NIM : 202292044
2) . Langkah 2
a) Perhatikan dengan baik didepan cermin ketika anda melipat tangan dibelakang
dan menekan tangan anda kearah depan.
b) Perhatikan setiap perubahan kontur dari payudara anda.
Gambar 2
3) . Langkah 3
a) Selanjutnya, tekan tangan anda dengan kuat pada pinggang anda dan sedikit
membungkuk kearah cermin sambul menarik bahu dan siku anda kearah depan. b)
Perhatikan setiap perubahan kontur payudara anda.
Gambar 3
4) . Langkah 4
a) Angkat tangan kiri anda
b) Gunakan 3 atau 4 jari tangan kanan anda untuk meraba payudara kiri dengan
kuat dengan hati-hati dan menyeluruh.
c) Mulailah pada tepi luar, tekan bagian datar dari jari-jari tangan anda dalam
lingkaran kecil, bergerak melingkar dengan lambat diseitar payudara.
d) Secara bertahap lakukan kearah puting susu. e) Pastikan untuk melakukannya
pada seluruh payudara.
e) Rasakan adanya benjolan atau massa yang tidak lazim dibawah kulit.
Gambar 4
5) . Langkah 5
a) Dengan perlahan remas puting susu dan perhatikan terhadap adanya rabas.
b) Jika anda mengeluarkan rabas dari puting susu selama sebulan, terjadi ketika anda
sedang atau tidak melakukan SADARI segera hubungi dokter.
Gambar 5
6) . Langkah 6
a) Langkah 4 dan 5 harus diulangi dengan posisi berbaring.
b) Berbaringlah mendatar terlentang dengan lengan kiri dibawah kepala anda dan
sebuah bantal atau handuk yang dilipat di bawah bahu kiri anda (posisi ini
mendatarkan payudara anda dan memudahkan untuk memeiksanya).
c) Gunakan gerakan sirkuler yang sama seperti yang diuraikan diatas.
d) Ulangi pada payudara kanan anda.
Gambar 6
e. Waktu Pemeriksaan
1) Syzanne & Brenda (20010, waktu yang disarankan untuk melakukan SADARI
yaitu :
2) Waktu terbaik adalah hari ke-5 dan hari ke-10 siklus menstruasi dengan
menghitung hari pertama haid sebagai hari 1.
3) Wanita pascamenopause dianjurkan untuk memeriksa payudaranya pada hari
pertama setiap bulan untuk meningkatkan rutinitas.
4) Waktu: 10 menit setiap bulan melakukan sadari.
2. Perilaku
a. Pengertian perilaku
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas seseorang yang mempunyai keinginan
sangat luas antara lain: bekerja, kuliah, menulis, membaca, atau semua aktivitas
manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati
langsung (Notoatmodjo, 2007).
b. Macam-macam
Perilaku Menurut Notoatmodjo (2007), dilihat dari respon stimulus, maka
perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Perilaku tertutup
Respon orang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert).
Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,
pengetahuan atau kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima
stimulus tersebut, dan belum bisa diamati dengan jelas oleh oranglain.
2) Perilaku terbuka (overt behavior)
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.
Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik,
yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.
c. Proses perubahan perilaku
Menurut Mubarak, dkk (2007), proses perubahan perilaku ada 5 fase yaitu:
1) Pertama, fase pencarian, individu mulai mempertimbangkan dan menerima
sesuatu untuk perubahan.
2) Kedua, fase diagnosa masalah, individu mulai mengidentifikasi baik yang
mendukung dan menentukan adanya suatu perubahan,
3) Ketiga, fase penentuan tujuan, individu menentukan tujuan sesuai dengan
perubahan yang diterimanya.
4) Keempat, fase tingkah laku, individu mulai mencoba.
5) Kelima, fase pembekuan, dimana tingkah laku individu menjadi permanent.
d. Klasifikasi perilaku
Menurut Notoatmodjo (2012), perilaku kesehatan adalah suatu respon
seseorang terhadap suatu stimulus atau objek yang berkaitan dengan kesehatan,
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makan, minum serta lingkungan. Dari batasan
ini, perilaku diklasifikasikan menjadi 3 kelompok:
1) Perilaku pemeliharaan kesehatan, merupakan perilaku seseorang untuk
menjaga kesehatan agar tidak sakit dan berusaha untu menyembukan penyakit.
SADARI sangat bermanfaat karena bisa mendeteksi dini kanker payudara
sehingga bisa dilakukan penanganan sebelum kanker semakin parah atau stadium
lanjut (Suastina, 2013).
2) Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan,
merupakan upaya seseorang pada saat menderita penyakit. Perilaku ini dimulai
dari mengobati secara mandiri sampai mencari pengobatan lain.
3) Perilaku kesehatan lingkungan, merupakan perilaku bagaimana seseorang
merespon lingkungan sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi
kesehatannya.
e. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang
Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang menurut Notoatmodjo (2012)
adalah sebagai berikut:
1) Faktor internal, yaitu karakteristik seseorang yang bersifat bawaan, misalnya: jenis
kelamin, tingkat emosional, tingkat kecerdasan, dan sebagainya.
2) Faktor eksternal, yaitu lingkungan baik lingkungan fisik, ekonomi, politik, budaya,
dan sebagainya. Faktor lingkungan seperti keluarga, teman dan saudara merupakan
faktor yang paling dominan pada seseorang.
3) Remaja
a. Pengertian
Remaja Remaja adalah harapan bangsa sehingga tidak berlebihan jika
dikatakan bahwa masa depan bangsa yang akan datang ditentukan pada keadaan
remaja saat ini. Remaja yang sehat dan berkualitas menjadi perhatian serius bagi
orangtua, praktisi pendidikan, ataupun remaja dan kreatif sesuai perkembangannya.
Oleh karena itu, pemahaman terhadap tumbuh kembang remaja menjadi sangat
penting untuk menilai keadaan remaja (Poltekes Depkes, 2010).
Menurut Harold dalam Nurikhsan (2011), menyatakan bahwa periode remaja
itu dapat didefinisikan secara umum sabagai suatu periode dalam perkembangan yang
dijalani seseorang yang terbentang semenjak berakhirnya masa kanak-kanak sampai
datangnya awal masa dewasa.
b. Klasifikasi Remaja
Menurut WHO (2010), dikatakan usia remaja adalah antara 10-21 tahun.
Tetapi berdasarkan penggolongan umur, masa remaja terbagi atas:
1) Masa remaja awal (10-13 tahun)
Pada tahap ini, remaja mulai berfokus pada pengambilan keputusan baik
dalam rumah maupun sekolah. Remaja mulai menunjukkan cara berfikir logis,
sehingga sering menanyakan kewenangan dan standart dimasyarakat maupun
disekolah. Remaja juga mulai menggunakan istilah istilah sendiri dan mempunyai
pandangan.
2) Masa remaja tengah (11-16 tahun)
Pada tahapan ini terjadi peningkatan interaksi dengan kelompok, sehingga
tidak selalu tergantung pada keluarga dan terjadi eksplorasi seksual. Dengan
menggunakan pengalaman dan pemikiran kompleks pada tahap ini remaja sering
mengajukan pertanyaan menganalisa secara menyeluruh dan berfikir tentang
bagaimana cara mengembangkan identitas. Pada masa ini remaja juga mulai
mempertimbangkan kemungkinan masa depan, tujuan dan membuat rencana
sendiri.
3) Masa remaja akhir (17-21 tahun)
Pada tahap ini remaja lebih berkonsentrasi pada rencana yang akan datang
dan meningkatkan pergaulan. Selama masa remaja akhir proses berfikir secara
kompleks digunakan untuk memfokuskan diri masalahmasalah idealisme
toleransi, keputusan untuk karir dan pekerjaan seta peran orang dewasa dan
masyarakat.
C. SKRINING KEGANASAN ORGAN REPRODUKSI
a. Pengertian Skrining
Skrining, dalam pengobatan, adalah strategi yang digunakan dalam suatu
populasi untuk mendeteksi suatu penyakit pada individu tanpa tanda-tanda atau gejala
penyakit itu. Tidak seperti apa yang biasanya terjadi dalam kedokteran, tes skrining
yang dilakukan pada orang tanpa tanda-tanda klinis penyakit.
Skrining sama artinya dengan deteksi dini atau pencegahan sekunder, mencakup
pemeriksaan (tes) pada orang-orang yang belum mempunyai simptom-simptom
penyakit untuk menemukan penyakit yang belum terlihat atau pada stadium praklinik.
b. Tujuan Skrining
Tujuan dari skrining adalah untuk mengidentifikasi penyakit pada komunitas
awal, sehingga memungkinkan intervensi lebih awal dan manajemen dengan harapan
untuk mengurangi angka kematian dan penderitaan dari penyakit. Meskipun skrining
dapat mengarah ke diagnosis sebelumnya, tidak semua tes skrining telah terbukti
bermanfaat bagi orang yang sedang diputar; overdiagnosis, misdiagnosis, dan
menciptakan rasa aman palsu beberapa efek negatif dari penyaringan. Untuk alasan
ini, tes yang digunakan dalam program skrining, terutama untuk penyakit dengan
insiden rendah, harus memiliki sensitivitas yang baik selain kekhususan diterima.
Beberapa jenis skrining ada: skrining universal melibatkan skrining semua individu
dalam suatu kategori tertentu (misalnya, semua anak pada usia tertentu). Temuan
Kasus melibatkan skrining sekelompok kecil orang berdasarkan adanya faktor risiko
(misalnya, karena anggota keluarga telah didiagnosis dengan penyakit keturunan).
Keuntungan Dan Kerugian Dari Screening.
Skrining memiliki kelebihan dan kekurangan; keputusan apakah ke layar harus
diputuskan dengan menyeimbangkan semua factor.
1) Keuntungan
Skrining dapat mendeteksi kondisi medis pada tahap awal sebelum gejala
menyajikan sedangkan pengobatan lebih efektif daripada untuk nanti deteksi.
Dalam kasus terbaik dari kehidupan diselamatkan.
2) Kekurangan
a) Seperti tes medis, tes yang digunakan dalam penyaringan tidak sempurna. Hasil
pengujian tidak tepat dapat menunjukkan positif untuk mereka yang tanpa
penyakit (false positif), atau negatif bagi orang yang memiliki kondisi (negatif
palsu). Khususnya ketika skrining untuk kondisi probabilitas rendah jumlah
mutlak positif palsu mungkin tinggi walaupun memiliki persentase positif palsu
sangat rendah, jika kejadian kondisi adalah satu di 10.000 dan kemungkinan
positif palsu adalah 0,1%, 9 dari 10 hasil positif akan palsu.
b) Penyaringan melibatkan biaya dan penggunaan sumber daya medis pada sebagian
besar orang yang tidak membutuhkan pengobatan.
c) Dampak buruk dari prosedur penyaringan (misalnya stres dan kecemasan,
ketidaknyamanan, paparan radiasi, paparan kimia).
d) Stres dan kecemasan yang disebabkan oleh hasil skrining positif palsu.
e) Tidak Perlu investigasi dan pengobatan hasil positif palsu.
f) Stres dan kecemasan yang disebabkan oleh memperpanjang pengetahuan tentang
penyakit tanpa peningkatan hasil.
g) Rasa aman palsu yang disebabkan oleh negatif palsu, yang dapat menunda
diagnosis akhir.
Jenis Penyakit yang Tepat Untuk Skrining
1) Merupakan penyakit yang serius
2) Pengobatan sebelum gejala muncul harus lebih untung dibandingkan dengan
Setelah gejala muncul
3) Prevalens penyakit preklinik harus tinggi pada populasi yang di skrening
Peran Bidan Skrining Untuk Keganasan Dan Penyakit Sistematik
1. Memberikan motivasi pada para wanita untuk melakukan pentingnya melakukan
langkah skrining.
2. Membantu dalam mengidentifikasi orang-orang yang berisikoterkena penyakit
atau masalah kesehatan tertentu. Penegakan diagnosis pasti ditindak lanjuti di
fasilitas kesehatan.
3. Membantu mengidentifikasi penyakit pada stadium dini,sehingga terapi dapat
dimulai secepatnya dan prognosa penyakit dapat diperbaiki.
4. Membantu melindungi kesehatan individual.
5. Membantu dalam pengendalian penyakit infeksi melalui proses identifikasi
carrier penyakit di komunitas.
6. Memberikan penyuluhan dalam pemilihan alat kontrasepsi dengan metode barrier
(pelindung) seperti diafragma dan kondom karena dapat memberi perlindungan
terhadap kanker serviks.
7. Memberikan fasilitas skrining kanker serviks dengan metodepap smear kemudian
membantu dalam pengiriman hasil pemeriksaan kelaboratorium.
KANKER SERVIKS
a. Pengertian Kanker Mulut Rahim (CA SERVIKS)
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai
akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan
normal di sekitarnya (FKUI, 1990; FKKP, 1997).
b. Ciri-ciri CA Serviks
1) Kontak bleeding yakni perdarahan pasca senggama. Hal ini biasanya merupakan
tanda umum yang sering dijumpai. Perdarahan yang terjadi dikarenakan
kerapuhan dari jaringan serviks. Saat coitus, umumnya akan terjadi gesekan pada
dinding serviks. Karena jaringan yang kaya pembuluh darah tersebut sangat
rapuh, maka perdarahan mudah terjadi.
2) Keputihan juga merupakan gejala yang sering ditemukan. Keputihan ini lama
kelamaan akan berbau busuk oleh kaena adanya proses infeksi dan nekrosis
(kematian) jaringan akibat kanker tersebut.
3) Rasa nyeri yang hebat divagina dan sekitarnya atau pada perut bagian bawah.
4) Anemia (karena perarahan hebat pada vagina)
5) Gejala yang timbul akibat adanya metastasis/penyebaran ke organ-organ lainnya
misalnya:
a) Paru : batuk lama, efusi pleura, pneumonitis
b) Hati : ikterus (warna kuning pada tubuh), hepatomegali (pembesaran hati), acites
(cairan pada rongga perut)
c) Otak : koma, kehilangan penglihatan.
d) Tulang : nyeri tulang, paah tulang
Perilaku seks bisa disebut menyimpang ketika hasrat dan perilaku seksual
seseorang melibatkan suatu bentuk aktivitas, objek, baik orang atau benda, maupun
situasi yang umumnya tidak menimbulkan rangsang erotis pada orang lain secara
umum. Penderita kelainan seksual mungkin ada yang merasa tidak nyaman dengan
gangguan yang dimilikinya, tapi ia sering kali tidak berdaya untuk melawan atau
mengubah hasrat tersebut. Bahkan, sebagian di antaranya tidak tahu bagaimana cara
menghindari dan mengatasi kelainan seksualnya, sehingga bisa berdampak pada
kualitas hidup dan kehidupan seksualnya dengan pasangan.
1. Pedofilia.
Orang dengan pedofilia memiliki fantasi, ketertarikan, atau perilaku seksual
menyimpang terhadap anak kecil, dengan usia kurang dari 13 tahun. Sementara
itu, pelaku pedofilia yang memiliki ketertarikan seksual terhadap balita dengan
usia kurang dari 5 tahun disebut dengan infantofilia. Perilaku seksual
menyimpang ini meliputi mengajak anak untuk melihat Si Pelaku melakukan
masturbasi, mengajak anak untuk telanjang, menyentuh organ kelamin anak, atau
bahkan melakukan aktivitas seksual, seperti oral seks atau penetrasi dengan anak-
anak.
2. Eksibisionisme.
Eksibisionisme adalah perilaku ketika seseorang kerap mempertontonkan organ
kelaminnya pada orang asing. Orang ini punya kecenderungan ingin membuat
orang lain terkejut, takut, atau terkesan dengan perilakunya tersebut. Bahkan,
orang yang memiliki kelainan seksual ini juga bisa saja sering bertelanjang di
tempat umum. Meski biasanya tidak diiringi dengan tindakan lebih lanjut, seperti
penyerangan atau kekerasan seksual terhadap orang lain, tapi ada kalanya orang
yang memiliki kelainan ini berani melakukan masturbasi di tempat umum sambil
memperlihatkan kemaluannya.
3. Voyeurisme.
Ini merupakan kelainan seksual ketika seseorang meraih kepuasan seksual
dengan mengintip atau mengamati orang yang sedang berganti pakaian, mandi,
atau melakukan aktivitas seksual. Orang yang memiliki kelainan ini biasanya
tidak tertarik untuk menjalin kontak seksual dengan korban. Mereka pun biasanya
akan mencapai orgasme dengan melakukan masturbasi sambil mengintip.
Sebagian orang yang menderita kelainan seksual ini mungkin juga bisa sering
melakukan stalking atau mengintai korban seksualnya.
4. Froteurisme.
Penderita froteurisme memiliki kecenderungan untuk menggesek organ
kelaminnya pada tubuh orang asing, termasuk di tempat umum. Kelainan seksual
ini paling sering ditemui pada pria dengan dengan rentang usia 15−25 tahun
dengan kepribadian yang cenderung pemalu.
5. Fetisisme.
Penderita fetisisme memilliki gairah seksual terhadap benda mati, seperti celana
dalam atau sepatu wanita. Hasrat seksual orang dengan fetisisme bisa bangkit
dengan hanya menyentuh atau menggunakan benda-benda tersebut. Benda ini
terkadang juga digunakan ketika berhubungan seksual dengan orang lain.
Bahkan, ada kalanya benda tersebut bisa menggantikan hubungan seksual yang
sesungguhnya dengan orang lain. Fetisisme sering dianggap sama dengan
parsialsme. Padahal, keduanya adalah kondisi yang berbeda. Seperti yang telah
disebutkan, fetisisme merupakan ketertarikan seksual pada benda mati.
Sementara itu, parsialisme adalah ketertarikan seksual pada bagian tubuh tertentu,
seperti dada, bokong, atau kaki orang lain.
6. Transvestitisme.
Transvestitisme adalah kelainan atau penyimpangan seksual di mana seseorang
merasa bergairah dan terangsang secara seksual ketika ia berdandan atau
mengenakan pakaian lawan jenisnya. Transvestitisme lebih sering terjadi pada
pria dibanding wanita. Agar tidak ketahuan, sebagian pria yang menderita
kelainan ini akan menggunakan pakaian dalam wanita di balik pakaian yang
digunakan sehari-hari.
7. Masokisme seksual.
Penderita masokisme meraih kepuasan seksual ketika ia mendapat kekerasan,
baik secara verbal atau nonverbal, seperti digigit, diikat, atau dipermalukan
dengan kata-kata kasar dan merendahkan. Penderita masokisme bahkan dapat
menyayat atau membuat luka bakar pada dirinya demi sebuah kepuasan. Orang
yang menderita kelainan masokisme sering kali mencari pasangan yang memiliki
kepuasan seksual dengan melakukan sebuah kekerasan (sadisme). Perilaku seks
yang demikian disebut sebagai sadomasokisme. Biasanya, pasangan
sadomasokisme melakukan BDSM atau aktivitas seksual dengan jeratan atau
ikatan (bondage), pemukulan pada bokong (spanking), atau simulasi seksual
(scene), seperti penculikan atau pemerkosaan.
8. Sadisme seksual
Penderita sadisme seksual terus-menerus memiliki fantasi dan mendapatkan
kepuasan seksual dari menyiksa pasangannya secara psikologis dan fisik, seperti
memerkosa, menyiksa, atau menghina. Dengan melakukan perilaku ini, penderita
merasa berkuasa terhadap korbannya. Pelaku sadisme yang terlalu ekstrim bisa
saja melakukan kekerasan seksual dan fisik hingga melanggar hukum pidana.
Penderita kelainan seksual ini umumnya perlu mendapatkan penanganan dan
pemantauan dari psikiater.
9. Asfiksiofilia
Penderita asfiksiofilia atau asfiksia erotik akan merasa puas dan bisa mencapai
orgasme ketika ia dicekik. Penderita kelainan seksual ini bisa melakukan
pencekikan terhadap dirinya sendiri atau meminta pasangannya untuk
mencekiknya. Tindakan pencekikkan bisa dilakukan dengan tangan atau barang-
barang tertentu, seperti syal dan pakaian. Bahkan, ada pula yang menutup
kepalanya dengan kantong plastik untuk mencapai orgasme yang diinginkan.
Asifiksifiolia terbilang berbahaya. Pasalnya, meski tidak bermaksud untuk bunuh
diri, kegiatan seksual ini bisa menyebabkan pecahnya pembuluh darah di wajah,
sesak napas, hingga kematian.
Selain yang disebutkan di atas, masih ada banyak kelainan seksual lain yang
bisa terjadi, misalnya necrophilia atau ketertarikan secara seksual terhadap mayat
dan coprophilia atau kelainan seksual di mana pelakunya merasa terangsang ketika
melihat, menyentuh, atau bahkan mengonsumsi kotoran (feses) orang lain.
Trauma pada masa kecil, misalnya pernah mengalami pelecehan seksual dari orang
lain
Kesulitan mengekspresikan perasaan dan sulit memulai hubungan dengan orang
lain
Gangguan kepribadian
Berulang kali mendapatkan aktivitas seksual yang menyenangkan terhadap situasi
dan objek tertentu, sehingga terbentuklah penyimpangan seksual pada situasi dan
objek tersebut
Sayangnya, sebagian besar kasus kelainan seksual atau parafilia belum bisa
disembuhkan secara total. Tujuan utama penanganan pasien parafilia adalah untuk
membatasi dan mencegah perilaku seksual pasien agar tidak membahayakan dirinya
dan orang lain, terutama pasangan seksualnya. Pada umumnya, orang yang memiliki
parafilia perlu mendapat penanganan dari psikolog dan psikiater.