Anda di halaman 1dari 15

TUGAS RESUME

KONFLIK DAN KONTIGENSI DALAM KEPEMIM[PINAN

DISUSUN OLEH:
Badariah (7232442008)
Deandra Audiare (7233342008)
Nurilmi Salsabila (7231142010)

DOSEN PENGAMPU : Andri Zainal, S.E., M.Si., Ak., Ph.D


PROGRAM STUDI : PENDIDIKAN AKUNTANSI
MATA KULIAH : KEPEMIMPINAN

FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah swt.atas ridho -Nya kami dapat menyelesaikan
resume ini . Resume ini berisi tentang konflik dan kontijensi dalam kepemimpinan.

Kami menyadari bahwa dalam proses penulisan resume ini jauh dari kata kesempurnaan baik
materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami telah berusaha dengan semuanya
kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan oleh
karenanya, kami dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukkan, saran dan
usulan guna penyempurnaan resume ini

Medan, 18 November 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................................. 2


DAFTAR ISI ............................................................................................................................................... 3
BAB I ........................................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................................. 4
1.2 Manfaat ............................................................................................................................................. 4
1.3 Tujuan ................................................................................................................................................ 4
BAB II .......................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN .......................................................................................................................................... 5
A. Konflik Dalam Orgaisasi................................................................................................................ 5
B. Peranan Pemimpin Dalam conflict Management ........................................................................ 7
C. Analisis Kontigensi Dalam Kepemimpinan................................................................................ 10
CONTOH PRAKTEK .............................................................................................................................. 13
BAB III ...................................................................................................................................................... 14
PENUTUP ................................................................................................................................................. 14
A. Kesimpulan ................................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................ 15
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kepemimpinan adalah salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan suatu
organisasi . Seorang pemimpin harus mampu mempengaruhi , mengarahkan, dan memotivasi
bawahannya untuk mencapai tujuan bersama . Oleh karena itu pemimpin , harus memiliki
karakteristik yang baik, seperti integritas , komunikasi ,kreativitas ,dll. Makalah ini membahas
tentang konflik dan kontigensi dalam kepemimpinan.

1.2 Manfaat
1. Resume ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dalam mengembangkan ilmu pengetahuan
yang dimiliki khususnya mengenai konflik dan kontijensi dalam kepemimpinan.
2. Resume ini dapat dijadikan sarana untuk menambah pengetahuan dan sebagai pedoman
untuk mengetahui kepemimpinan.
3. Resume ini dapat dijadikan referensi dalam pembuatan resume selanjutnya.

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah terbentuk maka tujuan penyusunan resume ini
adalah:

1. Mengetahui definisi Konflik dan kontigensi dalam kepemimpinan.


2. Mengetahui peranan pemimpin dalam konflik management.
3. Analisis kontigensi dalam kepemimpinan.
BAB II

PEMBAHASAN
A. Konflik Dalam Orgaisasi
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis,
konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok)
dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau
membuatnya tidak berdaya. Konflik juga dapat diartikan sebagai hubungan antara dua pihak
atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki tujuan atau kepentingan yang
berbeda.Konflik adalah suatu pertentangan yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh
seseorang terhadap dirinya, orang lain, organisasi dengan kenyataan apa yang diharapkannya.
Menurut Gibson (1977:347) hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling
tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing– masing komponen
organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri–sendiri dan tidak bekerja sama satu sama
lain.

Timbulnya Konflik
Suatu konflik dapat terjadi karena masing-masing pihak atau salah satu pihak merasa
dirugikan. Kerugian ini bukan hanya bersifat material, tetapi dapat juga bersifat non material.
Untuk dapat mencegah konflik, maka pertama-tama kita harus mempelajari sebab-sebab
tersebut antara lain:
1) Perbedaan pendapat
Suatu konflik dapat terjadi karena perbedaan pendapat, dimana masing-masing pihak
merasa dirinyalah yang paling benar. Bila perbedaan pendapat ini cukup tajam, maka
dapat menimbulkan rasa yang kurang enak, ketegangan dan sebagainya.
2) Salah paham
Salah paham juga merupakan salah satu hal yang dapat menimbulkan konflik. Misalnya
tindakan seseorang mungkin tujuannya baik, tetapi oleh pihak lain tindakan tersebut
dianggap merugikan.
3) Salah satu atau kedua belah pihak merasa dirugikan
Tindakan salah satu mungkin dianggap merugikan yang lain, atau masing-masing merasa
dirugikan oleh pihak yang lain. Sudah barang tentu seorang yang dirugikan merasa kurang
enak kurang simpati atau malahan benci. Perasaan-perasaan ini dapat menjurus ke arah
konflik.
4) Perasaan yang terlalu sensitif
Perasaan yang terlalu sensitif mungkin adalah wajar tetapi oleh pihak lain hal ini dianggap
merugikan. Jadi kalau dilihat dari sudut hukum atau etika yang berlaku, sebenarnya
tindakan ini tidak termasuk perbuatan yang salah, meskipun demikian karena pihak lain
terlalu sensitif perasaannya, hal ini tetap dianggap merugikan, sehingga dapat
menimbulkan konflik.
Keempat konflik tersebut di atas terjadi oleh sebab interen, tetapi sebenarnya konflik dapat
terjadi karena faktor-faktor eksteren. Sebab eksteren adalah bilamana terjadinya konflik itu
karena dipanasi oleh pihak lain secara sengaja maupun tidak. Hal ini dapat dilakukan dengan
jalan mengadu domba antara pihak-pihak yang konflik tersebut.

Jenis-Jenis Konflik
Orang mengelompokkan konflik ke dalam:
1. Konflik peranan yang terjadi di dalam diri seseorang (personrole conflict), dimana
peraturan yang berlaku tidak dapat diterima oleh seseorang sehingga orang itu memilih
untuk tidak melaksanakan sesuatu sesuai dengan peraturan yang berlaku;
2. Konflik antar peranan (inter role conflict), dimana orang menghadapi persoalan karena dia
menjabat dua tau lebih fungsi yang saling bertentangan; misalnya saja anggota serikat
pekerja yang juga pengawasan atau mandor perusahaan;
3. Konflik yang timbul karena seseorang harus memenuhi harapan beberapa orang
(intersender conflict), misalnya saja dekan suatu fakultas harus memenuhi permintaan
yang berlainan para ketua jurusan;
4. Konflik yang timbul karena disampaikannya informasi yang saling bertentangan
(intrasender conflict).
Dalam kehidupan organisasi, konflik juga dapat dibedakan menurut pihak-pihak yang saling
bertentangan. Atas dasar hal ini, kita mengenal lima konflik (T. Hani Handorko, 1984):
1. Konflik dalam diri individu, yang terjadi bila seorang individu menghadapi ketidakpastian
tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya, bila berbagai permintaan
pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari pada
kemampuannya.
2. Konflik antar individu dalam organisasi yang sama, dimana hal ini sering diakibatkan oleh
perbedaan-perbedaan kepribadian. Konflik ini juga berasal dari adanya konflik antar peranan
(seperti antara manajer dan bawahan).
3. Konflik antara individu dan kelompok, yang berhubungan dengan cara individu menanggapi
tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh,
seorang indiidu mungkin dihukum atau diasingkan oleh kelompok kerjanya karena melanggar
norma-norma kelompok.
4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama, karena terjadi pertentangan kepentingan
antar kelompok.
5. Konflik antar organisasi, yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dalam sistem
perekonomian suatu negara. Konflik ini telah mengarahkan timbulnya pengembangan produk
baru, teknologi, dan jasa, harga-harga lebih rendah, dan penggunaan sumber daya lebih efisien.

CONTOH PRAKTEK
Konflik antara karywan dan atasan. Contoh nya seorang karyawan merasa tidak puas
dengan keputusan atasan yang menolak permintaan kenaikan gaji atau promosi. Cara mengatasi
nya adalah dengan melakukan komunikasi yang terbuka dan jujur antara karyawan dan atasan.
Karyawan dapat menyampaikan alasan dan harapannya, sedangkan atasan dapat menjelaskan
kriteria dan proses penilaian kinerja. Kedua pihak dapat mencari solusi yang adil dan sesuai dengan
kepentingan organisasi.

B. Peranan Pemimpin Dalam conflict Management

Salah satu peran pimpinan dalam organisasi adalah mampu mengendalikan konflik, baik
konflik yang kecil maupun konflik yang besar. Hal ini sejalan dengan pendapat Sobri (2014:127)
bahwa konflik tidak bisa dihindari, sebab konflik ada dimana-mana. Terdapatnya interaksi, di situ
pasti ada konflik, oleh karena itu yang diperlukan adalah bagaimana mengelola konflik secara
profesional. Secara praktis setiap pimpinan dalam menghadapi konflik organisasi harus dapat
memahami terlebih dahulu konflik yang terjadi, melalui sumber-sumber konflik sebelum
menentukan cara untuk mengatasinya

pimpinan dalam menyelesaikan konflik dan stress dalam organisasi sangatlah dominan. Seorang
pimpinan harus mampu memecahkan masalah dengan baik, mampu mengembangkan konflik dan
stress sehingga dapat mencapai titik kritis namun jangan sampai tiba pada titik kepatahan atau
“breaking point” , adalah betul-betul mengandung resiko dan bahaya dan merupakan tugas yang
sangat berat. Seorang pimpinan memerlukan jiwa yang dinamis, kreatif, berani, bertanggung
jawab dan berdedikasi penuh pengabdian, yang hanya dimiliki oleh pribadi pimpinan yang
berkarakter kuat. Pimpinan modern harus mampu mendorong bawahannya agar menemukan ide-
ide sendiri, berpartisipasi aktif dan mau menerima banyak perbedaan dan keragaman. Lalu
menciptakan kondisi yang merangsang konflik positif yang terkendali dan menyelesaikannya
dengan baik.Dalam mengendalikan konflik, cara-cara yang dapat dipakai adalah:

1. Memberikan kesempatan kepada semua anggota kelompok untuk mengemukakan pendapatnya


tentang kondisi-kondisi penting yang diinginkan
2. Meminta satu pihak menempatkan diri pada posisi orang lain, dan memberikan argumentasi
yang kuat mengenai posisi tersebut
3. Kewenangan pimpinan sebagai sumber kekuatan kelompok dalam pengambilan keputusan atau
memecahkan masalah secara efektif.

Selain cara-cara yang disebutkan di atas ada beberapa cara lagi untuk mengendalikan dan
mengatasi konflik menurut Nader dan Todd dalam salah satu bukunya The Diputing Process Law
in Teen Societies, yaitu:

1. Bersabar (Lumping), yaitu suatu tindakan yang merujuk pada sikap untuk mengabaikan konflik
begitu saja atau dengan kata lain isu-isu dalam konflik tersebut mudah untuk diabaikan meskipun
hubungan dengan orang yang berkonflik itu berlanjut

2. Penghindaran (Avoidance), yaitu tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri hubungannya


dengan cara meninggalkannya

3. Kekerasan / Paksaan (Coercian), yaitu tindakan yang diambil dalam mengatasi konflik jika
dipandang bahwa dampak yang ditimbulkan membahayakan

4. Negosiasi (Negotiation), yaitu tindakan yang menyangkut pandangan bahwa penyelesaian


konflik dapat dilakukan oleh orangorang yang berkonflik secara bersama-sama tanpa melibatkan
pihak keluarga

5. Konsiliasi (Conciliation), yaitu tindakan yang membawa semua yang berkonflik ke meja
perundingan

6. Mediasi (Mediation), yaitu cara mengendalkan konflik dengan cara pihak-pihak yang berkonflik
tersebut menyerahkan penyelesaiannya kepada pihak ketiga

7. Arbitrasi (Arbitration), yaitu kedua belah pihak yang berkonflik setuju pada keterlibatan pihak
ketiga yang memiliki otoritas hukum dan mereka sebelumnya harus setuju untuk menerima
keputusannya
8. Peradilan (Adjudication), yaitu tindakan yang merujuk pada intervensi pihak ketiga yang
berwenang untuk campur tangan dalam penyelesaian konflik, apakah pihak-pihak yang berkonflik
itu menginginkan atau tidak

CONTOH PRAKTEK
Konflik Antara Serikat Pekerja dan Manager di PT Freeport di Kabupaten Mimika
Provinsi Papua

Konflik ini berkembang dari adanya tuntutan sebelumnya oleh pekerja dalam hal
inikaryawan yang menginginkan perubahan sistem pengupahan perushaan yang dinilai tidak
sebanding dengan iklim yang ada dan resiko kerja. Tuntutan demi tuntutan terus digencarkan untuk
menuntut kesesuaian upah dan keadilan yang berorientasi pada kesejahteraan pekerja serta dari
adanya berbagai bentuk tekanan-tekanan dari pimpinan perusahaan terhadap karyawan dalam
pekerjaan. Pada tahun 2017 terjadi insiden kriminalisasi terhadap anggota dan pengurus serikat
pekerja yang berujung pada pemogokan dengan durasi 5 hari, namun hal tersebut dianggap pihak
pimpinan dan manager perusahaan sebagai bentuk mangkir dan diberi sanksi merumahkan
karyawan yang sedang mogok. Sedangkan dalam perjanjiannya jika terjadi pemogokkan maka hal
tu sah dan sudah mendapat keabsahan sesuai perundang-undangan yang berlaku yakni dalam
undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 1 ayat 23 yang berbunyi mogok
kerja adalah tindakan pekerja yang direncanakan secara bersama – sama dan /atau oleh serikat
serikat pekerja untuk menghentikan atau memperlambat pekerjaan.Aksi mogok kerja yang
seharusnya diadakan hanya 5 hari saja sesuai putusan serikat tidak berhenti sebab pihak
manajemen berisi keras bahwa aksi tersebut merupakan bentuk perlawanan terhadap aturan
perusahaan dan para pemogok atau anggota serikat pekerja dan badan pengurus dihadapkan
dengan upaya pemutusan hubungan kerja secara sepihak dan sistem fourlough (bahasa inggris)
yang artinya dirumahkan. Konflik yang terjadi diperushaan PT Freeport terjadi hampir disemua
departemen bersamaan dengan gejala yang timbul. Menurut Bapak T.P hal tu berkaitan dengan
promosi, yang mana pmanajemen atau manager tidak melihat pada skill tetapi lebih menjurus pada
hal yang bersifat kolusi dan nepotisme, artinya pekerja memiliki skill tidak diperhatikan dan selalu
diperlakukan tidak adil. upayaMenurut bapak T.P upaya-upaya yang dilakukan adalah seperti
diadakan perundingan bepartited semacam dialog antara manajemen guna membicarakan
masalah-masalah yang terjadi diperusahaan, dengan melalu pendekatan nomatif. Dengan tujuan
memberi kesempatan bagi pekerja untuk kembali bekerja dan mendapatkan kembali haknya
sebagaimana mestinya dan sebagai bagian dari mitra utama perusahaan Agar perselisihan tidak
berlarut-larut serta cepat terselesaikan.

C. Analisis Kontigensi Dalam Kepemimpinan

Kepemimpinan dan kontigensi


Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model kontingensi karena model
tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok
tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan dan kesesuaian situasi yang dihadapinya. Model
ini dikembangkan oleh Fiedler dan menyatakan bahwa interaksi antara gaya kepemimpinan dan
keuntungan situasional menentukan kinerja kelompok. Fiedler mengemukakan tiga faktor yang
menetukan seberapa menguntungkan
lingkungan yang dimiliki seorang pemimpin. Pertama, hubungan pemimpin-pengikut,
menunjukkan tingkat kepercayaan, keyakinan, dan rasa hormat yang dimiliki pengikut terhadap
pemimpin mereka. Kedua, struktur tugas adalah faktor kedua terpenting yang menunjukkan
sejauh mana tugas yang dilakukan para pengikut terstruktur, apakah tugas dijelaskan dengan
spesifik, dan apakah para pengikut mengetahui apa yang harus dilakukan, bagaimana mereka
harus melakukannya, serta kapan dan dengan urutan yang bagaimana hal ini harus dilakukan.
Ketiga, Kekuatan posisi, adalah faktor kekuatan yang dimiliki oleh posisi pemimpin yang
biasanya ditunjukkan dengan otoritas yang lebih tinggi merupakan tanda kekuatan posisi yang
lebih tinggi. Robbins dan Judge (2015) menjelaskan bahwa menurut model Fiedler semakin baik
hubungan pemimpin-anggota, maka semakin tinggi pula pekerjaan menjadi terstruktur dan
semakin kuat kekuatan posisi, maka semakin tinggi kendali yang dimiliki oleh pemimpin.
Fiedler menjelaskan bahwa pemimpin yang berorientasi tugas dapat bekerja dengan sangat baik
dalam situasi dengan tingkat kendali yang tinggi dan rendah, sementara para pemimpin yang
berorientasi pada hubungan dapat bekerja dengan sangat baik dalam situasi dengan tingkat
kendali secara moderat (Robbins dan Judge, 2015).
Robbins dan Judge (2007) menyatakan bahwa pada dasarnya pendekatan kepemimpinan
situasional dari Hersey dan Blanchard mengidentifikasi empat perilaku kepemimpinan yang
khusus dari sangat direktif, partisipatif, supportif sampai delegatif. Perilaku mana yang paling
efektif tergantung pada kemampuan dan kesiapan pengikut. Sedangkan kesiapan dalam konteks
ini adalah merujuk pada sampai dimana pengikut memiliki kemampuan dan kesediaan untuk
menyelesaikan tugas tertentu. Hersey dan Blanchard menggunakan penelitian Ohio State
University dan kemudian mengembangkan 4 gaya kepemimpinan yang bisa dipakai oleh para
manajer (Ivancevich et al., 2007). Pertama, Telling yaitu pemimpin menetapkan peran yang
diperlukan untuk melakukan suatu tugas dan memerintahkan para pengikutnya apa, di mana,
bagaimana, dan kapan melakukan tugas tersebut. Kedua, Selling yaitu pemimpin memberikan
instruksi terstruktur, tetapi juga bersikap suportif. Ketiga, Participating yaitu pemimpin dan para
pengikutnya bersama-sama memutuskan bagaimana cara terbaik mmenyelesaikan tugas yang
berkualitas. Keempat, Delegating yaitu pemimpin tidak banyak memberikan arahan yang jelas
dan spesifik ataupun dukungan pribadi kepada para pengikut.
Kepemimpinan dan Budaya Organisasi
Hofstede membuat kerangka kerja yang berguna untuk memahami pentingnya nilai
budaya dalam perilaku organisasi. Penelitiannya terhadap orang di 50 negara telah menjadi
kerangka kerja yang memiliki 4 dimensi budaya nasional (Ivancevich et al, 2007) yaitu : jarak
kekuasaan (power distance), penghindaran ketidakpastian (uncertainty avoidance),
individualisme dan kolektivisme, maskulinitas dan feminimitas. Tipologi budaya terbaru dari
Hofstede ini adalah orientasi jangka panjang. Poin ini berfokus pada tingkatan ketaatan jangka
panjang masyarakat terhadap nilai-nilai tradisional (Ivancevich et al, 2007). Robbins (2006)
mendefinisikan budaya organisasi merupakan sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-
anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi lain. Sistem makna bersama ini, bila
diamati dengan lebih seksama, merupakan seperangkat karakteristik utama yang dihargai oleh
suatu organisasi. Budaya organisasi adalah suatu pola keyakinan, nilai dan harapan yang
terbentuk dari yang persepsi. Perbedaan budaya yang kuat dengan budaya yang lemah yaitu,
budaya yang kuat dicirikan oleh adanya karyawan yang memiliki nilai inti bersama. Semakin
banyak karyawan yang berbagi dan menerima nilai inti, semakin kuat budaya, dan semakin besar
pula pengaruhnya terhadap perilaku (Ivancevich et al, 2007). Peran pemimpin tentunya sangat
diperlukan dalam menumbuhkan nilai-nilai budaya yang kuat dalam organisasi.

Kepemimpinan Berbasis Budaya Cablaka Ditinjau dari Teori Kontigensi Fiedler dan
Situasional Hersey-Blanchard

1. Hubungan atasan dan bawahan


Hubungan antara atasan dan karyawan memiliki pengaruh penting pada kesejahteraan
karyawan. Gaya manajerial adalah salah satu dari empat perhatian utama terkait
dengankesejahteraan karyawan. Pada intinya, perilaku manajer dapat menciptakan atau
mengurangi stres karyawan. Ketika atasan berkomunikasi secara efektif dan memberikan
dukungan kepada karyawan, menurunkan stres karyawan. Di sisi lain,
ketikamerekabersikapkasar, berperilaku yang menekan atau mengintimidasi, stres karyawan akan
meningkat(Arnold dan Conelly, 2013). Pemimpin cablaka melakukan ini dengan membina
hubungan yang dekat, komunikasi yang terbuka dengan pengikutnya karena jiwanya egaliter
sehingga tidak merasa diri lebih tinggi. Dari berbagai pernyataan para informan di atas bahwa
pemimpin dengan karakter cablaka memiliki sifat jujur dan terbuka dalam memimpin. Penelitian
De Vries (2012) bahwa kejujuran-kerendahan hati (honestyhumility) berhubungan dengan
kepemimpinan yang etis (ethical leadership).Gaya pemimpin cablaka yang suka menyampaikan
suatu hal dengan bahasa humor atau lucu dapat dikaitkan dengan teori kepemimpinan humor,
yang termasuk bagian dari kepemimpinan transformasional. Seperti yang diungkapkan oleh
Hoption et al,(2013) bahwa kepemimpinan transformasional memiliki keunikan sendiri, salah
satunya adalah pemimpin dengan gaya kepemimpinan humoris. Hoption et al. (2013)
mengemukakan bahwa humor dan bekerja memang tampak tidak konsisten, tetapi dia dapat
membuktikan bagaimana kepemimpinan dapat menggunakan humor untuk meningkatkan
hubungan pemimpin-pengikut. Ketegasan yang merupakan salah satu karakteristik pemimpin
cablaka dapat dimasukkan ke dalam aspek assertiveness yaitu individu yang cenderung tegas dan
tergolong dalam kepribadian extraversion (McCrae,2002). Dalam penelitian De Vries (2012)
menyatakan bahwa extraversion memiliki hubungan yang signifikan dengan kepemimpinan
kharismatik. Karyawan akan melihat pemimpin yang cablaka ini memiliki kharisma karena
karakternya ini. Ditinjau dari teori pendekatan lainnya mengenai kepemimpinan, seperti teori
pendekatan perilaku maka pemimpin cablaka dapat dimasukkan ke dalam kepemimpinan yang
employee-centered karena membuat karyawannya senang dalam mengerjakan tugas karena
menciptakan lingkungan kerja yang mendukung bagi karyawan yang menerima cablaka,
sehingga karyawan tidak merasa takut kepada pemimpin karena menciptakan suasana kerja
seperti di rumah dan pemimpin cablaka memiliki tingkat konsiderasi yang tinggi karena
pemimpin yang cablaka menunjukkan persahabatan atau hubungan yang dekat dengan pengikut.
2. Struktur Tugas
Pemimpin yang cablaka akan mendukung faktor struktur tugas ini dengan cara
penyampaiannya yang tegas kepada pengikut, gaya bahasa yang lugas dan apa adanya sehingga
pengikut akan lebih mudah dan merasa senang menerima tugas dan perintah yang diberikan.
Dengan kepribadian yang terbuka dan yang dimiliki oleh pemimpin cablaka maka akan memberi
keuntungan bagi pengikut dalam memahami dan mengerti tugas-tugasnya, misal pengikut tak
segan untuk bertanya atau meminta bantuan apabila mengalami kesulitan. Hal ini didukung oleh
penelitian De Vries (2012) menunjukkan bahwa pemimpin yang extraversion, di mana dalam
kepribadian cablaka dapat ditemukan kepribadian ini, berhubungan positif signifikan dengan
pengikut melihatnya sebagai pemimpin yang memiliki kepribadian openess to experience.
Keterbukaan pemimpin yang cablaka memberikan pengaruh yang baik bagi para pengikut
atau karyawan. Kreativitas dihubungkan dengan budaya yang lebih tebuka yang menghasilkan
tingkat kepercayaan yang lebih tinggi. Sebuah iklim yang kreatif adalah salah satudi mana
orangmerasa bebas untuk menantang ide, kesalahan ditoleransi, dan anggota karyawan didukung
dalam upaya-upaya kreatif (Henry, 2013).
3. Kekuatan Posisi
Pemimpin cablaka di mata karyawannya akan memiliki posisi di mana mereka
menganggapnya sebagai sosok teman,sahabat,dan atau orang tua yang tentunya dihormati oleh
anaknya. Informan lain juga menyatakan bahwa pemimpin cablaka memiliki kharisma tersendiri
di mata karyawannya, karena mengedepankan nilai-nilai etis dalam kepemimpinannya dan dapat
dijadikan sebagai role model bagi pengikutnya dan bila pemimpin cablaka memimpin dalam
waktu yang lama maka akan menumbuhkan budaya kepemimpinan yang cablaka di suatu
lingkungan kerja. Seperti yang dikenal dengan istilah mirroring. Kejujuran merupakan salah satu
komponen penting dalam peran idealis pemimpin transformasional (Brown et al,2005).
Pemimpin cablaka juga dapat dimasukkan ke dalam tipe kepemimpinan transformasional.
Pemimpin yang jujur dapat dijadikan role model bagi pengikutnya sehingga
dihargai,dikagumi,ditiru oleh pengikutnya karena memberi contoh melakukan hal yang benar
dan mendemonstrasikan standar yang tinggi dari nilai etis dan moral (Avolio, 1999).

4. Gaya Kepemimpinan
Para informan menjelaskan bahwadalam memimpin karyawannya, pemimpin dengan
kepribadian yang cablaka akan memberi perintah dengan cara penyampaian yang jelas,apa
adanya dan terperinci, membuat anggotanya senang dan mengerti dalam menjalankan tugasnya.
. Ini termasuk gaya telling yang dilakukan oleh pemimpin cablaka dalam memberikan tugas
dan perintah kepada pengikutnya.
Pemimpin cablaka juga memiliki gaya selling. Dalam gaya selling, pemimpin ini akan
membuat situasi kerja menyenangkan dan mendukung segala yang diperlukan karyawannya
(bersikap suportif) dalam keperluan menjalankan tugas,karena pemimpin cablaka ini pasti akan
menanyakan langsung kepada karyawan apa yang diinginkan dan dirasakan karyawan
berdasarkan prinsip keterbukaan itu. Aspek kejujuran dalam cablaka yang masuk ke dalam
kepribadian agreeableness ini memiliki hubungan yang signifikan dengan kepemimpinan
suportif (De Vries,2012). Pemimpin cablaka menerapkan perilaku kepemimpinan yang suportif
dan partisipatif serta memberdayakan pengikutnya. Perilaku kepemimpinan suportif, partisipatif,
dan memberdayakan menunjukkan bahwa pemimpin memiliki rasa kepercayaan, kepedulian dan
menghormati bawahan, dan perilaku kepemimpinan ini mendorong tingkat kepercayaan yang
lebih tinggi kepada pemimpin atau atasan (Bligh dan Kohles, (2013).

CONTOH PRAKTEK
Seorang pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan berpartisipasi, yaitu memberikan
kesempatan kepada anggota untuk ikut terlibat dalam pengambilan keputusan, akan efektif
dalam situasi yang memiliki hubungan antara pemimpin dan anggota yang baik, tugas tidak
terlalu terstruktur, dan kekuasaan jabatan yang rendah. Contohnya: seorang pemimpin disebuah
organisasi non-pemerintahan yang bekerja dengan isu-isu sosial, seperti lingkungan, hak asasi
manusia, atau kesehatan masyarakat, dapat menerapkan gaya kepemimpinan ini untuk
meningkatkan motivasi, komitmen, dan kreativitas anggotanya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konflik dapat memiliki dampak positif dan negatif tergantung pada cara pemimpin
mengelola nya. Konflik dapat menjadi sumber inovasi, kreativitas, dan perbaikan kualitas jika
dikelola dengan baik. Konflik dapat menjadi sumber ketegangan, stres, dan kerusakan hubungan
jika dikelola dengan buruk.
DAFTAR PUSTAKA

Muspawi, M. (2014). Manajemen konflik (upaya penyelesaian konflik dalam


organisasi) (Vol. 16). Jambi University.
Brata, T. A. (2011). Peran Kepemimpinan Dalam Mengendalikan Konflik. Jurnal
Media Wahana Ekonomika, 7(4), 56-64.
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kanwil-balinusra/baca-artikel/15603/PERAN-
PIMPINAN-DALAM-MENGATASI-KONFLIK-DAN-STRES-PEGAWAI-DALAM-
ORGANISASI-PEMERINTAHAN.html
fitricia, G. M., & Hidayah, A.A. (2019). Analisis gaya kepemimpinan kontigensi berbasis
budaya lokal banyumas cablaka. Sains: jurnal manajemen dan bisnis, 12(1), 60-77
Lumintang, J., & Suwu, E. A. (2018). Konflik Antara Serikat Pekerja dan Manager di PT
Freeport di Kabupaten Mimika Provinsi Papua. ACTA DIURNA KOMUNIKASI, 7(4).

Anda mungkin juga menyukai