kepala ular dan sisir emas.

7
3. Pakaian Adat Suku Helong

(Gambar 2.4 Pakaian adat suku Helong)

Suku Helong adalah suku yang mayoritas penduduknya


berasal dari pulau Timor. Masyarakat suku ini kebanyakan tinggal di
wilayah Kupang Tengah dan Kupang Barat. Namun, ada juga yang
dapat dijumpai di pulau Flores dan Pulau Semau.
a) Pakaian adat pria Suku Helong
Pakaian adatnya terdiri dari atasan kemeja bodo yang
dipadukan dengan bawahan selimut lebar. Lalu, ada berbagai
macam aksesoris yang biasa digunakan oleh para laki-laki seperti
ikat kepala (destar) dan perhiasan leher (habas).
b) Pakaian adat wanita Suku Helong
Pakaian adat khusus wanita suku Helong terdiri dari berbagai
komponen seperti kebaya atau kemben dan sarung sebagai
bawahan yang diikat dengan ikat pinggang emas (pending).
Selain itu, ada tambahan beberapa aksesoris seperti hiasan kepala
yang berbentuk bulan sabit (bula molik), kalung dan anting-anting

8
berbentuk bulan (kerabu), serta hiasan leher yang berbentuk
bulan.

4. Pakaian Adat Suku Sabu

(Gambar 2.5 Pakaian adat suku Sabu)

Suku Sabu adalah salah satu kelompok etnis yang tinggal di


pulau Sawu dan pulau Raijua, Nusa Tenggara Timur. Masyarakat
suku Sabu mempunyai pakaian adat yang terbagi menjadi dua jenis
yaitu pakaian adat khusus pria dan pakaian adat khusus wanita.
a) Pakaian adat pria Suku Sabu
Bagi para pria, pakaian adat ini biasanya terdiri dari kemeja
putih lengan panjang yang dipadukan dengan bawahan sarung kain
katun. Lalu, ada berbagai macam aksesoris yang biasa digunakan
seperti selendang yang ditaruh di bagian bahu, ikat kepala berupa
mahkota tiga tiang yang terbuat dari emas, sabuk berkantong,
kalung muti salak, perhiasan leher (habas) dan sepasang gelang
emas.
b) Pakaian adat wanita Suku Sabu
Untuk pakaian adat khusus wanita, umumnya cukup sederhana
dibanding dengan pria. Kaum wanita Suku Sabu biasanya
menggunakan kebaya dan dua buah kain tenun berbentuk sarung
dengan dua lilitan dan ikat pinggang (pending). Pakaian adat suku

9
Sabu biasanya dipakai oleh ketua adat dan masyarakat saat
menghadiri acara adat, termasuk saat melakukan ritual pemakaman.

5. Pakaian Adat Suku Sumba

(Gambar 2.6 Pakaian adat suku Sumba)

Suku Sumba adalah suku yang tinggal di Pulau Sumba Nusa


Tenggara Timur. Suku ini mempunyai pakaian adat yang bernama
Hinggi. Hinggi yang digunakan ini terdiri dari dua lembar, yaitu
Hinggi Kombu dan Hinggi Kawuru.
a) Pakaian adat pria Suku Sumba
Untuk bagian kepala, kaum pria suku Sumba melengkapinya
dengan ikat kepala (Tiara Patang) yang dililitkan atau dibentuk
seperti jambul. Posisi dari jambul ini berada pada bagian depan
atau samping kanan dan kiri, tergantung pada simbol yang ada di
jambulnya. Selain itu, pakaian adat suku Sumba untuk pria juga
dilengkapi dengan berbagai macam aksesoris seperti senjata
tradisional (kabiala) yang ditaruh di bagian ikat pinggang. Bagi
masyarakat suku Sumba, Kabiala dianggap sebagai lambang dari

10
keperkasaan. Lalu, pada bagian pergelangan tangan kiri
dipasangkan perhiasan yang disebut Muti Salak serta Kanatar.
Perhiasaan ini menyimbolkan strata sosial dan kemampuan
ekonomi pemakainya.
b) Pakaian adat wanita suku Sumba
Untuk pakaian adat yang dikenakan oleh kaum wanita
biasanya berupa kain yang berbeda-beda jenisnya, seperti Lau
Kawar, Lau Pahudu, Lau Mutikau dan Lau Pahudu Kiku. Kain-
kain ini digunakan hingga setinggi dada serta pada bagian bahu
ditutup menggunakan Taba Huku yang berwarna senada dengan
kain yang dikenakan.
Lalu, di bagian kepala wanita suku Sumba memakai Tiara
berwarna polos yang diikatkan dan dilengkapi dengan Hai Kata
(Tiduhai). Selanjutnya pada bagian dahi memakai perhiasan logam
(Maraga), di bagian telinga memakai perhiasaan yang disebut
mamuli serta memakai kalung emas. Pemakaian semua aksesoris
tersebut membuat penampilan wanita suku Sumba menjadi terlihat
semakin istimewa.
Pakaian adat suku Sumba biasanya digunakan pada acara-
acara adat atau peristiwa besar seperti upacara adat, pesta perayaan
dan sejenisnya. Pakaian adat suku Sumba sekarang cenderung
menekankan pada tingkat kepentingan dan juga suasana
lingkungan suatu kejadian dibanding hierarki status sosial. Akan
tetapi masih ada beberapa perbedaan kecil. Contohnya seperti
busana pria bangsawan yang terbuat dari kain-kain serta aksesoris
yang lebih halus daripada pria dari kalangan rakyat biasa. Namun
secara keseluruhan, komponen-komponennya terlihat sama.

11
6. Pakaian Adat Suku Lio

(Gambar 2.7 Pakaian adat suku Lio)


Suku Lio adalah suku tertua yang berada di Flores, mereka
bisa ditemui di Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Suku ini
salah satu suku yang sangat memegang teguh tradisi dan budaya
warisan para leluhur, termasuk pakaian adatnya.
Masyarakat suku Lio mempunyai pakaian adat yang hingga
saat ini masih dilestarikan bernama Tenun Ikat Patola. Ikat patola
sendiri merupakan kain tenun yang dipakai secara khusus oleh
kepala suku dan warga kerajaan.
Pakaian adat ini mempunyai ciri khas motif yang beragam
seperti motif hewan, dahan, dedaunan, ranting hingga motif
manusia. Ukurannya terbilang kecil dengan bentuk geometris yang
disusun membentuk jalur-jalur berwarna biru atau merah yang
didasari kain berwarna gelap.
Motif-motif tersebut ditenun dengan menggunakan benang
berwarna merah atau biru pada kain yang berwarna gelap. Wanita
dari kalangan bangsawan biasanya menambahkan manik-manik
atau kulit kerang sebagai hiasan pada bagian tepinya. Ikat patola ini
terbilang cukup sakral sebab sering digunakan sebagai penutup
jenazah para kepala suku, raja dan bangsawan. Selain itu, pakaian

12
adat ini biasa digunakan sebagai pakaian kebesaran pada saat ritual
atau upacara adat, seserahan saat hajatan, upacara penghormatan
kepada sang pencipta, barang jaminan, busana kebesaran,
memakaikan kepada anak dan menantu serta bukti kemampuan
keterampilan menenun anak gadis sebagai persyaratan menikah.

7. Pakaian Adat Suku Manggarai

(Gambar 2.8 Pakaian adat suku Manggarai)

Manggarai merupakan suku yang tinggal di wilayah Nusa


Tenggara Timur. Mereka mempunyai pakaian adat dengan nilai
filosofis tinggi, yaitu kain Songke.
Kain Songke adalah kain yang wajib digunakan oleh para
wanita suku Manggarai dengan cara pemakaian yang mirip seperti
sarung. Akan tetapi, pemakaiannya tidak boleh dilakukan secara
sembarangan sebab ada beberapa bagian yang harus menghadap ke
arah depan.
Kain Songke didominasi oleh warna hitam yang
melambangkan keagungan dan kebesaran suku Manggarai. Selain
itu, ada juga motif-motif lain pada kain Songke, masing-masing
motif mempunyai makna yang berbeda-beda. Contohnya seperti
kain Songke dengan motif wela kaleng. Motif ini melambangkan
ketergantungan manusia dengan alam. Ada juga kain Songke

13
bermotif Ranggong yang melambangkan kerja keras serta
kejujuran. Lalu ada motif Su’i yang melambangkan bahwa segala
sesuatu memiliki batasannya.

8. Pakaian Adat Suku Sikka

(Gambar 2.9 Pakaian adat suku Sikka)

Suku Sikka merupakan sebuah komunitas adat yang tinggal


di Kabupaten Sikka, Flores Timur Tengah, Pulau Flores, Nusa
Tenggara Timur. Suku Sikka memiliki pakaian adat yang sudah
terpengaruhi oleh budaya luar, seperti Bugis, Portugis, Cina,
Belanda, Arab, dan India.
Pakaian adat suku Sikka dibagi menjadi dua jenis, yaitu
pakaian adat khusus wanita dan pakaian adat khusus laki-laki.
Dulu, pakaian adat suku Sikka dibedakan berdasarkan tingkatan
sosial, yaitu bangsawan dan masyarakat umum. Namun sekarang,
tradisi ini sudah ditinggalkan sehingga tidak ada lagi perbedaan
dalam pakaian adatnya. Kecuali pada tingkat kehalusan tenunan,
jahitan, dan juga ukiran perangkat perhiasannya.
a) Pakaian adat pria suku Sikka
Pakaian adat kaum laki-laki Suku Sikka umumnya
terdiri dari kain penutup badan dan juga penutup kepala. Untuk

14
penutup badan, biasanya mirip seperti kemeja gaya barat yang
bertangan panjang dengan warna putih. Hanya saja, ada
tambahan berupa selembar lensu sembar yang diselendangkan di
bagian dada. Lensu sembar ini memiliki corak flora atau fauna
dan diikat dengan teknik ikat lungsi. Lalu di bagian
pinggangnya memakai utan atau utan werung.
Utan werung adalah sejenis sarung berwarna gelap seperti
biru tua atau hitam dengan garis biru melintang. Lalu di bagian
kepalanya ada penutup kepala yang terbuat dari kain batik soga
yang digunakan dengan pola ikatan tertentu dan perhiasan pada
kaum pria salah satunya adalah keris yang disisipkan pada
pinggang sebagai pertanda keperkasaan dan juga kesaktian.
b) Pakaian adat wanita Suku Sikka
Untuk kaum wanita, pakaian adat ini terdiri dari penutup
badan yang berupa Labu Liman Berun, bentuknya seperti
kemeja berlengan panjang dan terbuat dari sutera. Labu Liman
Berun wanita sedikit terbuka di bagian pangkal leher agar
memudahkan saat pemakaiannya. Selain itu, bentuk polanya
juga tidak terlalu menyerupai kemeja atau blus yang berkancing
di bagian depannya. Sementara di bagian atasnya
diselempangkan selendang yang melintang sampai ke dada.
Lalu di bagian bawahnya menggunakan kain sarung
khusus wanita, yaitu utan lewak. Kain sarung ini dihiasi dengan
beragam flora dan fauna dalam lajur-lajur bergaris.
Utan lewak sendiri berarti kain tiga lembar yang
berwarna dasar gelap dengan paduan-paduan warna merah,
coklat, putih, biru, dan kuning secara melintang. Warna-warna
kain wanita ini melambangkan berbagai suasana hati atau
kekuatan-kekuatan magis. Di bagian kepala, ada hiasan berupa
konde atau sanggul yang terbuat dari ukiran berwarna

15
keemasan. Saat ini ada beberapa variasi lagi untuk hiasan kepala
kaum wanita yang dipengaruhi oleh suku-suku lainnya.
Perhiasaan lainnya yang digunakan oleh kaum wanita
adalah gelang (kalar) yang dibuat dari gading dan perak.
Penggunaannya tergantung peristiwa dan upacara adat, namun
jumlah kalar gading dan perak biasanya genap. Seperti dua
gading dan dua perak di setiap tangan.
Kaum ningrat biasanya menggunakan lebih banyak
kalar, namun jumlahnya tetap genap. Seperti enam, delapan,
sepuluh, dan seterusnya. Perhiasan lain yang sering digunakan
oleh kaum wanita adalah kilo yang tergantung pada telinga.

16
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat


Kegiatan penelitian terhadap laporan yang berjudul “Menganalisis
Pakaian Adat Nusa Tenggara Timur” kami laksanakan pada tanggal 17
Juli sampai dengan 27 Oktober 2023 dan berlokasi di sekolah SMA
Negeri 3 Sragen.

B. Jenis Metode
Dalam kegiatan penelitian, kami menggunakan metode Analisis
data kualitatif. Metode analisis data kualitatif adalah metode yang banyak
digunakan dalam penelitian. Metode analisis merupakan langkah penting
yang perlu diterapkan untuk mendapatkan hasil penelitian sesuai yang
diinginkan. Dalam metode analisis data kualitatif diperlukan pendekatan
dari data yang bersifat subyektif.
Analisis dengan metode kualitatif tidak bersifat general, karena
sifatnya yang subyektif yaitu berdasarkan pemahaman masing-masing
individu atau peneliti. Data kualitatif dapat berupa gambar, teks, dan
aneka simbol. Metode analisis data kualitatif biasanya digunakan untuk
penelitian eksplorasi. Cara kerja metode analisis data kualitatif umumnya
dilakukan secara paralel yaitu yang pertama pengenalan data. Peneliti
harus cermat membaca data dan mencari pola dasarnya. Ini disebut juga
dengan transkripsi data.
Selanjutnya tinjau ulang tujuan penelitian dan data terkait dengan
pertanyaan yang ada, apakah sudah cukup memenuhi atau belum.
Kemudian lakukan pengindeksan atau pengkodean pada data agar lebih
mudah disusun dan dianalisis. Terakhir lakukan identifikasi tema
penelitian untuk menemukan jawaban atas pertanyaan dalam penelitian.
Pada artikel kali ini kita akan membahas macam-macam metode analisis
data kualitatif menurut para ahli.

17
BAB IV
KESIMPULAN

Pakaian adat Nusa Tenggara Timur merupakan warisan kultural yang


unik, memiliki corak dan ciri khas yang membedakan satu dengan yang
lainnya. Setiap desa, suku, dan daerah di Nusa Tenggara Timur memiliki
pakaian adat yang berbeda-beda. Selain itu, warna-warna cerah dan bervariasi
sering digunakan pada pakaian adat Nusa Tenggara Timur. Warna hijau, biru,
merah, kuning, dan putih sering digunakan dalam pembuatan pakaian adat.
Pakaian adat Nusa Tenggara Timur juga memiliki makna yang dalam
dan penting bagi masyarakat setempat. Setiap corak dan hiasan pada pakaian
adat biasanya memiliki makna simbolik, misalnya corak pada kain tenun yang
melambangkan keluarga, bunga, dan hewan. Dari sisi fungsi, pakaian adat
Nusa Tenggara Timur digunakan dalam festival dan upacara adat, seperti
pernikahan, pemakaman, dan festival adat lainnya. Pemakaian pakaian adat ini
juga menjadi simbol kebanggaan dan identitas budaya bagi masyarakat
setempat.
Pakaian adat Nusa Tenggara Timur memiliki kekayaan ragam budaya
yang cukup tinggi. Pakaian adat ini tidak hanya berfungsi sebagai penutup
tubuh, tetapi juga menjadi manifestasi nilai-nilai budaya yang tumbuh dan
berkembang di masyarakat Nusa Tenggara Timur. Motif-motif ukiran, bordir,
dan sulaman yang diaplikasikan pada kain-kain tradisional sangat khas dan
unik. Selain itu, bahan-bahan yang digunakan untuk membuat pakaian adat
juga sangat bervariasi, tergantung pada daerah asalnya.
Dalam era modern ini, pakaian adat Nusa Tenggara Timur masih bisa
dijumpai dan sering digunakan oleh masyarakat setempat. Namun, sayangnya
kesadaran untuk melestarikan pakaian adat semakin menurun karena adanya
pengaruh budaya luar yang semakin meresap.
Karenanya, penting bagi kita untuk terus melestarikan pakaian adat
Nusa Tenggara Timur sebagai bentuk penghargaan dan penjagaan terhadap
warisan budaya kita. Dengan menjaga dan melestarikan pakaian adat, maka

18
kita juga melestarikan identitas budaya yang kaya dan memiliki nilai tinggi
bagi masyarakat Nusa Tenggara Timur.

19
Gambar 4.1 merevisi laporan

Gambar 4.2 konsultasi ke pihak pembimbing

Gambar 4.3 merevisi & berdiskusi bersama

20
Gambar 4.4 Pemakaian baju adat rote laki laki dari perwakilan
anggota kelompok

Gambar 4.5 Pemakaian baju adat rote perempuan dari


perwakilan anggota kelompok

21
22
DAFTAR PUSTAKA

 https://fahum.umsu.ac.id/bhineka-tunggal-ika-pengertian-arti-makna-
dan-sejarah/
 https://www.kompas.com/skola/read/2023/04/05/220000169/mengenal-
suku-bahasa-rumah-adat-dan-pakaian-di-nusa-tenggara-timur-?page=all
 https://id.wikipedia.org/wiki/Nusa_Tenggara_Timur
 https://www.gramedia.com/literasi/pakaian-adat-ntt-nusa-tenggara-
timur/

23

Anda mungkin juga menyukai