Anda di halaman 1dari 21

Nama : SIGAM

NIM : 202292044

ASUHAN KEBIDANAN KESEHATAN REPRODUKSI


KELOMPOK 5
A. SKRINING IVA
Definisi :
IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat) merupakan metode sederhana untuk
deteksi dini kanker leher rahim dengan menggunakan asam asetat.
Tujuan :
Mengidentifikasi mereka yang mengalami terapi segera untuk memutus perjalanan
hidup lesi pra kanker sebelum menjadi kanker.
Syarat pemeriksaan IVA :
Pemeriksaan IVA hanya boleh dilakukan oleh wanita yang sudah prnah melakukan
hubungan intim, tidak berhubungan intim selama 24 jam sebelum pemeriksaan dan
tidak sedang haid.
Prosedur :
Alat dan bahan :
Alat : lampu sorot, spekulum cocor bebek, sarung tangan steril, kom kecil, lidi
kapas,.klem ovum
Bahan : asam asetat 3-5%
Instruksi kerja :
 Mempersilahkan klien dan suaminya untuk membac lembar informed consent dan
mintalah persetujuan klien dan suami
 Pasien diberi penjelasan tentang hal-hal yang akan dilakukan
 Pasien menanyakan apakah pasien sudah BAK, membersihkan dan membilas
daerah genitalia
 Mengatur posisi pasien
 Petugas menghidupkan lampu sorot, arahkan pada bagian yang akan diperiksa
 Petugas mencuci tangan di air mengalir
 Petugas memakai sarung tangan steril
 Petugas memasang speculum dan menyesuaikannya sehingga seluruh leher rahim
dapat terlihat
 Petugas memeriksa leher rahim apakah curiga kanker rahim, servisitis, ada luka
atau ada kelainan
 Petugas membersihkan cairan, darah atau mukosa menggunakan lidi kapas dari
leher rahim
 Petugas mengidentifikasi ostium uteri,ssk dan zona transformasi
 Petugas mencelupkan lidi kapas ke dalam larutan asam asetat lalu mengoleskan
pada leher rahim
 Petugas menunggu minimal 1 menit agar asam asetat terserap dan tampak
perubahan warna putih yang disebut lesi white
 Petugas memeriksa SSK dengan teliti, memeriksa apakah leher rahim mudah
berdarah, mencari apakah terdapat plek putih yang tebal dan meninggi atau lesi
white
 Petugas membersihkan cairan sisa asam asetat dari leher rahim dan vagina
menggunakan lidi kapas baru
 Petugas melepaskan speculum melepaskan speculum dan melakukan
dekontaminasi dengan merendam speculum dalam larutan klorin 0,5% selama 10
menit
 Petugas meminta pasien untuk duduk
 Petugas mencuci tangan dengan air mengalir
 Petugas menegakkan diagnose berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik
 Petugas menulis resep dengan kolaborasi dokter
 Petugas menyarankan pasien untuk menjaga personal hygiene daerah kewanitaan
petugas merujuk jika didapatkan komplikasi
 Petugas mencatat hasil tes IVA dan temuan lain dalam rekam medis pasien dan
register
B. SADARI
a. Definisi SADARI
SADARI adalah pemeriksaan payudara sendiri untuk menemukan adanya
benjolan abnormal pada payudara, SADARI ini tidak membutuhkan biaya dan
memberikan manfaat pada wanita dalam meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
dalam melakukan SADARI (Olfah dkk, 2013).
Menurut Suastina (2013), SADARI adalah cara mudah untuk melakukan
deteksi dini kanker payudara pada wanita setelah mengalami menstruasi, dengan
melakukan SADARI akan meningkatkan kesadaran betapa pentingnya kewaspadaan
akan adanya benjolan yang tidak normal pada payudara.
b. Indikasi Utama SADARI
Indikasi utama SADARI adalah untuk mendeteksi terjadinya kanker payudara
dengan mengamati payudara depan, sisi kiri, sisi kanan, apakah ada benjolan,
perubahan warna kulit, puting bersisik dan pengeluaran cairan atau nanah dan darah.
Kanker payudara merupakan jenis kanker dengan jumlah kasus terbanyak sekaligus
penyebab kematian. Semakin bertambahnya usia, semakin besar pula resiko seorang
perempuan terkena kanker. Sebagian penderita di deteksi stadium lanjut karena
kanker tidak bergejala (Olfah dkk 2013).
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku SADARI
1) Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, ini terjadi setelah seseorang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek. Penginderaan terjadi melalui pancaindra
manusia, yaitu: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia didapatkan melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan yaitu panduan seseorang dalam
membentuk suatu tindakan dan perilaku. Semakin tinggi tingkat pengetahuan
maka akan semakin tinggi pula pemahaman dan kesiapan untu melakukan
pemeriksaan payudara sendiri SADARI (Amier dan Djawut, 2014).
Menurutu Notoatmodjo (2010), pengetahuan yang dicakup dalam dominan
kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu:
a) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall).
b) Pemahaman (comrehension)
Pemahaman diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat meninterpretasikan materi secara
benar.
c) Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi.
d) Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untu menjabarkan
suatu materi atau suatu objek ke dalam komponen.
e) Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan kemampuan untuk meletakkan atau menghubungka
bagian dalam keseluruhan atau suatu kemampuan untuk menyusun suatu
materi baru dengan materi yang ada.
f) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi yaitu kemampuan untu menilai suatu materi atau objek. Penilaian
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan atau menggunakan kriteria yang
sudah ada. Keinginan untuk melakukan deteksi dini salah satunya adalah
SADARI, perilaku SADARI sanagt dipengaruhi oleh pengetahuan responden
mengenai hal yang berhubungan dengan deteksi dini kanker payudara
khususnya SADARI. Oleh karena itu, pengetahuan mahasiswi sendiri akan
mempengaruhi mereka menerapkannya dalam bentuk perilaku.
2) Dukungan Orangtua
Perubahan suatu perilaku terhadap tindakan kesehatan tergantung dari ada atau
tidaknya dukungan, adapun salah satu dukungan yang dapat diperoleh dari
orangtua/keluarga, dengan demikian ini akan menjadi penguat bagi mahasiswi
yang memutuskan akan melakukan tindakan sadari (Septiani, 2013).
Dukungan sosial bisa dari orangtua yaitu sebagai informasi verbal atau non
verbal, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan dan memberikan
keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya
(Oktavian, 2013).
Orangtua merupakan orang terdekat yang mempunyai sumber dukungan dan
bersedia memberikan bantuan dan dukungan ketika individu membutuhkan.
Orangtua merupakan orang yang penting dalam memberikan dukunga emosional,
instrumental, informatif, penilaian atau penghargaan (Baron & Byne, 2013 dalam
Puspita 2016).
3) Media Informasi
Media informasi dapat berasal dari tenaga kesehatan, media elektronik dan yang
lainnya. Media informasi sangat berpengaruh terhadap pembentukan opini dan
kepercayaan seseorang. Media masa membawa pesan sugesti yang mengarahkan
opini seseorang. Adanya informasi baru akan memberikan landasan kognitif bagi
terbentuknya perilaku terhadap hal tersebut (Suparni dkk, 2013).
Informasi media masa pada umumnya berpengaruh pada aspek kognitif
(pengetahuan dan kesadaran), kurang berpengaruh pada aspek afektif (sikap) dan
kecil pengaruhnya pada aspek koratif (perilaku) (Mahardika, 2015).
Media massa merupakan media informasi yaitu sebagai sarana komunikasi, media
massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai
pengaruh dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Media massa juga
membawa pesan sugesti yang mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi
baru memberikan landasan kognitif bagi terbentuknya perilaku terhadap hal
tersebut (Warni, Rina & Suparmi, 2013).
4) Sikap
Sikap dikatakan sebagai respon evaluative. Respon hanya akan timbul apabila
individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi
individual. Respon evaluative berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan
sebagai sikap itu timbul didasarkan oleh proses evaluasi dalam diri individu yang
memberi kesimpulan stimulus dalam bentuk nilai baikburuk, posistf-negatif,
menyenangi-tidak menyenangkan sebagi potensi terhadap objek sikap (Puspita,
2016).
Throne berpendapat bahwa sikap merupakan suatu tingkatan afeksi, baik bersifat
positif maupun negative dalam hubungan dengan objek-objek psikolog, seperti:
symbol fase, slogan, orang, lembaga, cita-cita dan gagasan (Zuriah, 2003 dalam
Pustipa, 2016).
Faktor yang mempengaruhi pembentkan sikap adalah pengalaman pribadi, untuk
dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan, seseorang harus memiliki
pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis. Apakah penghayatan akan
membentuk sikap positif atau negatif tergantung pada berbagai faktor lain
(Winarni, Rina & Suparmi, 2013).
5) Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu upaya terencana untuk mengembangkan kepribadian
serta kemampuan seseorang sehingga dapat berperilaku sesuai harapan.
Pendidikan dapat berlangsung baik didalam maupun diluar sekolah. Pendidikan
dapat berpengaruh terhadap pengetahuan sebab semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang, maka akan lebih mudah untuk menerima informasi dibanding dengan
tingkat pendidikan rendah (Mubarak, 2007).
6) Umur
Seiring dengan bertambahnya umur seseorang, akan terjadi perubahan sebagai
bentuk adaptasi baik dari segi fisik maupun psikologis yang menyebabkan
perubahan ukuran, proporsi, hilangnya ciri-ciri lama dan munculnya ciri-ciri baru.
Pertambahan umur pun bisa berpengaruh terhadap daya tangkap dan pola pikir
seseorang (Riyanto, 2013).
d. Pemeriksaan SADARI
Langkah-langkah SADARI (Suzane, & Brenda, 2001):
1) . Langkah 1
a) Berdiri didepan cermin
b) Periksa payudara terhadap segala sesuatu yang tidak lazim
c) Perhatikan adanya rabas dari putting susu, kriput, dimpling, kulit mengelupas.
Gambar 1

2) . Langkah 2
a) Perhatikan dengan baik didepan cermin ketika anda melipat tangan dibelakang
dan menekan tangan anda kearah depan.
b) Perhatikan setiap perubahan kontur dari payudara anda.
Gambar 2
3) . Langkah 3
a) Selanjutnya, tekan tangan anda dengan kuat pada pinggang anda dan sedikit
membungkuk kearah cermin sambul menarik bahu dan siku anda kearah depan. b)
Perhatikan setiap perubahan kontur payudara anda.
Gambar 3

4) . Langkah 4
a) Angkat tangan kiri anda
b) Gunakan 3 atau 4 jari tangan kanan anda untuk meraba payudara kiri dengan
kuat dengan hati-hati dan menyeluruh.
c) Mulailah pada tepi luar, tekan bagian datar dari jari-jari tangan anda dalam
lingkaran kecil, bergerak melingkar dengan lambat diseitar payudara.
d) Secara bertahap lakukan kearah puting susu. e) Pastikan untuk melakukannya
pada seluruh payudara.
e) Rasakan adanya benjolan atau massa yang tidak lazim dibawah kulit.
Gambar 4

5) . Langkah 5
a) Dengan perlahan remas puting susu dan perhatikan terhadap adanya rabas.
b) Jika anda mengeluarkan rabas dari puting susu selama sebulan, terjadi ketika anda
sedang atau tidak melakukan SADARI segera hubungi dokter.
Gambar 5

6) . Langkah 6
a) Langkah 4 dan 5 harus diulangi dengan posisi berbaring.
b) Berbaringlah mendatar terlentang dengan lengan kiri dibawah kepala anda dan
sebuah bantal atau handuk yang dilipat di bawah bahu kiri anda (posisi ini
mendatarkan payudara anda dan memudahkan untuk memeiksanya).
c) Gunakan gerakan sirkuler yang sama seperti yang diuraikan diatas.
d) Ulangi pada payudara kanan anda.
Gambar 6

e. Waktu Pemeriksaan
1) Syzanne & Brenda (20010, waktu yang disarankan untuk melakukan SADARI
yaitu :
2) Waktu terbaik adalah hari ke-5 dan hari ke-10 siklus menstruasi dengan
menghitung hari pertama haid sebagai hari 1.
3) Wanita pascamenopause dianjurkan untuk memeriksa payudaranya pada hari
pertama setiap bulan untuk meningkatkan rutinitas.
4) Waktu: 10 menit setiap bulan melakukan sadari.
2. Perilaku
a. Pengertian perilaku
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas seseorang yang mempunyai keinginan
sangat luas antara lain: bekerja, kuliah, menulis, membaca, atau semua aktivitas
manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati
langsung (Notoatmodjo, 2007).
b. Macam-macam
Perilaku Menurut Notoatmodjo (2007), dilihat dari respon stimulus, maka
perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Perilaku tertutup
Respon orang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert).
Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,
pengetahuan atau kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima
stimulus tersebut, dan belum bisa diamati dengan jelas oleh oranglain.
2) Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.
Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik,
yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.
c. Proses perubahan perilaku
Menurut Mubarak, dkk (2007), proses perubahan perilaku ada 5 fase yaitu:
1) Pertama, fase pencarian, individu mulai mempertimbangkan dan menerima
sesuatu untuk perubahan.
2) Kedua, fase diagnosa masalah, individu mulai mengidentifikasi baik yang
mendukung dan menentukan adanya suatu perubahan,
3) Ketiga, fase penentuan tujuan, individu menentukan tujuan sesuai dengan
perubahan yang diterimanya.
4) Keempat, fase tingkah laku, individu mulai mencoba.
5) Kelima, fase pembekuan, dimana tingkah laku individu menjadi permanent.
d. Klasifikasi perilaku
Menurut Notoatmodjo (2012), perilaku kesehatan adalah suatu respon
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek yang berkaitan dengan kesehatan,
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makan, minum serta lingkungan. Dari batasan
ini, perilaku diklasifikasikan menjadi 3 kelompok:
1) Perilaku pemeliharaan kesehatan, merupakan perilaku seseorang untuk
menjaga kesehatan agar tidak sakit dan berusaha untu menyembukan penyakit.
SADARI sangat bermanfaat karena bisa mendeteksi dini kanker payudara
sehingga bisa dilakukan penanganan sebelum kanker semakin parah atau stadium
lanjut (Suastina, 2013).
2) Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan,
merupakan upaya seseorang pada saat menderita penyakit. Perilaku ini dimulai
dari mengobati secara mandiri sampai mencari pengobatan lain.
3) Perilaku kesehatan lingkungan, merupakan perilaku bagaimana seseorang
merespon lingkungan sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi
kesehatannya.
e. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang
Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang menurut Notoatmodjo (2012)
adalah sebagai berikut:
1) Faktor internal, yaitu karakteristik seseorang yang bersifat bawaan, misalnya: jenis
kelamin, tingkat emosional, tingkat kecerdasan, dan sebagainya.
2) Faktor eksternal, yaitu lingkungan baik lingkungan fisik, ekonomi, politik, budaya,
dan sebagainya. Faktor lingkungan seperti keluarga, teman dan saudara merupakan
faktor yang paling dominan pada seseorang.
3) Remaja
a. Pengertian
Remaja Remaja adalah harapan bangsa sehingga tidak berlebihan jika
dikatakan bahwa masa depan bangsa yang akan datang ditentukan pada keadaan
remaja saat ini. Remaja yang sehat dan berkualitas menjadi perhatian serius bagi
orangtua, praktisi pendidikan, ataupun remaja dan kreatif sesuai perkembangannya.
Oleh karena itu, pemahaman terhadap tumbuh kembang remaja menjadi sangat
penting untuk menilai keadaan remaja (Poltekes Depkes, 2010).
Menurut Harold dalam Nurikhsan (2011), menyatakan bahwa periode remaja
itu dapat didefinisikan secara umum sabagai suatu periode dalam perkembangan yang
dijalani seseorang yang terbentang semenjak berakhirnya masa kanak-kanak sampai
datangnya awal masa dewasa.
b. Klasifikasi Remaja
Menurut WHO (2010), dikatakan usia remaja adalah antara 10-21 tahun.
Tetapi berdasarkan penggolongan umur, masa remaja terbagi atas:
1) Masa remaja awal (10-13 tahun)
Pada tahap ini, remaja mulai berfokus pada pengambilan keputusan baik
dalam rumah maupun sekolah. Remaja mulai menunjukkan cara berfikir logis,
sehingga sering menanyakan kewenangan dan standart dimasyarakat maupun
disekolah. Remaja juga mulai menggunakan istilah istilah sendiri dan mempunyai
pandangan.
2) Masa remaja tengah (11-16 tahun)
Pada tahapan ini terjadi peningkatan interaksi dengan kelompok, sehingga
tidak selalu tergantung pada keluarga dan terjadi eksplorasi seksual. Dengan
menggunakan pengalaman dan pemikiran kompleks pada tahap ini remaja sering
mengajukan pertanyaan menganalisa secara menyeluruh dan berfikir tentang
bagaimana cara mengembangkan identitas. Pada masa ini remaja juga mulai
mempertimbangkan kemungkinan masa depan, tujuan dan membuat rencana
sendiri.
3) Masa remaja akhir (17-21 tahun)
Pada tahap ini remaja lebih berkonsentrasi pada rencana yang akan datang
dan meningkatkan pergaulan. Selama masa remaja akhir proses berfikir secara
kompleks digunakan untuk memfokuskan diri masalahmasalah idealisme
toleransi, keputusan untuk karir dan pekerjaan seta peran orang dewasa dan
masyarakat.
C. SKRINING KEGANASAN ORGAN REPRODUKSI
a. Pengertian Skrining
Skrining, dalam pengobatan, adalah strategi yang digunakan dalam suatu
populasi untuk mendeteksi suatu penyakit pada individu tanpa tanda-tanda atau gejala
penyakit itu. Tidak seperti apa yang biasanya terjadi dalam kedokteran, tes skrining
yang dilakukan pada orang tanpa tanda-tanda klinis penyakit.
Skrining sama artinya dengan deteksi dini atau pencegahan sekunder, mencakup
pemeriksaan (tes) pada orang-orang yang belum mempunyai simptom-simptom
penyakit untuk menemukan penyakit yang belum terlihat atau pada stadium praklinik.
b. Tujuan Skrining
Tujuan dari skrining adalah untuk mengidentifikasi penyakit pada komunitas
awal, sehingga memungkinkan intervensi lebih awal dan manajemen dengan harapan
untuk mengurangi angka kematian dan penderitaan dari penyakit. Meskipun skrining
dapat mengarah ke diagnosis sebelumnya, tidak semua tes skrining telah terbukti
bermanfaat bagi orang yang sedang diputar; overdiagnosis, misdiagnosis, dan
menciptakan rasa aman palsu beberapa efek negatif dari penyaringan. Untuk alasan
ini, tes yang digunakan dalam program skrining, terutama untuk penyakit dengan
insiden rendah, harus memiliki sensitivitas yang baik selain kekhususan diterima.
Beberapa jenis skrining ada: skrining universal melibatkan skrining semua individu
dalam suatu kategori tertentu (misalnya, semua anak pada usia tertentu). Temuan
Kasus melibatkan skrining sekelompok kecil orang berdasarkan adanya faktor risiko
(misalnya, karena anggota keluarga telah didiagnosis dengan penyakit keturunan).
Keuntungan Dan Kerugian Dari Screening.
Skrining memiliki kelebihan dan kekurangan; keputusan apakah ke layar harus
diputuskan dengan menyeimbangkan semua factor.
1) Keuntungan
Skrining dapat mendeteksi kondisi medis pada tahap awal sebelum gejala
menyajikan sedangkan pengobatan lebih efektif daripada untuk nanti deteksi.
Dalam kasus terbaik dari kehidupan diselamatkan.
2) Kekurangan
a) Seperti tes medis, tes yang digunakan dalam penyaringan tidak sempurna. Hasil
pengujian tidak tepat dapat menunjukkan positif untuk mereka yang tanpa
penyakit (false positif), atau negatif bagi orang yang memiliki kondisi (negatif
palsu). Khususnya ketika skrining untuk kondisi probabilitas rendah jumlah
mutlak positif palsu mungkin tinggi walaupun memiliki persentase positif palsu
sangat rendah, jika kejadian kondisi adalah satu di 10.000 dan kemungkinan
positif palsu adalah 0,1%, 9 dari 10 hasil positif akan palsu.
b) Penyaringan melibatkan biaya dan penggunaan sumber daya medis pada sebagian
besar orang yang tidak membutuhkan pengobatan.
c) Dampak buruk dari prosedur penyaringan (misalnya stres dan kecemasan,
ketidaknyamanan, paparan radiasi, paparan kimia).
d) Stres dan kecemasan yang disebabkan oleh hasil skrining positif palsu.
e) Tidak Perlu investigasi dan pengobatan hasil positif palsu.
f) Stres dan kecemasan yang disebabkan oleh memperpanjang pengetahuan tentang
penyakit tanpa peningkatan hasil.
g) Rasa aman palsu yang disebabkan oleh negatif palsu, yang dapat menunda
diagnosis akhir.
Jenis Penyakit yang Tepat Untuk Skrining
1) Merupakan penyakit yang serius
2) Pengobatan sebelum gejala muncul harus lebih untung dibandingkan dengan
Setelah gejala muncul
3) Prevalens penyakit preklinik harus tinggi pada populasi yang di skrening
Peran Bidan Skrining Untuk Keganasan Dan Penyakit Sistematik
1. Memberikan motivasi pada para wanita untuk melakukan pentingnya melakukan
langkah skrining.
2. Membantu dalam mengidentifikasi orang-orang yang berisikoterkena penyakit
atau masalah kesehatan tertentu. Penegakan diagnosis pasti ditindak lanjuti di
fasilitas kesehatan.
3. Membantu mengidentifikasi penyakit pada stadium dini,sehingga terapi dapat
dimulai secepatnya dan prognosa penyakit dapat diperbaiki.
4. Membantu melindungi kesehatan individual.
5. Membantu dalam pengendalian penyakit infeksi melalui proses identifikasi
carrier penyakit di komunitas.
6. Memberikan penyuluhan dalam pemilihan alat kontrasepsi dengan metode barrier
(pelindung) seperti diafragma dan kondom karena dapat memberi perlindungan
terhadap kanker serviks.
7. Memberikan fasilitas skrining kanker serviks dengan metodepap smear kemudian
membantu dalam pengiriman hasil pemeriksaan kelaboratorium.
KANKER SERVIKS
a. Pengertian Kanker Mulut Rahim (CA SERVIKS)
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai
akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan
normal di sekitarnya (FKUI, 1990; FKKP, 1997).
b. Ciri-ciri CA Serviks
1) Kontak bleeding yakni perdarahan pasca senggama. Hal ini biasanya merupakan
tanda umum yang sering dijumpai. Perdarahan yang terjadi dikarenakan
kerapuhan dari jaringan serviks. Saat coitus, umumnya akan terjadi gesekan pada
dinding serviks. Karena jaringan yang kaya pembuluh darah tersebut sangat
rapuh, maka perdarahan mudah terjadi.
2) Keputihan juga merupakan gejala yang sering ditemukan. Keputihan ini lama
kelamaan akan berbau busuk oleh kaena adanya proses infeksi dan nekrosis
(kematian) jaringan akibat kanker tersebut.
3) Rasa nyeri yang hebat divagina dan sekitarnya atau pada perut bagian bawah.
4) Anemia (karena perarahan hebat pada vagina)
5) Gejala yang timbul akibat adanya metastasis/penyebaran ke organ-organ lainnya
misalnya:
a) Paru : batuk lama, efusi pleura, pneumonitis
b) Hati : ikterus (warna kuning pada tubuh), hepatomegali (pembesaran hati), acites
(cairan pada rongga perut)
c) Otak : koma, kehilangan penglihatan.
d) Tulang : nyeri tulang, paah tulang

“PATOKAN” Tanda dan Gejala Bahaya Kanker :


P : Perdarahan atau keluar lendir yang tak wajar dari dalam tubuh yakni berupa,
₋ Batuk darah : ca paru dan sal.nafas
₋ muntah darah : ca lambung atau hati
₋ BAB darah : ca rectum/anus atau kolon/usus
₋ perdarahan vagina : ca serviks)
Alat pencernaan terganggu atau ada kesukaran menelan yang semakin lama semakin
berat (ca eosofagus, tyroid)
T : Tumor pada payudara atau di tempat lain (testis, usus, otot, dll)
O : Obstipasi/ sembelit atau perubahan kebiasaan BAB atau BAK
K : Koreng atau borok yang tidak mau sembuh (gejal utama kanker kulit stadium
lanjut) dimana biasanya tanda yang paling khas adalah perdarahan erus menerus
dari borok tersebut.
A : Andeng-andeng (nevus) yang berubah , membesar dan makin menghitam
(ditambah rasa gatal, borok, berdarah, rambut yang semual ada menjadi rontok)
ini mengacu pada ca kulit.
N : Nada suara jadi serak atau batuk yang tak kunjung sembuh.

Tes Skrining Kanker Mulut Rahim (Serviks)


Screening untuk memeriksa perubahan-perubahan leher rahim sebelum adanya gejala-
gejala adalah sangat penting. Screening dapat membantu dokter mencari sel-sel
abnormal sebelum kanker berkembang. Mencari dan merawat sel-sel abnormal dapat
mencegah kebanyakan kanker leher rahim. Juga, screening dapat membantu mencari
kanker dini, ketika perawatan kemungkinan menjadi efektif.
1) Tes PAP smear
Dokter-dokter merekomendasikan bahwa wanita-wanita membantu
mengurangi risiko kanker leher rahim mereka dengan mempunyai tes-tes Pap secara
teratur. Tes Pap (kadangkala disebut Pap smear atau cervical smear) adalah tes yang
mudah untuk melihat sel-sel leher rahim. Untuk kebanyakan wanita-wanita, tesnya
tidak menyakitkan. Tes Pap dilakukan di ruang praktek dokter atau klinik sewaktu
pemeriksaan pelvik (pelvic). Dokter atau suster memarut/menggores satu contoh sel-
sel leher rahim, dan kemudian mencoreng sel-sel itu pada sebuah kaca mikroskop.
Pada tipe baru dari tes Pap (tes Pap yang berdasarkan pada cairan), sel-sel itu dibilas
kedalam wadah cairan yang kecil. Sebuah mesin khusus menaruh sel-sel pada kaca-
kaca mikroskop. Untuk kedua tipe dari tes Pap, laboratorium memeriksa sel-sel pada
kaca mikroskop untuk kelainan-kelainan dibawah sebuah mikroskop
Tes-tes Pap dapat menemukan kanker leher rahim atau sel-sel abnormal yang
dapat menjurus pada kanker leher rahim. Dokter-dokter secara umum
merekomendasikan bahwa:
a) Wanita-wanita harus mulai mempunyai tes-tes Pap 3 tahun setelah mereka mulai
mempunyai hubungan seksual, atau ketika mereka mencapai umur 21 tahun
(yang mana saja yang datang lebih dahulu).
b) Kebanyakan wanita-wanita harus mempunyai tes Pap paling sedikit satu kali
setiap 3 tahun.
c) Wanita-wanita berumur 65 sampai 70 tahun yang telah mempunyai paling sedikit
tiga tes-tes Pap normal dan tidak ada tes-tes Pap abnormal dalam 10 tahun
terakhir dapat memutuskan, setelah bicara dengan dokternya, untuk
memberhentikan screening kanker leher rahim.
d) Wanita-wanita yang telah mempunyai hysterectomy (operasi) untuk mengangkat
kandungan (uterus) dan leher rahim (cervix), juga disebut total hysterectomy,
tidak perlu mempunyai screening kanker leher rahim. Bagaimanapun, jika operasi
adalah perawatan untuk sel-sel sebelum bersifat kanker atau kanker, wanita -
wanita itu harus terus menerus menjalankan screening.
D. SKRINING PENYIMPANAN PERILAKU SEKSUAL

Perilaku seks bisa disebut menyimpang ketika hasrat dan perilaku seksual
seseorang melibatkan suatu bentuk aktivitas, objek, baik orang atau benda, maupun
situasi yang umumnya tidak menimbulkan rangsang erotis pada orang lain secara
umum. Penderita kelainan seksual mungkin ada yang merasa tidak nyaman dengan
gangguan yang dimilikinya, tapi ia sering kali tidak berdaya untuk melawan atau
mengubah hasrat tersebut. Bahkan, sebagian di antaranya tidak tahu bagaimana cara
menghindari dan mengatasi kelainan seksualnya, sehingga bisa berdampak pada
kualitas hidup dan kehidupan seksualnya dengan pasangan.

Mengenali Jenis-Jenis Kelainan Seksual

Jenis-jenis kelainan seksual parafilia ada beragam, di antaranya:

1. Pedofilia.
Orang dengan pedofilia memiliki fantasi, ketertarikan, atau perilaku seksual
menyimpang terhadap anak kecil, dengan usia kurang dari 13 tahun. Sementara
itu, pelaku pedofilia yang memiliki ketertarikan seksual terhadap balita dengan
usia kurang dari 5 tahun disebut dengan infantofilia. Perilaku seksual
menyimpang ini meliputi mengajak anak untuk melihat Si Pelaku melakukan
masturbasi, mengajak anak untuk telanjang, menyentuh organ kelamin anak, atau
bahkan melakukan aktivitas seksual, seperti oral seks atau penetrasi dengan anak-
anak.
2. Eksibisionisme.
Eksibisionisme adalah perilaku ketika seseorang kerap mempertontonkan organ
kelaminnya pada orang asing. Orang ini punya kecenderungan ingin membuat
orang lain terkejut, takut, atau terkesan dengan perilakunya tersebut. Bahkan,
orang yang memiliki kelainan seksual ini juga bisa saja sering bertelanjang di
tempat umum. Meski biasanya tidak diiringi dengan tindakan lebih lanjut, seperti
penyerangan atau kekerasan seksual terhadap orang lain, tapi ada kalanya orang
yang memiliki kelainan ini berani melakukan masturbasi di tempat umum sambil
memperlihatkan kemaluannya.
3. Voyeurisme.
Ini merupakan kelainan seksual ketika seseorang meraih kepuasan seksual
dengan mengintip atau mengamati orang yang sedang berganti pakaian, mandi,
atau melakukan aktivitas seksual. Orang yang memiliki kelainan ini biasanya
tidak tertarik untuk menjalin kontak seksual dengan korban. Mereka pun biasanya
akan mencapai orgasme dengan melakukan masturbasi sambil mengintip.
Sebagian orang yang menderita kelainan seksual ini mungkin juga bisa sering
melakukan stalking atau mengintai korban seksualnya.
4. Froteurisme.
Penderita froteurisme memiliki kecenderungan untuk menggesek organ
kelaminnya pada tubuh orang asing, termasuk di tempat umum. Kelainan seksual
ini paling sering ditemui pada pria dengan dengan rentang usia 15−25 tahun
dengan kepribadian yang cenderung pemalu.
5. Fetisisme.
Penderita fetisisme memilliki gairah seksual terhadap benda mati, seperti celana
dalam atau sepatu wanita. Hasrat seksual orang dengan fetisisme bisa bangkit
dengan hanya menyentuh atau menggunakan benda-benda tersebut. Benda ini
terkadang juga digunakan ketika berhubungan seksual dengan orang lain.
Bahkan, ada kalanya benda tersebut bisa menggantikan hubungan seksual yang
sesungguhnya dengan orang lain. Fetisisme sering dianggap sama dengan
parsialsme. Padahal, keduanya adalah kondisi yang berbeda. Seperti yang telah
disebutkan, fetisisme merupakan ketertarikan seksual pada benda mati.
Sementara itu, parsialisme adalah ketertarikan seksual pada bagian tubuh tertentu,
seperti dada, bokong, atau kaki orang lain.
6. Transvestitisme.
Transvestitisme adalah kelainan atau penyimpangan seksual di mana seseorang
merasa bergairah dan terangsang secara seksual ketika ia berdandan atau
mengenakan pakaian lawan jenisnya. Transvestitisme lebih sering terjadi pada
pria dibanding wanita. Agar tidak ketahuan, sebagian pria yang menderita
kelainan ini akan menggunakan pakaian dalam wanita di balik pakaian yang
digunakan sehari-hari.
7. Masokisme seksual.
Penderita masokisme meraih kepuasan seksual ketika ia mendapat kekerasan,
baik secara verbal atau nonverbal, seperti digigit, diikat, atau dipermalukan
dengan kata-kata kasar dan merendahkan. Penderita masokisme bahkan dapat
menyayat atau membuat luka bakar pada dirinya demi sebuah kepuasan. Orang
yang menderita kelainan masokisme sering kali mencari pasangan yang memiliki
kepuasan seksual dengan melakukan sebuah kekerasan (sadisme). Perilaku seks
yang demikian disebut sebagai sadomasokisme. Biasanya, pasangan
sadomasokisme melakukan BDSM atau aktivitas seksual dengan jeratan atau
ikatan (bondage), pemukulan pada bokong (spanking), atau simulasi seksual
(scene), seperti penculikan atau pemerkosaan.
8. Sadisme seksual
Penderita sadisme seksual terus-menerus memiliki fantasi dan mendapatkan
kepuasan seksual dari menyiksa pasangannya secara psikologis dan fisik, seperti
memerkosa, menyiksa, atau menghina. Dengan melakukan perilaku ini, penderita
merasa berkuasa terhadap korbannya. Pelaku sadisme yang terlalu ekstrim bisa
saja melakukan kekerasan seksual dan fisik hingga melanggar hukum pidana.
Penderita kelainan seksual ini umumnya perlu mendapatkan penanganan dan
pemantauan dari psikiater.
9. Asfiksiofilia
Penderita asfiksiofilia atau asfiksia erotik akan merasa puas dan bisa mencapai
orgasme ketika ia dicekik. Penderita kelainan seksual ini bisa melakukan
pencekikan terhadap dirinya sendiri atau meminta pasangannya untuk
mencekiknya. Tindakan pencekikkan bisa dilakukan dengan tangan atau barang-
barang tertentu, seperti syal dan pakaian. Bahkan, ada pula yang menutup
kepalanya dengan kantong plastik untuk mencapai orgasme yang diinginkan.
Asifiksifiolia terbilang berbahaya. Pasalnya, meski tidak bermaksud untuk bunuh
diri, kegiatan seksual ini bisa menyebabkan pecahnya pembuluh darah di wajah,
sesak napas, hingga kematian.

Selain yang disebutkan di atas, masih ada banyak kelainan seksual lain yang
bisa terjadi, misalnya necrophilia atau ketertarikan secara seksual terhadap mayat
dan coprophilia atau kelainan seksual di mana pelakunya merasa terangsang ketika
melihat, menyentuh, atau bahkan mengonsumsi kotoran (feses) orang lain.

Penyebab dan Cara Menangani Kelainan Seksual

Parafilia lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita. Meski


penyebabnya belum diketahui, ada beberapa kondisi yang diduga bisa memicu
parafilia, antara lain:

 Trauma pada masa kecil, misalnya pernah mengalami pelecehan seksual dari orang
lain
 Kesulitan mengekspresikan perasaan dan sulit memulai hubungan dengan orang
lain
 Gangguan kepribadian
 Berulang kali mendapatkan aktivitas seksual yang menyenangkan terhadap situasi
dan objek tertentu, sehingga terbentuklah penyimpangan seksual pada situasi dan
objek tersebut

Sayangnya, sebagian besar kasus kelainan seksual atau parafilia belum bisa
disembuhkan secara total. Tujuan utama penanganan pasien parafilia adalah untuk
membatasi dan mencegah perilaku seksual pasien agar tidak membahayakan dirinya
dan orang lain, terutama pasangan seksualnya. Pada umumnya, orang yang memiliki
parafilia perlu mendapat penanganan dari psikolog dan psikiater.

Untuk menangani kelainan seksual, ada beberapa langkah yang bisa


dilakukan, yaitu:

 Konseling dan psikoterapi, untuk membantu pasien mengontrol dorongan atau


impuls seksual
 Pemberian obat-obatan, misalnya obat antidepresan dan obat antiandrogen, untuk
mengontrol hasrat seksual
 Terapi perilaku, untuk mengatasi perilaku seks yang menyimpang, atau untuk
mengatasi masalah psikologis lain yang mungkin juga diderita oleh pasien,
misalnya penyalahgunaan minuman beralkohol atau narkoba

E. EDUKASI TENTANG SKRINING GANGGUAN PADA SISTEM


REPRODUKSI PEREMPUAN/KIE KESEHATAN REPRODUKSI DAN
SEKSUALITAS

Gangguan pada sistem reproduksi wanita disebabkan oleh penyakit atau


kelainan. Gangguan pada sistem reproduksi manusia dapat menyerang baik pria
maupun wanita. Namun lebih banyak menyerang wanita. Maka dari itu penting untuk
memberikan edukasi tentang apa saja gangguan pada sistem reproduksi wanita.
Tujuan dilakukan edukasi
1. Memberikan pemahaman tentang sistem reproduksi pada wanita
2. Memberikan pemahaman tentang gangguan pada sistem reproduksi wanita
agar bisa menanggulangi masalah pada sistem reproduksi wanita sejak dini
3. Ketika sudah ada gangguan pada sistem reproduksi wanita mereka tidak takut
untuk berkonsultasu pada petugas kesehatan
Pada pemberian edukasi tentang gangguan sistem reproduksi pada wanita kita sebagai
bidan memberikan edukasi :
1 Memberikan pengetahuan tentang sistem reproduksi pada wanita
2 Menjelaskan apa saja masalah atau gangguan pada sistem reproduksi pada
wanita
3 Menjelaskan siklus menstruasi dan hormon yang mempengaruhi
4 Menjelaskan cara pencegahan gangguan sitem reproduksi pada wanita
5 Menjelaskan cara penanggulangan agar meminimalisis terjadinya gangguan
pada sistem reproduksi pada wanita
Cara pendekatan :
1. Bisa mengumpulkan dan membuat penyuluhan
2. Memberikan media berupa reflet atau poster
3. Melakukan pendektaan dor to dor
4. Mengajak masyarakat datang ke tempat kesehatan

Anda mungkin juga menyukai