Anda di halaman 1dari 78

TENTARA NASIONAL INDONESIA No. 201.

04-010201
MARKAS BESAR ANGKATAN DARAT DO : OPS-01

DOKTRIN
OPERASI MILITER MATRA DARAT
“KARTIKA YUDHA”

DISAHKAN DENGAN KEPUTUSAN KEPALA STAF ANGKATAN DARAT


NOMOR KEP/1061/XII/2022 TANGGAL 2 DESEMBER 2022
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI .................................................................................. i


RINGKASAN EKSEKUTIF................................................................... iii
Keputusan Kasad Nomor Kep/ 1061 / XII /2022 tentang Doktrin
Operasi Militer Matra Darat “Kartika Yudha” ................................... 1

LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN

1. Umum ....................................................................... 3
2. Maksud dan Tujuan .................................................. 3
3. Ruang Lingkup dan Tata Urut ................................... 4
4. Dasar ........................................................................ 4
5. Kedudukan Doktrin Opsmil “Kartika Yudha” ............. 5
6. Pengertian ................................................................. 5

BAB II LATAR BELAKANG PEMIKIRAN OPSMIL MATRA DARAT

7. Umum ....................................................................... 5
8. Sejarah Operasi Militer .............................................. 5
9. Paradigma Ancaman dan Konflik ............................... 12
10. Lingkungan Operasional TNI AD ............................... 15
11. Tingkatan Perang ...................................................... 17
12. Bentuk Kemampuan Operasi Militer TNI AD ............. 21

BAB III SENI DAN DESAIN OPERASIONAL MILITER MATRA DARAT

13. Umum ....................................................................... 23


14. Seni Operasional ....................................................... 23
15. Desain Operasional ................................................... 24

BAB IV PENGGUNAAN KEKUATAN TNI AD DALAM OPERASI MILITER


MATRA DARAT

16. Umum ....................................................................... 28


17 Keterlibatan TNI AD dalam Opsmil Matra Darat ........ 28
18. Pembabakan Operasi Militer Matra Darat .................. 34

BAB V ELEMEN DAYA TEMPUR TNI AD

19. Umum ....................................................................... 40


20. Komando Pengendalian dan Informasi ....................... 41
21. Intelijen Pertempuran ................................................ 42
22. Manuver .................................................................... 42
23. Tembakan ................................................................. 43
24. Perlindungan ............................................................. 43
25. Dukungan ................................................................. 44
26. Kepemimpinan .......................................................... 45

i
BAB VI KOMANDO DAN PENGENDALIAN

27. Umum ....................................................................... 46


28. Komando ................................................................... 46
29. Pengendalian ............................................................. 55

BAB VII PENUTUP

30. Penutup .................................................................... 57

LAMPIRAN A PENGERTIAN ............................................................... 58

LAMPIRAN B SKEMA ALIRAN PENYUSUNAN DOKTRIN OPERASI


MILITER MATRA DARAT ............................................... 63

LAMPIRAN C DAFTAR REFERENSI .................................................... 64

ii
RINGKASAN EKSEKUTIF
DOKTRIN OPERASI MILITER MATRA DARAT
“KARTIKA YUDHA”

Pendahuluan Dalam rangka menyiapkan TNI AD untuk


menghadapi perubahan pola dan bentuk peperangan
darat yang disebabkan oleh perubahan paradigma
ancaman, kondisi lingkungan strategis, dan teknologi
pertahanan maka Doktrin Operasi Militer Matra Darat
“Kartika Yudha” disusun sebagai pedoman bagi TNI AD
untuk menyinkronkan seluruh penyelenggaraan
operasi militer matra darat yang digunakan baik secara
simultan, keberlanjutan atau komprehensif.

Latar Belakang Pemikiran Latar belakang pemikiran Operasi Militer Matra


Operasi Militer Matra Darat Darat merupakan fundamen penyamaan persepsi,
pemahaman, perspektif, terminologi, dan nomenklatur
doktrinal yang meliputi Sejarah Operasi TNI AD,
Paradigma Ancaman dan Konflik, Lingkungan
Operasional TNI AD, Tingkatan Perang, dan Bentuk
Operasi TNI AD.

Sejarah Operasi TNI AD menjelaskan tentang


pembelajaran yang dapat diambil (lessons learned) dari
peristiwa pertempuran/operasi tersebut.

Ancaman menjelaskan tentang evolusi ancaman


modern yang dipengaruhi paradigma negara
ekskolonial dan respons negara ekskoloni menghadapi
ancaman sesuai perspektif masing-masing yang
melahirkan jenis ancaman baru seperti ancaman aktor
nonnegara, proxy, dan hibrida.

Spektrum Konflik menjelaskan tentang


perkembangan situasi dan kondisi yang dipengaruhi
oleh dinamika lingkungan strategis, perkembangan
teknologi informasi dan perubahan karakter konflik
sehingga spektrum konflik semakin meluas menjadi
multi domain dan multi dimensi.

Lingkungan Operasional TNI AD memberikan


pemahaman doktrinal tentang bagaimana TNI AD
melakukan pembinaan dan penggunaan kekuatan
sesuai tugas dan fungsinya dalam menghadapi
kemungkinan perubahan lingkungan operasi dari lini
masa damai hingga terjadinya situasi krisis, konflik
maupun perang melalui pendekatan lingkungan
operasional tempur dan nontempur.

iii
Tingkatan Perang menjelaskan tentang
perspektif doktrinal yang memperjelas hubungan
antara tujuan strategis hingga tindakan taktis yang
saling terkait dan tergantung satu sama lain.

Bentuk Kemampuan Operasi Militer TNI AD


merupakan pengelompokan operasi berdasarkan
kemampuan yang telah dimiliki oleh Satuan TNI AD
dalam melaksanakan tugas operasi, terdiri dari
Operasi Intelijen, Operasi Tempur, Operasi Teritorial,
Operasi Khusus Operasi Dukungan, dan Operasi
Gerilya.
Seni dan Desain Seni dan desain operasional merupakan
Operasional “jembatan” antara strata strategis dan taktis untuk
membantu Panglima/Komandan di level operasional
dalam menciptakan sebuah kondisi guna mencapai
sasaran dan tujuan akhir strategis yang diinginkan.
Seni operasional merupakan pendekatan kognitif
Panglima/Komandan dan Staf dalam rangka
mengembangkan strategi; desain operasional adalah
elaborasi visualisasi seni operasional tersebut
Panglima/Komandan berupa metodologi, konsepsi dan
pembuatan kerangka kerja yang mendasari
perencanaan kampanye militer atau rencana operasi
besar maupun operasi lanjutan.

Pengenalan akan metodologi ini merupakan


fundamen kognitif kedepannya bagi para perwira
Angkatan Darat khususnya bagi mereka yang nantinya
bekerja di strata operasional agar selalu
mengedepankan pemikiran kritis (critical thinking) dan
mengubah pemikiran konservatif yang mengungkung
pemikiran dalam format sistemis karena pada
hakikatnya tataran operasional harus mampu
menelaah faktor-faktor strategis serta lingkungan
operasi yang sangat beragam secara kontekstual.

Selain itu, penerapan seni dan desain operasional


diharapkan dapat membangun perspektif dan
pemahaman bersama untuk menciptakan satu
kesatuan komando dari berbagai unsur yang berbeda
(beda matra, beda kecabangan maupun beda instansi)
dalam satu operasi besar terpadu.

iv
Penggunaan Kekuatan TNI AD Hal ini merupakan “inti” bagaimana cara
Dalam Opsmil Matra Darat Panglima/Komandan menggunakan kekuatan TNI AD
melalui desain operasional dalam Operasi Militer Matra
Darat dalam rangka mengubah kondisi lingkungan
operasi dalam lingkungan operasional tertentu.
Penggunaan kekuatan terbagi menjadi keterlibatan dan
pembabakan.

Pelaksanaan tugas pokok TNI sesuai UU No. 34


Tahun 2004 dan Doktrin yang terbagi menjadi OMP dan
OMSP menimbulkan kerancuan, kendala operasional
dan pengambilalihan tugas TNI oleh instansi lain
sehingga menghambat pelaksanaan Operasi Militer
Matra Darat. Oleh karena itu, keterlibatan TNI AD
dalam Operasi Militer Matra Darat dikelompokkan
menjadi Pemberdayaan, Keterpaduan, Pengamanan
dan Perlawanan agar tidak terkendala dalam
penggunaannya.

Keterlibatan TNI AD meliputi keempat bentuk


pelibatan tersebut, bisa saling beririsan, namun tidak
didikotomikan dan bisa berjalan secara keberlanjutan,
simultan maupun komprehensif. Hubungan ini
diselaraskan melalui Desain operasional Militer Matra
Darat antar pelibatan sesuai pendekatan lingkungan
operasional yang dipilih oleh Panglima/Komandan.

Pembabakan Operasi Matra Darat pada


umumnya menggunakan pendekatan linear pada
lingkungan operasional saat pembuatan desain
operasionalnya. Pembabakan pada pasal ini
menggunakan pendekatan kondisi lingkungan
operasional kondisi kedua ketika selisih perbandingan
kekuatan relatif seimbang dan kondisi ketiga ketika
kekuatan kita lebih lemah dibandingkan lawan yang
melaksanakan agresi yang terdiri dari Babak
Penguatan, Penangkalan, Penindakan, dan Pemulihan.
Ditambahkannya babak penguatan sebelum
dimulainya babak penangkalan didasari oleh
pemahaman tentang pentingnya penyiapan kekuatan
pertahanan untuk mendukung tahap perlawanan
wilayah pada babak penindakan di fase selanjutnya
dalam rangka menghadapi spektrum konflik dan pola
ancaman seperti penggunaan sharp power, gray zone
strategy, liminal warfare, dan surrogate warfare.

v
Elemen Daya Tempur Elemen Daya Tempur adalah seluruh sarana dari
TNI AD daya tembak, daya gerak, daya gempur, dan daya
hancur serta kemampuan lainnya yang dapat
digunakan oleh satuan militer pada waktu dan situasi
tertentu. Daya Tempur sangat menentukan dalam
keberhasilan suatu operasi. Operasi yang dilakukan
oleh TNI AD membutuhkan pembentukan dan
pengembangan daya tempur secara terus menerus.
Elemen Daya Tempur terdiri dari Komando
Pengendalian dan Informasi, Intelijen Pertempuran,
Manuver, Tembakan, Perlindungan, Dukungan dan
Kepemimpinan.

Komando dan Pengendalian Komando membahas tentang bentuk hubungan


antar satuan dalam rangka penggunaan kekuatan TNI
AD dalam operasi militer matra darat baik itu
hubungan komando, hubungan bantuan dan
hubungan keterpaduan disertai dengan macam
pengendalian Panglima/Komandan secara operasional
maupun taktis dalam setiap strata perang. Ada tiga
jenis relasi hubungan satuan pada operasi militer
matra darat yaitu: hubungan komando, hubungan
dukungan, dan hubungan keterpaduan.
Dikembangkannya mekanisme hubungan antarsatuan
yang dahulunya hanya dikenal dengan hubungan
komando dan bantuan, dalam doktrin ini ditambahkan
hubungan keterpaduan. Hal ini untuk menyikapi
perubahan bentuk pelibatan yang dahulu dikenal
dengan nama “perbantuan” diubah menjadi
“keterpaduan”, yang diharapkan nantinya akan
berdampak sistemik pada bagaimana cara internal dan
eksternal TNI AD memandang dalam melaksanakan
suatu tugas dalam suatu lingkungan operasional.

vi
KEPUTUSAN KEPALA STAF ANGKATAN DARAT
Nomor Kep/1061/XII/2022

tentang

DOKTRIN OPERASI MILITER MATRA DARAT


“KARTIKA YUDHA”

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA STAF ANGKATAN DARAT,

Menimbang : a. bahwa dibutuhkan adanya doktrin untuk


digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas
bagi satuan dan sumber bahan ajaran bagi lembaga
pendidikan di lingkungan Angkatan Darat;

b. bahwa untuk memenuhi kebutuhan tersebut, perlu


ditetapkan Keputusan Kasad tentang Doktrin Operasi
Militer Matra Darat “Kartika Yudha”;

Mengingat : 1. Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/712/VII/2019


tanggal 10 Juli 2019 tentang Doktrin Operasi Militer
Untuk Perang;

2. Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/713/VII/2020


tanggal 10 Juli 2019 tentang Doktrin Operasi Militer
Selain Perang;

3. Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/1024/XII/2020


tanggal 22 Desember 2020 tentang Doktrin TNI AD
Kartika Eka Paksi;

4. Keputusan Kasad Nomor Kep/548/VI/2016 tanggal 27


Juni 2016 tentang Petunjuk Teknis tentang Tulisan
Dinas;

5. Keputusan Kasad Nomor Kep/548a/VI/2016 tanggal 15


April 2020 tentang Perubahan I Petunjuk Teknis tentang
Tulisan Dinas;

6. Keputusan Kasad Nomor Kep/182a/III/2020 tanggal 5


Oktober 2021 tentang Perubahan I Petunjuk Teknis Tata
Cara Penyusunan Doktrin TNI AD;
2

7. Keputusan Kasad Nomor Kep/728/X/2021 tanggal 27


Oktober 2021 tentang Petunjuk Referensi Stratifikasi
Doktrin TNI AD;

Memperhatikan : 1. Surat Perintah Kasad Nomor Sprin/62/I/2022 tanggal 7


Januari 2022 tentang Perintah Melaksanakan Program
Kerja dan Anggaran TA 2022 Bidang Doktrin;

2. Surat Perintah Kasad Nomor Sprin/1729b/X/2022


tanggal 17 Oktober 2022 tentang Perubahan II Perintah
Melaksanakan Penyusunan Doktrin Operasi Militer
Matra Darat “Kartika Yudha” TA 2022;

3. Hasil perumusan kelompok kerja penyusunan Doktrin


Operasi Militer Matra Darat “Kartika Yudha”;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : 1. Doktrin Operasi Militer Matra Darat “Kartika Yudha”


sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan ini
dengan menggunakan kode DO: OPS-01.

2. Doktrin ini berklasifikasi Biasa.

3. Asisten Operasi Kepala Staf Angkatan Darat sebagai


pembina materi doktrin ini.

4. Ketentuan lain yang bertentangan dengan materi doktrin


ini dinyatakan tidak berlaku.

5. Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 Desember 2022
KEPALA STAF ANGKATAN DARAT,

tertanda

Dr. DUDUNG ABDURACHMAN


Distribusi: JENDERAL TNI

A dan B Angkatan Darat


Autentikasi
DIREKTUR AJUDAN JENDERAL TNI AD,
Tembusan:

1. Panglima TNI
2. Kasum TNI
3. Irjen TNI FAISAL AHMADI, S.I.P., M.M., CHRMP.
4. Dirjen Strahan Kemhan RI BRIGADIR JENDERAL TNI
5. Para Asisten Panglima TNI
6. Kapusjarah TNI
3

TENTARA NASIONAL INDONESIA Lampiran Keputusan Kasad


MARKAS BESAR ANGKATAN DARAT Nomo Kep/ 1061 /XII/2022
Tanggal 2 Desember 2022

DOKTRIN OPERASI MILITER MATRA DARAT


“KARTIKA YUDHA”

BAB I
PENDAHULUAN

1. Umum.

a. Pada setiap sejarah peperangan, baik di masa lalu dan masa kini,
dominasi wilayah daratan melalui peperangan darat terbukti menjadi
aspek yang menentukan atas kemenangan dalam perang. Operasi
militer yang dilakukan TNI AD memainkan peran sentral dalam sejarah
perjuangan bangsa Indonesia mempertahankan kedaulatan dan
keutuhan Negara. Tercatat dalam dokumen Pusjarah TNI bahwa
Indonesia telah melaksanakan pertempuran sebanyak 357 kali
sepanjang tahun 1945-2020, yang mana 52%nya dilaksanakan melalui
pertempuran di darat.1 Meski Indonesia adalah negara yang berbentuk
kepulauan, konflik-konflik bersenjata yang dihadapi TNI cenderung
berkarakter peperangan darat.

b. Terdapat tiga variabel pertahanan yang akan mengubah doktrin


pertempuran khususnya pada pelaksanaan operasi militer darat di
masa yang akan datang yakni: Paradigma Ancaman, Kondisi
Lingkungan Strategis dan Teknologi Pertahanan.2 Ketiga variabel
tersebut telah mengubah karakter perang mulai dari peperangan
generasi pertama hingga kelima. Perkembangan teknologi komputer
(kecerdasan buatan), komunikasi (operasi serangan siber dan internet of
things) dan robotika akan mengakibatkan perubahan di masa yang akan
datang dan dapat mengubah pola serta bentuk peperangan darat.

c. Dalam rangka menyiapkan TNI AD untuk menghadapi perubahan


pola dan bentuk peperangan darat, maka disusunlah Doktrin Operasi
Militer Matra Darat “Kartika Yudha” sebagai pedoman bagi TNI AD untuk
menyinkronkan seluruh penyelenggaraan operasi militer matra darat
yang digunakan baik secara simultan, keberlanjutan atau komprehensif.

2. Maksud dan Tujuan.

a. Maksud. Memberikan keyakinan yang terbentuk dari ilmu


pengetahuan dan pengalaman yang dituangkan dalam keinginan
strategis pimpinan untuk merencanakan, menyiapkan, melaksanakan
serta mengevaluasi operasi militer matra darat dari berbagai eskalasi
ancaman.

1 Andi Widjajanto (2022), “Transformasi Perang Darat”, Seminar TNI AD VI Tahun 2022,
Seskoad: Bandung.
2 Ibid.
4

b. Tujuan.

1) Sebagai pedoman dan kerangka kerja bagi unsur Pimpinan


dan Staf pada level operasional dalam mendesain operasi militer
matra darat guna mencapai tujuan strategis politik, militer, dan
kesejahteraan nasional.

2) Menjelaskan penggunaan TNI AD sesuai keterlibatan dan


pembabakannya dalam operasi militer matra darat di masa damai,
masa krisis, masa konflik maupun masa perang.

3) Sebagai panduan dalam menyamakan persepsi dan


pemahaman bagi Matra lain dan unsur nonmiliter terkait pada
proses perencanaan dan Desain operasional militer matra darat.

3. Ruang Lingkup dan Tata Urut.

a. Ruang Lingkup. Pembahasan Doktrin Operasi Militer Matra Darat


“Kartika Yudha” dibatasi pada penjelasan tentang Latar Belakang
Pemikiran Operasi Militer Matra Darat, Seni, dan Desain operasional
Militer, Penggunaan Kekuatan TNI AD, Elemen Daya Tempur TNI AD
serta Komando dan Pengendalian dalam melaksanakan operasi militer
matra darat.

b. Tata Urut. Doktrin Operasi Militer Matra Darat “Kartika Yudha”


ini disusun dengan tata urut sebagai berikut:

1) Bab I Pendahuluan.
2) Bab II Latar Belakang Pemikiran Operasi Militer
Matra Darat.
3) Bab III Seni dan Desain Operasional Militer Matra Darat.
4) Bab IV Penggunaan Kekuatan TNI AD dalam Operasi
Militer Matra Darat.
5) Bab V Elemen Daya Tempur TNI AD.
6) Bab VI Komando dan Pengendalian.
7) Bab VII Penutup.

4. Dasar. Penyusunan doktrin ini menggunakan dasar sebagai berikut:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan


Negara;

c. Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional


Indonesia;

d. Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/555/VI/2018 tanggal 6 Juni


2018 tentang Doktrin TNI Tri Dharma Eka Karma sebagaimana telah di
amandemen dengan Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/555a/VI/2018
tanggal 1 Juli 2019 tentang perubahan I Doktrin Tri Dharma Eka Karma;

e. Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/712/VII/2019 tanggal 10 Juli


2019 tentang Doktrin Operasi Militer Untuk Perang TNI;
5

f. Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/713/VII/2019 tanggal 10 Juli


2019 tentang Doktrin Operasi Militer Selain Perang TNI;

g. Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/1024/XII/2020 tanggal 21


Desember 2020 tentang Doktrin TNI AD Kartika Eka Paksi;

h. Keputusan Kasad Nomor Kep/548/VI/2016 tanggal 27 Juni 2016


tentang Petunjuk Teknis tentang Tulisan Dinas;

i. Keputusan Kasad Nomor Kep/548a/VI/2016 tanggal 15 April 2020


tentang Perubahan I Petunjuk Teknis tentang Tulisan Dinas;

j. Keputusan Kasad Nomor Kep/800/X/2020 tanggal 22 Oktober


2020 tentang Petunjuk Penyelenggaraan Penyusunan dan Penerbitan
Doktrin TNI AD;

k. Keputusan Kasad Nomor Kep/182a/III/2020 tanggal 5 Oktober


2021 tentang Perubahan I Amandemen Petunjuk Teknis tentang Tata
Cara Penyusunan Doktrin TNI AD;

l. Keputusan Kasad Nomor Kep/728/X/2021 tanggal 27 Oktober 2021


tentang Petunjuk Referensi Stratifikasi Doktrin TNI AD; dan

m. Hasil Seminar TNI AD VI tanggal 27 s.d. 28 Juni 2022 di Seskoad


dengan tema “Reaktualisasi Doktrin Operasi Militer Matra Darat dalam
Menghadapi Ancaman Perang Masa Kini dan Masa Depan”.

5. Kedudukan Doktrin Operasi Militer Matra Darat “Kartika Yudha”.


Kedudukan Doktrin Operasi Militer Matra Darat “Kartika Yudha” berada pada
strata operasional di bawah Doktrin TNI AD Kartika Eka Paksi, serta menjadi
rujukan doktrin-doktrin turunannya berdasarkan hierarki doktrin, yang
meliputi Petunjuk Penyelenggaraan, Petunjuk Teknis, dan Petunjuk Referensi.

6. Pengertian. (Lampiran A)

BAB II
LATAR BELAKANG PEMIKIRAN
OPERASI MILITER MATRA DARAT

7. Umum. Operasi Militer Matra Darat adalah rangkaian kegiatan yang


dilakukan oleh satuan TNI di wilayah daratan berikut ruang diatasnya dengan
TNI AD sebagai pengendali pelaksanaan operasi. Latar Belakang Pemikiran
Operasi Militer Matra Darat meliputi Sejarah Operasi Militer, Paradigma
Ancaman dan Konflik, Lingkungan operasional TNI AD, Tingkatan Perang dan
Bentuk Kemampuan Operasi Militer TNI AD.

8. Sejarah Operasi Militer. TNI AD telah melaksanakan berbagai


macam operasi militer, baik yang bersifat tempur maupun nontempur sejak
zaman kemerdekaan hingga sekarang. Pengalaman operasi tersebut menjadi
bahan pembelajaran guna menyusun Doktrin Operasi Militer. Beberapa operasi
militer TNI AD tersebut antara lain Operasi Gabungan, Operasi Perlawanan
6

Wilayah, Operasi Keamanan Dalam Negeri, Operasi Pengamanan Wilayah, dan


Operasi Perbantuan.

a. Sejarah Operasi Gabungan TNI.

1) Operasi Trikora (Tri Komando Rakyat).3 Operasi Militer


Gabungan dari Matra Darat, Laut, dan Udara yang pertama dan
terbesar pernah dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI)
untuk melawan pendudukan Belanda di wilayah Irian Barat (Papua)
adalah Operasi Trikora. Operasi ini dimulai pada bulan Desember
1961 dan berakhir pada bulan Agustus 1962.

Operasi Trikora menggunakan Strategi Komando Mandala


yang terdiri atas 3 tahapan yaitu Tahap Infiltrasi, Tahap
Eksploitasi, dan Tahap Konsolidasi. Tahap Infiltrasi dilakukan
dengan menyusupkan pasukan kecil sejumlah 10 Kompi
melakukan gerilya dan mempersiapkan Pos-Pos terdepan untuk
persiapan pasukan yang lebih besar melalui 3 Jalan Pendekat
(approach line), yaitu: Garis Utara (Jawa-Selat Makassar ke
Manado-Morotai), Garis Tengah (Jawa-Makassar-Ambon) dan Garis
Selatan (Jawa-Nusa Tenggara-Dobo). Tahap Eksploitasi,
mengadakan serangan terbuka terhadap induk pasukan musuh
dan menduduki semua pos-pos pertahanan musuh, juga sasaran
politis dan psikologis. Setelah berhasil menerjunkan pasukan di
Irian Barat, Komando Mandala menyiapkan operasi penyerbuan
secara serentak yang diberi nama “Operasi Gabungan Jayawijaya”.
Operasi Jayawijaya dipersiapkan berlandaskan perhitungan:
tercapainya keunggulan di udara, tercapainya keunggulan di laut;
dan penghancuran peringatan dini musuh, pembersihan ranjau
dan rintangan serta pemboman konsentrasi musuh dari udara dan
laut. Operasi diakhiri Tahap Konsolidasi, yaitu konsolidasi
kekuatan Republik Indonesia di seluruh wilayah Irian Barat setelah
perjuangan berhasil.

Pembelajaran yang dapat diambil: Operasi yang sangat kompleks


ini hanya dapat dilakukan dengan cara melakukan pentahapan
secara sistematis dan terukur dengan memahami kemampuan dan
batas kemampuan dari setiap elemen yang pada saat itu terlibat.

Selain pentahapan yang dilakukan dengan sangat rinci dan


menjelaskan objektif atau sasaran yang harus dicapai dengan jelas,
pembelajaran lain yang bisa diambil dari peristiwa ini adalah
kemampuan dan pentingnya mengorkestrakan setiap unsur yang
dimiliki tidak hanya di Angkatan Darat tapi juga laut dan udara
sehingga menjadi satu kesatuan strategi yang pada saat itu
dinamakan Strategi Komando Mandala.

“Operasi Gabungan Jayawijaya” merupakan suatu operasi


gabungan terbesar yang pernah dipersiapkan oleh Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang salah satu kunci
keberhasilannya adalah dengan kemampuan untuk mendaratkan
pasukan sebesar mungkin untuk mencapai keunggulan.

3 Disjarah TNI AD (1972), “Cuplikan Sejarah Perjuangan TNI AD”, Jakarta, hal. 461-467
7

2) Operasi Seroja.4 Pada 7 Desember 1975, pasukan Indonesia


melakukan pendaratan di Pantai Utara Dili. Operasi Seroja
merupakan salah satu operasi militer dengan melibatkan semua
unsur angkatan bersenjata, mulai dari Angkatan Darat (AD),
Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara (AU). Serangan dimulai
dengan penembakan artileri dari kapal perang terhadap pertahanan
Fretilin di sebelah Timur dan Barat Kota Dili. Setelah itu,
dilanjutkan dengan penerjunan pasukan di pesisir Distrik Farol
pada dini hari. Namun demikian meskipun sejarah mencatat begitu
banyaknya keberhasilan yang dilakukan sepanjang operasi Seroja
dilakukan, operasi penerjunan ini tidak berjalan mulus. Dari hasil
penelitian sejarah salah satu faktor yang menjadi sebab adalah
terbatasnya intelijen yang dapat dikumpulkan terutama tentang
kondisi wilayah, dan terbatasnya koordinasi antarsatuan. Hal ini
sangat wajar terjadi pada era waktu itu dengan terbatasnya sumber
daya dan teknologi yang ada.

Informasi intelijen yang tersedia kurang akurat, contoh,


Sungai Comoro yang dikabarkan penuh buaya nyatanya kering dan
tidak berbahaya. Beberapa peristiwa lain yang dapat diambil
pembelajarannya adalah ketika terjadi kesalahpahaman
antarpetinggi ABRI dalam memaknai operasi militer di Timor Timur.
Pimpinan ABRI menerima informasi bahwa operasi Timor Timur
merupakan operasi intelijen akan tetapi oleh pimpinan
Kementerian Pertahanan dan ABRI lainnya berpendapat bahwa
operasi militer tersebut diartikan sebagai operasi konvensional yang
harus disertai operasi lintas udara. Kampanye militer di Timor
Timur juga dilakukan dengan merebut kota-kota besar dengan
sangat tergesa-gesa tanpa terlebih dahulu mengepungnya dari
pedalaman atau desa-desa. Meskipun demikian sejarah juga
membuktikan banyak terdapat operasi-operasi militer yang
berjalan dengan baik dan berhasil dengan gemilang.

Pembelajaran yang dapat diambil: Operasi Seroja merupakan


operasi yang cukup besar dan panjang dalam sejarah militer di
Indonesia serta banyak keberhasilan-keberhasilan yang diperoleh.
Namun demikian terdapat beberapa pelajaran yang dapat kita
ambil dari beberapa fakta sejarah, yaitu:

a) Pentingnya intelijen. Operasi penerjunan pasukan di


pesisir Distrik Farol pada dini hari dengan sangat gamblang
menceritakan bagaimana kualitas informasi intelijen benar-
benar menentukan sebuah keputusan yang pada akhirnya
berakibat sangat fatal.

b) Komunikasi antarsatuan yang sangat berdampak


kepada koordinasi antarsatuan sehingga dapat mencegah
kesalahan fatal akibat dari ketidakmampuan dalam
berkoordinasi.

c) Kesatuan komando serta instruksi koordinasi yang


baik tidak hanya pada level operasional tapi juga strategis

4 Disjarah TNI AD, (1976), “Operasi Seroja Buku Kesatu, hal. 87


8

sehingga tidak terjadi perbedaan persepsi terhadap operasi


yang akan dilaksanakan.

d) Strategi pada level operasional juga akan menentukan


keberhasilan dari keseluruhan operasi terbukti seperti
bagaimana menguasai pedesaan dulu sebelum perkotaan
atau sebaliknya. Kualitas pertimbangan taktis seperti ini
pada akhirnya juga akan menentukan operasi dalam skala
yang lebih besar.

b. Sejarah Operasi Perlawanan Wilayah.

1) Pertempuran Surabaya 10 November 1945. 5 Pada 10


November 1945 pagi, tentara Inggris melancarkan agresi berskala
besar ke Kota Surabaya. Diawali dengan pengeboman udara serta
Pengeboman meriam dari darat dan laut ke pusat kota dan gedung-
gedung pemerintahan Surabaya, dilanjutkan pengerahan 30.000
prajurit melalui pesawat, tank, dan kapal. Hal tersebut menyulut
berkobarnya Perlawanan rakyat Surabaya di berbagai penjuru.

Tokoh-tokoh agama mengerahkan santri-santri mereka dan


warga sipil sebagai milisi perlawanan sehingga perlawanan pihak
Indonesia berlanjut lama, dari hari ke hari. Perlawanan rakyat yang
pada awal mulanya dilakukan secara spontan dan tidak
terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pihak Inggris dalam
pertempuran ini membutuhkan waktu selama 3 hari untuk
merebut dan menduduki sepenuhnya Surabaya. Setidaknya 6.000-
16.000 pejuang dari pihak Indonesia tewas dan 200.000 rakyat sipil
mengungsi dari Surabaya sedangkan korban dari pasukan Inggris
sebanyak 600-2000 orang.

Pembelajaran yang dapat diambil: Dalam Pertempuran ini dapat


kita petik pelajaran dari sisi kekuatan maupun kelemahan. Pada
pertempuran ini dapat terlihat bahwa kekuatan rakyat yang
bersatu dapat menjadi suatu kekuatan yang dapat dimobilisasi
pada masa perang sedangkan kelemahan yang kita dapat petik
yaitu kerugian personel dalam jumlah besar karena kurangnya
koordinasi dalam perencanaan dan kemampuan yang disiapkan
untuk bertempur.

2) Serangan Umum 1 Maret 1949. 6 Serangan Umum 1 Maret


1949 adalah serangan yang terjadi di wilayah Yogyakarta. Serangan
ini telah dipersiapkan oleh jajaran tertinggi militer di wilayah Divisi
III/GM III dengan mengikutsertakan pimpinan pemerintah sipil
setempat. Operasi Perlawanan Wilayah pada Serangan Umum 1
Maret 1949 menggunakan cara berperang dengan membentuk
basis perlawanan wilayah (Wehrkreise) yang terpadu antara
pemerintah, rakyat, dan tentara. Sistem Wehrkreise
memungkinkan bantuan rakyat yang terpadu dan perlawanan
gerilya.

5 Disjarah TNI AD, (1972), Op Cit, hal. 59-63.


6 Ibid, hal. 195-200.
9

Serangan secara besar besaran dilakukan di seluruh wilayah


Yogyakarta dan sekitarnya. Dalam waktu yang singkat, Tentara
Indonesia bersama rakyat dan pemerintah berhasil memukul
mundur Pasukan Belanda dan merebut sejumlah persenjataan
mereka. Serangan Umum 1 Maret 1949 berhasil menguasai kota
Yogyakarta selama 6 (enam) jam untuk membuktikan eksistensi
TNI kepada dunia dan kedaulatan Negara Republik Indonesia masih
berdiri tegak.

Pembelajaran yang dapat diambil: Sejarah memperlihatkan


bagaimana bangsa Indonesia memenangkan pertempuran dengan
cara melakukan perlawanan wilayah yang terpadu. Hal inilah yang
menjadi landasan sejarah dari doktrin pertempuran Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan Kemanunggalan TNI dan Rakyat.

c. Sejarah Operasi Keamanan Dalam Negeri.

1) Penumpasan Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam


Indonesia (DI/TII).7 Pada tahun 1960, Pemerintah
melaksanakan Operasi Militer yang dinamakan Operasi “Bharata
Yudha” untuk menumpas gerakan pemberontakan DI/TII di Jawa
Barat. Operasi tersebut menggunakan taktik “Pagar Betis” yang
dilakukan oleh TNI bersama dengan rakyat.

Taktik Pagar Betis merupakan taktik yang digunakan untuk


melumpuhkan lawan dengan melibatkan masyarakat agar dapat
mempersempit ruang gerak pemberontak. Operasi Bharata Yudha
akhirnya berhasil mengakhiri pemberontakan DI/TII dan sekaligus
melumpuhkan pemimpin gerakan tersebut yaitu Kartosuwiryo yang
berhasil ditangkap di Gunung Salak Majalaya pada tanggal 4 Juni
1962.

Pembelajaran yang dapat diambil: Operasi ini selain menceritakan


bagaimana kemanunggalan TNI dan Rakyat menjadi kunci sukses
dalam memisahkan pemberontak dengan rakyat juga memberikan
pelajaran tentang efektivitas taktik “Pagar Betis” dalam melakukan
penumpasan atau operasi di dalam negeri.

2) Penumpasan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). 8 Gerakan Aceh


Merdeka merupakan bentuk perlawanan sebagian rakyat Aceh
terhadap pemerintah Indonesia. Gerakan ini bertujuan agar Aceh
terlepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Konflik
ini telah berlangsung sejak tahun 1976-2005. Secara keseluruhan
“wilayah peperangan” melawan GAM itu meliputi: front
pertempuran, diplomatik, dukungan penduduk dan alur logistik.
Semua front ini menuntut adanya taktik dan strategi serta sarana
tempur yang berbeda-beda untuk memenangkannya. GAM
mengembangkan strategi perang gerilya dengan mengandalkan
satuan kecil setingkat Peleton yang beranggotakan kurang dari 30
orang yang bisa menyusup dan mudah berbaur bersama penduduk

7Ibid, hal. 236-242.


8TB.Ronny Rahman Nitibaskara, (2003), “Aceh dan Perlawanan Tiada Henti”, Rastra
Sewakottama Edisi akhir tahun 2003, hal. 15 - 19.
10

sekitar sehingga memilah antara penduduk dan anggota GAM


merupakan suatu pekerjaan yang tidak mudah;

Sulitnya menaklukkan GAM disebabkan oleh beberapa sebab


diantaranya adalah Propaganda mengenai ikatan primordial yang
berupa ethno-religion-localism dan kebanggaan sejarah yang
direkayasa sebagai sumber-sumber nasionalisme Aceh, Diplomasi
dengan berbagai pihak di luar negeri, Strategi dan Taktik Perang
Gerilya yang jitu, Pengembangan sumber-sumber yang dapat
dipergunakan untuk pemenuhan logistik dan Manuver Politik
melalui penyesatan informasi, seperti isu-isu pelanggaran HAM.

Untuk memadamkan pemberontakan GAM ini, TNI menggelar


operasi lawan gerilya dan lawan insurjensi berselaras dengan upaya
pemerintah untuk terus memajukan kesejahteraan masyarakat
Aceh. Adapun operasi militer yang pernah digelar sebagai berikut:
Operasi Nanggala (1977-1982); Operasi Siwah (1982-1999); Operasi
Jaring Merah (1989-1998); Operasi Wibawa (1999); Operasi Sadar
Rencong I-II (2000); Operasi Meunasah I-II (2000-2001); Operasi
Pemulihan Keamanan I-III (2001-2002); dan Operasi Darurat Militer I-II
dilanjutkan Operasi Darurat Sipil/Operasi Terpadu (2002-2004).

Pembelajaran yang dapat diambil: Pada penumpasan GAM, kita


harus berperang untuk melumpuhkan front pertempuran,
diplomatik, dukungan penduduk dan alur logistik tersebut secara
serentak, tidak boleh secara parsial, karena ke semuanya bersifat
satu kesatuan. Apabila terdapat kelemahan pada satu bidang,
maka akan diperkuat kembali oleh bidang lainnya, misalnya dalam
berbagai pertempuran TNI menang, tetapi dalam bidang diplomatik
kita dirugikan, maka hal itu bisa menyeret kita ke jurang kekalahan
perang. Diperlukan diplomasi dan dukungan rakyat untuk
memenangkan peperangan. TNI perlu memformulasikan intensitas
dan struktur kombinasi operasi yang tepat antara operasi intelijen,
operasi tempur dan operasi teritorial sesuai dengan situasi yang
berlaku di daerah operasi sehingga sasaran-sasaran operasi dapat
diraih secara efektif.

d. Sejarah Operasi Pengamanan Wilayah. Operasi Pengamanan


Konflik Horizontal di Ambon.9 Konflik di Maluku merupakan salah satu
tragedi kemanusiaan yang disebabkan oleh Konflik bernuansa SARA
ditunjang adanya kesenjangan ekonomi, karakter asli masyarakat yang
keras, kelompok separatis yang terindikasi ada dan masih eksis di
Ambon, fanatisme agama dan kurangnya sinergitas antarsemua elemen
yang mengakibatkan banyaknya korban jiwa yang berjatuhan.

Keterlibatan TNI dalam penanganan konflik Maluku di mulai sejak


masa awal konflik. Hal tersebut dilakukan setelah pemerintah
menetapkan keadaan Darurat Sipil pada tahun 2000. Kemudian pada
tahun 2003 melalui Keppres No. 27 Tahun 2003 tentang Penghapusan
Keadaan Darurat Sipil di Provinsi Maluku Utara menjadi tertib sipil.
Salah satu alasan substansi pencabutan tersebut adalah bahwa konflik
di Maluku dan Maluku Utara telah selesai yaitu ditandai dengan

9Jerry Indrawan, (2019), “Analisis Konflik Ambon Menggunakan Penahapan Konflik Simon
Fisher”, Universitas Pertahanan, hal. 12-26.
11

penandatanganan perjanjian “Malino II” pada bulan Februari 2002.


Pencabutan kondisi Darurat Sipil pada tahun 2003 tidak serta merta
menghentikan konflik di Maluku dan Maluku Utara. Tercatat beberapa
insiden masih terjadi pasca pencabutan status darurat konflik tersebut.
Demikian juga halnya dengan pengiriman personel TNI ke Maluku dan
Maluku Utara untuk menjamin proses pemulihan dan menjaga
keamanan pasca konflik.

Pembelajaran yang dapat diambil: Dalam penanganan konflik


horizontal, perlu adanya Sistem Senjata Sosial (Sissos) melalui
pendekatan kesejahteraan dan pendekatan keamanan yang seimbang.
Pendekatan yang dilakukan tidak selalu represif dan kekuatan
bersenjata. Pembelajarannya adalah TNI AD juga harus dilengkapi
dengan kemampuan penanganan masalah sosial dengan pendekatan
kesejahteraan dan keamanan. Konsekuensi logisnya adalah TNI AD juga
harus dilibatkan dalam usaha-usaha untuk pembangunan stabilitas
keamanan melalui sosial dan pendekatan kesejahteraan dan hal ini
harus juga dipahami oleh pemerintah dan instansi lainnya.

e. Sejarah Operasi Perbantuan. Operasi Penanggulangan Bencana


Alam. Bencana Erupsi Gunung Sinabung yang terjadi di Kabupaten
10

Karo, Sumatra Utara sepanjang bulan September 2013 hingga Januari


2014 adalah salah satu contoh dari sekian banyak Operasi
Penanggulangan Bencana Alam yang telah dilakukan oleh Prajurit TNI.

Prajurit TNI terlibat langsung membantu relokasi para pengungsi


korban bencana erupsi Gunung Sinabung karena pada saat itu
pemerintah daerah belum mampu mengatasi bencana tersebut dengan
cepat. Atas perintah Presiden RI, TNI melaksanakan Karya Bakti skala
besar bekerja sama dengan Kementerian terkait, BNPB, Pemerintah
Daerah dan BPBD guna dapat segera merelokasi para korban bencana
erupsi Gunung Sinabung. Skala prioritas yang dikerjakan diantaranya
melakukan pengerasan jalan, pembukaan jalan baru serta membangun
rumah di Siosar, Desa Kacinambun, Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten
Karo, Sumatera Utara (Sumut), tempat ibadah, sekolah, dan lahan
pertanian untuk aktivitas kehidupan sehari-hari. Dalam kegiatan ini TNI
mengerahkan beberapa satuan di jajaran Kodam I/Bukit Barisan antara
lain Korem 023/KS, Zidam I/BB, Yonzipur 1/DD, Yonarmed 2/105, Yonif
100/Raider, Yonarhanudse 11/BS, Yonkav 6/Serbu, Yonif 121/MK, Yonif
122/TS, Yonif 125/SMB dan Kodim 0205/TK serta sejumlah peralatan
konstruksi. Prajurit TNI juga melakukan kegiatan nonfisik antara lain
sosialisasi kepada masyarakat, doa bersama dengan masyarakat dekat
sasaran, pengarahan, dan pembekalan kepada calon penghuni dan
penyuluhan pertanian.

Pembelajaran yang dapat diambil: Dalam berbagai operasi atau kegiatan


penanggulangan bencana, Satuan-satuan TNI AD senantiasa menjadi
First Responder. Struktur gelar dan kesiapan Operasi satuan-satuan TNI
AD menjadikannya memiliki sifat responsif, cepat dikerahkan untuk
turun segera ke lapangan dan segera bertindak memberikan pertolongan
awal dan esensial kepada masyarakat yang terdampak bencana.

10Mayor Jenderal TNI Agung Risdhianto, M.D.A, (2014), “Perwujudan Sinergitas Peran TNI AD
dalam Penanggulangan Akibat Bencana Alam di Daerah”,Seskoad, hal. 20-21.
12

Ditunjang dengan doktrin 8 Wajib TNI yang melekat pada diri prajurit
yang mendorong satuan-satuan TNI AD berani mengambil tanggung
jawab untuk melaksanakan kegiatan menolong dan membantu korban
terdampak bencana.

Di sisi lain, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang


berlaku, untuk instansi yang bertanggung jawab/leading sector
penanggulangan bencana adalah BNPB/BPBD. Peran TNI AD hanya
untuk mendukung BNPB/BPBD dalam penanggulangan bencana
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004
tentang TNI, yaitu tugas membantu menanggulangi akibat bencana alam,
pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan. Pada kenyataannya,
peran TNI AD menjadi sangat krusial dalam setiap tahap penanggulangan
bencana mulai dari sebelum terjadi bencana sampai dengan tahap paska
bencana. Operasional TNI AD untuk mengambil langkah tindakan
penanggulangan bencana secara mandiri selama ini tidak ada
anggarannya, demikian juga materiel yang dimiliki masih sangat terbatas.
Melihat kondisi tersebut, seharusnya TNI AD bisa mengalokasikan
anggaran dan memenuhi kebutuhan perlengkapan untuk melaksanakan
tugas yang selama ini telah dilaksanakan.

9. Paradigma Ancaman dan Konflik.

a. Evolusi Ancaman. Ada dua paradigma dalam teori hubungan


sosial politik antarnegara yang melahirkan pendekatan dalam
pembentukan postur militer negara dalam menghadapi ancaman, yakni
paradigma negara eksterjajah (ekskoloni) dan paradigma negara
ekspenjajah (ekskolonialis).

Paradigma pertama adalah paradigma negara eksterjajah


(ekskoloni). Paradigma ini berpandangan bahwa militer lahir dari
kekuatan melawan penjajah sehingga cenderung menjadi “tentara
rumahan” (home defense army), yang mana dalam pengembangan doktrin
dan pembangunan postur pertahanan berorientasi internal dalam rangka
menciptakan tertib sosial. Indonesia dan negara-negara di Asia Tenggara
menganut paradigma ini sehingga menganggap potensi ancaman invasi
militer dari negara tetangga relatif kecil.

Paradigma kedua adalah paradigma negara ekspenjajah


(ekskolonialis). Paradigma ini berpandangan bahwa pasca perang dunia
kedua berlalu, kolonialisme telah berubah menjadi kapitalisme yang
mana doktrin melindungi dan mempertahankan wilayah jajahan berubah
menjadi melindungi dan mengamankan kepentingan negara di luar
negeri. Tujuan akhir mereka adalah penguasaan sumber daya alam dan
ekonomi. Paradigma ini dipakai oleh sebagian besar negara-negara
kontinental (Eropa) serta Amerika Serikat yang saat ini merupakan negara
dengan dominasi sangat besar di dunia dibantu dengan negara-negara
sekutunya. Demikian pula halnya dengan Cina sebagai the rising star
yang mempunyai potensi sangat besar sebagai hegemoni selanjutnya.

Paradigma kedua melahirkan ancaman modern, hal ini bisa dilihat


dari cara negara dengan paradigma kedua mencapai tujuan akhir (end
state) mereka. Penggunaan instrumen militer dalam menguasai wilayah
merupakan cara terakhir yang lebih bersifat mengonsolidasikan
13

keunggulan apabila upaya cipta kondisi dan jebakan Neo Kapitalisme


gagal. Kondisi ini berimplikasi pada bergesernya paradigma ancaman
yang menjadi cikal bakal lahirnya ancaman-ancaman modern yang
dirasakan saat ini. Pelaku Ancaman berubah dari aktor negara menjadi
aktor nonnegara, Pola Ancaman berubah dari langsung menjadi tidak
langsung “proxy” dan Bentuk Ancaman berubah dari ancaman militer
dan nonmiliter menjadi hibrida. Ancaman dari aktor nonnegara, proxy,
dan hibrida merupakan ancaman yang paling mungkin dihadapi oleh
militer saat ini dan ke depan.

Terdapat perbedaan pandangan dalam menghadapi ancaman,


dimana negara hegemonis menggunakan paradigma kedua dengan
instrumen “MIDFIELD” (Military, Informational, Diplomatic, Financial,
Intelligence, Economic, Law, and Development) dalam memandang suatu
negara, yang terfokus pada ekonomi sebagai tujuan akhir kepentingan
nasionalnya. Sedangkan Indonesia, menggunakan paradigma pertama
dengan instrumen Astagatra (Geografi, Demografi, Kekayaan SDA,
Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya, Pertahanan, dan Keamanan)
dalam memandang diri sendiri, yang terfokus pada faktor Geografi
sebagai Center of Gravity (CoG) nya dan Hankam sebagai instrumen
utamanya.

b. Spektrum Konflik. Spektrum konflik merupakan situasi dan


kondisi lingkungan dimana militer mengambil peran dan menjadi dasar
bagi militer untuk beroperasi. Elemen untuk mengidentifikasi spektrum
konflik antara lain dinamika lingkungan strategis, perkembangan
teknologi informasi dan karakter konflik.

Pasca perang dingin, Amerika Serikat, Rusia, dan Cina terus


berkompetisi untuk merebut pengaruh negara lain melalui cara-cara
yang berbeda. Dalam beberapa tahun terakhir, rivalitas Amerika Serikat
dan Cina semakin meningkat. Ketegangan yang terjadi di wilayah Indo
Pasifik, khususnya Laut Cina Selatan, menjadi potensi konflik regional.
Sama halnya dengan Perang Rusia-Ukraina juga berdampak global dan
regional. Di level nasional, konflik yang dihadapi bersifat
multidimensional, mencakup aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial
budaya, pertahanan, dan keamanan.

Di sisi lain, kehadiran Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK),


berkembangnya Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0 berdampak pada
aspek militer baik doktrin, taktik, dan teknik bertempur serta cara
berperang. Medan operasi saat ini telah berkembang ke dalam berbagai
domain dan dimensi sehingga memperluas spektrum konflik. Domain
Peperangan sebelumnya hanya mencakup operasi di darat, laut, udara,
dan ruang angkasa kini bertambah dengan domain siber. Domain siber
memiliki pengaruh terhadap perubahan dimensi peperangan, yang
sebelumnya hanya berada di dimensi fisik, saat ini bertambah dimensi
virtual dan kognitif. Dimensi fisik dan virtual mempengaruhi dimensi
kognitif dan sebaliknya dimensi kognitif akan berdampak pada perilaku
dimensi fisik maupun virtual.
14

Perkembangan teknologi informasi memiliki pengaruh yang


signifikan pada pelaksanaan perang siber (cyber warfare). Perang Siber
tidak hanya menyerang infrastruktur secara fisik, namun juga dimensi
virtual dan kognitif. Musuh/Lawan melakukan manipulasi sosial, polusi
informasi, memperkuat narasi dengan ekspresi berlebihan untuk
menyerang kerawanan kognitif. Konflik yang mengeksploitasi keunggulan
informasi ini menjadi suatu senjata yang sangat berbahaya dengan cara
mempengaruhi keyakinan, sikap, dan perilaku masyarakat yang
mengakibatkan konflik sosial, politik, dan ekonomi yang pada akhirnya
mengancam keamanan negara.

Pada tataran strategis, konflik masa kini menggunakan berbagai


sarana dan prasarana di setiap domain dan dimensi untuk melemahkan
kekuatan musuh/lawan, sebelum menggunakan kekuatan militer.
Dengan kata lain, kekuatan militer merupakan sarana terakhir untuk
melumpuhkan musuh/lawan apabila cara-cara nonkonvensional dengan
media ekonomi, politik, informasi, maupun manipulasi aktor non negara
tidak mampu melumpuhkan musuh.

Sebelum terjadi konflik secara terbuka akan didahului dengan


Tahap Cipta Kondisi yang dilakukan oleh musuh/lawan melalui
destabilisasi politik, kampanye disinformasi, serangan siber, peperangan
elektronik, sabotase, kerusuhan yang dimanipulasi, gangguan ekonomi
dan energi atau lebih dikenal dengan istilah Liminal Warfare.

Pada saat kondisi antara masa damai dan perang (Gray Zone),
agresor melakukan serangkaian tindakan agresif tetapi dengan tempo
yang tenang, agar tidak menimbulkan kecurigaan dan kekhawatiran
regional, baik aktivitas yang bersifat spesifik, maupun keseluruhan
strategi. Aktor negara juga memanfaatkan tenaga pengganti baik itu
manusia ataupun teknologi untuk berperang. Strategi ini dikenal dengan
istilah Perang Pengganti (Surrogate Warfare). Tenaga Pengganti
diantaranya organisasi teroris, insurjensi, tentara bayaran (mercenaries),
unsur keamanan, dan private military.

Pada tataran operasional, musuh/lawan menggunakan kekuatan


militer dengan cara singkat ataupun berlarut. Militer mengeksploitasi
keunggulan dan kemampuannya di berbagai domain dan
mengintegrasikan keseluruhan dimensi baik fisik, virtual dan kognitif di
medan darat, laut, udara, siber dan ruang angkasa (multi-domain).
Militer memanfaatkan kecerdasan buatan, perang elektronika, serangan
siber, keunggulan manuver satelit, drone, sistem robotika dan
nanoteknologi yang diintegrasikan dengan manuver darat serta
dikombinasikan dengan propaganda untuk mempengaruhi psikologis
lawan, sekaligus komunitas internasional.

Dari dinamika lingkungan strategis, perkembangan teknologi


informasi dan karakter konflik ini, dapat dilihat bahwa spektrum konflik
semakin meluas, bersifat multi domain dan multi dimensi. Kondisi ini
menuntut militer matra darat tidak lagi terlibat hanya pada saat
konflik/perang terjadi, namun memerlukan kontinuitas operasi militer
mulai dari masa damai, masa krisis, masa konflik hingga masa perang
dengan peran pelibatan militer pada pemberdayaan sistem pertahanan,
15

pengamanan dan Keterpaduan dalam penangkalan, penanggulangan


krisis dan kontijensi terbatas hingga kampanye militer.

GAMBAR 1
SPEKTRUM KONFLIK

Doktrin ini menggunakan empat terminologi masa yang terkait


dengan spektrum konflik yaitu masa damai, masa krisis, masa konflik
hingga masa perang. Masa damai adalah jangka waktu dengan kondisi
ketiadaan perang, konflik maupun krisis. Masa krisis adalah jangka
waktu dengan kondisi genting, suram atau berbahaya di bidang
Ipoleksosbudhankam. Contoh kondisi genting adalah ketika terjadi
bencana alam dan bencana nonalam seperti pandemi Covid 19, dll;
kondisi suram contohnya ketika terjadi bencana kelaparan di suatu
daerah, dll; kondisi berbahaya contohnya ketika terjadi kecelakaan
pesawat udara, kapal, pabrik senjata, dll. Masa konflik adalah jangka
waktu dengan kondisi percekcokan, perselisihan atau pertentangan
antara kedua pihak atau lebih baik secara vertikal dan horizontal di
suatu daerah maupun konflik antar negara, contohnya konflik horizontal
di Maluku (1999-2002), konflik vertikal di Aceh (1976-2005) dan Konflik
antar Negara Indonesia - Malaysia di Blok Ambalat (2005-2007). Masa
perang adalah jangka waktu dengan kondisi permusuhan antar kedua
negara atau lebih yang ditandai dengan adanya pernyataan perang atau
serbuan (invasi) militer dari salah satu negara ke negara lain, contoh
Perang Irak (2003-2010) antara Negara Irak melawan Negara Koalisi
Multinasional di bawah pimpinan Amerika Serikat.

10. Lingkungan Operasional TNI AD. Lingkungan Operasional TNI AD


memberikan pemahaman doktrinal tentang bagaimana TNI AD melakukan
pembinaan dan penggunaan kekuatan sesuai tugas dan fungsinya dalam
menghadapi kemungkinan perubahan lingkungan operasi dari lini masa damai
hingga terjadinya situasi krisis, konflik maupun perang melalui pendekatan
lingkungan operasional tempur dan nontempur.

Lingkungan Operasional TNI AD dipengaruhi oleh kondisi yang dihadapi


serta musuh/lawan sesuai dengan spektrum konflik yang terjadi. Terdapat 4
kondisi yang akan dihadapi oleh TNI AD untuk mengubah masa krisis, konflik
dan perang menuju masa damai.
16

GAMBAR 2
DIAGRAM HUBUNGAN
PENDEKATAN LINGKUNGAN OPERASIONAL TNI AD

Irisan warna hijau memiliki arti bahwa kondisi dalam masa transisi dari
masa damai ke tahapan masa selanjutnya, penggunaan kekuatan TNI AD bisa
condong ke masa damai atau sebaliknya.

Arah panah berwarna oranye menjelaskan tentang jalur pelibatan


kekuatan TNI AD pada masa transisi untuk melaksanakan tugas TNI sebagai
‘penangkal’. Sedangkan sebaliknya, arah panah berwarna merah menjelaskan
tentang jalur pelibatan kekuatan TNI AD pada masa transisi untuk
melaksanakan tugas TNI sebagai ‘pemulih’.

Lingkungan Operasional Kondisi Pertama adalah ancaman aktual


menghadapi disintegrasi, perpecahan bangsa dan ketegangan antar negara.
Konflik yang dihadapi adalah konflik internal (Intra-state conflict) seperti:
vertikal dan horizontal dan konflik antar Negara (inter-state conflict).

Lingkungan Operasional Kondisi Kedua adalah ancaman potensial


agresi berupa usaha pendudukan wilayah dari negara asing dengan
perbandingan relatif kita lebih kuat dari negara agresor atau seimbang (relatif
sama kuat). Pada kondisi ini terjadi ancaman terhadap kedaulatan bangsa.
Contoh penindakannya adalah trouble spot yang terjadi di wilayah teritorial
NKRI.
Lingkungan Operasional Kondisi Ketiga adalah ancaman potensial
agresi negara asing dengan perbandingan relatif musuh lebih kuat dari kita.
Pada kondisi lingkungan operasi di mana kekuatan TNI AD lebih inferior
dibandingkan kekuatan lawan maka operasi matra darat yang dilakukan di
desain menggunakan gerilya modern.

Lingkungan Operasional Kondisi Keempat adalah ancaman nontempur


terjadinya krisis alam dan nonalam. Kondisi ini aktual dihadapi TNI AD,
terutama oleh satuan-satuan pada strata taktis seperti satuan setingkat Kodim
dan Batalyon.
17

Ancaman juga dapat dilihat dari eksistensinya dalam mengancam


pertahanan negara. Ancaman tersebut dapat berupa ancaman yang bersifat
faktual yaitu ancaman hibrida sebagaimana yang sudah terjadi dan
berkembang, cenderung terus berlanjut dalam beberapa tahun ke depan, baik
yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri, dengan implikasi
kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan segenap bangsa.
Ancaman tersebut antara lain: klaim wilayah NKRI oleh pihak asing;
pelanggaran wilayah perbatasan; intervensi asing; separatisme; pemberontakan
bersenjata; perompakan; pembajakan dan penyanderaan Warga Negara
Indonesia; terorisme dan radikalisme; serangan siber; ancaman intelijen atau
spionase; ancaman perang psikologis; bencana alam dan lingkungan; pencurian
kekayaan alam; wabah penyakit, peredaran dan penyalahgunaan narkoba;
konflik SARA serta dampak negatif dari Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0;
ataupun krisis ekonomi. Contohnya Lingkungan operasional Kondisi Pertama
dan Keempat.

Selanjutnya ancaman yang bersifat potensial merupakan ancaman yang


belum terjadi, namun sewaktu-waktu dapat terjadi dan dalam situasi tertentu
menjadi ancaman faktual. Ancaman tersebut berupa perang konvensional atau
konflik terbuka (invasi asing) yang dilakukan oleh aktor negara ataupun aktor
nonnegara. Contohnya lingkungan operasional Kondisi Kedua dan Ketiga.

Kegunaan, dengan dipahaminya lingkungan operasional TNI AD, maka


kapabilitas penggunaan kekuatan ini akan menjadi pertimbangan pihak
eksternal Angkatan Darat ketika memberikan panduan bagi perumusan/
perancangan strategi militer maupun strategi pembangunan kekuatan militer.

Selain itu, penggambaran lingkungan operasional dapat menjadi referensi


dan panduan bagi TNI AD dalam melakukan komunikasi strategis dengan
P/I/K/L untuk menyusun kerangka kerja sama yang setara (Keterpaduan)
melalui pelibatan kekuatan TNI AD (pemberdayaan, keterpaduan, pengamanan
dan perlawanan) pada masa damai maupun masa transisi (pada tahap
penangkalan atau penindakan) dalam rangka menyiapkan sistem pertahanan
keamanan rakyat semesta maupun sebagai mitra pembangunan.

Pemahaman tentang lingkungan operasional akan berdampak pada


penyusunan doktrin, pendidikan, latihan, postur, dan gelar kekuatan TNI AD.
Dengan adanya perumusan lingkungan operasional ini maka penyusunan
doktrin, pendidikan, dan latihan TNI AD tidak lagi didominasi pada pendekatan
lingkungan operasional kedua yaitu musuh lebih inferior dari kita atau
kekuatan berimbang.

11. Tingkatan Perang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),


perang adalah permusuhan antara dua negara dan/atau pertempuran besar
bersenjata antara dua pasukan. Tingkatan perang adalah perspektif doktrinal
yang memperjelas hubungan antara tujuan strategis hingga tindakan taktis
yang saling terkait dan tergantung satu sama lain. Tingkatan perang dibagi
menjadi tiga bagian besar yakni strata strategis, operasional dan taktis.
Pemahaman terhadap strata perang akan membantu Panglima/Komandan
dalam memvisualisasikan alur operasi secara logis, mengalokasikan sumber
daya pertahanan yang dimiliki dan menetapkan tugas pokok dalam setiap
operasi yang ditentukan.
18

Kegiatan/tindakan dalam setiap strata berhubungan dengan cara


bertindak yang diambil berdasarkan efek atau kontribusinya untuk mencapai
tujuan strategis, operasional, atau taktis. Kegiatan ini tidak terkait dengan
tingkat perintah, ukuran satuan, jenis peralatan, kekuatan atau jenis
komponen tertentu.

Keseragaman pemikiran sangat diperlukan bagi seluruh unsur


Panglima/Komandan beserta Staf di seluruh strata dalam perencanaan dan
pelaksanaan operasi militer matra darat. Tingkatan perang pada setiap strata
divisualisasikan melalui tujuh terminologi militer yaitu: kebijakan nasional
(national policy), strategi mandala (theater strategy), kampanye militer (military
campaign), operasi besar (major operation), operasi pertempuran (battles), operasi
taktis (tactical operations) dan kontak/kontak tempur (engagement). Visualisasi
tersebut bisa dilihat pada gambar 3 di bawah ini.

GAMBAR 3
TINGKATAN PERANG

Strata Strategis Perang adalah tingkat di mana pimpinan negara


(Presiden) dibantu eselon dibawahnya menentukan tujuan strategis politik,
militer dan kesejahteraan rakyat disertai panduan keamanan nasional dengan
mengembangkan dan menggunakan sumber daya nasional dalam bentuk
kebijakan nasional. Strategi adalah seni dan ilmu untuk mengembangkan dan
menggunakan kekuatan militer dan instrumen kekuatan nasional lainnya
dengan cara yang sinkron untuk mencapai tujuan nasional melalui tiga elemen
strategi: tujuan akhir (ends), cara (ways), dan sarana (means). Kementerian
Pertahanan dan eselon tertinggi militer menerjemahkan kebijakan ke dalam
tujuan strategis militer nasional. Tujuan strategis nasional ini (politik, militer,
dan kesejahteraan rakyat) memfasilitasi perencanaan Strategi Mandala yang
menjadi dasar bagi semua operasi yang dilaksanakan.

Perlu menjadi catatan bagi Panglima/Komandan militer bahwa tidak


semua operasi militer yang pernah dilakukan di Indonesia memiliki tujuan
strategis nasional yang bisa didefinisikan dengan jelas dan dirumuskan pada
strata operasional. Penetapan tujuan strategis nasional ini bisa juga diberikan
masukan dari level operasional agar pemangku kebijakan di level strategis dapat
menetapkan tujuan strategis nasional di bidang politik, militer, dan
kesejahteraan sosial. Komunikasi strategis harus dilakukan oleh Pimpinan
19

militer ke pemangku kebijakan di level strategis agar tujuan nasional strategis


bisa didefinisikan secara jelas (tidak ambigu) sehingga permasalahan nasional
yang terjadi bisa diselesaikan dengan menggunakan sumber daya pertahanan
secara tepat, efektif, dan efisien.

Perkembangan teknologi telah menciptakan situasi VUCA,11 yaitu


kerentanan (Volatility), ketidakpastian (Uncertainty), kerumitan (Complexity) dan
ambigu atau bermakna ganda (Ambiguity) yang mempengaruhi sikap
kepemimpinan nasional setiap negara di dunia dalam menetapkan tujuan
strategis negaranya. Tidak jelasnya tujuan strategis nasional dalam sebuah
operasi militer, memiliki imbas pada tidak tepatnya penetapan tujuan akhir
operasional (End State). Kesalahan menentukan tujuan akhir operasional,
membuat suatu Desain operasional terjebak dalam lingkaran kegiatan yang
berulang dikarenakan tujuan strategis nasional tidak tercapai. Jika tujuan
strategis nasional tidak tercapai maka akan membuat pelaksanaan operasi
militer berjalan dalam waktu yang sangat lama dan menghabiskan sumber daya
pertahanan yang dimiliki. Hal ini dapat mengakibatkan kegagalan/kekalahan
negara dalam peperangan walaupun faktanya militer menang dalam setiap
pertempuran.

Contoh: pelaksanaan operasi multinasional di Irak, ada dua macam


operasi yang bisa menjadi lessons learned keberhasilan dan kegagalan operasi
akibat penetapan tujuan strategis nasional yang jelas maupun ambigu, yakni
operasi Iraqi Freedom 2003-2010 dan operasi New Dawn 2010-2011. Dalam
pelaksanaan operasi Iraqi Freedom, ada tujuan strategis politik yang jelas yakni
jatuhnya pemerintahan Saddam Husein (Presiden Irak) dan tujuan strategis
militer pendudukan Baghdad (ibu kota Irak) oleh militer, sehingga operasi bisa
dilaksanakan dalam waktu singkat dan sesuai rencana operasi. Pada saat
peralihan fase ke 3 (penggulingan pemerintahan Saddam Husein) menuju fase
ke-4 (stabilisasi pemerintahan baru), operasi Iraqi Freedom gagal dalam
mendefinisikan tujuan akhir politik dan militer secara jelas (tujuan strategis
nasional yang ambigu) karena kompleksnya situasi Irak pada saat itu berbeda
dengan perencanaan awal. Hal ini membuat operasi yang dilakukan berjalan
dalam waktu yang sangat lama dan menghabiskan sumber daya pertahanan
yang dimiliki Amerika Serikat beserta sekutunya. Akhirnya mereka menyadari
kesalahan tersebut dan pada tahun 2010 operasi lanjutan dilaksanakan (New
Dawn), dan pada tahun 2011, seluruh pasukan Amerika Serikat beserta
sekutunya ditarik dari Irak dikarenakan tekanan politik dalam negeri.12

Contoh serupa adalah keterlibatan Amerika Serikat dan sekutunya pada


perang Afghanistan (2001-2021) yang berakhir dengan kemenangan Taliban
dan ditariknya pasukan multinasional pada tahun 2021. 13 Hal ini
menggambarkan kekalahan perang bisa terjadi pada pasukan yang selalu
menang dalam pertempuran, namun tidak memenangkan peperangan.

11 George, B., (2017), “VUCA 2.0: A Strategy for Steady Leadership in an Unsteady World”, Forbes
Magazine, edisi 17 February 2017.
12 Anthony H. Cordesman, (2020), “America’s Failed Strategy in the Middle East: Losing Iraq and

the Gulf”, CSIS, https://www.csis.org/analysis/americas-failed-strategy-middle-east-losing-


iraq-and-gulf
13 Anthony H. Cordesman, (2021), “Learning from the war: “who lost Afghanistan? Versus learning

“Why We Lost”, CSIS, https://www.csis.org/analysis/learning-war-who-lost-afghanistan-


versus-learning-why-we-lost
20

Tujuan strategis kesejahteraan nasional/rakyat merupakan terminologi


baru dan dimasukkan dalam doktrin dengan latar belakang pemikiran logis
tentang kesemestaan. Pembangunan postur pertahanan dengan asas
kesemestaan harus tetap memperhatikan efek atau dampak maupun
kontribusinya bagi rakyat. Doktrin negara hegemonis hanya memperhatikan
aspek militer dan politik dalam pelaksanaan operasi militer, sedangkan
Indonesia harus memperhatikan efek/dampak dan kontribusinya pelaksanaan
operasi militer bagi rakyat. Berdasarkan sejarah, operasi militer yang dilakukan
TNI, hampir seluruhnya berada di dalam negeri dalam rangka mempertahankan
kedaulatan negara dan keutuhan wilayah.

Secara filosofi, pelibatan TNI dalam operasi militer merupakan


perwujudan untuk mencapai tujuan nasional yang pertama yaitu melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Namun
demikian, tujuan nasional Indonesia yang kedua, memajukan kesejahteraan
umum tidak boleh dilupakan, karena asas kesemestaan menyatakan bahwa
rakyat berjuang bersama-sama TNI dalam mempertahankan kedaulatan dan
keutuhan negara. Perwujudan dari keinginan politik adalah dengan
ditetapkannya tujuan strategis kesejahteraan nasional/rakyat sebagai salah
satu dasar pelaksanaan setiap operasi militer matra darat di tanah air.
Pendekatan kesejahteraan nasional digunakan untuk lingkup nasional
(cakupan yang lebih luas), sedangkan di lingkup daerah (cakupan terbatas)
pelaksanaan operasi militer matra darat strata operasional dan taktis juga
diorientasikan untuk membantu kesulitan rakyat maupun meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.

Strata Operasional Perang adalah tingkat kampanye militer dan operasi


besar yang dilakukan untuk mencapai tujuan strategis politik, militer dan
kesejahteraan rakyat dalam suatu mandala operasi atau daerah operasi. Fokus
strata ini adalah implementasi penggunaan kekuatan militer dengan sumber
daya pertahanan secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan strategis
serta menciptakan keterkaitan antar strata mulai dari strategi mandala,
kampanye militer, operasi besar, operasi pertempuran hingga operasi taktis.

Kampanye Militer adalah serangkaian operasi besar yang bertujuan untuk


mencapai tujuan strategis politik, militer dan kesejahteraan rakyat hingga
tujuan akhir operasional (end state) dalam ruang dan waktu tertentu. Operasi
Besar adalah suatu desain dari serangkaian tindakan taktis (operasi
pertempuran, operasi taktis, kontak) yang dilakukan oleh berbagai satuan,
terkoordinasi dalam waktu dan tempat, untuk mencapai tujuan akhir
operasional, dan bisa juga untuk mencapai tujuan strategis di strata
operasional perang. Cara Bertindak ini bisa dilakukan secara simultan,
komprehensif atau keberlanjutan sesuai Desain operasional yang dibuat dan
dikendalikan oleh seorang Panglima/Komandan.

Contoh: Strategi Komando Mandala saat perjuangan bersenjata


membebaskan Irian Barat, merupakan implementasi dari kebijakan politik
negara 1962 yang dinamakan Tri Komando Rakyat (Trikora). Strategi Komando
Mandala terdiri dari tiga fase kampanye militer dalam rangka infiltrasi (Operasi
Jayawijaya), eksploitasi (Operasi Semberani) dan konsolidasi (Operasi Jatayu).
Fase infiltrasi didesain dengan lima operasi besar dengan nama Operasi
Banteng di Kaimana, Operasi Garuda di Kaimana, Operasi Serigala di
Taminabuan, Operasi Naga di Merauke dan Operasi Lumba-lumba di Kota Baru.
Kelima operasi di atas berjalan secara berkelanjutan.
21

Strata Taktis Perang adalah penggunaan satuan dalam operasi


pertempuran, operasi taktis dan kontak tempur. Strata taktis ini mengatur
susunan tugas dan manuver satuan yang berkaitan satu sama lain, aspek
medan dan musuh serta menerjemahkan elemen daya tempur menjadi
kekuatan tempur yang akan memenangkan operasi pertempuran, operasi taktis
dan kontak tempur.

Operasi Pertempuran terdiri dari berbagai operasi taktis yang terlibat dan
terkait satu sama lain, berlangsung lebih lama dan melibatkan kekuatan yang
lebih besar dari satuan yang terlibat operasi taktis. Operasi pertempuran dapat
mempengaruhi jalannya kampanye militer atau operasi besar.

Operasi Taktis adalah salah satu operasi skala kecil antarkekuatan


manuver yang berlawanan, biasanya dilakukan di tingkat Brigade dan di
bawahnya.

Kontak Tempur merupakan konflik skala kecil dalam waktu singkat:


menit, jam atau hari. Taktik juga merupakan dimensi pertempuran jarak dekat,
pada posisi pasukan kawan berada dalam kontak langsung dan menggunakan
tembakan langsung maupun tidak langsung untuk dapat mengalahkan atau
menghancurkan pasukan musuh, serta merebut atau mempertahankan
wilayah.

Contoh: Operasi Naga yang merupakan operasi besar rangkaian dari


kampanye militer Operasi Jayawijaya, terdiri dari beberapa operasi
pertempuran yang dijalankan secara berkelanjutan dan simultan, salah
satunya adalah Operasi Lintas Udara (Operasi Jatayu). Dalam Operasi Jatayu,
ada beberapa operasi taktis yang dilakukan kelompok-kelompok kecil dalam
rangka infiltrasi sesuai sasaran masing-masing seperti kelompok Elang di
Sorong, Kelompok Gagak di Kaimana, Kelompok Alap-alap di Kota Baru. Pada
saat kelompok kecil ini berjumpa dengan musuh dan terjadi pertempuran dalam
waktu singkat, inilah yang dinamakan kontak tempur.

12. Bentuk Kemampuan Operasi Militer TNI AD. Merupakan


pengelompokan operasi berdasarkan kemampuan yang dimiliki oleh Satuan TNI
AD dalam melaksanakan tugas operasi. Bentuk kemampuan ini merupakan
operasi-operasi di strata taktis yang akan didesain pada strata operasional
untuk mencapai tujuan akhir operasi; terdiri dari operasi intelijen, tempur,
teritorial, khusus, dukungan, gerilya dan siber.

a. Operasi Intelijen. Operasi Intelijen merupakan bentuk operasi


darat yang dilaksanakan oleh unsur-unsur intelijen dengan
melaksanakan segala usaha, kegiatan dan tindakan yang terencana dan
terarah baik secara terbuka maupun tertutup, memiliki ruang dan waktu
yang ditetapkan atas perintah dari atasan yang berwenang dengan tujuan
untuk mengumpulkan/mendapatkan bahan keterangan, menciptakan
suatu kondisi yang dibutuhkan/dikehendaki untuk mencapai sasaran
dan melakukan usaha/kegiatan untuk melawan dan menggagalkan
penyelenggaraan operasi intelijen musuh, meliputi penyelidikan,
pengamanan, dan penggalangan yang dilaksanakan oleh satuan intelijen
TNI AD.

b. Operasi Tempur. Operasi Tempur merupakan bentuk operasi darat


yang dilaksanakan oleh unsur-unsur pertempuran dengan melaksanakan
22

segala usaha, kegiatan, dan tindakan yang terencana dan terarah serta
menitikberatkan penggunaan sistem senjata teknologi untuk
mengalahkan musuh. Operasi Tempur meliputi Operasi Serangan,
Operasi Pertahanan, Operasi Pemindahan Ke Belakang, Operasi
Pergantian, Operasi Dalam Kondisi Khusus, Operasi Dengan Pengaruh
Nubika, Operasi Pernika, Operasi Mobud, Operasi Lawan Gerilya, dan
Operasi Tempur lainnya.

c. Operasi Teritorial. Operasi Teritorial merupakan bentuk operasi


darat yang dilaksanakan oleh unsur-unsur teritorial dengan
melaksanakan segala usaha, kegiatan, dan tindakan yang terencana dan
terarah oleh Satuan Komando Kewilayahan sebagai unsur utama, dengan
dibatasi oleh ruang, waktu, dan dukungan untuk mewujudkan
Kemanunggalan TNI dan Rakyat dalam rangka merebut hati dan pikiran
rakyat dengan cara membina potensi pertahanan di masa damai menjadi
kekuatan pertahanan agar pemberdayaan bisa digunakan/dimobilisasi
untuk kepentingan militer/pertahanan ketika terjadi krisis atau perang.
Operasi Teritorial meliputi Operasi Manunggal Bhakti Berdaulat, Operasi
Manunggal Bhakti Waskita dan Operasi Manunggal Bhakti
Pembangunan.

d. Operasi Khusus. Operasi Khusus merupakan bentuk operasi darat


yang dilaksanakan oleh pasukan khusus TNI AD dengan melaksanakan
segala usaha, kegiatan, dan tindakan yang terencana dan terarah
terhadap sasaran yang bernilai strategis dan terpilih dalam rangka
melaksanakan Operasi Khusus sesuai perkembangan situasi yang
dihadapi.

e. Operasi Dukungan. Operasi Dukungan merupakan bentuk operasi


darat yang dilaksanakan dengan segala usaha, kegiatan, dan tindakan
yang terencana dan terarah serta tidak berdiri sendiri yang bertujuan
untuk memberikan dukungan pelaksanaan operasi matra darat seperti
dukungan logistik (perbekalan dan angkutan, pemeliharaan, perbaikan
lapangan dan pemetaan), dukungan personel (manajemen personel,
kumtaltibprot), dukungan kesehatan (perawatan dan evakuasi),
dukungan komunikasi elektronika, dan dukungan yang berkaitan dengan
fungsi teknis militer lainnya.

f. Operasi Gerilya. Operasi Gerilya merupakan bentuk operasi darat


yang dilaksanakan oleh TNI ketika menghadapi musuh yang lebih
superior dari kekuatan sendiri. Operasi Gerilya merupakan keterpaduan
seluruh bentuk kemampuan operasi militer TNI AD dalam perang berlarut
bersama rakyat untuk mempertahankan kedaulatan NKRI sehingga
pembangunan postur TNI AD diprioritaskan guna mendukung
pelaksanaan operasi tersebut.

g. Operasi Siber. Operasi Siber merupakan bentuk operasi yang


dilakukan oleh Satuan Siber TNI AD dengan melaksanakan segala usaha,
kegiatan, dan tindakan yang terencana dan terarah, yang terdiri dari
operasi ofensif dan defensif pada ruang siber yang meliputi lapisan fisik,
virtual, dan siber persona yang dilakukan melalui kegiatan serangan
siber, pertahanan siber, dan keamanan siber.
23

BAB III
SENI DAN DESAIN OPERASIONAL MILITER MATRA DARAT

13. Umum. Setiap operasi yang dilaksanakan oleh TNI AD harus


direncanakan secara komprehensif dan terpadu sehingga tujuan operasi sesuai
dengan strata dapat tercapai. Perencanaan operasi dipengaruhi oleh seni
operasional yang dimiliki oleh seorang Panglima/Komandan beserta staf dan
dituangkan dalam desain operasional.

14. Seni Operasional. Seni operasional adalah pendekatan kognitif


Panglima/Komandan dan Staf yang didukung oleh keterampilan, pengetahuan,
pengalaman, kreativitas, dan penilaian dalam mengatur dan menggunakan
kekuatan militer serta sumber daya pertahanan guna menciptakan
kesemestaan dengan mengintegrasikan ketiga elemen strategi: tujuan akhir
(ends), cara (ways), dan sarana (means) dalam rangka mengembangkan strategi
pada strata strategis, operasional, dan taktis.

Seorang Panglima/Komandan harus menguasai Seni operasional


sehingga cakap dan mahir dalam mengolahyudhakan kekuatan militer dan
sumber daya pertahanan untuk mencapai tujuan-tujuan strategis melalui
sebuah Desain operasional militer. Seorang Panglima/Komandan harus
memahami beberapa hal sebagai berikut:

a. mampu mengidentifikasi dan menganalisis tujuan strategis aspek


politik, militer, dan kesejahteraan nasional;

b. mampu mengoordinasikan kepentingan yang berkaitan dengan


operasi pada eselon lebih tinggi maupun setingkat dalam rangka
penggunaan kekuatan militer dan sumber daya pertahanan yang dimiliki
atau dialokasikan untuk mendukung setiap pentahapan operasi;

c. mampu memutuskan tujuan akhir operasi yang harus dicapai,


untuk mewujudkan tujuan strategis aspek politik, militer, dan
kesejahteraan nasional;

d. mampu menentukan sasaran-sasaran operasi militer serta kondisi


penentu untuk mewujudkan tujuan akhir operasi;

e. mampu mengidentifikasi pusat kekuatan (CoG), masalah dan resiko


dalam menentukan sasaran-sasaran operasi militer serta kondisi
penentu; dan

f. menyusun pentahapan operasi melalui penjabaran cara bertindak


dan efek yang diinginkan secara komprehensif, simultan, dan
keberlanjutan menuju pencapaian sasaran operasi militer dan tujuan
akhir operasi.

Seni operasional selanjutnya diaplikasikan dalam sebuah Desain


operasional yang berwujud skema operasi (lines of operations) dan/atau skema
upaya (lines of effort) yang diharapkan dapat secara efektif mencapai sasaran-
sasaran operasional untuk dapat mewujudkan tujuan strategis. Skema operasi
dan/atau skema upaya merupakan visualisasi Panglima/Komandan dalam
menggambarkan bagaimana mencapai tujuan akhir dari kondisi saat ini.
24

Perbedaannya, skema operasi lebih menggambarkan penggabungan tugas yang


dilakukan unsur pelaksana operasi yang bersifat kinetik dengan sasaran fisik
(geografi) sedangkan skema upaya cenderung ke penggambaran penggabungan
tugas yang bersifat nonkinetik dengan sasaran nonfisik (upaya) yang dilakukan
unsur pelaksana dibawahnya. Panglima/Komandan harus mampu
mendefinisikan kondisi menang (Victory Conditions) yang didapat dari
tercapainya tujuan strategis aspek politik dan militer serta tujuan akhir operasi,
maupun kondisi kalah (Defeat Conditions) untuk memberikan parameter
penilaian keberhasilan Desain operasional yang telah dibuat. Desain
operasional yang disusun harus senantiasa memelihara fleksibilitas, sederhana
dan praktis.

15. Desain Operasional. Desain operasional adalah elaborasi visualisasi


seni operasional Panglima/Komandan berupa metodologi, konsepsi, dan
pembuatan kerangka kerja yang mendasari perencanaan kampanye militer atau
rencana operasi besar maupun operasi lanjutan sebagai penjabaran elemen
strategi: tujuan akhir (ends), cara (ways) dan sarana (means). Desain
operasional tidak menggantikan perencanaan operasi, tetapi perencanaan
operasi tidak lengkap tanpa Desain operasional. Desain operasional membantu
Panglima/Komandan menyediakan struktur kerangka kerja yang memadai
sehingga perencanaan operasi dapat mengarah pada tindakan yang efektif dan
efisien dalam rangka mencapai tujuan strategis.

Tujuan Desain operasional adalah membantu unsur pimpinan


(Panglima/Komandan) dan Staf dalam menganalisis dan memahami konteks
pelaksanaan operasi melalui visualisasi lingkungan operasi, faktor-faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan operasi baik pada tataran strategis maupun
operasional, tujuan akhir operasi dan kondisi penentu yang ingin dicapai,
kemungkinan cara-cara bertindak yang bisa dilakukan dan efek ditimbulkan
serta efektivitas dan efisiensi penggunaan sumber daya yang dimiliki atau
dialokasikan.

Semua hal tersebut diperlukan dalam menyusun sebuah pentahapan


operasi melalui skema yang tepat dalam rangka mencapai tujuan akhir operasi
yang diinginkan. Setiap operasi yang dilaksanakan harus jelas tujuan akhir
serta kontribusinya dalam pencapaian tujuan politis negara dan tujuan
strategis militer.

Desain operasional merupakan hal yang fundamental dalam membangun


perspektif dan pemahaman bersama untuk menciptakan satu kesatuan
komando dari berbagai unsur yang berbeda (beda matra, beda kecabangan
maupun beda instansi).

Dalam mendesain sebuah operasi, ada beberapa elemen-elemen Seni


operasional yang harus dipahami dan ditentukan sebelum memulainya yaitu:
akar dan kerangka permasalahan, tujuan akhir dari operasi tersebut, pusat
kekuatan, sasaran operasi, kondisi penentu, cara bertindak yang harus
dilakukan untuk memperoleh kondisi yang diinginkan dan efek yang
diharapkan, pentahapan operasi yang diwujudkan dalam skema operasi secara
komprehensif/keberlanjutan/simultan. Visualisasi Desain Operasional Militer
dijelaskan pada gambar di bawah ini.
25

GAMBAR 4
DESAIN OPERASIONAL

Proses penyusunan Desain Operasional Militer dimulai ketika tujuan


strategis nasional ditetapkan oleh pemangku kebijakan di tingkat nasional serta
tujuan strategis aspek militer telah ditetapkan oleh eselon tertinggi militer.
Dengan dasar tersebut maka seorang Panglima dapat bekerja mundur dengan
menetapkan tujuan akhir operasi, kemudian menjabarkan sasaran-sasaran
yang harus dicapai dalam operasi. Pencapaian setiap sasaran tersebut,
membutuhkan kondisi penentu dalam pentahapannya. Pentahapan untuk
mencapai kondisi yang diinginkan dijabarkan dalam cara bertindak dengan
mempertimbangkan efek yang diharapkan. Pentahapan berjalan secara
simultan, berkelanjutan dan komprehensif.

Pada pencapaian setiap poin kondisi penentu yang diinginkan, diperlukan


ilmu dan seni operasional dari seorang Panglima/Komandan dalam memahami
situasi lingkungan operasi melalui metodologi Intelijen Persiapan Operasi (IPO).
Kemudian memvisualisasikan dalam suatu perencanaan operasi dengan desain
operasional dan metodologi Proses Pengambilan Keputusan Militer (PPKM)
untuk menghasilkan suatu deskripsi dalam menyelesaikan permasalahan agar
tercapai situasi yang diharapkan sesuai jangkauan operasi (operational reach)
pada suatu Perintah Operasi (PO). Jangkauan operasi adalah jarak di mana
pelibatan kekuatan militer dapat digunakan secara optimal. PO menjadi dasar
bagi Panglima/Komandan dalam melaksanakan Kodal Operasi terhadap tempo
operasi (operational tempo), jeda operasi (operational pause), penilaian titik
kulminasi (culminating point) kekuatan sendiri, kawan, dan lawan dalam rangka
menentukan waktu operasi strata taktis pada saat beralih dari satu operasi ke
operasi lainnya sesuai skema operasi atau skema upaya Desain operasional
Militer yang telah dibuat.

Contoh: Penyusunan Desain Operasional Operasi Militer Matra Darat


melalui Operasi Darat Gabungan di salah satu provinsi NKRI yang diinvasi
negara Musang (kita sebut Provinsi X). Setelah memahami tujuan strategis
nasional yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat, serta memahami tujuan
strategis militer yang ditetapkan oleh Panglima TNI, maka Pangkogab akan
menyusun kampanye militer yang dimulai dari penetapan tujuan akhir operasi
(End State). Diumpamakan tujuan strategis nasional yang dikeluarkan
pemerintah pusat adalah mempertahankan kedaulatan NKRI di Provinsi X,
26

maka bisa saja tujuan akhir operasi yang ditetapkan adalah tidak adanya
(terusirnya) pasukan negara Musang dari provinsi X. Penetapan ini dilakukan
melalui proses identifikasi dan analisis terhadap tujuan strategis nasional serta
koordinasi Staf melalui komunikasi strategis terhadap Staf eselon kebijakan
yang mengeluarkan tujuan strategis tersebut. Selanjutnya menetapkan sasaran
kampanye militer. Hal ini menjadi dasar untuk pembuatan operasi-operasi
besar pada setiap fase kampanye militer. Operasi-operasi besar didesain oleh
para Pangkotama/Pangkogasgab. Upaya untuk mencapai sasaran dan kondisi
penentu bisa menjadi parameter keberhasilan.

Misalnya sasaran fase pertama yang ditetapkan pada kampanye militer


Operasi Darat Gabungan di provinsi X adalah melemahkan kemampuan lawan
untuk melaksanakan pertempuran jangka panjang dengan menghindari
pertempuran menentukan, maka kondisi penentu bisa saja: 1) hancurnya
sistem komunikasi dan logistik lawan; 2) terputusnya dukungan internasional
terhadap invasi musuh; 3) pasukan induk kita bisa menghindari pertempuran
menentukan. Guna mencapai kondisi penentu tersebut maka operasi-operasi
besar dalam mencapai sasaran kampanye militer dilakukan dengan membuat
desain operasional operasi-operasi di strata taktis (operasi pertempuran dan
operasi taktis).

Pada pentahapan kondisi penentu pertama dibuatlah bentuk skema


operasi dengan tujuan menghancurkan sistem komunikasi dan logistik lawan.
Ini dilakukan dengan memperhatikan kondisi penentu ketiga menghindari
pasukan induk kita melaksanakan pertempuran menentukan dengan pasukan
induk lawan. Maka bentuk operasi yang digunakan adalah operasi kinetik
melalui operasi gerilya, dikombinasikan dengan operasi intelijen dan operasi
tempur dengan titik berat serangan artileri pada jalur komunikasi musuh
dikombinasikan dengan serangan pernika untuk mengacaukan sistem Kodal
mereka. Pentahapan untuk kondisi penentu kedua dibuatlah bentuk skema
upaya dengan tujuan memutuskan dukungan internasional terhadap invasi
lawan. Maka bentuk operasi yang digunakan adalah operasi intelijen (cipta
kondisi) dengan mengeksploitasi keberhasilan kita dan kesalahan musuh jika
melanggar HAM.

Pemilihan jenis pentahapan (skema operasi dan skema upaya) dan bentuk
operasi taktis dipengaruhi oleh Seni operasional Panglima/Komandan
berdasarkan pemahaman pada pendekatan operasi (operational approach) dan
cara bertindak yang akan digunakan untuk memberikan efek yang diharapkan.
Pemahaman ini didapat dari analisa pusat kekuatan (CoG), permasalahan dalam
lingkungan operasi dan manajemen risiko yang akan dihadapi dalam
pelaksanaan kampanye militer.

Pelaksanaan operasi militer pada strata operasional dan taktis belum


tentu sesuai dengan rencana yang telah ditentukan karena musuh/lawan
adalah entitas yang mampu berpikir dan bertindak. Panglima/Komandan harus
membuat rencana kontijensi untuk mengantisipasi perubahan kondisi tersebut.
PO yang dikeluarkan Panglima/Komandan harus direvisi melalui Perintah
Parsial untuk menyesuaikan perubahan-perubahan lingkungan operasi.
Perintah Parsial ini merupakan implementasi dari pencabangan operasi
(branching) atau kelanjutan operasi (sequence) yang didesain pentahapannya
dan dilaksanakan secara komprehensif, simultan dan berlanjut. Secara garis
besar, proses tersebut dijelaskan pada gambar 5.
27

GAMBAR 5
TUGAS PANGLIMA/KOMANDAN DALAM OPERASI

Keputusan Militer (PPKM) dan Perencanaan Operasi merupakan korelasi


yang saling terkait. Jika Seni operasional merupakan hal yang mendasari
keputusan Panglima/Komandan berdasarkan keterampilan, pengetahuan,
pengalaman, kreativitas, dan penilaian pada semua aspek operasi militer.
Desain operasional merupakan metodologi yang memungkinkan.

Panglima/Komandan mengimplementasikan seni operasional dalam


memvisualisasi, mendeskripsikan, dan menyampaikan rencana kampanye
militer atau operasi besar serta pelaksanaan operasi lanjutan agar berjalan
secara efektif dan efisien. Desain operasional Militer dan PPKM merupakan
bagian dari proses perencanaan operasi yang dilaksanakan secara
komprehensif/berlanjut/simultan. PPKM mewadahi mekanisme staf dalam
membantu pimpinan untuk mengambil keputusan secara sistematis agar
mudah dipahami oleh Komandan Bawahan. Kesuksesan visualisasi dan
pendeskripsian pemahaman pimpinan pada lingkungan operasi dalam
perencanaan operasi melalui desain operasional dan PPKM akan menentukan
keberhasilan satuan dalam melaksanakan tugas pokok guna mencapai tujuan
akhir operasi.

Desain operasional menjadi hal yang mutlak diperlukan oleh setiap


satuan baik pada strata operasional maupun taktis guna memahami tugas
pokok masing-masing serta urgensi pelaksanaan tugas pokoknya sebagai
bagian dari tujuan yang lebih besar. Desain operasional juga dapat mewadahi
dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi pada saat pelaksanaan
operasi.
28

BAB IV
PENGGUNAAN KEKUATAN TNI AD
DALAM OPERASI MILITER MATRA DARAT

16. Umum. Dinamika lingkungan strategis, perkembangan teknologi


informasi dan karakter konflik menyebabkan spektrum konflik semakin meluas,
bersifat multi domain dan multi dimensi. TNI AD harus siap untuk berperan
dalam setiap kondisi/masa damai, krisis, konflik dan perang. Peran TNI AD
diwujudkan melalui pelibatan penggunaan kekuatan dalam Operasi Militer
Matra Darat sesuai dengan pembabakan yang ditentukan.

17. Keterlibatan TNI AD dalam Operasi Militer Matra Darat. Pelaksanaan


tugas pokok TNI sesuai UU No. 34 Tahun 2004 dan Doktrin yang terbagi menjadi
OMP dan OMSP menimbulkan kerancuan, kendala operasional dan
pelaksanaan kewenangan TNI dihadapkan dengan institusi lain yang berpotensi
menghambat pelaksanaan Operasi Militer Matra Darat. Oleh karena itu,
keterlibatan TNI AD dalam Operasi Militer Matra Darat dikelompokkan menjadi
Pemberdayaan, Keterpaduan, Pengamanan dan Perlawanan agar tidak
terkendala dalam penggunaannya. Keempat bentuk pelibatan tersebut, bisa
saling beririsan, namun tidak didikotomikan dan bisa berjalan secara
keberlanjutan, simultan maupun komprehensif. Hubungan ini diselaraskan
melalui desain operasional militer matra darat antarpelibatan.

a. Pemberdayaan. Pemberdayaan adalah bentuk pelibatan


kekuatan TNI AD untuk memberdayakan Sumber Daya Pertahanan
dengan membina potensi pertahanan dan menggunakan serta
memobilisasi kekuatan pertahanan dalam rangka menciptakan
kesemestaan meliputi Ketahanan Wilayah Nasional dan Kemanunggalan
TNI dan Rakyat. Pelibatan TNI AD dalam pemberdayaan melalui Operasi
Teritorial yang merupakan bagian dari pembinaan teritorial dan
dilaksanakan atas perintah, dengan dibatasi oleh ruang, waktu, dan
dukungan yang dilaksanakan oleh Satkowil sebagai unsur utama (leading
sector) dan Satnonkowil TNI AD secara berkelanjutan sepanjang tahun.

Secara umum, keterlibatan TNI AD dalam pemberdayaan dilakukan


untuk menciptakan kondisi wilayah secara internal maupun eksternal
guna mendukung keberhasilan operasi militer dalam rangka
mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI dan
keselamatan segenap bangsa. Pemberdayaan diperlukan untuk
menyiapkan seluruh sumber daya pertahanan menghadapi pergeseran
spektrum perang dan pola ancaman seperti penggunaan sharp power
yang bertujuan untuk memecah, menembus, atau menusuk lingkungan
politik dan informasi dari negara yang di sasar,14 gray zone strategy yang
merupakan serangkaian strategi penangkalan untuk meraih sasaran
keamanan tanpa menggunakan kekuatan secara langsung guna
menghindari pembalasan yang signifikan,15 liminal warfare yang
memanfaatkan lapisan-lapisan antara aksi klandestin dan terbuka, serta

14
International Forum for Democratic Studies, “Sharp Power: Rising Authoritarian Influence”,
Washington, D.C, National Endowmentfor Democracy, (2017), 13, https://www.ned.org/wp-
content/uploads/2017/12/Introduction-Sharp-Power-Rising-Authoritarian-Influence.pdf.
15
Chung, Samman, Summer 2018, Gray Zone Strategy in Maritime Arena : Theories and Practice,
Strategy 21 tiket no 43 Vol. 21, No. 1.
29

beroperasi pada celah antara deteksi, atribusi, dan respon,16 demikian


halnya dengan surrogate warfare yang memberikan negara-negara cara
bertempur dalam perang dengan waktu singkat yang relatif murah dan
cepat.17 Pergeseran tersebut telah menimbulkan ancaman yang bersifat
hibrida yang dimulai dari masa damai, baik melalui proxy (tidak langsung)
maupun tekanan internasional (langsung).

Penyiapan Ruang Alat dan Kondisi (RAK) Juang yang tangguh harus
memperhatikan dimensi kognitif (ideologi masyarakat untuk berjuang
membela bangsa), dimensi fisik melalui penyelarasan RWP (Rencana
Wilayah Pertahanan) dan RRWP (Rencana Rinci Wilayah Pertahanan)
dengan RPJMN/RPJPN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional/Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional), serta
dimensi virtual dalam rangka mempersiapkan dan mendukung operasi
pertahanan wilayah. Penyiapan RAK Juang dilaksanakan secara terpadu
dan selaras dengan pembangunan nasional bagi kepentingan pertahanan
dan keamanan negara. Sumber Daya Nasional dioptimalkan melalui
pengelolaan sarana prasarana nasional agar memiliki fungsi ganda yang
dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pertahanan khususnya
perlawanan wilayah.

Keterlibatan TNI AD dalam rangka pemberdayaan melalui Operasi


Teritorial berada pada tataran taktis dan operasional yang didukung
dengan koordinasi dan sinergi antarlembaga pada tataran strategis
sebagai bagian dari operasi besar yang dilakukan oleh satuan yang lebih
tinggi atau berdiri sendiri. Penyelenggaraan Operasi Teritorial dihadapkan
dengan situasi kerentanan, penuh ketidakpastian, kompleks, dan ambigu
(Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity atau VUCA) yang
berkembang di era saat ini dan masa depan, menciptakan
Kemanunggalan TNI Rakyat memerlukan satu kesatuan visi yang
merupakan implementasi smart power18 yang diwujudkan ke dalam
Doktrin Teritorial TNI AD. Operasi Teritorial terdiri dari Operasi
Manunggal Bakti Berdaulat, Operasi Manunggal Bakti Waskita dan
Operasi Manunggal Bakti Pembangunan.

1) Operasi Manunggal Bakti Berdaulat. Operasi Teritorial yang


dinamakan Operasi Manunggal Bakti Berdaulat bertujuan untuk
menyiapkan potensi pertahanan seperti potensi geografis,
demografis, dan industri pertahanan menjadi kekuatan pertahanan
yang siap digunakan maupun dimobilisasi ketika terjadi perang
atau krisis yang mengancam keutuhan dan kedaulatan bangsa.
Tujuan akhirnya adalah mendukung Binter TNI AD sebagai
instrumen Pertahanan Wilayah (Hanwil) dalam menghadapi
ancaman terhadap keutuhan dan kedaulatan bangsa yang
didalamnya meliputi secara keseluruhan dari aspek geografis,
demografis, kekayaan SDA, Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial
Budaya, Pertahanan, dan Keamanan.

16
Kilcullen, D. (2019), The Evolution of Unconventional Warfare, Scandinavian Journal of
Military Studies 2(1), pp. 61–71. DOI: https://doi.org/10.31374/sjms.35
17
Krieg, A., & Rickli, J. M. (2018), Surrogate warfare: the art of war in the 21st century? Defence
Studies, 18(2),113-130. https://doi.org/10.1080/14702436.2018.1429218
18 Richard L, Armitage and Joseph S. Nye Jr, (2007), Smart Power and the US Strategy for Security

in a post 9/11 World, CSIS, p, 6. https:/ /www.CSIS.org/


30

2) Operasi Manunggal Bakti Waskita. Operasi Teritorial yang


dinamakan Operasi Manunggal Bakti Waskita bertujuan untuk
menyiapkan potensi pertahanan Nirmiliter di
Pemerintahan/Instansi/Kementerian/Lembaga (P/I/K/L) menjadi
kekuatan pertahanan yang siap digunakan maupun berkolaborasi
menghadapi ancaman yang bersifat nonfisik. Tujuan akhirnya
adalah mendukung Binter TNI AD sebagai instrumen Tahwil
(Ketahanan Wilayah) dalam menghadapi ancaman Neo Kolonialisme
yang dilancarkan melalui metode asimetris, proxy, dan Hibrida
dengan maksud untuk menciptakan sense of security (rasa aman)
di antara Kementerian dan Lembaga lainnya dan menegaskan tugas
TNI AD sebagai core business pertahanan adalah memberikan
pemahaman tentang ancaman nonmiliter.

3) Operasi Manunggal Bakti Pembangunan. Operasi Teritorial


yang dinamakan Operasi Manunggal Bakti Pembangunan adalah
jenis operasi yang sudah banyak dikenal sejak zaman Orde Baru
yakni Operasi Bakti melalui TNI Manunggal Masuk Desa (TMMD).
Tidak terbatas hanya itu, ke depan dengan Penerapan Perencanaan
Berbasis Kemampuan (Capability Based Planning) dan Operasi yang
mempertimbangkan efek yang dihasilkan (Effect Based Operation)
akan memperkaya jenis-jenis Operasi Manunggal Bakti
Pembangunan yang bisa dilakukan oleh Satkowil. Dengan konsep
perencanaan yang berbasis kemampuan tersebut, maka tugas-
tugas dalam Operasi Teritorial dapat diselenggarakan secara lebih
fleksibel, adaptif dan proaktif. Hal ini dapat diperoleh dengan
mengidentifikasi kemampuan yang diperlukan dalam tugas-tugas
ke depan dalam suatu portofolio secara terintegrasi dengan
kebutuhan tugas ke depan serta upaya pencapaiannya. Tujuan
akhirnya adalah mendukung Binter TNI AD yang berkedudukan
sejajar sebagai mitra strategis pembangunan bersama Pemerintah,
Kementerian, dan Lembaga untuk bersama-sama berkontribusi dan
berkolaborasi mewujudkan cita-cita nasional atau kepentingan
strategis negara.
Keterlibatan TNI AD dalam pemberdayaan merupakan
implementasi dari sistem pertahanan yang bersifat semesta, yang
dilakukan oleh seluruh satuan jajaran TNI AD baik Satuan Komando
Kewilayahan (Satkowil) maupun Satuan Non Komando Kewilayahan
(Satnonkowil). Satuan Kewilayahan TNI AD akan diproyeksikan memiliki
Satuan Produksi yang berkemampuan dibidang kesehatan, pertanian,
perikanan, peternakan, dan konstruksi/perairan. Selain untuk
mendukung pemberdayaan, pengembangan organisasi ini berperan
mengantisipasi kondisi perang dan menjamin keberlangsungan
(sustainability) dalam menghadapi perang berlarut. Hal ini untuk
menciptakan Kemanunggalan TNI dengan rakyat sebagai wujud Binter
TNI AD yang merupakan pengejawantahan dari bagian doktrin
Sishankamrata dapat diimplementasikan pada aspek Asta Gatra
berdasarkan legalitas dan legitimasi yang sesuai dengan Konstitusi dan
Peraturan Perundang-Undangan.

b. Keterpaduan. Keterpaduan adalah bentuk pelibatan kekuatan


TNI AD untuk bekerja sama secara terpadu dan kolaboratif dengan
konsep kesetaraan bersama P/I/K/L yang bertujuan untuk penangkalan
31

(mitigasi), mengatasi dan pemulihan masa krisis maupun konflik non


bersenjata yang dilakukan demi kemanusiaan dan kepentingan nasional
atas permintaan atau atas inisiatif sendiri yang sudah direncanakan dan
dikoordinasikan.

Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI Pasal 7 ayat 2b


angka 9 s.d. 14 menyebutkan tugas yang dilaksanakan oleh unsur TNI
hanya bersifat membantu P/I/K/L. Doktrin ini mengubah persepsi
kedudukan TNI yang semula hanya membantu P/I/K/L menjadi mitra
dikarenakan kapabilitas dan kapasitas yang dimiliki TNI layak dan laik
untuk sejajar dalam pelaksanaan operasi. Berdasarkan kapasitas dan
kapabilitas serta pelaksanaan operasional di lapangan menunjukkan
bahwa TNI mampu berperan sebagai inisiator, stabilisator, dan menjadi
tulang punggung pencapaian tugas. Hal tersebut secara faktual
memosisikan TNI sebagai mitra kerja yang mampu berkolaborasi dengan
semua komponen dan elemen bangsa dalam rangka mewujudkan
kepentingan nasional. Diharapkan melalui Doktrin Operasi Militer Matra
Darat “Kartika Yudha”, mampu mendefinisikan peran yang lebih luas dan
berani mengambil tanggung jawab yang lebih besar didasarkan pada
kepentingan nasional. Keterlibatan TNI AD dalam Keterpaduan
dilaksanakan melalui operasi sebagai berikut:

1) Operasi Terpadu dengan Pemerintahan di Daerah, bertujuan


untuk memperlancar program yang dilaksanakan oleh
pemerintah/otoritas sipil dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan dan keselamatan rakyat sehingga terwujud
keterpaduan TNI dan pemerintah di daerah dalam mendukung
kelancaran penyelenggaraan fungsi pemerintah di daerah.
Contohnya: Penanganan Covid-19, vaksinasi Covid-19,
penanganan pengungsi Rohingya, penanganan masalah akibat
pemogokan dan penanganan konflik sosial.

2) Operasi Terpadu dengan Polri, bertujuan untuk


memperlancar program yang dilaksanakan oleh Polri dalam rangka
keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam Peraturan
Perundang-Undangan sehingga terwujud stabilitas keamanan dan
ketertiban masyarakat di suatu wilayah. Contohnya:
Penanggulangan huru-hara, pengamanan tugas-tugas pemolisian
lainnya.

3) Operasi Terpadu dengan Badan Penanggulangan Bencana


dalam rangka Bantuan Kemanusiaan, bertujuan untuk
memperlancar menanggulangi bencana yang diakibatkan oleh
bencana alam dan bencana lainnya, seperti sehingga terwujud
kemanunggalan TNI-rakyat dalam rangka menangani masalah
akibat bencana alam dan sosial kemanusiaan. Contohnya:
Penanggulangan bencana gunung meletus, gempa bumi, tsunami,
banjir, tanah longsor, luapan lumpur, nonalam, dan sosial.

4) Operasi Terpadu dengan Badan Nasional Pencarian dan


Pertolongan, bertujuan untuk melaksanakan pencarian dan
pertolongan dalam kecelakaan yang diakibatkan oleh bencana dan
atau musibah lainnya secara efektif dan efisien. Contohnya:
Kegiatan Pencarian dan Pertolongan korban kecelakaan pesawat
terbang.
32

c. Pengamanan. Pengamanan adalah bentuk pelibatan kekuatan


TNI AD yang dilaksanakan untuk mengamankan daerah, personel, Objek
Vital dan Strategis, dan Pengamanan lainnya yang memengaruhi
keamanan nasional melalui operasi pengamanan. Operasi Pengamanan
adalah operasi yang bertujuan untuk menjamin keamanan dan
meniadakan segala bentuk ancaman yang mungkin timbul terhadap
objek pengamanan. Keterlibatan TNI AD dalam pengamanan
dilaksanakan melalui operasi sebagai berikut:

1) Operasi Pengamanan Daerah, bertujuan untuk


mengamankan, menjaga dari segala ancaman dan gangguan yang
dapat mengganggu ataupun membahayakan wilayah dalam rangka
menjaga kedaulatan NKRI.

a) Operasi Pengamanan Perbatasan;


b) Operasi Pengamanan Daerah Rawan;
c) Operasi Pengamanan Daerah dengan kondisi khusus
seperti Operasi Pam Pulau terluar (Pam Puter); dan
d) Operasi Pengamanan Daerah lainnya sesuai dengan
perkembangan situasi yang dihadapi.

2) Operasi Pengamanan Personel, bertujuan untuk menjamin


keselamatan personel dari berbagai bentuk ancaman, sehingga
terjamin keamanan, keselamatan, dan kenyamanan setiap saat
dimanapun berada secara terpadu dengan satuan pengamanan
wilayah dan instansi terkait lainnya.
a) Operasi Pengamanan Presiden dan Wakil Presiden
beserta Keluarga;
b) Operasi Pengamanan Tamu Negara setingkat Kepala
Negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang
berada di Indonesia;
c) Operasi Pengamanan Pejabat VIP; dan
d) Operasi Pengamanan Personel lainnya sesuai dengan
perkembangan situasi yang dihadapi.
3) Operasi Pengamanan Objek Vital dan Strategis, bertujuan
untuk menjamin keamanan kawasan/lokasi, bangunan/instalasi
dan usaha yang menyangkut hajat hidup orang banyak, harkat dan
martabat bangsa, serta kepentingan nasional sehingga terwujud
keamanan penyelenggaraan pemerintahan dan kelancaran
pembangunan nasional.

a) Operasi Pengamanan Objek Vital Nasional;


b) Operasi Pengamanan Instalasi penting militer; dan
c) Operasi Pengamanan Objek Vital lainnya yang bersifat
strategis.

4) Operasi Pengamanan Kegiatan, bertujuan untuk menjamin


keamanan pada penyelenggaraan kegiatan yang bersifat strategis
sehingga terwujud stabilitas nasional.

a) Operasi Pengamanan Pemilihan Presiden;


b) Operasi Pengamanan Pemilihan Kepala Daerah;
c) Operasi Pengamanan Kegiatan yang bersifat strategis
33

nasional seperti KTT, G20;


d) Operasi Pengamanan terhadap Pembajakan,
Perompakan dan Penyelundupan; dan
e) Operasi Pengamanan Kegiatan penting lainnya sesuai
dengan perkembangan situasi yang dihadapi.

5) Operasi Pengamanan sesuai amanat Undang-Undang Dasar


1945 untuk turut serta dan berperan aktif dalam tugas misi
memelihara dan menciptakan perdamaian dunia (peacekeeping and
peacemaking operations), bertujuan untuk kepentingan perdamaian
regional atau internasional di bawah bendera PBB atau organisasi
internasional lain sesuai dengan kebijakan politik luar negeri dalam
mewujudkan peran pemerintah RI dalam diplomasi dan kebijakan
politik luar negeri.

Keterlibatan TNI AD dalam rangka pengamanan


dilaksanakan ketika kebutuhan pengamanan strategis yang
mempengaruhi stabilitas keamanan nasional maupun kondusifitas
wilayah diperlukan atas inisiatif sendiri maupun atas permintaan
pada masa damai, masa krisis, dan masa konflik di fase
pembabakan pemberdayaan, penangkalan, dan pemulihan pada
objek-objek daerah, personel, material, dan kegiatan yang bersifat
strategis dan mempengaruhi stabilitas keamanan nasional maupun
kondusifitas wilayah.

d. Perlawanan. Perlawanan adalah bentuk pelibatan kekuatan


TNI AD yang dilaksanakan pada masa konflik bersenjata dan masa perang
dalam pembabakan operasi militer matra darat pada fase penindakan
dalam menghadapi ancaman militer terhadap kedaulatan dan ancaman
bersenjata terhadap keutuhan NKRI.

Keterlibatan TNI AD dalam rangka perlawanan dilaksanakan dalam


rangka mempertahankan kedaulatan dan menjaga keutuhan wilayah
NKRI. Dalam mempertahankan kedaulatan NKRI (menghadapi ancaman
dari luar NKRI) dilaksanakan dengan operasi seperti: Operasi Gabungan
TNI dan Operasi Perlawanan Wilayah. Adapun bentuk ancamannya
adalah:
1) Agresi;
2) Konflik bersenjata dengan suatu negara lain atau lebih;
3) Pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh negara lain;
4) Spionase yang dilakukan oleh negara lain untuk mencari dan
mendapatkan rahasia militer;
5) Sabotase untuk merusak instalasi penting militer dan objek
vital nasional yang membahayakan keselamatan bangsa;
6) Aksi teror bersenjata yang dilakukan oleh jaringan teroris
internasional dan/atau yang bekerja sama dengan teroris dalam
negeri; dan
7) Berbagai bentuk ancaman militer lainnya.
Sedangkan dalam rangka menjaga keutuhan NKRI (menghadapi
ancaman dari dalam NKRI) dilaksanakan dengan operasi seperti: Operasi
Lawan Insurjensi, dll. Adapun bentuk ancamannya adalah:
1) Gerakan Separatis Bersenjata (GSB);
2) Pemberontakan Bersenjata;
34

3) Terorisme; dan
4) Berbagai bentuk ancaman bersenjata lainnya.
Perlawanan dalam mempertahankan kedaulatan merupakan
pengejawantahan dari filosofi strategi bahwa TNI merupakan “garda
terdepan dan benteng terakhir NKRI”. “Garda terdepan” memiliki makna
konvensional, dan “benteng terakhir” merupakan sebuah terminologi
nonkonvensional. Kedua sisi ini saling melengkapi semesta pertahanan
negara, tidak bisa berdiri sendiri-sendiri, dan harus terus dibina dan
dipersiapkan secara simultan dan berkesinambungan. Pertahanan yang
ideal dalam konteks peperangan modern adalah pertahanan konvensional
yang berperan sebagai penangkal di masa damai sekaligus penanggap
pertama terhadap setiap ancaman yang datang di masa perang, dan ini
harus turut didukung pula oleh kemampuan non-konvensional sebagai
back-up sekiranya pertahanan konvensional itu dapat dipatahkan lawan.
Dengan adanya dua sayap pertahanan ini, maka pertahanan negara akan
dapat terus dilangsungkan dalam setiap kondisi ruang dan waktu.

18. Pembabakan Operasi Militer Matra Darat. Pasal ini membahas


pembabakan Operasi Militer Matra Darat sesuai Sishankamrata dalam rangka
melaksanakan kebijakan nasional untuk menjaga kedaulatan dan
mempertahankan NKRI. Ada kebaharuan (novelty) pada pembabakan ini
berdasar hasil dari Seminar TNI AD VI tahun 2022 di Seskoad yakni
ditambahkannya babak pemberdayaan sebelum dimulainya babak
penangkalan. Hal ini didasari oleh pemahaman tentang pentingnya penyiapan
kekuatan pertahanan untuk mendukung pembabakan perlawanan wilayah
pada fase selanjutnya dalam rangka menghadapi spektrum konflik dan pola
ancaman seperti penggunaan sharp power, gray zone strategy, liminal warfare
dan surrogate warfare.

Pembabakan Operasi Militer Matra Darat pada doktrin ini bukan berada
di strata strategis maupun di strata taktis tetapi berada di strata operasional,
yakni penyelenggaraan kampanye militer dan operasi besar oleh Mabes TNI,
Kotama Gabungan (Kogabwilhan), Kotama Terpusat (Kopassus dan Kostrad)
dan Kotama Kewilayahan (Kodam). Pembabakan terbagi menjadi empat bagian
yaitu: penguatan, penangkalan, penindakan dan pemulihan. Pembabakan
merepresentasikan penggunaan TNI AD di strata operasional dalam suatu
desain operasional untuk menghadapi spektrum konflik dari masa damai, masa
krisis, masa konflik hingga masa perang dalam rangka melaksanakan kebijakan
nasional untuk melakukan perlawanan wilayah. Korelasi antar pembabakan
bisa berjalan secara berkelanjutan, bersamaan (simultan) atau menyeluruh
(komprehensif). Keempat bagian pembabakan ini tidak selalu berjalan
berurutan, karena munculnya ancaman juga tidak berurutan; namun jika
ancaman sudah tidak ada lagi, maka pembabakan bisa dinyatakan selesai
(mencapai end state) dan tidak berlanjut ke pembabakan selanjutnya. Berikut
adalah visualisasi pembabakan operasi militer matra darat dalam rangka
melaksanakan kebijakan nasional pertahanan wilayah.
35

GAMBAR 6
PEMBABAKAN OPERASI MILITER MATRA DARAT

a. Penguatan. Babak Penguatan (Babak “0”) dilakukan untuk


menciptakan kondisi wilayah secara internal maupun eksternal guna
mendukung keberhasilan operasi militer dalam mempertahankan
kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI dan keselamatan segenap
bangsa. Pembabakan “0” bertujuan untuk memberdayakan seluruh
sumber daya pertahanan agar seluruh kekuatan pertahanan siap
menghadapi krisis, konflik dan perang dengan menciptakan
Kemanunggalan TNI Rakyat.

Pada Babak “0” TNI AD melaksanakan perencanaan, pembinaan,


pengembangan, pengarahan dan pengendalian, serta pemanfaatan semua
potensi nasional yang ada di wilayah untuk menjadi sesuatu kekuatan
kewilayahan yang tangguh guna mendukung kepentingan pertahanan.
Dengan kata lain TNI AD melaksanakan pemberdayaan wilayah
pertahanan melalui penyiapan potensi nasional menjadi kekuatan
pertahanan yang dipersiapkan secara dini meliputi wilayah pertahanan
beserta kekuatan pendukungnya, untuk melaksanakan Operasi Militer
Matra Darat, yang pelaksanaannya didasarkan pada kepentingan
pertahanan negara sesuai dengan sistem pertahanan semesta.

Keterlibatan TNI AD pada Babak “0” yaitu melaksanakan


pemberdayaan dan keterpaduan. Adapun aspek yang perlu diperhatikan
antara lain:

1) Penguatan Bela Negara bagi setiap warga negara agar


memiliki kesadaran dan karakter bela negara yang tinggi untuk
kepentingan perjuangan mempertahankan NKRI melalui
Sishankamrata.

2) Penyiapan dan Penataan wilayah pertahanan dan setiap jenis


sumber daya pertahanan yang akan digunakan bagi kepentingan
TNI AD di masa damai, krisis, konflik, dan perang.

3) Cipta Kondisi yang tangguh di wilayah guna mendukung


tercapainya tujuan di masa damai berupa kesejahteraan rakyat dan
tujuan di masa krisis, konflik, dan perang sebagai hasil pembinaan
teritorial yang telah dilaksanakan.
36

4) Penggandaan Kekuatan yang telah dibina guna mendukung


kekuatan utama dalam setiap jenis operasi yang digelar oleh TNI AD
di masa damai, krisis, konflik, dan perang. Penggandaan kekuatan
dilakukan melalui pengerahan atau mobilisasi kekuatan
pertahanan yang telah dibina oleh TNI AD untuk memperkuat
komponen utama maupun unsur utama dalam menghadapi segala
bentuk ancaman.

5) TNI AD sebagai mitra strategis yang sejajar dengan P/I/K/L


untuk bersama-sama berkontribusi dan berkolaborasi
mewujudkan tujuan dan kepentingan strategis nasional.

b. Penangkalan. Babak penangkalan dilaksanakan untuk


mengurungkan niat, mencegah upaya lawan yang berpotensi
membahayakan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI. Pada babak
penangkalan jenis operasi yang dilaksanakan meliputi operasi-operasi
intelijen strategis yang ditujukan untuk mendapatkan dan
mengumpulkan informasi terbarukan (up to date), demonstrasi militer
untuk menciptakan kondisi tertentu guna pencegahan meningkatnya
potensi konflik dengan negara lain melalui gelar operasi dan latihan rutin,
dan operasi nonkonvensional atau operasi khusus serta operasi siber
untuk menghancurkan strategi dan mengikis kekuatan musuh di daerah
pangkalnya, serta didukung operasi lainnya. Penangkalan dilaksanakan
dengan penggunaan dan pelibatan kekuatan TNI AD dalam bentuk
operasi dan kegiatan yang diselenggarakan secara mandiri oleh kekuatan
TNI dan/atau terpadu dengan kekuatan P/I/K/L terkait maupun
bersama negara sahabat.

Dihadapkan dengan spektrum konflik dan pola ancaman serta 4


bentuk pelibatan TNI AD, maka babak penangkalan tidak hanya
dilakukan secara eksternal, namun juga bisa dilaksanakan internal
dengan adanya dugaan ancaman modern seperti hibrida atau proxy.
Dugaan ini bisa didasari oleh analisa terhadap berbagai kejadian, krisis
atau konflik multi dimensi di dalam negeri yang terlihat wajar namun
dirasakan tidak wajar, seperti direncanakan secara rapi (by design)
sehingga muncul berbagai teori konspirasi. Kejadian, krisis atau konflik
bisa saja terjadi multi dimensi atau satu dimensi saja pada elemen Asta
Gatra, bisa juga pada aspek militer, informasi, diplomasi, finansial,
intelijen, ekonomi, hukum, dan pembangunan.

Bentuk pelibatan kekuatan TNI AD pada Babak “1” meliputi


pemberdayaan, keterpaduan, dan pengamanan. Desain operasional yang
dibuat di strata operasional menggabungkan berbagai bentuk operasi
seperti operasi intelijen, operasi teritorial, operasi khusus dan operasi
dukungan dengan mengorkestrasikan seluruh bentuk operasi.
Penyusunan Desain operasional tergantung dari seni operasional
Panglima/Komandan Kotama Gabungan (Kogabwilhan), Kotama Terpusat
(Kopassus dan Kostrad) dan Kotama Kewilayahan (Kodam) dibantu oleh
staf dalam memvisualisasikan pusat kekuatan, masalah dan resiko yang
ada di daerah tanggung jawab menjadi suatu perintah dan arahan yang
jelas dan bisa dilaksanakan oleh Komandan Satuan Bawah.
37

c. Penindakan. Pada doktrin terdahulu, babak Penindakan


(Babak “2”) dengan Kampanye Militer didahului oleh Pernyataan Perang
dari Presiden dan dilanjutkan penyampaian direktif Panglima TNI kepada
Pangkogab TNI. Pada babak penindakan, jenis-jenis operasi TNI yang
dilaksanakan utamanya adalah operasi tempur yang bertujuan untuk
menghancurkan pusat kekuatan (CoG) baik kemampuan maupun
kekuatan musuh secara reguler atau non reguler yang berada di
pangkalan aju atau daerah persiapan, dalam perjalanan memasuki
mandala pertahanan luar hingga mandala pertahanan dalam maupun
setelah memasuki wilayah daratan NKRI. Mandala Pertahanan Luar
merupakan lapis pertahanan terdepan yang berada di luar Zona Ekonomi
Eksklusif (ZEE) Indonesia dan ruang udara di atasnya (wilayah setelah
200 Mil laut sampai dengan laut bebas). Mandala Pertahanan Utama
merupakan lapis pertahanan kedua dari mandala pertahanan mulai dari
batas ZEE Indonesia sejauh 200 Mil laut sampai dengan batas laut
teritorial (12 Mil laut dihitung dari garis pangkal dan mencakup dasar laut
serta ruang udara diatasnya). Mandala Pertahanan Dalam merupakan
lapis pertahanan ketiga yang berada pada wilayah belakang di luar
mandala utama, yaitu dari batas laut teritorial sejauh 12 Mil laut sampai
dengan wilayah darat, termasuk wilayah perairan pedalaman, perairan
kepulauan, ruang udara diatasnya dan wilayah daratan.

GAMBAR 7
MANDALA OPERASI MILITER MATRA DARAT

Babak “2” terdiri dari 3 (tiga) tahap operasi sebagai berikut:

1) Penindakan Awal. Tahap ini merupakan bentuk Kampanye


Militer setelah adanya pernyataan perang oleh Presiden yang
bertujuan untuk menghancurkan kekuatan agresi musuh secara
nyata dimulai dari mandala pertahanan luar. Keberhasilan dan
kegagalan pada tahap ini diukur dari hancurnya ataupun
terkikisnya kekuatan musuh sebelum memasuki wilayah daratan
NKRI. Dengan demikian, pengerahan kekuatan TNI dilakukan
secara konvensional dan berupa operasi gabungan (Kogab TNI)
dengan dominasi matra udara dan laut serta didukung dengan pola
operasi khusus dan operasi siber. Kogab TNI harus merespons
secara cepat dengan mengeksploitasi dan mengintegrasikan
kemampuan full spectrum di beberapa domain dan dimensi yang
dimiliki untuk mengikis, memorak-porandakan, dan
menghancurkan strategi beserta kekuatan musuh sebelum
memasuki wilayah daratan NKRI. Penindakan awal dilakukan
38

melalui beberapa tahap dari mulai menghancurkan pusat kekuatan


(CoG) musuh, pangkalan aju musuh, di perjalanan pada mandala
pertahanan luar, utama, dan dalam, sebelum memasuki wilayah
daratan ataupun menduduki sebagian wilayah daratan NKRI.

Kebaharuan dalam fase penindakan awal mengubah pola


berpikir dan cara bertindak Panglima/Komandan Kotama
Gabungan (Kogabwilhan), Kotama Terpusat (Kopassus dan Kostrad)
dan Kotama Kewilayahan (Kodam) dalam mendesain operasional
matra darat dalam rangka penindakan terhadap tiga bentuk
ancaman baru yakni: konflik bersenjata, perang terbatas dan invasi
negara penyerang. Dalam pembabakan ini seluruh bentuk operasi
dan pelibatan kekuatan TNI AD digunakan secara optimal dan
terorkestrasikan dengan baik sesuai seni operasional
Panglima/Komandan.

2) Perlawanan Wilayah. Tahap ini diselenggarakan apabila


Kogab TNI belum mampu ataupun gagal menghancurkan kekuatan
musuh di mandala pertahanan sebelum memasuki daratan.
Penyiapan tahap perlawanan wilayah sudah dimulai sebelum
musuh memasuki mandala pertahanan luar. Ketika matra udara
dan laut terlibat dalam pertempuran menentukan di mandala
pertahanan, matra darat sudah secara aktif menyiapkan sumber
daya pertempuran untuk kesuksesan perlawanan wilayah. Tahap
Perlawanan Wilayah dilakukan dengan tiga fase secara berurutan,
dengan urutan sebagai berikut:

a) Konsolidasi, Reorganisasi, dan Preservasi. Fase 1


merupakan fase awal dimana satuan-satuan tempur TNI AD
melakukan konsolidasi di kantong-kantong perlawanan yang
telah dipersiapkan sebelumnya, dilakukan untuk
membangun kekuatan. Kemudian dilakukan reorganisasi
kekuatan reguler menjadi organisasi nonreguler (gerilya)
dengan pelibatan kekuatan Sumber Daya Nasional (SDN)
untuk melaksanakan operasi perang berlarut dalam bentuk
Komando Kompartemen di setiap wilayah. Organisasi gerilya
mencakup penentuan personel yang akan diarahkan dalam
membentuk berbagai front dalam perang gerilya yaitu front
politik, bersenjata, clandestine, dan ekonomi. Reorganisasi
dilakukan sesuai dengan kemampuan personel dan
persenjataan yang dimiliki pada saat itu. Ketika dilakukan
konsolidasi dan reorganisasi, pasukan gerilya tetap
melakukan preservasi untuk menjaga/mengamankan
kantong-kantong perlawanan dari serangan/pendadakan
musuh. Pada fase ini operasi perlawanan wilayah
dilaksanakan secara terpadu (integrasi full spectrum
capabilities) menggunakan taktik kombinasi konvensional
dan gerilya (preservasi sambil konsolidasi dan reorganisasi).

b) Ekspansi Progresif. Fase 2 (dua) (Ekspansi


Progresif) satuan-satuan gerilya mulai dikerahkan dalam
berbagai front untuk melipatgandakan kekuatan,
memperluas daerah yang bisa dikuasai dan dikendalikan oleh
satuan gerilya, mempersempit ruang gerak musuh dengan
39

melakukan gangguan-gangguan, sabotase dan menimbulkan


teror/keresahan yang dilakukan secara progresif, cepat,
menimbulkan dampak psikologis negatif dan kelelahan bagi
pasukan musuh. Setelah Fase 2 (dua) dinyatakan berhasil
untuk menciptakan keunggulan wilayah pertempuran dan
kekuatan musuh sudah melemah, maka beralih pada
tahapan Fase 3 (tiga) (pertempuran menentukan).

c) Pertempuran yang menentukan. Pada fase ini pasukan


gerilya merebut inisiatif untuk melakukan pertempuran yang
menentukan di beberapa domain dan dimensi secara
nonreguler baik dengan cara-cara tempur ataupun cara-cara
diplomasi yang dilakukan oleh seluruh front guna
mendapatkan keuntungan bagi tahapan operasi selanjutnya.

3) Serangan Balas. Apabila inisiatif telah direbut, dan daerah


operasi mendukung dan memberikan keunggulan terhadap
pelaksanaan operasi, maka perlawanan wilayah beralih pada tahap
serangan balas. Tahap Serangan Balas bersifat ofensif dengan
bentuk operasi gabungan yang diselenggarakan oleh Komando
Gabungan secara serentak yang bertujuan untuk mengusir
kekuatan musuh dari wilayah NKRI.

Dihadapkan dengan pergeseran spektrum konflik dan pola


ancaman serta 4 bentuk pelibatan TNI AD maka ketika terjadi konflik
bersenjata di wilayah yang mengancam keutuhan NKRI atau perang kecil
(small wars) yang merupakan proxy dari kepentingan hegemoni yang
mengancam kedaulatan NKRI maka pembabakan “2” penindakan bisa
dimulai dengan pernyataan darurat militer atau darurat sipil dari
Presiden dengan persetujuan DPR. Ini merupakan pengembangan dari
doktrin lama yang mengisyaratkan adanya pernyataan perang dari
Presiden terhadap negara penyerang (hegemon maupun sekutu) dengan
anteseden adanya niat yang ditandai dengan pergerakan kekuatan militer
mendekati perbatasan Indonesia dalam rangka invasi maupun terjadinya
aksi militer oleh negara penyerang di wilayah kedaulatan NKRI.

Penggunaan kekuatan pertahanan yang berasal dari potensi


pertahanan yang sudah dibina pada babak “0” pemberdayaan dilakukan
melalui mekanisme penggunaan dan mobilisasi sesuai desain operasional
strata operasional. Rencana Rinci Wilayah Pertahanan (RRWP) yang
diimplementasikan dalam Rencana Kontijensi Kotama dieksekusi pada
babak ini. Mobilisasi dan penggunaan Komponen Cadangan oleh satuan-
satuan strata taktis baik itu Satuan Tempur, Satuan Kowil, Satuan
Khusus dan lainnya diatur berdasarkan regulasi dan protap khusus yang
telah disahkan secara nasional oleh strata strategis maupun oleh Kotama
masing-masing yang menyelenggarakan kampanye militer.

Pembabakan “2” penindakan selesai apabila tujuan strategis di


bidang politik dan militer tercapai, misalnya tiadanya ancaman terhadap
kedaulatan dan keutuhan NKRI, atau pihak agresor menyatakan kalah,
atau kelompok separatis bersenjata tidak memiliki kemampuan militer
dan politik untuk memisahkan diri dari NKRI.
40

d. Pemulihan. Pada doktrin terdahulu, Babak ini dilakukan


ketika persetujuan perdamaian ataupun gencatan senjata telah dicapai
atas persetujuan kedua negara atau difasilitasi oleh PBB. Pada babak ini
dilaksanakan operasi militer untuk memulihkan kondisi wilayah baik
terhadap fasilitas dan instalasi serta pemulihan bersifat psikis bagi
prajurit dan masyarakat akibat dampak dari terjadinya perang/
pertempuran. Proses pemulihan dapat dilakukan juga secara paralel
selama babak penindakan apabila wilayahnya sudah diduduki dan
berada di bawah pengendalian pasukan sendiri. Operasi dan kegiatan
pada babak pemulihan diantaranya operasi pemindahan ke belakang
atau melakukan penarikan kekuatan atau satuan yang tugasnya sudah
berakhir; Operasi Teritorial berupa pemberdayaan wilayah pertahanan
dan kekuatan pendukungnya untuk siap menghadapi perkembangan
situasi selanjutnya; Kegiatan pemulihan yang dilaksanakan selanjutnya
antara lain adalah rekonstruksi, rehabilitasi, dan konsolidasi bersinergi
dengan P/I/K/L terkait lainnya; dan kegiatan membantu membawa
tawanan sipil sesuai dengan mekanisme ke peradilan umum, sedangkan
untuk tawanan militer dibawa ke peradilan militer.

Doktrin Operasi Militer Matra Darat “Kartika Yudha” membawa


kebaharuan pada pembabakan ini agar pelibatan kekuatan TNI AD seperti
pada pemberdayaan (dengan operasi Manunggal Pembangunan),
keterpaduan, pengamanan bisa berjalan dengan simultan bersama-sama
P/I//K/L pasca masa krisis, masa konflik dan masa perang. Babak “3”
pemulihan merupakan transisi dari ketiga masa tersebut untuk kembali
ke masa damai. Dalam masa transisi ini, status darurat sipil dan tertib
sipil bisa dinyatakan oleh Presiden dengan persetujuan DPR.
Panglima/Komandan yang berada di strata operasional
menyelenggarakan kampanye militer dengan mengerahkan seluruh
sumber daya pertahanan yang ada (yang tersisa) untuk memulihkan
tatanan tertib sosial seperti yang seharusnya dalam rangka mencapai
tujuan akhir operasi.

BAB V
ELEMEN DAYA TEMPUR TNI AD

19. Umum. Elemen Daya Tempur adalah seluruh sarana dari daya
tembak, daya gerak, daya gempur, dan daya hancur serta kemampuan lainnya
yang dapat digunakan oleh satuan militer pada waktu dan situasi tertentu. Daya
Tempur sangat menentukan dalam keberhasilan suatu operasi. Operasi yang
dilakukan oleh TNI AD membutuhkan pembentukan dan pengembangan daya
tempur secara terus menerus. Seorang Panglima/Komandan harus mampu
membangun daya tempur dengan mengubah potensi yang dimiliki menjadi
tindakan yang efektif. Daya Tempur adalah semua kemampuan yang dimiliki
oleh beberapa unsur secara terpadu, terintegrasi dan disinkronisasikan dengan
tujuan komandan untuk mencapai kesatuan usaha dalam operasi secara
berkelanjutan.

Elemen Daya Tempur merupakan salah satu dari fungsi pertempuran.


Fungsi Pertempuran adalah kegiatan dan sistem yang terpadu, digunakan oleh
Komandan untuk menyelesaikan tugas dan mencapai tujuan latihan. Fungsi
41

Pertempuran ini merupakan sarana fisik dan nonfisik untuk menyelesaikan


tugas. Komandan harus mampu mengintegrasikan dan menyinkronkan
kemampuan serta fungsi lainnya untuk menyelesaikan tugas pokok. Adapun
Elemen Daya Tempur TNI AD terdiri dari: Komando Pengendalian dan Informasi;
Intelijen Pertempuran; Manuver; Tembakan; Perlindungan; Dukungan, dan
Kepemimpinan.

GAMBAR 8
KORELASI ELEMEN DAYA TEMPUR

20. Komando Pengendalian dan Informasi. Komando Pengendalian (Kodal)


adalah kegiatan dan sistem yang dapat digunakan oleh Panglima/Komandan
untuk menyelaraskan dan menyatukan semua elemen daya tempur. Kodal ini
terdiri dari kegiatan dan sistem. Sebagai kegiatan antara lain Komando Operasi,
Kendali Operasi, Pelaksanaan proses operasi dan pembuatan Siskodal; Sebagai
sistem Kodal meliputi manusia, proses, jaringan dan Posko.

Kodal harus bisa mengintegrasikan kepemimpinan, informasi, manuver,


intelijen, tembakan, dukungan, perlindungan. Seorang Panglima/Komandan
dibantu oleh Staf melaksanakan semua proses dan aktivitas di dalam markas
melalui prosedur PPKM dan memberikan komando serta kendali pasukan.
Dengan Kodal yang baik, elemen daya tempur lainnya dapat terintegrasi dalam
satu kesatuan yang utuh serta dapat melipatgandakan efek dari daya tempur
satuan secara keseluruhan.
Informasi sangat penting untuk menyampaikan keputusan tentang
penggunaan kemampuan/daya tempur dan pencapaian tujuan. Diperlukan
manajemen informasi untuk memilah informasi penting dari banyaknya
informasi yang ada. Manajemen informasi merupakan sistem untuk
mengumpulkan, memproses, menyimpan, menampilkan, menyebarkan, dan
melindungi pengetahuan dan informasi.
Komandan dan Satuan Bawah harus berkoordinasi dengan baik terkait
apa yang dilakukan, disampaikan dan tujuan akhir yang diharapkan. Kunci
koordinasi tersebut adalah konteks informasi dan pesan. Konteks informasi ini
menggambarkan kesatuan tujuan, sedangkan pesan adalah komunikasi
langsung dalam rangka pencapaian tujuan. Konteks informasi dilakukan
42

dengan mengimplementasikan kemampuan penerangan, operasi dukungan


informasi dan keterlibatan pasukan. Konteks informasi ini merupakan bagian
dari perencanaan dan digunakan untuk mempengaruhi masyarakat agar
mendukung operasi.

Saat ini keberadaan dunia siber harus menjadi salah satu perhatian bagi
TNI AD, sehingga perlu direncanakan, diintegrasikan dan diselaraskan antara
dunia siber dengan Operasi Perang Elektronika (Pernika) guna mendukung
Operasi Militer Matra Darat. Operasi Dunia Siber dan Pernika TNI AD terdiri
dari:
a. Operasi Serangan Siber;
b. Operasi Pertahanan Siber;
c. Operasi Informasi;
d. Serangan Elektronika;
e. Perlindungan Elektronika; dan
f. Dukungan Perang Elektronika.

21. Intelijen Pertempuran. Intelijen Pertempuran adalah kegiatan dan


sistem yang digunakan untuk memahami cuaca, medan, musuh, masyarakat
dan aspek penting lainnya dari lingkungan operasi. Fungsi Intelijen
Pertempuran adalah menyelaraskan antara pengumpulan informasi dengan
tugas taktis dalam pengintaian, pengamatan, pengamanan, dan operasi intelijen
itu sendiri. TNI Angkatan Darat melaksanakan fungsi intelijen, pengamatan,
dan pengintaian melalui suatu pelaksanaan operasi dan proses intelijen, di
mana lebih fokus pada analisis intelijen dan pengumpulan informasi. Kegiatan
yang termasuk dalam fungsi intelijen pertempuran:
a. Penyelidikan;
b. Pengamanan; dan
c. Penggalangan.

Ada tiga tugas utama dalam fungsi intelijen pertempuran yaitu:


Pembangunan arsitektur intelijen; Pembangunan pengetahuan untuk
memahami apa yang dibutuhkan selama operasi dan daerah operasi melalui
koordinasi dan kerja sama dengan seluruh unsur intelijen lainnya; dan
Dukungan intelijen baik dalam pengembangan konteks informasi serta
melaksanakan pengumpulan informasi, proses dan analisis intelijen, eksploitasi
dan distribusi intelijen.

22. Manuver. Manuver adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan


kegiatan dan sistem untuk memindahkan dan menggunakan kekuatan guna
mencapai kedudukan yang memberikan keuntungan taktis dibandingkan
musuh dan ancaman lainnya. Manuver ini terdiri dari gerakan dan manuver itu
sendiri. Gerakan adalah memindahkan kekuatan baik sebagian maupun
keseluruhan pada saat bermanuver, sedangkan Manuver adalah tindakan
untuk merebut secara langsung atau menguasai kedudukan yang memberikan
keuntungan taktis. Seorang komandan menggunakan manuver untuk
mendapatkan kejutan, pendadakan dan momentum. Manuver yang efektif
membutuhkan koordinasi yang melekat antara tembakan dan gerakan
pasukan, termasuk dukungan lainnya. Beberapa kegiatan dalam manuver
antara lain:

a. Gerakan;
b. Manuver;
43

c. Tembakan langsung;
d. Penguasaan daerah;
e. Mobilitas dan kontra mobilitas; dan
f. Pengintaian dan pengamatan.

Pemindahan administrasi seperti pelayanan personel, logistik dan


dukungan lainnya tidak termasuk dalam manuver.

23. Tembakan. Tembakan adalah fungsi pertempuran yang terkait dengan


kegiatan dan sistem yang menciptakan dan menyatukan efek yang mampu
mencerai-beraikan, melumpuhkan dan menghancurkan musuh sehingga
operasi bisa berjalan. Efek yang ditimbulkan bisa bersifat mematikan dan tidak
mematikan serta disediakan oleh TNI AD sendiri maupun oleh unsur komando
gabungan. Fungsi tembakan tidak hanya dilaksanakan oleh salah satu
kecabangan/fungsi tertentu saja. Namun suatu kecabangan dapat
melaksanakan fungsi tembakan secara bersamaan melaksanakan fungsi
lainnya, misalnya Penerbad yang melaksanakan tugas secara bersamaan dalam
satu waktu seperti manuver, tembakan, intelijen, dukungan, perlindungan dan
kodal.
Komandan harus mampu menyatukan dan mengintegrasikan tembakan
serta mengombinasikan dengan elemen daya tempur lainnya guna menciptakan
efek yang dahsyat untuk mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan.
Kegiatan yang dilaksanakan dalam tembakan antara lain:
a. Melaksanakan semua jenis tembakan di semua domain.

1) Tembakan Mematikan (Lethal). Segala jenis tembakan yang


bersifat fisik dengan efek mematikan serta dapat menyebabkan
timbulnya korban jiwa secara langsung, meliputi:

a) Tembakan dari permukaan ke permukaan;


b) Tembakan dari udara ke permukaan; dan
c) Tembakan dari permukaan ke udara.

2) Tembakan Tidak Mematikan (Non Lethal). Segala jenis


tembakan yang bersifat nonfisik dengan efek tidak mematikan yang
tidak menimbulkan korban jiwa secara langsung, meliputi:

a) Serangan dalam operasi siber dan Pernika; dan


b) Serangan dalam operasi informasi.

b. Mengoordinasikan dan mengintegrasikan semua unsur


tembakan melalui:

1) Penentuan sasaran;
2) Proses bantuan tembakan;
3) Rencana bantuan tembakan;
4) Penggunaan ruang udara; dan
5) Bantuan tembakan terpadu.

24. Perlindungan. Perlindungan adalah segala sesuatu yang terkait


dengan kegiatan dan sistem yang melindungi kekuatan pasukan sehingga
seorang komandan dapat memanfaatkan kekuatan tempur secara maksimal
guna menyelesaikan tugas pokok. Seorang Komandan dapat melaksanakan
44

perlindungan setelah menerima gambaran ancaman dan bahaya di daerah


operasi. Perlindungan ini dilaksanakan secara terpadu dan mengintegrasikan
semua kemampuan perlindungan untuk melindungi pangkalan, mengamankan
rute dan pasukan. Perlindungan ini mencakup seluruh personel yang terlibat
dalam pertempuran baik kombatan maupun nonkombatan, infrastruktur,
lingkungan dan seluruh pihak yang terkait. Kemampuan perlindungan akan
menentukan derajat ancaman dalam mempengaruhi pelaksanaan operasi serta
bagaimana cara mengatasi ancaman tersebut. Kegiatan perlindungan meliputi
perencanaan, persiapan, pelaksanaan dan penilaian perlindungan. Kegiatan
tersebut tidak bersifat urutan, namun berlangsung secara terus menerus dan
berkelanjutan. Kegiatan ini juga akan menentukan skala prioritas dalam
melaksanakan perlindungan dihadapkan dengan kemampuan perlindungan
yang tersedia. Kegiatan yang dapat dilakukan dengan fungsi perlindungan
antara lain:

a. Operasi Penyelamatan;
b. Perlindungan Kesehatan;
c. Operasi Nubika;
d. Dukungan Jihandak;
e. Dukungan Pertahanan Udara;
f. Operasi Polisi Militer;
g. Manajemen Resiko;
h. Prosedur Keamanan Prajurit;
i. Pengendalian Penduduk dan Dalsakrah;
j. Pengamanan Wilayah;
k. Pengamanan dan Pertahanan Siber;
l. Perlindungan Elektromagnetik; dan
m. Keamanan Operasi.

25. Dukungan. Fungsi dukungan adalah segala sesuatu yang berkaitan


dengan kegiatan dan sistem untuk memberikan dukungan dan pelayanan guna
memastikan kebebasan bertindak, jangkauan operasi dan memperpanjang
masa operasi. Dukungan sangat menentukan kedalaman dan kelangsungan
operasi TNI AD. Dengan dukungan yang baik akan memberikan kebebasan bagi
Komandan untuk menentukan cara bertindak dan inisiatif lebih banyak. Fungsi
dukungan terdiri dari Logistik; Anggaran; Personel; Kesehatan; dan Teritorial.

a. Dukungan Logistik dilaksanakan secara berkelanjutan dan terus


menerus baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan operasi. Fungsi
logistik antara lain perencanaan, pengadaan, pergudangan, distribusi,
pemeliharaan alutsista, penempatan materiel, konstruksi, pemeliharaan,
dan perawatan fasilitas pendukung. Kecabangan yang terlibat dalam
dukungan logistik antara lain Penerbad, Perbekalan dan Angkutan,
Peralatan, dan Zeni.

b. Dukungan Anggaran dilaksanakan dengan memanfaatkan


kebijakan penganggaran dan kekuatan seluruh anggaran yang dimiliki
oleh TNI AD. Manajemen anggaran dilakukan dengan melaksanakan
operasi keuangan dan manajemen sumber daya yang ada.

c. Dukungan Personel merupakan fungsi untuk menyelenggarakan


kegiatan pemeliharaan kekuatan satuan, peningkatan dan pemeliharaan
moril, pemeliharaan dan penegakan hukum, disiplin dan tata tertib,
45

pembinaan markas serta administrasi umum.19

d. Dukungan Kesehatan dilaksanakan melalui penyelenggaraan


pelayanan kesehatan dan dukungan kesehatan prajurit. Dukungan
Kesehatan prajurit difokuskan pada perlindungan kesehatan prajurit di
daerah operasi. Dukungan layanan kesehatan meliputi semua dukungan
pelayanan yang dilakukan oleh Kecabangan Kesehatan TNI AD untuk
mempromosikan, meningkatkan, merawat atau memulihkan kejiwaan
dan fisik seperti yang diharapkan. Dukungan Kesehatan mencakup:

1) Perawatan medis;
2) Rawat inap (hospitalisasi);
3) Perawatan gigi;
4) Kesehatan jiwa dan psikiatri;
5) Laboratorium klinik;
6) Perawatan pasien Nubika;
7) Evakuasi medis; dan
8) Bekal medis (termasuk pengelolaan darah).

e. Dukungan Teritorial. Dukungan Teritorial meliputi berbagai


kegiatan dan sistem yang dimiliki oleh TNI AD untuk menghimpun
dukungan masyarakat atau public support serta memberdayakan
berbagai potensi wilayah yang ada di suatu daerah operasi tertentu guna
mendukung pelaksanaan operasi militer TNI AD. Dukungan masyarakat
di daerah operasi sangat berarti bagi keberhasilan satuan-satuan TNI AD
di lapangan. Dukungan yang dimaksud dapat berupa informasi tentang
daerah operasi, kondisi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan juga
sumber daya wilayah yang tersedia. Kemanunggalan TNI-Rakyat yang
telah terjalin selama ini merupakan modal penting bagi TNI AD dalam
melaksanakan berbagai tugas operasi. Sejarah telah membuktikan bahwa
keberhasilan perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan
ditentukan oleh dukungan rakyat Indonesia. Oleh karena itu,
Kemanunggalan TNI-Rakyat harus tetap dipelihara dan dipertahankan
melalui kegiatan-kegiatan teritorial TNI AD. Kegiatan teritorial ini
dilaksanakan baik pada masa damai, konflik maupun pada saat perang
secara terus-menerus dan berkelanjutan. Kemampuan teritorial harus
dimiliki oleh setiap prajurit dan satuan baik satuan komando
kewilayahan maupun satuan nonkomando kewilayahan.

26. Kepemimpinan. Kepemimpinan memiliki peran yang sangat penting


dalam pelaksanaan operasi. Kekuatan darat sangat tergantung pada kekuatan
pemimpin di semua tingkatan dari perwira sampai dengan tamtama. Namun
kepemimpinan tidak hanya dibatasi pada rantai komando saja, tetapi setiap
prajurit harus dapat memotivasi orang-orang di sekitarnya melalui inisiatif,
teladan dan keberanian. Dalam pertempuran, visi, kecerdasan, komunikasi dan
motivasi kepemimpinan akan membuka jalan dalam menghadapi situasi yang
kacau dan membingungkan. Kepemimpinan akan menginspirasi, mencapai
tujuan dan arah dalam pengembangan dan mengintegrasikan semua elemen
daya tempur. Kepemimpinan yang buruk memiliki dampak yang luas dan
merusak yang mengakibatkan demoralisasi dan destabilisasi kekuatan darat
dan efektivitas tempur secara cepat.

19Mabes TNI (2010). Perpang TNI Nomor Perpang/2/I/2010 tanggal 19 Januari 2010.
Bujukops TNI tentang Operasi Khusus, hal.5
46

Doktrin Kepemimpinan TNI AD diperlukan karena operasi darat dan sifat


kekuatan darat memerlukan pendekatan khusus dalam kepemimpinan.
Kepemimpinan pada operasi dilakukan dalam konteks yang penuh tantangan,
situasi konflik, serta kondisi yang ekstrem. Ada tiga hal yang penting dalam
kepemimpinan TNI AD:

a. Pasukan darat harus memegang teguh hierarki, dari komandan


atas sampai ke tingkat terendah. Karakteristik prajurit, musuh dan
masyarakat di daerah operasi menuntut kepemimpinan di TNI AD untuk
dikembangkan dan dilaksanakan oleh seluruh jajaran sehingga mampu
mendorong inisiatif komandan bawahan di semua tingkatan.

b. Pemimpin harus membangun iklim dan budaya komando di


satuannya. Setiap pemimpin di semua jajaran TNI AD harus membangun
iklim dan budaya dengan melaksanakan dan berpedoman pada nilai-nilai
Kepemimpinan TNI AD.
c. TNI saat ini dinilai sangat baik dan menjadi lembaga kepercayaan
masyarakat Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari keberhasilan
kepemimpinan TNI AD. Keberhasilan kepemimpinan tersebut jangan
sampai dinodai oleh level kepemimpinan pasukan yang tidak sesuai
dengan norma yang berlaku. Diharapkan setiap prajurit TNI AD benar-
benar menerapkan nilai-nilai kepemimpinan TNI AD dalam setiap
pelaksanaan tugas karena kegagalan dalam setiap operasi ditentukan
oleh kepemimpinan yang buruk.

Kepemimpinan TNI AD tidak terlepas dari nilai-nilai kejuangan TNI


dengan tetap memegang teguh jati diri TNI sebagai tentara rakyat, tentara
pejuang, tentara nasional dan tentara profesional. Setiap pemimpin harus
memiliki watak atau karakter yang memegang teguh Sumpah Prajurit, berjiwa
Sapta Marga serta menjunjung tinggi Delapan Wajib TNI. Kepemimpinan TNI AD
juga harus memperhatikan kultur TNI AD yang terdiri dari tradisi TNI AD, 11
Azas Kepemimpinan TNI, prinsip-prinsip kepemimpinan, sifat-sifat dan ciri
kepemimpinan TNI AD.

BAB VI
KOMANDO DAN PENGENDALIAN

27. Umum. Bab ini membahas tentang bentuk hubungan antar satuan
dalam rangka penggunaan kekuatan TNI AD dalam operasi militer matra darat
baik itu hubungan komando, hubungan bantuan dan hubungan keterpaduan
disertai dengan macam pengendalian Panglima/Komandan secara operasional
maupun taktis dalam setiap strata perang.

28. Komando. Keberhasilan setiap operasi bergantung pada hubungan


komando dan bantuan yang didefinisikan dengan jelas dan dipahami dengan
baik. Sering terjadi, satuan dalam suatu tugas tertentu tidak jelas tentang
hubungan komando dan bantuan. Kurangnya pengetahuan dan pemahaman ini
sering ditemui pada saat operasi dukungan terhadap satuan manuver dan
operasi gabungan/terpadu dengan satuan/instnasi di luar TNI AD.
Kebingungan yang dialami oleh Staf dan perencana operasi akan menghalangi
keberhasilan operasi, namun jika mereka memahami hal ini maka pelaksanaan
47

operasi akan berjalan efektif, dan efisien.

Pada Operasi Militer Matra Darat, hubungan antar satuan pada setiap
pelibatan kekuatan TNI AD baik secara internal satuan TNI AD maupun
eksternal satuan seperti satuan TNI AL , TNI AU, Polri dan satuan/instansi sipil
perlu diatur dalam terminologi khusus. Terminologi ini mengatur tanggung
jawab melekat pada satuan utama pelaksana operasi dengan satuan lain yang
berhubungan dengannya. Doktrin ini memperkenalkan beberapa istilah baru
tentang hubungan antar satuan namun tetap mempertahankan istilah lama
yang sudah biasa dikenal TNI. Ada tiga jenis relasi hubungan satuan pada
Operasi Militer Matra Darat yaitu: hubungan komando, hubungan dukungan
dan hubungan keterpaduan.

Hubungan komando mendefinisikan tanggung jawab dan wewenang


komando, sedangkan hubungan dukungan mendefinisikan tujuan, ruang
lingkup dan efek yang diinginkan ketika satu kemampuan mendukung yang
lain. Hubungan Keterpaduan mendefinisikan hubungan antara dua satuan
yang setara, tidak ingin terlibat hubungan komando maupun bantuan namun
secara bersama-sama menyelesaikan permasalahan yang terjadi di lapangan.

a. Hubungan Komando. Relasi antar satuan ini mengatur


hubungan yang bersifat rantai komando dan perintah ketika satuan-
satuan lain bergabung ke satuan utama dalam operasi Militer Matra
Darat. Terdapat lima jenis hubungan Komando dalam Operasi Militer
Matra Darat meliputi: Organik, Bawah Tugas (BT), Bawah Perintah (BP),
Bawah Kendali Operasi (BKO), Bawah Kendali Taktis (BKT).

1) Organik, Satuan organik adalah satuan yang merupakan


bagian dari organisasi militer induk satuan seperti yang tercantum
dalam TOP/DSPP satuan induk. Jika satuan organik untuk
sementara diberikan tugas memperkuat Satuan lain, maka satuan
organik akan kembali ke induk satuan organik setelah
menyelesaikan misi operasi. Contoh: Kodam Jaya memiliki satuan
organik Brigif 1 PIK/JS, Brigkav 1/LA dan Menarhanud 1/F.

Bawah Bawah
Bawah Tugas Bawah Perintah Kendali Kendali
Hubungan Organik
(BT) (BP) Operasi Taktis
(BKO) (BKT)

Mempunyai Hubungan Seluruh satuan Satuan Penerima Satuan Penerima Satuan Penerima Satuan Penerima
Komando dengan: organiksesuai
TOP/DSPP
Pemberian Tupok - Markas Satuan Markas Satuan Satuan Penerima Satuan Organik Satuan Organik
Penyusunan Pasukan Organik Atasan Penerima Atasan, Satuan Atasan
oleh: Penerima

Menerima pemeliharaan Satuan Dukungan Satuan Dukungan Satuan Dukungan Har & Satuan Organik Satuan Organik
dan pelayanan dari: Har & Yan sesuai Har & Yan Markas Yan Markas Satuan Atasan Atasan
Protap TNI AD Satuan Penerima Penerima
Tanggung Jawab Melekat

Menerima Daerah Markas Satuan Rantai Komando Satuan Penerima Satuan Penerima Satuan Penerima
Operasi dan penempatan Organik Satuan Penerima
satuan oleh: BT
Menyediakan Perwira Tidak Perlu Sesuai kebutuhan Sesuai kebutuhan ke Sesuai kebutuhan Sesuai kebutuhan
Penghubung untuk: ke Satuan penerima Satuan Penerima ke Satuan ke Satuan
BT Penerima Penerima
Membangun/ Memelihara Tidak Perlu Sesuai kebutuhan Sesuai kebutuhan ke Sesuai kebutuhan Sesuai kebutuhan
komunikasi dengan: ke Satuan penerima Satuan Penerima dan ke ke Satuan ke Satuan
BT Satuan Organik Atasan Penerima dan ke Penerima dan ke
Satuan Organik Satuan Organik
Atasan Atasan
Memiliki prioritas yang Markas Satuan Markas Atasan Satuan Penerima Satuan Penerima Satuan Penerima
ditetapkan oleh: Organik Satuan Penerima

Bisa diberikan tugas BP, BKO, BKT, Sesuai kebutuhan BP, BKO, BKT, BL, BU- BKO, BKT, BL, BKT, BL, BU-PT,
lanjutan oleh Mako BL, BU-PT, BU ke Markas Satuan PT, BU BU-PT, BU BU
Satuan atasan baik itu Penerima BT
hubungan komando atau
hubungan bantuan yakni:

GAMBAR 9
HUBUNGAN KOMANDO
48

2) Bawah Tugas (BT), Satuan yang mendapatkan perintah BT


ditempatkan ke suatu satuan besar dalam jangka waktu lama,
sehingga terlihat relatif permanen namun bukan organik, dengan
tanggung jawab administratif berada pada satuan penerima.
Contoh: Denkesyah 04.01 yang merupakan organik Kesdam IM
mendapat perintah BT ke Korem 011/LW, sehingga tanggung jawab
administratif seperti pelayanan dan pemeliharaan satuan
Denkesyah 04.01 akan dilakukan oleh Korem 011/LW selama
perintah BT dilaksanakan.

3) Bawah Perintah (BP), Satuan yang mendapatkan perintah BP


ditempatkan ke suatu satuan penerima dalam jangka waktu
tertentu dengan tanggung jawab administratif berada pada satuan
penerima. Contoh: Yonarmed 4/105 GS/Parahyangan yang
merupakan organik Kodam III/Slw mendapat perintah BP ke Divif
1/Kostrad selama pelaksanaan Operasi Serangan Balas di
Kalimantan Utara, sehingga tanggung jawab administratif seperti
pelayanan dan pemeliharaan satuan Yonarmed 4/105
GS/Parahyangan akan dilakukan oleh Divif 1/Kostrad selama
perintah BP dilaksanakan. Perintah BP berakhir ketika Operasi
Serangan Balas selesai atau satuan tersebut dikembalikan oleh
Divif 1/Kostrad ke satuan organik atasannya.

4) Bawah Kendali Operasi (BKO), adalah wewenang untuk


melakukan fungsi komando oleh satuan penerima kepada satuan
bawah yang mendapat perintah BKO termasuk mengatur susunan
pasukan, mengendalikan satuan serta penempatan di daerah
operasi, memberikan tugas dan perintah operasi, menetapkan
tujuan akhir, dan memberikan perintah operasi untuk
menyelesaikan Tupok. Tanggung jawab administratif seperti
pelayanan dan pemeliharaan masih menjadi tanggung jawab
Satuan Organik atasan. Contoh: Yonif R 400/BR yang merupakan
organik dari Kodam IV/Dip mendapat perintah BKO ke
Kogabwilhan III dalam rangka Operasi Lawan Insurjensi di wilayah
Papua Tengah. Kogabwilhan III berhak untuk melakukan
reorganisasi susunan tugas, menempatkan satuan tersebut sesuai
daerah operasi yang dipilih, memberikan PO, dll sesuai
perkembangan situasi daerah Operasi. Yonif R 400/BR bisa
memilih untuk membangun saluran komunikasi dan memberikan
Pabung ke Kogabwilhan III atau tidak. Segala urusan administrasi
seperti pelayanan personel (gaji, tunjangan dll) maupun
pengadaan/pemeliharaan materiel masih menjadi tanggung jawab
Kodam IV/Dip selaku satuan organik atasannya.

5) Bawah Kendali Taktis (BKT), adalah wewenang atas kekuatan


yang terbatas pada perintah dan kendali terperinci dari gerakan
atau manuver di dalam daerah operasi yang diperlukan untuk
menyelesaikan misi atau tugas yang diberikan. BKT tidak
memberikan wewenang langsung untuk mengubah struktur
organisasi atau dukungan administratif dan logistik. Tanggung
jawab administratif seperti pelayanan dan pemeliharaan masih
menjadi tanggung jawab Satuan Organik atasan. Brigif PR 17/SBB
yang merupakan organik dari Divif 1/K mendapat perintah BKT ke
Kogabwilhan II dalam rangka Operasi Pengamanan Wilayah pasca
49

konflik sosial di IKN. Kogabwilhan II tidak memiliki wewenang


untuk memberikan Perintah Operasi dan mengubah susunan tugas
yang telah diberikan satuan organik atasannya, namun berhak
untuk menempatkan satuan tersebut ke daerah operasi yang dipilih
sesuai kebutuhan operasi. Brigif PR 17/SBB bisa memilih untuk
membangun saluran komunikasi dan memberikan Pabung ke
Kogabwilhan II atau tidak. Segala urusan administrasi seperti
pelayanan personel (gaji, tunjangan dll) maupun
pengadaan/pemeliharaan materiel masih menjadi tanggung jawab
Divif 1/K selaku satuan organik atasannya.

b. Hubungan Bantuan/Dukungan. Relasi antar satuan ini mengatur


hubungan yang bersifat bantuan dan dukungan terhadap satuan yang
menjalankan operasi utama, dengan mendefinisikan tujuan, ruang
lingkup, dan efek yang diinginkan ketika satu kemampuan mendukung
yang lain. Hubungan Bantuan/Dukungan ditetapkan ketika hubungan
komando dirasa tidak sesuai atau dirasa kurang tepat dan memerlukan
suatu penambahan. Maka Panglima/Komandan dapat menentukan
bahwa hubungan bantuan lebih menguntungkan. Ini mungkin terjadi
ketika keahlian teknis dan taktis tingkat komando berada di satuan
bantuan/dukungan dan bukan pada satuan yang dibantu (lebih
ahli/spesial daripada satuan penerima). Ini juga dapat terjadi ketika
satuan bantuan memiliki lebih dari satu satuan yang harus dilayani dan
harus memprioritaskan upaya bantuan/dukungan secara internal. Jenis
hubungan bantuan meliputi: Bantuan Langsung (BL), Perkuatan (PT),
Bantuan Umum Perkuatan (BU-PT), dan Bantuan Umum (BU).

1) Bantuan Langsung (BL). Merupakan hubungan


bantuan/dukungan yang membutuhkan suatu Satuan untuk
bantuan/dukungan Satuan tertentu lainnya dan mengizinkannya
untuk menjawab secara langsung permintaan bantuan dari Satuan
yang didukung. Sebuah Satuan yang diberi perintah Tugas BL tetap
mempertahankan hubungan komandonya dengan satuan organik
atasannya, tetapi diposisikan dan memiliki prioritas
bantuan/dukungan yang ditetapkan oleh satuan yang
dibantu/didukung.

Contoh 1: Yonarmed 12/155 GS/ACY yang merupakan organik dari


Menarmed 2/PY mendapat perintah BL ke Brigif PR 18/Trisula
dalam Operasi Pertahanan di Ibu Kota Negara dalam rangka
mengatasi serangan negara asing. Pemberian Perintah dan
Susunan pasukan bisa dari Brigif PR 18/Trisula namun bisa juga
dari Menarmed 2/PY. Penempatan dan tanggung jawab Daerah
Operasi Yonarmed 12/155 GS/ACY diberikan oleh Brigif PR
18/Trisula. Dalam tugas bantuan/dukungan tersebut Yonarmed
12/155 GS/ACY memberikan prioritas pelayanan Bantuan
Tembakan Armed sesuai perintah Pangdivif 2/K. Yonarmed 12/155
GS/ACY sesuai kebutuhan membangun saluran komunikasi ke
Menarmed 2/PY sebagai satuan organik atasan dan Brigif PR
18/Trisula sebagai satuan penerima BL. Sedangkan Pabung
diberikan oleh Yonarmed 12/155 GS/ACY hanya ke Brigif PR
18/Trisula sebagai satuan penerima BL. Brigif PR 18/Trisula bisa
memberikan tugas hubungan komando maupun hubungan
bantuan/dukungan lanjutan ke satuan organik bawahan
50

Yonarmed 12/155 GS/ACY, seperti kepada Baterai-Baterai atas


persetujuan Danyonarmed 12/155 GS/ACY dalam rangka
menyikapi perubahan situasi lingkungan operasi dan kebutuhan
perubahan susunan pasukan.

Bantuan Umum -
Hubungan Bantuan Langsung (BL) Perkuatan (PT) Bantuan Umum (BU)
Perkuatan (BU-PT)
Mempunyai Hubungan Satuan Organik Atasan Satuan Organik Satuan Organik Atasan Satuan Organik
Komando dengan: Atasan Atasan

Pemberian Tupok - Satuan Organik Atasan Satuan Organik Satuan Organik Atasan Satuan Organik
Penyusunan Pasukan: Atasan Atasan

Menerima pemeliharaan Satuan Organik Atasan Satuan Organik Satuan Organik Atasan Satuan Organik
dan pelayanan: Atasan Atasan
Tanggung Jawab Melekat

Menerima Daerah Satuan Penerima Satuan Penerima Satuan Organik Atasan Satuan Organik
Operasi dan penempatan Bantuan/Dukungan Perkuatan Atasan
satuan oleh: Perwira
Menyediakan Satuan Penerima Satuan Penerima Satuan Penerima Sesuai kebutuhan ke
Penghubung untuk: Bantuan/Dukungan Perkuatan Perkuatan dan Sesuai Satuan Organik
kebutuhan ke Satuan Atasan
Membangun/Memelihara Satuan Organik Atasan, Satuan Penerima OrganikPenerima
Satuan Atasan Sesuai kebutuhan ke
komunikasi dengan: Satuan Penerima Perkuatan Perkuatan dan Sesuai Satuan Organik
Bantuan/Dukungan kebutuhan ke Satuan Atasan
Organik Atasan
Memiliki prioritas yang Satuan Penerima Satuan Penerima Satuan Organik Atasan Satuan Organik
ditetapkan oleh: Bantuan/Dukungan Perkuatan kemudian kemudian Satuan Atasan
ke Satuan Organik Penerima Perkuatan
Atasan
Bisa diberikan tugas Boleh memberikan tugas Tidak Bisa Tidak Bisa Tidak Bisa
lanjutan oleh Mako Satuan hubungan bantuan ke satuan
atasan baik itu hubungan bawah komandonya dengan
komando atau hubungan persetujuan Dansat BL
bantuan yakni:
GAMBAR 10
HUBUNGAN BANTUAN

Contoh 2: Denhub, Denpal, dan Yonbekang 1/Tri Bhakti Yudha


yang merupakan organik Divif 1/K mendapatkan perintah BL ke
Kodam Jaya dalam rangka Operasi Pam VVIP KTT G20. Pemberian
Perintah dan Susunan pasukan bisa dari Kodam Jaya namun bisa
juga dari Divif 1/K. Penempatan dan tanggung jawab Daerah
Operasi Denhub, Denpal dan Yonbekang 1/Tri Bhakti Yudha
diberikan oleh Kodam Jaya. Dalam tugas
bantuan/dukungan tersebut Denhub, Denpal, dan Yonbekang
1/Tri Bhakti Yudha memberikan prioritas pelayanan dukungan
sesuai perintah Pangdam Jaya. Denhub, Denpal dan Yonbekang
1/Tri Bhakti Yudha sesuai kebutuhan membangun saluran
komunikasi ke Divif 1/K sebagai satuan organik atasan dan Kodam
Jaya sebagai satuan penerima BL. Sedangkan Pabung diberikan
oleh Denhub, Denpal dan Yonbekang 1/Tri Bhakti Yudha hanya ke
Kodam Jaya sebagai satuan penerima BL. Kodam Jaya bisa
memberikan tugas hubungan komando maupun hubungan
bantuan/dukungan lanjutan ke satuan organik bawahan Denhub,
Denpal dan Yonbekang 1/Tri Bhakti Yudha, atas persetujuan
Komandan masing-masing dalam rangka menyikapi perubahan
situasi lingkungan operasi dan kebutuhan perubahan susunan
pasukan.
51

2) Perkuatan (PT). Merupakan hubungan bantuan/dukungan


dari satuan bantuan/pendukung terhadap jenis satuan
bantuan/pendukung serupa lainnya yang membutuhkan
bantuan/dukungan kekuatan untuk memperbesar kemampuan
dan kekuatan bantuan/dukungannya. Hanya Satuan dengan
kecabangan sama atau memiliki jenis kemampuan serupa yang
bisa diberikan dan menerima tugas PT, seperti Yonarmed 155/GS
PT ke Yonarmed 105/Tarik. Sebuah Satuan yang diberi Tugas PT
mempertahankan hubungan komando/perintahnya dengan satuan
organik atasannya tetapi diposisikan dan diberi tanggung jawab
daerah operasi oleh Satuan yang diperkuat. Sebuah Satuan yang
diperkuat memiliki prioritas bantuan/dukungan PT yang
ditetapkan pertama oleh Satuan yang diperkuat dan kemudian oleh
satuan organik atasannya.

Contoh: Yonarmed 4/155 GS/Parahayangan yang


merupakan organik Kodam III/Slw mendapatkan perintah PT ke
Yonarmed 13/76 Tarik/Nanggala (organik Menarmed 1/SY Divif
1/K) dalam rangka memperkuat bantuan tembakan Yonarmed
13/76 Tarik/Nanggala yang sedang mendapatkan Tugas BL ke
Brigif R 13/Galuh. Yonarmed 13/76 Tarik/Nanggala memiliki
kaliber meriam lebih kecil (76 mm) sehingga memerlukan
perkuatan dari Yonarmed 4/155 GS/Parahayangan yang memiliki
kaliber meriam lebih besar (155 mm). Namun Tugas PT juga bisa
diberikan kepada satuan yang memiliki kekuatan sama/kaliber
sama. Pemberian Perintah dan Susunan pasukan tetap dari Kodam
III/Slw. Penempatan dan tanggung jawab Daerah Operasi yang
diberikan kepada Yonarmed 4/155 GS/Parahayangan diberikan
oleh Kodam III/Slw selaku satuan organik atasan. Dalam tugas
bantuan/dukungan tersebut Yonarmed 4/155 GS/Parahayangan
memberikan PT pelayanan Bantuan Tembakan Armed atas prioritas
pertama dari Danyonarmed 13/76 Tarik/Nanggala sebagai satuan
penerima PT dan Kodam III/Slw selaku satuan organik atasan.
Yonarmed 4/155 GS/Parahayangan harus membangun saluran
komunikasi dan memberikan Pabung ke Yonarmed 13/76
Tarik/Nanggala sebagai satuan penerima PT.

3) Bantuan Umum Perkuatan (BU-PT). Merupakan hubungan


bantuan/dukungan yang diberikan kepada suatu Satuan untuk
mendukung satuan yang dibantu/didukung secara keseluruhan
dan untuk memperkuat jenis satuan lain yang serupa. Satuan yang
diberi hubungan dukungan BU-PT diposisikan dan memiliki
prioritas yang ditetapkan oleh satuan induknya dan kedua oleh
satuan yang diperkuat.

Contoh: Yonarmed-9/155 GS/Pasopati yang merupakan


organik dari Menarmed 1/SY mendapat perintah BU-PT ke
Kogabwilhan 1 dalam rangka Operasi Lawan Insurjensi di Aceh.
Kogabwilhan 1 telah menerima BL dari Yonarmed 17/Komposit/RC
namun kadang kekuatan tembakannya dinilai kurang dihadapkan
dengan situasi lingkungan operasi yang berkembang. Pemberian
Perintah dan Susunan pasukan tetap dari Menarmed 1/SY, namun
jika dirasa penting Kogabwilhan 1 bisa memberikan Perintah
Operasi asalkan Yonarmed-9/155 GS/Pasopati mendapatkan
52

perintah hubungan komando BP atau BKO terlebih dahulu ke


mereka sebelum diberikan perintah hubungan bantuan/dukungan
BU-PT. Penempatan dan tanggung jawab Daerah Operasi
Yonarmed-9/155 GS/Pasopati diberikan oleh Menarmed 1/SY
sebagai satuan organik atasan. Dalam tugas bantuan/dukungan
tersebut Yonarmed-9/155 GS/Pasopati memberikan pelayanan
Bantuan Tembakan Armed BU-PT ke jajaran Divif 2/K secara
umum sesuai prioritas dari Danmenarmed 1/SY kemudian dari
Pangkogab 1. Yonarmed-9/155 GS/Pasopati harus memberikan
Pabung dan membangun saluran komunikasi ke Yonarmed
17/Komposit/RC sebagai satuan yang menerima PT dan sesuai
kebutuhan ke Menarmed 1/SY sebagai satuan organik atasan.

4) Bantuan Umum (BU). Merupakan suatu hubungan


bantuan/dukungan yang diberikan kepada satuan yang
dibantu/didukung secara keseluruhan dan bukan untuk
subsatuan tertentu. Satuan yang diberi hubungan dukungan
umum diposisikan dan memiliki prioritas yang ditetapkan oleh
satuan organik atasannya.

Contoh: Yonarmed-1/Roket/Ajusta yang merupakan organik


dari Menarmed 2/PY mendapat perintah BU ke Divif 2/K dalam
rangka Operasi Serangan Balas merebut Surabaya dari
pendudukan Negara Asing. Pemberian Perintah dan Susunan
pasukan tetap dari Menarmed 2/PY, namun jika dirasa penting
Divif 2/K bisa memberikan Perintah Operasi asalkan Yonarmed-
1/Roket/Ajusta mendapatkan perintah hubungan komando BP
atau BKO terlebih dahulu ke mereka sebelum diberikan perintah
hubungan bantuan/dukungan BU. Penempatan dan tanggung
jawab Daerah Operasi yang diberikan kepada Yonarmed-
1/Roket/Ajusta diberikan oleh Menarmed 2/PY sebagai satuan
organik atasan. Dalam tugas bantuan/dukungan tersebut
Yonarmed-1/Roket/Ajusta memberikan pelayanan Bantuan
Tembakan Roket ke satuan bawah Divif 2/K yang melakukan
operasi seperti Brigif MR 6/Trisakti Baladaya, Brigif R 9/Dharaka
Yudha dan Brigif PR 18/Trisula atas prioritas dari Pangdivif 2/K.
Yonarmed-1/Roket/Ajusta sesuai kebutuhan membangun saluran
komunikasi dan memberikan Pabung ke Menarmed 2/PY sebagai
satuan organik atasan.

c. Hubungan Keterpaduan. Hubungan ini terjadi ketika TNI AD


melaksanakan kerja sama secara terpadu dan kolaboratif dengan konsep
kesetaraan bersama P/I/K/L. Hubungan ini meliputi: Hubungan Terpadu
Penuh (TP), Hubungan Terpadu Sebagian (TS) dan Hubungan Terpadu
Terpimpin (TT).

1) Terpadu Penuh (TP), ialah suatu Relasi antar satuan yang


memiliki level sejajar dalam pelaksanaan operasi yang dirasa tidak
pantas apabila salah satu pihak berada di bawah perintah dalam
hubungan komando atau hubungan bantuan/dukungan.
Hubungan ini terjadi ketika Markas Operasi Terpadu merupakan
gabungan/integrasi dari unsur-unsur instansi terlibat. Pimpinan
Operasi Terpadu bisa ditunjuk dari salah satu instansi (bisa TNI)
dan wakilnya dari instansi lain, sedangkan para staf maupun
53

Komandan Satgas di bawahnya merupakan gabungan/integrasi


unsur-unsur yang tergabung dalam Operasi Terpadu tersebut.

Model hubungan ini sering digunakan oleh TNI dalam


melaksanakan operasi terpadu dengan P/I/K/L, seperti dalam
operasi bantuan kemanusiaan masa tanggap darurat bencana alam
(banjir, gunung meletus, dll.) dan non alam (Covid-19) oleh Kodim,
maupun operasi bantuan SAR.

GAMBAR 11
TERPADU PENUH

2) Terpadu Sebagian (TS), ialah suatu hubungan Keterpaduan


yang terjadi ketika Markas Operasi Terpadu merupakan
gabungan/integrasi dari unsur-unsur instansi terlibat. Pimpinan
Operasi Terpadu bisa ditunjuk dari salah satu instansi (bisa TNI)
dan wakilnya dari instansi lain, dan para staf Mako Ops Terpadu
merupakan gabungan/integrasi unsur-unsur yang tergabung
dalam Operasi Terpadu tersebut. Satgas Operasi Terpadu masih
merupakan gabungan/integrasi, namun Subsatgas dibawahnya
sudah terpisah sesuai Tupoksi satuan/instansi masing-masing.

Contoh: Operasi Tinombala 2020, yang merupakan operasi


terpadu antara TNI Polri di Poso, menggunakan model hubungan
terpadu sebagian (TS) yang mana Penanggung Jawab Operasi dan
Kasatgas dari Polri namun Wakil Penanggung Jawab Operasi dan
Wakasatgas dari TNI. Staf Makoops dan staf Satgas adalah
gabungan dari kedua instansi tersebut. Subsatgas TNI dan Polri
terpisah, untuk melaksanakan tugas pokok sesuai Tupoksi masing-
masing.
54

GAMBAR 12
TERPADU SEBAGIAN

3) Terpadu Terpimpin (TT), ialah suatu hubungan


Keterpaduan yang terjadi ketika Satgas-satgas instansi yang
tergabung dalam suatu Operasi Terpadu bekerja sesuai Tupoksi
satuan masing-masing, namun tetap berada di bawah Mako Ops
salah satu instansi yang memimpin (bisa TNI). Satgas masing-
masing instansi akan mengendalikan pasukan atau tim di bawah
komandonya.

Contoh: Operasi Nemangkawi 2018, Operasi Terpadu TNI-


Polri di Papua, menggunakan model terpadu terpimpin (TT) dalam
status hubungan antar satuannya. Satgas TNI dan Satgas Polri
bekerja terpisah dalam satu Operasi Terpadu, namun tetap di
bawah kendali Kapolda Papua sebagai Pimpinan Operasi Terpadu
Mako Ops Terpadu Nemangkawi.

GAMBAR 13
TERPADU TERPIMPIN
55

29. Pengendalian. Dalam pelaksanaan operasi, pengendalian digunakan


untuk memonitor kemajuan tugas yang dilaksanakan dan perkembangan
operasi yang dijalankan agar tetap searah dan sesuai dengan perintah operasi.
Pengendalian juga dapat digunakan untuk mempengaruhi maupun mengubah
langkah-langkah atau kebijakan yang telah diperintahkan sebelumnya guna
keberhasilan tugas yang diberikan.

Selain pengendalian operasi dalam hal penggunaan kekuatan,


pengendalian juga dapat dilakukan dalam rangka pembinaan guna
meningkatkan kesiapan operasional bagi satuan jajaran TNI AD yang siaga
operasi. Pengendalian dapat dilakukan dalam bentuk pemeriksaan dan
pengawasan guna menjamin program, sistem operasi, pendistribusian, dan
dukungan operasi yang diselenggarakan oleh TNI AD agar tepat guna dan
berhasil guna.

Pengendalian suatu operasi merupakan fungsi komando bagi seorang


Panglima/Komandan atas semua satuan yang ditugaskan dalam komandonya.
Untuk dapat melaksanakan tugas operasi dengan baik, perlu adanya kesatuan
usaha dan penghematan penggunaan sarana serta wahana pada setiap operasi.
Selain itu sistem pengendalian yang baik dapat mencegah atau meniadakan
duplikasi penggunaan fasilitas dan fungsi komponen dari masing-masing unsur
bawahan.

a. Kendali Operasional. Adalah wewenang Panglima/Komandan


pada level operasional untuk menggelar dan mengarahkan satuan-satuan
yang ditugaskan kepada komandonya, memegang atau melimpahkan
pengendalian taktis terhadap satuan-satuan dalam komandonya,
memegang atau melimpahkan pengendalian taktis atas satuan tersebut
sehingga dapat menyelesaikan tugas pokok atau tugas-tugas yang
bersifat khusus yang dimilikinya seperti Kampanye Militer atau Operasi
Besar yang dilaksanakan. Kendali operasional tidak mencakup wewenang
untuk menggunakan unsur komponen atau satuan yang terlibat secara
terpisah-pisah. Contoh: Dalam rangka mempertahankan Ibu Kota
Nusantara (IKN) dari invasi negara lain, Pangkogabwilhan II memegang
kendali operasional dalam rangka pelaksanaan Kampanye Militer,
sedangkan Pangdam VI/Mulawarman memegang kendali operasional
dalam rangka pelaksanaan Operasi Besar (Operasi Militer Matra Darat) di
Kalimantan Timur.

b. Kendali Taktis. Merupakan wewenang komando seorang


Komandan terhadap satuan/pasukan yang ditugaskan baik hubungan
komando, hubungan bantuan atau hubungan Keterpaduan di bawahnya,
komando-komando, kekuatan militer, pasukan-pasukan yang
ditugaskan. Kendali dibatasi kepada petunjuk-petunjuk pada level taktis,
dan kendali pergerakan ataupun manuver yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan misi Operasi ataupun tugas yang diberikan pada strata
taktis seperti Operasi Pertempuran, Operasi taktis dan Kontak Tempur.
Contoh: Danbrigif 24/BC memegang kendali taktis atas Satgas Han yang
melaksanakan Operasi Pertempuran dengan menggelar aksi hambat
dalam rangka mempertahankan jalan pendekat antara kota Balikpapan
ke IKN.
56

Adapun persyaratan untuk mengendalikan suatu operasi secara optimal


maka sistem pengendalian yang dilaksanakan harus memenuhi persyaratan
antara lain: dapat menerjemahkan keinginan Panglima/Komandan secara
tepat, dapat dioperasionalkan atau bekerja dengan cepat, dapat disesuaikan
dengan perubahan situasi yang terjadi dan tetap efektif pada berbagai jenis
operasi.

Pengendalian harus dilaksanakan secara profesional, efektif dan efisien


untuk mewujudkan pengelolaan dan penggunaan sumber daya TNI AD yang
berkesinambungan dalam rangka mendukung keberhasilan operasi TNI AD.
Beberapa komponen utama dalam pengendalian yaitu petunjuk atau arahan,
umpan balik atau respons, informasi dan Komunikasi.

a. Petunjuk atau arahan. Pengendalian diselenggarakan dalam


rangka meyakinkan langkah-langkah yang dilakukan oleh Satuan
Pelaksana sejalan dengan perintah Panglima/Komandan. Petunjuk atau
arahan yang diberikan harus jelas, sebagai pedoman bagi unsur
Komandan Bawahan dalam bertindak atau mengembangkan pola operasi
yang akan dilaksanakannya sehingga tidak menyimpang dari tugas pokok
yang diberikan. Pengendalian dibantu oleh unsur Staf dengan
melengkapi pokok-pokok keinginan dan keputusan Panglima/Komandan,
membantu mengarahkan unsur Komandan bawahan, Staf dan unsur
pelaksananya agar tetap sejalan dengan arahan Panglima/Komandan.

b. Umpan Balik. Dalam pengendalian, Panglima/Komandan juga


perlu mempertimbangkan umpan balik atau respons dari unsur Staf dan
Komandan Bawahan atas pelaksanaan perintah atau arahan yang telah
dilaksanakan. Umpan balik tidak hanya berupa tindakan namun juga
dapat berupa informasi, pengetahuan, pengalaman atau pun kebijakan
lainnya. Umpan balik diperlukan untuk membandingkan kondisi nyata
yang terjadi guna menentukan apakah perlu diadakan penyesuaian atau
perubahan rencana operasi dalam rangka mencapai keberhasilan tugas.

c. Informasi. Salah satu sumber dalam penentuan keputusan dan


umpan balik adalah informasi yang diperoleh selama operasi. Banyaknya
informasi dan keterangan yang diperoleh, keakuratan informasi serta
efektivitas manajemen informasi yang dimiliki dapat mempengaruhi
keputusan Panglima/Komandan lebih efektif. Panglima/Komandan dan
unsur Staf juga diharapkan dapat menyebarluaskan informasi sebanyak-
banyaknya terutama hal-hal yang harus diketahui oleh unsur bawahan
sebelum, selama dan sesudah pelaksanaan operasi sehingga operasi
berjalan sesuai dengan harapan.

d. Komunikasi. Komunikasi merupakan jembatan utama antara


Panglima/Komandan dengan unsur Staf dan pelaksana dalam rangka
menjamin kesepahaman atas pokok-pokok keinginan, petunjuk atau
perintah Panglima/Komandan serta pengendalian pelaksanaan
koordinasi dan sinkronisasi tindakan di antara unsur pelaksana sendiri.
Jalur Komunikasi harus tergelar utuh, terpelihara dengan baik dan efektif
agar pelaporan dan penyebarluasan informasi berjalan tanpa hambatan
guna memaksimalkan pelaksanaan pengendalian operasi.
57

BAB VII
PENUTUP

30. Penutup. Demikian Doktrin Operasi Militer Matra Darat “Kartika


Yudha” ini disusun agar menjadi pedoman bagi petunjuk penyelenggaraan,
petunjuk referensi, dan petunjuk teknis di bawahnya serta menjadi panduan
dalam menyamakan persepsi serta pemahaman bagi Matra lain maupun unsur
Non Militer yang terkait.

Autentikasi a.n. KEPALA STAF ANGKATAN DARAT


DIREKTUR AJUDAN JENDERAL TNI AD, ASISTEN OPERASI,

tertanda

FAISAL AHMADI, S.I.P., M.M., CHRMP. AINURRAHMAN


BRIGADIR JENDERAL TNI MAYOR JENDERAL TNI
58

TENTARA NASIONAL INDONESIA Lampiran A Keputusan Kasad


MARKAS BESAR ANGKATAN DARAT Nomor Kep/ 1061 /XII/2022
Tanggal 2 Desember 2022

PENGERTIAN

1. Ancaman Militer adalah ancaman yang dilakukan oleh militer suatu


negara kepada negara lain. (Undang Undang RI No 34 tahun 2004 tentang
Tentara Nasional Indonesia).

2. Ancaman Nonmiliter adalah usaha atau kegiatan tanpa bersenjata yang


dinilai mempunyai kemampuan membahayakan atau berimplikasi mengancam
kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara dan keselamatan segenap bangsa.
(Undang Undang RI No 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia).

3. Artificial Intelligence adalah suatu kemampuan komputer digital atau


robot yang dikendalikan komputer untuk melakukan tugas-tugas yang
umumnya terkait dengan kecerdasan manusia. (Alan Mathison Turing)

4. Capability Based Planning adalah suatu perencanaan yang


dilaksanakan dengan metode mengidentifikasi tingkat kemampuan yang
diperlukan untuk mencapai strategi, masalah yang umum di banyak kekuatan
pertahanan. Dengan bantuan skenario, metode ini secara eksplisit
menghubungkan tujuan kemampuan dengan persyaratan strategis. (TTCP Joint
Systems and Analysis Group).

5. Clandestine adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan secara rahasia


atau diam-diam dengan tujuan dan maksud tertentu. (Rekomendasi Hasil
Seminar TNI AD VI tahun 2022).

6. Defeat Conditions adalah salah satu keadaan dimana kita berada


diposisi pihak yang gagal sebuah pertarungan, pertempuran dan adu strategi
serta kemampuan. (Rekomendasi Hasil Seminar TNI AD VI tahun 2022).

7. Dimensi Virtual adalah suatu dimensi dimana terdapat teknologi yang


membuat pengguna dapat berinteraksi dengan lingkungan yang disimulasikan
oleh komputer. Lingkungan ini adalah tiruan atau benar-benar tempat yang
hanya ada dalam imajinasi. (Rekomendasi Hasil Seminar TNI AD VI tahun
2022).

8. Doktrin adalah wujud peranti lunak yang berisi ajaran-ajaran yang


diyakini kebenarannya dan digunakan sebagai pedoman dalam bersikap,
berpikir, dan bertindak untuk mencapai sebuah tujuan. (Jukref Stratifikasi
Doktrin TNI AD, 2021)

9. Doktrin Operasi Militer adalah Doktrin Operasi Militer adalah doktrin


yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan operasi militer. (Jukref Stratifikasi
Doktrin TNI AD, 2021)

10. Effect Based Operation adalah operasi yang dibuat dan direncanakan
dalam kerangka sistem yang mempertimbangkan keseluruhan berbagai efek
langsung, tidak langsung, dan berjenjang efek yang mungkin, dengan tingkat
59

probabilitas yang berbeda, dicapai oleh aplikasi instrumen militer, diplomatik,


psikologis dan ekonomi. (Rand Corporation).

11. Elaborasi adalah mengerjakan apa yang dilakukan secara tekun dan
cermat, (KBBI).

12. Full Spectrum Capabilities adalah suatu pencapaian kontrol entitas


militer atas semua dimensi ruang pertempuran, yang secara efektif memiliki
keragaman sumber daya yang luar biasa di bidang-bidang seperti terestrial,
udara, maritim, bawah tanah, ekstraterestrial, psikologis, dan perang bio atau
teknologi siber. (William Engdahl).

13. Gray Zone Strategy adalah sebuah atau serangkaian upaya beragam dari
penangkalan dan penjaminan suatu negara yang berupaya mencapai sasaran-
sasaran keamanan tanpa mengerahkan penggunaan kekuatan secara langsung
maupun dalam jumlah besar yang bertujuan untuk menghindari pembalasan
dengan tetap berada di bawah ambang batas kunci guna menghindari
pembalasan secara signifikan. (Chung, Samman, Gray Zone Strategy in Maritime
Arena: Theories and Practice Strategy 21).

14. Internet of Things adalah konsep yang mana objek mampu mengirim
data menggunakan jaringan agar dapat melakukan sebuah aktivitas kerja tanpa
bantuan dari manusia atau melalui interaksi dengan perangkat komputer.
(Rekomendasi Hasil Seminar TNI AD VI tahun 2022).

15. Keterpaduan adalah bentuk pelibatan kekuatan TNI AD untuk bekerja


sama secara terpadu dan kolaboratif dengan konsep kesetaraan bersama
P/I/K/L yang bertujuan untuk penangkalan (mitigasi), penanggulangan dan
pemulihan masa krisis maupun konflik non bersenjata yang dilakukan demi
kemanusiaan dan kepentingan nasional atas inisiatif sendiri yang sudah
direncanakan dan dikoordinasikan atau atas permintaan. (Rekomendasi Hasil
Seminar TNI AD VI tahun 2022).

16. Kesemestaan adalah segenap daya bangsa negara mampu mengerahkan


diri menanggulangi semua ancaman dari dalam maupun negeri. (Pasal 8 Huruf
b UU Nomor 20 tahun 1982).

17. Konflik Bersenjata adalah perseteruan dan/atau benturan fisik dengan


kekerasan antara unsur kekuatan militer dua negara atau lebih yang
berlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas terhadap stabilitas
keamanan nasional. (Undang Undang RI No 34 tahun 2004 tentang Tentara
Nasional Indonesia).

18. Leading Sector adalah unsur utama yang diharapkan dapat menjadi
motor penggerak baik dari segi kontribusi maupun daya saingnya, diharapkan
mampu merangsang pertumbuhan dan perkembangan dibawahnya, sehingga
bermanfaat dalam mencapai tugas pokok. (Rekomendasi Hasil Seminar TNI AD
VI tahun 2022).

19. Liminal Warfare adalah suatu bentuk peperangan yang memanfaatkan


lapisan-lapisan antara aksi klandestin dan terbuka, serta beroperasi pada celah
antara deteksi, atribusi, dan respon. (Kilcullen, D. (2019). The Evolution of
Unconventional Warfare. Scandinavian Journal of Military Studies).
60

20. Lingkungan Operasi adalah gabungan dari kondisi, keadaan dan


pengaruh yang mempengaruhi penggunaan kemampuan dan keputusan
Panglima/ Komandan yang meliputi area fisik (multi domain: darat, udara, laut
dan ruang angkasa) maupun nonfisik (lingkungan informasi termasuk dunia
maya) termasuk semua sistem musuh, sistem kita (sendiri & kawan) dan sistem
netral yang relevan dengan operasi militer. (Rekomendasi Hasil Seminar TNI AD
VI tahun 2022).

21. Matra Darat adalah wilayah; daerah; ranah di darat. (Undang Undang RI
No 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia).

22. Multi Domain Operation adalah suatu bentuk operasi yang dilakukan
dengan menyinkronkan sistem utama dan sumber data penting dengan
kesederhanaan revolusioner yang memberikan gambaran lengkap tentang
ruang pertempuran di setiap domain mencakup darat, laut, udara, angkasa,
dan dunia maya serta memberdayakan aktor perang untuk dapat segera
membuat keputusan yang menentukan aksi. (Lockheed Martin).

23. Operasi Informasi adalah operasi yang dilakukan untuk memengaruhi


informasi dan sistem informasi musuh, sekaligus mempertahankan informasi
pasukan dan sistem informasi sendiri. (Keputusan Kasad Nomor
Kep/881/XII/2021 tanggal 15 Desember 2021 tentang Doktrin Fungsi Operasi).

24. Operasi Militer adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
satuan TNI. Opsmil dapat berdiri sendiri dan dapat merupakan bagian dari
operasi berskala lebih besar. Opsmil dapat dilakukan oleh Kogab dan Kogasgab
atau Satgas. (Keputusan Kasad Nomor Kep/881/XII/2021 tanggal 15 Desember
2021 tentang Doktrin Fungsi Operasi).

25. Operasi Militer Matra Darat adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh satuan TNI di wilayah daratan berikut ruang diatasnya dengan TNI AD
sebagai pengendali pelaksanaan operasi. (Rekomendasi Hasil Seminar TNI AD
VI tahun 2022).

26. Objek Vital Nasional. Kawasan/lokasi, bangunan/instalasi dan/atau


usaha yang menyangkut hajat hidup orang banyak, kepentingan negara
dan/atau sumber pendapatan negara yang bersifat strategis. (Undang Undang
RI No 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia).

27. Orkestrasi adalah sebuah tindakan yang membutuhkan pengelolaan


rencana, perintah, dan tindakan pengendalian yang dikembangkan dan
dilaksanakan dengan baik (Steven Mencshelyi).

28. Pemberdayaan adalah pelibatan kekuatan TNI AD baik itu berdiri sendiri
maupun bermitra dengan P/I/K/L yang bertujuan untuk menyiapkan
pertahanan negara (militer dan nirmiliter) serta bersinergis dengan pemerintah
daerah dalam mengakselerasi program pembangunan nasional, di masa damai
maupun transisi yang dilakukan melalui pembinaan seluruh potensi
pertahanan (sumber daya pertahanan) dalam rangka menciptakan kesemestaan
maupun Kemanunggalan TNI dan Rakyat supaya nantinya dapat digunakan
dan dimobilisasi dalam bentuk kekuatan pertahanan. (Rekomendasi Hasil
Seminar TNI AD VI tahun 2022).
61

29. Pemulih adalah kekuatan TNI bersama-sama dengan instansi pemerintah


lainnya membantu fungsi pemerintah untuk mengembalikan kondisi keamanan
negara yang telah terganggu akibat kekacauan keamanan karena perang,
pemberontakan, konflik komunal, huru-hara, terorisme dan bencana alam.
Dalam konteks internasional, TNI turut berperan aktif dalam mewujudkan
perdamaian dunia melalui upaya penciptaan dan pemeliharaan perdamaian
dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri. (Undang Undang RI No 34
tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia).

30. Penangkal adalah kekuatan nyata TNI yang mempunyai aspek psikologis
untuk diperhitungkan oleh lawan sehingga mengurungkan niat lawan sekaligus
juga mencegah niat lawan sekaligus juga mencegah niat lawan yang akan
mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa.
(Undang-Undang RI No 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia).

31. Pengamanan adalah pelibatan kekuatan TNI AD baik itu berdiri sendiri,
gabungan maupun terpadu dengan institusi lainnya yang bertujuan untuk
mengamankan daerah (kawasan), personel, material (objek), kegiatan dan
kondisi khusus yang bersifat vital, strategis serta mempengaruhi keamanan
nasional. (Undang-Undang RI No 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional
Indonesia).

32. Penindakan adalah kekuatan TNI yang mampu menghancurkan


kekuatan lawan yang mengancam kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan
keselamatan bangsa. (Undang-Undang RI No 34 tahun 2004 tentang Tentara
Nasional Indonesia).

33. Surrogate Warfare adalah payung konseptual untuk semua bentuk


eksternalisasi beban peperangan menjadi kekuatan dan platform pelengkap
maupun pengganti,” yang memungkinkan negara untuk mengelola portofolio
risiko yang meningkat secara global sambil meminimalkan keterpaparannya
terhadap pembiayaan manusia, keuangan, dan reputasi, serta pada akhirnya
risiko politik. (Krieg, A., & Rickli, J. M. (2018), Surrogate warfare: the art of war
in the 21st century?, Defence Studies)

34. Perlawanan adalah bentuk pelibatan kekuatan TNI AD yang


dilaksanakan pada masa konflik bersenjata dan masa perang dalam
pembabakan operasi militer matra darat pada fase penindakan dalam
menghadapi ancaman militer terhadap kedaulatan dan ancaman bersenjata
terhadap keutuhan NKRI. (Rekomendasi Hasil Seminar TNI AD VI tahun 2022).

35. Perspektif Doktrinal adalah pandangan dari pendirian ahli ilmu secara
bersistem, khususnya dalam penyusunan kebijakan negara. (KBBI)

36. Sharp Power adalah pendekatan kepada permasalahan internasional


yang biasanya melibatkan upaya sensor, atau penggunaan manipulasi dalam
rangka mengurangi integritas dari institusi-institusi independen di mana
memiliki efek membatasi kebebasan berekspresi dan mendistorsi lingkungan
politik. (Christopher Walker, Journal of Democracy, Volume 29, Number 3, July
2018, pp. 9-23)

37. Skema Operasi adalah garis fisik yang biasanya mendefinisikan orientasi
geografis dari satuan sendiri/kawan yang berhubungan dengan faktor musuh
maupun sasaran dalam operasi tempur. (Rekomendasi Hasil Seminar TNI AD VI
62

tahun 2022)

38. Skema Upaya adalah garis yang menghubungkan banyak tugas satuan
dan tugas pokok ketika referensi posisi ke musuh memiliki sedikit relevansi.
(Rekomendasi Hasil Seminar TNI AD VI tahun 2022)

39. Small Wars adalah suatu pertempuran yang terjadi di suatu negara
dengan tidak menghadapi atau melibatkan pasukan tentara reguler.
(Rekomendasi Hasil Seminar TNI AD VI tahun 2022)

40. Smart Power adalah kemampuan mengembangkan strategi terintegrasi,


basis sumber daya, dan peralatan untuk mencapai tujuan dengan
memanfaatkan hard power dan soft power. (Armitage and Nye, 2007:7).

41. Society 5.0 adalah suatu era di mana semua teknologi merupakan bagian
dari manusia itu sendiri, internet tidak lagi hanya digunakan untuk berbagi
informasi melainkan untuk menjalani kehidupan. Konsep ini memungkinkan
kita menggunakan ilmu pengetahuan berbasis modern untuk kebutuhan
manusia dengan tujuan agar manusia dapat hidup dengan nyaman. (Binus
University)

42. Spektrum Konflik merupakan situasi dan kondisi lingkungan di mana


militer mengambil peran dan menjadi dasar bagi militer untuk beroperasi.
(Rekomendasi Hasil Seminar TNI AD VI tahun 2022)

43. Titik Penentu (Decisive Point). Titik Penentu adalah tempat


geografis, peristiwa kunci tertentu, atau sistem yang memungkinkan
Panglima/Komandan untuk mendapatkan keuntungan yang nyata atas musuh
dan sangat mempengaruhi hasil operasi. (Rekomendasi Hasil Seminar TNI AD
VI tahun 2022)

44. Tujuan Akhir Operasi (End States) merupakan titik waktu dan/atau
keadaan di mana pemangku kebijakan nasional tidak memerlukan instrumen
kekuatan bersenjata TNI sebagai sarana utama untuk mencapai tujuan
strategis nasional yang tersisa. (Rekomendasi Hasil Seminar TNI AD VI tahun
2022)

45. Victory Conditions adalah salah satu keadaan dimana kita berhasil
menjadi pemenang dalam sebuah pertarungan, pertempuran dan adu strategi
serta kemampuan. (Rekomendasi Hasil Seminar TNI AD VI tahun 2022)

46. Virtual Societal Warfare adalah suatu bentuk perang modern yang
ditimbulkan akibat adanya agresi siber yang dilakukan melalui upaya untuk
memanipulasi atau mengganggu fondasi informasi dari fungsi sistem ekonomi
dan sosial yang efektif. (RAND Corporation)

Autentikasi a.n. KEPALA STAF ANGKATAN DARAT


DIREKTUR AJUDAN JENDERAL TNI AD, ASISTEN OPERASI,

tertanda

FAISAL AHMADI, S.I.P., M.M., CHRMP. AINURRAHMAN


BRIGADIR JENDERAL TNI MAYOR JENDERAL TNI
63

TENTARA NASIONAL INDONESIA Lampiran B Keputusan Kasad


MARKAS BESAR ANGKATAN DARAT Nomor Kep/ 1061 /XII/2022
Tanggal 2 Desember 2022

SKEMA ALIRAN PENYUSUNAN


DOKTRIN OPERASI MILITER MATRA DARAT
“KARTIKA YUDHA”

DOKTRIN TNI AD
KARTIKA EKA PAKSI

DOKTRIN OPERASI MILITER


MATRA DARAT
“KARTIKA YUDHA”

PETUNJUK PENYELENGGARAAN

PETUNJUK TEKNIS

Autentikasi a.n. KEPALA STAF ANGKATAN DARAT


DIREKTUR AJUDAN JENDERAL TNI AD, ASISTEN OPERASI,

tertanda

FAISAL AHMADI, S.I.P., M.M., CHRMP. AINURRAHMAN


BRIGADIR JENDERAL TNI MAYOR JENDERAL TNI
64

TENTARA NASIONAL INDONESIA Lampiran C Keputusan Kasad


MARKAS BESAR ANGKATAN DARAT Nomor Kep/ 1061 /XII/2022
Tanggal 2 Desember 2022

DAFTAR REFERENSI

Chung, Samman. 2018. Gray Zone Strategy in Maritime Arena: Theories and
Practices. Korea Selatan: Korea Institue

Davis K. Paul, Effects-Based Operations, RAND Corporation

Dinas Sejarah Militer Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat. 1972.


Cuplikan Sejarah Perjuangan TNI Angkatan Darat. Jakarta: Percetakan
Offset Virgosari

Jack D. Kem. 2018. Deep Maneuver: Historical Case Studies of Maneuver in


Large-Scale Combat Operations. Fort Leavenworth Kansas: Army
University Press

Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/555/VI/2018 tanggal 6 Juni 2018


tentang Doktrin TNI Tri Dharma Eka Karma.

Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/712/VII/2019 tanggal 10 Juli 2019


tentang Doktrin Operasi Militer Untuk Perang TNI.

Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/713/VII/2019 tanggal 10 Juli 2019


tentang Doktrin Operasi Militer Selain Perang TNI.

Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/1024/XII/2020 tanggal 21 Desember 2020


tentang Doktrin TNI AD Kartika Eka Paksi.

Keputusan Kasad Nomor Kep/728/X/2021 tanggal 27 Oktober 2021 tentang


Jukref Stratifikasi Doktrin TNI AD.

Keputusan Kasad Nomor Kep/881/XII/2021 tanggal 15 Desember 2021 tentang


Doktrin Fungsi Operasi

Khairil Azmi. 2012. Garda Terdepan dan Benteng Terakhir: Sebuah Filosofi
Strategi Militer Kombinasi Konvensional dan Inkonvensional.
https://pojokmiliter.blogspot.com

Kilcullen, David. 2019. The Evolution of Unconventional Warfare. Scandinavian


Journal of Military Studies. Australia: University of New South Wales
Canberra

Krieg, A., & Rickli, J. M. 2018. Surrogate warfare: the art of war in the 21st
century. Amerika Serikat: Georgetown University Press

Mencshelyi, Steven. 2017 Thinking small-the importance of small-team


logistic operations. https://logisticsinwar.com.
65

Peter J. Schiferle. 2018. Bringing Order to Chaos: Historical Case Studies of


Combined Arms Maneuver in Large-Scale Combat Operations. Fort
Leavenworth, Kansas: Army University Press.

Joint Staff, J-7, Joint and Coalition Warfighting. 2011. Planner Handbook for
Operational Design. Suffolk, Virginia: US Army.

Rekomendasi Hasil Seminar TNI AD VI Tahun 2022 tentang Doktrin Operasi


Militer Matra Darat “Kartika Yudha” tanggal 28 Juni 2022.

Samy Cohen. 2010. Israel Asymmetric Wars. London: Palgrave McMillan.

The Technical Cooperation Program (TTCP). 2011. Guide to Capability Based


Planning. Kanada: The Government of Canada Publications.

Thomas G. Bradberr. 2018. Lethal and Non Lethal Fires: Historical Case Studies
of Coverging Cross-Domain Fires in Large Scale Combat Operations. Fort
Leavenworth, Kansas: Army University Press.

Turing, Alan Mathison. 2022. The Beginning of Artificial Intelligence.


www.britanica.com

Undang Undang RI No 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia,


Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 nomor 127.

Walker Christopher. 2018. Journal of Democracy, Volume 29, Number 3. Amerika


Serikat: Johns Hopkins University Press.

Yusel Ozel dan Ertan Inaltekin. 2017. Shifting Paradigm of War: Hybrid Warfare.
Istanbul, Turki: Turkish National Defense University.

Autentikasi a.n. KEPALA STAF ANGKATAN DARAT


DIREKTUR AJUDAN JENDERAL TNI AD, ASISTEN OPERASI,

tertanda

FAISAL AHMADI, S.I.P., M.M., CHRMP. AINURRAHMAN


BRIGADIR JENDERAL TNI MAYOR JENDERAL TNI
1

TENTARA NASIONAL INDONESIA


MARKAS BESAR ANGKATAN DARAT

PERUBAHAN II

SURAT PERINTAH
Nomor Sprin /1729b/X/2022

1. Dasar:

a. Keputusan Kasad Nomor Kep/900/XII/2021 tanggal 21 Desember


2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Program dan Anggaran (PPPA) TNI
AD TA 2022 Sublampiran D Bidang Operasi;

b. Surat Perintah Kasad Nomor Sprin/62/I/2022 tanggal 7 Januari


2022 tentang Perintah untuk Melaksanakan Kegiatan Penyusunan/
Revisi Doktrin TNI AD TA 2022;

c. Surat Perintah Kasad Nomor Sprin/1729/V/2022 tanggal 11 Mei


2022 tentang Penyusunan Doktrin Operasi Militer TNI AD TA 2022;

d. Surat Perintah Kasad Nomor Sprin/1729a/VII/2022 tanggal 19


Juli 2022 tentang Perubahan I Penyusunan Doktrin Operasi Militer TNI
AD TA 2022; dan

e. Pertimbangan Staf Umum Angkatan Darat.

2. Dalam Surat Perintah Kasad Nomor Sprin/1729a/VII/ 2022 tanggal


19 Juli 2022 tentang Melaksanakan Penyusunan Doktrin Operasi Militer TNI AD
TA terdapat kesalahan yang perlu diubah pada lampiran sebagai berikut:

a. Semula tertulis:

1) Surat Perintah Kasad tentang perintah melaksanakan


penyusunan Doktrin Operasi Militer TNI AD TA 2022.

2) Jumlah Pokja 30 orang.

3) Nomor urut empat Brigjen TNI Jonathan Binsar Parluhutan


Sianipar, Kasdivif 1 Kostrad.

4) Nomor urut lima Brigjen TNI Mohammad Fadjar, MPICT.,


Kasdivif 2 Kostrad.

5) Nomor urut enam Brigjen TNI Susilo, Kasdivif 3 Kostrad.

6) Nomor urut tujuh Brigjen TNI Deddy Suryadi, S.I.P., M.Si.,


Wakil Danjen Kopassus.

7) Nomor urut delapan Brigjen TNI Rudy Saladin, M.A., Danrem


061/SK Bogor.

8) Nomor urut sembilan Kolonel Inf Heldi Wira, S.I.P, M.Si. NRP
11940019030871, Paban II/Minops Sopsad.
2

9) Nomor urut sepuluh Kolonel Inf Boemi Ario Bimo. SE. NRP
1920029621069, Paban Dokjuk Sdirdok Kodiklatad.

10) Nomor urut sebelas Kolonel Inf Frega F. Wenas, MIR., MMAS.,
Ph.D., FHEA. NRP 11980051810477, Dandim 0502/JU Rem
052/Wkr Dam Jaya/Jayakarta.

11) Nomor urut dua belas Kapten Inf Mulia Adi Dharma NRP
11090020610787, Pabanda Renmindataops Spaban II/Minops
Sopsad.

12) Nomor urut tiga belas Kolonel Cpn Sundoro Agung Nugroho,
M.Si. (Han). NRP 11990044980678, Pamen Ahli Bid. Kerjasama
Penerbangan Puspenerbad.

13) Nomor urut empat belas Kolonel Inf Tyas Koeshariadi, P.Sc.,
S.I.P. NRP 1910032760969, Pamen Ahli Bidang Sosbud Pussenif
Kodiklatad.

14) Nomor urut lima belas Kolonel Kav Bokiyar, S.I.P., M.M. NRP
32734, Pamen Ahli Bid. Opskav Pussenkav Kodiklatad.

15) Nomor urut enam belas Kolonel Arh Tri Sugianto, S.Sos. NRP
11960039150174, Pamen Ahli Bidang Hanudnas Pussenarhanud
Kodiklatad.

16) Nomor urut tujuh belas Kolonel Inf Ery Iswantoro NRP 32680,
Pamen Ahli Bid. Straops Staf Ahli Pangkostrad.

17) Nomor urut delapan belas Kolonel Kav Suteja, S.H., M.Si. NRP
11980054131074, Dosen Madya Seskoad.

b. Diubah menjadi:

1) Surat Perintah Kasad tentang perintah melaksanakan


penyusunan Doktrin Operasi Militer Matra Darat “Kartika Yudha”
TA 2022.

2) Jumlah Pokja 18 orang.

3) Nomor urut empat Kolonel Inf Heldi Wira, S.I.P, M.Si. NRP
11940019030871, Paban II/Minops Sopsad.

4) Nomor urut lima Kolonel Inf Frega F. Wenas, MIR., MMAS.,


Ph.D., FHEA. NRP 11980051810477, Dandim 0502/JU Rem
052/Wkr Dam Jaya/Jayakarta.

5) Nomor urut enam Mayor Inf Eko Agustian NRP


11090026810888, Pabanda Renmindataops Spaban II/Minops
Sopsad.

6) Nomor urut tujuh Kolonel Cpn Sundoro Agung Nugroho, M.Si.


(Han). NRP 11990044980678, Pamen Ahli Bid. Kerjasama
Penerbangan Puspenerbad.
3

7) Nomor urut delapan Kolonel Kav Suteja, S.H., M.Si. NRP


11980054131074, Dosen Madya Seskoad.

8) Nomor urut sembilan Kolonel Kav Luluk Setyanto, MPM. NRP


11000042981278, Dandim 0507/Kota Bekasi Dam Jaya/
Jayakarta.

9) Nomor urut sepuluh Kolonel Inf Honi Havana, M.MDS. NRP


11000032740378, Dandim 0733/Kota Semarang Dam IV/Dip.

10) Nomor urut sebelas Letkol Arm Dr. Suhendro Oktosatrio,


MBA. NRP 11990050651076, Kabid Peninter Puspen TNI.

11) Nomor urut dua belas Letkol Inf Charles Alling NRP
11010050540580, Wadansat 81 Kopassus.

12) Nomor urut tiga belas Letkol Arm Oke Kistianto, S.A.P. NRP
11020049651081, Kabag Binmat Sdirbinsen Pussenarmed.

13) Nomor urut empat belas Mayor Inf Fictor J. Situmorang NRP
11050046240684, Komandan Sekolah Komando Pusdiklatpassus
Kopassus.

14) Nomor urut lima belas Mayor Inf Fadliansyah NRP


11090023190188, Pabanda Perubahan Spabandya 2/Sun
Spabanorg Sdirdok Kdiklatad.

15) Nomor urut enam belas Kapten Arh Rahmat, S.S.T.Han. NRP
11120017531089, Kaur Rendataops Spaban II/Minops Sopsad.

16) Nomor urut tujuh belas Sertu Arifin Liha NRP


31030784360881, Baur Data Mindataops Spaban II/Minops
Sopsad.

17) Nomor urut delapan belas PNS Mohamad Soleh, S.Pd. NRP
197109021992031003, Kasi Autentikasi dan Verifikasi
Bagbintuldis Subditbinminu Ditajenad.
4

3. Dengan demikian, maka Surat perintah Kasad Nomor


Sprin/1729a/VII/2022 tanggal 19 Juli 2022 telah diadakan perubahan.

Selesai.

Dikeluarkan di Jakarta
pada tanggal 17 Oktober 2022
a.n. Kepala Staf Angkatan Darat
Asisten Operasi,

Ainurrahman
Mayor Jenderal TNI
Distribusi:

1. Kasad
2. Wakasad
3. Irjenad
4. Koorsahli Kasad
5. Pangkostrad
6. Dankodiklatad
7. Danpusterad
8. Danpussenif
9. Kapuspen TNI
10. Asrena, Asintel, Aslat, Aspers,
Aslog dan Aster Kasad
11. Pangdam III/Slw, IV/Dip dan Jaya
12. Danjen Kopassus
13. Danpuspenerbad
14. Danpussenkav
15. Danpussenarmed
16. Danpussenarhanud
17. Danseskoad
18. Danpussansiad
19. Dirajenad
20. Dandenmabesad
5

TENTARA NASIONAL INDONESIA Lampiran Surat Perintah Kasad


MARKAS BESAR ANGKATAN DARAT Nomor Sprin/1729b/X/2022
Tanggal 17 Oktober 2022

DAFTAR NAMA PERSONEL POKJA


PENYUSUNAN DOKTRIN OPERASI MILITER MATRA DARAT “KARTIKA YUDHA”
TA 2022

PANGKAT/ JABATAN
NO NAMA KORPS, NRP/NIP
ORGANIK PENUGASAN
GOL.RUANG
1 2 3 4 5 6
1 Ainurrahman Mayjen TNI - Asops Kasad Penanggung
Jawab

2 Bangun Nawoko Brigjen TNI - Waasops Kasad Bid. Penasihat


Renops

3 Agustinus Purboyo Brigjen TNI - Dirdok Kodiklatad Narasumber

4 Heldi Wira, S.I.P., Kolonel Inf 11940019030871 Paban II/Minops Ketua Pokja
M.Si Sopsad

5 Frega F. Wenas, MIR., Kolonel Inf 11980051810477 Dandim 0502/JU Sekretaris I


MMAS., Ph.D., FHEA. Rem 052/Wkr Dam
Jaya/ Jayakarta

6 Eko Agustian Mayor Inf 11090026810888 Pabanda Sekretaris II


Renmindataops
Spaban II/Minops
Sopsad

7 Sundoro Agung Kolonel Cpn 11990044980678 Pamen Ahli Bid. Anggota


Nugroho, M.Si. (Han) Kerjasama
Penerbangan
Puspenerbad

8 Suteja, S.H., M.Si. Kolonel Kav 11980054131074 Dosen Madya Seskoad Anggota

9 Luluk Setyanto, Kolonel Kav 11000042981278 Dandim 0507/Kota Anggota


MPM. Bekasi Dam Jaya/
Jayakarta

10 Honi Havana, Kolonel Inf 11000032740378 Dandim 0733/Kota Anggota


M.MDS. Semarang Dam
IV/Dip

11 Dr. Suhendro Letkol Arm 11990050651076 Kabid Peninter Anggota


Oktosatrio, MBA. Puspen TNI

12 Charles Alling Letkol Inf 11010050540580 Wadansat 81 Anggota


Kopassus
13 Oke Kistianto, S.A.P. Letkol Arm 11020049651081 Kabag Binmat Anggota
Sdirbinsen
Pussenarmed

14 Fictor J. Situmorang Mayor Inf 11050046240684 Danse Komando Anggota


Pusdiklatpassus
Kopassus
2
1

1 2 3 4 5 6
15 Fadliansyah Mayor Inf 11090023190188 Pabanda Perubahan Anggota
Spabandya-2/Sun
Spabanorg Sdirdok
Kodiklatad

16 Rahmat, S.S.T.Han Kapten Arh 11120017531089 Kaur Rendataops Anggota


Spaban II/Minops
Sopsad

17 Arifin Liha Sertu 31030784360881 Baur Data Anggota


Mindataops Spaban
II/Minops Sopsad

18 Mohamad Soleh, Penata TK I 19710902199203 Kasi Autentikasi dan Anggota


S.Pd. III/d Verifikasi
Bagbintuldis
Subditbinminu
Ditajenad

a.n. Kepala Staf Angkatan Darat


Asisten Operasi,

Ainurrahman
Mayor Jenderal TNI

Anda mungkin juga menyukai