Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

SUNNAH SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Hukum Islam.

Dosen Pengampu : Imas Ummu Salamah, SE,Sy., M.H.

Oleh : Kelompok 6

Erpan Mulyadin

Irfan Irawan

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI DAN BISNIS SYARIAH


NAHDLATUL ULAMA GARUT
2023
KATA PENGANTAR

‫سِ م ِ ّٰلال ال َّر ْ ح ٰم ِ ن ال َّر ِحْ يِ م‬

ُ ُ‫و َب َر َكات‬
‫ه‬
َ ‫السال ُم عَل‬
‫ِهلال‬ ‫ْيكُ ْم ر‬
‫ح‬
ُ‫َمة‬ ‫و‬

Puji dan syukur kita kepada ALLAH Swt, kami tim penyusun panjatkan sebagai bukti
dari selesainya tugas makalah kelompok pada mata kuliah Ilmu Sosial Dasar.

Dengan kesepakatan bersama makalah ini kami beri judul “Tokoh Paradigma Fakta
Sosial” latar belakang di ambilnya tema ini adalah untuk mengingat pentingnya mengetauhi
dan memahami mata kulia Ilmu Sosial Dasar. Kami sangat menyadari bahwa masih banyak
kekurangan – kekurangan di dalam makalah yang kami buat ini, oleh karna itu kami sangat
mengharapkan saran dari saudara saudara – saudari dan khusus nya Dosen pengajar agar bisa
mengkritik kekurangan dari makalah ini agar sesuai dengan apa yang di harapkan.

Garut, 21 Juni 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR.................................................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1

A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................3

A. Pengertian Sunnah.............................................................................................3
B. Kedudukan Sunnah Sebagai Sumber Hukum...................................................4

BAB III PENUTUPAN...............................................................................................7

A. Kesimpulan........................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................8

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sesungguhnya, sumber-sumber ajaran Islam berasal dari Al Quran dan Al


Hadits. Kedua sumber inilah yang diistilahkan dengan " ‫( "األساسيان المصدران‬dua sumber
pokok ajaran Islam). Karena itu, maka hal-hal yang berkaitan dengan aqidah, syariah
dan muamalah bahkan akhlak selalu merujuk kepada kedua sumber tersebut.
Akan halnya Al Quran, ia tidak pernah mengalamai perubahan apalagi
dipalsukan sebagaimana kitab-kitab suci agama lain. Keaslian Al Quran akan terjaga
sepanjang masa karena Allah SWT sendiri yang menjaganya, sebagaimana yang
ditegaskan olehNya dalam firmanNya dalam Q.S. al-Hijr ayat 9: yang Artinya : "
Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al Qur'an dan sesungguhnya Kami benar-
benar memeliharanya".
Dan karena manusia mau tidak mau tetap membutuhkan petunjuk sepanjang
hayatnya, oleh karenanya Al Qur'an datang memenuhi kebutuhan hidup manusia ini.
Lain halnya dengan hadits atau sunnah Rasulullah SAW yang diriwayatkan kepada
generasi sesudah Beliau SAW hingga ke generasi sekarang ini, tidaklah terlepas dari
kecacatan, baik cacat pada matannya maupun sanadnya. Di samping itu, orang-orang
yang sentimen dan tidak senang akan Islam serta kaum zindiq[3] tidak pula sedikit
jumlahnya, yang senantiasa berusaha mengaburkan bahkan menumbangkan bangunan
pondasi sumber kedua ajaran Islam ini sesudah Al Qur'an. Dikenallah kemudian
adanya hadits shahih, hasan, dha'if (lemah) maupun maudhu' (palsu). Dan karenanya,
perhatian para ulama terhadap hadits atau sunnah Rasulullah SAW ini sangatlah besar,
khususnya dalam memilah dan memilih hadits yang bisa diyakini kebenarannya
berasal dari Beliau SAW untuk kemudian diamalkan ataupun sebaliknya.apatah lagi,
salah satu fungsi hadits adalah bayan (penjelas) terhadap Al Qur'an. Sekalipun pada
yang saat yang sama, terdapat perbedaan di kalangan para ulama tentang pengertian
hadits dan atau sunnah. Mereka tidaklah sepakat dalam mendefinisikan hadits atau
sunnah, sehingga muncullah perbedaan pengertian antara istilah hadits dan istilah
sunnah.

1
Di kalangan ummat Islam ada yang menolak bahkan mengingkari keberadaan
hadits sebagai sumber ajaran Islam dengan berbagai argumentasi (sebagai buntut atau
manifestasi dari usaha pengaburan di atas). Kenyataan ini 'memaksa' para ulama
untuk berpikir filosofis guna menjawab atau membantah argumentasi-argumentasi
para pengingkar tersebut. Berpikir filosofis untuk kemudian menemukan pijakan
ontologis yang meyakinkan. Pijakan ontologis akan bermakna bila didukung oleh
pijakan epistemologis dan aksiologis yang menggambarkan bagaimana pemahaman
dan penerimaan hadits yang handal dan bernilai adanya, yang selanjutnya bisa
diekspresikan, diapresiasi dan diamalkan sepanjang zaman.
Memang, tiap pengetahuan memiliki tiga komponen yang merupakan tiang
penyangga pengetahuan yang disusun dan dibangun. Ketiga komponen itu adalah
ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ontologi merupakan asas dalam menetapkan
batas ruang lingkup obyek penelaahan dan penafsiran tentang hakikat realitas dari
obyek ontologis tersebut. Epistemologi merupakan asas cara bagaimana materi
pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi satu tubuh pengetahuan. Sedang
aksiologinya merupakan asas dalam menggunakan pengetahuan.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka penulis dalam makalah ini akan membahas
tentang “Sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam” dengan sub pembahasan sebagai
berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan Sunnah.?


2. Apa Kedudukan as-Sunnah dalam Islam..?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sunnah

Di setiap diskusi keagamaan sering kita dengarkan kata “sunnah” dibahas


sebagai suatu pegangan bagi umat Islam untuk mendapatkan keselamatan baik di
dunia maupun di akhirat kelak, kata Sunnah biasayanya di interpretasikan dengan kata
hadis. Sebelum penulis lebih lanjut membahas tentang sunnah terlebih dahulu penulis
akan membahas defenisi dari as-Sunna tersebut. Pengertian Etimologi Sunnah
menurut bahasa ialah jalan atau cara yang ditempuh ( ‫)السيرة أو الطريقة‬, baik (‫المحمود‬
‫ )ة‬ataupun buruk ]5).[‫ (المذمومة‬Dalam hal ini, Rasulullah SAW bersabda:

" ‫و من سن سنة سيئة فعليه وزرها و وزر من‬, ‫من سن سنة حسنة فله أجرها و أجر من عمل بها إلي يوم القيامة‬
‫ عمل بها إلي يوم ا قل يامة‬."

Artinya: Barang siapa yang menempuh jalan (atau cara) yang baik, maka baginya
pahala dan pahala orang yang mengamalkannya hingga hari kiamat. Dan barang siapa
yang menempuh cara yang jelek, maka atasnya dosa dan dosa orang yang
mengerjakannya hingga hari kiamat".
Hadits di atas ini menunjukkan kata "sunnah" digunakan untuk sesuatu yang
baik dan terpuji, juga digunakan untuk sesuatu yang jelek dan tercela. Sedang
menurut istilah, sunnah berarti segala sesuatu yang didapatkan dari Rasulullah SAW
berupa perkataan, perbuatan, taqrir, ataupun sifat atau akhlak Beliau SAW (yang patut
dicontoh).
Defenisi lain menyebutkan, sunnah adalah apa-apa yang diperintahkan oleh
Rasulullah SAW serta yang dilarangnya, begitu pula yang dianjurkannya, dari
perkataan dan perbuatan Beliau SAW yang belum atau tidak disinggung oleh Al
Qur'an. Kedua defenisi di atas membatasi pengertian sunnah hanya pada perkataan,
perbuatan, taqrir, dan gambaran akhlak. Bahkan pada defenisi kedua, dibatasi hanya
pada perkataan perbuatan saja. Hal ini dapat dipahami oleh karena sunnah terkesan
direduksi menjadi sesuatu yang harus diamalkan oleh umat Islam yang nota bene
pengikut Nabi
3
SAW. Ia kemudian harus dilembagakan lalu dilaksanakan oleh kaum muslimin.
Karenanya, T. M. Hasbi Ash-Shiddiqi dalam hal ini memberikan definisi bahwa
sunnah adalah sesuatu yang diucapkan atau dilaksanakan Nabi SAW secara terus
menerus, dinukilkan dari masa ke masa dengan jalan mutawatir. Nabi SAW
melaksanakannya beserta para sahabat, lalu oleh para tabi'in dan generasi berikutnya
sampai pada masa- masa berikutnya sehingga menjadi pranata sosial dalam kehidupan
umat Islam.
Lebih jauh, Bravman memperlihatkan makna konkrit dari kata "sanna" (akar
kata "sunnah") yang berarti menyerahkan sejumlah uang atau barang kepada
seseorang, dimana kata ini telah diperluas dalam penggunaan khusus untuk menunjuk
kepada tindakan, yang lewat tindakan ini menentukan sesuatu.[10] Akibatnya, sunnah
tentu saja menunjuk kepada suatu praktek yang ditentukan atau dilembagakan oleh
orang tertentu atau sekelompok orang tertentu. Yang jelas, kedua defenisi di atas
identik dengan pengertian sunnah yang pernah dikemukakan oleh para ulama ushul
fiqhi serta para fuqaha tentang sunnah, dimana mereka membatasi sunnah hanya pada
perkataan, perbuatan dan taqrir Rasulullah SAW sebagai sumber dalil syariat yang
menelorkan hukum-hukum syariat. Sementara ulama fiqhi (fuqaha) membahasnya
dari sisi dimana seorang Rasulullah SAW tindak tanduknya tidaklah keluar dari
hukum syariat yang tentunya berkaitan dengan umatnya, baik itu wajib, haram,
mubah, makruh dan seterusnya.

B. Kedudukan Sunnah sebagai Dasar Hukum Islam

Al Qur'an yang merupakan sumber utama dan pokok syariat Islam- sebagian
besar kandungannya bersifat global, absolut, umum dan universal sehingga
memerlukan rincian, batasan dan penjelasan. Secara umum dapat dikatakan bahwa Al
Qur'an membutuhkan al bayan (keterangan atau penjelasan lebih lanjut). Ketika Al
Qur'an memerintahkan shalat misalnya, atau puasa, zakat, haji, berbuat adil, taqwa,
beramal saleh dan seterusnya atau melarang sesuatu, Al Qur'an pun tidak menjelaskan
bagaimana cara melaksanakan perintah-perintah tersebut atau meninggalkan larangan
yang ada. Begitu pula syarat-syaratnya, hukum-hukumnya dan lain-lain sebagainya
tidak diuraikan oleh Al Qur'an. Dari sini, hadits dan sunnah berperan penting. Ia
kemudian datang untuk menjelaskan, menafsirkan, mengulas, merinci dan
melaksanakan perintah-perintah Al Qur'an tersebut dalam berbagai bentuk al bayan
4
yang ada. Perhatikanlah firman Allah SWT dalam surat an-Nahl ayat 44: yang artinya
"…Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan".
Dengan demikian, hadits dan sunnah memberikan gambaran yang sangat jelas
bagaimana melaksanakan Al Qur'an dalam kehidupan. Dan karenanya, hadits dan
sunnah sangatlah penting kedudukannya dalam Islam. Ia kemudian menjadi sumber
hukum atau pokok syariat kedua setelah Al Qur'an.
Hadits dan sunnah dalam posisinya sebagai al bayan terhadap Al Qur'an,
maka tentunya tidaklah sembarangan adanya. Ia bersumber dari seorang hamba Allah
SWT, hamba yang dipilih olehNya untuk mengemban risalah agung yang bernama
Islam. Ia dilantik menjadi nabi sekaligus rasul, yang menjadi benang merah pemisah
antara dirinya dan manusia biasa yang lainnya. Allah SWT berfirman dalam Q.S. al-
Kahfi ayat 110: yang artinya ; "Katakanlah: "Sesungguhnya aku ini hanya seorang
manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan
kamu itu adalah Tuhan Yang Esa".
Dari sini kita bisa memastikan bahwa Rasulullah SAW tidaklah sembarangan
dalam bertutur dan bertindak. Beliau mendapat tuntunan langsung dari Sang Khaliq.
Kalaupun dalam peristiwa tertentu sisi-sisi kemanusian Beliau lebih tampak dan
menonjol, maka itu tak lain merupakan pula tuntunan bagi umatnya, bagaimana
seharusnya mereka bertindak dan bersikap ketika mengalami hal yang sama atau
relatif sama dengan yang dialami oleh Rasulullah SAW; panutan mereka. Jadi.
Terdapat hiukmah besar dibalik itu semua. Karenanya, Allah swt menegaskan hal ini
dalam firman-firmanNya, antara lain dalam surah an-Najm ayat 3-4: yang artinya ;
"Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya.
Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)". Hanya saja
memang, untuk mendapatkan kejelasan dan keyakinan akan riwayat-riwayat hadits
dan sunnah bahwa ia benar-benar bersumber dari Rasulullah SAW bukanlah perkara
mudah. Dari sini, peran para ulama salaf maupun khalaf –khususnya ulama-ulama
hadits- sangatlah penting. Dan sungguh merupakan suatu anugerah besar bagi umat
ini, ketika para ulama tersebut (telah) berhasil dengan sangat gemilang merumuskan
kaidah-kaidah keshahihan hadits dan sunnah, sehingga sekarang ini kita bisa dengan
leluasa memilih dan memilah mana hadits dan sunnah yang patut diamalkan dan mana
yang hanya merupakan 'kesalahan' atau kealpaan orang-orang yang berhati mulia dan

5
berniat baik, ataukah ia hanyalah bualan orang-orang jahil atau konspirasi orang-orang
jahat.
Sesungguhnya, kegemilangan dan kejayaan umat ini berbanding lurus dengan
kepasrahan dan ketundukan serta kekonsistenan mereka dalam mengamalkan hadits
dan sunnah Rasulullah SAW yang shahih. Tengoklah ke masa-masa sahabat
Rasulullah SAW atau setidaknya di era-era pertama atau di abad-abad awal bangunan
sejarah Islam, kejayaan demi kejayaan dapat diraih di segala bidang dan
kegemilangan demi kegemilangan dapat direngkuh di segala sektor; tak lain
dikarenakan perhatian mereka yang sangat besar serta kesungguhan mereka yang
sangat tinggi dalam menginterpretasikan hadits dan sunnah Rasulullah SAW dalam
kehidupan sehari-hari. Lihatlah, betapa Allah SWT menegaskan kepada kita bahwa
"jalan lurus" ( ‫المستقيم الصراط‬
) yang sejatinya kita mohonkan kepadaNya adalah jalan orang-orang yang
sebelumnya mendapatkan ni'mat yang besar dariNya karena mengamalkan Islam,
ajaran hakiki setiap nabi dan rasul yang pernah diutus. Mereka para pengikut nabi dan
rasul ini senantiasa mengamalkan sunnah nabi mereka, dan para sahabat Rasulullah
SAW serta para tabi'in dan para ulama yang senantiasa berada di atas al haqq
(kebenaran) ridhwanullahi 'alaihim senantiasa menjunjung tinggi dan mengamalkan
hadits dan sunnah rasul mereka.

6
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1) Menurut bahasa sunnah adalah suatu jalan atau cara yang dilakukan baik
ataupun buruk dalam hal ini perbuatan terpuji yang telah diucapkan atau
dilakukan oleh Rasulullah SAW sedangkan menurut istilah Sunnah adalah
segala perbuatan, perkataan, taqrir Rasulullah SAW.
2) Sunnah merupakan penjelas dari dasar hukum Islam yang pertama yakni al-
Qur’an, al-Qur’an yang diturunkan oleh Allah SWT masih bersifat global yang
perlu penjelasan yang rinci baik itu perintah maupun larangan sehingga
kedudukan sunnah sebagai dasar hukum kedua dalam Islam adalah penjelas
dari ayat-ayat yang difirman oleh Allah SWT.

7
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI, 1989, al-Qur’an dan Terjemahnya, Toha Putra, Semarang.

Zahw Muhammad Abu, tth, al-Hadits wa al-Muhadditsun, Dar al-Fikr al-Arabi, Bairut.

Sumantri Jujun Surya, 2003, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, cet. XVI,
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

Abdul Baqi Tahqiq Muhammad Fuad, tth, Shahih Muslim, , juz 3.

M. Bravmann M., 1972, The Spiritual Background of Early Islam, Studies in Ancient Arab
Concepts, t.p, Laiden.

Anda mungkin juga menyukai