Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH HUKUM AGRARIA

LUAR ANGKASA
“ SAMPAH RUANG ANGKASA “

Kelompok 3 :
Darmayani Gita (2202010040)
Godelva Mira Dida (2202010008)
Maria Reinha R. Luntar (2202010037)
Velistitas (2202010068)
C.E Dixie Puspita S.I.M (2202010032)
Vincentius Gabriel Agat (2202010050)
Yusuf A. G. Hamburg (2202010321)
Fadil (2202010029)
Irna Olla (2202010034)
Cecilia Verena Nau (2202010007)
Dina Adriana Radja (2202010222)
Fatmawati (2202010227)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas berkat dan rahmat yang telah dilimpahkan oleh Tuhan Yang
Maha Esa karena telah diselesaikannya Makalah Hukum agraria yang berjudul “Sampah
Ruang Angkasa.”
Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu sehinnga dapat terselesaikannya makalah ini. Penulis sangat berharap agar
dengan adanya makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi pembaca.
Dalam penulisan makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis. Untuk itu penulis sangan
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

Kupang, Oktober 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ 2

DAFTAR ISI.................................................................................................................................3

BAB 1.........................................................................................................................................4

PENDAHULUAN..........................................................................................................................4

A. LatarBelakang................................................................................................................................4

B. RumusanMasalah...........................................................................................................................4

BAB 2.........................................................................................................................................5

Tinjauan Pustaka........................................................................................................................5

BAB 3.........................................................................................................................................6

PEMBAHASAN............................................................................................................................6

A. Hubungan antara Ruang Angkasa dan Hukum Agraria..................................................................6

B. Sampah Ruang Angkasa.................................................................................................................6

BAB 4.........................................................................................................................................9

PENUTUP...................................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................10
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ruang angkasa merupakan ruang yang berada diatas ruang udara. Pemberian
pemahaman ini dilakukan untuk membedakan pemahaman mengenai ruang udara dan
ruang angkasa, dalam hal ini beberapa ahli berpendapat bahwa rung udara merupakan
ruang yang berdada diatas permukaan bumi yang berisi udara untuk mengangkat
pesawat udara, dan pada ruang udara terdapat kedaulatan suatu negara, sementara
ruang angkasa terdapat diatas ruang udara yang tidak bisa dimiliki oleh siapapun tapi
dapat bebas dimanfaatkan untuk kepentingan bersama dengan tujuan damai.
Dengan bersamaan mulainya kegiatan pemanfaatan ruang angkasa tersebut muncul
Pula peraturan-peraturan atau hukum yang mengatur mengenai kegiatan pemanfaatan
ruang angkasa. Dalam Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan secara bulat
menyampaikan prinsip yang mana dalam Hukum Internasional, diterapkannya berlaku
terhadap ruang angkasa, bulan dan benda-benda langit lainnya bebas untuk
dieksplorasi serta digunakan oleh semua negara sesuai dengan Hukum Internasional
dan tidak dibenarkan untuk dijadikan objek pemikiranya.
Meningkatnya teknologi berpengaruh pada intensitas kegiatan negara di ruang
angkasa. Dalam berbagai penelitian untuk menunjang kegiatan manusia di ruang
angkasa, selama itu pula semakin banyak satelit yang diluncurkan oleh negara-negara.
Bahkan banyaknya satelit tersebut mengakibatkan bertambahnya populasi dari sampah
ruang angkasa, terutama dari satelit-satelit yang sudah tidak dapat berperasi lagi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hubungan hukum ruang angkasa dengan hukum agraria?
2. Bagaimana penanganan sampah ruang angkasa?
BAB 2
Tinjauan Pustaka

Pengaturan ruang angkasa pada dasarnya telah diatur dalam undang-undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Hal ini diatur
dalam pasal 1 ayat (2) yang intinya terdapat pengaturan ruang angkasa. Problematika
muncul ketika pengaturan ruang angkasa pada UUPA berbeda degan pengaturan ruang
angkasa yang ada pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2002 tentang Pengesahan
Space Treaty 1967. Konflik norma yang terjadi terdapat pada Pasal 1 ayat (2) UUPA
yang menyatakan adanya ruang angkasa yang berada dalam Wilayah Republik
Indonesia berbeda dengan pengaturan ruang angkasa pada article II Space Treaty 1967
yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2002.
BAB 3
PEMBAHASAN

A. Hubungan antara Ruang Angkasa dan Hukum agraria


Hubungan antara ruang angkasa dan hukum agraria biasanya tidak langsung terkait
karena keduanya mencakup wilayah yang berbeda. Hukum agraria berkaitan dengan
pemilikan dan pengaturan tanah di Bumi, sementara ruang angkasa adalah wilayah di
luar atmosfer Bumi.
Namun, ada beberapa situasi di mana hukum agraria dapat berdampak pada
penggunaan ruang angkasa, seperti ketika sebuah properti pertanian memiliki fasilitas
satelit komunikasi atau penggunaan lahan untuk peluncuran roket. Dalam kasus seperti
itu, hukum agraria dan regulasi pertanian dapat mempengaruhi izin dan persyaratan
yang diperlukan untuk operasi di ruang angkasa.
Penting untuk diingat bahwa hukum dan regulasi yang mengatur ruang angkasa
umumnya dikelola oleh badan pemerintah atau organisasi internasional yang khusus
menangani masalah tersebut, seperti Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) atau
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

B. Sampah Ruang Angkasa


Sampah ruang angkasa atau biasa disebut sampah antariksa merupakan benda-benda
hasil buatan manusia yang berada di orbit sekitar bumi yang sudah tak berfungsi.
Benda-benda ini biasanya puing-puing dari roket ataupun satelit yang sudah tidak bisa
digunakan lagi. Misalnya terdapat pada badan roket yang telah terpisah, kemudian
serpihan-serpihan dari satelit-satelit yang sudah tidak beroperasi kembali atau tidak
aktif, debunya dan lain-lain. Menurut para ilmuwan,sampah antariksaatau sampah ruang
angkasa (space debris)kini sudah mencapai 93% dari total populasinya. Sampah
antariksa atau ruang angkasa mungkin hampir mencapai jutaan atau bahkan lebih.
Peristiwa masuknya Space Debris ke atmosfer bumi dan terjatuh di permukaan bumi
juga beberapa kali terjadi, beberapa diantaranya ada yang menyebabkan kerugian
berupa kerusakan tertentu dan tidak menutup kemungkinan dapat juga dapat merengut
nyawa seseorang, serta memiliki kemungkinan untuk menyebabkan kerusakan-
kerusakan terhadap sumber daya yang ada, seperti kebakaran hutan dan kerusakan alam
lainnya. Jatuhnya satelit non-aktif atau yang sudah tidak beroperasi lagi,yang bertenaga
nuklir dan jatuh ke wilayah perairan menyebabkan pencemaran di wilayah air dalam
jangka waktu yang lama,sehingga permasalahan sampah antariksa atau ruang angkasa
(space debris)juga merupakan masalah serius atau isu lingkungan hidup.
Keberadaan sampah antariksa yang begitu banyaknya menjadi suatu ancaman bagi
bumi. Sewaktu-waktu benda-benda yang sudah tidak ada fungsinya itu akan jatuh ke
bumi. Selama 23 tahun masa orbital stasiun, ada sekitar 30 pertemuan yang dekat
dengan puing-puing orbit dan perlu tindakan menghindar.
Pada Pasal Liability Convention, 1972 dan Registration Convention, 1975 memuat
materi yang dapal dikatakan sama lentang launching state yaitu:
 Suatu negara yang meluncurkan atau berperan serta dalam pelaksanaan peluncuran
benda antariksa (A State which launches or procures the launching of a space
object);
 Suatu negara yang menyediakan wilayah atau fasilitasnya untuk peluncuran benda
antariksa (A State from whose territory or facility a space object is launched).

Pada definisi tersebut terlihat bahwa definisi"launching state", dalam hukum


antariksa atau ruang angkasa terlihat menggunakan 4 kriteria untuk pengertian negara
yang berhubungan dengan peluncuran benda angakasa, yaitu:
 The state which launches (negara yangmeluncurkan)
 The stale which procures the launch (negara yang berpartisipasi dalam
peluncurannya)
 The state whose facilities are used(negara yang fasilitasnya digunakan)
 The state whose territory is used (negara yang wilayahnya digunakan)
Terdapat pada Pasal 6 dan 7 Outer Space Treaty 1967 menyatakan bahwa “Negara
Peluncur dan Negara Sponsor bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan di luar
angkasa dan kerugian yang ditimbulkan akibat kegiatan itu”. Dari Perjanjian (Treaty)
ini dapat diambil kesimpulan bahwa setiap negara-negara yang memanfaatkan ruang
angkasa atau antariksa sangatlah bertangung jawab atas kegiatan-kegiatan ruang
angkasa dalam hal ini termasuk peluncuran satelit sampai pada satelit yang menjadi
Space Debris.

 Metode-metode untuk menghilangkan puing-puing luar angkasa :


1. Metode disipasi energi tumbukan bertujuan untuk mengurangi energi
tumbukan dari puing-puing. Dalam satu pendekatan, satelit pemburu
mendistribusikan harpun untuk menembus puing-puing luar angkasa. Setelah
tembakan berhasil, satelit pemburu, harpun, dan target akan dihubungkan oleh
tambatan elastis dan pengejar akan menarik puing-puing untuk masuk kembali
ke atmosfer dan terbakar bersama.
2. Keseimbangan energi netral mencakup metode penangkapan magnetik yang
menggunakan kumparan magnet untuk mencapai keseimbangan energi yang
sempurna antara pengejar dan target. Ini adalah metode soft docking yang
merupakan langkah awal untuk beberapa metode pembuangan puing-puing
selanjutnya.
3. Penyerapan energi destruktif bertujuan untuk menghancurkan target puing-
puing kecil dengan menggunakan laser berkekuatan tinggi. Namun, tantangan
dari metode ini adalah dalam upaya pengembangan kombinasi laser dan baterai
yang kuat dan cukup ringan. Sebuah laboratorium di Cina telah
mengembangkan sistem laser berbasis ruang angkasa untuk dipasang pada
satelit pemburu yang mampu menargetkan puing-puing berukuran hingga
20cm. Proyek NASA Orion menggunakan laser berbasis darat untuk
menghancurkan puing-puing kecil.
BAB 4
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengaturan ruang angkasa pada dasarnya telah diatur dalam undang-undang Nomor
5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Hal ini diatur
dalam pasal 1 ayat (2) yang intinya terdapat pengaturan ruang angkasa. Hubungan
antara ruang angkasa dan hukum agraria biasanya tidak langsung terkait karena
keduanya mencakup wilayah yang berbeda. Hukum agraria berkaitan dengan pemilikan
dan pengaturan tanah di Bumi, sementara ruang angkasa adalah wilayah di luar
atmosfer Bumi.
Sampah ruang angkasa atau biasa disebut sampah antariksa merupakan benda-
benda hasil buatan manusia yang berada di orbit sekitar bumi yang sudah tak
berfungsi.
Benda-benda ini biasanya puing-puing dari roket ataupun satelit yang sudah tidak bisa
digunakan lagi. Terdapat pada Pasal 6 dan 7 Outer Space Treaty 1967 menyatakan
bahwa “Negara Peluncur dan Negara Sponsor bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan
di luar angkasa dan kerugian yang ditimbulkan akibat kegiatan itu”. Dari Perjanjian
(Treaty) ini dapat diambil kesimpulan bahwa setiap negara-negara yang memanfaatkan
ruang angkasa atau antariksa sangatlah bertangung jawab atas kegiatan-kegiatan ruang
angkasa dalam hal ini termasuk peluncuran satelit sampai pada satelit yang menjadi
Space Debris.

B. Saran
Agar setiap negara-negara yang memanfaatkan ruang angkasa atau antariksa lebih
bertangung jawab atas kegiatan-kegiatan ruang angkasa dalam hal ini termasuk
peluncuran satelit sampai pada satelit yang menjadi Space Debris.
DAFTAR PUSTAKA

“ Analisis Status Yuridis Ruang Angkasa Dari Perspektif Hukum Agraria “


Tanpa Tahun. Diakses pada 12 Oktober 2023 dari
https://id.scribd.com/document/214143032/Analisis-Status-Yuridis-Ruang-
Angkasa-dari-perspektif-Hukum-Agraria-Indonesia-dan-Space-Treaty-1967

“ Bab 1 Pendahuluan.” 2022. Diakses pada 12 Oktober 2023 dari


https//repository.unja.ac.id/36852/11/BAB%201.pdf

Anda mungkin juga menyukai